Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PAPER MATA KULIAH SNSE

Kinerja Ekonomi dan Distribusi Pendapatan di Indonesia


Tahun 2005

Oleh:
Serly Hasibuan (12.7377)
3SE1
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
Tahun 2015

1. Pendahuluan
Dalam menjelaskan perekonomian, suatu negara membutuhkan Produk Domestik Bruto
(PDB). PDB yang dihitung dari berbagai kegiatan ekonomi dapat diperoleh dari tabel I-O.
Namun, tabel I-O belum mampu menjelaskan distribusi pendapatan dan ketenagakerjaan. Target
utama strategi pertumbuhan ekonomi adalah untuk meningkatkan produksi atau output ekonomi
melalui peningkatan output kegiatan-kegiatan ekonomi unggulan (leading economic activities)
atau melalui peningkatan produk-produk unggulan (leading products atau commodities)
sehingga dengan demikian PDB atau pendapaatan nasional (national income) negara
bersangkutan menjadi meningkat. Oleh karena itu, lahirlah SAM (Social Accounting Matrix)
yang selain dapat menjelaskan hubungan antara berbagai kegiatan ekonomi, juga dapat
menjelaskan masalah-masalah sosial yang terjadi seperti, masalah distribusi pendapatan dan
masalah ketenagakerjaan.
SAM merupakan sistem kerangka kerja berbentuk matriks yang menggambarkan hubungan
antara berbagai kegiatan ekonomi, distribusi pendapatan, dan ketenagakerjaan. Pada prinsipnya,
SAM dibentuk atas dasar beberapa pilar utama:
a. SAM merupakan suatu sistem kerangka data yang mengkombinasikan informasi ekonomi
dan sosial ke dalam suatu kerangka yang terintegrasi dan komprehensif
b. SAM merupakan suatu kerangka data yang bersifat modular yang dapat menghubungkan
variabel-variabel atau pun subsistem-subsistem yang terdapat di dalamnya secara terpadu
c. SAM merupakan suatu sistem klasifikasi data yang konsisten dan komprehensif
d. SAM merupakan alat analisis terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi,
distribusi pendapatan dan ketenagakerjaan
2. PDB
PDB merupakan salah satu bagian dari Sistem Neraca Nasional. PDB adalah suatu cara
untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara atau wilayah dalam jangka waktu tertentu
(tahunan, triwulan). PDB juga merupakan ukuran kinerja produksi/konsumsi untuk level
nasional. Sedangkan untuk ukuran suatu wilayah (misalnya provinsi) disebut sebagai Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB).
Secara sederhana, PDB dihitung dengan menggunakan kriteria produksi atau konsumsi
yaitu PQ dimana P=harga dan Q=produksi/konsumsi. Laju pertumbuhan ekonomi adalah
perbandingan PDB atas dasar harga konstan yang terjadi pada waktu atau periode sekarang
dibandingkan dengan waktu atau periode sebelumnya. Besarnya PDB diukur atas dasar harga
berlaku, yaitu: atas dasar harga yang terjadi pada waktunya (tahun, triwulan). Dari PDB atas
dasar harga berlaku diperoleh ukuran PDB per kapita, yaitu total PDB dibagi dengan jumlah
seluruh penduduk. Sedangkan untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi, PDB perlu dihitung
atas dasar harga konstan agar faktor kenaikan harga dalam PDB dapat dihilangkan. Harga

konstan adalah harga komoditas pada suatu tahun yang ditetapkan sebagai tahun dasar menilai
besarnya produksi/konsumsi pada tahun-tahun setelahnya.
Konsep harga yang digunakan dalam PDB dapat dibagi menjadi 2 (dua):

Harga konsumen, yaitu harga yang dibayar oleh pembeli (konsumen) pada waktu
membeli atau mengkonsumsi suatu komoditas, jadi termasuk marjin perdagangan dan
biaya transportasi (trade transport margins/TTM).
Harga produsen, yaitu harga suatu komoditas yang ditentukan oleh produsen (harga
produksi), tidak termasuk marjin perdagangan dan biaya transportasi (trade and
transport margins/TTM). Jadi, harga produsen=harga konsumen-TTM.

