Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I.1.
Jawa Barat. Lapangan ini membentang pada deretan pegunungan api Rakutak-Guntur dan
terletak 1500 m di atas permukaan
dengan tipe sistem dominasi uap. Bentuk manifestasi panas bumi di permukaan yang
ada di lapangan ini terdiri dari kolam air panas, kubangan lumpur panas, tanah beruap dan
mata air panas yang tersebar di area Kamojang.
Secara geologi lapangan Kamojang memiliki 7 litologi (satuan batuan) dengan
urutan dari tua ke muda yaitu [1] :
a. Satuan batuan gunung Cibatuipis (hornblande andesite lava)
b. Satuan batuan gunung Pangkalan ( Labradorite lava dan tuff)
c. Satuan batuan gunung Gandapura (pyroxene andesite lava dan tuff)
d. Satuan batuan gunung Kancing (pyroclastic deposits dan basaltic andesite lava)
e. Satuan batuan gunung Masigit ( basaltic andesite lava)
f. Satuan batuan gunung Gajah ( basaltic andesite lava)
g. Satuan batuan gunung Guntur (pyroxene andesite lava)
Berdasarkan data litologi di atas, diketahui bahwa sebagian besar batuan di lapangan
Kamojang merupakan jenis batuan andesit. Batuan ini memiliki kandungan
18
O sekitar +6,5
18
, Komposisi ini cukup rendah bila dibandingkan dengan komposisi O dari jenis
batuan lain, seperti batuan karbonat dengan
18
kandungan O sekitar +20 hingga +30 dan mineral kuarsa dengan
18
kandungan O sekitar +9,0 hingga +10 [2]. Peta geologi lapangan
Gambar 1.1 A. Peta geologi lapangan panas bumi Kamojang; B. Area Kamojang
(blok warna merah muda) [
I.2.
Latar Belakang
Lapangan Kamojang adalah lapangan panas bumi pertama di Indonesia. Lapangan
ini mulai beroperasi secara komersial tahun 1983. Uap kering diproduksi dari reservoir
sebesar 1100 ton/jam atau setara dengan 200 MWe (Laporan Harian Fungsi Produksi PT
Pertamina Geothermal Energy area Kamojang, 2013.Tidak dipublikasikan).
18
bumi yang berfungsi sebagai perunut untuk mengetahui asal-usul fluida hidrotermal dan
hubungan interkoneksi antara sumur reinjeksi dan sumur produksi. Selain itu, dapat juga
diaplikasikan untuk mengetahui nilai
18
18
O) dan evaluasi
lapangan uap di lapangan panas bumi yakni mengatur strategi produksi uap,
sehingga uap dapat diperoleh secara berkesinambungan dari reservoir dan dapat dimanfaatkan
untuk pembangkitan energi listrik, dimana fluida reservoir yang diproduksi dikembalikan
melalui sumur reinjeksi sebagai upaya meminimalkan efek polutif produksi fluida panas bumi
serta
menjaga
kesetimbangan
massa
dalam
reservoir.
Salah
satu
upaya dalam
penyusunan strategi manajemen lapangan uap adalah dengan pengumpulan data, meliputi
data geologi, geofisika, geokimia dan data sumur. Seluruh data yang diperoleh akan
digunakan untuk mengetahui perubahan karakteristik reservoir yang mungkin terjadi akibat
eksploitasi, yang selanjutnya akan diolah dalam rangka penyusunan strategi manajemen
lapangan uap di lapangan panas bumi Kamojang.
Evaluasi fluida di lapangan panas bumi merupakan salah satu strategi untuk mendeteksi
perubahan
karakteristik
reservoir
yang
terjadi
selama
Lapangan Kamojang merupakan lapangan panas bumi yang berasosiasi dengan sistem
vulkanisme, sehingga mempunyai probabilitas tinggi untuk mengalami intervensi air
magmatik dalam jumlah yang signifikan. Keberadaan air magmatik dengan proporsi yang
cukup tinggi dalam sistem hidrotermal sangat dihindari karena meningkatkan laju korosi pada
fasilitas produksi. Hal ini akan membuat pengembangan suatu lapangan panas bumi tidak
ekonomis. Oleh karena itu, penting dilakukan evaluasi mengenai asal usul fluida hidrotermal
di lapangan Kamojang.
