Anda di halaman 1dari 161

ANALISIS SISTEM MANAJEMEN

LOGISTIK VAKSIN
DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN OGAN ILIR
TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH
ELITA SARI
NIM.10091001022

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013

ANALISIS SISTEM MANAJEMEN


LOGISTIK VAKSIN
DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN OGAN ILIR
TAHUN 2013

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya

OLEH
ELITA SARI
NIM.10091001022

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
i

HALAMAN PERSETUJLiAN

Skripsi ini dengan judul "Analisis Sistem fulanajemen Logisti!:- Yaksin di Dinas
Keseha-ta-n Kabupaten

tanggal

2.

Cg+n

Ilii

Tah'.ur 2013" telah disctujui 'itntuk diujikan pada

Januari 20i4

Ind-rala-ya-,

,N-

Pembimbing:

1.

R-ini Mutahar, S.KM, N4.KM

NrP. 1 9780 6212003 122003

2.

27 Desember 2013

Asrlaripa Ainy, S.Si, M.Kos


NIP. 1 97909 I 52046442405

lt

HALAMA$ FEHGESAE{A]Y
Skripsi ini de*gan j*dui "A;:aiisis Siste*r kIa:raj*m*n l,*gsi'rik YaLsin Di

Dinas Kesehatan l(abupaten Ogan


ha<iapan Pa:iitia Sidang

ilir

Tahun 2013" telah diperlahankan di

Ujian Skripsi Fakultas Kesehatan In{asyarakat Universiias

Sriwijaya pada tanggai. 2 lanuzri 2A14 dan telak diperbaiki, diperiksa serta
disetujui sesuai dengan rnasukan Paniiia Sidang Ujian Siaipsi Fakultas Kesehatarr
Masyarakat Universitas Sriwijaya.

i*draia3,a, ianuari

2S14

Paa'rtia Si.dang Ujian Shripsi

Kettr*:

1.

Elvi Sunarsih, S"l{}4, h{.Kes


NiP. i 9780 6282*{}9 122044

Anggota:

2.

Fenny Etrawaii, S.K,&{, M"KM

Jiini fuluiaixrr" S.K\4" h,i"Kl,l


.\]llo. 1 .r?8${:212Ij0-l.! 220t-};1

,1

+.

v,
/
{/\^nl'rl1
,r}tulflra l/
/\t' .tvi

4-

.\::iirrt'igrtr r\itrr " S.l'i. \,'I .i''e"


NIIP. 1 9790q 1 5200{'r}42{}*,E

idetgeLahui.
Fjs. Dekair FK&U *sri
-l

dr. Syarif Husin, I'vIS


NIP. i961 1ZCr?. 1+9:*3" i.**-1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Elita Sari

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir

: Campang Tiga, 21 Oktober 1991

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Bungaran IV Lr. Swadaya 1 RT 14 RW 03


No 686 Kertapati Palembang

Nama Ayah

: Syafarudin

Nama Ibu

: Solbiah

Riwayat Pendidikan

:
Tahun Lulus

SDN 6 Campang Tiga

2003

SMPN 7 Palembang

2006

SMAN 19 Palembang

2009

Perguruan Tinggi FKM Universitas Sriwijaya

2014

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas ridho, rahmat,
dan karuniaNya yang selalu berkenan memberikan kesehatan, keimanan dan
kekuatan sehingga bisa menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Sistem
Manajemen Logistik Vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir Tahun
2013. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat dari Universitas Sriwijaya.
Dalam penyusunan dan penulis skripsi ini, penulis mendapatkan banyak
bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada :
1. Bpk. dr. Syarif Husin, MS selaku Pjs Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat
2. Ibu Rini Mutahar, S.KM, M.KM dan Ibu Asmaripa Ainy, S.Si, M.Kes
selaku Pembimbing I dan Pembimbing II atas semua bimbingan, arahan,
saran dan kesabarannya membimbing penulis.
3. Ibu Elvi Sunarsih, S.KM, M.Kes dan Ibu Fenny Etrawati, S.KM, M.KM
selaku Penguji atas semua kritik, masukan, bimbingan dan kesabarannya.
4. Para dosen, staf pengajar dan tata usaha yang telah bersedia membimbing
dan membantu saya selama menuntun ilmu di FKM Unsri.
5. Bpk. Hendra Kudeta S.KM selaku Kepala Bidang P2PL atas kesempatan,
waktu dan kerjasamanya dalam penulisan skripsi ini
6. Ibu Yanti, S.KM selaku Kepala Seksi Pencegahan, Pengamatan & Matra
atas kesempatan, waktu dan kerjasamanya dalam penulisan skripsi ini

vi

7. Bpk. Yudhi, Am.Kep dan Bpk Mus Mulyadi, S.KM, M.Si selaku staff
pengelola vaksin di Dinas Kesehatan Kab. Ogan Ilir atas kesempatan,
waktu dan kerjasamanya dalam penulisan skripsi ini
8. Ibu Heni Rusdiana, S.KM dan Ibu Mala Komala Sari, Am.Kep selaku staff
pengelola vaksin di Puskesmas Indralaya, serta Ibu Nuki Marika Putri,
Am.Kep selaku staff pengelola vaksin di Puskesmas Lebung Bandung atas
kesempatan, waktu dan kerjasamanya dalam penulisan skripsi ini
9. Kedua orang tuaku, Bpk. Syafarudin dan Ibu Solbiah atas segala kasih
sayang, dukungan, doa, dan semangat hidup yang tak pernah berhenti.
Terima kasih telah mau berjuang untuk hidupku. Semoga Allah masih
memberikan kesempatan untukku agar bisa membalas itu semua
10. Saudara-saudaraku yang ganteng, Sosya Putra, Rizky Rivaldo, dan Okta
Chandra atas segala kasih dan perhatian selama ini. Terima kasih sudah
mau tersusahkan dan sedikit tersisihkan demi saudaramu yang paling
cantik ini. Semoga Allah masih memberikan waktu yang panjang agar kita
tetap bisa merasakan kebahagian bersama
11. Sahabat-sahabatku Tersayang Manis Manja Group (Cayup, Pina, Momo,
Defi, Sari, dan Dinda) atas doa, dukungan dan semangat hidup yang tak
pernah berhenti. Terima kasih telah memberi tahu arti persahabatan yang
sesungguhnya. Jarak jangan sampai membuat kita menjadi jauh. I Love
You all
12. Teman Hidup kurang lebih 4 tahun, Meidahrianti (calon) S.Pd atas
segala dukungan dan semangat hidup selama ini. Maaf ya, ambo duluan,

vii

Keep Fighting !!!. Juga buat adek-adek kostan (Devi, Pilda, Ayu) terima
kasih atas segala kebersamaan dan keceriaan selama ini. Love you..
13. Keluarga besar senasib dan seperjuangan FKM 2009 atas segala dukungan
dan semangat hidup selama ini. Bahagia telah menjadi bagian dari kalian.
Walaupun sudah ntah berantah dimana tapi tetap keep contact ya. Fifi,
Ayu, Fighting !!!!
14. Dewi, Utari, Rega, Ejik, dan Saleh yang menjadi teman senasib dan
seperjuangan mengejar wisuda Ke-111, Fighting !!!!!!!!
15. Adek-adek terkasih Keket, Adel, Mey, Indah, Manda dan seluruh anakanak FKM 2010, terima kasih telah menerima dan memperlakukan mbak
dengan baik. Semoga cepat menyusul and Keep Fighting. Love you all
16. Semua pihak yang turut membantu saat penulisan skripsi ini yang tidak
bisa saya sebutkan satu-persatu
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini
bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan bagi pembaca.

Indralaya, Januari 2014

Penulis

viii

ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Skripsi, 2 Januari 2014
Elita Sari
Analisis Sistem Manajemen Logistik Vaksin Di Dinas Kesehatan Kabupaten
Ogan Ilir Tahun 2013
xviii + 112 halaman, 25 tabel, 3 gambar, 19 lampiran

Vaksin merupakan produk biologis yang sangat mudah rusak dan kehilangan
potensi bila tidak dikelola dengan benar. Peralatan rantai vaksin dalam program
imunisasi sangat menentukan potensi vaksin selama penyimpanan maupun
transportasi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sistem manajemen logistik
vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir, Puskesmas
Indralaya, dan Puskesmas Lebung Bandung. Informan dalam penelitian ini adalah
Kepala Bidang P2PL, Kepala Seksi Pencegahan, Pengamatan dan matra, dan
petugas pengelola vaksin di dinas kesehatan dan puskesmas. Metode yang
digunakan yaitu wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa petugas di dinkes dan Puskesmas
Indralaya masing-masing 2 orang, sedangkan Puskesmas Lebung Bandung 1
orang. Dana belum tersedia. Material yang digunakan lemari es/freezer, vaccine
carrier, termos, termometer, kartu suhu, dan cold pack. Metode dalam
penerimaan yaitu pemeriksaan VVM dan penyimpanan sesuai sifat vaksin.
Permintaan dengan perhitungan jumlah cakupan, penerimaan dengan pemeriksaan
VVM, pendistribusian menggunakan alat yang tepat, pemakaian
mempertimbangkan kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa, sedangkan pencatatan
dan pelaporan dengan adanya SBBK dan kartu stok vaksin.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa sistem manajemen logistik vaksin di
Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir, Puskesmas Indralaya, dan Puskesmas
Lebung Bandung belum sepenuhnya baik karena ada beberapa fungsi manajemen
logistik yang belum terlaksana dengan baik. Agar kualitas vaksin tetap terjaga,
sebaiknya dilakukan pengelolaan rantai vaksin dengan baik dalam semua aspek
manajemen logistik.
Kata kunci : manajemen logistik, vaksin,
Kepustakaan : 35 (1984-2013)

ix

ADMINISTRATION OF HEALTH PUBLICY


PUBLIC HEALTH FACULTY
SRIWIJAYA UNIVERSITY
Thesis, 2nd Januari 2014
Elita Sari
Logistics Management System Analysis of Vaccines at Health Office of Ogan
Ilir District in 2013
Xviii + 112 Pages, 25 Tables, 3 Figures, 19 Appendix
Vaccines are biological products which highly perishable and if dont manage
properly, it can lose its potency. Cold chain vaccine in the immunization program
will determine the potential of the vaccine during storage and transportation. The
purpose of this study is to analyze the logistics management system of vaccines at
health office of Ogan Ilir District in 2013.
This study was a descriptive study with a qualitative approach. This research
was conducted at the Health Office Ogan Ilir District, Indralaya Health Center,
and Lebung Bandung Health Center. Informants in this study were the Head of
P2PL, Section Chief of Prevention, Observation and Dimension, and vaccine
management personnel in the health service and health center. The method that
used was in-depth interviews, observation, and document review.
The result showed that vaccine management personnel in health office and
Indralaya health center each had 2 people, while Lebung Bandung health center
only had 1 person. Finance hadnt been available. Materials that used were
fridge/freezer, vaccine carrier, flasks, thermometers, temperature card, and cold
packs. The acceptance method was based on the condition of VVM and the
storage was based in characteristic of vaccine. The calculation of vaccine request
was based on the amount of coverage, reception with VVM examination, the
storage based on characteristic vaccine, distribution used the right tools, the use of
vaccine considered VVM conditions and expired dates, while recording and
reporting was the presence SBBK and card stock vaccine.
The conclusion of this study is that the logistics management system of
vaccines at Health Office of Ogan Ilir District, Indralaya Health Center, and
Lebung Bandung Health Center arent good yet because there are some functions
of logistics management which isnt going well. Vaccine chain management shall
be done well in all aspects of logistics management so the quality of vaccine can
be maintained.
Keyword : logistics management, vaccine
Reference : 35 (1984-2013)

DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i
Halaman Persetujuan ........................................................................................ ii
Halaman Pengesahan ....................................................................................... iii
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... iv
Lembar Pernyataan Bebas Plagiarisme ............................................................ v
Kata Pengantar ................................................................................................. vi
Abstrak Bahasa Indonesia ................................................................................ ix
Abstrak Bahasa Inggris .................................................................................... x
Daftar Isi........................................................................................................... xi
Daftar Tabel ..................................................................................................... xiv
Daftar Gambar .................................................................................................. xvi
Daftar Singkatan............................................................................................... xvii
Daftar Lampiran ............................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ..............................................................................
1.2. Rumusan Masalah .........................................................................
1.3. Tujuan Penelitian...........................................................................
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................
1.4. Manfaat Penelitian.........................................................................
1.4.1 Bagi Penulis..........................................................................
1.4.2 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir ........................
1.4.3 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat ..................................
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................
1.5.1 Lingkup Lokasi ....................................................................
1.5.2 Lingkup Materi .....................................................................
1.5.3 Lingkup Waktu .....................................................................

1
7
8
8
8
9
9
9
9
9
9
10
10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 11


2.1. Manajemen .....................................................................................
2.1.1 Pengertian Manajemen ..........................................................
2.1.2 Fungsi Manajemen ................................................................
2.2. Manajemen Logistik.......................................................................
2.2.1 Pengertian..............................................................................

xi

11
11
13
15
15

2.3.

2.4.

2.5.

2.6.
2.7.

2.2.2 Tujuan Logistik .....................................................................


2.2.3 Fungsi-Fungsi Manajemen Logistik .....................................
Manajemen Logistik Terpadu ........................................................
2.3.1 Alasan Logistik Terpadu .......................................................
2.3.2 Logistik Terpadu ...................................................................
Vaksin ............................................................................................
2.4.1 Pengertian Vaksin .................................................................
2.4.2 Penggolongan Vaksin ...........................................................
2.4.3 Pengelolaan Vaksin ...............................................................
Imunisasi ........................................................................................
2.5.1 Pengertian Imunisasi .............................................................
2.5.2 Tujuan dan Manfaat ..............................................................
2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Imunisasi
Penelitian Terdahulu ......................................................................
Kerangka Teori...............................................................................

15
16
17
17
18
21
21
23
25
32
32
33
33
37
39

BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH .............................. 40


3.1. Kerangka Pikir ............................................................................... 40
3.2. Definisi Istilah ................................................................................ 41
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................. 43
4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
4.6.

Desain Penelitian ...........................................................................


Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................
Jenis, Cara dan Alat Pengumpulan Data .......................................
Pengolahan Data ............................................................................
Validitas Data ................................................................................
Analisis dan Penyajian Data ..........................................................

43
43
45
45
46
48

BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................ 50


5.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir ................
5.1.1 Struktur Organisasi ...............................................................
5.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi ......................................................
5.1.3 Geografi dan Topografi ........................................................
5.2 Gambaran Umum Puskesmas Indralaya ...........................................
5.2.1 Visi dan Misi ........................................................................
5.2.2 Struktur Organisasi Puskesmas Indralaya ............................
5.2.3 Geografi dan Demografi.......................................................
5.3 Gambaran Umum Puskesmas Lebung Bandung ..............................
5.3.1. Visi dan Misi .......................................................................
5.3.2 Struktur Organisasi ...............................................................
5.3.3 Geografi dan Demografi.......................................................
5.4 Karakteristik Informan......................................................................
5.5 Hasil Penelitian .................................................................................
5.5.1 SDM Pengelola Vaksin ........................................................
5.5.2 Dana Pengelolaan Rantai Vaksin .........................................
5.5.3 Material ................................................................................
5.5.4 Metode..................................................................................

xii

50
50
50
51
52
52
53
53
54
54
54
55
55
56
57
60
61
65

5.5.5 Permintaan Vaksin ...............................................................


5.5.6 Penerimaan Vaksin ...............................................................
5.5.7 Penyimpanan Vaksin ............................................................
5.5.8 Pendistribusian Vaksin .........................................................
5.5.9 Pemakaian Vaksin ................................................................
5.5.10 Pencatatan dan Pelaporan ...................................................

68
70
71
73
75
76

BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................ 79


6.1 Keterbatasan Penelitian ....................................................................
6.2 Pembahasan ......................................................................................
6.2.1 SDM Pengelola Vaksin ........................................................
6.2.2 Dana Pengelolaan Rantai Vaksin .........................................
6.2.3 Material Pengelolaan Rantai Vaksin ....................................
6.2.4 Metode Pengelolaan Rantai Vaksin .....................................
6.2.5 Permintaan Kebutuhan Vaksin .............................................
6.2.6 Penerimaan Vaksin ...............................................................
6.2.7 Penyimpanan Vaksin ............................................................
6.2.8 Pendistribusian Vaksin .........................................................
6.2.9 Pemakaian Vaksin ................................................................
6.2.10 Pencatatan dan Pelaporan ...................................................

79
80
80
85
87
92
95
97
100
103
105
106

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 110


7.1 Kesimpulan ....................................................................................... 110
7.2 Saran ................................................................................................. 111
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penerimaan dan Pengeluaran Vaksin Dinas Kesehatan Kabupaten


Ogan Ilir Januari s/d Oktober 2013 ................................................. 5
Tabel 1.2 Estimasi Kerugian Finansial ............................................................ 6
Tabel 2.1 Daftar Suhu Penyimpanan dan Umur Vaksin Berdasarkan Jenis
Vaksin .............................................................................................. 22
Tabel 2.2 Suhu Penyimpanan dan Umur Vaksin ............................................. 23
Tabel 2.3 Lama Penyimpanan Vaksin Di Setiap Tingkatan ............................ 28
Tabel 2.4 Cara Membaca VVM (Vaccine Vial Monitor) ................................ 31
Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 37
Tabel 4.1 Daftar Informan Penelitian............................................................... 44
Tabel 5.1 Karakteristik Informan ..................................................................... 56
Tabel 5.2 Hasil Checklist Peralatan Rantai Vaksin di Dinas Kesehatan OI .... 63
Tabel 5.3 Hasil Checklist Peralatan Rantai Vaksin di Puskesmas Indralaya ... 63
Tabel 5.4 Hasil Checklist Peralatan Rantai Vaksin di Puskesmas Lebung
Bandung ........................................................................................... 64
Tabel 5.5 Hasil Checklist Metode Penyimpanan di Dinas Kesehatan ............. 66
Tabel 5.6 Hasil Checklist Metode Penyimpanan di Puskesmas Indralaya ...... 67
Tabel 5.7 Hasil Checklist Metode Penyimpanan di Puskesmas Lebung
Bandung ........................................................................................... 68
Tabel 6.1 Perbandingan Hasil Wawancara Variabel SDM dengan Standar .... 84
Tabel 6.2 Perbandingan Hasil Wawancara Variabel Dana dengan Standar .... 87
Tabel 6.3 Perbandingan Hasil Wawancara Variabel Material dengan Standar 91
Tabel 6.4 Perbandingan Hasil Wawancara Metode Penerimaan dan
Penyimpanan dengan Standar .......................................................... 94
Tabel 6.5 Perbandingan Hasil Wawancara Permintaan Vaksin dengan
Standar ............................................................................................. 97
Tabel 6.6 Perbandingan Hasil Wawancara Penerimaan Vaksin dengan
Standar ............................................................................................. 99

xiv

Tabel 6.7 Perbandingan Hasil Wawancara Penyimpanan Vaksin dengan


Standar ............................................................................................. 102
Tabel 6.8 Perbandingan Hasil Wawancara Pendistribusian Vaksin dengan
Standar ............................................................................................. 104
Tabel 6.9 Perbandingan Hasil Wawancara Pemakaian Vaksin dengan
Standar ............................................................................................. 106
Tabel 6.10 Perbandingan Hasil Wawancara Pencatatan dan Pelaporan dengan
Standar ........................................................................................... 109

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Logistik ............................................................................. 16


Gambar 2.2 Pendekatan Sistem (Input-Output Model).................................... 39
Gambar 2.3 Mekanisme Pengelolaan Vaksin .................................................. 39

xvi

DAFTAR SINGKATAN

AFR

: Accute Flaccyd Paralysis

BCG

: Bacillus Calmette Guerine

CFR

: Case Fatality Rate

CoA

: Certificate of Arrival

DPT

: Difteri, Pertussis, Tetanus

DT

: Difteri dan Tetanus

PD31

: Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

SBBK

: Surat Bukti Barang Keluar

SP

: Surat Pengiriman

TT

: Tetanus Toksoid

Td

: Tetanus difteri

TKS

: Tenaga Kerja Sukarela

VAR

: Vaccine Arrival Report

VVM

: Vaccine Vial Monitor

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Izin Survey Awal

Lampiran 2

Surat Izin Penelitian

Lampiran 3

Pedoman Wawancara

Lampiran 4

Lembar Checklist

Lampiran 5

Lembar Telaah Dokumen

Lampiran 6

Matriks Hasil Wawancara

Lampiran 7

Struktur Organisasi Dinkes OI

Lampiran 8

Struktur Organisasi Puskesmas Indralaya

Lampiran 9

Struktur Organisasi Puskesmas Lebung Bandung

Lampiran 10

Penggunaan Vaksin di Dinas Kesehatan Kab. OI

Lampiran 11

Penggunaan Vaksin per Puskesmas

Lampiran 12

Laporan Bulanan Dinas Kesehatan Kab. OI

Lampiran 13

Laporan Bulanan Puskesmas Indralaya

Lampiran 14

Pencatatan Stok Vaksin Puskesmas Indralaya

Lampiran 15

SBBK Provinsi ke Kabupaten

Lampiran 16

SBBK Kabupaten Ke Puskesmas

Lampiran 17

Kartu Suhu

Lampiran 18

Prosedur Tetap Penerimaan dan Pemeliharaan Cold


Room

Lampiran 19

Dokumentasi Penelitian

xviii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) merupakan salah
satu kasus permasalahan kesehatan yang membutuhkan perhatian serius. Laporan
WHO (2008) menunjukkan, 1,5 juta anak balita meninggal akibat penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi. Indonesia merupakan salah satu negara dengan
angka Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) yang
cukup tinggi menyerang anak-anak terutama bayi dan balita. Menurut data
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011) diperkirakan setiap tahun
terjadi 5% (1,7 juta) kematian pada anak balita akibat penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I).
Di Sumatera Selatan sendiri, angka PD31 masih cukup tinggi. Berdasarkan
Profil Dinas Kesehatan Sumatera Selatan, CFR (Case Fatality Rate) Tetanus
Neonatorum mencapai 40% dan CFR Difteri 28,5%. Untuk penyakit Campak di
Sumatera Selatan sendiri kasus campak tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun
yaitu sebesar 36,59%. Prevalensi kasus TB di Sumatera Tahun 2004 mencapai
160 per 100.000 penduduk. Kasus AFP (Accute Flaccyd Paralysis) ditemukan
sebanyak 95 kasus sepanjang tahun 2009. (Dinkes Sumsel, 2010)
Salah

satu

upaya

yang

dilakukan

pemerintah

untuk

mengatasi

permasalahan tersebut adalah dengan melakukan program imunisasi. Tujuan


program ini adalah untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan
penderita yang diakibatkan oleh penyakit-penyakit yang dapat dicegah oleh

imunisasi dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2025. Agar tujuan tersebut bisa
dicapai dengan baik tentunya dibutuhkan pengimplementasian program yang
efektif dan efisien dalam semua bidang.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI,
2005), mekanisme penyelenggaraan program imunisasi mencakup penyusunan
perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan rantai vaksin, pencatatan dan pelaporan
serta supervisi dan bimbingan teknis. Tujuan program imunisasi diharapkan dapat
tercapai dengan menggunakan sumber daya dan sumber dana secara efektif dan
efisien. Oleh karena itu, sistem informasi yang mendukung tercapainya tujuan
program imunisasi sangat diperlukan oleh unit pelaksana.
Agar pelaksanaan program imunisasi berjalan dengan efektif dan efisien,
semua unsur program harus berjalan dengan baik termasuk logistik vaksin. Untuk
menjamin kualitas keberhasilan pelayanan imunisasi, potensi vaksin sangat
penting. Vaksin merupakan produk biologis yang sangat mudah rusak dan
kehilangan potensi bila tidak dikelola dengan benar. Peralatan rantai vaksin dalam
program imunisasi sangat menentukan potensi vaksin selama penyimpanan
maupun transportasi (Kemenkes RI, 2005). Dalam program imunisasi, vaksin
merupakan logistik yang penting dan tanpa adanya vaksin, program imunisasi
tidak bisa berjalan dengan baik. Untuk itulah dalam pelaksanaan pendistribusian
logistik vaksin diperlukan pemantauan agar dapat berjalan sesuai harapan.
Vaksin

merupakan

senyawa

antigenik

yang

digunakan

untuk

meningkatkan kekebalan aktif dan meningkatkan imunitas tubuh terhadap suatu


penyakit sehingga tubuh dapat segera membuat antibodi yang di kemudian hari
dapat dicegah atau kebal dari penyakit tersebut. Vaksin adalah produk biologis

yang rentan, memiliki karakteristik tertentu sehingga memerlukan penanganan


khusus. Penyimpangan dari ketentuan yang ada dapat mengakibatkan kerusakan
vaksin sehingga potensi vaksin akan berkurang atau bahkan hilang. Apabila
potensi vaksin tersebut berkurang atau hilang maka tidak akan bisa diperbaiki
kembali. Kualitas vaksin tidak hanya ditentukan dengan test laboratorium (uji
potensi vaksin), namun juga sangat tergantung pada kualitas pengelolaannya
(WHO, 2002).
Setiap tahun pelayanan imunisasi di negara berkembang mencegah sekitar
kelumpuhan 490.000 anak akibat poliomyelitis. Lebih dari 3 juta kematian juga
akibat campak, cacar air, neonatal tetanus, dan pertussis dapat dicegah dengan
adanya imunisasi. Prestasi ini merupakan hasil pencapaian dengan diadakannya
pelatihan petugas kesehatan dalam bidang penyimpanan dan pendistribusian yang
tepat dan peningkatan material cold chain (WHO, 1998).
Vaksin ternyata masih belum disimpan dan ditransportasikan dengan benar
di beberapa daerah. Tidak ada cara mudah yang bisa digunakan di lapangan untuk
menilai apakah vaksin terekspos oleh suhu yang telah sesuai dengan potensi suhu
yang seharusnya, walaupun Vaccine Vial Monitors (VVM) telah disediakan
dengan Oral Poliomyelitis Vaccine (OPV) yang bisa mengindikasi level paparan
suhu dari masing-masing vial. Potensi vaksin hanya bisa ditentukan dengan
pengujian laboratorium, hasilnya baru bisa dilihat dalam beberapa bulan. (WHO,
1998).
Menurut WHO (1998), untuk menjamin kualitas vaksin yang optimal,
penyimpanan dan penanganan membutuhkan perhatian yang intensif. Sumber
daya listrik yang adekuat dan lemari biasanya kurang di negara-negara

berkembang dimana penyimpanan, penanganan, dan stabilitas suhu vaksin


mendapatkan perhatian serius. Produk baru telah diciptakan untuk mengurangi
permasalah tersebut namun untuk memaksimalkannya dibutuhkan pelatihan yang
intensif untuk lebih mengenalkannya pada petugas kesehatan. Evaluasi di India,
Malaysia, Nepal, Republik Serikat Tanzania, dan Tunisia didapatkan hasil bahwa
cold chain masih menunjukkan performance yang buruk dan masih banyak
perhatian yang harus diberikan, terutama fasilitas di sekelilingnya.
Untuk menjamin kualitas vaksin, Indonesia telah membuat suatu sistem
pendaftaran produk dan fasilitas produk, pengawasan kinerja vaksin di lapangan
dan tunduk pada GMP (Good Manufacturing Practices) dan evaluasi data klinis
percobaan dalam mendaftarkan keputusan. National Regulatory Authority (NRA)
yang kompeten dan berfungsi secara independen telah hadir. Kualitas vaksin yang
diberikan kepada anak-anak juga tergantung pada kualitas dari cold chain dan
pengelolaannya dalam hal penyimpanan dan transportasi dari pabrik ke sesi
vaksinasi. Sebuah studi di tahun 2001-2002 oleh PATH dan Depkes
memperlihatkan bahwa 75% dari vaksin Indonesia mungkin telah terpapar ke
suhu yang membeku selama distribusi. Ini dapat mempengaruhi potensi dari
vaksin yang peka terhadap pembekuan seperti HB, TT, DPT dan DT. Maka,
kegiatan prioritas pemerintah beberapa tahun kedepan adalah untuk mendapatkan
penilaian dari pengelolaan cold chain, pedoman/ prosedur pengoperasian yang
direvisi dan pelatihan penyegaran bagi staf cold chain (WHO, 2011).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya, di Dinas
Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir, didapatlah data seperti pada tabel dibawah ini

Tabel 1.1
Penerimaan dan Pengeluaran Vaksin Dinas Kesehatan Kab. Ogan Ilir
Januari s/d Oktober 2013
Vaksin
Penerimaan
Pengeluaran
BCG
4400
2509
DPT Hb
8400
4799
TT
2900
2237
Polio
9000
4821
Campak
4300
3299
DT
970
90
Td
2100
160
Hepatitis B
7000
3519
ADS 5 ml
300
ADS 0,5 ml
5206
ADS 0,05 ml
1400
Jumlah
38770
28340
Sumber : Dinkes OI, 2013

Dari data di atas diperkirakan bahwa selama periode Januari-Oktober


2013, di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir selalu terjadi kelebihan vaksin
dimana jumlah yang diterima tidak seimbang dengan jumlah vaksin yang
didistribusikan. Stok vaksin yang paling banyak berlebih diperkirakan adalah
vaksin Polio dimana jumlah permintaan sebanyak 9000 ampul dan hanya
didistribusikan 4821 ampul atau tidak mencapai setengahnya. Vaksin yang
diperkirakan paling sedikit mengalami kelebihan stok adalah vaksin TT dimana
jumlah yang diterima adalah 2900 ampul dan didistribusikan 2237 ampul.
Berdasarkan data diatas bisa disimpulkan bahwa sampai bulan Oktober
2013, terdapat banyak sekali sisa vaksin yang masih disimpan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Ogan Ilir sedangkan setiap bulannya petugas kesehatan terus
melakukan permintaan terhadap Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.
Berdasarkan ketentuan WHO bahwa di setiap tingkatan instansi pemerintahan
mempunyai masa penyimpanan tersendiri dimana masa penyimpanan vaksin

untuk tingkat kabupaten adalah paling lama 3 bulan. Apabila vaksin disimpan
terlalu lama maka akan bisa menyebabkan kerusakan vaksin dan bila vaksin sudah
rusak, maka tidak akan bisa digunakan lagi. Kerusakan vaksin tentu akan
menimbulkan kerugian terutama dari sisi financial. Bila kita akumulasikan vaksin
yang bersisa berdasarkan harga satuan vaksin, pemerintah menderita kerugian
dalam jumlah yang cukup besar.

