Anda di halaman 1dari 30

BORANG PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP RSM JOMBANG

KASUS KEGAWATDARURATAN
Topik :

Dengue Hemorrhagic Fever

Tanggal MRS :

28 Mei 2015

Tanggal Periksa :

28 Mei 2015

Tanggal Presentasi :

16 Juni 2015

Presenter :
dr. H. Fiqri Amin
Pendamping :

dr. H. Moh. Darussalam, MARS


Tempat Presentasi :
Ruang Pertemuan RS Muhammadiyah Jombang
Objektif Presentasi :
Keilmuan, Masalah, Diagnostik
Anak
Neonatus
Bayi
Remaja Dewasa
Lansia
Bumil
Anak Laki-laki, 13 tahun, riwayat panas sejak 3 hari sebelum dibawa ke RS, saat
Deskripsi :
ini lemas
Memaparkan kasus kegawatan yang telah ditangani di UGD. Mengumpulkan
Tujuan :

referensi ilmiah untuk menghadapi kasus yang didapatkan. Menyelesaikan kasus


yang dihadapi dengan solusi yang terbaik

Bahan
Bahasan :
Cara

Tinjauan Pustaka

Presentasi dan Diskusi


Membahas :
Data Pasien : An. I / Laki laki / 13 tahun
Nama RS : RS Muhammadiyah Jombang Telp :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:

Riset

Kasus

Audit

Diskusi

E-Mail

Pos

No. Regitrasi : 15.22.25


Terdaftar sejak : 28 Mei 2015

Pasien anak laki-laki/13 tahun dibawa oleh orang tuanya ke IGD pada tanggal 28 Mei 2015
datang dengan lemas dan badan kacep. Lemas dan badan kacep didahului oleh panas tinggi
mendadak sejak hari Selasa pagi tanggal 26 Mei 2015. Oleh orang tua pasien sudah diberi
obat penurun panas yang dibeli sendiri di apotik. Panas sempat turun tapi kembali naik, saat
ini pasien datang dengan kondisi lemah. Tangan dan kaki dingin. Batuk (+) pilek (+) sejak
dua hari yang lalu, batuk berdahak namun dahak susah dikeluarkan. Mual (+) muntah (+)
sejak semalam muntah satu kali, muntah berupa makanan yang dikeluarkan, darah/warna
kecoklatan (-). Pasien juga mengeluh pusing dan lemas. Pasien sulit makan dan minum.
Menurut ibu pasien sejak pagi ini badan pasien kacep. Mimisan (-), gusi berdarah (-),
bercak-bercak kemerahan di tangan dan kaki (-). BAB (+) Lembek, BAB hitam (-), BAK
(+) terakhir 10 jam yang lalu jumlah sedikit menurut ibu pasien. Kejang (-), sesak (-).
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah MRS 1 tahun yang lalu akibat demam berdarah. Sejak 3 hari ini pasien
mengkonsumsi obat penurun panas yang dibeli sendiri di apotek

3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit :


Riw. Kejang disangkal, Riw. Asma/alergi disangkal. Pasien pernah MRS 1 tahun yang lalu
akibat demam berdarah
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit yang sama
5. Riwayat pekerjaan:
Pasien adalah seorang pelajar SMP
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah bekerja sebagai PNS dan ibu
pasien sebagai ibu rumah tangga, Rumah berada dipemukiman padat penduduk,
kesehariannya pasien adalah anak yang aktif dan periang.
7. Riwayat imunisasi:
Imunisasi dasar lengkap (BCG, Hepatitis B, DPt 1234, Polio 0123 dan Campak)
Daftar Pustaka :
1. Suparyanto. 2011. Definisi Dengue Hemorrhagic fever
2. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: media Aesculapius
3. Ilmu Kesehatan Anak dr. Soetomo. 2008. Dalam Buku Pedoman Diagnosis dan terapi.
Surabaya: FKUA. Hal: 104 - 110
4. World Health Organization. 2008. Dalam Buku Pelayanan kesehatan anak., Derajat
Dengue Hemorrhagic fever. Hal: 163 - 168
5. Darlan Darwis. 2003. Dalam buku Sari Pediatri, Tatalaksana kegawatan Dengue
Hemorrhagic fever. Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 156 - 162
6. Edi H. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada anak. Sari Pediatri Vol. 10, No. 3,
Oktober 2008. Diakses dari: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/10-3-1.pdf. Pada tanggal: 5
Juni 2015
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis DHF
2. Manejemen DHF
3. Derajat DHF
4. Penatalaksanaan DHF

BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien
Nama

: An. I

Usia

: 13 Tahun

No. RM

: 15.22.25

Alamat

: Desa Gudo, Jombang

Tanggal MRS

: 28 Mei 2015 (09.30 WIB)

Tanggal Pemeriksaan : 28 Mei 2015 (09.30 WIB)