Interaksi antara air dan batuan merupakan salah satu parameter penting yang akan
menentukan komposisi akhir fluida dan batuan penyusun reservoir di suatu area panas bumi.
Untuk mengetahui kondisi reservoir lapangan Kamojang setelah
30 tahun lebih dieksploitasi ditinjau dari komposisi isotop batuan penyusun reservoir dapat
digunakan metode isotop stabil. Melalui metode ini dapat diperoleh nilai
18
O-shift
sebagai indikator terjadinya interaksi antara air dan batuan serta hubungannya dengan
nilai w/r (water/rock ratio). Nilai w/r adalah perbandingan jumlah persentase atom oksigen
yang terkandung dalam air dan batuan yang mengalami proses pertukaran dalam interaksi air
dan batuan di reservoir.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh R. Simatupang (1993), penurunan
produksi rata-rata lapangan panas bumi Kamojang adalah sekitar 3-4
%/tahun, sedangkan dari data EPT Kamojang (2000), diketahui penurunan produksi ratarata lapangan panas bumi Kamojang adalah sekitar 6-7 %/tahun. Untuk mendukung pasokan
uap ke PLTP, diperlukan usaha pengelolaan reservoir yang baik guna menjaga keseimbangan
massa dalam reservoir. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan penataan sistem
reinjeksi yang tepat sasaran. Yang dimaksud dengan reinjeksi di lapangan panas bumi
yaitu mengembalikan sebagian atau semua air yang diproduksi dari reservoir ke dalam sistem
setelah energi panas diekstrak dari air tersebut. Untuk memantau pengaruh air reinjeksi
terhadap produksi uap dapat dilakukan melalui monitoring isotop stabil oksigen-
18 dan deuterium guna mengetahui hubungan interkoneksi antara sumur reinjeksi dan sumur
produksi serta menentukan nilai mass recovery air renjeksi yang muncul di sumur
produksi. Informasi yang diperoleh akan digunakan dalam rangka evaluasi sistem
reinjeksi di lapangan Kamojang.
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis kandungan isotop oksigen-18 dan
deuterium yang terkandung dalam sampel air yang terdiri dari kondensat sumur
produksi, air reinjeksi dan beberapa mata air dingin di sekitar lapangan panas bumi
Kamojang, Jawa Barat.
Sistem hidrothermal berdasarkan siklus pembentukannya dibagi menjadi dua tipe (Ellis dan
Mahon,1977), yaitu sistem berputar (cyclic system) dan sistem tersimpan (storage system). Sistem
berputar (cyclic system), dimulai dari masuknya air (permukaan) terpanaskan oleh sumber panas di
dalam berupa magma lalu muncul kembali ke permukaan sebagai akibat gravitasi sehingga
memungkinkan adanya gejala artesis. Pada sistem ini terdapat lapisan batuan dengan permeabilitas
yang baik sehingga. memungkinkan sistem ini terus berputar. Sedangkan pada sistem tersimpan
(storage system), air akan tersimpan dalam akuifer
menunjukkan gejala apapun di permukaan. Pada sistem tertutup terdapat lapisan batuan yang
impermeabel sebagai lapisan penutup. Pembentukan sistem berputar antara lain membutuhkan:
1.
2.
3.
4.
air terpanaskan,
5. terdapatjalur air untuk naik ke permukaan.
Berdasarkan aktivitas volkanik, sistem berputar dibagi menjadi:
1. sistem temperatur tinggi yang berasosiasi dengan volkanisme resen,
2. sistem temperatur tinggi zona nonvolcanicpada aktivitas tektonik Kenozoik, dan,
3. sistem air hangat dekat zona aliran panas normal.
Daerah penelitian memiliki sistem panasbumi berputar (cyclic system) yang ditandai oleh hadirnya
manifestasi permukaanberupa mata air panas sebagai akibat aktivitas volkanik resen dengan
temperatur tinggi
mineral tertentu seperti mineral lempung yang sensitif terhadap pengaruh temperatur ataupun
proses
kimia.