Vaksin
BCG
DPT Hb
TT
Polio
Campak
DT
Td
Hepatitis B
Jumlah

Tabel 1.2
Estimasi Kerugian Finansial
Jumlah
Harga Satuan Jumlah Harga
1391
45.100
62.734.100
2302
43.900
101.057.800
435
11.913
5.182.155
2679
16.203
43.407.837
1033
22.572
23.316.876
880
14.487
12.748.560
1940
14.250
27.645.000
2521
18.750
47.268.750
17336
323.361.078

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, diperkirakan kerugian finansial


terbesar dikarenakan kelebihan vaksin DPT-Hb dimana kerugian tersebut
mencapai Rp. 101.057.800. Estimasi kerugian akibat vaksin lainnya ada yang
mencapai Rp. 62.734.100 yaitu diakibatkan oleh kelebihan vaksin BCG. Kerugian
finansial terkecil yaitu mencapai 5.182.155 diperkirakan akibat kelebihan vaksin
TT. Jumlah kerugian setelah diakumulasikan akibat kelebihan vaksin di Dinas
Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir selama periode Januari-Oktober 2013 mencapai
Rp. 323.361.078. Jumlah yang sangat besar dan tentunya bila terus berlanjut akan
lebih merugikan negara.

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin


menganalisis sistem manajemen logistik vaksin yang dilakukan di Dinas
Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diketahui bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
merupakan salah satu tempat unit pelayanan pemerintah yang melakukan program
imunisasi, dan untuk mensukseskan program tersebut dibutuhkan vaksin. Vaksin
merupakan produk biologis yang rentan, memiliki karakteristik tertentu sehingga
memerlukan penanganan khusus. Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir setiap
bulannya menerima 8 macam vaksin yaitu BCG, DPT, TT, Polio 10 Ds, Campak
10 Ds, DT, Td, Hepatitis B dan pada tahun 2013 menerima dalam jumlah 38770
ampul vaksin. Jumlah yang diterima tidak seimbang dengan jumlah vaksin yang
didistribusikan yaitu sekitar 28340 ampul. Dinas Kesehatan Ogan Ilir terus
melakukan permintaan setiap bulannya padahal telah terjadi kelebihan stok dalam
jumlah yang cukup banyak, sedangkan vaksin merupakan produk yang tidak boleh
disimpan terlalu lama karena akan menyebabkan kerusakan. Kerusakan vaksin
akan menyebabkan vaksin tidak bisa digunakan kembali.
Dari latar belakang tersebut maka peneliti ingin mengetahui bagaimana
sistem manajemen logistik pengelolaan vaksin yang diterapkan di Dinas
Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1

Tujuan Umum
Untuk menganalisis sistem manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan

Kabupaten Ogan Ilir.


1.3.2

Tujuan Khusus

1. Menganalisis SDM pengelola vaksin dalam manajemen logistik vaksin di


Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
2. Menganalisis dana pengelolaan vaksin dalam manajemen logistik vaksin
di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
3. Menganalisis material pengelolaan vaksin dalam manajemen logistik
vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
4. Menganalisis metode pengelolaan vaksin dalam manajemen logistik
vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
5. Menganalisis permintaan vaksin dalam manajemen logistik vaksin di
Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
6. Menganalisis penerimaan vaksin dalam manajemen logistik vaksin di
Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
7. Menganalisis penyimpanan vaksin dalam manajemen logistik vaksin di
Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
8. Menganalisis pendistribusian vaksin dalam manajemen logistik vaksin di
Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
9. Menganalisis pemakaian vaksin dalam manajemen logistik vaksin di Dinas
Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir

10. Menganalisis pencatatan & pelaporan dalam manajemen logistik vaksin di


Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1

Bagi Penulis
Mendapatkan wawasan, pengetahuan dan menerapkan teori-teori yang
telah didapatkan dari bangku kuliah terutama ilmu manajemen logistik.

1.4.2

Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir


Memperoleh masukan bagi petugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan
Ilir khususnya Bidang P2PL yang bermanfaat yang dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan di masa yang
akan datang yang berkaitan dengan manajemen logistik vaksin

1.4.3

Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat


Menambah rujukan pustaka mengenai manajemen logistik khususnya
manajemen logistik vaksin yang dapat dimanfaatkan oleh dosen maupun
mahasiswa dan dapat dijadikan sebagai referensi ilmiah oleh peneliti
selanjutnya

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN


1.5.1 Lingkup Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir,
Puskesmas Indralaya, dan Puskesmas Lebung Bandung

10

1.5.2 Lingkup Materi


Materi penelitian ini adalah Administrasi Kebijakan Kesehatan (AKK)
khususnya materi manajemen logistik
1.5.3 Lingkup Waktu
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan November hingga bulan
Desember 2013

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen
2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara
universal. Menurut Sondang yang dikutip oleh Kusmanto dkk (1998), manajemen
adalah seni memperoleh hasil melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh
orang lain. Oleh karena itu sebenarnya hakekat pemahaman terhadap manajemen
adalah penggerakan yaitu menggerakkan orang lain agar secara bersama-sama
mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan bersama. Dengan demikian mudah
dipahami bila dikatakan bahwa leadership adalah inti manajemen. Dalam
manajemen tentu telah ditetapkan tujuan organisasi yang hendak dicapai.
Mary Parker Follet (1868-1933) mendefinisikan manajemen sebagai seni
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang
manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi. Ricky W. Griffin (1987) mendefinisikan manajemen sebagai sebuah
proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan
sumber daya untuk mencapai sasaran. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai
sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada
dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Dari beberapa
pandangan diatas, dapat disimpulkan ada tiga alasan mendasar mengapa
manajemen diperlukan, yaitu :

11

12

1. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan,


sasaran, dan kegiatan yang bertentangan dari pihak-pihak yang
berkepentingan dengan organisasi, seperti pimpinan, pegawai, pelanggan,
serikat kerja, masyarakat, pemerintah, dll
2. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan juga tujuan
individu yang ada dalam organisasi tersebut
3. Untuk mencapai efektivitas dan efisiensi (Anshari, 2009)
Ada empat hal penting yang perlu dibahas lebih lanjut mengenai
pengertian manajemen.
Pertama : Manajemen adalah ilmu terapan. Manajemen tidak pernah dapat
diterapkan dalam tatanan organisasi yang bersifat imajiner. Manajemen selalu
bergerak dalam tatanan dan ruang lingkup organisasi yang riil, baik formal
maupun informal.
Kedua : Manajemen selalu berkaitan dengan kehidupan berorganisasi. Di dalam
sebuah organisasi selalu akan timbul kebutuhan untuk bekerja sama. Ada orangorang yang menjadi pimpinan, dan ada orang-orang yang menjadi kelompok yang
dipimpin. Masing-masing kelompok mempunyai tugas dan keterampilan yang
berbeda.
Ketiga : Keberhasilan organisasi akan tercermin dari kemahiran manajerial dan
keterampilan teknis operasional seorang manajer. Di dalam manajemen ada tiga
jenis keterampilan manajerial disesuaikan dengan tingkatan manajer. Semua
tingkat manajer (unsur pimpinan) wajib mengembangkan dan peka dengan
keterampilan yang bersifat HAM karena SDM adalah sumber daya organisasi.

13

Keempat : Dalam organisasi yang mempunyai jumlah SDM yang besar, ada
sekelompok staf yang mempunyai ruang lingkup kegiatan yang berbeda dengan
kelompok staf yang lain. Masing-masing kelompok perlu dibuatkan wadahnya
seperti seksi, bidang, divisi atau departemen (Muninjaya, 2004).
2.1.2 Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan
melekat di dalam proses manajemen dan selalu dijadikan acuan oleh seorang
manajer dalam melaksanakan kegiatannya untuk mencapai tujuan organisasi
(Anshari, 2009). Fungsi manajemen terdiri dari 4 fungsi.
A. Fungsi perencanaan
Fungsi perencanaan adalah fungsi fungsi terpenting dalam manajemen
karena fungsi ini akan menentukan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Fungsi
perencanaan merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen secara
keseluruhan. Perencanaan manajerial terdiri dari dua bagian utama yaitu
perumusan strategi dan penerapan strategi. Pada bagian perumusan strategi akan
ditetapkan tujuan dan kebijaksanaan umum organisasi. Perumusan strategi
biasanya dikerjakan oleh pimpinan puncak suatu organisasi sedangkan
implementasinya dikerjakan sepenuhnya oleh para manajer operasional dan
dikoordinasi oleh manajer menengah.
B. Fungsi Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolonggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas
pokok dan wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf
dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan definisi tersebut, fungsi

14

pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan (sinkronisasi) dan mengatur


semua kegiatan yang ada kegiatannya dengan personil, finansial, material, dan tata
cara untuk mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati bersama.
C. Fungsi Penggerakan dan Pelaksanaan
Fungsi manajemen ini merupakan fungsi penggerak semua kegiatan
program (ditetapkan pada fungsi pengorganisasian) untuk mencapai tujuan
program (dirumuskan dalam fungsi perencanaan). Oleh karena itu, fungsi
manajemen ini lebih menekankan bagaimana manajer mengarahkan dan
menggerakkan semua sumber daya (manusia dan yang bukan manusia) untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati. Untuk menggerakkan dan mengarahkan
sumber daya manusia dalam organisasi, peranan kepemimpinan, motivasi staf,
kerja sama dan komunikasi antar staf merupakan hal pokok yang perlu mendapat
perhatian para manajer organisasi.
D. Pengawasan dan Pengendalian
Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan fungsi yang terakhir dari
proses manajemen. Fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan ketiga fungsi
manajemen lainnya, terutama dengan fungsi perencanaan. Melalui fungsi
pengawasan dan pengendalian, standar keberhasilan program yang dituangkan
dalam bentuk target, prosedur kerja dan sebagainya harus selalu dibandingkan
dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf
(Muninjaya, 2004).

15

2.2 Manajemen Logistik


2.2.1 Pengertian
Menurut Donald J. Bowersox (2000), manajemen logistik adalah unik
karena ia merupakan salah satu aktivitas perusahaan yang tertua tetapi juga
termuda. Aktivitas logistik yang terdiri 5 komponen : struktur lokasi fasilitas,
transportasi, persediaan (inventory), komunikasi, dan pengurusan & penyimpanan
telah dilaksanakan orang semenjak awal spesialisasi komersil. Sulit untuk
membayangkan sesuatu pemasaran atau manufacturing yang tidak membutuhkan
sokongan logistik.
Manajemen logistik modern didefinisikan sebagai proses pengelolaan
yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan
barang jadi dari para suplier, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada
para pelanggan. Dengan tujuan menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam
material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam keadaan
yang dapat dipakai, ke lokasi dimana ia dibutuhkan, dan dengan total biaya yang
terendah.

Melalui

proses

logistiklah

material

mengalir

ke

kelompok

manufakturing yang sangat luas dari negara industri dan produk-produk


didistribusikan melalui saluran-saluran distribusi untuk konsumsi (Ali Maimun,
2008).
2.2.2 Tujuan Logistik
Tujuan logistik adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam
material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan, dan dalam
keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi dimana ia dibutuhkan, dan dengan total
biaya yang terendah. Sasaran penyelenggaraan logistik adalah mencapai level

16

sokongan manufacturing-pemasaran yang telah ditentukan sebelumnya dengan


total biaya yang serendah mungkin. Tanggung jawab utama manajer logistik
adalah merencanakan dan mengelola suatu sistem operasi yang mampu mencapai
sasaran ini. Dalam tanggung jawab perencanaan dan pengelolaan yang luas ini
terdapat banyak sekaligus yang kompleks dan mendetil. Ciri-ciri utama logistik
adalah integrasi berbagai dimensi dan tuntutan terhadap pemindahan dan
penyimpanan yang strategis (Bowersox, 2000).
2.2.3 Fungsi-fungsi Manajemen Logistik
Fungsi-fungsi manajemen logistik sebenarnya sama dengan fungsi
manajemen pada umumnya. Menurut Bowersox (2000), ada tujuh fungsi
manajemen logistik dan sering diberi istilah Siklus Logistik.
Perencanaan

Pemeliharaan

Penggunaan

Penganggaran
Pengendalian
Pengadaan

Penyaluran

Penyimpanan
Gambar 2.1
Siklus Logistik

17

2.3 Manajemen Logistik Terpadu


2.3.1 Alasan Logistik Terpadu
Manajemen logistik terpadu memberikan logika bahwa tantangan bagi
masa depan adalah untuk mengintegrasikan kerumitan distribusi fisik itu dengan
operasi manajemen material. Tantangan utama bagi masa depan adalah
mengembangkan suatu

logika tunggal

untuk menuntun secara

teratur,

penyimpanan dan arus persediaan barang yang efisien dari sumber material ke
kompleks manufacturing, terus ke saluran distribusi, dan sampai kepada nasabah.
Logika tersebut makin lama makin menjadi lazim, sekurang-kurangnya menurut
Bowersox (2000) karena 5 alasan.
Alasan pertama adalah besarnya saling ketergantungan antara kedua
bidang operasional itu yang dapat diusahakan untuk kemanfaatan perusahaan.
Perspektif sistem total pergerakan/penyimpanan memberikan imbalan dan potensi
sinergistik yang lebih besar. Potensi untuk pengintegrasian ini meliputi aktivitas
yang jauh lebih besar daripada jika distribusi fisik atau manajemen material itu
kita tinjau sendirian. Alasan kedua untuk menyokong logistik terpadu adalah
bahwa konsep distribusi fisik dan manajemen material yang sempit tu besar
kemungkinan menimbulkan keadaan yang negatif atau gangguan-gangguan.
Kedua konsep ini sangat memberikan prioritas operasional pada sasaran-sasaran
yang bertolak belakang. Alasan ketiga untuk mengintegrasikan aktivitas fisik
distribusi fisik dengan manajemen material adalah bahwa kebutuhan pengawasan
untuk masing-masing jenis operasi ini adalah sama. Alasan keempat adalah
meningkatnya kesadaran bahwa banyak saling-timbal terdapat di antara ekonomi
manufacturing dengan kebutuhan pemasaran yang dapat dirujukkan oleh suatu

18

sistem logistik yang dirancang dengan baik. Alasan yang kelima dan barangkali
yang terpenting bagi logistik terpadu adalah bahwa kebutuhan akan misi logistik
sekarang dan di masa datang tidak lagi dapat dipenuhi oleh penyebaran teknologi
perangkat-keras saja (Bowersox, 2000).
2.3.2 Logistik Terpadu
Menurut Bowersox (2000), konsep logistik terpadu ini terdiri dari 2 usaha
yang berkaitan, yaitu operasi logistik dan koordinasi logistik.
A. Operasi Logistik
Aspek operasional logistik ini mengenai manajemen pemindahan dan
penyimpanan material dan produk jadi perusahaan. Jadi, operasi logistik itu dapat
dipandang sebagai berawal dan pengangkutan pertama material atau komponenkomponen dari sumber perolehannya dan berakhir pada penyerahan produk yang
dibuat atau diolah itu kepada pelanggan atau konsumen. Untuk pembahasan,
operasi logistik itu dapat dibagi kedalam 3 kategori : (1) manajemen distribusi
fisik, (2) manajemen material, (3) transfer persediaan barang di dalam perusahaan.
Proses manajemen distribusi fisik adalah menyangkut pengangkutan
produk kepada langganan. Manajemen distribusi fisik adalah aspek logistik
keseluruhannya yang berkaitan dengan pengolahan dan pengiriman barang yang
dipesan oleh pelanggan. Dalam distribusi fisik, langganan di pandang sebagai
pemberhentian terakhir dalam saluran pemasaran. Distribusi fisik ini esensial bagi
pemasaran karena pengiriman produk pada waktunya dan ekonomis itu adalah
perlu untuk transaksi yang menguntungkan. Proses pemasaran dalam arti luas
dapat dibagi menjadi aktivitas penciptaan-transaksi dan aktivitas penyelesaian
fisik. Distribusi fisik ini terutama menyangkut aktivitas penyelesaian fisik

19

tersebut. Melalui proses distribusi fisik inilah waktu dan ruang dalam pelayanan
nasabah menjadi bagian yang integral dari pemasaran. Kesimpulannya, sistem
tersebut menghubungkan bersama para manufaktur, para grosir, para pengecer ke
dalam saluran pemasaran yang menjamin tersedianya produk sebagai suatu aspek
yang integral dari proses pemasaran keseluruhannya.
Manajemen material yang kadang-kadang disebut sebagai suplai fisik
adalah menyangkut perolehan dan pengangkutan material. Suku cadang, dan/atau
persediaan barang jadi dari tempat pembelian ke tempat pembuatan atau
perakitan, gudang, atau toko pengecer. Aspek logistik yang berkenaan dengan
pembelian barang mentah, suku cadang dan barang-dagang untuk dijual kembali
disebut manajemen material. Titik pusat dari manajemen material adalah
memberikan kontinuitas dan stabilitas dalam pembelian. Tujuan pokoknya adalah
untuk memberikan assortment yang benar dari material, suku cadang, atau barang
dagang untuk dijual kembali pada lokasi yang dikehendaki. Pemeliharaan suplai
yang kontinu merupakan suatu aspek yang esensial dari manajemen material.
Transfer persediaan internal adalah pemindahan yang dibutuhkan untuk
mengintegrasikan operasi distribusi fisik dengan operasi manajemen material
dalam suatu perusahaan. Tujuan utama dari manajemen material ini adalah
memelihara arus bahan mentah yang teratur dan ekonomis dan membeli barang
dari luar untuk perusahaan. Operasi distribusi fisik adalah berkenaan dengan
pengolahan pesanan langganan dan mengantarkannya. Perbedaan kebutuhan
pemindahan yang sangat besar terdapat antara distribusi fisik dengan manajemen
material. Spesialisasi manajemen distribusi fisik dan manajemen material dalam
suatu perusahaan menimbulkan bidang yang kabur dalam pengawasan antara arus

20

material pabrik dengan arus barang-jadi ke langganan. Transfer persediaan


merujukkan bidang yang kabur ini. Pergerakan produk, material, dan suku-cadang
setengah jadi dan komponen-komponen diantara fasilitas-fasilitas perusahaan
adalah tanggung jawab operasi transfer persediaan.
B. Koordinasi Logistik
Koordinasi logistik adalah penentuan kebutuhan dan spesifikasi yang
memadukan seluruh operasi logistik. Tujuan utama dari manajemen material
adalah untuk memelihara teraturnya arus barang yang diberi dari luar ke dalam
perusahaan. Operasi distribusi fisik mengatur penyerahan/pengantaran produk ke
luar perusahaan ke para langganan. Sedangkan transfer persediaan internal adalah
untuk menyeimbangkan operasi-operasi tersebut dengan mengatur pergerakan
barang-barang setengah jadi diantara berbagai tahap pembuatan dan pergerakan
barang jadi ke dan diantara gudang-gudang yang dipakai oleh perusahaan itu.
Fungsi koordinasi logistik adalah untuk memastikan sistem bahwa seluruh
pergerakan dan penyimpanan itu ada diselesaikan seefektif dan seefisien mungkin.
Apabila suatu perusahaan melaksanakan banyak operasi distribusi fisik manupun
manajemen material, maka tentulah diperlukan tingkat koordinasi yang tinggi.
Oleh karena kegiatan manajerial yang dapat diarahkan untuk pencapaian
koordinasi yang efektif itu seringkali sudah ada dalam suatu perusahan, maka
untuk memperbaiki koordinasi logistik tidak perlu lagi menciptakan atau
membentuk aktivitas baru. Koordinasi logistik akan membahas peramalan,
pengolahan pesanan dan terakhir membahas perencanaan perolehan produk dan
perencanaan kebutuhan material.

21

Masukan utama bagi perencanaan dan pengkoordinasian operasi logistik


adalah peramalan tentang permintaan langganan. Peramalan merupakan cara
perusahaan untuk mencari tahu limit ketidakpastian masa depan terhadap operasi
perusahaan. Hasil yang diharapkan dari peramalan ini adalah seperangkat
perkiraan dari seluruh manajer mengenai level yang diharapkan dari kegiatan
bisnis di masa depan dan perkiraan prestasi penjualan dari masing-masing produk.
Jangka waktu proyeksi peramalan operasi logistik ini biasanya adalah satu tahun
atau kurang, bergantung dari tujuan penggunaan rencana tersebut. Dalam
menyajikan dua kategori yang paling lazim dari teknik peramalan matematisstatistis, dibuatlah asumsi bahwa suatu produk tunggal diramalkan dalam suatu
pasar tunggal. Ada dua teknik peramalan yang akan dibahas kali ini yaitu regresi
dan analisa deret waktu. Ada 4 teknik analisa deret waktu menurut tingkat
kompleksitasnya. 4 teknik tersebut adalah (1) rata-rata bergerak, (2) perataan
eksponen (3) peranan diulur, (4) penataan disesuaikan.

2.4 Vaksin
2.4.1 Pengertian Vaksin
Menurut WHO (2002), vaksin adalah produk biologis yang terbuat dari
kuman, komponen kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan yang berguna
untuk merangsang timbulnya kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit
tertentu. Semua vaksin merupakan produk biologis yang rentan sehingga
memerlukan penanganan khusus. Beberapa situasi yang mempengaruhi vaksin
antara lain: pengaruh kelembaban (humidity effect). Kelembaban hanya
berpengaruh terhadap vaksin yang disimpan terbuka atau penutupnya tidak

22

sempurna (bocor), pengaruh kelembaban sangat kecil dan dapat diabaikan jika
kemasan vaksin baik, misalnya dengan kemasan ampul atau botol tertutup kedap
(hermatically sealed) (Centers for Disease Control and Prevention, 2003 dalam
Kristini, 2008)
a. Pengaruh suhu (temperature effect).
Suhu adalah faktor yang sangat penting dalam penyimpanan vaksin karena
dapat menurunkan potensi maupun efikasi vaksin yang bersangkutan apabila
disimpan pada suhu yang tidak sesuai. (Centers for Disease Control and
Prevention, 2003 dalam Kristini, 2008). Suhu penyimpanan vaksin yang tepat
akan berpengaruh terhadap umur vaksin sebagaimana tabel berikut:
Tabel 2.1
Daftar suhu penyimpanan dan umur vaksin berdasarkan jenis vaksin
Jenis vaksin
Suhu penyimpanan
Umur vaksin
BCG
Polio
Campak
DPT
Hepatitis B
TT
DT
DPT-HB

+2 C s/d +8 C atau - 15 C s/d -25 C


+2 C s/d +8 C
- 15 C s/d -25 C
+2 C s/d +8 C atau - 15 C s/d -25 C
+2 C s/d +8 C
+2 C s/d +8 C
+2 C s/d +8 C
+2 C s/d +8 C
+2 C s/d +8 C

1 tahun
6 bulan
2 tahun
2 tahun
2 tahun
26 bulan
2 tahun
2 tahun
2 tahun

Sumber : WHO.Thermostability of Vaccines.1998 23

Tabel tersebut menunjukan bahwa untuk jenis vaksin yang sensitif terhadap panas
dapat disimpan pada lemari es dan freezer. Umur vaksin polio akan lebih lama
bila disimpan pada suhu freezer jika dibandingkan bila disimpan pada suhu lemari
es. Apabila terjadi penyimpangan terhadap suhu penyimpanan dari yang
direkomendasikan, maka akan berpengaruh terhadap umur vaksin, sebagaimana
tabel berikut:

23

Vaksin

Tabel 2.2
Suhu penyimpanan dan umur vaksin
Pada suhu

Hepatitis B, DPT-HB
DPT, , DT, TT
DPT, DPT-HB, DT
Hepatitis B & TT
Polio
Campak dan BCG

-0,5 C
-0,5 C s/d -10 C
beberapa C diatas suhu udara luar
(ambient temperatur < 34 C)
beberapa C diatas suhu udara luar
(ambient temperatur < 34 C)
beberapa C diatas suhu udara luar
(ambient temperature < 34 C)
beberapa C diatas suhu udara luar
(ambient temperatur < 34 C)

Dapat bertahan
selama
Maks 1,5 jam
Maks 1,5 2 jam
14 hari
30 hari
2 hari
7 hari

Sumber : WHO.Thermostability of Vaccines. 1998.23

b. Pengaruh sinar matahari (sunlight effect).


Setiap vaksin yang berasal dari bahan biologi harus dilindungi dari
terhadap pengaruh sinar matahari langsung maupun tidak langsung, sebab bila
tidak demikian, maka vaksin tersebut akan mengalami kerusakan dalam waktu
singkat (WHO, 1998).
Saat ini, kemasan vaksin telah dilengkapi dengan label VVM (vaccine vial
monitoring) yang berfungsi sebagai indikator paparan panas, sehingga petugas
dengan mudah dapat mengenali vaksin yang telah terpapar suhu panas dengan
membaca perubahan pada label VVM (WHO, 1998).
2.4.2 Penggolongan Vaksin
A. Penggolongan berdasarkan asal antigen (Immunization Essential)
Menurut Nossal (2003) dalam Kristini (2008), berdasarkan asal antigen,
vaksin dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

Live attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan)

Inactivated (bakteri, virus atau komponennya, dibuat tidak aktif)

24

1) Vaksin hidup attenuated.


Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar penyebab penyakit. Virus atau
bakteri liar ini dilemahkan di laboratorium, biasanya dengan cara pembiakan
berulang-ulang. Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan mudah mengalami
kerusakan bila kena panas dan sinar, oleh karenanya vaksin golongan ini harus
dilakukan pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati (WHO, 2002)
Vaksin hidup attenuated yang tersedia :

Berasal dari virus hidup: vaksin campak, gondongan, rubella, polio,


rotavirus, demam kuning.

Berasal dari bakteri : vaksin BCG dan demam tifoid oral.

