Anda di halaman 1dari 21

METODE REKAYASA PENGOLAHAN AIR LIMBAH MENGANDUNG

MINYAK PELUMAS BEKAS DENGAN PROSES FISIKA DAN KIMIA

Makalah
Ditujukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Rekayasa Limbah B3

Disusun Oleh :
Kelompok 4

Program Studi Diploma IV


Jurusan Kesehatan lingkungan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung
Cimahi
2015

Disusun oleh:

Ahmad Maulana

: P17333113429

Citra Sartika

: P17333113434

Dinda Astrini

: P17333113430

Fitriani

: P17333113438

Maya Widiastuti

: P17333113405

Shara Nur Annisa FA

: P17333113437

Syara Noor Ikhsani

: P17333113410

Vira Juliana

: P17333113413

Yudha Brifan Julian

: P17333113436

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul Metode Rekayasa Pengolahan Air Limbah
Mengandung Minyak Pelumas Bekas dengan Proses Fisika dan Kimia.
Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Rekayasa Limbah
B3. Pada kesempatan ini pula penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada Bpk.
Bambang Yulianto, ST., MT, selaku dosen mata kuliah Rekayasa Limbah B3.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, maka segala kritik dan saran membangun dari para pembaca sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih,
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandung,September 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................3
DAFTAR ISI..............................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................5
1.1

Latar Belakang............................................................................................................5

1.2

Rumusan Masalah......................................................................................................6

1.3

Tujuan.........................................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................7


2.1.

B3 dan Limbah B3.......................................................................................................7

2.2.

Pelumas........................................................................................................................9

2.3.

Refining.......................................................................................................................9

2.4.

Pengelolaan Limbah B3..............................................................................................9

BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................13


3.1 Plate Setler.....................................................................................................................13
3.2 Teknologi penjernihan minyak pelumas........................................................................14
Acid clay treatment...............................................................................................................14
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................19
4.1 Kesimpulan...................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................20

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman, teknologi yang digunakan oleh manusia akan
semakin berkembang pula. Kemajuan teknologi belakangan ini memberikan masalah
yang kompleks terhadap lingkungan, baik terhadap lingkungan hayati maupun lingkungan
nonhayati. Setiap proses produksi selalu menghasilkan sisa-sisa produksi atau limbah.
Limbah yang dihasilkan oleh suatu kegiatan baik industri maupun nonindustri
seringkali kurang mendapat perhatian dalam masalah penanganannya. Limbah pada
dasarnya memerlukan perhatian yang khusus, terutama limbah yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun atau yang lebih dikenal dengan limbah B3. Di Indonesia, masalah
limbah B3 mulai diangkat sebagai masalah dari dampak kemajuan teknologi dan industri
yang berkembang (Azhari, 1998).
Limbah B3 yang semakin meningkat dikhawatirkan menimbulkan dampak yang
lebih luas terhadap kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup. Limbah B3
merupakan ancaman bagi kesehatan dan lingkungan, sehingga memerlukan penanganan
khusus untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya.
Salah satu limbah B3 yang perlu mendapatkan penanganan khusus karena
dihasilkan dalam jumlah yang tinggi pada masyarakat adalah minyak pelumas bekas.
Minyak pelumas bekas dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia seperti perindustrian,
pertambangan, dan perbengkelan. Minyak pelumas bekas termasuk dalam limbah B3
yang mudah terbakar dan meledak sehingga apabila tidak ditangani pengelolaan dan
pembuangannya maka akan membahayakan manusia dan lingkungan (P3KNLH, 2008a).
Minyak pelumas bekas mengandung beberapa logam berat, salah satunya yaitu
Pb (timbal). Kontaminasi logam berat terutama Pb menjadi permasalahan di lingkungan
saat ini. Hal ini terjadi karena keberadaannya di alam, akumulasi dari Pb yang sampai
pada rantai makanan, serta menyebabkan pencemaran pada tanah, air, dan udara
(P3KNLH, 2008b).
Dengan memperhatikan permasalahan di atas maka diperlukan suatu teknologi
lingkungan yang dapat mereduksi zat pencemar yang ditimbulkan oleh minyak pelumas
bekas. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai beberapa metode rekayasa
pengolahan air limbah mengandung minyak pelumas bekas dengan proses fisika dan
kimia, diantaranya dengan metode acid clay treatment dan Plate Settler.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu;
1.1.1. Bagaimana metode pengolahan minyak pelumas bekas menggunakan metode
acid clay treatment
1.1.2. Bagaimanakah pengolahan limbah cair mengandung minyak pelumas dengan
menggunakan plate settler
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu;
1.3.1 Untuk mengetahui metode pengolahan minyak pelumas bekas menggunakan
1.3.2

metode acid clay treatment


Untuk mengetahui Pengolahan Limbah Cair Mengandung minyak pelumas
dengan menggunakan plate settler

