Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA PASIEN

PASCA OPERASI DI RSUD SWADANATARUTUNG


TAHUN 2010
Karnirius Harefa, Kesaktian Manurung, Mega Adelia Nainggolan

ABSTRACT
Every operations proces will cause most complaints and the most frequent complaint is pain. Pain slowed healing
process of patients. Distraction is one of the techniques reduce pain. Music therapy is a distraction technique that
can reduce pain of postoperative patients. This study was aims to evaluating the effect of music therapy on pain
intensity in postoperative patients at Tarutung hospital Resort. The design of this study was quasi eskperimen by
using purposive technique sampling. The population sample in this study were patients with medium postoperative
is the average amount every month are 29 patients, and 28 patient divided into 2 groups were control group and
intervention group, the determination of patients entered into the control or intervention group by using simple
random sampling. The results of study showed that pain intensity pre and post in intervention group has a different
significant (P=0,000 ; P<0,05). Music therapycanreduce pain intensity of post-operativepatient.The results of this
study recommends that nurses can use music therapy in nursing care of postoperative patient in reducing the
intensity of pain patients.
Keywords : Music therapy, Pain Intensity, Postoperative Patient

Latar Belakang
Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan
pengalaman
emosional
yang
tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang bersifat aktual atau potensial atau
yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana
terjadi kerusakan (International Association for
Study of pain, 1979. Nyeri adalah alasan utama
seseorang untuk mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses
penyakit atau bersamaan dengan pemeriksaan
diagnostik atau pengobatan (Brunner &
Suddarth, 2002).
Salah satu ketakutan terbesar pasien
bedah adalah nyeri. Tingkat keparahan nyeri
pasca operasi tergantung pada anggapan
fisiologi dan psikologi individu, toleransi yang
ditimbulkan untuk nyeri, letak insisi, sifat
prosedur, kedalaman trauma bedah dan jenis
agens anastesia dan bagaimana agens tersebut
diberikan (Brunner & Suddarth, 2002).
Nyeri setelah pembedahan adalah hal
yang normal.Nyeri yang dirasakan pasien bedah
meningkat seiring dengan berkurangnya
pengaruh anastesi. Pasien lebih menyadari
lingkungannya dan lebih sensitif terhadap rasa
nyaman. Area insisi mungkin menjadi satusatunya sumber nyeri. Iritasi akibat selang
drainase, balutan atau gips yang ketat dan
regangan otot akibat posisi ketika pasien berada
diatas meja operasi menyebabkan pasien merasa
tidak nyaman. Secara signifikan nyeri dapat
memperlambat pemulihan (Potter & Perry,
2006).
Metode
penatalaksanaan
nyeri
mencakup pendekatan farmakologis dan non
farmakologis.
Salah
satu
pendekatan
farmakologis yang biasa digunakan adalah
analgetik golongan opioid, tujuan pemberian
opioid adalah untuk meredakan nyeri dengan
pemberian dari rute apa saja, efek samping
opioid seperti depresi pernafasan, sedasi, mual

muntah dan konstipasi. Efek samping tersebut


harus dipertimbangkan dan diantisipasi (Brunner
& Suddarth, 2002).
Metoda pereda nyeri nonfarmakologis
biasanya mempunyai resiko yang sangat
rendah.Salah satu tindakan nonfarmakologis
adalah
distraksi.
Distraksi
mengalihkan
perhatian pasien ke hal yang lain dan dengan
demikian menurunkan kewaspadaan terhadap
nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap
nyeri.
Salah satu distraksi yang efektif adalah
musik, yang dapat menurunkan nyeri fisiologis,
stres, dan kecemasan dengan mengalihkan
perhatian seseorang dari nyeri.Musik terbukti
menunjukkan efek yaitu menurunkan tekanan
darah, dan mengubah persepsi waktu (Guzzetta,
1989).Perawat dapat menggunakan musik
dengan kreatif diberbagai situasi klinik, pasien
umumnya lebih menyukai melakukan suatu
kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan
lagu atau mendengarkan musik.Musik yang
sejak awal sesuai dengan suasana hati individu,
merupakan pilihan yang paling baik (Potter &
Perry, 2006).
Musik menghasilkan perubahan status
kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang, dan
waktu.Musik harus didengarkan minimal 15
menit agar dapat memberikan efek teraupeutik.
Dikeadaan perawatan akut, mendengarkan
musik dapat memberikan hasil yang sangat
efektif dalam upaya mengurangi nyeri pasca
operasi pasien (Potter & Perry, 2006).
Musik dan nyeri mempunyai persamaan
penting yaitu bahwa keduanya bisa digolongkan
sebagai input sensor dan output. Sensori input
berarti bahwa ketika musik terdengar, sinyal
dikirim keotak ketika rasa sakit dirasakan. Jika
getaran musik dapat dibawa kedalam resonansi
dekat dengan getaran rasa sakit, maka persepsi
psikologis rasa sakit akan diubah dan
dihilangkan (Journal of the American
Association for Musik Therapist, 1999).