2) Vaksin Inactivated
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam
media pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif dengan penambahan bahan kimia
(biasanya formalin) (WHO, 2002). Vaksin inactivated yang tersedia saat ini
berasal dari:

Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies,


hepatitis A.

Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera.

Toksoid, contoh difteria, tetanus.

Polisakarida murni, contoh pneomukokus, meningokokus.

Gabungan polisakarida.

3) Rekombinan (rekayasa genetika)

25

Antigen vaksin dapat pula dihasilkan dengan cara teknik rekayasa genetik. Produk
ini sering disebut sebagai vaksin rekombinan. Contoh vaksin dari rekayasa
genetik yang saat ini telah tersedia: vaksin Hepatitis B dan vaksin tifoid.
B. Penggolongan berdasarkan sensitivitas terhadap suhu
1). Vaksin yang peka terhadap suhu dingin dibawah 0 C yaitu vaksin FS (Freeze
Sensitive = Sensitif Beku). Vaksin yang tergolong FS adalah: Hepatitis B (dalam
kemasan vial atau kemasan PID = Prefill Injection Device), DPT, DPT-HB, DT,
TT (WHO, 2002)
2). Vaksin yang peka terhadap suhu panas berlebih ( > 34 C ), yaitu vaksin HS
(Heat Sensitive = Sensitif Panas), seperti: BCG,Polio, Campak (WHO, 2002)
2.4.3. Pengelolaan Vaksin
Pengelolaan vaksin sama halnya dengan pengelolaan rantai vaksin yaitu
suatu prosedur yang digunakan untuk menjaga vaksin pada suhu tertentu yang
telah ditetapkan agar vaksin memiliki potensi yang baik mulai dari pembuatan
sampai pada saat pemberiannya kepada sasaran (WHO dalam Kristini, 2008).
Pengelolaan rantai vaksin sebagai suatu sistem pengawasan, mempunyai
komponen yang terdiri dari input, proses, out put, efek, out come dan mekanisme
umpan baliknya (Muninjaya, 2004).
1. Input
Input dalam pengelolaan vaksin terdiri dari man. money, material, method,
disingkat dengan 4 M. Man atau sumber daya manusia di tingkat dinas kesehatan
minimal mempunyai tenaga yang bertugas sebagai petugas imunisasi dan
pengelola cold chain dengan standar kualifikasi tenaga minimal SMA atau SMK
yang telah mengikuti pelatihan cold chain. Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh

26

tenaga profesional/terlatih (Kemenkes RI, 2005). Oleh karena itu, untuk


meningkatkan pengetahuan dan atau ketrampilan petugas pengelola vaksin perlu
dilakukan pelatihan. Studi tentang pengelolaan vaksin yang dilakukan oleh
Kristini di Semarang (2008) menunjukan bahwa dengan pengetahuan yang baik
dan ditindaklanjuti dengan praktik pengelolaan vaksin yang baik akan
menurunkan jumlah vaksin yang rusak. Program pelatihan dapat mempengaruhi
perilaku kerja dalam dua cara dan yang paling jelas adalah dengan langsung
memperbaiki

keterampilan

yang

diperlukan

petugas

agar

berhasil

menyelesaikannya pekerjaannya.
Money dalam pengelolaan vaksin adalah tersedianya dana operasional untuk
pemeliharaan peralatan rantai vaksin secara rutin serta kondisi darurat bila terjadi
kerusakan peralatan. Material adalah dalam pengelolaan vaksin adalah peralatan
rantai vaksin yang meliputi lemari es, vaccine carrier, termometer, kartu suhu,
form laporan dan sebagainya. Method antara lain prosedur penerimaan dan
penyimpanan vaksin (Muninjaya, 2004)
2. Proses
Proses dalam pengelolaan vaksin adalah semua kegiatan pengelolaan vaksin mulai
dari permintaan vaksin, penerimaan/pengambilan, penyimpanan, pendistribusian,
pemakaian vaksin, dan pencatatan dan pelaporan (WHO, 2002).
a. Permintaan vaksin
Permintaan kebutuhan vaksin didasarkan pada jumlah sasaran yang akan
diimunisasi dengan mempertimbangkan kapasitas tempat penyimpanan vaksin.
Permintaan vaksin di semua tingkatan dilakukan pada saat stok vaksin telah

27

mencapai stok minimum oleh karena itu setiap permintaan vaksin harus
mencantumkan sisa stok yang ada.
b. Penerimaan/pengambilan Vaksin
Pengambilan vaksin harus menggunakan peralatan rantai vaksin yang sudah
ditentukan, Misalnya cold box atau vaccine carrier atau termos. Sebelum
memasukan vaksin ke dalam alat pembawa, petugas harus memeriksa indikator
vaksin (VVM) kecuali vaksin BCG. Vaksin yang boleh digunakan hanya hanya
bila indikator VVM A atau B, sedangkan bila VVM pada tingkat C atau D, vaksin
tidak diterima karena tidak dapat digunakan lagi. Selanjutnya ke dalam vaccine
carrier dimasukan kotak cair dingin (cool pack) dan di bagian tengah diletakkan
termometer. Vaccine carrier yang telah berisi vaksin, selama perjalanan tidak
boleh terkena matahari langsung (WHO, 2003).
c. Penyimpanan Vaksin
Agar vaksin tetap mempunyai potensi yang baik sewaktu diberikan kepada
sasaran maka vaksin harus disimpan pada suhu tertentu dengan lama
penyimpanan yang telah ditentukan di masing-masing tingkatan administrasi.
Cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut potensi dan
daya antigennya. Susunan vaksin dalam lemari es harus diperhatikan karena suhu
dingin dari lemari es/freezer diterima vaksin secara konduksi (WHO, 2002).
Di bawah ini merupakan gambaran tentang lama penyimpanan vaksin disetiap
tingkatan:

28

Tabel 2.3
Lama penyimpanan vaksin di setiap tingkatan
Pusat/Bio Provinsi
Kab/Kota
Pusk/Pustu, Bidan desa
farma
RS,
dan (khusus HB
unit lainnya <7)
Masa simpan vaksin
6 bulan
3 bulan + 1 2 bulan
1 bulan + 1
bulan
+ 1 bulan minggu
cadangan
cadangan
cadangan
Freezer : suhu -15 C s/d -25 C
+2 C s/d
+8 C

Jenis
Vaksin

Polio
DPT
TT
DT
BCG
Campak
Polio
HB
DPT-HB
Hb-uniject
Hb-uniject

+2 C s/d +8 C

Suhu
ruangan

Sumber : World Health Organization, Users handbook for vaccine cold room or freezer room,
2002.

Vaksin yang berasal dari virus hidup (polio dan campak) pada pedoman
sebelumnya harus disimpan pada suhu di bawah 0 C. Dalam perkembangan
selanjutnya, hanya vaksin polio yang masih memerlukan suhu di bawah 0 C di
provinsi dan kabupaten/kota, sedangkan vaksin campak dapat disimpan di
refrigerator pada suhu 2-8 C. Adapun vaksin lainnya harus disimpan pada suhu
2-8 C
d. Pendistribusian
Pengertian distribusi disini adalah transportasi atau pengiriman vaksin dari
pusat ke provinsi, dari provinsi ke kabupaten/kota, dari kabupaten/kota ke
puskesmas dan dari puskesmas ke bidan di desa atau posyandu. Distribusi vaksin
baik jumlah maupun frekuensinya harus disesuaikan dengan volume vaksin di

29

masing-masing provinsi serta biaya transportasi. Bila frekuensi distribusi vaksin


dikurangi,

keuntungannya

adalah

biaya

transportasi

berkurang

sedang

kerugiannya sebagian besar umur vaksin dihabiskan dalam tempat penyimpanan


dipusat. Dari gudang provinsi vaksin diambil oleh petugas kabupaten/kota setiap
bulan dan dari gudang kabupaten/kota vaksin diambil oleh petugas puskemas
setiap bulan. Dengan demikian untuk kabupaten/kota dan puskesmas diperlukan
biaya pengambilan vaksin setiap bulan. Dalam menjaga potensi vaksin selama
transportasi, ketentuan pemakaian cold/cool box, vaccine carrier, thermos,
cold/cool pack harus diperhatikan.
e. Pemakaian
Prinsip yang dipakai dalam mengambil vaksin untuk pelayanan imunisasi, adalah,
"Earliest Expired First Out/EEFO" (dikeluarkan berdasarkan tanggal kadaluarsa
yang lebih dulu). Namun dengan adanya VVM (Vaccine Vial Monitor) ketentuan
EEFO tersebut menjadi pertimbangan kedua. VVM sangat membantu petugas
dalam manajemen vaksin secara cepat dengan melihat perubahan warna pada
indikator yang ada (WHO, 2002).
Kebijaksanaan program imunisasi adalah tetap membuka vial/ampul baru
meskipun sasaran sedikit untuk tidak mengecewakan masyarakat. Kalau pada
awalnya indeks pemakaian vaksin menjadi sangat kecil dibandingkan dengan
jumlah dosis per vial/ampul, dengan semakin mantapnya manajemen program di
unit pelayanan, tingkat efisiensi dari pemakaian vaksin ini harus semakin tinggi
(Kemenkes RI, 2005).

30

f. Pencatatan dan Pelaporan


Stok vaksin harus dilaporkan setiap bulan, hal ini untuk menjamin tersedianya
vaksin yang cukup dan memadai. Keluar masuknya vaksin terperinci menurut
jumlah, no batch, kondisi VVM, dan tanggal kadaluarsa harus dicatat dalam kartu
stok. Sisa atau stok vaksin harus selalu dihitung pada setiap kali penerimaan dan
pengeluaran vaksin. Masing-masing jenis vaksin mempunyai kartu stok tersendiri,
Selain itu kondisi VVM sewaktu menerima vaksin juga perlu dicatat di Surat
Bukti Barang Keluar (SBBK) (WHO, 2002)
3. Output
Yang menjadi output dalam sistem pengelolaan rantai vaksin adalah kualitas
vaksin. Kualitas vaksin hanya dapat dipertahankan jika vaksin disimpan dan
ditangani dengan tepat mulai dari pembuatan hingga penggunaan (WHO-Unicef,
2003). Monitoring kualitas vaksin dapat dilakukan secara cepat dengan melihat
indikator VVM dan Freeze tag atau freeze watch.
VVM adalah indikator paparan panas yang melekat pada setiap vial vaksin
yang digunakan untuk memantau vaksin selama perjalanan maupun dalam
penyimpanan (WHO, 2002). Semua vaksin program imunisasi kecuali BCG telah
dilengkapi dengan VVM. VVM tidak mengukur potensi vaksin secara langsung,
namun memberikan informasi tentang layak tidaknya pemakaian vaksin yang
telah terkena paparan panas. VVM mempunyai karakteristik yang berbeda,
spesifik untuk tiap jenis vaksin. VVM untuk vaksin polio tidak dapat digunakan
untuk vaksin Hb, begitu juga sebaliknya.

31

Kondisi VVM
Kondisi A

Kondisi B

Kondisi C

Kondisi D

Tabel 2.4
Cara membaca VVM (Vaccine Vial Monitor)
Keterangan
Warna segi empat lebih
Vaksin
ini
dapat
terang dari warna gelap digunakan
di sekelilingnya
Warna segi empat sudah
Vaksin ini harus segera
mulai berwarna gelap digunakan
namun masih lebih terang
dari warna gelap di
sekelilingnya
Warna segi sama dengan Vaksin ini jangan
warna
gelap
di digunakan lagi
sekelilingnya
Warna segi empat lebih
Vaksin ini jangan
gelap dibanding dari digunakan lagi
warna
gelap
di
sekelilingnya

Sumber : World Health Organization. Vaccine Vial Monitor

Freeze tag dan freeze watch adalah alat pemantau paparan suhu dingin
dibawah 0 C. Freeze tag dan freeze watch digunakan untuk memantau kinerja
lemari es terhadap penyimpanan vaksin yang sensitif beku. Bila menemukan
vaksin yang dicurigai beku maka perlu dilakukan uji kocok (shake test) dengan
prosedur yang baru. Perbedaan uji kocok pada prosedur yang lama adalah adanya
vaksin pembanding yang berupa vaksin yang sengaja dirusak atau dibekukan.
Prosedur uji kocok vaksin adalah sebagai berikut:
a. Pilih satu contoh dari tiap tipe dan batch vaksin yang dicurigai pernah beku,
utamakan yang dekat dengan evaporator dan bagian lemari es yang paling dingin.
Beri label Tersangka Beku. Bandingkan dengan vaksin dari tipe dan batch
yang sama yang sengaja dibekukan hingga beku padat seluruhnya dan beri label
Dibekukan.

32

b. Biarkan contoh Dibekukan dan vaksin Tersangka Beku sampai mencair


seluruhnya
c. Kocok contoh Dibekukan dan vaksin Tersangka beku secara bersamaan.
d. Amati contoh Dibekukan dan vaksin Tersangka beku bersebelahan untuk
membandingkan waktu pengendapan (umumnya 5 30 menit). Uji kocok
dilakukan untuk tiap vaksin yang berbeda batch dan jenis vaksinnya dengan
kontrol Dibekukan yang sesuai.

2.5 Imunisasi
2.5.1 Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Imunisasi adalah suatu
tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam
tubuh manusia, untuk mencegah penyakit. (Kemenkes RI, 2005)
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen
yang serupa tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya kekebalan, maka
terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif.
Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat
oleh individu. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu
atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin.
Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh
(Grossman dalam Kristini, 2008). Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat

33

oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau
terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif biasanya berlangsung lama karena
adanya memori.
2.5.2 Tujuan dan manfaat
Tujuan imunisasi adalah mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang
dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (Bellanti
dalam Kristini, 2008). Imunisasi merupakan suatu teknologi yang sangat berhasil
di dunia kedokteran sekaligus merupakan sumbangan ilmu pengetahuan yang
terbaik yang pernah dapat diberikan oleh ilmuwan di dunia ini. Imunisasi adalah
upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien dibandingkan dengan upaya
kesehatan lainnya.
Berbagai keuntungan imunisasi, antara lain: 1) Pertahanan tubuh yang terbentuk
akan dibawa seumur hidup; 2) Bersifat cost effective karena murah dan efektif; 3)
Imunisasi tidak berbahaya. Reaksi yang sangat serius sangat jarang terjadi, jauh
lebih jarang dari komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut
secara alamiah (Kemenkes RI, 2005).
2.5.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan imunisasi
Keberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor antara lain status imun
pejamu, faktor genetik pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin (Supriyono
dalam Kristini, 2008)
a. Status imun pejamu
Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan
mempengaruhi keberhasilan imunisasi. Misalnya pada bayi semasa fetus

34

mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak, bila imunisasi


campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik terhadap virus campak masih
tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu
ibu (ASI) yang mengandung IgA sekretori (slgA) terhadap virus polio dapat
mempengaruhi keberhasilan imunisasi polio yang diberikan secara oral, namun
pada umumnya kadar slgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada
waktu bayi berumur beberapa bulan. Kadar slgA tinggi terdapat pada kolostrum.
Karena itu bila imunisasi polio diberikan pada masa pemberian kolostrum (kurang
atau sama dengan 3 hari setelah lahir), hendaknya ASI kolostrum jangan diberikan
dahulu 2 jam sebelum dan sesudah imunisasi.
Oleh karenanya, apabila imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2
bulan,

disarankan

untuk

memberikan

imunisasi

ulangan.

Status

imun

mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat imunosupresan,


menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang menimbulkan
defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit keganasan juga akan
mempengaruhi keberhasilan imunisasi.
b. Faktor Genetik
Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara
genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup dan rendah
terhadap antigen tertentu. Masing-masing dapat memberikan repsons rendah
terhadap antigen tertentu namun terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karena
itu tidak heran bila kita menemukan keberhasilan imunisasi yang tidak mencapai
100% . (Levinson dalam Kristini, 2008)

35

c. Kualitas dan kuantitas vaksin


Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan keberhasilan
imunisasi seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian, ajuvan yang
dipergunakan dan jenis vaksin. Hal- hal yang harus diperhatikan dalam pemberian
imunisasi adalah:
1) Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul.
Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal di samping sistemik,
sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas sistemik saja.
2) Dosis vaksin terlalu tinggi atau rendah juga mempengaruhi respons imun yang
terjadi. Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang diharapkan,
sedangkan dosis terlalu rendah tidak merangsang sel-sel imunokompeten. Dosis
yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena itu dosis vaksin harus sesuai
dengan dosis yang direkomendasikan.
3) Frekuensi pemberian imunisasi juga mempengaruhi timbulnya respons imun
yang terjadi. Pemberian imunisasi ulangan untuk meningkatkan antibodi yang
mulai menurun. Respons imun sekunder menimbulkan sel efektor aktif lebih
cepat, lebih tinggi produksinya dan afinitasnya lebih tinggi. Jarak pemberian
imunisasi mempengaruhi respons imun. Vaksin yang berikutnya diberikan pada
saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka akan segera dinetralkan oleh
antibodi spesifik yang masih tinggi.
4) Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun
terhadap antigen, fungsinya memperluas permukaan antigen, atau memperlama
penyimpanan antigen dalam tubuh hospes, dan dapat mengembangkan populasi
limfosit T dan B.

36

5) Vaksin yang mengandung organisme hidup yang dilemahkan akan


menimbulkan respons imun efektif yaitu memberikan perlindungan yang lebih
besar dan lama dengan pemberian satu dosis. Rangsangan sel memori
membutuhkan sel yang terinfeksi, sehingga diperlukan vaksin hidup untuk
menginduksi

terbentuknya

antibodi.

Pemberian

vaksin

hidup

perlu

memperhatikan jadwal waktu pemberian karena bayi masih mempunyai antibodi


maternal yang spesifik.
6) Penanganan vaksin sejak vaksin diterima, disimpan, didistribusikan dan
dipergunakan dengan rantai vaksin merupakan bagian yang penting dan harus
sesuai dengan persyaratan agar potensi vaksin tetap terjamin sampai di lapangan.
Vaksin tidak poten disebabkan oleh buruknya sistem rantai vaksin dari pabrik
sampai ke pelayanan. Ada penurunan yang bermakna titer virus vaksin sejak dari
Biofarma sampai dengan tingkat posyandu. Vaksin yang telah dilarutkan lebih
dari 8 jam potensinya telah menurun. Bila vaksin sudah dilarutkan, vaksin harus
terlindung dari sinar matahari dan hanya tahan 8 jam pada suhu 2- 80C (Biofarma,
2002)

2.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.5
Penelitian Terdahulu

No
Peneliti, Tahun
1. Tri Dewi Kristini,
2008

Judul
Metode
Faktor-faktor risiko kualitas Wawancara, pengamatan
pengelolaan vaksin program dan pengukuran, FGD
imunisasi yang buruk di unit
pelayanan swasta ( Studi
Kasus di Kota Semarang)

2.

Analisis faktor sumber daya


manusia yang berhubungan
dengan hasil kegiatan
imunisasi dasar bayi oleh
petugas imunisasi
puskesmas di Kabupaten
Blora tahun 2006

Sri Pinti
Rahmawati, 2007

Observasional dengan
menggunakan pendekatan
crosssectional

Variabel
Kualitas pengelolaan vaksin, pelatihan
petugas, pengetahuan petugas, fungsi
lemari es, ketersediaan
termometer,
catatan suhu dan pedoman pengelolaan
vaksin, cara membawa, menyimpan,
menggunakan dan memantau suhu vaksin,
komitmen pemilik/penanggung jawab,
petugas, petugas sekaligus pemilik,
supervisi/bimbingan tehnis petugas
Variabel individu
1. Kemampuan dan ketrampilan individu
2. Latar belakang (keluarga, sosial, masa
kerja)
Variabel organisasi
1. Kepemimpinan
2. Supervisi
3. Ketersediaan sarana, dan prasarana
4. Kompensasi
5. Struktur organisasi
Variabel psikologis
1. Motivasi
37

3.

Sutanti, 2002

4.

Ariebowo, HA,
2005

5.

Ummu Kalsum T,
2011

Faktor-faktor manajemen
inventori yang berpengaruh
terhadap ketersediaan obat
generik berlogo di apotek
Kota Semarang
Analisis faktor organisasi
yang berhubungan dengan
cakupan imunisasi
puskesmas di Kabupaten
Batang

Kualitatif dan kuantitatif,


dengan analisa deskriptif
analitik

Evaluasi distribusi dan


penyimpanan vaksin di
Dinas Kesehatan Kabupaten
Majene Sulawesi Barat

Deskriptif kualitatif dan


kuantitatif

Penelitian bbservasional
dengan metode survey dan
pendekatan cross sectional

2. Persepsi
3. Sikap
4. Kepribadian
Metode
dan
proses
perencanaan
kebutuhan, metode dan proses pengadaan,
proses penerimaan, metode dan proses
penyimpanan, proses pendistribusian,
penggunaan, pengendalian dan evaluasi
Kejelasan pengarahan tugas petugas,
keterlibatan pimpinan dalam rapat staf
puskesmas, tanggapan pimpinan terhadap
kesulitan petugas dalam pelaksanaan
imunisasi,
kesesuaian
kemampuan
supervisor dengan kegiatan imunisasi,
pemberian masukan dan umpan balik oleh
supervisor, insentif, kesempatan mengikuti
kegiatan
ilmiah
dan
melanjutkan
pendidikan,
ketersediaan
alat
dan
transportasi
Peraturan imunisasi, SDM pelaksana
imunisasi, program pengelolaan anggaran
imunisasi, ketersediaan vaksin, SIM,
fasilitas dan infrastruktur, supervisi,
distribusi vaksin, penyimpanan vaksin,

38

39

2.7 Kerangka Teori


2.7.1 Teori Input-Output
Lingkungan Eksternal

1.
2.
3.
4.

Input
Human
Capital
Managerial
Technological

Proses transformasi

Reenergizing
system

Gambar 2.2
Pendekatan sistem (Input-output model)
Sumber :Harold Koontz, dkk (1984)

2.7.2 Mekanisme Pengelolaan Vaksin

Perencanaan Kebutuhan
Pengadaan
Supervisi dan
Penyimpanan

Bimbingan
Teknis

Distribusi
Pemakaian
Pencatatan dan Pelaporan
Gambar 2.3
Mekanisme Pengelolaan Vaksin
Sumber : Kemenkes RI (2005)

Output

BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Pikir


Kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Harold
Koontz dkk (1984) dan Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi (Kemenkes RI,
2005).
Lingkungan (Regulasi Manajemen Logistik Vaksin)

Input

Proses

Output

1. SDM

1. Permintaan vaksin

Kualitas

2. Dana

2. Penerimaan vaksin

vaksin

3. Material

3. Penyimpanan

4. Metode

vaksin
4. Pendistribusian
vaksin
5. Pemakaian vaksin
6. Pencatatan dan
pelaporan

Umpan balik

Ket :

= diteliti
= tidak diteliti

40

41

3.2 Definisi Istilah

1. SDM (Sumber Daya Manusia) adalah petugas atau pengelola yang telah
memenuhi standar kualifikasi sebagai tenaga pelaksana vaksin di setiap
tingkatan dan telah mendapat pelatihan sesuai dengan tugasnya (Depkes,
2005)
2. Dana adalah dana operasional untuk pemeliharaan rantai vaksin secara
rutin serta kondisi darurat bila terjadi kerusakan peralatan (Tri Dewi,
2008)
3. Material adalah peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin
seperti lemari es, vaccine carrier, termometer, kartu suhu, form laporan,
dsb (Tri Dewi, 2008)
4. Metode adalah prosedur yang digunakan dalam

penerimaan dan

penyimpanan vaksin
5. Permintaan vaksin adalah jumlah vaksin yang dibutuhkan berdasarkan
jumlah

sasaran

dengan

mempertimbangkan

kapasitas

tempat

penyimpanan. Permintaan dilakukan saat sisa stok telah mencapai stok


minimum oleh karena itu setiap permintaan vaksin harus mencantumkan
sisa stok yang ada.
6. Penerimaan vaksin adalah pemeriksaan yang dilakukan sebelum menerima
vaksin. Sebelum menerima vaksin, petugas harus memeriksa indikator
vaksin (VVM) kecuali vaksin BCG (WHO, 2003).
7. Penyimpanan vaksin adalah tempat, suhu, lama waktu penyimpanan
vaksin.
8. Pendistribusian vaksin adalah transportasi atau pengiriman vaksin dari
kabupaten ke puskesmas. Distribusi vaksin disesuaikan dengan volume
vaksin masing-masing provinsi serta biaya transportasi. Ketentuan
pemakaian cold/cool box, vaccine carrier, termos, cold/cool pack juga
harus diperhatikan (Kemenkes RI, 2005)
9. Pemakaian vaksin adalah prinsip yang digunakan dalam menggunakan
vaksin, yaitu prinsip utama EEFO (Earliest Expired First Out) dan VVM
(Vaccine Vial Monitor) sebagai pertimbangan kedua.

42

10. Pencatatan & pelaporan adalah pelaporan keluar masuknya vaksin secara
terperinci menurut jumlah, harga, no batch, dan tanggal kadaluarsa. Sisa
stok vaksin harus dicantumkan, kondisi VVM juga harus dicatat di SBBK

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah
kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
proses pengumpulan datanya diperoleh melalui cerita, gambar, atau dokumen
lainnya (Hidayat, 2011). Penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode penelitian (Moleong,
2009).
Metode penelitian kualitatif sangat cocok digunakan untuk meneliti ketika
masalahnya belum jelas, dilakukan pada situasi sosial yang tidak begitu luas,
sehingga hasil penelitian lebih mendalam dan bermakna. Berbeda dengan
penelitian kuantitatif yang masalahnya sudah jelas dengan populasi yang luas
sehingga hasil penelitian kurang mendalam (Saryono dan Mekar, 2011).

4.2 Informan Penelitian


Penelitian kualitatif membutuhkan partisipan/informan sebagai sumber
informasi. Informan kunci adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, mempunyai banyak
pengalaman, dan secara sukarela menjadi anggota penelitian (Moleong, 2009).
Cara pemilihan partisipan pada penelitian ini tidak diarahkan pada jumlah tetapi

43

44

berdasarkan pada asas kesesuaian dan kecukupan sampai mencapai saturasi data.
Oleh karena itu, pemilihan partisipan pada penelitian ini berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan dan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan berdasarkan
teori-teori atau konstrukoperasional sesuai dengan tujuan penelitian (Saryono dan
Mekar, 2011).
Informan kunci penelitian ini adalah informan yang dianggap paling
mengerti tentang sistem dan kebijakan manajemen logistik vaksin yaitu Kepala
Bidang P2PL dan Kasie Pencegahan, Pengamatan Penyakit & Matra. Informan
biasa merupakan petugas pengelola vaksin di tingkat dinas kesehatan dan di
tingkat puskesmas. Puskesmas yang akan dijadikan objek penelitian ada 2
puskesmas yaitu Puskesmas Indralaya dan Puskesmas PKM Sungai Pinang.
Dalam menentukan informan, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu
sebagai berikut.
1. Memiliki tugas dan kewajiban yang berhubungan dengan pengelolaan
rantai vaksin
2. Memahami dan mengerti tentang cara pengelolaan rantai vaksin
3. Merupakan pekerja tetap dengan masa kerja minimal 1 tahun dalam tugas
dan fungsi jabatan
Tabel 4.1
Daftar Informan Penelitian
No

1.

Informan
Informan Kunci
Kepala Bidang
P2PL

Jumlah

Metode
Pengumpulan Data

1
orang

Wawancara
mendalam dan
Telaah Dokumen

Informasi yang Ingin


Diperoleh
Sistem dan kebijakan
manajemen
logistik
vaksin
di
Dinas
Kesehatan Kabupaten
Ogan Ilir

45

No

Informan

Jumlah

2.

Kasie Pencegahan,
Pengamatan
Penyakit & Matra

1
orang

3.

4.