Pembiayaan

: Umum

B. Subjective:
Anamnesis :
Keluhan Utama :
Lemas dan badan kacep
Riwayat Keluhan Sekarang:
Pasien anak laki-laki/13 tahun dibawa oleh orang tuanya ke IGD pada
tanggal 28 Mei 2015 datang dengan lemas dan badan kacep. Lemas dan
badan kacep didahului oleh panas tinggi mendadak sejak hari Selasa pagi
tanggal 26 Mei 2015. Oleh orang tua pasien sudah diberi obat penurun panas
yang dibeli sendiri di apotik. Panas sempat turun tapi kembali naik, saat ini
pasien datang dengan kondisi lemah. Tangan dan kaki dingin. Batuk (+) pilek (+)
sejak dua hari yang lalu, batuk berdahak namun dahak susah dikeluarkan. Mual (+)
muntah (+) sejak semalam muntah satu kali, muntah berupa makanan yang
dikeluarkan, darah/warna kecoklatan (-). Pasien juga mengeluh pusing dan lemas.
Pasien sulit makan dan minum. Menurut ibu pasien sejak pagi ini badan pasien kacep.
Mimisan (-), gusi berdarah (-), bercak-bercak kemerahan di tangan dan kaki (-). BAB
(+) Lembek, BAB hitam (-), BAK (+) terakhir 10 jam yang lalu jumlah sedikit
menurut ibu pasien. Kejang (-), sesak (-).
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah MRS 1 tahun yang lalu akibat demam berdarah. Sejak 3 hari ini
pasien mengkonsumsi obat penurun panas yang dibeli sendiri di apotek
Riwayat keluarga:
Riw. Kejang disangkal, Riw. Asma/alergi disangkal. Pasien pernah MRS 1 tahun yang
lalu akibat demam berdarah
Kondisi lingkungan sosial
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah bekerja sebagai
PNS dan ibu pasien sebagai ibu rumah tangga, Rumah berada dipemukiman padat
penduduk, kesehariannya pasien adalah anak yang aktif dan periang.
Riwayat imunisasi:

Imunisasi dasar lengkap (BCG, Hepatitis B, DPT 1234, Polio 0123 dan
Campak)
C. Obyektif
1. Pemeriksaan fisik

BB
: 45 kg
TB
: tidak diukur
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: 4-5-6
Vital Sign
:
o Tensi
: 90/70 mmHg
o Suhu
: 35.9 C
o Nadi
: 112 x/menit, regular, lemah
o Nafas
: 26 x/menit
Kepala/leher
:
o Conjungtiva anemis (-/-),
o sklera ikterik (-/-), Sianosis (-), nafas cuping hidung (-/-), mata cowong (-/-)
o pembesaran KGB (-), faring hiperemis (-), tonsil hiperemi (-) T2/T2, kripte
lebar (-), detritus (-)
Thorax
:
o Pulmo
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
o Cor
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
:
o Inspeksi
o Auskultasi
o
o Perkusi
Ekstremitas
:
o Otot
o Tulang
o Perfusi jaringan
o Edema
o Akral

Pemeriksaan Neurologis :
o Meningeal Sign
o Refleks cahaya
o Refleks fisiologis

: Simetris, Retraksi (-)


: Ekspansi dinding dada simetris, Fremitus TDE
: Sonor/Sonor
: Ves +/+, rh -/-, wh -/:
:
:
:

Batas jantung normal,


Ictus cordis teraba di MCL sinistra ICS 5,
Ukuran jantung normal
Suara jantung 1-2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

: Flat, jejas (-)


: Bising usus (+) normal
Palpasi : Soepel, defans (-), turgor kulit normal, hepar dan
lien tidak teraba
: Timpani, meteorismus (-)
: tonus normal, tidak didapatkan atrofi
: Rachitis/CTEV (-)
: CRT > 2 detik
: tidak didapatkan
: Dingin, basah, pucat

: Kaku Kuduk (-), Brudzinski 1-2 (-)


: + / +, pupil bulat isokor 3mm / 3mm
: tidak diperiksa

o Refleks patologis

: Babinski dan Chaddock (-/-)

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemerksaan Labiratorium Tanggal 28 Mei 2015
PEMERIKSAAN

HASIL PEMERIKSAAN

NILAI NORMAL
L: 13,5-18,0

Hemoglobin

16
P:11,5-16,0g/dL

Lekosit

2.400

4.000 - 11.000/ cmm

Hitung jenis
Granulosit

50

54 62

Lymphosit

41

25 33

Monosit

37
L; 0 15

LED

P: 0 20 mm/jam

Trombosit

41.000

150.000 450.000/cmm

Hematokrit

48,8

L: 40 - 54% P: 37 47%
L: 4,5 6,5

Eritrosit

5,8
P: 3,0 6,0 jt/cmm

MCV

83

80 99 um3

MCH

28

27 32 pg

MCHC

34

31 34 g/dL

RDW

13

13 - 34%

MPV

12

7,1 9,5 um3

PDW

14

10 - 18%

B. Pemeriksaan Foto thorax

Pulmo :
1. Sudut Phrenicocostalis tajam, kosta 7 memotong pertengahan diagfragma, batas
paru dalam datas normal
2. Efusi pleura dextra kesan (-)
Cor
:
1. Bentuk dan Batas kanan kiri jantung dalam batas normal
Note : Bila perlu foto RLD Pro evaluasi Efusi pleura dextra

D. Problem List
Subyektif
1. Pasien datang dengan kondisi lemas, akral dingin
2. Riwayat panas sejak 3 hari sebelum dibawa ke RS Muhammadiyah Jombang
3. Batuk pilek sejak 2 hari
4. Nafsu makan menurun
5. Mual (+), Muntah (+)
6. BAK sedikit
Obyektif
1. KU lemah
2. Hipotermia 35,9 oC
3. Tensi 90/70 mmHg
4. Nadi 112 x/menit
5. RR 26 x/menit
6. CRT > 2 detik
7. HB 16 g/dL
8. Leukosit 2.400 /cmm
9. Trombosit 41.000 /cmm, dan
10. Hematokrit 48,8%
E. Assesment :
Dengue Hemoragic Fever Grade 3 + ISPA
E. Planning:

Planning Dx : DL serial

Planning Terapi di IGD :


o O2 Nasal 4 Lpm
o Infus Ringer Laktat 900 cc cepat evaluasi (jika membaik) 450 cc/1 jam
evaluasi (jika membaik) 315cc / 1 jam evaluasi (jika membaik) 225
cc/1 jam evaluasi (jika membaik) 135 cc/ 1 jam
o Inj. Ranitidin