Penelitian yang dilakukan McCaffrey


menemukan bahwa intensitas nyeri menurun
sebanyak 33% setelah terapi musik dengan
menggunakan musik klasik Mozart terhadap
pasien osteoarthritis selama 20 menit dengan
musik Mozart (Jerrard, 2004).
Secara kronologis, profesi terapis musik
di negara maju seperti Amerika Serikat mulai
berkembang selama perang Dunia I. Ketika itu
musik masih digunakan dirumah sakit bagi
veteran perang hanya sebatas media untuk
menyembuhkan gangguan trauma. Para veteran
perang baik secara aktif maupun pasif
melakukan aktivitas musik terutama sekali untuk
mengurangi rasa sakit sehingga banyak dokter
dan perawat menjadi saksi bagaimana musik
sangat berperan dalam penanganan psikologis,
fisiologis, kognitif, dan terutama sekali
memperbaiki kondisi emosional (Djohan, 2009).
Hasil studi awal yang diperoleh peneliti
dari
Medical
Record
RSUD
SwadanaTarutung,tanggal 23 Desember 2009
didapat data sebagai berikut : jumlah pasien
operasi tahun 2009 adalah 1001 orang, operasi
besar 653 orang dan operasi sedang 348 orang,
dengan rata-rata operasi besar 54 orang dan
operasi sedang 29 orang setiap bulannya. Dari
hasil wawancara peneliti dengan 9 orang klien
pasca operasi semua klien mengalami nyeri dan
semua pasien senang mendengar musik. Dan
dari hasil pengamatan peneliti belum pernah
dilakukan tindakan nonfarmakologi seperti
teknik distraksi dengan mendengarkan musik
dirumah sakit ini.
Berdasarkan hal-hal yang dijabarkan
diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang pengaruh terapi musik
terhadap intensitas nyeri pasien pasca operasi
diRSUDTarutung..
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan desain
penelitian eksperimen semu (quasy experiment)
yang bertujuan untuk mengetahui apakah terapi
musik memiliki pengaruh terhadap intensitas
nyeri pasca operasi. Rancangan ini berupaya
untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat
dengan cara melibatkan kelompok kontrol
disamping kelompok eksperimen.
Tempat dan Waktu Penelitian`
Penelitian dilaksanakan di Recovery
Room RSUD SwadanaTarutung.Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Maret-April 2010.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien pasca operasi sedang yang
dirawat di Recovery Room RSUDSwadana
Tarutung.Sampel adalah bagian populasi yang
dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian
(Nursalam,
2008).
Pengambilan
sampel
dilakukan dengan menggunakan purposive
samplingyaitu pengambilan sampel yang
didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu
yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan

ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah


diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2007).
Kriteria inklusi sampel sebagai berikut :
1. Umur 14-60 tahun
2. Pasien pasca operasi 1 jam setelah
keluar dari kamar bedah
3. Bersedia menjadi responden.
Untuk mendapatkan sejumlah populasi
(dimana rata-rata pasien operasi sedang per
bulan berjumlah 29 orang) yang akan dijadikan
sampel dilakukan dengan rumus Nursalam
(2008) :
N
n
1 N (d )2
Keterangan:
n = Besar Sampel
N = Besar Populasi
d = Tingkat signifikan ( 0,05)
Keterangan:
n = Besar Sampel
N = Besar Populasi
d = Tingkat signifikan ( 0,05)
29
n
1 29(0,0025)
29
1 0,0725
29
n
1,0725

n = 27,03
karena sampel terdiri dari kelompok intervensi
dan kelompok kontrol maka sampel yang
diambil sebanyak 28, sampel yang diberi
intervensi sebanyak 14 dan sampel yang tidak
diberi intervensi (kontrol) sebanyak 14 pasien.
Teknik menentukan sampel apakah
masuk dalam kelompok perlakuan atau kontrol
dilakukan secara simpel random yaitu dengan
menulis intervensi sebanyak 14 dan kontrol
sebanyak 14.Dimasukkan kedalam tabung dan
dikocok, setelah diambil keluar kontrol maka
pasien pertama masuk ke dalam kelompok
kontrol, yang kedua dikocok lagi dan keluar
intervensi maka pasien kedua masuk kelompok
intervensi. Proses ini dilanjutkan sampai 28 kali.
Tabel 1.1.
Model Random Sederhana
Nomor
Masuk
Recovery
Room
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Kelompok

Intensitas Nyeri
Sebelum

Intervensi
Kontrol
Kontrol
Kontrol
Intervensi
Kontrol
Kontrol
Intervensi
Kontrol
Intervensi
Intervensi
Intervensi
Kontrol
Intervensi
Intervensi
Kontrol
Kontrol
Kontrol
Kontrol
Intervensi
Intervensi
Kontrol
Intervensi