PDB/PDRB disusun melalui 3 pendekatan, yaitu:


1. Pendekatan produksi. Pendekatan ini menghitung pendapatan setiap sektor/lapangan
usaha. Oleh karena itu, pendekatan produksi menghasilkan PDB/PDRB menurut
lapangan usaha.
2. Pendekatan pengeluaran. Pendekatan ini merupakan penjumlahan dari konsumsi institusi
dan impor yang kemudian dikurangi ekspor. Pendekatan ini menghasilkan PDB/PDRB
menurut pengeluaran.
3. Pendekatan pendapatan. Pendekatan ini menghasilkan PDB/PDRB menurut pendapatan.

3. Distribusi Pendapatan Faktor


Distribusi pendapatan faktor adalah distribusi pendapatan yang dirinci menurut faktorfaktor produksi seperti tenaga kerja dan modal.
Ukuran tenaga kerja yang digunakan dalam SNSE disebut sebagai Ekivalen Tenaga Kerja
(Worker Equivanlents). Satu ETK sama dengan satu tenaga kerja yang bekerja selama 40 jam
seminggu. Sehingga, bila seorang tenaga kerja bekerja kurang dari 40 jam seminggu, maka
tenaga kerja tersebut dihitung sebagai kurang dari satu ETK, demikian juga sebaliknya.
Distribusi pendapatan faktorial dalam kerangka SAM ditunjukkan oleh baris neraca
pertama pada kerangka umum mengenai SAM. Seperti telah ditunjukkan oleh tabel kerangka
dasar SAM bahwa neraca T1.3 menunjukkan alikasi nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai
sektor produksi ke faktor-faktor produksi, yaitu sebagai balas jasa dari penggunaan faktor-faktor
produksi, misalnya upah dan gaji sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi tenaga
kerja, keuntungan, dividen, bunga, sewa rumah, dan sebagainya sebagai balas jasa bagi
penggunaan faktor produksi capital, yang diperoleh dari berbagai sektor produksi. Bila ditambah
dengan neraca T1.4 yang menunjukkan pendapatan faktor produksi yang diterima dari luar negeri,
maka total kedua penerimaan ini menunjukkan distribusi pendapatan faktorial.
4. Distribusi Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

Distribusi pendapatan rumah tangga dalam kerangka SAM ditunjukkan oleh baris neraca
kedua pada kerangka umum mengenai SAM. Salah satu institusi dalam kerangka SAM adalah
rumah tangga seperti telah ditunjukkan oleh tabel kerangka dasar SAM bahwa neraca T2.1
menunjukkan alokasi pendapatan faktor produksi yang diterima oleh berbagai institusi, salah satu
oleh rumah tangga. Dengan perkataan lain, neraca ini merupakan mapping dari neraca T1.3
menjadi neraca T2.1, yaitu mapping dari pendapatan faktorial menurut sektor-sektor ekonomi
menjadi pendapatan institusi, salah satu adalah rumah tangga, menurut faktor-faktor produksi.
Sementara itu, neraca T2.2 menunjukkan pembayaran transfer (transfer payment) antar
institusi, misalnya, pemberian subsidi dari pemerintah kepada rumahtangga, atau pemberian
subsidi dari perusahaan kepada rumahtangga, atau pembayaran transfer dari rumahtangga ke
rumahtangga yang lain. Sedangkan neraca T2.4 menunjukkan penerimaan ketiga institusi dari luar
negeri. Jumlah ketiga neraca T2.1, T2.2, dan T2.4 yang berhubungan dengan rumahtangga
menggambarkan distribusi pendapatan rumahtangga.
Pola pengeluaran menurut golongan rumahtangga dalam kerangka SAM dapat dilihat
pada neraca kolom masing-masing golongan rumahtangga (kolom institusi pada tabel kerangka
dasar SAM). Pada rincian ini dapat diperoleh informasi mengenai pola pengeluaran rumahtangga
menurut berbagai komoditas, baik komoditas domestik maupun komoditas impor. Dari
informasi ini dapat juga diperlihatkan besarnya tabungan masing-masing golongan rumahtangga.