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

B3 dan Limbah B3
B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya.
Definisi limbah B3 berdasarkan Pasal 1 Ayat (2) Peraturan Pemerintah No.
18/1999 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan ling-kungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
2.1.1

Jenis dan Sumber Limbah B3


Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :
a) Limbah B3 dari sumber yang tidak spesifik, yaitu limbah B3 yang bukan
berasal dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan
alat, pencucian, pencegahan korosi (inhibitor korosi), pelarutan kerak,
pengemasan, dan lain-lain.
b) Limbah B3 dari sumber spesifik, yaitu sisa proses suatu industri atau
kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah.
c) Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan,
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

2.1.2

Karakteristik Limbah B3
Karakterisik limbah B3 adalah
a) Mudah meledak, yaitu limbah yang apabila pada suhu dan tekanan standar
(25C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau
fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang
dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.
b) Mudah terbakar, adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat yaitu :

(1) limbah yang berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan
atau pada titik nyala tidak lebih dari 60C (140F) akan menyala apabila terjadi
kontak dengan api, percikan api, atau sumber nyala yang lain pada tekanan udara 760
mmHg;
(2) limbah yang bukan merupakan cairan yang pada temperatur dan tekanan standar
(25C dan 760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan,
penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat
menyebabkan kebakaran yang terus menerus dalam 10 detik;
(3) merupakan limbah yang berte-kanan dan mudah terbakar;
(4) merupakan limbah pengoksidasi.
c) Bersifat reaktif, adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat berikut:
(1) limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan
perubahan tanpa peledakan;
(2) limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air;
(3) limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbul-kan
ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan untuk kesehatan manusia dan lingkungan.
d) Beracun, yaitu limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun
untuk manusia maupun lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau
sakit yang serius apabila masuk ke tubuh melalui pernafasan, kulit, atau
mulut.
e) Menyebabkan infeksi, adalah limbah yang berasal dari bagian tubuh
manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena
infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi
kuman penyakit yang dapat menular
.
f) Bersifat korosif, yaitu limbah yang mempunyai salah satu sifat sebagai
berikut:
(1) menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit;

(2) menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020)


dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur
pengujian 55C;
(3) mempunyai pH 2 untuk limbah bersifat asam dan 12,5 untuk yang
bersifat basa.
2.2.

Pelumas
Pelumas (lubricant) atau yang sering disebut oli adalah suatu bahan (biasanya
berbentuk cairan) yang berfungsi untuk mereduksi keausan antara dua permukaan benda
bergerak yang saling bergesekan. Suatu bahan cairan dapat dikategorikan sebagai
pelumas jika mengandung bahan dasar (bisa berupa oil based atau water/glycol based)
dan paket aditif (Anonim, 2007).
2.2.1

Jenis Pelumas
Pelumas dapat dibedakan jenisnya berdasarkan bahan dasar (base oil), bentuk
fisik, dan tujuan penggunaan (Anonim, 2007).

2.2.2

Kontaminan Pelumas
Minyak pelumas bekas memiliki tinggi nilai abu, residu karbon, bahan
asphaltenic, logam, air, dan bahan kotor lainnya yang dihasilkan selama jalannya
pelumasan dalam mesin (Nabil, 2010).

2.3.

Refining
Refining adalah proses membersihkan atau mengeluarkan kotoran, dari suatu zat,
material, atau bentuk, contohnya dari minyak atau logam, gula, dan lain-lain.
Refining dapat pula diartikan sebagai pemurnian kembali limbah minyak,
contohnya minyak pelumas bekas, yang telah dikenakan pengolahan fisik dan kimia yang
bertujuan memulihkan sifat minyak dasar atau dengan aditif pada proses akhirnya.

2.4.

Pengelolaan Limbah B3
1. Pewadahan
Pewadahan limbah B3 bengkel yang ada di lapangan masih belum sesuai dengan
Keputusan Kepala Bapedal No.1 tahun 1995. Dimana untuk ketentuan umum
kemasan yang digunakan yaitu harus kuat, tahan lama, tidak bocor dan tidak mudah
berkarat. Selain itu kemasan yang digunakan harus tertutup untuk menghindari

terjadinya paparan limbah B3 ke udara. Untuk penggunaan wadah yang ada di


lapangan dapat dilihat pada gambar.1.