Sesudah

24
25
26
27
28

Intervensi
Intervensi
Kontrol
Kontrol
Intervensi

Analisa Data
1. Analisis Univariat
Data yang dianalisis secara univariat untuk
melihat rata-rata usia, jenis kelamin, suku,
dan pemberian obat penurun nyeri untuk
menghasilkan distribusi frekuensi dan
persentase dari variabel.
2. Analisis Bivariat
Data yang dianalisis dengan bivariat untuk
melihat pengaruh terapi musik terhadap
intensitas nyeri pasca operasi, serta
mengetahui homogenitas variabel potensial
kounfonding antara kelompok intervensi
dengan kelompok kontrol. Data yang
digunakan adalah data yang berasal dari dua
kelompok yang diberi intervensi dan yang
tidak diberi intervensi. Data dari setiap
kelompok analisis diuji dengan menggunakan
Paired Sample t Test, tingkat kepercayaan 5%
( = 0,05). Uji Paired Sample t Test
digunakan untuk melihat perubahan intensitas
nyeri pre dan post pada kelompok kontrol
dan kelompok intervensi. Jika pada kelompok
intervensi nilai P<0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa terapi musik efektif
untuk menurunkan nyeri pasca operasi dan
jika pada kelompok kontrol nilai P>0,05
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perubahan sama sekali jika tidak ada
intervensi. Setelah itu dilakukan pengujian
dengan menggunakan uji Independent
Sample t Test. Uji ini digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat
nyeri pada kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol.
Tabel 1.2
Analisis bivariat Variabel
Variabel
Data
Uji statistik
Tingkat nyeri pada Numerik Paired Sample
kelompok
kontrol
t Test
(pre dan pasca)
Tingkat nyeri pada
kelompok intervensi
(pre dan pasca)

Numerik

Paired Sample
t Test

Perbandingan
tingkat nyeri pre
antara
kelompok
kontrol
dengan
kelompok intervensi
Perbandingan
tingkat nyeri post
antara
kelompok
kontrol
dengan
kelompok intervensi

Numerik

Independent
Sample t Test

Numerik

Independent
Sample t Test

Jenis
kelamin

Kategorik

Suku

Kategorik

obat
penurun
nyeri

Kategorik

Chi square
Chi square
Chi square

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil

Hasil penelitian serta pembahasan


mengenai pengaruh terapi musik
terhadap
intensitas nyeri pada pasien pasca operasi di
RSUD SwadanaTarutung.
1. Karakteristik Responden
Tabel 1. 4
Distribusi frekwensi berdasarkan usia, jenis
kelamin, suku dan obat penurun nyeri di
RSUDSwadana Tarutung, (N=28)
No
1

Karakteristik
Menurut Usia

30 tahun

31-40 tahun

41 tahun
Jumlah

Jumlah

Persentase (%)

11
8
9

39,3
28,6
32,1

28

100

Menurut jenis kelamin

Laki-laki

Perempuan

14
14

50
50

Jumlah
Menurut suku

Jawa

Batak

Aceh

Nias

Dan lain-lain

28

100

7
16
3
1
1

25
57,1
10,7
3,6
3,6

28

100

Obat penurun nyeri

Diberikan

Tidak diberikan

28
0

100
0

Jumlah

28

100

Jumlah

Berdasarkan tabel 1.5 dapat dilihat bahwa usia


responden sebagian besar 30 tahun berjumlah
11 orang pasien (39,3%), beedasarkan
karasteristik jenis kelamin responden perempuan
sebanyak 14 orang (50%) dan responden lakilaki sebanyak 14 orang (50%), berdasarkan
karakteristik suku sebagian besar responden
suku batak sebanyak 16 orang pasien (57,1%),
dan semua responden diberikan obat penurun
nyeri (100%).
Uji homogenitas Usia, Jenis kelamin, Suku,
obat penurun nyeri
Tabel 1.5
Homogenitas usia, jenis kelamin, suku, obat
penurun nyeri
NO

Tabel 1.3
Analisis homogenitas variabel potensial kounfounding
Potensial
Data
Variabel
Uji
Kounfoun
Statistik
ding
Usia
Kategorik
Kelompok
Chi square
intervensi dan
kontrol

Kelompok
intervensi dan
kontrol
Kelompok
intervensi dan
kontrol
Kelompok
intervensi dan
kontrol

Variabel

Usia
30
tahun
31-40
tahun
41
tahun
Jumlah

Kelompok
control
Ju
%
mla
h

Kelompok
intervensi
Ju
%
mla
h

4
5
5

28,6
35,7
35,7

7
3
4

50
21,4
28,6

14

100

14

100

0,6
75

Jenis
kelamin
Lakilaki
Pere
mpua
n

7
7

50
50

7
7

50
50

Jumlah

14

100

14

100

Suku
Jawa
Batak
Aceh
Nias
Dll

4
9
1
0
0

28,6
64,3
7,1
0
0

3
7
2
1
1

21,4
50
14,3
7,1
7,1

Jumlah

14

100

14

100

14
0

100
0

14
0

100
0

14

100

14

100

Obat
penurun
nyeri
Diberikan
Tidak
diberi
kan
Jumlah

menjadi lebih rendah. Rata-rata intensitas nyeri


awal adalah 5,57 dan rata-rata tingkat nyeri
setelah 20 menit dengan diberikan terapi musik
adalah 3,93.
Pada kelompok kontrol dilihat bahwa
nilai sig =0,006 >0,05. Hal ini berarti ada
perbedaan yang signifikan antara tingkat nyeri
awal dengan tingkat nyeri setelah 20 menit tanpa
diberikan terapi musik. Nyeri yang dialami
kelompok kontrol meningkat dari rata-rata
intensitas nyeri awal adalah 5,14 dan rata-rata
intensitas nyeri setelah 20 menit tanpa diberikan
terapi musik adalah 5,71.

