KASUS KEGAWATDARURATAN
Topik :
Tanggal MRS :
28 Mei 2015
Tanggal Periksa :
28 Mei 2015
Tanggal Presentasi :
16 Juni 2015
Presenter :
dr. H. Fiqri Amin
Pendamping :
Bahan
Bahasan :
Cara
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Diskusi
Pos
Pasien anak laki-laki/13 tahun dibawa oleh orang tuanya ke IGD pada tanggal 28 Mei 2015
datang dengan lemas dan badan kacep. Lemas dan badan kacep didahului oleh panas tinggi
mendadak sejak hari Selasa pagi tanggal 26 Mei 2015. Oleh orang tua pasien sudah diberi
obat penurun panas yang dibeli sendiri di apotik. Panas sempat turun tapi kembali naik, saat
ini pasien datang dengan kondisi lemah. Tangan dan kaki dingin. Batuk (+) pilek (+) sejak
dua hari yang lalu, batuk berdahak namun dahak susah dikeluarkan. Mual (+) muntah (+)
sejak semalam muntah satu kali, muntah berupa makanan yang dikeluarkan, darah/warna
kecoklatan (-). Pasien juga mengeluh pusing dan lemas. Pasien sulit makan dan minum.
Menurut ibu pasien sejak pagi ini badan pasien kacep. Mimisan (-), gusi berdarah (-),
bercak-bercak kemerahan di tangan dan kaki (-). BAB (+) Lembek, BAB hitam (-), BAK
(+) terakhir 10 jam yang lalu jumlah sedikit menurut ibu pasien. Kejang (-), sesak (-).
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah MRS 1 tahun yang lalu akibat demam berdarah. Sejak 3 hari ini pasien
mengkonsumsi obat penurun panas yang dibeli sendiri di apotek
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien
Nama
: An. I
Usia
: 13 Tahun
No. RM
: 15.22.25
Alamat
Tanggal MRS
: Umum
B. Subjective:
Anamnesis :
Keluhan Utama :
Lemas dan badan kacep
Riwayat Keluhan Sekarang:
Pasien anak laki-laki/13 tahun dibawa oleh orang tuanya ke IGD pada
tanggal 28 Mei 2015 datang dengan lemas dan badan kacep. Lemas dan
badan kacep didahului oleh panas tinggi mendadak sejak hari Selasa pagi
tanggal 26 Mei 2015. Oleh orang tua pasien sudah diberi obat penurun panas
yang dibeli sendiri di apotik. Panas sempat turun tapi kembali naik, saat ini
pasien datang dengan kondisi lemah. Tangan dan kaki dingin. Batuk (+) pilek (+)
sejak dua hari yang lalu, batuk berdahak namun dahak susah dikeluarkan. Mual (+)
muntah (+) sejak semalam muntah satu kali, muntah berupa makanan yang
dikeluarkan, darah/warna kecoklatan (-). Pasien juga mengeluh pusing dan lemas.
Pasien sulit makan dan minum. Menurut ibu pasien sejak pagi ini badan pasien kacep.
Mimisan (-), gusi berdarah (-), bercak-bercak kemerahan di tangan dan kaki (-). BAB
(+) Lembek, BAB hitam (-), BAK (+) terakhir 10 jam yang lalu jumlah sedikit
menurut ibu pasien. Kejang (-), sesak (-).
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah MRS 1 tahun yang lalu akibat demam berdarah. Sejak 3 hari ini
pasien mengkonsumsi obat penurun panas yang dibeli sendiri di apotek
Riwayat keluarga:
Riw. Kejang disangkal, Riw. Asma/alergi disangkal. Pasien pernah MRS 1 tahun yang
lalu akibat demam berdarah
Kondisi lingkungan sosial
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah bekerja sebagai
PNS dan ibu pasien sebagai ibu rumah tangga, Rumah berada dipemukiman padat
penduduk, kesehariannya pasien adalah anak yang aktif dan periang.