Gambar.1 Wadah oli, onderdil terkontaminasi oli dan botol bekas oli
Keadaan di lapangan untuk pewadahan hanya dilakukan untuk oli bekas, onderdil
terkontaminasi dan botol bekas oli. Sedangkan untuk majun dan aki bekas tidak ada
pewadahan khusus. Hal tersebut sangatlah tidak dianjurkan karena untuk limbah B3
haruslah memiliki wadah khusus yang berguna untuk mengamankan limbah B3
tersebut dan lingkungan sekitarnya. Selain itu untuk wadah limbah B3 harus
dilengkapi dengan symbol dan label yang sesuai dengan karakteristik limbah B3
tersebut.
2. Penyimpanan
Untuk penyimpanan limbah B3 yang ada di bengkel masih belum sesuai dengan Kep.
Bapedal no.1 tahun 1995 tentang tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan dan
pengumpulan limbah B3. Untuk penyimpanan limbah B3 yang berada di luar bengkel
tidak memiliki bangunan khusus penyimpanan, namun hanya diletakkan begitu saja di
luar bengkel. Sehingga hampir semua drum oli bekas maupun tandon yang terletak di
luar bengkel bercampur dengan air hujan.
3. Pengangkutan
Pengangkutan ini dilakukan untuk mengirimkan semua limbah B3 yang dihasilkan
oleh bengkel ke pihak pengelola atau pemanfaat limbah B3 bengkel tersebut.
Pengangkutan limbah B3 ini harus memperhatikan kondisi kendaraan pengangkut
maupun kemasan dari limbah B3 bengkel yang benar benar aman untuk proses
pengangkutan. Namun untuk kenyataan di lapangan proses pengangkutan ini
dilakukan hanya untuk limbah B3 yang bernilai ekonomis saja, sedangkan untuk
limbah B3 yang tidak bernilai ekonomis seperti majun atau sisa onderdil yang tidak
dapat dijual akan dibuang ke tempat sampah. Pengangkutan ini biasanya dilakukan
10

oleh pihak pengolah atau pemanfaat limbah B3 bengkel tersebut yang langsung
datang ke bengkel. Limbah B3 yang biasa diangkut adalah oli bekas, botol bekas dan
onderdil yang memiliki nilai ekonomis. Pengangkutan ini menggunakan pick up
terbuka dan tidak ada pengaman untuk menghindari guncangan pada drum drum
yang diangkut. Kendaraan yang digunakan tidak sesuai dengan standar pengangkutan
limbah B3 yang aman dan sangat beresiko terjadinya guncangan dan tergulingnya
drum drum yang ada di pick up tersebut.
4. Analisa Rancangan Pengelolaan Limbah B3 Bengkel di Sumber
Pengelolaan limbah B3 ini berguna untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran
atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 bengkel.
a. Reduksi
Reduksi dilakukan untuk mengurangi jumlah timbulan limbah B3 bengkel dan
mengurangi sifat bahaya dari racun yang dapat dilakukan. Usaha reduksi untuk
limbah B3 bengkel yaitu :

Menggunakan kembali onderdil onderdil bekas yang masih dapat digunakan


kembali.

Menerapkan sistem K3 untuk menghindari terjadinya ceceran pelumas atau


bahan bakar dari motor sehingga mengurangi penggunaan majun yang
terkontaminasi.

Menggunakan kembali majun yang masih belum terlalu kotor

b. Pewadahan dan label


Pewadahan yang digunakan untuk limbah B3 bengkel yang sesuai dengan kategori
limbah yang ada di bengkel yaitu mudah terbakar dan korosif adalah wadah yang
memenuhi kriteri umum sebagai berikut :

limbah yang memiliki karakteristik yang berbeda tidak boleh disimpan dalam
satu kemasan untuk menghindari terjadinya pencampuran dari 2 sifat limbah
B3 yang berbeda yang dapat mengakibatkan reaksi yang tidak diinginkan.

Kemasan limbah B3 harus terbuat dari bahan yang sesuai dengan karakteristik
limbah B3 tersebut, tahan lama, tidak mudah berkarat, dan tidak bocor.
Kemasan harus diganti apabila terdapat kerusakan atau kebocoran pada
kemasan.
11

Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan pada saat
dilakukan pemindahan atau pengangkutan.