Hasil analisis berupa grafik posisi derajat dua theta terhadap intensitas dan
Pada kedalaman 1091-1094 mKU, mineral yang hadir yaitu: kuarsa, klorit, anhidrit,
urat ataupun rongga (vug). Pada proses ini, tipe dan intensitas alterasi hidrothermal yang sedang
berlangsung dapat merefleksikan lingkungan baru bagi batuan reservoir.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi alterasi hidrothermal (Browne, 1989) yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Temperatur dan perbedaan temperatur antara host rock dan fluida yang hadir
Komposisi kimiawi fluida
Konsentrasi fluida hidrohermal
Komposisi host rock
Kinetika reaksi atau tingkat alterasi/ pengendapan mineral
Lamanya (durasi) interaksi antara fluida dan batuan
Permeabilitas
Terdapat dua tipe alterasi hidrothermal yang mempengarui tipe fluida pada sistem
panasbumi volkanik, yaitu tipe asam sulfat dan tipe adularia-serisit (Henley & Ellis, 1983, dan
Heald, et. al., 1987, op. cit., Wohletz & Heiken, 1992). Daerah penelitian memiliki tipe
alterasi adularia-serisit yang terbentuk pada kondisi rezim aliran tinggi pada level lebih dalam
dan lebih dekat dengan sumber panas yang dicirikan oleh kondisi pH netral dan tipe air alkali
klorida. Sedangkan tipe asam sulfat biasanya berada pada bagian paling atas tubuh gunungapi atau
sepanjang rekahan rim kaldera purba Pangkalan.
Stabilitas mineral hidrothermal dinyatakan dalam fungsi temperatur terhadap pH fluida,
dimana konsentrasi dan rasio unsur fluida serta tekanan dianggap konstan (Gambar 4.2). Corbett dan
Leach (1998) membagi kelompok mineral berdasarkan tipe alterasinya menjadi enam grup mineral
sebagai berikut:
Grup Silika
Merupakan grup mineral yang paling stabil pada fluida dengan pH rendah (biasanya <2)
yang biasanya berasosiasi dengan sedikit fasa titanium-iron, seperti rutile. Dibawah
kondisi asam yang ekstrim, opaline silika, kristobalit, dan tridimit akan bertemu di
permukaan di atas level sistem hidrothermal klorida, atau pada temperatur <1000C
(Leach, et. al., 1985). Pada pH fluida yang lebih tinggi, silika amorf akan terbentuk pada
temperatur <1000C. Kuarsa hampir selalu hadir pada temperatur lebih tinggi, sedangkan
kalsedon hadir pada temperatur menengah (100-2000C), khususnya pada kondisi
pengendapa
relatif
cepat.
Perbedaan
tipe
fasa
silika
dipengaruhi
kinetika
pengendapannya, contohnya silika amorf yang terbentuk pada temperatur >2000C pada
Pada kondisi fluida dengan pH >2, mineral alunit akan terbentuk bersama mineral
silika pada kisaran temperatur yang panjang (Stoffregen, 1987, op. cit., Leach, 1994).
Kehadiran alunit berasosiasi dengan andalusit pada temperatur tinggi (biasanya >3504000C). Lingkungan pembentukan mineral alunit dibagi berdasarkan bentuk kristalnya
(Rye, et. al., 1992, op. cit., Leach, 1994), yaitu: 1. steam-heated alunite, 2. supergene
tinggi.
Grup Kalk-Silikat
Mineral grup kalk-silikat terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral-alkalin. Zeolitklorit-karbonat terbentuk pada kondisi dingin, dan pembentukan epidot yang diikuti
amfibol sekunder (aktinolit) terbentuk secara progresif pada temperatur lebih tinggi.
Zeolit merupakan mineral yang sensitif terhadap temperatur, dan hydrous zeolite hadir
mendominasi pada kondisi dingin (<150-2000C), sedangkan hydrated zeolite seperti
laumontit (150-2000C) dan wairakit (200-3000C) hadir secara progresif pada level
lebih dalam dan temperatur lebih tinggi pada sistem hidrothermal. Mineral epidot hadir
sebagai butiran awal kristal pada temperatur sekitar 180-2200C, dan mengkristal lebih
sempurna pada temperatur lebih tinggi (>220-2500C). Amfibol sekunder (biasanya
aktinolit) hadir pada sistem hidrothermal aktif dan stabil pada temperatur >2803000C.
Biotit
hadir mendominasi pada tubuh intrusi porfiri. Pada sistem aktif, biotit
hadir.