Riwayat imunisasi:
Imunisasi dasar lengkap (BCG, Hepatitis B, DPT 1234, Polio 0123 dan
Campak)
C. Obyektif
1. Pemeriksaan fisik
BB
: 45 kg
TB
: tidak diukur
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: 4-5-6
Vital Sign
:
o Tensi
: 90/70 mmHg
o Suhu
: 35.9 C
o Nadi
: 112 x/menit, regular, lemah
o Nafas
: 26 x/menit
Kepala/leher
:
o Conjungtiva anemis (-/-),
o sklera ikterik (-/-), Sianosis (-), nafas cuping hidung (-/-), mata cowong (-/-)
o pembesaran KGB (-), faring hiperemis (-), tonsil hiperemi (-) T2/T2, kripte
lebar (-), detritus (-)
Thorax
:
o Pulmo
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
o Cor
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
:
o Inspeksi
o Auskultasi
o
o Perkusi
Ekstremitas
:
o Otot
o Tulang
o Perfusi jaringan
o Edema
o Akral
Pemeriksaan Neurologis :
o Meningeal Sign
o Refleks cahaya
o Refleks fisiologis
o Refleks patologis
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemerksaan Labiratorium Tanggal 28 Mei 2015
PEMERIKSAAN
HASIL PEMERIKSAAN
NILAI NORMAL
L: 13,5-18,0
Hemoglobin
16
P:11,5-16,0g/dL
Lekosit
2.400
Hitung jenis
Granulosit
50
54 62
Lymphosit
41
25 33
Monosit
37
L; 0 15
LED
P: 0 20 mm/jam
Trombosit
41.000
150.000 450.000/cmm
Hematokrit
48,8
L: 40 - 54% P: 37 47%
L: 4,5 6,5
Eritrosit
5,8
P: 3,0 6,0 jt/cmm
MCV
83
80 99 um3
MCH
28
27 32 pg
MCHC
34
31 34 g/dL
RDW
13
13 - 34%
MPV
12
PDW
14
10 - 18%
Pulmo :
1. Sudut Phrenicocostalis tajam, kosta 7 memotong pertengahan diagfragma, batas
paru dalam datas normal
2. Efusi pleura dextra kesan (-)
Cor
:
1. Bentuk dan Batas kanan kiri jantung dalam batas normal
Note : Bila perlu foto RLD Pro evaluasi Efusi pleura dextra
D. Problem List
Subyektif
1. Pasien datang dengan kondisi lemas, akral dingin
2. Riwayat panas sejak 3 hari sebelum dibawa ke RS Muhammadiyah Jombang
3. Batuk pilek sejak 2 hari
4. Nafsu makan menurun
5. Mual (+), Muntah (+)
6. BAK sedikit
Obyektif
1. KU lemah
2. Hipotermia 35,9 oC
3. Tensi 90/70 mmHg
4. Nadi 112 x/menit
5. RR 26 x/menit
6. CRT > 2 detik
7. HB 16 g/dL
8. Leukosit 2.400 /cmm
9. Trombosit 41.000 /cmm, dan
10. Hematokrit 48,8%
E. Assesment :
Dengue Hemoragic Fever Grade 3 + ISPA
E. Planning:
Planning Dx : DL serial
2 x 1 amp.
o Inj. Antrain
o Drip. NS
1 x 1 amp. /24jam
o Terapi oral
Planning Monitoring :
o Keluhan subjektif
o Keadaan umum dan Kesadaran
o Observasi TTV/6 jam, produksi urine, termoregulasi (kompres air biasa bila
panas >38C, air hangat bila panas > 39C)
Edukasi:
Menjelaskan kepeda keluarga mengenai kondisi pasien dan penyakitnya,
menjelaskan mengenai tatalaksanana yang akan dilakukan, serta menjelaskan
komplikasi yang dapat terjadi.
28.05.15
TD
90/70
Nadi
112
RR
26
Suhu
35.9
/09.00
09.30
10.30
Input
Output
Cairan
Ma/mi
BAB
BAK
Muntah
900 cc
450 cc/ 1
Minum
jam
50 cc
315 cc/ 1
+ (+-
cepat
90/60
100/60
102
96
24
22
36.0
36.0
jam
11.30
12.30
100/70
120/80
92
90
22
20
36.2
36.4
250 cc)
225 cc/ 1
Minum
jam
100 cc
135 cc/ 1
jam
+ (+-
150 cc)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dengue Hemoragic Fever adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
2.2 Epidemologi
Penyakit demam berdarah ditemukan di daerah tropis dan subtropis di berbagai
belahan dunia, terutama di musim hujan yang lembab. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus dengue
di seluruh dunia.