c. Pengangkutan
Pengangkutan ini dilakukan untuk mengirim limbah B3 bengkel ke pihak
pengolah atau pemanfaat. Pada Peraturan Pemerintah no.18 tahun 1999 dijelaskan
bahwa pengangkut bisa dilakukan oleh penghasil limbah, namun untuk limbah B3
bengkel ini sebaiknya dilakukan oleh pihak pengolah atau pemanfaat limbah B3
bengkel tersebut. Pengangkutan harus disertai dengan manifest yang dimiliki oleh
pihak pengangkut. Kendaraan pengangkut yang digunakan harus tahan lama, kuat
dan mampu melindungi limbah B3 yang akan diangkut. Selanjutnya pengangkutan
ini akan dibawa ke pihak pemanfaat atau pengolah limbah yang akan dibahas pada
sub bab selanjutnya. Hal lain yang harus diperhatikan dalam pengangkutan limbah
B3 adalah rute pengangkutan yang harus memperhatikan peraturan yang berlaku.
Apabila peraturan mengenai trayek tidak ada maka pengangkut limbah B3
sebaiknya memilih jalan arteri yang jauh dari pemukiman guna menghindari
terjadinya bahaya yang tidak diinginkan (Trihadiningrum, 2000).

12

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Plate Setler
Kegiatan pencucian kendaraan bermotor saat ini kian meningkat dengan
semakin banyaknya penggunaan kendaraan bermotor, terutama di kota-kota besar.
Kedinamisan aktivitas warga kota menambah pula manfaat pencucian kendaraan
bermotor dari sisi kepraktisannya. Selain memberi manfaat, keberadaan kegiatan
pencucian kendaraan bermotor juga menghasilkan limbah cair dari hasil pencucian.
Limbah tersebut kerap mengandung minyak pelumas yang menempel pada mesinmesin kendaraan bermotor lalu terbawa dengan air pada saat pencucian. Air limbah
pencucian kendaraan bermotor memiliki konsentrasi minyak pelumas dengan kisaran
antara 86 159 mg/L menurut beberapa hasil pengukuran karakteristik air limbah dari
pencucian kendaraan bermotor.
Keberadaan limbah yang mengandung minyak pelumas tersebut, apabila tidak
disertai dengan pengelolaan yang tepat, dapat menimbulkan permasalahan apabila
terpapar ke lingkungan. Minyak yang meresap ke dalam tanah dapat menyebabkan
tertutupnya

suplai

oksigen

dan

meracuni

mikroorganisme

tanah

sehingga

mengakibatkan kematian mikroorganisme tersebut. Tumpahan minyak di lingkungan


juga dapat mencemari tanah dan perairan hingga ke daerah sub-surface dan lapisan
aquifer air tanah. Salah satu cara untuk mengolah limbah yang mengandung minyak
pelumas yakni dengan cara pemisahan menggunakan gravity separator. Metode
pemisahan dengan gravitasi umumnya dijumpai pada prinsip pengendapan dengan
bak sedimentasi.
Susunan keping sejajar yang disebut plate settler umumnya digunakan tanpa
membutuhkan lahan yang terlalu luas karena dapat menghasilkan luas area
pengendapan sampai 1/6 dari yang dihasilkan bak sedimentasi konvensional. Plate
settler memiliki fungsi untuk meningkatkan penghilangan padatan sehingga jarak
pengendapan ke dasar bak menjadi berkurang. Sebagai akibatnya, surface loading rate
menjadi berkurang. Surface loading rate yang bernilai kecil mengindikasikan bahwa
partikel dengan ukuran yang kecil dapat terendapkan, artinya partikel yang berukuran
besar pasti juga dapat terendapkan. Prinsip gravitasi ini juga digunakan pada prinsip
flotasi untuk mengolah air limbah yang mengandung minyak. Pada bak separator
13