0,5
93

0,3
45

Analisis Perbandingan tingkat nyeri antara


kelompok kontrol dengan kelompok intervensi.

Berdasarkan tabel 1.6 dapat dilihat usia memiliki


nilai P=0,675 (>0,05) hal ini menunjukkan tidak
ada perbedaan yang signifikan antara usia pada
kelompok kontrol dengan usia pada kelompok
intervensi. Jenis kelamin memiliki nilai
P=0,595(>0,05) menunjukkan tidak ada
perbedaan nyata antara umur di kelompok
kontrol dan kelompok intervensi. Suku memiliki
nilai P=0,345 (>0,05) hal ini menunjukkan tidak
ada perbedan yang signifikan antara suku
dikelompok kontrol dengan suku dikelompok
intervensi.
Secara statistik uji homogenitas obat
penurun nyeri, hasil tidak dapat dihitung taraf
nyata dengan menggunakan chi-square hal ini
karena obat penurun nyeri kelompok kontrol dan
intervensi adalah konstan semua kelompok
diberikan obat penurun nyeri.pada tempat
penelitian semua pasien setelah operasi
diberikan obat penurun nyeri baik untuk
kelompok kontrol maupun kelompok intervensi
maka tanpa diuji jelas tidak ada perbedaan
signifikan pemberian obat penurun nyeri pada
kelompok kontrol dan intervensi.
Uji Perubahan intensitas nyeri sebelum dan
sesudah terapi musik pada kelompok kontrol dan
intervensi
Tabel 1.6
Perubahan intensitas nyeri kelompok kontrol dan
kelompok intervensi
N
o

Kel
om
pok

Inte
nsitas
nye
ri

Me
an

SD

St
d.
Er
or

95% CI
low
upp
er
er

Kon
trol

Pre

5,14

0,66
3

0,
17
7

0,94
5

Post

5,71

0,61
1

Pre

5,57

0,51
4

1,21
3

post

3,93

0,73
0

0,
16
3
0,
13
7
0,
19
5

Inte
rve
nsi

0,19
8

Perbedaan
Me
St
an
d.
de
vi
asi
0,
0,57 64
1
6

2,07
3

1,64
3

0
,
0
0
0

0,
74
5

0
,
0
0
6

Pada table 1.7 dapat dilihat bahwa kelompok


intervensi nilai P=0,000(<0,05), Hal ini berarti
terjadi perbedaan yang signifikan, tingkat nyeri
yang diderita pasien kelompok intervensi

Tabel 1.7
Perbandingan tingkat nyeri antara kelompok kontrol
dengan kelompok intervensi
N
o

Inte
nsitas
nye
ri

kelo
mpok

mea
n

S
D

St
d.
er
or

Pre

kontr
ol

5,1
4

inter
vensi

5,5
7

Kont
rol

5,7
1

inter
vensi

3,9
3

0,
66
3
0,
51
4
0,
61
1
0,
73
0

0,
17
7
0,
13
7
0,
16
3
0,
19
5

Pos
t

95% CI
l
upp
o
er
w
e
r
0
0,0
,
32
8
8
9
1
2,3
,
09
2
6
3

Perbedaan
m
Std.
ea
eror
n

0,
42
9

0,2
24

0,
06
7

1,
78
6

0,2
54

0,
00
0

Dari tabel 1.8 dapat dilihat sebelum intervensi


nilai P=0,067;(P>0,05) hal ini menunjukan tidak
adanya perbedaan intensitas nyeri pre yang
signifikan antara kelompok intervensi dengan
kelompok
kontrol.
Sedangkan
sesudah
intervensi
intensitas nyeri post kelompok
intervensi dengan kelompok kontrol memiliki
nilai P=0,000 ;(<0,05) , hal ini menunjukkan ada
perbedaan signifikan tingkat nyeri pada
kelompok kontrol dan intervensi setelah
diberikan terapi musik.
Pembahasan
Penelitian
ini
membandingkan
kelompok
intervensi
dan
kelompok
kontrol.Kelompok intervensi diberikan terapi
musik dan kelompok kontrol tidak diberikan
terapi musik.Sebelum intervensi intensitas nyeri
diukur terlebih dahulu dan setelah intervensi
selama 20 menit, intensitas nyeri diukur
kembali.Jumlah responden terdiri dari 28 orang
pasien pasca operasi yang berada di recovery
room RSUD Swadana Tarutung.
Penetapan responden masuk kelompok
intervensi atau kelompok kontrol dilakukan
secara random, tujuan randomisasi sampling
pada penelitian ini adalah mengurangi bias
seleksi dan meningkatkan homogenitas variabel
kounfonding. .
Nyeri dipengaruhi oleh berbagai faktor,
Faktor-faktor tersebut antara lain faktor usia,
jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, lokasi
dan tingkat keparahan nyeri, perhatian, ansietas,
keletihan, pengalaman sebelumnya,
dan
dukungan keluarga dan sosial. Sebagian dari