Istilah hemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina
pada tahun 1953. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968,
tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970 dan pada tahun 1993 DBD
telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia (IDAI, 2012). Dalam 50 tahun terakhir,
tercatat insidens kasus demam berdarah dengue telah meningkat 30 kali seiring dengan
perkembangan dan pertambahan penduduk dari kota ke desa dalam dekade terakhir ini.
Di seluruh dunia, diperkirakan sedikitnya terdapat 50 juta dari 2,5 milyar penduduk yang
tinggal di daerah endemik terinfeksi virus dengue setiap tahunnya (WHO, 2009). Dengue
merupakan penyebab demam kedua tertinggi setelah malaria (Shandera & Roig, 2013).
Infeksi dengue ini endemis pada banyak negara Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika
dan hiperendemis di Thailand (WHO, 1997;Bajaj et al., 2011). Demam berdarah dengue
kebanyakan terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun (Witayathawornwong et al.,
2012).
Anak golongan usia 10 15 merupakan golongan umur tersering menderita DBD
dibandingkan dengan bayi dan orang dewasa, dan sekitar 50% penderita DBD merupakan
golongan umur tersebut. Anak perempuan lebih beresiko menderita DBD dibandingkan
anak laki - laki (Dhooria et al., 2008;IDAI, 2012) namun dalam penelitian di Indonesia
didapati laki laki lebih tinggi terkena DBD dibandingkan perempuan (Karyanti &
Hadinegoro, 2009) dengan perbandingan 1,4:1 dikarenakan nyamuk Aedes aegypti yang
aktif menggigit pada siang hari dengan dua puncak aktivitas yaitu pada pukul 08.00
12.00 dan 15.00 17.00, pada jam tersebut anak-anak biasanya bermain di luar rumah
(Hartoyo, 2008). Beberapa faktor yang mempengaruhi beratnya penyakit, seperti faktor
host, serotipe virus atau genotype, sekuens infeksi virus, perbedaan antibodi crossreactive
dengue, dan respons sel T. Usia lebih tua sebelumnya dilaporkan memiliki faktor risiko
untuk mortalitas pada demam dengue atau demam berdarah dengue sebagai komorbiditas
yang berhubungan dengan penuaan dan penurunan imunitas sebagai faktor risiko untuk
fatalitas pada pasien tua dengan infeksi aktif. Walaupun syok dan kebocoran plasma lebih
sering terjadi pada usia muda, frekuensi perdarahan internal dapat terjadi seiring dengan
pertambahan usia. Selain itu komplikasi infeksi dengue pada dewasa, seperti demam
dengue dengan perdarahan dan DBD mengalami peningkatan (Tantawichien, 2012).
2.3 Etiologi
Virus dengue termasuk group B anthropod-borne virus (arboviruses) dan sekarang
dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Serotipe utama selama beberapa tahun
terakhir adalah DEN-2 dan DEN-3. Infeksi dari satu serotipe memberikan imunitas
seumur hidup terhadap serotipe tertentu tapi hanya beberapa bulan imunitas terhadap
serotipe lain (Kariyawasam, Senanayake, 2010).
endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah
sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun.
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan
kasus berat (IDAI, 2012).
Virus dengue di bawa oleh nyamuk aedes. Vektor dari virus dengue adalah
nyamuk Aedes aegypti and Aedes albopictus (Ford-Jones & Artsob, 2003). Hostnya
adalah manusia yang digigit oleh nyamuk betina dan masa inkubasinya selama 4-10 hari
(WHO, 2009).