Zona Filik
Mineral pada zona filik terbentuk pada kondisi pH sekitar 4-6 dan temperatur lebih tinggi
(>200-2500C). Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral serisit (atau muskovit), dan pada
temperatur tinggi kadang hadir pirofilit-andalusit, dan kadang hadir mineral klorit.
Zona Propilitik
Mineral pada zona propilitik terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral- alkalin dan
temperatur rendah-tinggi. Pada temperatur rendah (<200-2500C) disebut sebagai zona
sub-propilitik, dicirikan oleh
temperatur lebih tinggi (>280-3000C) disebut sebagai zona propilitik dalam (inner
proyllitic zone), dicirikan oleh kehadiran mineral amfibol sekunder (biasanya aktinolit).
Sedangkan mineral yang umumnya hadir pada semua zona propilitik yaitu albit atau K
felspar sekunder.
Zona Potasik
Mineral pada zona potasik terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral- alkalin dan
temperatur tinggi (>300-3500C). Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral biotit, Kfelspar, magnetit, aktinolit, klinopiroksen. Pada kondisi yang sama, mineralogi skarn
dapat terbentuk jika batuan asal (host rock) berupa sedimen
karbonatan yang akan membentuk zona mineral kalk-silikat
seperti
garnet,
telah mengalami alterasi (perubahan) dan dapat diukur secara kuantitatif (Browne, 1989).
Intensitas alterasi dapat dilihat berdasarkan perhitungan rasio
persentase
mineral
Kondisi Batuan
0.01-0.25
0.25-0.50
0.50-0.75
0.75-1
Zona Kuarsa-Epidot-Klorit
Zona kuarsa-epidot-klorit hadir pada interval kedalaman 1100-1611,6 mKU sebagai
ubahan pada litologi berupa andesit, breksi andesit, andesit-basaltik, dan tuff. Mengacu
pada Corbett dan Leach (1998), zona ini sebanding dengan zona alterasi propilitik. Zona
ini dicirikan oleh kehadiran mineral kuarsa yang melimpah, epidot, dan klorit, sedangkan
mineral lain yang hadir sedikit berupa adularia. Mineral kuarsa hadir pada zona ini
dan
semakin
bertambah
kondisi fluida dengan pH netral, pada temperatur sekitar 150-3300C. Kuarsa hadir
mengisi rekahan sebagai urat dan sebagai ubahan pada massadasar. Epidot hadir mulai
kedalaman 1100 mKU dan dijadikan sebagai batas dari zona ini. Epidot terbentuk pada
kondisi fluida dengan pH netral pada temperatur 230-3000C. Epidot hadir sebagai
mKU),
kemungkinan
akibat
hadirnya
kedalaman
1611-
panas yang langsung mengisi rekahan dan mengalami presipitasi mineral. Kehadiran
epidot pada massadasar ini menjadi penciri hadirnya fasa uap dengan temperatur tinggi
pada interval kedalaman 110-1611,6 mKU yang juga berperan sebagai zona reservoir
dalam sistem panasbumi sumur KMJ-X.
Klorit terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral dan temperatur >1200C, hadir pada
interval kedalaman 1100-1202 mKU. Klorit hadir sebagai ubahan pada massadasar berupa
replacement mineral plagioklas. Sebagian klorit juga hadir mengisi rongga dan
mengalami presipitasi. Adularia hadir sedikit pada interval kedalaman 1611-1611,6 mKU,
mengsisi rekahan sebagai urat bersama kuarsa, dan epidot. Adularia terbentuk pada
kondisi fluida dengan pH mendekati netral-alkalin dan temperatur >1800C. Kehadiran
adularia dapat dijadikan sebagai indikator masuknya sistem panasbumi pada level boiling
zone, dan kehadirannya mengisi rekahan berasosiasi dengan permeabilitas yang baik.