2 x 1 amp.

o Inj. Antrain

3 x 1 amp. Jika suhu > 37,5 oC

o Drip. NS

1 x 1 amp. /24jam

o Terapi oral

Comtusy Syr. 3 x 2 cth

Paracetamol Tab. 500mg 3 x 1 Tab

Diet TKTP + air putih + Susu formula/jus buah

o Pasang dauer kateter pasien dan keluarga menolak

Planning Monitoring :
o Keluhan subjektif
o Keadaan umum dan Kesadaran
o Observasi TTV/6 jam, produksi urine, termoregulasi (kompres air biasa bila
panas >38C, air hangat bila panas > 39C)

Edukasi:
Menjelaskan kepeda keluarga mengenai kondisi pasien dan penyakitnya,
menjelaskan mengenai tatalaksanana yang akan dilakukan, serta menjelaskan
komplikasi yang dapat terjadi.

HASIL OBSERVASI IGD


TGL/jam

28.05.15

TD

90/70

Nadi

112

RR

26

Suhu

35.9

/09.00

09.30

10.30

Input

Output

Cairan

Ma/mi

BAB

BAK

Muntah

900 cc

450 cc/ 1

Minum

jam

50 cc

315 cc/ 1

+ (+-

cepat

90/60

100/60

102

96

24

22

36.0

36.0

jam
11.30

12.30

100/70

120/80

92

90

22

20

36.2

36.4

250 cc)

225 cc/ 1

Minum

jam

100 cc

135 cc/ 1

jam

+ (+-

150 cc)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dengue Hemoragic Fever adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
2.2 Epidemologi
Penyakit demam berdarah ditemukan di daerah tropis dan subtropis di berbagai
belahan dunia, terutama di musim hujan yang lembab. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus dengue
di seluruh dunia.
Istilah hemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina
pada tahun 1953. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968,
tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970 dan pada tahun 1993 DBD
telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia (IDAI, 2012). Dalam 50 tahun terakhir,
tercatat insidens kasus demam berdarah dengue telah meningkat 30 kali seiring dengan
perkembangan dan pertambahan penduduk dari kota ke desa dalam dekade terakhir ini.
Di seluruh dunia, diperkirakan sedikitnya terdapat 50 juta dari 2,5 milyar penduduk yang
tinggal di daerah endemik terinfeksi virus dengue setiap tahunnya (WHO, 2009). Dengue
merupakan penyebab demam kedua tertinggi setelah malaria (Shandera & Roig, 2013).
Infeksi dengue ini endemis pada banyak negara Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika
dan hiperendemis di Thailand (WHO, 1997;Bajaj et al., 2011). Demam berdarah dengue
kebanyakan terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun (Witayathawornwong et al.,
2012).
Anak golongan usia 10 15 merupakan golongan umur tersering menderita DBD
dibandingkan dengan bayi dan orang dewasa, dan sekitar 50% penderita DBD merupakan
golongan umur tersebut. Anak perempuan lebih beresiko menderita DBD dibandingkan
anak laki - laki (Dhooria et al., 2008;IDAI, 2012) namun dalam penelitian di Indonesia
didapati laki laki lebih tinggi terkena DBD dibandingkan perempuan (Karyanti &
Hadinegoro, 2009) dengan perbandingan 1,4:1 dikarenakan nyamuk Aedes aegypti yang
aktif menggigit pada siang hari dengan dua puncak aktivitas yaitu pada pukul 08.00
12.00 dan 15.00 17.00, pada jam tersebut anak-anak biasanya bermain di luar rumah
(Hartoyo, 2008). Beberapa faktor yang mempengaruhi beratnya penyakit, seperti faktor
host, serotipe virus atau genotype, sekuens infeksi virus, perbedaan antibodi crossreactive

dengue, dan respons sel T. Usia lebih tua sebelumnya dilaporkan memiliki faktor risiko
untuk mortalitas pada demam dengue atau demam berdarah dengue sebagai komorbiditas
yang berhubungan dengan penuaan dan penurunan imunitas sebagai faktor risiko untuk
fatalitas pada pasien tua dengan infeksi aktif. Walaupun syok dan kebocoran plasma lebih
sering terjadi pada usia muda, frekuensi perdarahan internal dapat terjadi seiring dengan
pertambahan usia. Selain itu komplikasi infeksi dengue pada dewasa, seperti demam
dengue dengan perdarahan dan DBD mengalami peningkatan (Tantawichien, 2012).
2.3 Etiologi
Virus dengue termasuk group B anthropod-borne virus (arboviruses) dan sekarang
dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Serotipe utama selama beberapa tahun
terakhir adalah DEN-2 dan DEN-3. Infeksi dari satu serotipe memberikan imunitas
seumur hidup terhadap serotipe tertentu tapi hanya beberapa bulan imunitas terhadap
serotipe lain (Kariyawasam, Senanayake, 2010).