2.4 Patogenesis
Gigitan nyamuk Aedes menyebabkan infeksi di sel langerhans di epidermis dan
keratinosit. Kemudian menginfeksi sel - sel lainnya seperti monosit, sel dendritik,
makrofrag, sel endotelial dan hepatosit. Monosit dan sel dendritik yang terinfeksi
memproduksi banyak sitokin proinflammatori dan kemokin yang selanjutnya
mengaktivasi sel T yang diperkirakan menyebabkan disfungsi endotelial. Disfungsi
endotelial menyebabkan peningkatkan permeabilitas pembuluh yang kemudian
menyebabkan perembesan cairan di pleura, rongga peritonium, dan syok. Sel endotelial
juga dirangsang untuk menimbulkan respons imun yang mengakibatkan permeabilitas
vaskular meningkat (Malavige & Ogg, 2012). Menurut IDAI (2012), patogenesis DHF
belum jelas namun terdapat hipotesis yang mendukung seperti heterologous infection
hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat
terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan
infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5
tahun (IDAI, 2012). Banyak para ahli sependapat bahwa infeksi sekunder adalah
penyebab beratnya manifestasi klinis pada penderita DBD (Ginting, 2004)
2.4 Tanda dan gejala
Gambaran klinik demam Dengue Hemorrhagic Fever:
Penyakit ini ditandai dengan demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai
gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan,
punggung, sendi, kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut menyerupai influenza biasa.
Pada hari ke-2 dan ke-3 demam muncul bentuk pendarahan yang beraneka ragam dimulai
dari paling ringan berupa pendarahan di bawah kulit, pendarahan gusi sampai pendarahan
yang hebat berupa muntah darah akibat pendarahan lambung, melena, dan hematuria
masif.
Selain pendarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam
telah menurun antara hari ke 3 dan ke 7 dengan tanda-tanda pasien menjadi makin lemah,
ujung-ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin dan lembab. Denyut nadi cepat, kecil
dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
WHO memberikan patokan tentang diagnosis DBD dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1. Klinis
o Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari
o Mual,muntah,tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi, sakit kepala.
o Nyeri otot, tulang, sendi, abdomen, dan ulu hati.
o Manifestasi pendarahan; paling tidak terdapat uji torniquet positif dan adanya
salah satu bentuk pendarahan yang lain misalkan: pteachie, ekimosis, perdarahan
gusi, Epiktasis, hematemesis, melena
o Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
o Syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, serta
tekanan nadi yang menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang), hipotensi sampai
tidak teraba, disertai kulit yang teraba dingin dan lembab, CRT memanjang, dan
pasien menjadi gelisah.
2. Laboratorium
o Trombositopenia (100.000 atau kurang)
o Kebocoran plasma dengan manifestasi :
Peningkatan hematokrit > atau sama dengan 20% dari nilai standar
Penurunan hematokrit > atau sama dengan 20% setelah terapi cairan
Efusi pleura/pericardial, asites, hipoproteinemia
Dua criteria klinis dan satu criteria laboratorium cukup untuk menegakkan diagnosis
kerja DBD
Sementara yang membedakan dengan demam dengue adalah pada demam dengue tidak
ditemukan tanda-tanda adanya kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi pleura, asites,
hipoproteinemia)
Derajat II
Derajat III
lain.
: Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu darah dengan adanya nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi, Sianosis pada sekitas mulut, disertai kulit dingin dan dan anak
Derajat IV
tampak gelisah.
: Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat teraba dan tekanan
darah yang tidak dapat diukur.
Dengan adanya pembagian derajat DHF, maka perawatan pasien DHF tiap derjaat
berbeda sehingga perawatan dapat berjalan efektif dan efisien.
2.6 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DHF bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan. Diagnosa dini terhadap tanda tanda syok merupakan hal yang penting
untuk mengurangi kematian (IDAI, 2012). Pada fase demam pasien dianjurkan tirah
baring, diberi obat antipiretik atau kompres hangat. Tidak dianjurkan pemberian
asetosal/salisilat dikarenakan dapat menimbulkan gastritis, perdarahan atau asidosis
sehingga antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol. Pemberian cairan dan elektrolit
per oral, jus buah, sir up, susu, selain air putih juga dianjurkan pada pasien demam
dengue (IDAI, 2012). Pada awal perjalanan penyakit DHF tanda/gejala tidak sepesifik,
sehingga patut diwaspadai gejala/tanda yang terlihat pada anak yang mungkin merupakan
gejala awal perjalanan penyakit DHF. Tanda/gejala awal berupa demam tinggi mendadak
tanpa sebab yang jelas, terus menerus, badan lemah, dan anak tampak lesu. Pertama yang
harus dilakukan adalah melihat tanda syok yang merupakan tanda kegawatdaruratan
seperti gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab dan
sebagainya. Jika ditemukan kejang, muntah berulang, kesadaran menurun, hematemesis
melena, sebaiknya dilakukan rawat inap. Apabila tidak dijumpai tanda kegawatdaruratan,
lakukan pemeriksaan uji torniquet diikuti dengan pemeriksaan trombosit. Apabila uji
torniquet (-) atau uji torniquet (+) dengan jumlah trombosit >100.000/ul dapat dilakukan
rawat jalan dengan kontrol tiap hari hingga demam hilang dan pemberian obat antipiretik
berupa parasetamol. Apabila jumlah trombosti <100.000/ul perlu dirawat untuk observasi.