dengan plate settler, diharapkan kecepatan pemisahan partikel minyak menuju plate
settler menjadi kecil sehingga partikel minyak berukuran kecil dalam air dapat
terpisahkan. Ketika melewati plate settler sebagai penghalang, partikel minyak juga
akan menempuh jarak yang lebih lama daripada ketika pada bak separator
konvensional serta kehilangan energi geraknya ditambah adanya perbedaan berat jenis
minyak dan air sehingga pertikel minyak terdesak untuk terangkat ke permukaan air.
Penelitian ini mengkaji penggunaan plate settler berbentuk lempengan yang
diaplikasikan pada oil separator dengan berbagai variasi sudut kemiringan plate
settler. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menentukan efisiensi pemisahan
minyak pelumas pada oil separator dengan menggunakan plate settler berdasarkan
konsentrasi minyak pelumas dalam air dan variasi sudut kemiringan plate.
3.2 Teknologi penjernihan minyak pelumas
Acid clay treatment
Oli bekas dilewatkan dalam suatu suatu filter untuk memisahkan partikel-partikel
yang besar dari oli bekas. Kemudian oli dilewatkan dalam filter magnit yang dapat
menghilangkan partikel-partikel logam. Selanjutnya oli bekas dimasukkan dalam suatu
reaktor untuk memisahkan gas dan air dari oli bekas. Setelah oli terpisah dari air kemudian
oli masuk dalam tahap pengasaman yaitu oli bekas dicuci dengan asam sulfat pekat,
manakala terjadi pemisahan antara tar (sludge) dan oli bagian atas oli yang mulai jernih
ditransfer ke treatment lempung (clay).
Pada tahap ini lempung (clay) digunakan untuk memudarkan warna minyak dan
menghilangkan kelebihan asam selain itu juga untuk menyerap partikel-partikel karbon yang
ada dalam minyak, kemudian oli dipompa dilewatkan dalam filter pres yang hasilnya
merupakan base oli yang telah jernih dan dapat digunakan untuk produksi minyak mesin,
minyak transmisi, minyak industri serta stempet. Penambahan asam sulfat dimaksudkan
untuk menghilangkan kotoran yang berupa hasil oksidasi pada temperatur tinggi, hasil
cracking dan senyawa aroamtis lainnya. Kotoran tersebut akan bereaksi dengan asam sulfat
dan membentuk lumpur (sludge) di bagian bawah. Sisa asam dan kotoran akan diserap pada
clay treatment pada proses berikutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi acid tretment :
1. Jumlah asam sulfat yang dipakai Pemakaian asam sulfat harus sesuai dengan
kebutuhan. Semakin banyak asam sulfat yang dipakai semakin banyak pula senyawa
aromatis dan hydrokarbon tak jenuh yang dihilangkan.
14

2. Konsentrasi asam sulfat Untuk minyak lumas bekas dipakai asam sulfat pekat dengan
kadar kosentrasi 96 % teknis.
3. Temperatur Untuk minyak pelumas bekas suhu operasi pengendapan sekitar 43 82 o
C. apabila suhu rendah settling akan lama, tetapi bila suhu tinggi akan menimbulkan
warna lebih gelap.
4. Waktu kontak Untuk mencari waktu kontak yang baik harus diketahui ukuran dispersi
dari sludge dan waktu yang diperlukan untuk memisahkan sludge dari minyak. Untuk
minyak pelumas diperluakan waktu 10 menit, jika dilakukan dengan proses kontinyu.
Bila dilakukan dengan secara batch disertai dengan pengadukan waktu yang
dibutuhkan + 90 menit.
Diagram Alir Proses Acid Clay

15

16

17

18

19

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
- Metode Acid Clay Treatment dilakukan bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik
dalam penurunan logam berat timbal (Pb) pada pengolahan minyak pelumas bekas
dengan metode Acid Clay Treatment dan untuk mengkaji penurunan kadar Pb yang
terkandung pada minyak pelumas bekas. Adsorben yang digunakan adalah kaolin
yang telah diaktivasi dengan asam sulfat. Pengolahan minyak pelumas bekas ini
menggunakan tiga variasi, yaitu variasi konsentrasi adsorben, variasi waktu kontak,
dan variasi tingkat keasaman (pH).
-

Metode lain dalam mengolah limbah yang mengandung minyak pelumas adalah
dengan pemisahan menggunakan gravity separator yang memanfaatkan plate settler.
Sudut kemiringan 60 dan konsentrasi minyak pelumas dalam influent 150 mg/L
memberikan efisiensi tertinggi, yakni 84,93%. Sudut 60 berdasarkan hasil penelitian
diketahui pula merupakan sudut yang paling optimum untuk proses pemisahan
minyak pelumas dengan air.
-

20

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Pengertian Pelumas. http://www.lumasmultisarana.com. Diakses tanggal 22
September 2015.
Azhari, Titien S. R. 1998. "Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)".
AKSIAL, Jurnal Teknologi, sains, Humaniora, dan Pengajarannya. Nomor 4 Tahun I
Edisi Oktober 1998.
Nabil M., dkk. 2010. "Waste Lubricating Oil Treatment by Adsorption Process Using
Different Adsorbents". Journal World Academy of Science, Engineering and
Technology. 62.
P3KNLH (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Negara Lingkungan Hidup). 2008a.
Modul Diklat Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Dampak Umum
Limbah Bahan Berbahaya Beracun Terhadap Lingkungan dan Kesehatan Manusia.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup.
P3KNLH. 2008b. Modul Diklat Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
Identifikasi Jenis dan Karakteristik Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta:
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Pratiwi, Yuzana. 2013. Pengolahan Minyak Pelumas Bekas Menggunakan Metode Acid Clay
Treatment. JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 JUNI 2013.
Diakses tanggal 22 September 2015.

21

Anda mungkin juga menyukai