Metode
Pengumpulan Data
Wawancara
mendalam dan
Telaah Dokumen

Informasi yang Ingin


Diperoleh
Sistem dan kebijakan
manajemen logistik
vaksin di Dinas
Kesehatan Kabupaten
Ogan Ilir
Teknis pengelolaan
sistem manajemen
logistik vaksin di Dinas
Kesehatan Kabupaten
Ogan Ilir
Teknis pengelolaan
sistem manajemen
logistik vaksin di Dinas
Kesehatan Kabupaten
Ogan Ilir

Informan
Petugas pengelola
vaksin

2
orang

Wawancara
mendalam dan
Telaah Dokumen

Petugas vaksin di
puskesmas

3
orang

Wawancara
mendalam,
observasi dan
telaah dokumen

4.3 Jenis, Cara, dan Alat Pengumpulan Data


Data yang akan digunakan dalam penelitian kali ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer ini adalah data yang kita peroleh langsung dari sumber
pertama dimana dalam penelitian ini, data primer diperoleh dengan cara
melakukan observasi langsung dan hasil wawancara mendalam terhadap informan
kunci dan informan biasa. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia dan
kita tinggal mencarinya dimana data sekunder ini kita diperoleh dengan cara
telaah dokumen dan studi kepustakaan.

4.4 Pengolahan Data


a. Wawancara Mendalam
1. Mengumpulkan seluruh data yang didapatkan dari informan melalui
wawancara mendalam

46

2. Data yang telah dikumpulkan kemudian dibuat transkip dengan


mencatat seluruh data yang diperoleh
3. Kemudian dilakukan pemilihan data dan mengelompokkan data sesuai
kategori masing-masing
4. Menyajikan data yang dijadikan sebagai kumpulan informasi yang
tersusun dalam bentuk matriks dari hasil wawancara mendalam yang
dilakukan
b. Lembar Observasi (Checklist)
1.

Memeriksa data sesuai dengan pertanyaan yang telah disusun

2.

Memeriksa kembali daftar jawaban, bila ada kesalahan segera


diperbaiki.
Data-data yang telah terkumpul kemudian dikelompokkan dan
dianalisis

secara kualitatif untuk

dibandingkan dengan teori

manajemen logistik dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh


Kementerian Kesehatan dan WHO.
c. Telaah Dokumen
1. Memeriksa dokumen-dokumen terkait dengan manajemen logistik
vaksin
2. Pengkajian dokumen-dokumen terkait kesesuainnya dengan teori dan
prosedur dan dianalisis secara kualitatif

4.5 Validitas Data


Metode yang digunakan untuk validitas data dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan

47

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk
kepentingan pengecekan data dan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Triangulasi dilakukan untuk menguji apakah proses dan hasil metode yang
digunakan sudah berjalan dengan baik. Triangulasi yang dilakukan adalah sebagai
berikut (Moleong, 2009):
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari informan yang berbeda
b. Triangulasi Metode
Triangulasi metode yaitu pengecekan terhadap derajat kepercayaan
penemuan hasil penelitian dengan melakukan teknik pengumpulan data
atau metode yang berbeda yaitu wawancara mendalam, observasi, dan
telaah dokumen
c. Triangulasi Data
Triangulasi data dilakukan dengan menganalisis data yang telah
dikumpulkan untuk kemudian meminta umpan balik dari informan.
Umpan balik tersebut berguna bukan saja untuk alasan etik atau
memperbaiki kesempatan agar hasilnya bisa dilaksanakan tetapi juga
untuk memperbaiki kualitas proposal, data dan kesimpulan yang ditarik
dari data tersebut.

48

4.6 Analisa dan Penyajian Data


Analisa data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori, dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab (Moleong, 2009).
Langkah-langkah analisa data yang mengarah kepada pembuatan atau
menjustifikasi kesimpulan adalah (Saryono dan Mekar, 2011 ) :
1. Pengaturan/penataan data, sebelum mulai menganalisis data, penting untuk
memastikan bahwa semua data telah lengkap, tercatat dan diberi label
dengan

sistematis,

sehingga

data

menjadi

teratur

dan

mudah

dilacak/dipanggil
2. Melakukan koding dan kategorisasi, koding akan memudahkan dalam
mengatur data yang begitu banyak dan melengkapi tuntutan untuk
menafsirkan fenomena-fenomena. Proses koding berlangsung secara
intuitif sekaligus kreatif. Susun kata kunci, tema, isu, dan pernyataanpernyataan para informan. Inti koding adalah menemukan dan
membandingkan persamaan serta perbedaan materi data untuk membuat
susunan kategori.
3. Mencari pola dan proposisi penelitian, banyaknya kategori yang berbedabeda perlu dikelompokkan menjadi tema-tema besar sehingga lebih stabil,
rapi, dan logis serta masuk akal
4. Mengidentifikasi variabel-variabel dengan cara peneliti berlaku sebagai
detektif yang mencari suatu fakta, menghitung fakta, dan menverifikasi
hasil dengan melihat hasil observasi dan telaah dokumen

49

5. Mencari rantai dari fakta secara logis artinya membuat hubungan antar
variabel yang mengarah ke suatu hasil berdasar fakta yang logis.
Data dari hasil wawancara mendalam dalam bentuk rekaman yang berupa
informasi akan diringkas dan disajikan dalam bentuk narasi serta interpretasi dari
informan kemudian dipindahkan dalam bentuk matriks ringkasan wawancara
mendalam yang dikelompokkan sesuai dengan pertanyaan dan tujuan penelitian.
Sedangkan data hasil observasi akan dianalisis serta dipadukan dengan data hasil
wawancara mendalam dan dilakukan penilaian apakah sudah sesuai dengan
standar yang dipergunakan dan memenuhi semua kriteria yang telah ditetapkan
kemudian dibuat kesimpulan. Data dalam penelitian ini baik data primer maupun
data sekunder dari hasil analisa disajikan dalam bentuk teks, tabel, dan gambar
hasil dokumentasi di lapangan. Analisis data kualitatif harus bermakna, berguna
dan kredibel, sehingga hasil penafsiran perlu dievaluasi ulang. Lakukan pencarian
terhadap penjelasan alternatif dan kasus negatif, melakukan validasi terhadap
keabsahan data responden dan refleksikan terhadap interpretasi yang telah
dilakukan.

BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir


5.1.1 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir terdiri dari
seorang Kepala Dinas Kesehatan yang dibantu oleh Sekretaris, Kepala Bidang
Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kepala Bidang Promosi
dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Kepala Bidang Farmasi, Makanan,
Minuman, dan Kosmetika, Kepala Bidang Perencanaan, Registrasi, Akreditasi,
dan Evaluasi Program, UPTD Lab Kesda, dan UPTD Puskesmas. Struktur
organisasi lengkap dapat dilihat di lampiran.
5.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi
Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir dibentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Ogan Ilir Nomor 03 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Ogan Ilir tanggal 17 Januari 2008. Dinas
Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir merupakan unsur Pemerintah Kabupaten di
bidang kesehatan. Dinas Kesehatan mempunyai Tugas Pokok melaksanakan
kewenangan otonomi Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir dalam rangka pelaksanaan
tugas desentralisasi dibidang Kesehatan.

Untuk melaksanakan tugas pokok

tersebut, Dinkes OI mempunyai fungsi sebagai berikut :


a. Membantu Bupati dalam pembinaan dibidang kesehatan meliputi
pendekatan penyuluhan (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan
(kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif)

50

51

b. Menyusun rencana dan program kerja Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai


pedoman pelaksana tugas
c. Mendelegasikan sebagian tugas kepada Kepala Bidang dan Sekretaris
Dinas
d. Membina pegawai di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
untuk meningkatkan kemampuan dan disiplin dalam bekerja
e. Memantau kegiatan puskesmas induk, puskesmas pembantu, dan
poskesdes serta gudang farmasi
f. Mengevaluasi

pelaksanaan

semua

tugas

Dinas

Kesehatan

dan

menindaklanjutinya
g. Melaksanakan tugas lain yang didelegasikan oleh Bupati
5.1.3 Geografi dan Topografi
Kabupaten Ogan Ilir terbentuk melalui Undang-Undang nomor 37 tahun
2003 yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Ogan Komering Ilir dan
diresmikan pada tanggal 07 Januari 2004. Kabupaten Ogan Ilir mengemban tugas
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai suatu
pelayanan prima dalam rangka otonomi daerah yang nyata, luas, dinamis dan
bertanggung jawab dengan luas wilayah 2.666,07 km2 atau seluas 2666,07 hektar.
Kabupaten Ogan Ilir mempunyai batasan administrasi sebagai berikut :
Sebelah Utara

: berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin dan Kota Palembang

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu


Sebelah Timur

: berbatasan dengan kabupaten OKI dan OKU Timur

Sebelah Barat

: berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim dan Kota

Prabumulih

52

Administrasi Pemerintahan Kabupaten Ogan Ilir terdiri dari 16 Kecamatan yaitu :


(1) Kecamatan Indralaya terdiri dari 17 desa 3 kelurahan, (2) Kecamatan
Indralaya Utara terdiri dari 15 desa 1 kelurahan, (3) Kecamatan Indralaya Selatan
terdiri dari 14 desa, (4) Kecamatan Pemulutan terdiri dari 25 desa, (5) Kecamatan
Pemulutan Barat terdiri dari 11 desa, (6) Kecamatan Pemulutan Selatan terdiri
dari 15 desa, (7) Kecamatan Muara Kuang terdiri 13 desa dan 1 kelurahan, (8)
Kecamatan Rambang Kuang terdiri dari 13 desa, (9) Kecamatan Lubuk Keliat
terdiri dari 10 desa, (10) Kecamatan Tanjung Batu terdiri dari 19 desa 2
kelurahan, (11) Kecamatan Payaraman terdiri dari 11 desa 2 kelurahan, (12)
Kecamatan Tanjung Raja terdiri dari 15 desa 4 kelurahan, (13) Kecamatan Sungai
Pinang terdiri dari 12 desa 1 kelurahan, (14) Kecamatan Rantau Panjang terdiri
dari 12 desa, (15) Kecamatan Rantau Alai

terdiri dari 13 desa, dan (16)

Kecamatan Kandis terdiri dari 12 desa.


Total jumlah penduduk di Kabupaten Ogan Ilir adalah 432.449 jiwa.
Jumlah penduduk terbanyak ada di Kecamatan Pemulutan yaitu mencapai 50.492
jiwa dimana kecamatan ini juga terdiri dari desa terbanyak, yaitu 25 desa.
Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit ada di Kecamatan Kandis dan terdiri
dari 12 desa.

5.2 Gambaran Umum Puskesmas Indralaya


5.2.1 Visi dan Misi
Visi Puskesmas Indralaya Tahun 2012 Tercapainya Kecamatan Sehat
Menuju Terwujudnya Indonesia Sehat. Misi Puskesmas Indralaya Tahun 2012 :
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya

53

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di


wilayah kerja
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat serta lingkungan
5.2.2 Struktur Organisasi Puskesmas Indralaya
Adapun struktur organisasi Puskesmas Indralaya Tahun 2012 adalah
Kepala UPTD Puskesmas Indralaya, Kepala Tata Usaha, dibantu 7 unit,
Puskesmas Pembantu, dan Pos Kesehatan Desa. Struktur organisasi lengkap dapat
dilihat di lampiran.
5.2.3 Geografi dan Demografi
Puskesmas Indralaya terletak di wilayah Kecamatan Indralaya Kabupaten
Ogan Ilir dengan luas wilayah kecamatan sebesar 101,22 km. kecamatan
Indralaya memiliki batasan administrasi sebagai berikut :
Sebelah Utara

: berbatasan dengan Indralaya Utara

Sebelah Selatan

: berbatasan dengan Indralaya Selatan

Sebelah Timur

: berbatasan dengan Pemulutan Barat

Sebelah Barat

: berbatasan dengan Indralaya Utara

Administrasi pemerintahan Kecamatan Indralaya yang di bawah wilayah kerja


Puskesmas Indralaya terdiri dari 3 kelurahan dan 9 desa yaitu Kelurahan Indralaya
Indah, Kelurahan Indralaya Mulia, Kelurahan Indralaya Raya, Desa Sakatiga,
Desa Sakatiga Seberang, Desa Tanjung Sejaro, Desa Sejaro Sakti, Desa Tanjung
Gelam, Desa Lubuk Sakti.

54

Penduduk Kecamatan Indralaya tahun 2012 berjumlah 38761 jiwa,


sedangkan penduduk yang termasuk kedalam wilayah kerja Puskesmas Indralaya
berjumlah 26.096 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak yang ada diwilayah kerja
Puskesmas Indralaya berada di Kelurahan Indralaya Mulia yaitu sebesar 4135
jiwa. Jumlah penduduk paling sedikit berada di Desa Sejaro Sakti yaitu sebesar
1012 jiwa.

5.3 Gambaran Umum Puskesmas Lebung Bandung


5.3.1 Visi dan Misi
Dalam rangka mewujudkan Kabupaten Ogan Ilir Sehat yang Mandiri dan
Berkeadilan serta untuk mencapai puskesmas sehat, maka telah ditetapkan visi
dan misi Puskesmas Lebung Bandung. Adapun visi Tercapainya Derajat
Kesehatan yang Optimal dengan Bertumpu pada Pelayanan Prima dan
Pemberdayaan Masyarakat. Dalam mewujudkan visi Puskesmas tersebut, telah
dirumuskan misi satuan kerja sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat.
2. Meningkatkan profesionalisme seluruh petugas kesehatan yang berorentasi
pada standar pelayanan kesehatan.
3. Memelihara dan meningkatkan upaya pelayana kesehatan.
4. Menurunkan resiko kesakitan dan kematian.
5.3.2 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Puskesmas Lebung Bandung adalah Kepala UPTD
Puskesmas, Tata Usaha, dibantu 6 unit, dan beberapa poskesdes dibawahnya.
Struktur organisasi lengkap dapat dilihat di lampiran.

55

5.3.3 Geografi dan Demografi


Puskesmas Lebung Bandung yang merupakan hasil pemekaran dari
Puskesmas Kandis dan diresmikan pada tanggal 27 Agustus 2007 dan mempunyai
luas wilayah 33,54 Km2.
Puskesmas Lebung Bandung mempunyai batasan administrasi sebagai berikut:
Sebelah Utara

: Berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Raja

Sebelah selatan

: Berbatasan dengan Kecamatan Kandis

Sebelah Barat

: Berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Keliat

Sebelah Timur

: Berbatasan dengan Kota Kayu agung

Puskesmas Lebung Bandung terletak di Desa Lebung Bandung yang cukup ramai
dan strategis karena berdekatan dengan desa kecamatan yaitu desa Rantau Alai.
Wilayah kerja Puskesmas Lebung bandung terdiri dari 6 desa yaitu: (1) Desa
Lebung bandung, (2) Desa Talang sari, (3) Desa Sirah Pulau Kilip, (4) Desa
Tanjung mas, (5) Desa Sanding Marga, (6) Desa Suka Marga
Penduduk Lebung Bandung tahun 2012 berjumlah 6165 jiwa dengan 2190
Rumah Tangga. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Desa Sanding Marga
yaitu berjumlah 1311 jiwa dan memiliki 4 RT/RW. Sedangkan jumlah penduduk
yang paling sedikit ada di Desa Sirah Pulau Kilip yaitu sebesar 292 jiwa dan
memiliki 4 RT/RW. Penduduk di wilayah kerja Puskemas Lebung Bandung
adalah sebagian besar penduduk yang berusia 46-59 tahun dan sebagian kecil
berusia lebih dari 70 tahun.

5.4 Karakteristik Informan


Infroman dalam penelitian ini berjumlah 7 orang, yang terdiri 4 (empat)
orang informan pegawai di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir dan 3 orang

56

pegawai puskesmas yaitu Puskesmas Indralaya dan Puskesmas Lebung Bandung.


Tabel yang menunjukkan informan berdasarkan karakteristiknya dapat dilihat
sebagai berikut :
Tabel 5.1
Karakteristik Informan
No

Inisial

1.

HK

2.

YA

3.

YU

4.

MM

5.

HR

6.

MKS

7.

NMP

Jabatan/
Pekerjaan
Kepala Bidang P2PL
(Dinkes OI)
Kasie
Pencegahan,
Pengamatan,
dan
Matra (Dinkes OI)
Staff
Pengelola
Vaksin (Dinkes OI)
Staff
Pengelola
Vaksin (Dinkes OI)
Staff
Pengelola
Vaksin
(Pusk. Indralaya)
Staff
Pengelola
Vaksin
(Pusk. Indralaya)
Staff
Pengelola
Vaksin
(Pusk.Lebung
Bandung)

Jenis
Kelamin
Laki-Laki

49

Lama
Bertugas
5 tahun

Perempuan

34

2 tahun

DIII
(Keperawatan)
S2 (Sains)

Laki-Laki

31

3 tahun

Laki-Laki

39

1 tahun

S1
(Kes.Mas)

Perempuan

32

4 tahun

DIII
(Keperawatan)

Perempuan

33

1 tahun

DIII
(Keperawatan)

Perempuan

24

1 tahun

Pendidikan
S1
(Kes.Mas)
S1
(Kes.Mas)

Umur

Dari tabel 5.4 dapat diambil kesimpulan bahwa komposisi petugas di


Dinas Kesehatan Provinsi, Puskesmas Indralaya, dan Puskesmas Lebung Bandung
sudah sesuai dengan standar kompetensi yang ada yaitu persyaratan bahwa tenaga
pelaksana pengelolaan vaksin memiliki pendidikan berbasis kesehatan dan telah
mendapatkan pelatihan tentang pengelolaan rantai vaksin. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap kinerja petugas dalam menjalankan tugasnya.

5.5 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai dengan Desember
2013 di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir, Puskesmas Indralaya, dan

57

Puskesmas Lebung Bandung. Setelah melalui proses wawancara mendalam,


observasi, dan telaah dokumen diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:
5.5.1 SDM Pengelola Vaksin
Dari hasil wawancara dengan informan mengenai SDM pengelola vaksin
yang ada di tingkat dinas kesehatan didapatkan penjelasan informasi mengenai
kondisi SDM pengelola vaksin. Berikut pernyataan informan di dinas kesehatan
mengenai hal tersebut :
Kalo untuk pengelola vaksin itu cuman 1 orang, Itu si Y, 1 orangnya lagi Pak M
itu yang bantu-bantunya.. (HK)
Pengelola vaksin itu ada 2 orang, Y sama Pak M. Pembagian tugasnya tidak
terlalu dibagi secara khusus karena mereka kadang merangkap tapi lebih
dominan si Ykualifikasi pendidikannya kalo Y itu DIII Akper satunya lagi Pak
M itu S1 SKM dan S2nya M.Si. dengan jumlah tenaga 2 orang kayaknya masih
kurang harus ada yang lebih khusus ditambah lagi orangpelatihan.biasanya
memang sering dilakukan, setahun itu bisa 1 sampai 2 kali, yang ngadain itu
provinsi kan kalo ada dana dari pusat dari WHO. (YA)
kalo pelaksanaannya itu bagusnya kan ado yang khusus ngelola vaksin kan,
ado yang khusus laporan, paling dag petugasnyo tu kan minimal 3
lah.pelatihankita kan kadang nyari-nyari informasi dari pusat jadi kadang
ngikutin pelatihan yang diadoin daerah Jakarta, Bogor, di daerah puncak. Kita
yang aktif nyari, bukan mereka yang minta. (YU)
Kalo pembagian tugas itu secara khusus tertulisnya itu tidak ada, kalo secara
lisan samo Y itu ado, misalnyo si Y bagian laporan samo humas. Kalo urusan
anggaran, keuangan, urusan ke dalem lah, dominannyo ke aku. Pelatihan itu kalo
dari anggaran APBD itu ada 1 tahun sekali. Tapi itu juga nasib-nasiban, belum
tentu 1-3 tahun kedepan kito dapat lagi. (MM)
Dari hasil wawancara yang dilakukan di tingkat puskesmas, didapatlah
informasi bahwa kedua puskesmas memiliki jumlah tenaga kerja yang berbeda.
Berikut pernyataan informan mengenai hal tersebut.
Jumlah tenaga kerja di bagian pengelolaan vaksin ini ada 2 orang. Tenaga
kerjanya itu saya dan Mbak M. Pembagian kerja itu tidak ada, kita sama-sama
kerjanya.tidak terlalu keteteran. kalo masalah pelatihan.. diikutkan juga
pelatihan tentang cara pengelolaannya, perawatannya. Pelatihan itu terakhir
dilakukan bulan 10 tentang pengenalan vaksin baru dikoordinasi (HR)

58

Kualifikasinya, saya DIII Keperawatan, si HR itu sudah SKMkemaren


pelatihannya.yang mengikutinya itu si HR kan cuman diminta 1 orang, yang
koordinasi pelatihannya itu Dinkes Provinsi. (MKS)
Jumlah pengelola vaksin itu cuma 1 orang yaitu saya sendiri dan biasanya juga
sering dibantu oleh 1 orang TKS. Pekerjaannya ya semua kegiatan yang
berhubungan dengan program imunisasi. Kualifikasinya ya saya lulusan DIII
Keperawatan. Sejauh ini pelaksanaannya lancar-lancartidak ada kendala. Kalo
pelatihan itu jarang dilakukan, biasanya kalo misalnya ada program baru
Terakhir itu dilakukan bulan Oktober tentang Pengenalan Vaksin Baru, itu saya
yang mengikutinya. (NMP)
Hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas di Dinas Kesehatan,
didapatlah fakta bahwa pengelolaan vaksin di Dinas Kesehatan Kab. OI berada di
bawah naungan program imunisasi yang dikelola oleh 2 orang tenaga kerja. Bila
dilihat dari kualifikasi pendidikan, satu orang petugas merupakan lulusan DIII
Keperawatan sedangkan satu orang lainnya lulusan S2 Science. Petugas pengelola
vaksin juga merasa jumlah tenaga kerja yang ada masih kurang karena petugas
tidak hanya mengurus vaksin tetapi keseluruhan pekerjaan yang berhubungan
dengan program imunsasi sehingga sering terjadi rangkap kerja. Dalam
pelaksanaan kegiatan program, petugas juga merasa perlu dilakukan pembagian
kerja secara khusus karena tidak ada pembagian kerja secara khusus diantara
petugas pengelola vaksin. Pembagian tugas hanya terbatas secara lisan diantara
sesama petugas. Dinas Kesehatan Ogan Ilir dirasakan masih membutuhkan 1
orang tenaga kerja lagi.
Wawancara yang dilakukan dengan petugas dinkes juga menunjukkan
bahwa pelatihan sering dilakukan, 1-2 kali dalam setahun, biasanya diikuti oleh
kedua orang petugas dan dilaksanakan oleh Dinkes provinsi berdasarkan dana dari
pemerintah pusat dan WHO. Dalam pelatihan ada dana khusus yang masuk
dalam anggaran APBD tetapi dana tersebut juga tidak pasti didapatkan oleh

59

program imunisasi. Pelatihan yang terakhir dilakukan adalah pada bulan Oktober
tentang Pengenalan Vaksin Baru dan diikuti oleh kedua petugas.
Hasil tersebut juga diperkuat dengan hasil telaah dokumen yang dilakukan,
Kepala Seksi Pencegahan, Pengamatan dan Matra dibantu oleh 2 orang petugas
yang bertugas mengelola program imunisasi khususnya pengelolaan vaksin.
Dalam melakukan tugasnya, tidak ada SK yang dikeluarkan secara khusus untuk
mengatur tugas diantara keduanya sehingga tidak ada pembagian tugas secara
resmi. Hasil telaah dokumen tentang pelatihan juga membuktikan hasil yang
sama. Saat melakukan pelatihan tentang Pengenalan Vaksin Baru, terdapat modul
pelatihan yang diberikan oleh provinsi kepada petugas pengelola vaksin yang
akan mengikuti pelatihan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas puskesmas didapatlah fakta
bahwa Puskesmas Indralaya memiliki 2 orang tenaga, sedangkan di Puskesmas
Lebung Bandung hanya 1 orang dan sering dibantu TKS. Petugas di Puskesmas
Indralaya merupakan lulusan S1 Kesmas dan DIII Keperawatan, sedangkan
petugas Puskesmas Lebung Bandung merupakan lulusan DIII Keperawatan.
Dalam pengelolaan vaksin tidak ada pembagian kerja secara khusus, seluruh
kegiatan dilakukan bersama-sama. Dengan jumlah tersebut, petugas kedua
puskesmas merasa cukup karena masih bisa mengerjakan pekerjaan yang ada.
Petugas Puskesmas Indralaya mengungkapkan bahwa pelatihan sering dilakukan
dan dikoordinasi oleh Dinkes Provinsi Sumsel sedangkan menurut petugas
Lebung Bandung jarang dilakukan. Pelaksanaan pelatihan tersebut bergantung
dari Dinkes Provinsi dan hanya diikuti oleh 1 orang petugas.

60

Hasil telaah dokumen memperkuat pernyataan bahwa petugas pengelola


vaksin di Puskesmas Indralaya memang terdiri dari 2 orang, sedangkan fakta di
Puskesmas Lebung Bandung menunjukkan bahwa ternyata tidak hanya bertugas
mengurusi program imunisasi saja tetapi banyak program lain juga. Program yang
juga diurus dan dikelola adalah juga program diare dan program ISPA.
5.5.2 Dana Pengelolaan Rantai Vaksin
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan di dinas kesehatan
tentang dana pengelolaan rantai vaksin, didapatkan hasil sebagai berikut.
Kalo dana khusus memang tidak ada, cuman kita alokasikan dana untuk
pengambilan vaksin dan transportasinyadana itu sendiri sebenarnya kurang,
cuman ya dipas-pasin aja. Kalo ga salah alokasi dananya itu 1 bulan cuman
250rb. (HK)
Kita cuman punya dana dari APBDkalo pemeliharaan segala macem itu ga
ada dananyapenggunaan dananya itu biasanya kita kerja dulu terus bikin
pertanggungjawaban ada surat tugasnya tanggal berapa permintaan vaksin itu
dilakukan, kadang sampai 6 bulan baru keluar uangnya, sementara jadi kita
pakai uang sendiri. Dibilang kekurangan ya jelas kurang. (YA)
Dag ado dana khusus, sukarela be dari kito dewek, hehehehe kalo dana untuk
perawatan selamo aku disini dag pernah ado.(YU)
Hasil wawancara yang dilakukan dengan informan di tingkat puskesmas
tentang dana pengelolaan rantai vaksin, didapatkan hasil sebagai berikut.
Kalo dana khususnya kayaknya belum ada lah.(HR)
Kalo dana khusus untuk vaksin kita tidak punya tapi kita ada dana BOK itu
biasanya untuk penyuluhan imunisasi, posyandu tiap bulan, pengambilan vaksin,
BIAS.(NMP)
Berdasarkan keterangan informan dari dinkes, didapatkan fakta bahwa di
Dinas Kesehatan Kab. OI alokasi dana hanya disediakan sebatas untuk permintaan
vaksin dan dana transportasi. Dana yang tersedia itu bersumber dari APBD dan
hanya sebesar Rp.250.000 per bulan. Dana tersebut juga tidak serta merta
diberikan

setiap

bulan,

harus

ada

surat

tugas

dan

membuat

surat

61

pertanggungjawaban oleh kepala seksi untuk diajukan ke atasan. Terkadang, dana


tersebut baru dicairkan dalam waktu 6 bulan sehingga untuk sementara waktu
petugas menggunakan uang sendiri. Petugas merasa kekurangan dengan jumlah
dana yang disediakan tersebut, apalagi dana tersebut tidak langsung dikeluarkan
dan terkadang harus menunggu dalam waktu yang cukup lama.
Fakta yang sama juga didapatkan dari petugas pengelola vaksin di tingkat
Puskesmas bahwa tidak tersedia dana khusus untuk pengelolaan vaksin itu sendiri.
Dana yang tersedia bersumber dari dana BOK yang sebatas untuk pengambilan
vaksin dan pelaksanaan posyandu yang ada di daerah puskesmas tersebut. Dana
untuk pengelolaan rantai vaksin secara keseluruhan belum tersedia.
5.5.3 Material
Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan mengenai
material yang digunakan dalam pengelolaan vaksin, tergambarkan hasil sebagai
berikut.
Kondisi peralatan kita disini baik, cuman ada beberapa yang memang
kondisinya sudah rusak karena memang sudah lama itu bantuan dari pusat.
(HK)
Kondisi peralatannya baik ya, kita ada freezer ada kulkas, thermometer, cold
box sama cold pack itu semuanya baik. Standar acuan sih dag ado yo.(YA)
kulkas samo freezer ini kan kalo ga salah dari tahun 2001.cuman ado 2 ikok
yang bagusnyo tu. thermometer kito ado 2 yang bunder itu, itu masih baru. Kalo
kita selama ni produk kita dari luar jadi sudah ada standar dewek dari WHO.
(YU)
yang bisa dipake sekarang,1 freezer 1 kulkas. Perawatan itu ada perawatan
harian, mingguan, dan bulanan. Perawatan harian itu pengecekan suhu pagi dan
sore. Perawatan mingguan ya buang salju, kalo ado endapan air dibuang. Kalo
yang bulanan ya keseluruhan, debu-debu diluarnyo dibersihkan seluruhnyo
dicek.(MM)
Hasil wawancara dengan informan petugas pengelola vaksin di tingkat
puskesmas tentang material rantai vaksin yaitu tergambar sebagai berikut.