Pada pasien rawat jalan, di beri nasehat kepada orang tua apabila terdapat tanda-tanda
syok maka pasien harus di bawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut (IDAI, 2012)
.
10
100 cc/KgBB
10 20
> 20
pembesaran hati yang disertai nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan saluran cerna.
Apabila sudah didapati perbaikan klinis dan laboratorium, anak dapat pulang jika
memenuhi kriteria (IDAI, 2012).
dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan
membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok
teratasi, jumlah trombosit > 50.000/ul dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai
distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis) (IDAI, 2012). Pemberian
cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, sekitar 40%. Jumlah
urin 12ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi membaik
(IDAI, 2012). Sedatif dapat diberikan untuk menenangkan pasien tapi keadaan gelisah
akan hilang dengan sendiri nya apabila pemberian cairan sudah adekuat dan perfusi
jaringan membaik (IDAI, 2012).
harus dilakukan dengan menggunakan masker. Pemberian transfusi darah diberikan pada
keadaan manifestasi perdarahsn yang nyata. Penurunan hematokrit (dari 50% ke 40%)
tanpa perbaikan klinis walau diberikan cairan menunjukkan tanda adanya perdarahan.
Pemberian darah dilakukan untuk menaikkan konsentrasi sel darah merah sedangkan
plasma segar dan atau suspensi trombosit untuk pasien dengan DIC. DIC biasanya terjadi
pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif. DIC dipicu oleh hiponatremia dan
asidosis metabolik sehingga pada keadaan syok berat sebaiknya dilakukan perbaikan
pada asidosis sebelum berkembang menjadi DIC. Tatalaksana DBD derajat III & IV
selanjutnya dapat dilihat di gambar 2.10. (IDAI, 2012).
Tatalaksana syok perlu dilakukan secara agresif dan simultan mulai dari ABC
hingga resusitasi cairan untuk meningkatkan preload yang diberikan secara cepat dan
kurang dari sepuluh menit. Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada tahap syok
hipovolemik kompensasi, sehingga mencegah terjadinya syok dekompensasi dan
ireversibel. Cairan kristaloid diberikan 10-30ml/kgBB/6-10 menit kemudian lihat tekanan
darah apabila tekanan darah masih rendah (hipotensi) ulangi pemberian cairan kristaloid
apabila normotensi diberikan tetesan rumatan kemudian dilakukan pemeriksaan urin
apabila
didapati
>1ml/kgBB/jam
maka
diberikan
tetesan
rumatan,
apabila
ventrikel kanan, peningkatan resistensi vaskular paru (afterload ventrikel kanan) atau
syok kardiogenik sehingga diperlukan pemberian obat-obatan resusitasi seperti epinefrin,
sodium bikarbonat, dopamin, glukosa, kalsium klorida, atropin, atau dobutamin (Darwis,
2003).
Perlu ditegaskan bahwa untuk penatalaksanaan penderita debgue hemoreghic
fever yang harus dikuasai adalah pemberian cairan intravena, sebatas cukup untuk
mempertahankan sirkulasi yang efektf selama periode plasma leakage, disertai
pengamatan yang teliti dan cermat secara periodok seperti terpampang pada diagram
dibawah ini.