Seseorang yang tinggal di daerah

endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah
sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun.
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan
kasus berat (IDAI, 2012).
Virus dengue di bawa oleh nyamuk aedes. Vektor dari virus dengue adalah
nyamuk Aedes aegypti and Aedes albopictus (Ford-Jones & Artsob, 2003). Hostnya
adalah manusia yang digigit oleh nyamuk betina dan masa inkubasinya selama 4-10 hari
(WHO, 2009).
2.4 Patogenesis
Gigitan nyamuk Aedes menyebabkan infeksi di sel langerhans di epidermis dan
keratinosit. Kemudian menginfeksi sel - sel lainnya seperti monosit, sel dendritik,
makrofrag, sel endotelial dan hepatosit. Monosit dan sel dendritik yang terinfeksi
memproduksi banyak sitokin proinflammatori dan kemokin yang selanjutnya
mengaktivasi sel T yang diperkirakan menyebabkan disfungsi endotelial. Disfungsi
endotelial menyebabkan peningkatkan permeabilitas pembuluh yang kemudian
menyebabkan perembesan cairan di pleura, rongga peritonium, dan syok. Sel endotelial
juga dirangsang untuk menimbulkan respons imun yang mengakibatkan permeabilitas
vaskular meningkat (Malavige & Ogg, 2012). Menurut IDAI (2012), patogenesis DHF
belum jelas namun terdapat hipotesis yang mendukung seperti heterologous infection
hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat
terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan

infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5
tahun (IDAI, 2012). Banyak para ahli sependapat bahwa infeksi sekunder adalah
penyebab beratnya manifestasi klinis pada penderita DBD (Ginting, 2004)
2.4 Tanda dan gejala
Gambaran klinik demam Dengue Hemorrhagic Fever:
Penyakit ini ditandai dengan demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai
gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan,
punggung, sendi, kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut menyerupai influenza biasa.
Pada hari ke-2 dan ke-3 demam muncul bentuk pendarahan yang beraneka ragam dimulai
dari paling ringan berupa pendarahan di bawah kulit, pendarahan gusi sampai pendarahan
yang hebat berupa muntah darah akibat pendarahan lambung, melena, dan hematuria
masif.
Selain pendarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam
telah menurun antara hari ke 3 dan ke 7 dengan tanda-tanda pasien menjadi makin lemah,
ujung-ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin dan lembab. Denyut nadi cepat, kecil
dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.

WHO memberikan patokan tentang diagnosis DBD dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1. Klinis
o Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari
o Mual,muntah,tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi, sakit kepala.
o Nyeri otot, tulang, sendi, abdomen, dan ulu hati.
o Manifestasi pendarahan; paling tidak terdapat uji torniquet positif dan adanya
salah satu bentuk pendarahan yang lain misalkan: pteachie, ekimosis, perdarahan
gusi, Epiktasis, hematemesis, melena
o Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
o Syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, serta
tekanan nadi yang menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang), hipotensi sampai
tidak teraba, disertai kulit yang teraba dingin dan lembab, CRT memanjang, dan
pasien menjadi gelisah.
2. Laboratorium
o Trombositopenia (100.000 atau kurang)
o Kebocoran plasma dengan manifestasi :
Peningkatan hematokrit > atau sama dengan 20% dari nilai standar
Penurunan hematokrit > atau sama dengan 20% setelah terapi cairan
Efusi pleura/pericardial, asites, hipoproteinemia
Dua criteria klinis dan satu criteria laboratorium cukup untuk menegakkan diagnosis
kerja DBD
Sementara yang membedakan dengan demam dengue adalah pada demam dengue tidak
ditemukan tanda-tanda adanya kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi pleura, asites,
hipoproteinemia)

2.5 Derajat DHF

Derajat penyakit Dengue Hemorrhagic Fever diklasifikasikan dalam 4 derajat yaitu


sebagai berikut:
Derajat I

: Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya menifestasi

Derajat II

Perdarahan ialah dengan uji tourniquet


: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan

Derajat III

lain.
: Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu darah dengan adanya nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi, Sianosis pada sekitas mulut, disertai kulit dingin dan dan anak

Derajat IV

tampak gelisah.
: Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat teraba dan tekanan
darah yang tidak dapat diukur.

Dengan adanya pembagian derajat DHF, maka perawatan pasien DHF tiap derjaat
berbeda sehingga perawatan dapat berjalan efektif dan efisien.
2.6 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DHF bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan. Diagnosa dini terhadap tanda tanda syok merupakan hal yang penting
untuk mengurangi kematian (IDAI, 2012). Pada fase demam pasien dianjurkan tirah
baring, diberi obat antipiretik atau kompres hangat. Tidak dianjurkan pemberian
asetosal/salisilat dikarenakan dapat menimbulkan gastritis, perdarahan atau asidosis
sehingga antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol. Pemberian cairan dan elektrolit
per oral, jus buah, sir up, susu, selain air putih juga dianjurkan pada pasien demam
dengue (IDAI, 2012). Pada awal perjalanan penyakit DHF tanda/gejala tidak sepesifik,
sehingga patut diwaspadai gejala/tanda yang terlihat pada anak yang mungkin merupakan
gejala awal perjalanan penyakit DHF. Tanda/gejala awal berupa demam tinggi mendadak
tanpa sebab yang jelas, terus menerus, badan lemah, dan anak tampak lesu. Pertama yang
harus dilakukan adalah melihat tanda syok yang merupakan tanda kegawatdaruratan
seperti gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab dan
sebagainya. Jika ditemukan kejang, muntah berulang, kesadaran menurun, hematemesis
melena, sebaiknya dilakukan rawat inap. Apabila tidak dijumpai tanda kegawatdaruratan,
lakukan pemeriksaan uji torniquet diikuti dengan pemeriksaan trombosit. Apabila uji
torniquet (-) atau uji torniquet (+) dengan jumlah trombosit >100.000/ul dapat dilakukan
rawat jalan dengan kontrol tiap hari hingga demam hilang dan pemberian obat antipiretik
berupa parasetamol. Apabila jumlah trombosti <100.000/ul perlu dirawat untuk observasi.
Pada pasien rawat jalan, di beri nasehat kepada orang tua apabila terdapat tanda-tanda

syok maka pasien harus di bawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut (IDAI, 2012)
.