5. Pengganda Neraca (Accounting Multiplier)


Analisis Pengganda Neraca ingin memperlihatkan sektor-sektor unggulan yang tidak saja
mampu meningkatkan sektor-sektor unggulan yang tidak saja mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah tetapi juga mampu memberikan pemerataan
pendapatan dan kesempatan kerja kepada masyarakat. Kerangka umum SAM dibutuhkan untuk
menjelaskan proses dalam menyusun pengganda neraca.
Kerangka Dasar SAM
Pengeluaran
Faktor
Produksi

Institusi

Kegiatan
Produksi

Neraca
lainnya

Total

Faktor
Produksi

T13

T14

y1

Institusi

T21

T22

T24

y2

Kegiatan

T32

T33

T34

y3

Penerimaan

Produksi
Neraca
Lainnya

T41

T42

T43

T44

Total

y1

y2

y3

y4

y4

dt = (I-A)-1 dX = Ma dX , dimana Ma=(I-A)-1 merupakan pengganda neraca (accounting


multiplier). Model ini menjelaskan bahwa perubahan neraca eksogen (X) akan menyebabkan
perubahan terhadap neraca endogen (t) sebesar (I-A)-1. Yang dianggap sebagai neraca-neraca
eksogen dalam model pengganda neraca adalah neraca pemerintah, neraca kapital, neraca pajak
tidak langsung neto, dan neraca luar negeri.
Matriks pengganda Ma dapat diuraikan menjadi beberapat bentuk multiplicative seperti
pengganda transfer (M1), pengganda open loop (M2), dan pengganda closed loop (M3).
Ma=M3M2M1
M1 adalah pengganda transfer yang menunjukkan pengaruh injeksi pada suatu kegiatan ekonomi
terhadap kegiatan ekonomi lain dalam satu blok yang sama, setelah melalui keseluruhan sistem
di dalam blok tersebut, sebelum berpengaruh terhadap blok yang lain. Artinya, injeksi pada suatu
kegiatan ekonomi hanya berpengaruh terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi lain dalam satu blok
yang sama, dan tidak terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi yang berada pada blok yang lain.
M1 =
I
0
0
M2 adalah pengganda open
loop atau cross-effect yang merupakan pengaruh dari suatu blok ke
I

A salah satu sektor dalam sebuah blok tertentu akan berpengaruh


blok yang lain. Injeksi pada
1
0 I lain
A di(
2.2)yang
terhadao sektor
blok
lain setelah melalui keseluruhan sistem dalam blok yang lain
( 3.3)1

0
tersebut.

2
M2 = (I+ A + A ) , dimana:
A

0
= M1 0
A 2.1 0
0 A 3.2

A 2 =

0
0
A 3.2 A 2.1

A1.3
0
0

1.3 A
3.2
A
0
0

atau

0
A2.1 A 1.3
0

0
0
=
A 2.1 0

0 A
3.2

1.3
A
0
0

M3 adalah pengganda closed loop merupakan pengaruh dari suatu blok ke blok yang lain, untuk
kemudian kembali pada blok semula.
3 1
M3 = (I A )
A 3 = A 1.3 A 3.2 A 2.1
0
0

0
A 2.1 A
1.3 A
3.2
0

0
0
1.3
A 3.2 A 2.1 A

Ma = M3M2M1

Ma = I + (M1-I) + (M2-I)M1 + (M3-I)M2M1

Ma = I + Ta

+ Oa

+ Ca

dimana
I = Matrik injeksi awal
Ta = Matrik transfer multiplier
Oa = Matrik open loop multiplier
Ca = Matrik closed loop multiplier
Ta adalah pengganda transfer (transfer multiplier) yang menunjukkan dampak injeksi
(shock) pada suatu blok yang akan mempengaruhi blok yang sama terlebih dahulu, sebelum
berpengaruh terhadap blok yang lain.
Oa adalah pengganda lompatan terbuka (open loop atau cross-effect multipiliers) yang
menjelaskan dampak injeksi pada suatu blok terhadap blok-blok yang lain.
Ca adalah pengganda lompatan tertutup (closed loop multipliers) yang menjelaskan
dampak injeksi pada suatu blok terhadap blok-blok yang lain, dan kemudian kembali kepada
blok awal dan blok-blok lainnya sampai dampak yang terjadi menjadi sangat kecil dan dapat
diabaikan.

Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2008 (13x13) (Rp miliar)

Gambaran Umum
Pendapatan faktor produksi tenaga kerja Indonesia pada tahun 2005 sebesar Rp 1.486.178,61 miliar, sedangkan pendapatan Comesti sebesar Rp
1.344.474,90 miliar. Jumlah kedua pendapatan tersebut memberikan dugaan Produk Domestik Bruto (PDB) atas biaya faktor, yaitu sebesar Rp 2.830.653,51
miliar. Sedangkan bila ditambah dengan pajak tidak langsung neto sebesar Rp 66.291,45 miliar maka akan menghasilkan PDB atas harga berlaku sebesar Rp
2.896.944,96 miliar. PDB atas harga berlaku ini yang digunakan sebagai PDB Indonesia.
Dari tabel juga dapat diperlihatkan bahwa total pendapatan rumah tangga pada tahun 2005 sebesar Rp 2.191.308,73 miliar dengan rincian penerimaan
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pendapatan tenaga kerja (upah dan gaji termasuk imputasi upah dan gaji) sebesar Rp 1.484.023,61 miliar
Pendapatan capital sebesar Rp 435.954,19 miliar
Penerimaan transfer dari rumah tangga sebesar Rp 10.355,80 miliar
Penerimaan transfer dari perusahaan sebesar Rp 63.355,12 miliar
Penerimaan transfer dari pemerintah sebesar Rp 140.391,00 miliar dan
Penerimaan transfer dari luar negeri sebesar Rp 57.229,00 miliar

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Sedangkan total pengeluaran rumah tangga diperkirakan sebesar Rp 2.191.308,73 miliar (yaitu sama dengan total pendapatan rumah tangga) yang dirinci
sebagai berikut:
Pengeluaran transfer untuk rumah tangga sebesar Rp 10.355,80 miliar
Pengeluaran transfer untuk perusahaan sebesar Rp 46.289,85 miliar
Pengeluaran transfer untuk pemerintah (atau pajak langsung sebesar Rp 67.199,46 miliar
Pengeluaran konsumsi untuk komoditas Comestic sebesar Rp 1.659.533,31 miliar
Pengeluaran konsumsi untuk komoditas impor sebesar Rp 210.007,64 miliar
Tabungan sebesar Rp 186.221,67 miliar
Pengeluaran ke luar negeri sebesar Rp 11.700,99

Ekspor dan impor Indonesia pada tahun 2005 masing-masing berjumlah Rp 977.105,47 miliar dan Rp 820.078,21 miliar. Dapat disimpulkan bahwa
ekspor lebih besar daripada impor yang berarti Indonesia sudah mampu meningkatkan produksi hingga dapat mengekspor beberapa komoditi.dengan demikian,
pada tahun 2005 Indonesia memperoleh surplus dalam perdagangan internasional yaitu sebesar Rp 157.027,62 miliar.

Distribusi Nilai Tambah menurut Sektor Produksi, 2005 (Rp miliar)

Tabel ini menyajikan informasi lebih lanjut mengenai distribusi PDB yang dirinci menurut lapangan usaha dan komponen-komponen faktor produksi
(upah/gaji dan kapital). Dari tabel ini dapat ditunjukkan bahwa PDB Indonesia berjumlah Rp 2.896.944,96 miliar, terdiri dari balas jasa tenaga kerja (upah dan
gaji tenaga kerja dibayar dan diimputasi upah dan gaji tenaga kerja tidak dibayar) sebesar Rp 1.486.178,61 miliar dan balas jasa kapital sebesar Rp 1.344.474,90
miliar. Sedangkan sisanya merupakan pajak tidak langsung neto (pajak tidak langsung dikurangi subsidi) untuk komoditi domestik dan impor
Penyumbang terbesar nilai tambah bruto nasional menurut klasifikasi lapangan usaha SNSE Indonesia tahun 2005 adalah sektor produksi Pertambangan,
Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas, dan Air Bersih yaitu sebesar Rp 1.785977,291 miliar. Sedangkan penyumbang terkecil nilai
tambah bruto nasional menurut klasifikasi lapangan usaha SNSE Indonesia tahun 2005 adalah sektor produksi Pertanian Tanaman liannya, Kehutanan, dan
Perburuan yaitu sebesar Rp 155.601,1613 miliar. Di sisi lain, sekktor produksi perdagangan, Restoran & Perhotelan, Pengangkutan & Komunikasi, Jasa
Perseorangan dan RT menyumbang nilai tambah bruto sebesar Rp 1.196.200,207 miliar, sektor produksi Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, dan

Industri Makanan menumbang nilai tambah sebesar Rp 783.313,8124 miliar, dan sektor produksi Lembaga Keuangan, Real Estate, Pemerintah, Jasa Sosial dan
Kebudayaan, Jasa Hiburan mempunyai kontribusi terhadap nilai tambah bruto sebesar Rp 678.303,0697 miliar