Cairan yang digunakan dapat berupa kristaloid seperti D5 Normal saline, Ringer
Lactate, D5 Ringer Laktat, D5 Ringet asetat dan koloid yang mempunyai berat molekul
tinggi seperti plasma, pengganti plasma.
2.8 Komplikasi
Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya.
Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan cairan dan
elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam (Halstead, 2011) . Pada usia 1 4 tahun
wajib diwaspadai ensefalopati dengue karena merupakan golongan usia tersering
terjadinya kejang demam (IDAI, 2012). Kegagalan dalam melakukan tatalaksana
komplikasi ini, dapat memberikan jalan menuju DSS (Dengue Shock Syndome) dengan
tanda kegagalan sirkulasi, hipotensi dan syok (Levin & Weinberg, 2009).
2.9 Pencegahan
Menurut WHO (1997) deteksi dini gejala DBD dapat mengurangi penyebaran
penyakit DBB melalui pemeriksaan laboratorium dan tanda adanya demam tinggi disertai
ruam pada kulit. Vaksin untuk DBD sampai saat ini belum tersedia sehingga dilakukan
tindakan pencegahan berupa pengendalian vektor nyamuk Aedes sp.. Ada beberapa cara
yang dianjurkan WHO untuk mengurangi terjadinya kasus DBD seperti penggunaan alat
pelindung diri, penggunaan insektisida aerosol, jaga sanitasi air, pengurangan sampah di
sekitar wilayah rumah ataupun di dalam rumah (Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008). Depkes sendiri telah menetapkan 5
kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan
kasus secepatnya dan mengobati sesuai protap, memutuskan mata rantai penularan
dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik jentiknya), kemitraan dalam
wadah POKJANAL DBD (Kelompok Kerja Operasional DBD), pemberdayaan
masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M Plus) dan
peningkatan profesionalisme pelaksana program (Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008). Kegiatan yang paling utama dalam
menanggulangi peningkatan kasus adalah program Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) melalui gerakan 3M (Menguras Menutup Mengubur). Program ini kemudian
berkembang menjadi PSN 3M Plus yaitu dengan digunakan larvasida, memelihara ikan
dan mencegah gigitan nyamuk (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2008).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Diagnosis
3.1.1 Anamnesis
Pada pemeriksaan pasien Dengue Hemorrhagic Fever, Gejala yang muncul dapat
bervariasi yakni panas tinggi mendadak (tanpa sebab yang jelas) selama 2-7 hari,
perdarahan spontan maupun provokatif (tourniquet tes), Nyeri sendi, nyeri perut, nafsu
makan menurun bahkan dapat juga tidak ada nafsu makan, Pembesaran hati,
Trombositomia dan dapat juga disertai tanda tanda syok.
Pada pasien ini, didapatkan temuan positif dengan temuan gejala DHF seperti
riwayat panas 3 hari sebelum dibawa ke RS, dan pada saat pasien datang ke UGD RS
Muhammadiyah jombang tanggal 28 Mei 2015 Pasien dalam kondisi lemas dengan akral
yang dingin. pasien juga mengeluhkan mual dan muntah, muntah berupa makanan yang
dikeluarkan, darah/warna kecoklatan (-), nafsu makan menurun, nyeri kepala, yang
merupakan gejala yang mendukung diagnosis demam berdarah meskipun tidak
ditemukan adanya perdarahan spontan seperti mimisan, perdarahan gusi, atau
hematemesis melena. Pasien juga memiliki riwayat menderita sakit serupa satu tahun
yang lalu. Hal ini merupakan pertanda bahwa sakit saat ini merupakan infeksi kedua
dengan kemungkinan derajat sakit demam berdarah lebih berat dari sakit satu tahun yang
lalu.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengue hemorrhagic fever, temuan fisik yang paling khas adalah
panas mendadak antara 2 7 hari, didapatkan perdarahan spontan atau provokatif,
perdarahan spontan dapat berupa mimisan, gusi berdarah, hingga bisa terjadi
hematemesis dan melena. Pada pasien dengan DHF grade 3 dapat ditemukan adanya
kegagalan sirkulasi mulai dari nadi yang cepat dan lemah, tanda-tanda perfusi yang tidak
adekuat (akral dingin, capillary refill time yang memanjang), hipotensi dan atau
penyempitan tekanan nadi, serta hipotermia.