Pada keadaan dehidrasi/kehilangan cairan yang disebabkan demam tinggi,


anoreksia dan muntah, dapat diberikan cairan pengganti berupa minum 50 ml/kg berat
badan dalam 4-6 jam pertama kemudian jika dehidrasi teratasi diberi cairan rumatan 80
100 ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Bila terjadi kejang demam, diberikan
antikonvulsif selain diberi antipiretik. Kemudian dilakukan pemeriksaan hematokrit
berkala untuk monitor hasil pengobatan sebagai gambaran derajat kebocoran plasma dan
pedoman kebutuhan cairan intravena (IDAI, 2012).
Tabel 2.4. Kebutuhan cairan rumatan hallidaySegar (IDAI, 2012).

Berat Badan (Kg)

Cairan Rumatan (volume)/24jam

10

100 cc/KgBB

10 20

1.000 + 50 cc/KgBB di atas 10 Kg

> 20

1.500 + 20 cc/KgBB di atas 20 Kg

Indikasi diberikan cairan intravena apabila :


a. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi
b. Nilai hematokrit meningkat pada pemeriksaan berkala.
Pemberian cairan pengganti volume yang berlebihan setelah perembesan berhenti
dapat mengakibatkan edema paru begitu juga pada masa konvalesens dimana terjadi
reabsorbsi cairan ekstravaskular akan menyebabkan edema paru dan distress pernafasan
apabila cairan tetap diberikan (IDAI, 2012). Jenis cairan yang digunakan larutan
kristaloid adalah larutan ringer Laktat (RL), ringer asetat (RA) dan larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%). Kemudian cairan koloid seperti dekstran-40, albumin 5%, gelatin
dsb. Darah, Fresh Frozen Plasma, dan komponen darah lain diberikan untuk
mempertahankan Hb, menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan
untuk mengkoreksi koagulopati. Cairan yang mengandung glukosa tidak diberikan dalam
bentuk bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik dan
memperburuk cedera serebral iskemik (Darwis, 2003). Pada pasien DBD derajat I dan II
tanpa peningkatan hematokrit dilakukan intervensi sesuai dengan gambar 2.8. Perhatikan
tanda syok, raba hati setiap hari

untuk mengetahui pembesarannya oleh karena

pembesaran hati yang disertai nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan saluran cerna.
Apabila sudah didapati perbaikan klinis dan laboratorium, anak dapat pulang jika
memenuhi kriteria (IDAI, 2012).

Sumber : IDAI (2012)

Adapun kriteria memulangkan pasien adalah pasien dapat

dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan
membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok
teratasi, jumlah trombosit > 50.000/ul dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai
distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis) (IDAI, 2012). Pemberian
cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, sekitar 40%. Jumlah
urin 12ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi membaik
(IDAI, 2012). Sedatif dapat diberikan untuk menenangkan pasien tapi keadaan gelisah
akan hilang dengan sendiri nya apabila pemberian cairan sudah adekuat dan perfusi
jaringan membaik (IDAI, 2012).

Gambar 2.9 Tatalaksanan kasus DHF Derajat II dengan Peningkata hemokonsentrasi =


20% . Sumber : IDAI (2012)

Pada pasien syok, pemberian oksigen 2 liter per menit

harus dilakukan dengan menggunakan masker. Pemberian transfusi darah diberikan pada
keadaan manifestasi perdarahsn yang nyata. Penurunan hematokrit (dari 50% ke 40%)
tanpa perbaikan klinis walau diberikan cairan menunjukkan tanda adanya perdarahan.
Pemberian darah dilakukan untuk menaikkan konsentrasi sel darah merah sedangkan
plasma segar dan atau suspensi trombosit untuk pasien dengan DIC. DIC biasanya terjadi
pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif. DIC dipicu oleh hiponatremia dan
asidosis metabolik sehingga pada keadaan syok berat sebaiknya dilakukan perbaikan
pada asidosis sebelum berkembang menjadi DIC. Tatalaksana DBD derajat III & IV
selanjutnya dapat dilihat di gambar 2.10. (IDAI, 2012).

Tatalaksana syok perlu dilakukan secara agresif dan simultan mulai dari ABC
hingga resusitasi cairan untuk meningkatkan preload yang diberikan secara cepat dan
kurang dari sepuluh menit. Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada tahap syok
hipovolemik kompensasi, sehingga mencegah terjadinya syok dekompensasi dan
ireversibel. Cairan kristaloid diberikan 10-30ml/kgBB/6-10 menit kemudian lihat tekanan
darah apabila tekanan darah masih rendah (hipotensi) ulangi pemberian cairan kristaloid
apabila normotensi diberikan tetesan rumatan kemudian dilakukan pemeriksaan urin
apabila

didapati

>1ml/kgBB/jam

maka

diberikan

tetesan

rumatan,

apabila

<1ml/kgBB/jam dan anuri, diulangi pemberian kristaloid kemudian dilakukan


pengecekan urin kembali. Pemasangan CVP dilakukan ketika volume yang diberikan
lebih dari 50-100ml/kgBB dalam 1-2 jam pertama untuk menilai fungsi miokard. Bila
CVP <10mmHg berarti fungsi miokard masih baik dan resusitasi cairan dapat diteruskan.
Bila CVP >10mmHg berarti terdapat disfungsi miokard atau penurunan kontraktilitas

ventrikel kanan, peningkatan resistensi vaskular paru (afterload ventrikel kanan) atau
syok kardiogenik sehingga diperlukan pemberian obat-obatan resusitasi seperti epinefrin,
sodium bikarbonat, dopamin, glukosa, kalsium klorida, atropin, atau dobutamin (Darwis,
2003).
Perlu ditegaskan bahwa untuk penatalaksanaan penderita debgue hemoreghic
fever yang harus dikuasai adalah pemberian cairan intravena, sebatas cukup untuk
mempertahankan sirkulasi yang efektf selama periode plasma leakage, disertai
pengamatan yang teliti dan cermat secara periodok seperti terpampang pada diagram
dibawah ini.
Cairan yang digunakan dapat berupa kristaloid seperti D5 Normal saline, Ringer
Lactate, D5 Ringer Laktat, D5 Ringet asetat dan koloid yang mempunyai berat molekul
tinggi seperti plasma, pengganti plasma.