Dampak Pengurangan Subsidi terhadap Kegiatan Produksi Pertambangan, Industri


Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, dan Listrik, Gas, dan Air Minum
Terhadap Turunnya Kinerja Neraca-Neraca Endogen
Berdasarkan Kerangka SAM Indonesia 2005 Berukuran 37x37
(dalam Rp Milyar)

Injeksi
Neraca yang dipengaruhi (Penghapu
injeksi
san
Subsidi)
1
0

Faktor
Produksi

Tenaga
kerja

0
0

Bukan tenaga
kerja

Institusi

Rumahtan
gga

Perusahaan

Ma

1.887,4
8
5.017,2
4
11.863,
43
4.888,2
1
8.218,3
7
5.147,8
5
4.028,7
2
761,03
45.306,
57
2.618,9
0
10.849,
47
10.483,
30
7.047,6
3
15.353,
65
12.276,
48
32.091,
93

Ta

Oa

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Ca

391,37 1.496,1
1
742,86 4.274,3
8
8.333,2 3.530,1
9
4
3.179,9 1.708,2
9
2
3.469,3 4.749,0
0
7
1.509,7 3.638,1
0
6
1.635,6 2.393,0
4
8
424,76 336,27
29.682, 15.624,
47
09
1.149,7 1.469,1
7
3
4.914,6 5.934,8
4
3
5.744,6 4.738,6
3
8
3.554,9 3.492,6
9
4
9.216,6 6.136,9
7
8
6.088,7 6.187,7
2
7
20.833, 11.258,
92
01

64.793,80

Marjin perdagangan dan


pengangkutan
1

2
3

0
0

Kegiatan
Produksi

Komoditi
Domestik

Komoditi
Impor

20.512,
24
3.373,6
7
110.931
,93
28.821,
50
14.458,
52
13.420,
44
26.477,
86
3.849,2
5
52.177,
22
29.345,
20
14.601,
86
2.002,6
6
344,93
21.230,
82
1.955,0
4
2.392,0
8

1.175,8
0
1.709,9
9
27.526,
57
8.078,8
2
3.428,4
6
5.236,4
2
1.517,7
7
1.951,0
5
31.129,
57
8.225,6
2
3.462,4
5
54,66
274,89
14.301,
13
556,83
1.106,5
3

0 19.336,
44
0 1.663,6
8
0 18.611,
55
0 20.742,
67
0 11.030,
06
0 8.184,0
21
0 24.960,
09
0 1.898,2
0
0 21.047,
65
0 21.119,
58
0 11.139,
40
0 1.947,9
94
0
70,04
0 6.929,6
9
0 1.398,2
1
0 1.285,5
6

Tabel di atas merupakan hasil penghitungan matrik pengganda neraca (accounting


multiplier matrix) yang didapatkan dari kerangka SAM Indonesia tahun 2005 yang
berukuran 37x37. Neraca-neraca eksogen dalam kerangka SAM Indonesia tahun 2005 ini
adalah:

Neraca pemerintah
Naraca capital
Neraca pajak tidak langsung
Subsidi
Neraca luar negeri