Pada pasien ini, dari pemeriksaan fisik pada saat tiba di RS Muhammadiyah
jombang pada tanggal 28 Mei 2015, didapatkan pasien dalam keadaan lemah dengan
GCS 4 5 6, tensi 90 / 70 mmHg, Nadi 112 kali/menit lemah, pernafasan 26 kali
permenit, suhu 35,9oC. dan pasien mengeluhkan nyeri perut. Hal ini sesuai dengan
temuan fisik pada penderita DHF, dan pada pasien ini dengan kondisi seperti diatas
menempatkan pasien ini pada suatu derajat DHF yakni DHF derajat 3. Yang artinya pada
pasien ini terjadi kegagalan sirkulasi (syok) yakni yang ditandai dengan nadi lemah, cepat
serta tekanan nadi yang menurun (menjadi 20 mmHg), tekanan darah menurun disertai
kulit yang teraba dingin dan lembab.
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Dengue hemorrhagic fever di diagnosis dengan bantuan berbagai macam
pemeriksaan penunjang seperti:
Darah lengkap
o Trombosit menurun
o Hb meningkat lebih 20 % dari nilai standar
o Hct meningkat lebih 20 % dari nilai standar
o Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
o Protein darah rendah
o Ureum PH bisa meningkat
o Na dan Cl rendah.
Rontgen thorax : Efusi pleura.
Uji test tourniquet (+)
Serology : HI (hemaglutination inhibition test) + dan pemeriksaan IgG/IgM (+)
Pada pasien ini, dari pemeriksaan penunjang didapatkan abnormalitas pada
Planning Dx : DL serial
2 x 1 amp.
o Inj. Antrain
o Drip. NS
1 x 1 amp. /24jam
o Terapi oral
Planning Monitoring :
o Keluhan subjektif
o Keadaan umum dan Kesadaran
o Observasi TTV/6 jam, produksi urine, termoregulasi (kompres air biasa bila
panas >38C, air hangat bila panas > 39C)
Edukasi:
Menjelaskan kepeda keluarga mengenai kondisi pasien dan penyakitnya,
28.05.15
TD
90/70
Nadi
112
RR
26
Suhu
35.9
/09.00
09.30
10.30
Input
Output
Cairan
Ma/mi
BAB
BAK
Muntah
900 cc
450 cc/ 1
Minum
jam
50 cc
315 cc/ 1
+ (+-
cepat
90/60
100/60
102
96
24
22
36.0
36.0
jam
11.30
12.30
100/70
120/80
92
90
22
20
36.2
36.4
250 cc)
225 cc/ 1
Minum
jam
100 cc
135 cc/ 1
jam
+ (+-
150 cc)
Pasien ini mendapat terapi cairan awal 900 cc ringer laktat yang diberikan dengan cepat.
Dan dapat dilihat terjadi perbaikan klinis pada pasien setelah dilakukan terapi cairan awal,
sehingga terapi cairan barikutnya dapat diturunkan sesuai protap pemberian terapi cairan
pada pasien DHF grade III sambil dilakukan monitoring ketat pada vital sign, produksi
urine, maupun hasil pemeriksaan DL serial.
Pembahasan Farmakologis
No
Nama obat
Indikasi
Dosis terapeutik
pasien
shock
Gastritis, Tukak
usus, tukak labung,
menurangi gejala
2
Inj. Ranitidin
refluks esophagus.
Dapat diberikan
Inj. Antrain
Analgesic dan
antipyretic
Myalgia, kelainan
Drip. NS
saraf, kekurangan
Vit. B
Paracetamol Tablet
Comtusy Syr.
Antipiretik,
10-15mg/kgBB/x,
analgetik
Batuk berdahak
Dan batuk kering
BAB IV
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
A. Identitas pasien
Nama
: An. I
Usia
: 13 Tahun
No. RM
: 15.22.25
Alamat
Tanggal MRS
Tanggal Pemeriksaan
Pembiayaan
: Umum
B. Subyektif:
Pasien anak laki-laki/13 tahun dibawa oleh orang tuanya ke IGD pada tanggal
28 Mei 2015 datang dengan lemas dan badan kacep. Lemas dan badan kacep
didahului oleh panas tinggi mendadak sejak hari Selasa pagi tanggal 26 Mei 2015.