faktor tersebut telah ditemukan pada lembar


observasi seperti usia, jenis kelamin, suku dan
pemberian obat penurun nyeri. Namun dalam
penelitian ini faktor tersebut tidak dibahas lebih
mendalam, karena fokus utama penelitian ini
adalah untuk melihat pengaruh terapi terhadap
intensitas nyeri. Namun tetap peneliti tidak
mengabaikan faktor-faktor tersebut, peneliti
melakukan
analisis
untuk
melihat
kehomogenitasan faktor-faktor kounfounding
tersebut antara kelompok kontrol dengan
kelompok intervensi.
Jenis kelamin dapat mempengaruhi
respon nyeri. Secara umum pria dan wanita tidak
berbeda secara bermakna dalam berespon
terhadap nyeri (Gill, 1990, dari Potter & Perry,
2006).
Hanya
beberapa
budaya
yang
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus
lebih berani dan tidak boleh menangis
dibandingkan anak perempuan dalam situasi
yang sama ketika mengalami nyeri. Akan tetapi
dari peneliti terakhir memperlihatkan hormon
seks pada mammalia berpengaruh terhadap
tingkat toleransi terhadap an nyeri. Hormon seks
testosteron menaikkan ambang nyeri pada
percobaan binatang, sedangkan estrogen
meningkatkan pengenalan/sensitivitas terhadap
nyeri.
Responden penelitian ini terdiri dari 14
pasien laki-laki dan 14 orang pasien perempuan,
ketika diuji kehomogenitasannya dapat dilihat
pada kelompok kontrol terdapat 7 responden
laki-laki dan 7 responden perempuan dan pada
kelompok intervensi juga terdapat 7 orang
responden laki-laki dan 7 orang responden
perempuan dengan nilai P=0,593 (0,05) hal uji
ini membuktikan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara jenis kelamin pada kelompok
intervensi dengan jennis kelamin pada kelompok
kontrol yang dapat membuat perbedaan
intensitas nyeri yang menyebabkan bias hasil
penelitian.
Suku responden mempengaruhi respon
nyeri.Kultur atau budaya memiliki peran yang
kuat untuk menentukan faktor sikap individu
dalam
mempersepsikan
dan
merespon
nyerinya.McGuire (1984) menemukan bahwa
wanita berkulit non-putih dan yang berkulit
putih memiliki perbedaan yang signifikan dalam
melaporkan nyerinya.Wanita berkulit bukan
putih melaporkan nyeri yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan wanita berkulit putih
ketika mengalami nyeri.Suku asal juga berperan
penting dalam hal ini, Suza (2003) menemukan
bahwa di Indonesia nyeri yang dialami oleh
pasien yang berasal dari suku Batak dan Jawa
ternyata berbeda. Berbeda dalam laporan
nyerinya serta respon terhadap nyeri itu sendiri
(Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera
Utara,2007)
Responden berasal dari berbagai suku,
sebagian besar responden penelitian ini berasal
dari suku batak sebanyak 16 responden,
sedangkan suku jawa sebanyak 7 orang,aceh 3
orang, nias 1 orang dan minang 1 orang. Dari
hasil perbandingan suku antar responden pada
kelompok kontrol dengan responden pada
kelompok intervensi didapatkan nilai P=0,345

(0,05) yang membuktikan bahwa tidak ada


perbedaan responden berdasarkan suku pada
kelompok
intervensi.
Sehingga
faktor
kounfonding suku tidak menyebabkan bias hasil
pada penelitian ini.
Usia merupakan variabel yang penting
dalam mempengaruhi nyeri pada individu. Anak
yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam
memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang
dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang
belum dapat mengucapakan kata-kata juga
mengalami kesulitan dalam mengungkapkan
secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada
kedua orang tuanya ataupun pada perawat.
Sebagian anak-anak terkadang segan untuk
mengungkapkan keberadaan nyeri yang ia alami,
mereka takut akan tindakan perawatan yang
harus mereka terima nantinya.
Pada pasien lansia seorang perawat harus
melakukan pengkajian lebih rinci ketika seorang
lansia melaporkan adanya nyeri. Seringkali
lansia memiliki sumber nyeri lebih dari satu.
Terkadang penyakit yang berbeda-beda yang
diderita lansia menimbulan gejala yang sama,
sebagai contoh nyeri dada tidak selalu
mengindikasikan serangan jantung, nyeri dada
dapat timbul karena gejala arthtritis pada spinal
dan gejala gangguan abdomen. Sebagian lansia
terkadang pasrah terhadap apa yang mereka
rasakan, mereka menganggap bahwa hal tersebut
merupakan konsekuensi penuaan yang tidak bisa
dihindari.
Responden penelitian ini yaitu pasien
berusia 14-60 tahun. Peneliti memulai kriteria
usia termuda 14 tahun disebabkan karena anakanak memiliki respon nyeri yang berbeda
dengan orang dewasa dan skala pengukuran
nyeri yang berbeda juga dan usia tertua 60 tahun
disebabkan lansia juga memiliki respon nyeri
yang berbeda dengan orang dewasa, lansia
terkadang memiliki sumber nyeri lebih dari satu
dan kadang juga mengabaikan nyeri yang ada.
Meskipun usia responden sudah dibatasi tapai
peneliti tetap melihat kehomogenitasan usia
pada kelompok kontrol dengan kelompok
intervesi. Dari hasil uji statistik didapat nilai
P=0,675 (P0,05), hasil ini menunjukkan tidak
adanya perbedaan signifikan antara usia
responden kelompok kontrol dengan kelompok
intervensi.
Pemberian obat penurun nyeri juga bisa
menjadi faktor perancu penelitian ini, tetapi
karena semua responden mendapat obat penurun
nyeri setelah operasi maka tidak ada perbedaan
antara kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol dalam pemberian obat penurun nyeri.
Semua hasil uji homogenitas faktor
kounfonding menunjukkan tidak ada perbedaan
yang signifikan antara faktor kounfonding yang
ada pada kelompok kontrol dengan faktor
kounfonding yang ada pada kelompok
intervensi. Sehingga intensitas nyeri yang
berkurang
pada
kelompok
intervensi
dikarenakan oleh terapi musik bukan karena
faktor kounfonding yang tidak setara antara
kelompok kontrol dengan kelompok intervensi.
Berdasarkan hasil analisa data secara
bivariat dengan menggunakan uji Independent