Berikut alogoritma pemberian cairan pada penderita dengue Hemoragic fever:

Dengue Hemorrhagic Fever Derajat I/II

Sumber: PDT Dr. Soetomo (2008)

Dengue Hemorrhagic Fever Derajat III

Sumber: PDT Dr. Soetomo (2008)


Dengue Hemorrhagic Fever Derajat IV

Sumber: PDT Dr. Soetomo (2008)


2.7 Prognosis
Prognosis demam dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau infeksi
awal dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD (Halstead, 2011). Keparahan
terlihat dari usia, dan infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain sehingga
dapat mengakibatkan komplikasi hemorhagik yang parah (Levin & Weinberg, 2009).
Prognosis di tentukan juga oleh lamanya penanganan terhadap terjadinya syok pada
sindroma syok dengue (SSD). Prognosis baik jika diatasi maksimal 90 menit. Prognosis
akan terlihat buruk jika melebihi 90 menit (Citraresmi et al., 2007).

2.8 Komplikasi
Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya.
Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan cairan dan
elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam (Halstead, 2011) . Pada usia 1 4 tahun
wajib diwaspadai ensefalopati dengue karena merupakan golongan usia tersering
terjadinya kejang demam (IDAI, 2012). Kegagalan dalam melakukan tatalaksana
komplikasi ini, dapat memberikan jalan menuju DSS (Dengue Shock Syndome) dengan
tanda kegagalan sirkulasi, hipotensi dan syok (Levin & Weinberg, 2009).
2.9 Pencegahan
Menurut WHO (1997) deteksi dini gejala DBD dapat mengurangi penyebaran
penyakit DBB melalui pemeriksaan laboratorium dan tanda adanya demam tinggi disertai
ruam pada kulit. Vaksin untuk DBD sampai saat ini belum tersedia sehingga dilakukan
tindakan pencegahan berupa pengendalian vektor nyamuk Aedes sp.. Ada beberapa cara
yang dianjurkan WHO untuk mengurangi terjadinya kasus DBD seperti penggunaan alat
pelindung diri, penggunaan insektisida aerosol, jaga sanitasi air, pengurangan sampah di
sekitar wilayah rumah ataupun di dalam rumah (Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008). Depkes sendiri telah menetapkan 5
kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan
kasus secepatnya dan mengobati sesuai protap, memutuskan mata rantai penularan
dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik jentiknya), kemitraan dalam
wadah POKJANAL DBD (Kelompok Kerja Operasional DBD), pemberdayaan
masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M Plus) dan
peningkatan profesionalisme pelaksana program (Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008). Kegiatan yang paling utama dalam
menanggulangi peningkatan kasus adalah program Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) melalui gerakan 3M (Menguras Menutup Mengubur). Program ini kemudian
berkembang menjadi PSN 3M Plus yaitu dengan digunakan larvasida, memelihara ikan
dan mencegah gigitan nyamuk (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2008).

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Diagnosis
3.1.1 Anamnesis
Pada pemeriksaan pasien Dengue Hemorrhagic Fever, Gejala yang muncul dapat
bervariasi yakni panas tinggi mendadak (tanpa sebab yang jelas) selama 2-7 hari,

perdarahan spontan maupun provokatif (tourniquet tes), Nyeri sendi, nyeri perut, nafsu
makan menurun bahkan dapat juga tidak ada nafsu makan, Pembesaran hati,
Trombositomia dan dapat juga disertai tanda tanda syok.
Pada pasien ini, didapatkan temuan positif dengan temuan gejala DHF seperti
riwayat panas 3 hari sebelum dibawa ke RS, dan pada saat pasien datang ke UGD RS
Muhammadiyah jombang tanggal 28 Mei 2015 Pasien dalam kondisi lemas dengan akral
yang dingin. pasien juga mengeluhkan mual dan muntah, muntah berupa makanan yang
dikeluarkan, darah/warna kecoklatan (-), nafsu makan menurun, nyeri kepala, yang
merupakan gejala yang mendukung diagnosis demam berdarah meskipun tidak
ditemukan adanya perdarahan spontan seperti mimisan, perdarahan gusi, atau
hematemesis melena. Pasien juga memiliki riwayat menderita sakit serupa satu tahun
yang lalu. Hal ini merupakan pertanda bahwa sakit saat ini merupakan infeksi kedua
dengan kemungkinan derajat sakit demam berdarah lebih berat dari sakit satu tahun yang
lalu.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengue hemorrhagic fever, temuan fisik yang paling khas adalah
panas mendadak antara 2 7 hari, didapatkan perdarahan spontan atau provokatif,
perdarahan spontan dapat berupa mimisan, gusi berdarah, hingga bisa terjadi
hematemesis dan melena. Pada pasien dengan DHF grade 3 dapat ditemukan adanya
kegagalan sirkulasi mulai dari nadi yang cepat dan lemah, tanda-tanda perfusi yang tidak
adekuat (akral dingin, capillary refill time yang memanjang), hipotensi dan atau
penyempitan tekanan nadi, serta hipotermia.
Pada pasien ini, dari pemeriksaan fisik pada saat tiba di RS Muhammadiyah
jombang pada tanggal 28 Mei 2015, didapatkan pasien dalam keadaan lemah dengan
GCS 4 5 6, tensi 90 / 70 mmHg, Nadi 112 kali/menit lemah, pernafasan 26 kali
permenit, suhu 35,9oC. dan pasien mengeluhkan nyeri perut. Hal ini sesuai dengan
temuan fisik pada penderita DHF, dan pada pasien ini dengan kondisi seperti diatas
menempatkan pasien ini pada suatu derajat DHF yakni DHF derajat 3. Yang artinya pada
pasien ini terjadi kegagalan sirkulasi (syok) yakni yang ditandai dengan nadi lemah, cepat
serta tekanan nadi yang menurun (menjadi 20 mmHg), tekanan darah menurun disertai
kulit yang teraba dingin dan lembab.
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Dengue hemorrhagic fever di diagnosis dengan bantuan berbagai macam
pemeriksaan penunjang seperti:
Darah lengkap
o Trombosit menurun
o Hb meningkat lebih 20 % dari nilai standar
o Hct meningkat lebih 20 % dari nilai standar
o Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
o Protein darah rendah
o Ureum PH bisa meningkat