Oleh orang tua pasien sudah diberi obat penurun panas yang dibeli sendiri di apotik.
Panas sempat turun tapi kembali naik, saat ini pasien datang dengan kondisi lemah.
Tangan dan kaki dingin. Batuk (+) pilek (+) sejak dua hari yang lalu, batuk
berdahak namun dahak susah dikeluarkan. Mual (+) muntah (+) sejak semalam
muntah satu kali, muntah berupa makanan yang dikeluarkan, darah/warna
kecoklatan (-). Pasien juga mengeluh pusing dan lemas. Pasien sulit makan dan
minum. Menurut ibu pasien sejak pagi ini badan pasien kacep. Mimisan (-), gusi
berdarah (-), bercak-bercak kemerahan di tangan dan kaki (-). BAB (+) Lembek,
BAB hitam (-), BAK (+) terakhir 10 jam yang lalu jumlah sedikit menurut ibu
pasien. Kejang (-), sesak (-).
C. Objektif:
Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang tambahan didapatkan data penting berupa :
Tanda Vital
o Tensi : 90/70 mmHg
o Nadi : 112 x/menit
o RR
: 26 x/menit
o Temp : 35,9 oC
Pemeriksaan Fisik
o Mual, muntah
o Abomen Soefl, Bu (+) normal
o Akral dingin, basah, pucat
o CRT > 2 detik
Pemeriksaan Penunjang
o Hb 16 g/dL
o Leukosit 2.400 /cmm
o Trombosit 41.000 /cmm, dan
o Hematokrit 48,8%
D. Assesment
1. Dengue Hemorrhagic Fever grade 3
2. Infeksi saluran pernafasan atas
E. Planning
1. Diagnosis: Diagnosis kerja dapat diketahui dari gejala dan tanda yang timbul pada
pasien yang diperoleh dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang lengkap dan teliti.
Diagnosis juga ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang berupa pemerisaan darah
lengkap untuk mengetahui terjadinya kebocoran plasma/hemokonsentrasi, dan
pemeriksaan foto thorax untuk mengetahui adanya efusi pleura yang menandakan
terjadinya plasma leakage/ kebocoran plasma.
2. Pengobatan: Pengobatan utama pada pasien dengue hemorrhagic fever adalah terapi
cairan yang adekuat. Medikamentosa yang mungkin dapat diberikan meliputi analgesik,
antipiretik, dan antiemetic. Pada pasien ini yang diberikan yakni analgesic-antipiretik
antrain (P.R.N), antibiotic Comtusy Syr, antiulcer Gastridin. Pencegahan terkenanya
dengue hemorrhagic fever merupakan hal penting. Pada pasien ini diindikasikan untuk
rawat inap dikarenakan pasien ini memerlukan terapi cairan yang agresif melalui
intravena serta monitoring ketat dan karena indikasi low intake atau sulit makan
3. Pendidikan: Menjelaskan kepeda keluarga mengenai kondisi pasien dan penyakit
yang dialami pasien adalah penyakit yang diakibatkan oleh gigitan nyamuk aedes
aegypti
menjelaskan
mengenai
tatalaksanana
yang
akan
dilakukan,
serta
pasien selanjutnya.
Daftar Pustaka
1. Suparyanto. 2011. Definisi Dengue Hemorrhagic fever
2. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: media Aesculapius
3. Ilmu Kesehatan Anak dr. Soetomo. 2008. Dalam Buku Pedoman Diagnosis dan terapi.
Surabaya: FKUA. Hal: 104 - 110
4. World Health Organization. 2008. Dalam Buku Pelayanan kesehatan anak., Derajat
Dengue Hemorrhagic fever. Hal: 163 - 168
5. Darlan Darwis. 2003. Dalam buku Sari Pediatri, Tatalaksana kegawatan Dengue
Hemorrhagic fever. Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 156 162
6. Edi H. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada anak. Sari Pediatri Vol. 10, No.
3, Oktober 2008. Diakses dari: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/10-3-1.pdf. Pada
tanggal: 5 Juni 2015