Zona Kuarsa-Serisit-Kalsit
Zona kuarsa-serisit-kalsit hadir pada interval kedalaman 1000-1100 mKU sebagai
ubahan pada litologi berupa andesit-basaltik, breksi andesit, dan tuff. Mengacu pada
Corbett dan leach (1998), zona ini sebanding dengan zona alterasi filik. Zona ini dicirikan
oleh kehadiran mineral kuarsa dan serisit yang dominan, kalsit, serta sedikit mineral illit
yang hanya dapat diidentifikasi melalui analisis X-RD. Mineral kuarsa hadir paling
banyak pada zona ini atau disebut juga mengalami silisifikasi. Kuarsa hadir baik sebagai
pengisi rekahan sebagai urat, maupun sebagai replacement massadasar plagioklas.
Serisit terbentuk pada kondisi fluida dengan pH mendekati netral-asam dan temperatur
>2600C. Serisit hadir sebagai ubahan pada massadasar plagioklas dan juga pada fenokris
mineral primer.
Kalsit dapat terbentuk pada berbagai rentang temperatur, pada kondisi fluida dengan pH
netral. Kalsit hadir sebagai ubahan menggantikan plagioklas.
Zona Kaolin-Smektit-Kuarsa
Zona kaolin-smektit-kuarsa hadir pada interval kedalaman 185-1000 mKU sebagai
ubahan pada litologi berupa andeit, andesit-basaltik, breksi andesit, dan tuff. Mengacu
pada Corbett dan leach (1998), zona ini sebanding dengan zona alterasi argilik.
Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral lempung yang dominan berupa kaolin dan
smektit,
serta
kuarsa
yang
hadir
semakin
bertambah
seiring
bertambahnya
kedalaman. Kaolin terbentuk pada kondisi fluida dengan pH 4 dan temperatur <1502500C. Mineral kaolin dan smektit yang termasuk ke dalam grup illit-kaolin hadir
bersamaan dan dapat ditemukan secara megaskopis (berupa mineral lempung berwarna
putih) dan melalui hasil analisis X-RD. Mineral lempung ini hanya dapat hadir pada
kedalaman yang relatif dangkal, karena semakin bertambahnya kedalaman dan temperatur
maka mineral lempung tersebut akan berubah menjadi illit dan/ atau serisit yang hadir
pada zona alterasi sebanding zona filik.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan berbagai metode, diperoleh nilai
persentase mineral sekunder yang bervariasi pada sumur KMJ-X dan menunjukkan intensitas lemah
sampai sangat kuat (tabel 4.2).
KEDALAM
LITOLOGI
PERSENTA
AN
300
400
500
600
700
800
900
100
110
0
120
0
160
0
Breksi Andesit
Andesit-Basaltik
Andes
Breksi
it Andesit
Andes
Breksi
it Andesit
Breksi Andesit
Andesit-Basaltik
Breksi Andesit
Breksi Andesit
Andes
SE
5-9
81418
1020
1515
2218
2255
2055
1524
2820
581
INTENSITAS
ALTERASI
Lema
Lema
h
Lema
h
Lema
h
Lema
h
Lemah-Kuat
h
Lemah-Kuat
Lema
Lema
h
Sedang-Sangat
Kuat
h
Lemah-Sedang
0
it
50
Tabel 4.2 Persentase mineral ubahan sumur KMJ-X (hasil analisis mikroskopis dan
megaskopis)
IV.4 Temperatur Sumur KMJ-X
Penentuan temperatur bawah permukaan diperoleh dari kisaran temperatur pembentukan
mineral sekunder, data inklusi fluida untuk menentukan temperatur uap dalam zona
reservoir, dan pengukuran temperatur sumur pada kondisi mulai memanas (heating up).
4.4.1 Kisaran Temperatur Zona Alterasi
Kehadiran mineral sekunder pada tiap zona alterasi dapat dijadikan dasar penentuan
temperatur purba saat pembentukan batuan. Kisaran temperatur zona alterasi ditentukan
berdasarkan temperatur pembentukan mineral spesifik yang memberikan kisaran yang
pendek.
Zona Kuarsa-Epidot-Klorit
Berdasarkan kehadiran mineral sekundernya, zona ini memberikan kisaran temperatur
pembentukan yang ditunjukkan oleh mineral spesifik berupa epidot yang terbentuk pada
temperatur >200-3000C.
Zona Kuarsa-Serisit-Kalsit
Berdasarkan kehadiran mineral sekundernya, zona ini memberikan kisaran temperatur
pembentukan yang ditunjukkan oleh mineral spesifik berupa serisit yang terbentuk pada
temperatur >2600C.