62

Kondisi peralatan disini masih baik, ini ada 2 kulkas 1 nya model kulkas lama
satunya lagi model baru, yang lama ini ga dipake untuk vaksin lagi karena sering
saljuan kan jadi cuman dipake untuk cold pack bekalo perawatan ini sebulan
sekali lah bersihkan saljunya.(HR)
.yang model lama ini udah lama banget, sekitaran 5 tahunan lah. Standar
yang digunakan kita ada buku ketentuan dari Kemenkes RI. (MKS)
Peralatan yang digunakan itu ada kulkas 1, thermometer 1, vaccine carrier 3
buah, cold pack ada beberapa. Kalo standar acuan kita menggunakan standar
yang dikeluarkan Kemenkes, itu ada buku khususnya. Perawatan itu sering
dilakukan, biasanya 1 minggu sekali untuk buang salju dari kulkasnya. (NMP)
Hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan disimpulkan bahwa
peralatan yang digunakan di Dinas Kesehatan Kab. OI dalam rantai vaksin yaitu
freezer, lemari es, termometer, cold box, dan ada beberapa cold pack. Standar
yang dijadikan acuan bagi material-material tersebut tidak terlalu diperhatikan
karena material itu merupakan produk luar negeri yang menurut mereka pasti
sudah berdasarkan standar WHO. Perawatan yang sering dilakukan adalah
perawatan harian, perawatan mingguan, dan perawatan bulanan. Perawatan harian
itu berupa pengecekan suhu setiap 2 kali sehari yaitu setiap pagi dan sore,
perawatan mingguan misalnya dengan pembersihan salju es dan endapan air serta
perawatan keseluruhan tempat penyimpanan yang biasanya dilakukan setiap
bulan.
Hasil yang sedikit berbeda didapatkan antara hasil wawancara dengan
hasil checklist dan pengamatan lapangan yang dilakukan, dimana ternyata
peralatan yang digunakan dalam rantai vaksin ada beberapa yang tidak dimiliki
oleh dinas kesehatan, peralatan tersebut adalah cold box dan freeze tag. Berikut
hasil checklist tentang material yang digunakan di tingkat kabupaten.

63

Tabel 5.2
Hasil Checklist Peralatan Rantai Vaksin di Dinas Kesehatan OI
No Peralatan Rantai Vaksin
Ada
Tidak
Ket
1 lemari es

1 buah
2 Freezer

1 buah
3 vaccine carrier

Tidak ada
4 Termometer

2 buah
5 Termos

Tidak ada
6 cold box

Tidak ada
7 cold pack

Banyak
8 kartu suhu

2 buah
9 freeze tag

Tidak ada
Hasil checklist menunjukkan bahwa ada beberapa peralatan yang tidak
dimiliki Dinkes OI. Peralatan tersebut berupa vaccine carrier, termos, cold box,
dan freeze tag.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di Puskesmas Indralaya
disimpulkan bahwa peralatan yang digunakan ada 2 buah lemari es, 1 lemari es
merupakan model lama dan 1 lemari es lainnya merupakan model baru. Standar
yang digunakan untuk material tersebut mengacu pada buku pedoman yang
diterbitkan Kemenkes RI. Perawatan yang sering dilakukan adalah pembersihan
salju, pembuangan endapan air dan pengelapan debu-debu di seluruh bagian
lemari es. Kegiatan tersebut biasanya dilakukan 1 bulan sekali.
Hasil tersebut juga diperkuat dengan hasil checklist dan pengamatan
lapangan yang dilakukan, berikut hasil checklist tentang material yang digunakan
di tingkat puskesmas.
Tabel 5.3
Hasil Checklist Peralatan Rantai Vaksin di Puskesmas Indralaya
No Peralatan Rantai Vaksin
Ada
Tidak
Ket
1 lemari es

1 buah
2 Freezer

Tidak ada
3 vaccine carrier

1 buah

64

No
4
5
6
7
8
9

Peralatan Rantai Vaksin


Termometer
Termos
cold box
cold pack
kartu suhu
freeze tag

Ada

Tidak

Ket
1 buah
1 buah
Tidak ada
Banyak
2 buah
Tidak ada

Hasil checklist menunjukkan bahwa ada beberapa peralatan yang tidak


dimiliki Puskesmas Indralaya. Peralatan tersebut antara lain freezer, cold box, dan
freeze tag.
Hasil wawancara dengan petugas di Puskesmas Lebung Bandung
menunjukkan bahwa peralatan yang dimiliki berupa 1 buah kulkas, 1 buah
termometer, 3 buah vaccine carrier, dan beberapa cold pack. Keseluruhan
material tersebut masih dalam kondisi baik. Standar acuan yang digunakan adalah
adanya buku pedoman yang diberikan Kemenkes RI. Perawatan dilakukan setiap
seminggu sekali yaitu pembersihan salju.
Hasil tersebut juga diperkuat dengan hasil checklist dan pengamatan
lapangan yang dilakukan, berikut hasil checklist tentang material yang digunakan
di tingkat puskesmas.
Tabel 5.4
Hasil Checklist Peralatan Rantai Vaksin di Puskesmas Lebung Bandung
No Peralatan Rantai Vaksin
Ada
Tidak
Ket
1 lemari es

1 buah
2 Freezer

Tidak ada
3 vaccine carrier

3 buah
4 Termometer

1 buah
5 Termos

Tidak ada
6 cold box

Tidak ada
7 cold pack

Banyak
8 kartu suhu

2 buah
9 freeze tag

Tidak ada

65

Hasil checklist menunjukkan bahwa ada beberapa peralatan yang tidak


dimiliki Puskesmas Lebung Bandung. Peralatan tersebut antara lain freezer,
termos, cold box, dan freeze tag.
5.5.4 Metode
Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan mengenai
metode

yang

digunakan

dalam

penerimaan

dan

penyimpanan

vaksin,

tergambarkan hasil sebagai berikut.


Metode khususnya itu ada yang sesuai dengan SOP, misalnya posisi BCG
dimana, Polio dimana terus suhunya berapa derajat, yang menyusunnyasejauh
ini ya sudah berjalan sesuai SOP.(HK)
Dalam menerima vaksin itu kan ada blanko-blanko catetan berapa jumlah yang
diterima dan juga ada buku khusus buku per item. Kita juga saat nerima itu
periksa dulu status VVMnya. Berapa stock penerimaan, berapa yang keluar, ya
metodenya ya itu. Kebijakan yang menjadi acuan ya ada buku yang diterbitkan
oleh Kemenkes, acuan kita itu. (YA)
Metode yang digunakan kalo saat nyimpan vaksin itu harus merhatike jarak dari
vaksin samo dinding kulkasnyo, harusnyo kan ado jarak minimal 5-10cm lah, tapi
berhubung kita isinya banyak kan jadi kita dempet-dempet. Kalo saat nerimo itu
kita liat VVM smo tanggal expirednyo. (YU)
Yang pasti SBBKnyo kito perhatike.penyimpanan nyo bagi vaksin tertentu ada
yang harus di freezer ada yang di kulkas. (MM)
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan pengelola vaksin
di tingkat puskesmas, tergambar sebagai berikut.
Metode saat nerima vaksin paling kita liat tanggal expired vaksinnya, kondisi
VVMnya, metode penyimpanan ya lokasi vaksinnya, yang sensitive panas (Polio,
Campak, BCG) di deket evaporatornyo, kalo yang sensitive dingin (Hb O, DPT,
DT, Td) di taroknya di pinggir. (HR)
Caranya ya kita terima, terus diliat tanggal kadaluarsanya kapan. (MKS)
Metode dalam penerimaan vaksin itu ya saat diterima itu kita liat tanggal
kadaluarsanya, kondisi VVMnya, segelnya masih bagus atau tidak. (NMP)
Wawancara yang dilakukan dengan informan di dinas kesehatan
menunjukkan bahwa di Dinas Kesehatan Kab. OI, metode dalam penerimaan

66

vaksin yaitu memperhatikan jumlah vaksin yang diterima dan mencatat dalam
buku khusus per item vaksin, memperhatikan jumlah yang diterima dengan
jumlah yang ada di SBBK. Saat menerima vaksin, kondisi VVM dan tanggal
kadaluarsa diperhatikan. Metode penyimpanan adalah memperhatikan posisi
vaksin, ada beberapa vaksin yang harus ditempatkan di dalam freezer dan ada
beberapa yang ditempatkan di dalam lemari es. Kebijakan yang menjadi acuan
adalah adanya buku yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI. Metode itu tidak
sepenuhnya digunakan karena mengingat keterbatasan tempat penyimpanan.
Hasil telaah dokumen menunjukkan ada Standar Operational Prosedur
(SOP) yang dimiliki oleh Dinkes OI sebagai acuan dalam metode penerimaan dan
penyimpanan. Hasil checklist dibawah ini menunjukkan metode penyimpanan
yang dilakukan di Dinkes OI
Tabel 5.5
Hasil Checklist Metode Penyimpanan di Dinas Kesehatan
No
Susunan posisi vaksin
Posisi
dalam lemari es
1
Polio
Freezer
2
BCG
Lemari es
3
Campak
Freezer
4
DPT
Lemari es
5
Hepatitis B uniject
Lemari es
6
Td
Lemari es
7
TT
Lemari es
8
DT
Lemari es
Hasil checklist menunjukkan bahwa vaksin Polio dan Campak disimpan di
dalam freezer dan vaksin yang lain yaitu BCG, DPT, Hep.B, Td, TT, dan DT
disimpan dalam lemari es.
Berdasarkan keterangan informan di puskesmas, disimpulkan bahwa
metode yang diterapkan petugas pengelola vaksin di tingkat puskesmas saat akan

67

menggunakan vaksin adalah dengan memperhatikan kondisi VVM dan tanggal


kadaluarsa vaksin. Metode yang digunakan saat akan menyimpan vaksin adalah
memperhatikan sifat dari vaksin itu sendiri, ada beberapa vaksin yang sensitif
panas dan ada beberapa yang sensitif dingin. Vaksin sensitif panas (Polio,
Campak, BCG) diletakkan di dekat evaporator, sedangkan yang sensitif dingin
(Hb O, DPT, DT, Td) diletakkan di pinggir atau dekat dinding lemari es.
Penyimpanan vaksin disesuaikan dengan sifat vaksin tersebut.
Hasil tersebut diperkuat dengan hasil lembar checklist yang dilakukan
terhadap metode penyimpanan vaksin yaitu dengan cara melihat susunan posisi
vaksin dalam lemari es. Hasil checklist tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 5.6
Hasil Checklist Metode Penyimpanan di Puskesmas Indralaya
No
Susunan posisi vaksin
Posisi
dalam lemari es
1
Polio
Dekat evaporator
2
BCG
Dekat dinding
3
Campak
Dekat evaporator
4
DPT
Dekat dinding
5
Hepatitis B uniject
Dekat dinding
Hasil checklist menunjukkan bahwa di Puskesmas Indralaya, posisi
peletakkan vaksin Polio dan Campak adalah disimpan di dekat evaporator. Vaksin
lainnya yaitu BCG, DPT, dan Hepatitis B disimpan di dekat dinding.
Checklist yang sama juga dilakukan di Puskesmas Lebung Bandung
dengan tujuan yang sama yaitu untuk melihat susunan posisi vaksin dalam lemari
es penyimpanan vaksin, hasilnya sebagai berikut.

68

Tabel 5.7
Hasil Checklist Metode Penyimpanan di Puskesmas Lebung Bandung
No
Susunan posisi vaksin
Posisi
dalam lemari es
1
Polio
Dekat evaporator
2
BCG
Dekat dinding
3
Campak
Dekat evaporator
4
DPT
Dekat dinding
5
Hepatitis B uniject
Dekat dinding
6
Td
Dekat dinding
7
TT
Dekat dinding
8
DT
Dekat dinding

5.5.5 Permintaan Vaksin


Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan mengenai
perhitungan jumlah permintaan vaksin, tergambarkan hasil sebagai berikut.
Itu ditentukan dari permintaan setiap puskesmas, puskesmas juga melihatnya
dari jumlah bayi yang akan diimunisasi.(HK)
Cara menentukan ya dari jumlah puskesmasnya, jumlah bayinya, jumlah
cakupan imunisasi per desa biasanya. Kebijakannya tadi ada peraturan khusus
memang kemenkes, cara menghitungnya ada rumus khusus untuk menghitung
jumlah permintaan itu tapi secara global kan diambil dari jumlah cakupan. (YA)
Cara nentuin jumlahnyo ya liat permintaan dari puskes-puskes trus juga kita liat
pemakaian bulan kemaren berapo samo sisanyo jugo berapo. Bahan
pertimbangannyo yo sisa stock vaksin itu samo tempat penyimpanan kito. (YU)
Itu sesuai dengan jumlah sasaran.jumlah sasaran dari puskesmas-puskesmas
terus dihitung diakumulasikan jumlahnyo. (MM)
Hasil wawancara mengenai permintaan vaksin dengan informan di tingkat
puskesmas adalah sebagai berikut.
Permintaan vaksin itu kita menyesuaikan dengan pengeluaran bulan sebelumnya
terus permintaannya itu biasanya agak lebih banyak dari bulan
sebelumnyapertimbangan lainnya, itu bayi luar wilayah jadi kadang agak
dilebihkan sedikit. (HR)
Jumlah permintaan itu dihitung dengan cara jumlah cakupan dari masingmasing desa itu berapa terus diliat juga pengeluaran bulan sebelumnya. (MKS)

69

Cara menentukan jumlah permintaannya ya berdasarkan jumlah bayi, jumlah


sasaran yang akan diimunisasi. (NMP)
Wawancara yang dilakukan dengan informan di dinas kesehatan
mendapatkan kesimpulan bahwa cara yang digunakan di Dinas Kesehatan Kab. OI
dalam menghitung jumlah permintaan vaksin adalah memperhatikan jumlah
cakupan bayi yang akan diimunisasi, mengakumulasikan jumlah permintaan dari
masing-masing puskesmas serta melihat jumlah pemakaian bulan sebelumnya.
Dalam menentukan jumlah tersebut, sisa stock bulan sebelumnya dan kondisi
tempat penyimpanan vaksin dijadikan bahan pertimbangan berikutnya.
Hasil wawancara tersebut diperkuat dengan hasil telaah dokumen yang
dilakukan. Perhitungan permintaan vaksin dilakukan berdasarkan laporan jumlah
permintaan yang diberikan oleh puskesmas-puskesmas setiap bulannya. Hasil
akumulasi jumlah permintaan tersebut dikurangkan dengan sisa stok yang ada.
Hasil akhir tersebut yang dijadikan jumlah permintaan yang dikirim ke provinsi.
Berdasarkan keterangan informan di puskesmas, disimpulkan bahwa
perhitungan jumlah permintaan vaksin di Puskesmas Indralaya didapat dengan
cara menyesuaikan jumlah pengeluaran bulan sebelumnya dan memperhatikan
jumlah cakupan imunisasi bayi. Selain itu juga, mempertimbangkan kemungkinan
adanya bayi luar wilayah yang datang ke wilayah kerja Puskesmas Indralaya.
Penentuan jumlah permintaan vaksin di Puskesmas Lebung Bandung hanya
memperhatikan jumlah sasaran cakupan imunisasi bayi, tanpa memperhatikan
jumlah yang lain.
Hasil telaah dokumen yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat dalam
modul pelatihan terbaru yang diikuti petugas di puskesmas, juga terdapat proses

70

perencanaan logistik imunisasi. Proses perencanaan itu menjelaskan rumus untuk


menghitung kebutuhan vaksin di tingkat puskesmas.
5.5.6 Penerimaan Vaksin
Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan mengenai
proses penerimaan vaksin, tergambarkan hasil sebagai berikut.
Proses penerimaannya itu dimasukkin dalam box besar itu cold box di kasih
cold pack terus disusun vaksinsebelum dimasukkan di cek dulu kondisi VVMnya
gimana. Standar penerimaannya ada SOP khusus yang mengatur yang disusun
Dinkes ini mengacu pada aturan Kemenkes dan WHO. (YA)
Yo saat nerimo itu kita liat tanggal expirednyo tanggal berapo, kondisi VVM nyo
cak mano.(YU)
Ya prosesnyo kita ngasihke laporan permintaan, mereka ngasihke kito terus
diterimo yo diambil dewek ke provinsi.(MM)
Hasil wawancara dengan informan petugas pengelola vaksin di tingkat
puskesmas tergambar sebagai berikut.
Proses penerimaan ya kita ngasih format laporan yakita cek vaksin yang
diberikan itu berapa jumlahnya, kondisi VVMnya gimana tiap vaksin itu
kemudian tanggal kadaluarsanya. (HR)
Proses penerimaan ya itu tadi, saat nerima kita periksa dulu kondisi vaksinnya
bagus po dag, tanggal kadaluarsanya, kondisi VVMnya, segelnya. (NMP)
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas dinas kesehatan dapat
disimpulkan bahwa proses penerimaan vaksin di Dinas Kesehatan Kab. OI adalah
dengan memberikan format laporan permintaan saat menerima vaksin, vaksin
langsung dimasukkan dalam cold box yang didalamnya sudah diberi cold pack.
Sebelum memasukkan vaksin tersebut, terlebih dahulu diperiksa kondisi VVM
dan tanggal kadaluarsa vaksin. Standar acuan yang digunakan adalah adanya SOP
yang disusun oleh Dinkes OI berdasarkan peraturan dan ketentuan dari Kemenkes
RI dan WHO.

71

Berdasarkan keterangan informan di tingkat puskesmas diketahui bahwa


saat akan menggunakan vaksin, pertimbangan utama adalah memperhatikan
kondisi vaksin itu sendiri, bagaimana kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa vaksin
tersebut.
Dari hasil telaah dokumen menunjukkan bahwa terdapat Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur tentang proses penerimaan vaksin
yang disusun Dinas Kesehatan Kab. OI berdasarkan ketentuan Kemenkes RI dan
WHO.
5.5.7 Penyimpanan Vaksin
Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan mengenai
proses penyimpanan vaksin, tergambarkan hasil sebagai berikut.
.kebijakannya itu sesuai dengan SOP yang disusun tadi ya, ditempel tadi.
(YA)
Kondisi tempat penyimpanan vaksin itu ada 2 buah yang masih baik, 1 buah
freezer dan 1 buah kulkas, 2 nya lagi itu sudah rusak.
Permasalahannyajumlahnya yang cuman 2 sedangkan vaksin yang nak
dimasukke banyak jadi vaksin tadi dempet dempet disimpennyo.paling lamo
disimpen sebulan biasonyo.(YU)
baik-baik saja karena sering dilakukan perawatan kanbahan
pertimbangannya ya suhu itu yang pasti harus diperhatikan oleh karena kalo
melewati ketentuan 2-8 C kan vaksinnya bisa rusak.(MM)
Hasil wawancara dengan petugas pengelola vaksin di tingkat puskesmas
mengenai proses penyimpanan yaitu sebagai berikut.
Kondisinya bagus.permasalahannya paling takut lampu mati..paling lama
disimpan 1 bulan. (HR)
..pertimbangannya kulkasnya tidak terkena matahari kan, tidak tempat orang
lewat. (MKS)
Kondisi nya ya bagus. Permasalahannya, ga ada sih..pertimbangannya ya
tidak boleh terkena sinar matahari langsung, susunan vaksinnya juga
diperhatikan kan ada vaksin yang harus deket dengan freezer ada yangpaling
lama disimpan biasanya 1 bulan. (NMP)

72

Menurut keterangan informan di dinas kesehatan dapat disimpulkan bahwa


kondisi tempat penyimpanan vaksin sampai saat ini masih baik dan bisa
digunakan, ada 2 buah (1 buah freezer dan 1 buah lemari es) yang masih bisa
digunakan. Kebijakan yang dijadikan acuan adalah adanya SOP yang mengatur
standar tempat penyimpanan vaksin yang disusun oleh Dinkes OI berdasarkan
peraturan dan ketentuan Kemenkes RI dan WHO. Permasalahan terkait tempat
penyimpanan adalah kurangnya jumlah karena jumlah vaksin yang akan masuk
tidak seimbang dengan jumlah tempat penyimpanan. Pertimbangan utama tempat
penyimpanan adalah suhu dan listrik karena bila listrik pada suhu didalam lemari
es dan freezer tidak sesuai sehingga bisa merusak vaksin. Vaksin biasanya paling
lama disimpan setidaknya 1 bulan.
Keterangan diatas diperkuat dengan hasil telaah dokumen yang
menunjukkan bahwa terdapat SOP yang mengatur tentang pemeliharaan ruang
dingin tempat penyimpanan vaksin. Hasil checklist juga menunjukkan bahwa
memang tempat penyimpanan vaksin yaitu freezer dan lemari es masing-masing
hanya terdiri dari 1 buah.
Hasil wawancara dengan petugas puskesmas, disimpulkan bahwa kondisi
tempat penyimpanan sampai saat ini masih bisa digunakan dan belum mengalami
permasalahan yang berarti. Pertimbangan utama tempat penyimpanan adalah letak
dari lemari es itu sendiri dimana tidak terkena sinar matahari langsung, tidak
menghalangi pergerakan dan dekat dengan tempat listrik. Sedangkan petugas
Puskesmas Lebung Bandung juga mempertimbangkan susunan vaksin yang ada
di dalam lemari es. Vaksin biasanya disimpan didalam lemari es paling lama 1
bulan.

73

5.5.8 Pendistribusian Vaksin


Dari hasil wawancara dengan informan mengenai proses pendistribusian
vaksin, tergambarkan hasil sebagai berikut.
Ya standar kalo setiap puskesmas yang mau ngambil vaksin harus make vaccine
carrier dan sejauh ini dalam proses pendistribusian itu tidak ada masalah
khusus. (HK)
Kebijakannya sesuai dengan SOP tadi.permasalahannya yang terkait dengan
masalah kendaraan. Kalo dari sini ke puskesmas ya sama masalah transport dan
jarak. (YA)
.mbek dari provinsi pake cold box terus didalemnyo d kasih cold pack, kirakira itu sekitar 1 jamke sini.di dalam cold box itu kan ada freeze tag yang
gunanya untuk melihat kondisi suhu vaksin selama dalam perjalanan. (YU)
.dari sini ke puskes ya puskesmas bawa format laporan permintaannya berapa
dan stocknya berapa. Alat yang digunakan itu berupa vaccine carrier..paling
lamo 3-4jam itu daerah muara kuang. Bahan pertimbangannyo yo jarak itu tadi
samo macet.jadi yo cold pack dalam vaccine carriernyo dibanyakke biar
vaksinnyo dag rusak. (MM)
Hasil wawancara dengan informan di tingkat puskesmas mengenai
pendistribusian vaksin tergambar sebagai berikut.
.kita pake alat itu thermos kalo ga vaccine carrier yang didalamnya ada cold
packlamanya sih, dilama-lamakan 10-15 menit. Bahan pertimbangannya, ga
ada sih, paling saat bawa vaksin itu ga boleh lama-lama. (HR)
vaksinnya dibawa menggunakan vaccine carrier terus didalamnya dikasih cold
pack.itu paling jauh 30 menit. Bahan pertimbangannya ya paling lokasinya,
kalo agak jauh kan kita kasih cold packnya banyak-banyak. (NMP)
Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan diperoleh
kesimpulan bahwa proses pendistribusian adalah menggunakan alat cold box bila
dari provinsi ke dinkes kabupaten dan menggunakan vaccine carrier untuk proses
pendistribusian ke puskesmas. Pertimbangan utama saat proses pendistribusian
adalah pertimbangan jarak dan kondisi perjalanan. Bila diperkirakan vaksin akan
lama diperjalanan maka didalam cold box dan vaccine carrier dimasukkan cold
pack dalam jumlah yang banyak, terutama untuk daerah puskesmas tertentu yang

74

bisa memakan waktu 3-4 jam diperjalanan. Standar yang digunakan dalam proses
pendistribusian adalah adanya Standar Operasional Prosedur yang disusun
berdasarkan peraturan provinsi yang mengacu pada peraturan Kemenkes RI.
Keterangan informan ternyata tidak sesuai dengan hasil telaah dokumen
yang dilakukan. Hasil telaah dokumen menunjukkan bahwa tidak ada SOP yang
mengatur tentang proses pendistribusian, SOP hanya sebatas Protap Penerimaaan
dan Protap Pemeliharaan Ruang Dingin tempat penyimpanan vaksin. Hasil
checklist menunjukkan bahwa Dinkes Kab. OI tidak memiliki cold box dan freeze
tag, peralatan yang digunakan untuk proses pendistribusian. Setelah diumpan
balik ke informan, cold box dan freeze tag tidak dimiliki sendiri oleh Dinkes Kab.
OI dan sering dipinjam oleh pihak lain.
Berdasarkan keterangan informan di puskesmas, diketahui bahwa proses
pendistribusian vaksin dari puskesmas ke tempat-tempat posyandu biasanya
menggunakan vaccine carrier dan termos untuk Puskesmas Indralaya sedangkan
Puskesmas Lebung Bandung hanya menggunakan vaccine carrier. Paling lama
dalam proses pendistribusian tersebut adalah 10-15 menit untuk Puskesmas
Indralaya dan 30 menit untuk Puskesmas Lebung Bandung. Pertimbangan utama
adalah jarak karena bila jaraknya jauh maka didalam vaccine carrier dimasukkan
banyak cold pack.
Hasil checklist memperkuat pernyataan informan bahwa memang di
Puskesmas Indralaya terdapat vaccine carrier dan termos yang digunakan dalam
proses pendistribusian. Sedangkan di Puskesmas Lebung Bandung terdapat
vaccine carrier berjumlah 3 buah yang digunakan untuk membawa vaksin ke
lokasi-lokasi posyandu.

75

5.5.9 Pemakaian Vaksin


Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan mengenai
proses pemakaian vaksin, tergambarkan hasil sebagai berikut.
Kebijakannya dalam SOP itu tadi ada kan kalo penggunaan vaksin itu harus
dalam suhu sekian, harus diperhatikan dulu VVMnya masih bagus atau tidak, liat
tanggal expirednya. (YA)
Yo itu tadi, sebelum make kito liat dulu VVMnyo kondisinyo cakmano samo
tanggal expirednyo. (YU)
kalo status VVMnyo A dan B itu masih bisa dipake, kalo C dan D itu sudah
tidak bisa digunakan lagi. (MM)
Hasil wawancara dengan informan di tingkat puskesmas didapatkan hasil
sebagai berikut.
Saat akan menggunakan vaksin itu kita liat tanggal expirednya, yang sudah
dekat tanggal expired itu kita dahulukan, terus yang ada kondisi VVMnya B itu
kita dahulukan. Terus juga misalnya masih ada sisa stock bulan kemaren, itu dulu
yang kita dahulukan. (HR)
sama seperti saat kita terima, kalo mau make nya kita liat dulu tanggal
kadaluarsanyo, kondisi VVMnyo, kondisi vaksin itu keruh po dag. (NMP)
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas di tingkat kabupaten,
disimpulkan bahwa saat akan menggunakan vaksin, kondisi VVM dan tanggal
kadaluarsa vaksin menjadi perhatian utama. Vaksin dengan kondisi VVM A dan
B masih bisa digunakan sedangkan vaksin dengan kondisi VVM C dan D sudah
tidak bisa digunakan lagi. Dalam pemakaian vaksin juga terdapat Standar
Operasional yang dijadikan acuan oleh petugas pengelolaan vaksin yang disusun
berdasarkan ketentuan dan peraturan Kemenkes RI dan WHO.
Hal tersebut diperkuat dengan hasil telaah dokumen yang menunjukkan
adanya Standar Operasional Prosedur yang digunakan petugas dalam proses
penerimaan. Standar Operasional Prosedur tersebut yang mengatur semua
kegiatan yang harus dilakukan saat melakukan penerimaan vaksin.