Sample t Test. Dari hasil penelitian didapatkan


sebelum intervensi rata-rata intensitas nyeri
kelompok kontrol dengan kelompok intervensi
tidak berbeda signifikan (P=0,067;P>0,05) tetapi
setelah diberikan terapi musik klasik rata-rata
intensitas nyeri kelompok kontrol dengan
kelompok
intervensi
berbeda
signifikan
(P=0,000; P<0,05). Rata-rata intensitas nyeri
kelompok intervensi menurun sebanyak 1,64
dari rata-rata intensitas nyeri awal 5,57 menjadi
3,93.
Penelitian ini menggunakan jenis musik
klasik karya Mozart .karena dari beberapa
penelitian musik yang paling banyak digunakan
dalam terapi mengurangi nyeri adalah musik
klasik Mozart dari sekian banyak karya musik
klasik, ciptaan milik Wolfgang Amadeus Mozart
(1756-1791) yang paling dianjurkan. Penelitian
yang dilakukan Dr. Alfred Tomatis dan Don
Campbell sudah membuktikan musik klasik
mozart mengurangi tingkat ketegangan emosi
atau nyeri fisik (Qittun, 2008). Musik yang
diberikan untuk terapi ini adalah musik klasik
Mozart dari hasil penelitian nyeri berkurang
setelah diberikan terapi musik dengan musik
klasik, hal ini membuktikan walaupun
responden berasal dari suku, umur dan jenis
kelamin yang berbeda yang membuat perbedaan
selera aliran musik, musik klasik secara umum
bisa diterima dan dinikmati oleh semua
responden.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian McCaffrey yang menemukan bahwa
intensitas nyeri menurun sebanyak 33% setelah
terapi musik dengan musik klasik Mozart selama
20 menit terhadap pasien osteoarthritis (Jerrard,
2004).
Marvia (2008), melakukan penelitian
tentang
Pengaruh
Tehnik
Distraksi
(Mendengarkan Musik) Terhadap Penurunan
Nyeri Saat Menstruasi Hari Ke-1 Pada
Mahasiswa PSIK Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta dengan menggunakan musik klasik
mozart dan Kenny G, dari hasil penelitian ini
didapatkan bahwa pada kelompok kontrol tidak
dilihat perbedaan yang signifikan sedangkan
pada kelompok intervensi terdapat perbedaan
yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa
terapi musik dapat mengurangi nyeri secara
bermakna.
Penelitian yang dilakukan oleh Sulastri
(2009) pada pasien pasca operasi fraktur femur
di ruang rawat inap bedah RS Karima Utama
Kartasura juga terkait dengan efek terapi musik
mengurangi nyeri paca operasi. Penelitian ini
merupakan penelitian quasi eksperiment dengan
metode post test with only control group design.
Populasi pada penelitian ini adalah pasien
dengan post op fraktur femur di ruang rawat
inap bedah RS Karima Utama Kartasura ratarata tiap bulan 30 orang. Sampel penelitian
sebanyak 32 pasien.Analisa data menggunakan
tehnik independen t test. Hasil penelitian
menunjukkan (1) tingkat nyeri pasien post
operasi fraktur femur pada di ruang rawat inap
bedah RS Karima Utama Kartasura kelompok
eksperimen maupun kontrol sebelum diberikan
terapi musik sebagian besar nyeri sekali, (2)