Zona Kaolin-Smektit-Kuarsa
Berdasarkan kehadiran mineral sekundernya, zona ini memberikan kisaran temperatur
pembentukan yang ditunjukkan oleh mineral spesifik berupa kaolin dan smektit yang
terbentuk pada temperatur <100-2500C.
Inklusi fluida terjadi sebagai akibat kerusakan di dalam kristal yang terjadi
selama pembentukan maupun setelahnya yang terisi fluida baik dalam fasa gas maupun
cair. Gelembung gas didalam kebanyakan inklusi fluida terbentuk akibat perbedaan
koefisien penyusutan dari cairan dan mineral yang mengelilinginya selama masa
pendinginan dari suhu yang lebih tinggi pada saat terjadinya inklusi (Tt: temperature of
trapping) dan temperatur pada saat dilakukan observasi. Dengan teknik pemanasan,
gelembung gas tersebut akan hilang apabila mencapai suhu tertentu yaitu suhu saat
menghilangnya gelembung yang disebut sebagai suhu homogenisasi (Th: temperature of
homogenization) yang dianggap sebagai Tt. Suatu teknik pendinginan dapat
dilakukan terhadap inklusi cair sampai terjadinya fasa padat (Tf: temperature of freezing),
dilanjutkan dengan pemanasan kembali sampai seluruh es mencair dan mencapai suhu
peleburan (Tm: temperature of melting). Hasil pengukuran Tm dari inklusi fluida
memberikan informasi mengenai salinitas saat pembentukan mineral tempat fluida
tersebut terperangkap. Dengan diketahuinya Th, Tf, dan Tm maka akan didapat banyak
informasi dari lingkungan fisik dan maupun kimiawi di dalam kristal induknya. Mineral
yang dapat dianalisis antara lain kuarsa, anhidrit, karbonat, sfalerit, barit, fluorit, dan
adularia.
Analisis inklusi fluida sumur KMJ- X dilakukan pada satu conto serbuk bor (cutting)
pada interval kedalaman 1064-1067 mKU dan dua conto batu inti (core) pada kedalaman
1611.5 mKU. Pada kedua conto batu inti tidak dijumpai inklusi fluida baik pada urat
maupun batuan induk (host rock), sedangkan pada conto serbuk bor terdapat inklusi fluida
pada urat kuarsa, terdistribusi sangat jarang, dan berukuran sangat halus (<3 mikrometer).
Hasil analisis disajikan dalam bentuk histogram temperatur terhadap
frekuensi (histogram terlampir). Inklusi fluida disusun oleh satu fasa baik uap maupun air
dengan Th sebesar 2250C dan nilail salinitas 4.1% wt NaCL.
Gambar 4.3 Perbandingan temperatur purba dan temperatur pengukuran sumur KMJ-X
2007 (Tabel 1). Jumlah stasiun dalam setiap pengukuran sebanyak 62 stasiun.
Pengambilan Data
Keterangan
kemarau
II
III
Distribusi
penghujan
kemarau
dari
titik-titik
ukur
gayaberat ditunjukkan pada Gambar 5. Daerah fokus penelitian, yaitu pusat produksi uap Kamojang
ditunjukkan dengan area yang dibatasi garis putus-putus putih (Gambar 5).
faktor-
faktor luar seperti tidal, drift, pergerakan vertikal dan perubahan muka airtanah (MAT) agar peta anomali yang didapat hanyalah berasal dari dinamika
reservoir saja.
oleh anomali
negatif. Anomali negatif kecil sampai mendekati nol ada pada sebelah Tengah
daerah penelitian. Anomali negatif besar terdapat disebelah Utara dan Tenggara
daerah penelitian. Ada beberapa kemungkinan terjadinya anomali negatif pada
peta gayaberatmikro selang waktu, yaitu volume injeksi lebih kecil dari pada
volume produksi atau fluida yang diinjeksikan tidak masuk kedalam reservoir di
area bernilai negatif tersebut.