Analisis ini menunjukkan dampak penghapusan subsidi kegiatan produksi


Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas, dan Air
Bersih. Pada kasus ini, kegiatan produksi Pertambangan digabung dengan Kegiatan
produksi Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, dan Listrik, Gas, dan Air
Minum mengikuti klasifikasi SAM Indonesia tahun 2005.
Jika dilihat secara keseluruhan, dampak yang terjadi terhadap faktor-faktor
produksi, institusi, dan kegiatan-kegiatan ekonomi sebagai akibat dari kebijakan
pemerintah terkait penghapusan subsidi kegiatan produksi Pertambangan, Industri
Pengolahan Selain Makanan dan Minuman, serta listrik, gas, dan air bersih yaitu sebesar
Rp 64.793,80 miliar yang merupakan dampak langsung yang dirasakan oleh kegiatan
produksi ini, yaitu kekurangan biaya produksi sebesar subsidi yang dihapus. Pada kasus ini
yang terjadi adalah penurunan penerimaan, pendapatan, dan permintaan kegiatan-kegiatan
maupun
pelaku-pelaku
ekonomi.
Dalam model pengganda neraca, diasumsikan bahwa harga jual produk adalah
tetap. Dengan biaya produksi yang turun, mengakibatkan produksi yang juga turun
sehingga penerimaan dari kegiatan produksi ini juga otomatis akan mengalami penurunan.
Selain dampak langsung, penghapusan subsidi juga mengakibatkan dampak tidak
langsung yang dicerminkan oleh dampak transfer (transfer effects), dampak lompatan
terbuka (open loop effects), dan dampak lompatan tertutup (closed loop effects). Contoh
dari dampak tidak langsung tersebut seperti, sebagian karyawan di perusahaan yang
melakukan kegiatan produksi di-PHK (penghentian hubungan kerja) sebagai salah satu
kebijakan mengantisipasi berkurangnya biaya produksi atau menurunnya penerimaan
perusahaan sehingga sebagian karyawan diberhentikan. Dengan demikian, pendapatan
rumah tangga dimana karyawan yang di-PHK berada, akan turun sehingga menyebabkan
turunnya permintaan terhadap berbagai komoditas konsumsi oleh berbagai kegiatan
ekonomi. Turunnya permintaan tentu mengakibatkan penurunan penerimaan dan produksi
dari kegiatan-kegiatan produksi termasuk kegiatan produksi Pertambangan, Industri
Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas, dan Air Bersih.
Berdasarkan penghitungan matriks pengganda neraca SAM Indonesiaa tahun 2005,
besarnya dampak transfer yang dialami oleh kegiatan produksi Pertambangan, Industri
Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas, dan Air Minum berjumlah Rp
27.526,57 miliar. Dampak lompatan tertutup yang dialami oleh kegiatan produksi
Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas, dan Air
Minum sejumlah Rp 18.611,55 miliar. Sedangkan secara keseluruhan penerimaan kegiatan
produksi Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas,
dan Air Minum sekitar Rp 110.931,93 miliar sebagai akibat dari penghapusan subsidi
kegiatan produksi ini sebesar Rp 64.793,80 miliar. Ini berarti penghapusan subsidi
berdampak pada penurunan sekitar 1,71 kali dari shock awal terhadap penerimaan dari
kegiatan produksi ini.

Dampak pengganda neraca akibat penghapusan subsidi kegiatan produksi


Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas, dan Air
Bersih terhadap komoditas domestik dapat diliat dari tabel di atas. Dari tabel dapat
diperhatikan bahwa output kegiatan produksi Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali
Makanan dan Minuman, Listrik, Gas, dan Air Bersih akan menderita penurunan yang
terbesar, yaitu turun sebesar Rp 52.177,23 miliar. Output kegiatan produksi Perdagangan,
Restoran, dan Perhotelan, Pengangkutan, dan Komunikasi, Jasa Perseorangan dan
Rumahtangga mengalami penurunan output kedua terbesar, yaitu sebesar Rp 29.345,20
miliar.
Akan tetapi, dampak pengganda neraca akibat penghapusan subsidi terhadap
komoditas impor berbeda dari gambaran di atas. Sebagai akibat dari penghapusan subsidi,
impor terhadap Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman,
Listrik, Gas, dan Air Bersihakan turun paling besar, yaitu sebesar Rp 21.230,82 miliar.
Sedangkan impor komodiias kedua terbesar yang akan turun adalah impor barang dan jasa
Lembaga Keuangan, Real Estate, Pemerintahan, dan Jasa Sosial, yaitu sebesar Rp 2.392,08
miliar.
Di lain sisi, penghapusan subsidi kegiatan produksi Pertambangan, Industri
Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas, dan Air Bersih menyebabkan
turunnya pendapatan tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, pekerja manual dan
buruh kasar (penerima upah dan gaji). Golongan tenaga kerja ini akan mengalami
penurunan pendapatan terbesar, yaitu sebesar Rp 11.863,43 miliar sebagai akibat
dihapuskannya subsidi atau dengan kata lain pendapatan tenaga kerja ini akan turun sekitar
18,3 persen dari besarnya penghapusan subsidi.
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, penurunan pendapatan tenaga kerja
berdampak pada penurunan pendapatan rumah tangga. Penghapusan subsidi kegiatan
produksi Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas,
dan Air Bersih menyebabkan penurunan terhadap pendapatan rumah tangga bukan
pertanian golongan rendah di kota yaitu sebesar Rp 15.353,65 miliar atau dengan kata lain
turun sekitar 23,7 persen dari besarnya penghapusan subsidi. Penurunan pendapatan rumah
tangga lebih besar dibandingkan penurunan pendapatan tenaga kerja.

Anda mungkin juga menyukai