tingkat nyeri pasien post operasi fraktur femur


pada di ruang rawat inap bedah RS Karima
Utama Kartasura pada kelompok eksperimen
sesudah diberikan terapi musik sebagian besar
sedang, sedangkan kelompok kontrol tetap nyeri
sekali, dan (3) terdapat perbedaan tingkat nyeri
setelah diberikan terapi musik antara kelompok
kontrol dan eksperimen pada pasien post operasi
fraktur femur pada di ruang rawat inap bedah RS
Karima Utama Kartasura.
Penelitian yang dilakukan oleh Hanifah
(2007) juga mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti.Dimana Hanifah
melakukan penelitian tentang Pengaruh Terapi
Musik Terhadap Intensitas Nyeri akibat
Perawatan Luka Bedah Abdomen Di Badan
Pelaksana Kesehatan MasyarakatRumah Sakit
Umum Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten
Blitar.Rancangan penelitian menggunakan Pre
Eksperimental After
Only Designdengan
metodeStatic Group Comparism. Sampel
diambil dari pasien yang menjalani perawatan
luka bedah abdomen dengan metode non
probability sampling teknikpurposive sampling,
berjumlah 18 orang yang terdiri dari 9
orangkelompok kontrol dan 9 orang kelompok
perlakuan.
Pengumpulan
data
menggunakanlembar observasi pengkajian nyeri
dengan
skala
perilaku
dari
Margaret
Campbell.Sebagian besar (56%) intensitas nyeri
pada
kelompok
kontrol
adalah
nyeri
sedang,sedangkan
yang
terbanyak
pada
kelompok perlakuan adalah intensitas nyeri
ringan(67%). Hasil uji statistikMann Whitney
Test menggunakan tingkat kemaknaan P 0,05
menunjukkan hasil signifikan dengan nilai P =
0,039, hal ini berarti bahwa adapengaruh terapi
musik terhadap penurunan intensitas nyeri
akibat perawatan lukabedah abdomen.
Hasil penelitian Hartati, dkk juga
mendukung penelitian ini, dimana Hartati
melakukan penelitian tentang pengaruh terapi
music klasik terhadap intensitas nyeri pada anak
usia sekolah saat dilakukan prosedur invasive di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, hasil
penelitian dianalisa dengan uji independent
sample t.test didapatkan nilai mean SD untu
kelompok control dan kelompok eksperimen
masing-masing 3,00 1,509 dan 6,73 2,532
(P= 0,001). Hal ini menunjukkan bahwa secara
statistic asa perbedaan bermakna antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
Terapi musik klasik punya pengaruh efektif dan
mengurangi intensitas nyeri anak usia sekolah
saat prosedur invasive (jurnal kebidanan dan
keperawatan, 2008).
Penelitian lain juga yang mendukung
penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan
oleh Syamer (2005) tentang efektifitas terapi
musik untuk penurunan nyeri pada pasien post
operasi di rumah sakit umum pemerintah
Medan, penelitian ini dilakukan terhadap pasien
post operasi di RSU H. Adam Malik Medan dan
di Rsu Dr. Pirngadi Medan, hasil penelitian di
uji dengan paired sample T-test, ditarik
kesimpulan bahwa intensitas nyeri sebelum dan
sesudah intervensi pada kelompok eksperimen
berbeda secara signifikan yaitu 0,005 (P<0,01).

Terapi musik ternyata memiliki pengaruh


tterhadap intensitas nyeri yang dirasakan oleh
pasien post operasi.
Hasil penelitian ini didukung pendapat
Guzzetta (1989) yang berpendapat bahwa musik
dapat menurunkan nyeri fisiologis, stres, dan
kecemasan dengan mengalihkan perhatian
seseorang dari nyeri (Potter & Perry, 2006).
Beberapa hasil penelitian membuktikan
bahwa musik dapat menurunkan tekanan darah,
metabolisme dasar, dan pernafasan sehingga
mengurangi tekanan terhadap respon fisiologis
(Djohan, 2009). Penurunan intensitas nyeri pada
responden
yang
mendengarkan
terapi
musikdimungkinkan
juga
oleh
adanya
peningkatan pengeluaran endorfin.Endorfin
merupakan
bahan
neuroregulator
jenis
neuromodulator yang terlibat dalam sistem
analgesia,banyak ditemukan di hipotalamus dan
area sistem analgesia (sistem limbik dan
medulaspinalis).Sifat analgesia ini menjadikan
endorfin
sebagai
opioid
endogen.Endorfindianggap dapat menimbulkan
hambatan presinaptik dan hambatan postsinaptik
padaserabut nyeri (nosiseptor) yang bersinaps di
kornu dorsalis.Serabut ini didugamencapai
inhibisi melalui penghambatan neurotransmiter
nyeri seperti kalsium,prostaglandin, dan lainlain, terutama substansi. Hal ini sesuai dengan
penelitianBahr (1994) yang membuktikan bahwa
terdapat peningkatan kadar endorfin padapasien
yang mendengarkan musik, ini dimungkinkan
karena musik yang diperdengarkan dapat
merangsang
pengeluaran
endorfin
yang
berdampak menurunkan nyeri dan menimbulkan
rasa nyaman pada pasien (Hanifah, 2007).
Musik dan nyeri mempunyai persamaan
penting yaitu bahwa keduanya bisa digolongkan
sebagai input sensor dan output. Sensori input
berarti bahwa ketika musik terdengar, sinyal
dikirim keotak ketika rasa sakit dirasakan. Jika
getaran musik dapat dibawa kedalam resonansi
dekat dengan getaran rasa sakit, maka persepsi
psikologis rasa sakit akan diubah dan
dihilangkan (Journal of the American
Association for Musik Therapist, 1999).
Sebagian besar pasien yang diberikan
terapi musik mengakui bahwa mereka merasa
tenang dan mengantuk.Sehingga mereka lupa
dengan nyeri yang dirasakannya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Nurseha dan Djaaafar (2002)
yang mengatakan bahwa Musik klasik
mempunyai fungsi menenangkan pikiran dan
emosi serta dapat mengoptimalkan tempo, ritme,
melodi, dan harmoni yang teratur dan dapat
menghasilkan gelombang alfa serta beta dalam
gelombang telinga sehingga memberikan
ketenangan yang membuat otak siap menerima
masukan baru, efek rileks dan menidurkan
(jurnal kebidanan dan keperawatan, 2008).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang pengaruh
terapi musik terhadap intensitas nyeri pada
pasien paska operasi di RSUD SwadanaTarutung
dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan


nyeri pre intervensi antara kolompok kontrol
dan kelompok intervensi, dimana p = 0,067.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan nyeri
post intervensi antara kelompok kontrol dan
kelompok intervensi dimana p = 0,000
Saran
1. Bagi Rumah sakit
Diharapkan rumah sakit dapat menyediakan
media yang dapat dipergunakan untuk terapi
musik.
2. Bagi Perawatan
Dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien pasca operasi, nyeri adalah hal yang
harus dikaji. Nyeri berdampak terhadap
proses kesembuhan pasien karena nyeri
dapat mengurangi pemenuhan kebutuhan
istirahat dan tidur, meningkatkan kecemasan
sehingga memperlambat kesembuhan. Salah
satu bentuk terapi yang sederhana namun
memberikan
manfaat
adalah
terapi
musik.Oleh karena itu perawat dapat
memanfaatkan terapi musik sebagai
intervensi keperawatan nonfarmakologi
dalam mengurangi nyeri pasien pasca
operasi.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar
meneliti tentang pegaruh terapi musik
terhadap pasien pasca operasi besar, untuk
melihat apakah terapi musik masih memiliki
manfaat untuk mengurangi intensitas nyeri
hebat (skala 10).
DAFTAR PUSTAKA
Ardinata (2007).Multidimensional nyeri.Jurnal
Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara.
November 2007, volume 2, no. 2.
Baradero,
dkk.(2008).
Keperawatan
Perioperatif.Jakarta:
Penerbit
Buku
Kedokteran EGC.
Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Djohan. (2009). Psikologi Musik. Yogyakarta:
Best Publisher.
Erfandi.(2009). Respon Terhadap
Nyeri.http://forbetterhealth.wordpress.com
/2009/01/20/respon-terhadap-nyeri/.
(diakses tgl 12 Maret)
Hanifah.(2007). Pengaruh Terapi Musik
Terhadap Intensitas
Nyeri
akibat
Perawatan Luka Bedah Abdomen Di
Badan
Pelaksana
Kesehatan
MasyarakatRumah Sakit Umum Ngudi
Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.Laporan
Hasil Penelitian Mahasiswa Jurusan
Keperawatan
Fakultas
Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang.
Haris. (1988). Elements Of Pain and Music.
http://people.uwec.edu/rasarla/research/ch
ronic_pain/index.htm. (diakses tgl 2
february).
Hartati. (2007). Pengaruh terapi musik klasik
terhadap intensitas nyeri pada anak usia
sekolah saat dilakukan prosedur invasive

di Rs PKU Muhammadiyah Yogyakarta.


Jurnal Kebidanan dan Keperawatan. 2008
desember; 87-96; vol. 4, no 2
Jerrard. (2004). The uses & benefits of music
therapy
in
LTC.
http://www.amda.com/publications/caring/
february2004/musictherapy.cfm. (diakses
tgl 8 Mei)
Juliati. (2004). Efek Komunikasi Terapeutik
Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan
Pasien Preoperasi di RSU Dr Pirngadi
Medan.
Laporan
hasil
penelitian
mahasiswa
Program
Studi
Ilmu
Keperawatan USU.
Notoatmodjo, S. (2007). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan
Mettodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Potter
& Perry. (2006). Fundamental
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokeran EGC
Pratisto, A. (2009). Statistik Menjadi Mudah
Dengan SPSS 17. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Qittun.
(2008).
Tehnik
distraksi.
http://qittun.blogspot.com/2008/10/tehnikdistraksi.html. (diakses tgl 4 February).
Reynols, A. (1999). Music therapy on chronic
pain
journal
articles.http://people.uwec.edu/rasarla/rese
arch/chronic_pain/index.htm. (diakses tgl
2 february).
Salampessy.(2004). Terapi Dengan Music.
Batam: Interaksa.
Sulastri, (2009). Perbedaan Tingkat Nyeri
Antara
Kelompok
Kontrol
dan
Eksperimen Setelah Diberikan Terapi
Musik Pada Pasien Post Op Fraktur Femur
Di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit
Karima Utama Kartasura. Laporan hasil
penelitian mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan
Fakultas
Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Syamer.(2005). Efektifitas Terapi Musik Untuk
Penurunan Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Di Rumah Sakit Umum
Pemerintah Di Medan.Laporan Hasil
Penelitian Mahasiswa PSIK FK USU.

Anda mungkin juga menyukai