Untuk
mengetahui
dapat menjelaskan penyebab nilai anomali negatif tersebut maka dibutuhkan data
penunjang lainnya seperti data volume injeksi- produksi dan pembanding metoda
lain untuk mengetahui arah pergerakan fluida secara jelas seperti
metoda trace isotope atau gempa mikro (MEQ).
penggunaan
peta
gayaberat
selang
waktu
diperlihatkan pada Gambar 7. Model perubahan rapat-massa periode Juni 2006 - November 2006
di-slice pada top FZ I, yaitu model
perubahan
rapat-massa
pada
ditunjukkan pada Gambar 8 dan pada top FZ II, yaitu model perubahan rapat-massa pada elevasi
+600 m asl yang ditunjukkan pada Gambar 9, serta satu penampang hasil slicing di A-A yang
ditunjukkan pada Gambar 10.
Sumur injeksi yang efektif diindikasikan dengan sebaran massa-jenis yang bernilai nol.
Dari kedua gambar slicing tersebut (Gambar 8 dan Gambar 9) terlihat bahwa sumur injeksi KMJ-35
dan
KMJ-32
relatif
lebih
slicing +600m asl / FZ II) jika dibandingkan dengan sumur-sumur injeksi lainnya (KMJ-55, KMJ-13,
KMJ-47, KMJ-15, KMJ-21, dan KMJ-46)
48
49
50
mengetahui
massa
fluida
yan
yang diinjeksikan dan yang d produksikan Diproduksikan
dalam
lapangan geothermal
dalam lapangan geothermal Kamojang pada peride Juni November 2006, maka perubahan
Kamojang pada periode Juni 2006 November 2006, maka perubahan rapat massa akibat
rapat massa akibat aktivitas sumur injeksi saya aktivitas sumur produksi saya interpretasi
interpretasi sebagai nilai rapat massa pada sebagai nilai rapat massa padar ange -0.02
range 0.02 gr/cc sampai 0.08 gr/cc. Sebaran rapat massa akibat proses injeksi diperlihatkan
pada Gambar 11. gr/cc sampai -0.08 gr/cc.
Sebaran rapat massa akibat proses injeksi diperlihatkan pada Gambar 12.
51
52
Gambar 11. Distribusi perubahan rapat-massa pada range 0.02 gr/cc sampai 0.08 gr/cc
periode Juni - November 2006 dan sumur injeksi yang bertanggungjawab dalam perubahan
massa-jenis tersebut
Gambar 12. Distribusi perubahan rapat-massa pada range -0.02 gr/cc sampai -0.08 gr/cc
periode Juni - November 2006 dan beberapa sumur produksi yang
bertanggungjawab dalam perubahan massa jenis tersebut
Jika
kita
bandingkan
dari
kedua
kualitatif terlihat bahwa pada Gambar 12 lebih besar volume massanya dibandingkan dengan
pada Gambar 11. Dari gambar tersebut dapat kita simpulkan bahwa pada perode Juni November
2006
massa
fluida
lebih
dibandingkan
yang
diinjeksikan. Hal tersebut cocok dengan respon anomali gayaberatmikro pada perioda Juni
-November 2006, yaitu didominasi nilai gayaberat yang bernilai negatif.
4.4.2. Interpretasi Gayaberatmikro Selang Waktu dan Model Perubahan Rapat- massa
Periode Juni 2006 - Juli 2007
Dari pengukuran Juni 2006 dan Juli 2007,
maka didapatkan peta gayaberatmikro selang waktu Juni 2006 Juli 2007 (Gambar 13). Dari
peta
gayaberatmikro
selang
waktu
pada peta tersebut didominasi oleh anomali negatif. Anomali negatif kecil sampai positif kecil
ada pada sebelah Utara daerah penelitian. Anomali positif besar terdapat disebelah Selatan
daerah
waktu,
volume
injeksi
lebih
besar
dari
pada
volume
produksi.
Untuk
massa-jenis
3D tersebut
di-slice
pada
kedalaman yang ingin diamati. Model perubahan rapat-massa periode Juni 2006 Juli 2007 dislice
pada
top FZ I, yaitu
ditunjukkan pada Gambar 14. dan pada top FZ II, yaitu model perubahan rapat- massa pada
elevasi +600 m asl yang ditunjukkan pada Gambar 15. Serta satu penampang hasil slicing di A-A
yang ditunjukkan pada Gambar 16
injeksi-produksi
yang
diindikasikan
dengan
nilai
memiliki nilai kontras densitas yang positif. Ini massa-jenis yang mendekati nol. Sedangkan
umur
injeksi
sisanya
(KMJ-55,
dalam lapangan geothermal Kamojang pada peride Juni 2006 - Juli 2007, perubahan rapat
massa akibat aktivitas sumur injeksi, saya interpretasi sebagai nilai rapat massa pada
range 0.02 gr/cc sampai dengan 0.08 gr/cc. Sebaran rapat massa akibat proses injeksi
diperlihatkan pada Gambar 17.