76

Menurut keterangan informan di tingkat puskesmas diketahui bahwa saat


akan menggunakan vaksin, prinsip yang digunakan adalah memperhatikan kondisi
vaksin yaitu kondisi VVM, tanggal kadaluarsa vaksin tersebut dan petugas di
Puskesmas Lebung Bandung juga memperhatikan kekeruhan vaksin. Selain itu
juga, sisa stok bulan sebelumnya dipertimbangkan untuk digunakan terlebih
dahulu. Vaksin dengan kondisi VVM B dan mendekati tanggal kadaluarsa
biasanya digunakan terlebih dahulu.
5.5.10. Pencatatan dan Pelaporan
Dari hasil wawancara dengan informan di tingkat kabupaten mengenai
proses pencatatan dan pelaporan vaksin, tergambarkan hasil sebagai berikut.
Ya standarnya pelaporan dan pencatatan itu harus diberikan dibawah tanggal
10 karena laporan itu kita harus rekap harus dilaporin di provinsi.
Permasalahannya ya paling-paling ada beberapa puskesmas terlambat
memberikan laporan, kadang lewat dari tanggal 5. Cara mengatasinya ya dengan
cara telepon atau sms kalau seandainya mereka belum sempat mengirimkan
laporannya. (HK)
Standar kebijakan pencatatan dan pelaporan ini dari kemenkes ada juknis, buku
petunjuk teknis pencatatan dan pelaporan, blanko-blankonya ada. Terus juga kita
ada program software juga untuk program imunisasi itu. (YA)
Kita disini ada SBBK.softwarenyo lagi errorkalo permasalahan yo yang
dari puskes tu lahlaporan imunisasi nyo tu ado tapi laporan pemakaiannyo
yang dag ado jadi kadang aku kurangi, misal dio minta 50 cuman ku kasih 40.
(YU)
Laporan kita dimaksimalkan itu tanggal 5 awal bulan sedangkan kami ke
provinsi dibatas tanggal 10kalo laporan vaksin itu kan ada SBBK, isinya itu
ada jumlah, tanggal expirednya, harga. Permasalahannya ya itu tadi jarak, lokasi
puskesmas yang jauh, solusinyo yo lewat sms berapa total permintaan dan sisa
stock vaksinnya. (MM)
Hasil wawancara dengan informan pengelola vaksin di tingkat puskesmas
tergambar sebagai berikut.
Setiap bulanitu vaksin masuk dan vaksin keluar kan dicatet terus kita ada
lagi buku permintaan ke dinkes, terus ada SBBK, catatan stock per vaksin ini ada
juga laporannya. Ini jumlah vaksin, vaksin yang digunakan bulan kemaren, terus

77

sisa stock vaksin, vaksin yang masuk, vaksin yang keluar, pemakaiannya berapa.
(HR)
Sistem pencatatan nya ya kita ada laporan setiap bulan, laporan catatan stock
vaksin untuk masing-masing vaksin. Jumlah sasaran, jumlah cakupan,
permintaan vaksinnya berapa. (NMP)
Berdasarkan keterangan informan di dinas kesehatan disimpulkan bahwa
sistem pencatatan dan pelaporan vaksin di dinkes OI adalah adanya SBBK (Surat
Bukti Barang Keluar). Sebelumnya terdapat software yang diberikan oleh pusat
tapi sekarang masih belum bisa digunakan karena software tersebut error.
Permasalahan utama dalam pencatatan dan pelaporan vaksin tersebut adalah
keterlambatan puskesmas dimana setiap puskesmas itu diberi batasan waktu
pelaporan adalah tanggal 5. Permasalahan tersebut kemungkinan disebabkan
karena jarak yang terlalu jauh sehingga diberikan solusi dengan melaporkan
jumlah permintaan, pengeluaran dan stok vaksin melalui sms ataupun telepon.
Kebijakan dan standar yang mengatur proses pencatatan dan pelaporan tersebut
adalah adanya buku pedoman yang diterbitkan oleh Kemenkes RI.
Dari hasil wawancara dengan informan di puskesmas disimpulkan bahwa
sistem pelaporan dan pencatatan di Puskesmas Indralaya sudah lengkap, terdiri
dari laporan monitoring yang diberikan setiap bulannya ke Dinkes OI dan laporan
stok vaksin berdasarkan masing-masing vaksin, dan juga SBBK. Data yang
dimuat adalah jumlah vaksin yang digunakan, jumlah permintaan vaksin, jumlah
vaksin yang diterima, dan sisa stok vaksin. Sedangkan di Puskesmas Lebung
Bandung, sistem pencatatan dan pelaporan adalah adanya laporan setiap bulan,
laporan catatan stok vaksin untuk setiap vaksin. Data yang dimuat didalam
laporan tersebut adalah jumlah sasaran dan permintaan vaksin tersebut.

78

Hasil telaah dokumen memperkuat pernyataan informan bahwa memang


di tingkat kabupaten dan tingkat puskesmas terdapat buku panduan yang
dikeluarkan oleh Kemenkes RI. Buku panduan tersebut diterbitkan secara berbeda
antara tingkat kabupaten dan tingkat puskesmas. Hasil lembar checklist dan telaah
dokumen menunjukkan bahwa SBBK yang berasal dari provinsi memuat data
yaitu, jumlah, harga, no batch, tanggal kadaluarsa. Sedangkan SBBK dari
kabupaten hanya memuat jumlah. Telaah dokumen juga membuktikan bahwa
memang di tingkat puskesmas telah dilakukan pencatatan per masing-masing
vaksin.

BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian


Desain penelitian yang digunakan merupakan penelitian kualitatif dimana
proses pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui cerita dari
informan. Keterbatasan penelitian kualitatif ini adalah jawaban informan yang
cenderung bersifat subjektif. Pertanyaan wawancara yang diajukan kepada
informan merupakan pertanyaaan seputar manajemen logistik vaksin yang ada di
lingkungan organisasi tempat informan bekerja. Ada kemungkinan informan
dipengaruhi oleh rasa takut dan segan dalam menjawab pertanyaan karena
sebagian wawancara dilakukan di lingkungan kerja informan. Kecenderungan
informan untuk menjawab pertanyaan seadanya dan memperbaiki jawaban dari
keadaan sebenarnya disiasati dengan melakukan observasi dan telaah dokumen.
Sementara itu untuk langkah telaah dokumen memiliki kendala yaitu dokumen
yang diperlukan hilang, rusak, sudah dimusnahkan dan bahkan memang tidak ada
karena kurang lengkapnya sistem dokumentasi yang ada di organisasi informan.
Dalam proses penelitian ini, penulis juga menghadapi beberapa kendala
namun penulis tetap berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil
yang berkualitas. Kendala pertama yang dihadapi selama proses penelitian adalah
kesulitan dalam menemui informan karena ada beberapa informan yang jarang
berada di tempat. Kendala ini disiasati dengan mendatangi langsung tempat
tinggal informan. Kendala kedua adalah jarak dan lokasi salah satu puskesmas
yang sulit untuk dijangkau. Kendala berikutnya adalah ada salah satu informan

79

80

yang tidak mau direkam sehingga penulis hanya bisa mencatat hasil wawancara.
Ada juga informan yang dikarenakan mempunyai tugas dan pekerjaan yang sama
jadi wawancara dilakukan secara bersamaan dengan informan lainnya.
Dalam penelitian ini diperlukan pemahaman yang mendalam menyangkut
berbagai teori yang diperlukan. Sementara kepustakaan mengenai pengelolaan
rantai vaksin masih sangat terbatas dan ada beberapa literatur yang diterbitkan
langsung oleh WHO dalam bahasa inggris sehingga harus diartikan terlebih
dahulu ke dalam bahasa

Indonesia. Selain itu penelitian tentang manajemen

logistik khususnya pengelolaan rantai vaksin jarang dilakukan sehingga masih


sulit untuk membandingkan hasil penelitian yang diperoleh dengan hasil
penelitian sejenis.

6.2 Pembahasan
Agar penelitian ini lebih mendapatkan keabsahan data dan sesuai dengan
fakta yang ada, dalam penelitian ini juga dilakukan validitas data. Metode
validitas data yang digunakan adalah metode triangulasi. Triangulasi sumber yaitu
dengan membandingkan suatu informasi dari informan yang berbeda. Triangulasi
metode yaitu dengan teknik pengumpulan data cara wawancara mendalam,
observasi, dan telaah dokumen. Triangulasi data yaitu dengan meminta umpan
balik dari informan atas data yang telah dikumpulkan.
6.2.1 SDM Pengelola Vaksin
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan informan di tingkat
kabupaten, didapatlah fakta bahwa jumlah tenaga pengelola vaksin itu ada 2
orang. Masing-masing petugas dengan kualifikasi pendidikan DIII dan S2

81

Science. Dalam melakukan tugas dan pekerjaannya, tidak ada pembagian khusus
secara tertulis diantara petugas dan hanya sebatas lisan. Jumlah tersebut dirasakan
kurang oleh petugas karena tidak sebanding dengan tugas dan pekerjaan yang
harus dilakukan. Kedua petugas melakukan keseluruhan pekerjaan yang
berhubungan dengan program imunisasi dan dalam pelaksanaannya sering
terjadinya rangkap kerja dimana petugas tidak hanya melakukan perhitungan
jumlah permintaan tetapi juga yang merawat tempat penyimpanan, mengurus
semua pencatatan dan pelaporan, serta juga melayani puskesmas yang ingin
melakukan pengambilan vaksin. Hasil telaah dokumen juga menunjukkan tidak
adanya surat atau peraturan yang dengan jelas melakukan pembagian tugas
diantara sesama petugas.
Hasil yang sedikit berbeda didapatkan dari kedua puskesmas. Puskesmas
Indralaya memiliki 2 orang tenaga petugas dengan kualifikasi pendidikan S1
Kesehatan Masyarakat dan DIII Keperawatan. Puskesmas Lebung Bandung
memiliki 1 orang petugas dengan kualifikasi pendidikan DIII Keperawatan, dalam
melakukan tugasnya sebagai petugas program imunisasi khususnya pengelola
vaksin, petugas sering dibantu TKS (Tenaga Kerja Sukarela). Diantara petugas
Puskesmas Indralaya tidak dilakukan pembagian kerja dan keseluruhan tugas
dilakukan secara bersama-sama. Dengan jumlah tersebut, mereka tidak pernah
merasa kesulitan dalam melakukan pekerjaan karena sering dilakukan bersamasama dan proses pendistribusian vaksin ke masing-masing posyandu itu terjadwal
dengan baik. Begitu juga dengan petugas Puskesmas Lebung Bandung, ia tidak
pernah merasa kesulitan karena sering dibantu oleh TKS dalam melakukan
kegiatan pengelolaan rantai vaksin.

82

Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1611 Tahun 2005 menyatakan bahwa


di tingkat kabupaten, petugas pengelola program imunisasi minimal lulusan DIII
kesehatan, sedangkan untuk petugas pengelola cold chain pendidikan minimal
adalah SLTA. Tenaga pengelola program imunisasi dan pengelola cold chain itu
dipisah dan memiliki tugas masing-masing. Di tingkat puskesmas, petugas
pengelola program imunisasi juga bisa merangkap sebagai petugas pengelola cold
chain. Standar minimal pendidikan adalah lulusan SLTA dengan catatan telah
mengikuti pelatihan tentang pengelolaan rantai vaksin.
Jika dibandingkan dengan Kepmenkes RI diatas, dapat disimpulkan bahwa
tenaga pelaksana pengelola program imunisasi dan pengelola vaksin tingkat
kabupaten telah memenuhi standar kualifikasi dari segi pendidikan. Petugas
pengelola vaksin Dinkes OI merupakan lulusan DIII Keperawatan dan S2 Science.
Pelatihan juga sudah sering dilakukan di tingkat kabupaten. Kepmenkes mengatur
bahwa harus dilakukan pelatihan untuk petugas pengelola rantai vaksin. Dari hasil
wawancara dapat diketahui bahwa di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir belum
dilakukan pembagian tugas tenaga pelaksana dimana tenaga pengelola program
imunisasi juga melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan pengelolaan cold
chain. Hal ini tidak sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI
dan dimungkinkan bisa berdampak terhadap kualitas pekerjaan petugas. Hasil
wawancara menunjukkan bahwa petugas merasa keberatan dalam melakukan
tugasnya dan sering terjadinya rangkap kerja.
Beberapa hal yang dianggap oleh responden dalam penelitian Rahmawati
(2007) yang menjadi beban kerja yaitu adanya perangkapan tugas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 75% petugas imunisasi yang memiliki hasil kegiatan

83

imunisasi dasar bayi tidak sesuai target cenderung mempunyai persepsi yang
kurang baik terhadap beban kerja. Responden menyatakan mempunyai tambahan
tugas dalam pelaksanaan imunisasi, misalnya bulan imunisasi anak sekolah
(BIAS), PIN (pekan imunisasi nasional) ataupun kegiatan imunisasi yang lain
(recam reduksi campak, tt-wus), persiapan crash program imunisasi campak dan
polio, masih ditambah dengan beberapa laporan dan tugas tugas yang lain.
Petugas dengan jumlah pekerjaan yang banyak dan merangkap kerja akan
mempengaruhi kualitas dari kinerja petugas tersebut.
Petugas pengelola vaksin yang ada Puskesmas Indralaya dan Puskesmas
Lebung Bandung juga sudah memenuhi kualifikasi dari segi pendidikan dan
pelatihan. Pendidikan minimal yang diharuskan Kemenkes RI untuk tingkat
puskesmas adalah SLTA atau SMK. Petugas Puskesmas Indralaya sendiri masingmasing merupakan lulusan S1 Kesehatan Masyarakat dan DIII Keperawatan,
sedangkan petugas Puskesmas Lebung Bandung merupakan lulusan DIII
Keperawatan. Petugas dari kedua puskesmas juga sudah pernah mengikuti
pelatihan tentang pengelolaan rantai vaksin. Berdasarkan Kepmenkes RI, untuk
tingkat puskesmas, petugas imunisasi juga bisa juga merangkap sebagai petugas
pengelola cold chain.
Sebagian besar kesalahan pengelolaan vaksin (cara membawa vaksin, cara
menyimpan vaksin, cara memantau suhu lemari es dan cara menggunakan vaksin)
terdapat pada instansi dengan pengetahuan petugas yang kurang. Kesalahan
pengelolaan vaksin oleh tenaga pengelola dengan pengetahuan yang kurang akan
mempengaruhi output pengelolaan vaksin. (Kristini, 2008),

84

Dalam meningkatkan pengetahuan dan/atau keterampilan pelatih dan


petugas imunisasi perlu dilakukan pelatihan. Pelatih dan petugas imunisasi yang
telah mengikuti pelatihan diberikan tanda bukti pelatihan berupa sertifikat
pelatihan. Pelatihan bagi pelatih dan petugas imunisasi harus dilaksanakan sesuai
dengan modul latihan petugas imunisasi. (Kemenkes RI, 2005)
Tabel 6.1
Perbandingan Hasil Wawancara Variabel SDM dengan Standar
No
1.
2.

SDM

Puskesmas
Indralaya
Jumlah tenaga 2 orang
2 orang
kerja
(Y dan MM)
(HR dan MKS)
Kualifikasi
DIII Keperawatan S1 Kesmas
pendidikan
dan
dan
S2 Science
DIII Keperawatan

3.

Pembagian
tugas

4.

Pelaksanaan
tugas

5.

Pelatihan

Dinkes OI

Pusk.
Lebung
Bandung
1 orang (NMP)
DIII Keperawatan

Kemenkes RI
-

Kabupaten :
Pengelola
Program
Imunisasi :
DIII Kesehatan
Pengelola cold
chain : SLTA
Puskesmas :
Pengelola cold
chain : SLTA
Tidak ada
Tidak ada
Semua pekerjaan Kabupaten :
pembagian tugas
pembagian tugas,
dilakukan sendiri
Adanya pembagian
secara tertulis,
semua pekerjaan
dan sering dibantu tugas,
petugas
tetapi hanya
dilakukan bersama- TKS
pengelola program
sebatas lisan
sama
imunisasi
dan
pengelola
rantai
vaksin.
Puskesmas
:
Pengelola program
imunisasi
boleh
sama
dengan
pengelola
cold
chain
Jumlah tersebut
Dalam melakukan Dalam melakukan
dirasakan masih
tugasnya, petugas tugasnya, petugas
kurang. Banyaknya tidak merasa
tidak merasa
tugas dan pekerjaan keberatan karena
keberatan karena
sehingga sering
dilakukan bersama- sering dibantu TKS
rangkap kerja
sama
Sering dilakukan, Tidak terlalu
Jarang, hanya saat Untuk
1 tahun sekali.
sering, terakhir
ada program baru meningkatkan
bulan Oktober
pengetahun
dan
keterampilan
petugas
harus
dilakukan
pelatihan

85

6.2.2 Dana Pengelolaan Rantai Vaksin


Berdasarkan hasil wawancara didapatkan fakta bahwa tidak ada dana
khusus yang disediakan Dinkes OI untuk pengelolaan rantai vaksin. Dana yang
disediakan hanya sebatas untuk permintaan dan transportasi pengambilan vaksin
tersebut.

Pencairan

dana

juga

tidak

tentu

karena

harus

ada

surat

penanggungjawaban sehingga untuk sementara petugas harus mengambil vaksin


menggunakan dana sendiri. Dana yang disediakan untuk APBD dibatasi
Rp.250.000 setiap bulannya. Padahal, kebutuhan vaksin tidak selalu sama setiap
bulan. Ada bulan-bulan tertentu dimana kebutuhan vaksinnya akan meningkat
contohnya bulan Oktober dan November yang merupakan bulan BIAS sehingga
jumlah permintaan vaksin bertambah yaitu vaksin DT dan Td.
Hasil yang serupa juga didapatkan d itingkat puskesmas. Ketersediaan
dana hanya sebatas untuk pengambilan vaksin dan pelaksanaan posyandu, tidak
tersedia dana khusus untuk pengelolaan rantai vaksin. Dana yang tersedia untuk
tingkat puskesmas berasal dari dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan.)
Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama, anggaran rutin
imunisasi yang wajib diberikan sesuai program imunisasi berkelanjutan. Alokasi
anggaran rutin imunisasi Depkes tahun 2009 sekitar Rp 400 miliar untuk sasaran
sekitar 5 juta bayi. Dana itu digunakan untuk pengadaan alat suntik, vaksin, dan
kotak pengaman vaksin. Adapun dana operasional untuk pemantauan dan
supervisi dari pemerintah pusat sekitar Rp 1,5 miliar. Sementara itu, dana

86

operasional untuk membawa vaksin dari dinas kesehatan di daerah menuju


sasaran menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. (Kemenkes RI, 2009)
Menurut keterangan Kemenkes RI diatas, dana yang digunakan untuk
pengadaan vaksin itu berasal dari pemerintah pusat. Selanjutnya, pendistribusian
dan pengelolaan rantai vaksin lainnya disediakan oleh pemerintah daerah. Namun
pada kenyataannya, tidak disediakan dana khusus untuk pengelolaan rantai vaksin
tersebut di Dinkes OI maupun puskesmas. Seharusnya, penyediaan dana untuk
pengelolaan rantai vaksin itu disediakan oleh pemerintah daerah. Akibatnya,
peralatan yang rusak seperti kulkas dan lemari es tidak pernah diperbaiki karena
tidak memiliki dana perawatan. Kondisi ini diperparah dengan kesulitan untuk
meminta dana karena harus memenuhi berbagai proses administrasi.
Alokasi dana BOK di Puskesmas 60% dialokasikan untuk upaya kesehatan
prioritas sedangkan 40% lainnya untuk upaya kesehatan lainnya dan manajemen
puskesmas. Pemanfaatan dana BOK hanya untuk dukungan operasional
pelaksanaan kegiatan upaya kesehatan promotif, preventif dan manajemen di
puskesmas sera jaringannya yaitu Poskesdes/Polindes dan Posyandu. Dana hanya
digunakan untuk transportasi, perjalanan dinas, dan pembelian barang berupa
belanja ATK, biaya administrasi perbankan, pembelian materai, foto kopi, dan
pembelian konsumsi. Tahun 2013, Dana BOK tidak dapat dimanfaatkan untuk
Pemeliharaan Gedung dan Kendaraan Puskesmas dan Jaringannya. Di dinkes,
pemanfaatan dana digunakan untuk honorarium, transport lokal, perjalanan dinas
dalam batas kabupaten dan luar kabupaten, pertemuan dan pembelian barang
ATK, penggandaan, komputer supply, administrasi bank, pembelian materai,

87

biaya pengiriman surat/laporandan biaya konsumsi rapat/meeting terkait dengan


BOK. (Juknis BOK, 2013)
Dana yang tersedia dari BOK untuk dinas kesehatan dan puskesmas hanya
untuk kegiatan operasional, tanpa adanya alokasi dana untuk perawatan dan
maintenance. Dana untuk dinas kesehatan yang bersumber dari APBD
dialokasikan hanya untuk permintaan vaksin dan transportasi padahal seharusnya,
dana perawatan disediakan oleh pemerintah daerah dan dana untuk permintaan
vaksin tersebut telah disediakan oleh pemerintah pusat.
Tabel 6.2
Perbandingan Hasil Wawancara Variabel Dana dengan Standar
No Dana
Pengelolaan
1. Ketersediaan
dan penggunaan
dana

Dinkes OI

Puskesmas
Indralaya
Dana tersedia
Tidak tersedia
hanya untuk
dana khusus untuk
permintaan
pengelolaan rantai
vaksin dan
vaksin, dana
transportasi.
hanya tersedia
Dana dibatasi Rp. untuk
250.000 setiap
pengambilan
bulannya dan
vaksin
belum ada dana
untuk perawatan
rantai vaksin

Pusk. Lebung
Bandung
Tidak tersedia
dana khusus
untuk
pengelolaan
rantai vaksin,
dana berasal dari
BOK dan hanya
untuk
pengambilan
vaksin

Kemenkes RI
Dana pengadaan
vaksin berasal dari
pemerintah pusat.
Pendistribusian dan
pengelolaan rantai
vaksin lainnya
disediakan
pemerintah daerah

6.2.3 Material Pengelolaan Rantai Vaksin


Hasil wawancara yang dilakukan dengan informan di tingkat kabupaten
didapatkan informasi bahwa peralatan yang digunakan untuk pengelolaan rantai
vaksin adalah freezer, lemari es, termometer, freeze tag, cold box dan ada
beberapa cold pack. Namun setelah dilakukan checklist dan pengamatan, peralatan
yang dipergunakan hanya terdiri dari freezer, lemari es, termometer, dan beberapa
cold pack. Peralatan tersebut masih dalam kondisi baik walaupun memang jumlah
lemari es dan freezer yang digunakan terbatas, masing-masing hanya 1 buah dan

88

sudah sangat lama. Padahal saat diamati langsung dilapangan, ada banyak jumlah
lemari es dan freezer di dalam gudang tempat penyimpanan dan hanya 2 buah
yang berfungsi dengan baik.
Adanya kulkas dan freezer yang rusak dikarenakan memang umur kulkas
dan freezer tersebut sudah sangat lama dan tidak bisa dilakukan perbaikan karena
tidak tersedia dana. Perawatan yang dilakukan hanya sebatas perawatan harian
yaitu pengecekan suhu, perawatan mingguan pembersihan salju, dan perawatan
bulanan berupa pengecekan keseluruhan bagian kulkas. Perawatan seperti
pengecekan atau penggantian suku cadang tidak pernah dilakukan karena memang
tidak tersedianya dana untuk pembelian suku cadang tersebut. Hal ini
mengakibatkan kulkas dan freezer akan mudah rusak apalagi usia kulkas dan
freezer tersebut yang sudah lama.
Peralatan yang digunakan di tingkat puskesmas adalah lemari es,
termometer, vaccine carrier, dan cold pack. Puskesmas Indralaya memiliki 2 buah
lemari es tempat penyimpanan vaksin, 1 merupakan model lama dan 1 lagi model
terbaru. Lemari es yang model lama tidak lagi digunakan sebagai tempat
penyimpanan vaksin karena sudah sering muncul bunga es dan hanya digunakan
sebagai tempat penyimpanan cold pack. Selain itu juga, puskesmas ini memiliki 1
buah vaccine carrier, 1 buah termos, 1 buah termometer, dan beberapa cold pack.
Puskesmas Lebung Bandung memiliki 1 buah lemari es, 3 buah vaccine carrier, 1
buah termometer, dan beberapa cold pack. Berdasarkan hasil checklist dan
pengamatan peneliti, peralatan tersebut sudah sesuai ketentuan. Perawatan yang
dilakukan petugas hanya sebatas pembersihan bunga es dan keseluruhan bagian

89

lemari es yang dilakukan oleh Puskesmas Indralaya 1 bulan sekali dan Puskesmas
Lebung Bandung 1 minggu sekali.
Peralatan yang digunakan dalam pengelolaan rantai vaksin menurut WHO
(2004) dan Kemenkes RI (2005) untuk tingkat kabupaten berupa lemari es,
freezer, cold box, cold pack, termometer, dan freeze tag. Penyediaan suku cadang
lemari es dan freezer merupakan salah satu upaya agar lemari es dapat selalu
berfungsi dengan baik dan benar. Suku cadang harus tersedia sesuai dengan jenis
dan tipe masing-masing lemari es. Sedangkan untuk tingkat puskesmas, peralatan
yang digunakan adalah lemari es, vaccine carrier atau termos, termometer dan
cold pack. Suku cadang juga harus tersedia di tingkat puskesmas dan disesuaikan
dengan tipe lemari es yang digunakan.
Menurut WHO (2002), perawatan peralatan tingkat kabupaten sama
dengan tingkat puskesmas yaitu berupa perawatan harian, perawatan mingguan,
dan perawatan bulanan. Perawatan harian berupa pemeriksaan suhu 2 kali sehari
setiap pagi dan sore, mendengarkan bunyi peralatan. Perawatan mingguan yaitu
pembersihan bagian luar lemari es/freezer untuk menghindari karat, memeriksa
stop kontak listrik, dan memeriksa penyusunan penyimpanan vaksin. Perawatan
bulanan adalah pembersihan keseluruhan bagian lemari es/freezer dan pencairan
bunga es.
Berdasarkan SOP Dinkes OI, pembersihan bulanan lain yang harus
dilakukan adalah pemeriksaan kerapatan karet pada tempat penyimpanan dan
melakukan pembersihan. Selanjutnya melakukan validasi pada termometer dan
termograf.