o Na dan Cl rendah.
Rontgen thorax : Efusi pleura.
Uji test tourniquet (+)
Serology : HI (hemaglutination inhibition test) + dan pemeriksaan IgG/IgM (+)
Pada pasien ini, dari pemeriksaan penunjang didapatkan abnormalitas pada

pemeriksaan laboratorium yakni kadar Hb 16 g/dL, Leukosit 2.400 /cmm, Trombosit


41.000 /cmm, dan Hematokrit 48%, sementara pemeriksaan foto thorax tidak ditemukan
kelainan. Dari data-data diatas yakni dari keluhan pasien, pemeriksaan fisik, dan dari
pemeriksaan penunjang, diagnosis dengue fever dapat disingkirkan dan diagnosis dengue
hemorraghic fever dapat ditegakkan. Dengan ditemukannya gejala dan tanda shock, saat
ini pasien menderita Dengue hemorraghic fever derajat 3.
3.1.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengue hemorrhagic fever salah satunya dengan cara
memperbaiki keadaan umum pasien. Dan bergantung pada derajat dengue hemorrhagic
fever tersebut. Pada pasien ini penangan utama adalah memperbaiki perfusi ke jaringan
akibat terjadinya kegagalan sirkulasi. Sehingga penangan awal pada pasien ini dengan
memberikan terapi cairan dengan cepat untuk mengembalikan volume intravascular yang
mengalami penurunan, serta untuk memperbaiki keadaan umum pasien yang sulit untuk
makan dan minum. Selain itu terapi pada pasien ini dengan menangani keluhan-keluhan
dan memonitoring tanda vital, produksi urin, serta hasil pemeriksaan darah lengkap pada
pasien setelah dilakukan terapi yang adekuat.

Planning Dx : DL serial

Planning Terapi di IGD :


o O2 Nasal 4 Lpm
o Infus Ringer Laktat 900 cc cepat evaluasi (jika membaik) 450 cc/1 jam
evaluasi (jika membaik) 315cc / 1 jam evaluasi (jika membaik) 225
cc/1 jam evaluasi (jika membaik) 135 cc/ 1 jam
o Inj. Ranitidin

2 x 1 amp.

o Inj. Antrain

3 x 1 amp. Jika suhu > 37,5 oC

o Drip. NS

1 x 1 amp. /24jam

o Terapi oral

Comtusy Syr. 3 x 2 cth

Paracetamol Tab. 500mg 3 x 1 Tab

Diet TKTP + air putih + Susu formula/jus buah

o Pasang dauer kateter pasien dan keluarga menolak

Planning Monitoring :
o Keluhan subjektif
o Keadaan umum dan Kesadaran
o Observasi TTV/6 jam, produksi urine, termoregulasi (kompres air biasa bila
panas >38C, air hangat bila panas > 39C)

Edukasi:
Menjelaskan kepeda keluarga mengenai kondisi pasien dan penyakitnya,

menjelaskan mengenai tatalaksanana yang akan dilakukan, serta menjelaskan komplikasi


yang dapat terjadi.

HASIL OBSERVASI IGD


TGL/jam

28.05.15

TD

90/70

Nadi

112

RR

26

Suhu

35.9

/09.00

09.30

10.30

Input

Output

Cairan

Ma/mi

BAB

BAK

Muntah

900 cc

450 cc/ 1

Minum

jam

50 cc

315 cc/ 1

+ (+-

cepat

90/60

100/60

102

96

24

22

36.0

36.0

jam
11.30

12.30

100/70

120/80

92

90

22

20

36.2

36.4

250 cc)

225 cc/ 1

Minum

jam

100 cc

135 cc/ 1

jam

+ (+-

150 cc)

Pasien ini mendapat terapi cairan awal 900 cc ringer laktat yang diberikan dengan cepat.
Dan dapat dilihat terjadi perbaikan klinis pada pasien setelah dilakukan terapi cairan awal,
sehingga terapi cairan barikutnya dapat diturunkan sesuai protap pemberian terapi cairan
pada pasien DHF grade III sambil dilakukan monitoring ketat pada vital sign, produksi
urine, maupun hasil pemeriksaan DL serial.

Pembahasan Farmakologis
No

Nama obat

Indikasi

Dosis terapeutik

Terapi pilihan pada


1

Infus Ringer Lactate

pasien

dengan 20 cc/kgBB Cepat

shock
Gastritis, Tukak
usus, tukak labung,
menurangi gejala
2

Inj. Ranitidin

refluks esophagus.
Dapat diberikan

25mg/mL (1 amp. @2mL) dapat


diberikan 2 x/hari

jika pasien sulit


makan

Inj. Antrain

Analgesic dan
antipyretic
Myalgia, kelainan

Drip. NS

saraf, kekurangan
Vit. B

Paracetamol Tablet

Comtusy Syr.