Untuk
mengetahui
massa
fluida
Kamojang pada periode Juni 2006 - Juli 2007, maka perubahan rapat massa akibat aktivitas
sumur produksi saya interpretasi sebagai nilai rapat massa pada range -0.02 gr/cc sampai
-0.08 gr/cc. Sebaran rapat massa akibat proses injeksi diperlihatkan pada Gambar 18.
Gambar 18. Distribusi perubahan rapat-massa pada range -0.02 gr/cc sampai dengan
-0.08 gr/cc periode Juni 2006 - Juli 2
Sumur KMJ-X memiliki sistem reservoir panasbumi dominasi uap yang dicirikan
oleh grafik temperatur sumur yang mengalami kondisi puncak (suhu tertinggi) mulai
kedalaman 1100 mKU dan temperatur konstan pada 220-2280C. Temperatur ini
menunjukkan temperatur maksimal pada kondisi uap sehingga memberikan nilai yang
konstan pada kedalaman >1100mKU.
V. KESIMPULAN
Selama selang waktu penelitian anomali time-lapse yang
nilai
dihasilkan
didominasi
oleh
anomali negatif. Hal ini mengindikasikan adanya pengurangan massa reservoir akibat
fluida yang diproduksi lebih besar dari fluida yang diinjeksikan atau fluida yang diinjeksikan tidak
masuk kedalam reservoir di area bernilai negatif tersebut. Untuk mengetahui kemungkinan mana
yang dapat menjelaskan penyebab nilai anomali negatif tersebut maka dibutuhkan data penunjang
lainnya seperti data volume injeksi-produksi dan pembanding metoda lain untuk mengetahui arah
pergerakan fluida secara jelas.
Daerah penelitian terletak pada sistem panasbumi relief tinggi yang memiliki sistem dua fasa
(Browne, 1989). Berdasarkan siklus pembentukkannya (Ellis dan Mahon, 1977) daerah penelitian
memiliki
sistem
berputar
(cyclic
system)
volkanisme resen.
Sumur KMJ-X yang menjadi objek studi khusus dibagi menjadi 5 satuan batuan, yaitu: satuan
tefra lapili, satuan tuff, satuan andesit, satuan andesit-basaltik, dan satuan breksi andesit.
Zona alterasi pada litologi sumur KMJ-X (Corbett dan Leach, 1998) tediri dari zona kuarsaepidot-klorit, kuarsa-serisit-kalsit, dan kaolin-smektit-kuarsa; atau sebanding dengan zona
propilitik, filik, dan argilik.
Sumur KMJ-X dibagi menjadi zona overburden pada kedalaman 0-185 mKU, zona penudung
pada kedalaman 185-1100 mKU (tipe ubahan argilik dan filik), dan zona reservoir pada
kedalaman >1100 mKU (tipe ubahan propilitik).
Hasil perbandingan temperatur purba yang dicirikan oleh temperatur pembentukan mineral
sekunder dengan temperatur sumur, menunjukkan kondisi sumber panas yang mulai
mendingin.
Sumur KMJ-X memiliki sistem reservoir dominasi uap, dicirikan oleh grafik temperatur
sumur yang menunjukkan pola konstan pada temperatur maksimum pembentukan uap (2280C).
Secara petrografi juga dicirikan oleh kehadiran mineral epidot yang hadir sebagai ubahan pada
sebagian massadasar pada zona reservoir dan sebagai penciri temperatur tinggi, sedangkan
adularia sebagai penciri zona didih (boiling zone) atau indikator permeabilitas reservoir yang
baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asikin, S., 1998. Geologi Struktur Indonesia:
Lab Geologi Dinamis, Jurusan Teknik Geologi, ITB, Bandung.
2. Allis, R.G., and Hunt, T.M. 1986.
Magnetic
Application,
New