Hasil

evaluasi

tersebut

kemudian

dilakukan

evaluasi

dan

mendiskusikannya dengan staff pengelola yang lain. Bila menggunakan genset,

90

dilakukan penggantian oli setiap 100 jam beroperasi atau 4 bulan, dalam hal ini
mana yang mencapai duluan.
Material yang digunakan untuk pengelolaan vaksin ditingkat kabupaten
belum bisa dikatakan lengkap karena ada beberapa material yang tidak dimiliki
oleh Dinkes OI. Ketentuan Kemenkes RI bahwa peralatan yang digunakan untuk
tingkat kabupaten adalah berupa lemari es, freezer, cold box, cold pack,
termometer, dan freeze tag sedangkan Dinkes OI belum memiliki cold box dan
freeze tag sendiri. Lain halnya dengan tingkat puskesmas dimana peralatan yang
digunakan sudah lengkap dan sesuai dengan ketentuan Kemenkes RI karena sudah
memiliki lemari es yang sesuai yaitu buka atas, vacciner carrier atau termos,
termometer dan cold pack.
Perawatan yang dilakukan tingkat kabupaten sudah cukup baik walaupun
ada beberapa perawatan yang belum dilakukan. Perawatan yang belum lengkap
dilakukan adalah perawatan mingguan yaitu pemeriksaan stop kontak listrik dan
perawatan bulanan yaitu validasi pada termometer dan termograf. Sama halnya
dengan perawatan di kabupaten, perawatan di tingkat puskesmas belum berjalan
dengan baik karena hanya sebatas pembersihan bunga es dan endapan air tanpa
ada perawatan-perawatan lain seperti pemeriksaan stop kontak listrik dan kabelkabel, pemeriksaan karet, dan validasi termometer. Baik di tingkat kabupaten dan
puskesmas belum bisa memenuhi ketentuan Kemenkes RI dalam hal penyediaan
suku cadang. Hal inilah yang diperkirakan menjadi salah satu pemicu rusaknya
lemari es dan freezer yang ada di Dinkes OI dan tidak diperbaiki lagi.
Hasil penelitian Rahmawati (2007) menunjukkan ketersediaan peralatan
penunjang merupakan salah satu faktor yang mampu mempengaruhi hasil

91

kegiatan petugas imunisasi. Kondisi sarana dan prasarana yang baik antara lain
lengkap, modern, berkualitas, dan jumlah cukup akan memberikan kepuasan
karyawan yang kemudian dapat meningkatkan kinerjanya. Begitu juga dengan
penelitian

HA,

Ariebowo (2005), terdapat

hubungan bermakna

antara

ketersediaan alat untuk imunisasi dengan kinerja petugas pelaksana imunisasi di


tingkat puskesmas. 26 responden yang cakupan imunisasinya tidak sesuai,
keseluruhannya mempersepsikan bahwa peralatan imunisasi tidak sesuai.
Tabel 6.3
Perbandingan Hasil Wawancara Variabel Material dengan Standar
No

1.

Material
Dinkes OI
Pengelolaan
Vaksin
Jumlah
Material yang
material
digunakan 1
buah freezer, 1
buah lemari es,
2 termometer,
beberapa cold
pack.

2.

Kondisi
material

3.

Perawatan
material

1 buah freezer
dan 1 buah
lemari es yang
bagus, 2 lainnya
rusak. Peralatan
yang lain
kondisi baik.
Harian :
pengecekan
suhu
Mingguan :
pembersihan
bunga es
Bulanan :
keseluruhan
bagian kulkas
dan freezer.

Puskesmas
Indralaya
Material yang
digunakan 1
buah lemari es
model baru dan
1 buah model
lama, 1 buah
vaccine carrier,
1 buah termos,
1 buah
termometer, dan
beberapa cold
pack

Keseluruhan
peralatan yang
digunakan
masih dalam
kondisi baik

Bulanan :
pembuangan
bunga es dan
endapan air

Puskesmas
Lebung
Bandung
Material
yang
digunakan 1
buah lemari
es, 1 buah
termometer,
3 buah
vaccine
carrier, dan
beberapa
cold pack.

Kemenkes RI &
SOP Dinkes OI

Mingguan :
pembuangan
bunga es

Harian :
pemeriksaan suhu
2 kali setiap pagi
dan sore.
Mingguan :
pembersihan
bagian luar
lemari es/freezer
untuk
menghindari

Kabupaten :
Freezer
Lemari es
Termometer
Cold box
Freeze tag
Cold pack
Puskesmas
Lemari es
Vaccine carrier
Termos
Termometer
Cold pack
Keseluruhan Fungsi dari tiap
peralatan
peralatan baik.
yang
Pengoperasian
digunakan
peralatan bisa
masih dalam dilakukan dengan
kondisi baik
mudah.

92

No

Material
Pengelolaan
Vaksin

Dinkes OI

Puskesmas
Indralaya

Puskesmas
Lebung
Bandung

Kemenkes RI &
SOP Dinkes OI
karat dan
memeriksa stop
kontak listrik.
Bulanan :
pembersihan
keseluruhan
bagian lemari
es/freezer dan
pencairan bunga
es

6.2.4 Metode Pengelolaan Rantai Vaksin


Hasil wawancara dengan informan di tingkat kabupaten didapatkan fakta
bahwa metode yang digunakan saat penerimaan adalah pemeriksaan administrasi
yaitu SBBK. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan kesesuaian jumlah vaksin
yang diterima dengan jumlah yang tertera di SBBK. Metode selanjutnya saat
penerimaan adalah dengan memeriksa kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa
vaksin. Vaksin yang diterima hanya vaksin dengan kondisi VVM A dan VVM B
serta belum melewati tanggal kadaluarsa. Metode yang digunakan saat
penyimpanan vaksin adalah dengan memperhatikan karakteristik vaksin. Ada
beberapa vaksin yang disimpan di freezer seperti Polio, Campak, dan BCG. Ada
juga yang harus disimpan di lemari es seperti DPT, TT, DT, Td, dan Hep. B.
Sekarang ini, vaksin BCG dan Campak juga bisa disimpan di dalam lemari es.
Metode penerimaan yang dilakukan di Puskesmas Indralaya dan Lebung
Bandung adalah dengan memperhatikan kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa
vaksin. Vaksin yang diterima hanya vaksin dengan kondisi VVM A dan VVM B
serta belum melewati tanggal kadaluarsa. Sedangkan metode penyimpanan,
memperhatikan kesesuaian sifat vaksin dengan lokasi penyimpanan vaksin.

93

Vaksin yang memiliki sifat sensitif panas (Polio, Campak, BCG) diletakkan di
dekat evaporator, sedangkan vaksin yang sensitif dingin (Hb O, DPT, DT, Td)
diletakkan di pinggir.
Hasil

wawancara

menunjukkan

bahwa

metode

penerimaan

dan

penyimpanan yang digunakan oleh Dinkes OI, walaupun sudah cukup baik tapi
tidak sepenuhnya sesuai dengan ketentuan SOP yang dikeluarkan oleh Dinkes OI
sendiri. Berdasarkan ketentuan SOP, proses penerimaan dimulai dengan
pemeriksaan kelengkapan administrasi vaksin tersebut. Administrasi tersebut
berupa SP, CoA, VAR, dan SBBK. Pemeriksaan adminsitrasi yang dilakukan
petugas Dinkes OI hanya sebatas SBBK sedangkan petugas tingkat puskesmas
tidak melakukan pemeriksaan adminsitrasi sama sekali. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan VVM dan tanggal kadaluarsa secara random pada beberapa bagian
kotak vaksin yang diterima. Pemeriksaan ini telah dilakukan oleh petugas tingkat
kabupaten dan petugas puskesmas.
Menurut Kemenkes RI (2005), metode penyimpanan vaksin disesuaikan
dengan sifat dan karakteristik vaksin tersebut. Untuk tingkat kabupaten, vaksin
polio, BCG, dan campak disimpan di freezer, Namun pada perkembangannya,
BCG dan campak juga bisa disimpan di kulkas. Sedangkan vaksin lainnya
disimpan di dalam kulkas yaitu TT, DPT, DT, Hep.B. Untuk tingkat puskesmas,
vaksin Heat Sensitive (BCG, Campak, Polio) diletakkan pada dekat dengan
evaporator. Vaksin Freeze Sensitive (DPT, TT, DT, Hep.B) diletakkan jauh
dengan evaporator. Peletakkan dus vaksin mempunyai jarak minimal 1-2 cm baik
itu di tingkat kabupaten maupun di puskesmas.

94

Metode penyimpanan untuk tingkat kabupaten dan tingkat puskesmas


sudah cukup baik, karena berdasarkan hasil check list dan observasi langsung
peneliti, lokasi tempat penyimpanan vaksin telah sesuai ketentuan Kemenkes RI.
Hanya saja, jarak penyimpanan vaksin di tingkat kabupaten yang sangat rapat dan
tidak sesuai dengan jarak minimal yaitu 1-2 cm. Hal ini dikarenakan jumlah
tempat penyimpanan yang terbatas, tidak seimbang dengan jumlah vaksin yang
akan disimpan.
Tabel 6.4
Perbandingan Hasil Wawancara Metode Penerimaan dan Penyimpanan
Vaksin dengan Standar
No Metode
Dinkes OI
Penerimaan &
Penyimpanan
1
Metode
Pemeriksaan
Penerimaan
kesesuaian jumlah
vaksin,
pemeriksaan
kondisi VVM dan
tanggal kadaluarsa

Puskesmas
Lebung
Bandung
Pemeriksaan
Pemeriksaan
kondisi VVM dan kondisi VVM,
tanggal
tanggal
kadaluarsa vaksin kadaluarsa, dan
segel vaksin

Menyesuaikan
sifat vaksin den
tempat
penyimpanan

Metode
Penyimpanan

Memperhatikan
jarak vaksin
dengan dinding
tempat
penyimpanan dan
kesesuaian sifat
vaksin dg tempat
penyimpanan

Puskesmas
Indralaya

Kemenkes RI dan
SOP Dinkes OI
Pemeriksaan
kelengkapan
administrasi berupa
SP, CoA, VAR, dan
SBBK. Selanjutnya
pemeriksaan VVM
dan tanggal
kadaluarsa secara
random pada
beberapa bagian
kotak vaksin yang
diterima.
.Untuk kabupaten,
vaksin polio,
disimpan di freezer,
Vaksin disimpan
didalam kulkas yaitu
TT, DPT, DT,
Hep.B. BCG dan
Campak bisa di
keduanya. Untuk
tingkat puskesmas,
vaksin HS (BCG,
Campak, Polio)
diletakkan pada
dekat dengan
evaporator. Vaksin
FS (DPT, TT, DT,
Hep.B) diletakkan

95

No Metode
Penerimaan &
Penyimpanan

Dinkes OI

Puskesmas
Indralaya

Puskesmas
Lebung
Bandung

Kemenkes RI dan
SOP Dinkes OI
jauh dengan
evaporator.
Peletakkan dus
vaksin mempunyai
jarak minimal 1-2
cm.

6.2.5 Permintaan Kebutuhan Vaksin


Hasil wawancara dengan informan tingkat kabupaten dapat disimpulkan
bahwa informan sebenarnya telah mengetahui bahwa dalam jumlah permintaan
vaksin setiap bulannya itu dihitung berdasarkan ketentuan-ketentuan atau
pertimbangan tertentu. Ketentuan utama yang diperhatikan adalah menghitung
jumlah permintaan kebutuhan vaksin dengan mengakumulasikan jumlah
permintaan dari masing-masing puskesmas. Selanjutnya adalah memperhatikan
jumlah permintaan bulan sebelumnya. Hal yang dijadikan bahan pertimbangan
adalah sisa stok bulan sebelumnya dan tempat penyimpanan vaksin. Dalam
menentukan jumlah permintaan petugas juga mempertimbangkan jumlah cakupan
bayi yang akan diimunisasi.
Hasil yang serupa didapatkan dari informan di tingkat puskesmas.
Perhitungan jumlah permintaan adalah dengan menghitung jumlah sasaran bayi
yang akan diimunisasi dan jumlah permintaan bulan sebelumnya. Padahal untuk
tingkat puskesmas seharusnya banyak pertimbangan yang harus diperhatikan
karena puskesmas merupakan instansi terbawah dari rantai pengelolaan vaksin.
Berdasarkan Kepmenkes RI (2005), perhitungan jumlah permintaan vaksin
untuk tingkat kabupaten adalah dengan menghitung akumulasi kebutuhan vaksin
dari seluruh puskesmas, RSU pemerintah/RS swasta, RB dan lain-lain di tingkat
kabupaten. Sedangkan untuk jumlah permintaan tingkat puskesmas adalah dengan

96

memperhatikan jumlah sasaran imunisasi, target cakupan yang diharapkan untuk


setiap jenis imunisasi, indeks pemakaian vaksin tahun lalu. Untuk menghindari
penumpukan vaksin, jumlah kebutuhan dikurangi dengan sisa vaksin tahun lalu.
Sasaran imunisasi adalah bayi, anak sekolah dasar kelas 1,2, dan 3, dan
wanita usia subur. Berdasarkan pedoman Kemenkes RI (2013), menghitung
jumlah sasaran bayi di Puskesmas dilakukan dengan menganalisa penambahan
bayi beberapa tahun terakhir, kemudian persentase penambahan rata-rata. Untuk
menghitung sasaran bayi tahun berjalan berdasarkan besarnya jumlah sasaran bayi
tahun lalu ditambah dengan rata-rata penambahan bayi beberapa tahun terakhir.
Penetapan target cakupan biasanya berdasarkan tingkat pencapaian dimasingmasing wilayah kerja, maksimal target adalah 100%. Menghitung indeks
pemakaian vaksin (IP) berdasarkan jumlah cakupan imunisasi yang dicapai secara
absolut dibagi dengan jumlah vaksin yang dipakai. Setelah menghitung jumlah
sasaran, target cakupan dan IP vaksin, maka data-data tersebut digunakan untuk
menghitung kebutuhan vaksin dengan menggunakan rumus.
Jumlah permintaan vaksin =

sasaran x target
IP vaksin

Penggunaan rumus tersebut belum sepenuhnya dipergunakan di tingkat


puskesmas. Puskesmas hanya menghitung jumlah cakupan dari masing-masing
desa dan mempertimbangkan jumlah penggunaan bulan sebelumnya. Padahal
berdasarkan ketentuan Kemenkes RI, perhitungan jumlah permintaan tidak hanya
menghitung jumlah cakupan dari masing-masing desa tetapi juga mempertimbang
kan target cakupan yang direncanakan puskesmas dan indeks pemakaian vaksin
tahun sebelumnya. Selain itu juga, menurut WHO (2002), penentuan jumlah

97

permintaan harus mempertimbangkan sisa stok dan tempat penyimpanan vaksin


tersebut.
Perencanaan merupakan salah satu unsur manajemen yang penting dalam
pengelolaan program imunisasi. Pada dasarnya perhitungan kebutuhan untuk
pelayanan imunisasi harus berasal dari unit Puskesmas (buttom-up) dengan dasar
besaran jumlah sasaran tiap jenis pelayanan imunisasi untuk menghindari terjadi
kelebihan, kekurangan atau tidak sesuai dengan situasi riil di wilayah kerja.
(Kemenkes RI, 2013).
Tabel 6.5
Perbandingan Hasil Wawancara Permintaan Vaksin dengan Standar
No Permintaan
Vaksin
1

Penentuan
jumlah
permintaan
vaksin

Dinkes OI

Mengakumulasikan
jumlah permintaan
dari masing-masing
puskesmas serta
melihat jumlah
pemakaian bulan
sebelumnya. Sisa
stok bulan
sebelumnya dan
kondisi tempat
penyimpanan
vaksin
dipertimbangkan

Puskesmas
Indralaya
Menyesuaikan
pengeluaran bulan
sebelumnya dan
melihat jumlah
cakupan
imunisasi bayi.
Bayi luar wilayah
dijadikan
pertimbangan

Puskesmas
Lebung
Bandung
Menghitung
jumlah
sasaran
cakupan
imunisasi bayi

Kemenkes RI

Kabupaten:
Akumulasi
kebutuhan vaksin
dari seluruh
puskesmas.
Puskesmas:
memperhatikan
jumlah sasaran
imunisasi, target
cakupan yang
diharapkan untuk
setiap jenis
imunisasi, indeks
pemakaian vaksin
tahun lalu. Sisa stok
dipertimbangkan

6.2.6 Penerimaan Vaksin


Dalam proses penerimaan vaksin, Kemenkes RI telah mengeluarkan
ketentuan dan peraturan yang telah diadopsi oleh Dinkes OI menjadi sebuah
Standar Operasional Prosedur (SOP). Fungsi dari SOP ini adalah untuk
mengetahui kesesuaian jumlah vaksin yang diterima dengan Surat Pengiriman
(SP) vaksin dan mengetahui kondisi vaksin apakah dalam kondisi baik atau tidak.

98

Pada pelaksanaannya, penerimaan vaksin tidak sepenuhnya berjalan sesuai


dengan SOP yang telah disusun sendiri oleh Dinkes OI. Saat akan menerima
vaksin, petugas tingkat kabupaten hanya memberikan laporan permintaan dan
kemudian menerima lalu memeriksa kondisi VVM vaksin dan tanggal kadaluarsa.
Proses penerimaan vaksin hanya sebatas itu tanpa memperhatikan hal-hal lainnya.
Begitu juga dengan petugas puskesmas, saat menerima vaksin petugas
memastikan kesesuaian jumlah vaksin, kondisi VVM, dan tanggal kadaluarsa
vaksin.
Berdasarkan SOP Dinkes OI dan Kemenkes RI (2013), banyak hal yang
harus diperhatikan dan dilakukan saat akan menerima vaksin untuk tingkat
kabupaten/kota. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan memperhatikan
kelengkapan administrasi vaksin tersebut diantaranya SP (Surat Pengiriman
vaksin) berisi jumlah dan jenis vaksin, CoA (Certificate of Analysis), VAR
(lembar Vaccine Arrival Report), dan alat pemantau suhu. Setelah memeriksa
administrasi kemudian mencatat dalam buku stock vaksin tanggal menerima
vaksin, jumlah, nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Selanjutnya memeriksa dan
mencatat kondisi VVM pada vial vaksin, pemeriksaan VVM tersebut dilakukan
secara random pada setiap bagian dus vaksin.
Pemeriksaan yang dilakukan di tingkat kabupaten belum sepenuhnya
sesuai dengan SOP. Petugas hanya memperhatikan VVM dan tanggal kadaluarsa
padahal banyak sekali pemeriksaan lain yang harus dilakukan bila menuruti
dengan prosedur yang telah ditetapkan. Tidak hanya pemeriksaan VVM dan
tanggal kadaluarsa, pemeriksaan administrasi vaksin juga harus dilakukan.
Pemeriksaan VVM juga seharusnya dilakukan secara random, tidak mesti

99

keseluruhan vaksin. Random dilakukan dengan mengambil 1 dus bagian atas, 1


dus bagian tengah, dan 1 dus bagian bawah. Selanjutnya, kesesuaian jenis dan
jumlah vaksin yang diterima dengan yang tertera dalam SP vaksin juga harus
diperhatikan.
Untuk tingkat puskemas, pemeriksaan yang dilakukan saat akan menerima
vaksin adalah dengan memeriksa label vaksin dan pelarut. Selanjutnya periksa alat
pemantau vaksin (VVM). Vaksin yang diterima adalah vaksin dengan kondisi
VVM A dan B, kondisi C dan D adalah kondisi yang tidak bisa digunakan lagi.
Pemeriksaan selanjutnya adalah tanggal kadaluarsa vaksin. (Kemenkes RI, 2013).
Bila melihat ketentuan kemenkes diatas, saat melakukan proses
penerimaan, petugas puskesmas telah melakukan pemeriksaan yang sesuai.
Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan kondisi VVM vaksin dan tanggal
kadaluarsa serta segel atau label vaksin tersebut.
Tabel 6.6
Perbandingan Hasil Wawancara Penerimaan Vaksin dengan Standar
No Penerimaan
Vaksin
1

Proses
penerimaan
vaksin

Dinkes OI

Memberikan
format permintaan,
kemudian
menerima lalu
memeriksa kondisi
VVM dan tanggal
kadaluarsa vaksin

Puskesmas
Indralaya
Memberikan
format
permintaan,
memerika
kesesuaian
jumlah,
memeriksa
kondisi VVM
dan
tanggal
kadaluarsa

Puskesmas
Lebung
Bandung
Memeriksa
kondisi
vaksin, VVM
dan tanggal
kadaluarsa.

Kemenkes RI dan
SOP Dinkes OI
Pertama
memperhatikan
kelengkapan
administrasi vaksin
SP berisi jumlah
dan jenis vaksin,
CoA, VAR, dan
alat pemantau suhu.
Selanjutnya
mencatat
jumlah,
no
batch,
dan
tanggal kadaluarsa
lalu memeriksa dan
mencatat
kondisi
VVM
yang
tdilakukan secara
random pada setiap
bagian dus vaksin

100

6.2.7 Penyimpanan Vaksin


Vaksin harus disimpan sesuai di lokasi penyimpanan dengan suhu tertentu
dengan lama penyimpanan yang telah ditentukan di masing-masing tingkatan
administrasi. Cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut
potensi dan daya antigennya. Susunan vaksin dalam lemari es harus diperhatikan
karena suhu dingin dari lemari es/freezer diterima vaksin secara konduksi (WHO,
2002).
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa secara umum kondisi tempat
penyimpanan vaksin di tingkat kabupaten sudah cukup bagus. Penyimpanan
vaksin yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan suhu dan sifat dari masingmasing vaksin itu sendiri. Berdasarkan keterangan informan dan hasil checklist
yang dilakukan, tempat penyimpanan vaksin ada 2 buah yang masih bisa
digunakan. Letak penyimpanan vaksin disusun berdasarkan sifat dari masingmasing vaksin tersebut. Didalam freezer disimpan vaksin Polio dan Campak yang
merupakan vaksin sensitif panas. Vaksin yang disimpan didalam lemari es adalah
vaksin BCG, DPT, Hep.B, TT,DT, dan DPT-HB. Suhu saat penyimpanan lemari
es adalah 7C dan suhu freezer adalah -5C.
Hasil yang sama juga didapatkan di tingkat puskesmas, dimana
penyimpanan vaksin tersebut sudah cukup baik. Lemari es yang digunakan sudah
sesuai ketentuan Kemenkes RI dan WHO. Letak penyimpanan vaksin juga
disesuaikan. Vaksin yang sensitif panas (Polio, BCG, Campak) diletakkan didekat
evaporator. Vaksin yang sensitif dingin (DPT, Hep.B, TT, DT, Td) diletakkan
didekat dinding dan jauh dari evaporator.

101

Berdasarkan ketentuan Kepmenkes RI (2005), cara penyimpanan untuk


vaksin sangat penting karena menyangkut potensi atau daya antigennya. Faktorfaktor yang mempengaruhi penyimpanan vaksin adalah suhu, sinar matahari, dan
kelembaban. Vaksin yang sensitif panas (polio, campak, BCG) pada pedoman
sbeelumnya harus disimpan pada suhu dibawah 0C. Dalam perkembangan
selanjutnya, hanya vaksin Polio yang masih memerlukan suhu di bawah 0C di
provinsi dan kabupaten/kota, sedangkan vaksin campak dan BCG dapat disimpan
di refrigerator pada suhu 2-8C. Adapun vaksin lainnya harus disimpan pada suhu
2-8C. Vaksin Hep.B, DPT, TT dan DT tidak boleh terpapar suhu beku.
Permasalahan yang terjadi menyangkut penyimpanan adalah kurangnya
tempat penyimpanan vaksin. Freezer dan lemari es yang masing-masing hanya 1
buah tidak seimbang dengan jumlah vaksin yang akan disimpan. Akibatnya,
penyusunan vaksin didalam lemari es dan freezer disusun secara bertumpuktumpuk. Padahal menurut Kemenkes RI (2005), jarak minimal antar dus vaksin
adalah 1-2 cm.
Lama penyimpanan vaksin untuk masing-masing instansi telah diatur oleh
Kemenkes RI dan WHO. Setiap unit dianjurkan untuk menyimpan vaksin tidak
lebih dari stock maksimalnya, untuk menghindari terjadinya penumpukan vaksin.
Bila frekuensi pengambilan vaksin ke provinsi 1 (satu) kali perbulan maka stok
minimal di kabupaten adalah 1 bulan dan stok maksimal 3 bulan, bila frekuensi
pengambilan ke kabupaten 1 kali perbulan maka stok maksimal di puskesmas
adalah 1 bulan dan stok minimal adalah 1 minggu. (Kemenkes RI, 2005).
Hasil telaah dokumen yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa ada
beberapa vaksin di tingkat kabupaten yang disimpan melebihi masa stok

102

maksimal yaitu lebih dari 3 bulan. Vaksin yang diperkirakan mempunyai masa
penyimpanan lebih dari 3 bulan adalah vaksin BCG, DPT, dan Hepatitis B. Hal ini
tentu saja tidak sesuai dengan ketentuan Kemenkes RI. Vaksin yang disimpan
terlalu lama akan mempengaruhi kualitas dari vaksin itu sendiri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara menyimpan vaksin merupakan
faktor resiko berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan vaksin. Cara menyimpan
vaksin yang salah memiliki resiko 3,5 kali untuk menyebabkan kualitas
pengelolaan vaksin menjadi buruk dibanding bila vaksin disimpan dengan benar.
(Kristini, 2008).
Tabel 6.7
Perbandingan Hasil Wawancara Penyimpanan Vaksin dengan Standar
No Penyimpanan
Vaksin
1

Kondisi
penyimpanan
vaksin

Permasalahan
tempat
penyimpanan

Lama
penyimpanan

Dinkes OI

Masih cukup bagus


walaupun sudah lama
dan hanya 2 yang
bisa digunakan, 2
buah lainnya sudah
rusak

Puskesmas
Indralaya

Pusk.
Lebung
Bandung
Masih
cukup
bagus.

Masih cukup
bagus, ada 2 buah
kulkas, model
terbaru dan model
lama. Model lama
hanya digunakan
untuk cold pack
Kurangnya tempat
Tidak mengalami Tidak
penyimpanan vaksin, kendala
mengalami
jumlah vaksin yang
kendala
akan disimpan
banyak. Akibatnya,
penyusunan vaksin
bertumpuk-tumpuk
Ada beberapa vaksin Maksimal 1 bulan Maksimal 1
(BCG, DPT, Hep.B)
bulan
yang diperkirakan
melebihi 3 bulan.

Kemenkes RI

Berfungsi
baik

dengan

Peletakan dus
vaksin minimal 1-2
cm didalam tempat
penyimpanan

Kabupaten : stok
maksimal 3 bulan,
stok minimal 1
bulan. Puskesmas :
stok maksimal 1
bulan, stok
minimal 1 minggu

103

6.2.8 Pendistribusian Vaksin


Proses pendistribusian vaksin dari provinsi ke kabupaten adalah dengan
menggunakan cold box yang didalamnya sudah dimasukkan cold pack dan freeze
tag. Proses tersebut sudah sangat baik karena dalam masa pendistribusiannya,
petugas tetap memperhatikan kondisi vaksin dengan terus memantau freeze tag
dan memasukkan banyak cold pack. Pertimbangan utama saat proses
pendistribusian ini adalah kondisi jalanan yang biasanya macet.
Proses pendistribusian dari kabupaten ke puskesmas adalah dengan
menggunakan vaccine carrier yang tentunya didalamnya juga sudah diberi cold
pack. Begitu juga dengan pendistribusian ke lokasi-lokasi posyandu, juga
menggunakan vaccine carrier. Pertimbangan utama adalah jarak dari puskesmas
ke lokasi posyandu. Apabila jarak tersebut diperkirakan jauh, maka petugas akan
menambahkan banyak cold pack kedalam vaccine carrier.
Menurut Kemenkes RI (2005), dalam menjaga potensi vaksin selama
transportasi, ketentuan pemakaian cold/cool box, vaccine carrier, thermos,
cold/cool pack harus diperhatikan. Cara membawa vaksin atau transportasi vaksin
merupakan bagian yang paling kritis dalam pengelolaan vaksin. Transportasi
vaksin yang tepat sesuai dengan tingkat wilayah distribusi dimaksudkan untuk
mempertahankan suhu vaksin sesuai sifat vaksin dengan mempertimbangkan jarak
dan lama tranportasi (WHO, 2002).
Penelitian Kristini (2008) menunjukkan bahwa transportasi/cara membawa
vaksin merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan
vaksin. Vaksin yang dibawa dengan cara yang salah mempunyai risiko 9,4 kali
lebih besar menyebabkan kualitas pengelolaan vaksin menjadi buruk jika

104

dibandingkan bila vaksin dibawa dengan cara yang benar. Vaksin dengan kondisi
VVM rusak (C atau D) dan vaksin beku sebagian besar terjadi pada UPS dengan
kesalahan cara membawa vaksin
Pendistribusian vaksin dari provinsi ke kabupaten, dari kabupaten ke
puskesmas, dan dari puskesmas ke lokasi posyandu telah dijalankan dengan benar.
Penggunaan alat distribusi yaitu berupa cold box dan vaccine carrier yang
didalamnya telah diberi cold pack telah benar dilakukan. Pendistribusian yang
dilakukan dengan benar diharapkan dapat meningkatkan kualitas vaksin.
Tabel 6.8
Perbandingan Hasil Wawancara Pendistribusian Vaksin dengan Standar
No Pendistribusian
Vaksin
1
Alat yang
digunakan

Dinkes OI

Puskesmas
Indralaya
Cold box, freeze Vaccine
tag dan cold pack carrier,
secukupnya
terkadang
termos, dan
beberapa cold
pack

Pusk. Lebung
Bandung
Vaccine carrier
dan beberapa
cold pack.