Pemberian dosis injeksi max 3x/hari

Dapat diberikan 1 amp. Dalam satu


hari

Antipiretik,

10-15mg/kgBB/x,

analgetik

dapat diberikan 3 - 4 x /hari

Batuk berdahak
Dan batuk kering

Berat badan > 40 kg / usia > 12thn


3-4 kali/hari 2 sendok takar
(5mL)

BAB IV
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
A. Identitas pasien
Nama

: An. I

Usia

: 13 Tahun

No. RM

: 15.22.25

Alamat

: Desa Gudo, Jombang

Tanggal MRS

: 28 Mei 2015 (09.30 WIB)

Tanggal Pemeriksaan

: 28 Mei 2015 (09.30 WIB)

Pembiayaan

: Umum

B. Subyektif:
Pasien anak laki-laki/13 tahun dibawa oleh orang tuanya ke IGD pada tanggal
28 Mei 2015 datang dengan lemas dan badan kacep. Lemas dan badan kacep
didahului oleh panas tinggi mendadak sejak hari Selasa pagi tanggal 26 Mei 2015.
Oleh orang tua pasien sudah diberi obat penurun panas yang dibeli sendiri di apotik.
Panas sempat turun tapi kembali naik, saat ini pasien datang dengan kondisi lemah.
Tangan dan kaki dingin. Batuk (+) pilek (+) sejak dua hari yang lalu, batuk
berdahak namun dahak susah dikeluarkan. Mual (+) muntah (+) sejak semalam
muntah satu kali, muntah berupa makanan yang dikeluarkan, darah/warna
kecoklatan (-). Pasien juga mengeluh pusing dan lemas. Pasien sulit makan dan
minum. Menurut ibu pasien sejak pagi ini badan pasien kacep. Mimisan (-), gusi
berdarah (-), bercak-bercak kemerahan di tangan dan kaki (-). BAB (+) Lembek,
BAB hitam (-), BAK (+) terakhir 10 jam yang lalu jumlah sedikit menurut ibu
pasien. Kejang (-), sesak (-).
C. Objektif:
Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang tambahan didapatkan data penting berupa :

Tanda Vital
o Tensi : 90/70 mmHg
o Nadi : 112 x/menit
o RR

: 26 x/menit

o Temp : 35,9 oC

Pemeriksaan Fisik
o Mual, muntah
o Abomen Soefl, Bu (+) normal
o Akral dingin, basah, pucat
o CRT > 2 detik

Pemeriksaan Penunjang
o Hb 16 g/dL
o Leukosit 2.400 /cmm
o Trombosit 41.000 /cmm, dan

o Hematokrit 48,8%
D. Assesment
1. Dengue Hemorrhagic Fever grade 3
2. Infeksi saluran pernafasan atas
E. Planning
1. Diagnosis: Diagnosis kerja dapat diketahui dari gejala dan tanda yang timbul pada
pasien yang diperoleh dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang lengkap dan teliti.
Diagnosis juga ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang berupa pemerisaan darah
lengkap untuk mengetahui terjadinya kebocoran plasma/hemokonsentrasi, dan
pemeriksaan foto thorax untuk mengetahui adanya efusi pleura yang menandakan
terjadinya plasma leakage/ kebocoran plasma.
2. Pengobatan: Pengobatan utama pada pasien dengue hemorrhagic fever adalah terapi
cairan yang adekuat. Medikamentosa yang mungkin dapat diberikan meliputi analgesik,
antipiretik, dan antiemetic. Pada pasien ini yang diberikan yakni analgesic-antipiretik
antrain (P.R.N), antibiotic Comtusy Syr, antiulcer Gastridin. Pencegahan terkenanya
dengue hemorrhagic fever merupakan hal penting. Pada pasien ini diindikasikan untuk
rawat inap dikarenakan pasien ini memerlukan terapi cairan yang agresif melalui
intravena serta monitoring ketat dan karena indikasi low intake atau sulit makan
3. Pendidikan: Menjelaskan kepeda keluarga mengenai kondisi pasien dan penyakit
yang dialami pasien adalah penyakit yang diakibatkan oleh gigitan nyamuk aedes
aegypti

menjelaskan

mengenai

tatalaksanana

yang

akan

dilakukan,

serta

menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi. Memberikan pengetahuan kepada


anggota keluarga lainnya untuk berprilaku hidup sehat dengan metode 3 M, rutin
mengeras bak mandi, menutup penampungan air, serta Mengubur barang bekas. Hal
ini akan membatu intuk membasmi jentik - jentik nyamuk.
4. Konsultasi: Menjelaskan secara rasional Kepada Pasien dan keluarga bahwa pasien
memerlukan Penanganan Intensif Dan memerlukan monitoring mengenai Kondisi

pasien selanjutnya.

Daftar Pustaka
1. Suparyanto. 2011. Definisi Dengue Hemorrhagic fever
2. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: media Aesculapius
3. Ilmu Kesehatan Anak dr. Soetomo. 2008. Dalam Buku Pedoman Diagnosis dan terapi.
Surabaya: FKUA. Hal: 104 - 110
4. World Health Organization. 2008. Dalam Buku Pelayanan kesehatan anak., Derajat
Dengue Hemorrhagic fever. Hal: 163 - 168
5. Darlan Darwis. 2003. Dalam buku Sari Pediatri, Tatalaksana kegawatan Dengue
Hemorrhagic fever. Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 156 162
6. Edi H. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada anak. Sari Pediatri Vol. 10, No.
3, Oktober 2008. Diakses dari: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/10-3-1.pdf. Pada
tanggal: 5 Juni 2015

Anda mungkin juga menyukai