Lama waktu

Sekitar 1 jam

Kabupaten ke
puskesmas :
maks.1 jam
Puskesmas
ke
posyandu : maks.
30 menit

Pertimbangan
saat proses
pendistribusian

Kabupaten ke
puskesmas :
10 menit
Puskesmas ke
posyandu :
maks. 30
menit
Jarak dan kondisi Vaksin tidak
lalu lintas
boleh terlalu
lama dijalan

Lokasi tempat
posyandu

WHO
dan
Kemenkes RI
Provinsi ke
kabupaten : cold
box yang didalamnya
diberi cold pack dan
freeze tag untuk
pemantauan suhu.
Kabupaten ke
puskesmas dan
puskesmas ke
posyandu: vaccine
carrier dan bisa juga
termos, didalamnya
diberi cold pack.
-

Penggunaan
peralatan yang tepat,
suhu, dan lwaktu
pendistribusian

105

6.2.9 Pemakaian Vaksin


Cara pemakaian vaksin yang dilakukan di tingkat kabupaten dan tingkat
puskesmas sudah cukup baik. Sebelum menggunakan vaksin, kondisi VVM
vaksin diperhatikan terlebih dahulu dan juga kondisi tanggal kadaluarsa vaksin.
Pertimbangan sisa stok vaksin bulan sebelumnya juga diperhatikan. Sisa stok
bulan sebelumnya akan dipergunakan terlebih dahulu. Vaksin dengan kondisi
VVM B akan lebih dulu digunakan dibandingkan dengan vaksin yang tanggal
kadaluarsanya sudah dekat.
Menurut Kemenkes RI (2005), dalam mengambil vaksin untuk pelayanan
imunisasi, prinsip yang dipakai sebelumnya adalah EEFO (Earliest Expired First
Out). Namun dengan adanya VVM maka ketentuan EEFO tersebut menjadi
pertimbangan kedua. VVM sangat membantu petugas dalam manajemen stok
vaksin secara cepat dengan melihat perubahan warna pada indikator yang ada.
Apabila ada vaksin dengan kondisi VVM B maka vaksin tersebut yang
dipergunakan terlebih dahulu walaupun ada vaksin yang sudah mendekati tanggal
kadaluarsa.
Jumlah vaksin yang diperlukan di tingkat puskesmas yang akan digunakan
disesuaikan dengan pengalaman pemakaian rata-rata setiap hari pelayanan vaksin.
Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kelebihan vaksin dan vaksin tidak berada
di luar lemari es secara percuma. Bila ada sisa vaksin sepulang dari lapangan dan
belum dibuka, vaksin tersebut diberi tanda khusus untuk didahulukan
penggunaannya pada jadwal pelayanan berikutnya selama VVM nya masih baik.
(Depkes RI, 2006)

106

Berdasarkan ketentuan Kemenkes, baik Dinkes OI maupun Puskesmas


Indralaya dan Puskesmas Lebung Bandung telah menjalankan ketentuan
pemakaian dengan benar. Pertimbangan yang utama adalah kondisi VVM vaksin
kemudian baru tanggal kadaluarsa vaksin. Walaupun ada vaksin yang sudah
mendekati tanggal kadaluarsa tetapi jika ada vaksin dengan kondisi VVM B maka
vaksin dengan kondisi VVM B tersebut yang didahulukan.
Tabel 6.9
Perbandingan Hasil Wawancara Pemakaian Vaksin dengan Standar
No Pemakaian
Vaksin
1
Proses
pemakaian
vaksin

Dinkes OI
Memperhatikan
kondisi vaksin,
VVM, dan tanggal
kadaluarsa vaksin.

Puskesmas
Indralaya
Memperhatikan
kondisi VVM
vaksin dan
tanggal
kadaluarsa serta
sisa stok bulan
sebelumnya

Pusk. Lebung
Bandung
Memperhatikan
kondisi vaksin,
VVM, tanggal
kadaluarsa, dan
kekeruhan
vaksin

Kemenkes RI
Pertama
pertimbangan
VVM lalu prinsip
EEFO.

6.2.10 Pencatatan dan Pelaporan Vaksin


Sistem pencatatan dan pelaporan yang ada di dinas kesehatan kabupaten
ogan ilir belum sepenuhnya dilakukan dengan baik. Sistem pencatatan yang ada
hanya sebatas SBBK (Surat Bukti Barang Keluar) dan format laporan yang
diberikan kepada provinsi saat akan meminta vaksin. Data yang dimuat di SBBK
sudah lengkap, terdiri dari jumlah, jumlah dosis, harga satuan, jumlah harga, no
batch, dan tanggal kadaluarsa. Pencatatan lainnya yaitu pencatatan suhu vaksin
yang dilakukan setiap 2 kali sehari setiap pagi dan sore hari.
Hal yang sama juga terjadi di Puskesmas Lebung Bandung bahwa sistem
pencatatan dan pelaporan hanya sebatas pencatatan jumlah penerimaan dan stok
vaksin yang diterima tanpa adanya pencatatan dan pelaporan yang lain. Untuk
tingkat Puskesmas Indralaya, pencatatan dan pelaporan sudah sangat berjalan
dengan baik. Semua format pelaporan dibuat dengan baik. Puskesmas selalu

107

mengirimkan format permintaan setiap bulan ke kabupaten. Dalam format laporan


tersebut dimuat sisa stok vaksin, jumlah penggunaan bulan sebelumnya dan
jumlah permintaan yang diminta. Saat menerima vaksin, petugas juga akan
memuat laporan dari masing-masing vaksin dalam laporan khusus vaksin yang
memuat jumlah penerimaan dan sisa stok vaksin. Puskesmas juga menerima
SSBK dari setiap melakukan permintaan di kabupaten. Dalam memantau kondisi
suhu vaksin juga dilakukan pecatatan pada kartu suhu.
Berdasarkan buku pedoman yang diterbitkan oleh Kemenkes RI (2009),
banyak sekali laporan yang harus dibuat dalam hal pengelolaan rantai vaksin di
tingkat kabupaten. Laporan itu berupa laporan pencatatan stok vaksin per masingmasing vaksin, laporan penerimaan vaksin, format pencatatan grafik dan
pencatatan suhu lemari es, format SBBK, dan laporan pemakaian vaksin. Format
laporan yang sama juga untuk sistem pencatatan dan pelaporan di tingkat
puskesmas.
Keluar masuknya vaksin terperinci menurut jumlah, nomor batch, dan
tanggal kadaluarsa harus dicatat dalam buku stok vaksin. Sisa atau stok vaksin
harus dihitung setiap kali penerimaan atau pengeluaran vaksin. Masing-masing
jenis vaksin mempunyai buku stok sendiri. Selain itu kondisi VVM sewaktu
menerima dan mengirimkan vaksin ke puskesmas juga perlu dicatat pada buku
stok dan SBBK (Surat Bukti Barang Keluar). Pelaporan dilakukan oleh setiap unit
yang melakukan kegiatan program imunisasi. Pelaporan dari tingkat puskesmas ke
kabupaten dilakukan paling lambat tanggal 5 setiap bulannya. Sedangkan untuk
pelaporan tingkat kabupaten ke provinsi dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap
bulan. (Kemenkes, 2005)

108

Permasalahan utama yang dihadapi oleh petugas tingkat kabupaten adalah


adanya keterlambatan dalam penerimaan laporan tingkat puskesmas dikarenakan
jarak puskesmas dengan kabupaten. Karena sering terlambat dan sulit dalam
mengirimkan laporan, maka puskesmas biasanya hanya mengirimkan laporan
dalam bentuk sms dan bukan format laporan yang telah ditentukan Kemenkes RI.
Ketidaklengkapan sistem pencatatan dan pelaporan ditingkat puskesmas tentunya
akan sangat berpengaruh terhadap sistem pencatatan dan pelaporan di tingkat
kabupaten
Sistem pencatatan dan pelaporan di Puskesmas Indralaya sudah sangat
bagus. Sistem pencatatan dan pelaporannya sangat lengkap dan dilakukan secara
berkelanjutan. Format laporan yang dibuat sudah sesuai ketentuan Kemenkes RI
yaitu format pencatatan stok vaksin untuk masing-masing vaksin, format
pencatatan stok logistik vaksin, format laporan penerimaan vaksin, format
pencatatan grafik dan pencatatan suhu lemari es, format SBBK, dan format
laporan pemakaian vaksin. Hanya saja, data yang dimuat di SBBK tidak lengkap,
hanya sebatas jumlah vaksin dan harga. Padahal di SBBK seharusnya juga dimuat
no batch dan tanggal kadaluarsa.
Hasil yang berbeda di Puskesmas Lebung Bandung dimana sistem
pencatatan dan pelaporannya belum sepenuhnya lengkap. Laporan yang dibuat
berupa laporan catatan stok vaksin dan laporan bulanan. Berdasarkan hasil telaah
dokumen yang dilakukan, pelaporan yang diberikan Puskesmas Lebung Bandung
belum dilakukan setiap bulan dan jugas SBBK tidak diterima Puskesmas Lebung
Bandung setiap bulan. Hal ini dikarenakan mungkin karena Puskesmas Lebung
Bandung tidak melakukan permintaan setiap bulan.

109

Pencatatan

dan

pelaporan

dalam

manajemen

program

imunisasi

memegang peranan penting dan sangat menentukan. Selain menunjang pelayanan


imunisasi juga dapat menjadi dasar untuk membuat perencanaan dan evaluasi
program. Ketepatan dan kelengkapan laporan imunisasi khususnya vaksin sampai
saat ini masih belum menjadi perhatian petugas, padahal laporan imunisasi yang
tidak lengkap atau terlambat datangnya akan menyulitkan dalam melakukan
analisa kegiatan program. (Kemenkes RI, 2009).
Tabel 6.10
Perbandingan Hasil Wawancara Pencatatan dan Pelaporan dengan Standar
No Pencatatan dan
Pelaporan
1
Format
pencatatan dan
pelaporan

Puskesmas
Indralaya
Format
Laporan
pencatatan grafik, pencatatan stok
SBBK dan
vaksin per
pelaporan
masing-masing
bulanan
vaksin, laporan
penerimaan
vaksin, format
pencatatan grafik
suhu lemari es,
format SBBK,
dan laporan
pemakaian vaksin
Isi format laporan Jumlah vaksin,
Jumlah vaksin,
harga, tanggal
vaksin yang
expired
digunakan bulan
sebelumnya, sisa
stok vaksin,
vaksin yang
masuk, vaksin
yang keluar
Permasalahan

Dinkes OI

Keterlambatan
Belum ada
laporan dari
masalah
puskesmas akibat
jarak yang jauh
sehingga laporan
berupa sms atau
telepon

Pusk.Lebung
Bandung
Laporan setiap
bulan, laporan
catatan stok
vaksin untuk
masing-masing
vaksin

Kemenkes RI

Format
pencatatan stok
vaksin, format
laporan
penerimaan
vaksin, format
pencatatan grafik
dan pencatatan
suhu lemari es,
format SBBK,
format laporan
pemakaian vaksin
Jumlah sasaran,
Format
jumlah cakupan, pencatatan :
jumlah
jumlah, nomor
permintaan
batch, tanggal
vaksin
kadaluarsa, harga
Format laporan:
jumlah
pengeluaran dan
sisa stok vaksin
Belum ada masalah -

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka
didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Kepmenkes RI No 1611 Tahun 2005, Sumber Daya Manusia
(SDM) pengelola vaksin yang ada di tingkat kabupaten maupun
puskesmas sudah baik karena sudah sesuai dengan kualifikasi pendidikan
maupun jumlahnya
2. Dana yang tersedia hanya untuk permintaan vaksin di tingkat kabupaten
yaitu sebesar Rp. 250.000 per bulan dan di tingkat puskesmas hanya untuk
pengambilan vaksin. Dana khusus pengelolaan vaksin belum ada.
3. Material yang digunakan di tingkat kabupaten belum lengkap karena
belum memiliki cold box dan freeze tag. Kondisi peralatan ada yang sudah
rusak. Material yang ada di puskesmas sudah lengkap dan bisa
dipergunakan dengan baik.
4. Penerapan metode penerimaan dan penyimpanan di tingkat kabupaten
sudah cukup baik walaupun pemeriksaan administrasi berupa pemeriksaan
SP, CoA, dan VAR yang belum dilakukan, sedangkan penyimpanan
vaksin masih terkendala dengan jumlah tempat penyimpanan. Di tingkat
puskesmas, metode penerimaan hanya sebatas pemeriksaan VVM vaksin
tanpa ada pemeriksaan administrasi. Metode penyimpanan telah dilakukan
dengan benar.

110

111

5. Perhitungan jumlah permintaan vaksin di tingkat kabupaten telah


dilakukan dengan benar sebaliknya, perumusan jumlah permintaan di
puskesmas belum dilakukan sepenuhnya.
6. Proses penerimaan vaksin di tingkat kabupaten belum melakukan
pemeriksaan administrasi sepenuhnya hanya sebatas pemeriksaan jumlah
di SBBK dan pengecekan VVM. Sedangkan di tingkat puskesmas, hanya
sebatas pengecekan VVM tanpa adanya pemeriksaan lain
7. Proses penyimpanan vaksin di tingkat kabupaten telah dilakukan dengan
baik hanya saja masih terkendala dengan jumlah tempat penyimpanan.. Di
tingkat puskesmas, proses penyimpanan telah dilakukan dengan baik.
8. Pendistribusian vaksin baik di tingkat kabupaten maupun puskesmas telah
menggunakan peralatan dan pertimbangan yang tepat.
9. Prinsip saat akan menggunakan vaksin telah dilakukan dengan benar baik
di tingkat kabupaten maupun puskesmas.
10. Sistem pencatatan dan pelaporan di tingkat kabupaten belum berjalan
dengan baik karena ada beberapa format laporan dan pencatatan yang
belum dilakukan. Puskesmas Indralaya telah melakukan pencatatan dan
pelaporan dengan sangat baik, sedangkan Puskesmas Lebung Bandung
hanya sebatas laporan bulanan dan laporan stok vaksin.

7.2 Saran
Adapun saran yang direkomendasikan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan sistem manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan
Ilir adalah sebagai berikut :

112

1. Dalam hal pengelolaan rantai vaksin, sebaiknya disediakan dana khusus


dari APBD dan BOK, terutama untuk perawatan material yang digunakan.
Dana tersebut juga bisa dipergunakan untuk memperbaiki peralatan yang
rusak.
2. Adanya peralatan yang sudah rusak, sebaiknya perlu disediakan alokasi
untuk perbaikan material sehingga bisa memaksimalkan jumlah tempat
penyimpanan vaksin. Kelengkapan jumlah peralatan juga diperhatikan,
sebaiknya Dinkes OI segera memiliki cold box dan freeze tag
3. Dalam hal penerimaan vaksin, sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan
adminstrasi vaksin, mulai dari jumlah dan jenis vaksin, CoA (Certificate of
Analysis), VAR (Vaccine Arrival Report) dan alat pemantau suhu.
4. Perhitungan

jumlah

permintaan

di

tingkat

puskesmas

sebaiknya

menggunakan perumusan jumlah perencanaan vaksin yang telah


dikeluarkan oleh Kemenkes RI karena puskesmas merupakan tingkat
manajemen terendah dalam rantai pengelolaan vaksin.
5. Lama waktu penyimpanan vaksin sebaiknya disesuaikan dengan ketentuan
Kemenkes RI dan diupayakan agar tidak melebihi stok maksimal di
tingkat kabupaten yaitu 3 bulan
6. Sebaiknya kelengkapan sistem pencatatan dan pelaporan dilakukan sesuai
ketentuan Kemenkes RI, terutama di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan
Ilir dan Puskesmas Lebung Bandung agar membuat juga laporan untuk
masing-masing vaksin, membuat buku stok vaksin dan melengkapi data
yang ada di dalam SBBK

DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Muhammad. 2009. Aplikasi Manajemen Pengelolaan Obat dan
Makanan. Yogyakarta: Numed
Bowersox, J. Donald. 2000. Manajemen Logistik. Jakarta: Bumi Aksara
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. 2010, Profil Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Selatan. Dinas Kesehatan, Palembang
Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir. 2011, Profil Dinas Kesehatan Kabupaten
Ogan Ilir. Dinas Kesehatan, Indralaya
FKMUI, 1999. Aplikasi Metode Kualitatif dalam Penelitian Kesehatan. Depok:
FKMUI
HA, Ariebowo. 2005, Analisis faktor organisasi yang berhubungan dengan
cakupan imunisasi puskesmas di Kabupaten Batang. [Tesis]. Program
Pasca
Sarjana
Universitas
Diponegoro,
Semarang
http://eprints.undip.ac.id/ Diakses tanggal 18 September 2013.
Hidayat, A. Aziz Alimut. 2011. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis
Data. Surabaya: Salemba Medika
Kalsum, Ummu T.2011, Evaluasi Distribusi dan Penyimpanan Vaksin di Dinas
Kesehatan Kabupaten Majene Sulawesi Barat. [Tesis]. Program pasca
Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
http://www.ph-gmu.org/ Diakses tanggal 18 September 2013
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2000, Modul Latihan Petugas
Imunisasi. Kemenkes RI, Jakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2005, Modul Pelatihan Safe
Injection. Kemenkes RI, Jakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2005, Pedoman Penyelenggaraan
Imunisasi. Kemenkes RI, Jakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2006, Modul Pelatihan Tenaga
Pelaksana Imunisasi Puskesmas. Kemenkes RI, Jakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2009, Pedoman Teknis Pencatatan
dan Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Kemenkes RI, Jakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2009, Pedoman Teknis Pencatatan
dan Pelaporan Program Imunisasi bagi Petugas Puskesmas. Kemenkes
RI, Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. 2013, Modul Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi


Puskesmas-Pengelolaan Peralatan Rantai Vaksin. Kemenkes RI, Jakarta
Kementerian Kesehatan. 2013. Petunjuk Teknis, Bantuan Operasional Kesehatan
2013. Kemenkes RI, Jakarta.
Koontz, Harold dkk. 1984. Management Eighth Edition, International Student
Edition. Singapore: Tien Wah Press Pte. Ltd
Kristini, Tri Dewi. 2008, Faktor-faktor risiko kualitas pengelolaan vaksin
program imunisasi yang buruk di unit pelayanan swasta ( Studi Kasus di
Kota Semarang). [Tesis]. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro,
Semarang. http://eprints.undip.ac.id/ Diakses tanggal 12 September 2013.
Kusmanto, Heru, dkk. 1999. Modul Manajemen Logistik & Obat Rumah Sakit.
Jakarta : UI
Maksuk. 2011. Pengelolaan rantai vaksin di tingkat puskesmas di Kota
Palembang Tahun 2011. http//poltekkespalembang.ac.id/ Diakses tanggal
15 Desember 2013.
Moleong, L. J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Muninjaya, A.A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta : EGC
Puskesmas Indralaya. 2012, Profil Puskesmas Indralaya Kabupaten Ogan Ilir
Tahun 2012. Puskesmas Indralaya, Indralaya
Puskesmas Lebung Bandung. 2012, Profil Kesehatan Puskesmas Lebung
Bandung Tahun 2012. Puskesmas Lebung Bandung, Lebung Bandung
Rahmawati, Sri Pinti. 2007, Analisis faktor sumber daya manusia yang
berhubungan dengan hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas
imunisasi puskesmas di kabupaten blora tahun 2006. [Tesis]. Program
Pasca
Sarjana
Universitas
Diponegoro,
Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/ Diakses tanggal 18 September 2013.
Saryono & Mekar Dwi Anggraeni. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam
bidang Kesehatan. Yogyakarta: Mulia Medika
Sutanti. 2002, Faktor-faktor manajemen inventori yang berpengaruh terhadap
ketersediaan obat generik berlogo di apotek kota Semarang [Tesis].
Program
Pasca
Sarjana
Universitas
Diponegoro,
Semarang
http://eprints.undip.ac.id/ Diakses tanggal 12 September 2013.
World Health Organization. 1998, Thermostability of Vaccine. [on line] dari
http://www.who.ch/gpv-documents/ [19 September 2013]

World Health Organization. 2002, Ensuring Quality of Vaccines at Country LevelA Guidelines for Health Staff. [on line] dari http://www.who.int/vaccinesdocuments/ [1 Oktober 2013]
World Health Organization. 2002, Users Handbook for Vaccine Cold Room or
Freezer Room. [on line] dari http://www.who.int/vaccines-documents/ [1
Oktober 2013]
World Health Organization. 2004, Immunization in Practice: A Practical Guide
for Health Staff. [on line] dari http://www.who.int/vaccines-documents/
[18 Desember 2013]
World

Health Organization, Vaccine Vial Monitor.


www.accessbook.org/ [19 September 2013]

[on

line]

dari

World

Health Organization. 2013, Vaccine


http://www.who.int/ [19 September 2013]

[on

line]

dari

World

Health Organization-Indonesia. 2013, Program Imunisasi dan


Pengembangan Vaksin 3. [on line] dari http://www.who.or.id/ [19
September 2013]

Quality.

World Health OrganizationUnicef. Inisiatif Pengelolaan Penyimpanan Vaksin,


Modul 1: 10 Kriteria umum pengelolaan penyimpanan vaksin yang efektif,
2003. P: 23-29. WHO, Geneva.

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM


Analisis Sistem Manajemen Logistik Vaksin
di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir

INFORMAN KUNCI
I. Jadwal Wawancara

Hari/Tanggal

Waktu mulai dan selesai

II. Identitas Informan

Nama

Jenis Kelamin

Usia

Jabatan

Pendidikan terakhir

III. Pertanyaan Penelitian

A. INPUT
SDM
1. Bagaimana kondisi SDM pengelola vaksin ?
Probe : Berapa jumlah tenaga kerja ?
Siapa tenaga kerja ?
Apa saja tugas masing-masing tenaga kerja ?
Bagaimana kualifikasinya bila dilihat dari standar ?
Bagaimana pelaksanaan pengelolaan vaksin dengan jumlah
tenaga kerja yang seperti itu ?
2. Bagaimana pelaksanaan pelatihan terhadap petugas ?
Probe : Pelatihan tentang apa ?
Kapan terakhir dilakukan ?
Siapa yang mengikuti ?
Biasanya berapa kali dilakukan ?
Seberapa rutin pelatihan itu dilakukan ?
Siapa yang menyelenggarakan pelatihan tersebut ?

Dana
1. Bagaimana penyediaan dana dalam pemeliharaan rutin rantai vaksin ?
Probe : Bagaimana penggunaan dana tersebut ?
Kapan biasanya dana tersebut digunakan ?
Dalam

penggunaan

dana

tersebut,

pernahkah

terjadi

kekurangan atau kelebihan dana ?


Kapan hal tersebut bisa terjadi ?
2. Bagaimana kebijakan dalam pengelolaan dana vaksin ?
Probe : Bagaimana regulasi khusus dalam pengelolaan dana ?
Siapakah yang menjadi penanggung jawabnya ?
3. Bagaimana permasalahan terkait penyaluran dan penggunaan dana
dalam logistik vaksin ?
Probe : Apa saja permasalahan yang pernah terjadi ?
Bagaimana cara mengatasinya ?
Material
1. Bagaimana kondisi peralatan yang digunakan dalam sistem manajemen
logistik vaksin ?
2. Menurut Anda, bagaimana standar peralatan yang digunakan tersebut ?
Probe : Standar material apa yang dijadikan acuan ?
Bagaimana aplikasi dari standar tersebut ?
Metode
1. Bagaimana

metode

yang

digunakan

dalam

penerimaan

dan

penyimpanan vaksin ?
Probe : Kebijakan apa yang menjadi acuan dalam penerapan metode
tersebut ?
Bagaimana penerapan standar kebijakan dalam metode yang
digunakan ?
Bagaimana

permasalahan

terkait

digunakan ?
Bagaimana cara mengatasinya ?

dengan

metode

yang

B. PROSES
Permintaan Vaksin
1. Bagaimana menentukan jumlah permintaan vaksin ?
2. Bagaimana kebijakan dan standar yang digunakan dalam menentukan
jumlah permintaan vaksin ?
Penerimaan
1. Bagaimana proses penerimaan vaksin ?
2. Bagaimana kebijakan dan standar yang digunakan dalam proses
penerimaan ?
Penyimpanan
1. Bagaimana kondisi tempat penyimpanan vaksin ?
2. Bagaimana kebijakan dan standar yang digunakan dalam proses
penyimpanan ?
Pendistribusian
1. Bagaimana kebijakan dan standar yang digunakan dalam proses
pendistribusian vaksin ?
Probe : Bagaimana permasalahan yang terjadi terkait dengan standar
yang diterapkan dalam proses pendistribusian ?
Bagaimana cara mengatasinya ?
Pemakaian
1. Bagaimana kebijakan dan standar yang diterapkan saat akan
menggunakan vaksin ?
Probe : Bagaimana permasalahan yang terjadi terkait dengan standar
yang diterapkan dalam proses pendistribusian ?
Bagaimana cara mengatasinya ?
Pencatatan dan Pelaporan
1. Bagaimana kebijakan dan standar pencatatan dan pelaporan vaksin?
Probe :

Bagaimana permasalahan terkait standar pencatatan dan


pelaporan tersebut ?
Bagaimana cara mengatasinya ?

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM


Analisis Sistem Manajemen Logistik Vaksin
di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir

INFORMAN BIASA
I. Jadwal Wawancara

Hari/Tanggal

Waktu mulai dan selesai

II. Identitas Informan

Nama

Jenis Kelamin

Usia

Jabatan

Pendidikan terakhir

III. Pertanyaan Penelitian

A. INPUT
SDM
1. Bagaimana kondisi SDM pengelola vaksin ?
Probe : Berapa jumlah tenaga kerja ?
Siapa tenaga kerja ?
Apa saja tugas masing-masing tenaga kerja ?
Bagaimana kualifikasinya bila dilihat dari standar ?
Bagaimana pelaksanaan pengelolaan vaksin dengan jumlah
tenaga kerja yang seperti itu ?
2. Bagaimana pelaksanaan pelatihan terhadap petugas ?
Probe : Pelatihan tentang apa ?
Kapan terakhir dilakukan ?
Siapa yang mengikuti ?
Biasanya berapa kali dilakukan ?
Seberapa rutin pelatihan itu dilakukan ?
Siapa yang menyelenggarakan pelatihan tersebut ?

Dana
1. Bagaimana penyediaan dana dalam pemeliharaan rutin rantai vaksin ?
Probe : Bagaimana penggunaan dana tersebut ?
Kapan biasanya dana tersebut digunakan ?
Material
1. Bagaimana kondisi peralatan yang digunakan dalam sistem manajemen
logistik vaksin ?
2. Bagaimana dengan peraturan terkait standar peralatan yang digunakan ?
Probe : Standar material apa yang dijadikan acuan ?
Bagaimana aplikasi dari standar tersebut ?
3. Bagaimana dengan perawatan peralatan tersebut ?
Probe : Kapan terakhir dilakukan perawatan ?
Seberapa sering dilakukan perawatan ?
Siapa yang biasanya melakukannya ?
Metode
1. Bagaimana

metode

yang

digunakan

dalam

penerimaan

dan

penyimpanan vaksin ?
Probe : Menurut Anda, bagaimana kesesuaian dan ketepatan metode
tersebut dengan kondisi di Dinas Kesehatan sendiri ?
Bagaimana

permasalahan

terkait

dengan

metode

yang

diterapkan ?
Kapan biasanya masalah tersebut terjadi ?
Bagaimana

usaha

yang

dilakukan

untuk

menghadapi

permasalahan tersebut ?

B. PROSES
Permintaan Vaksin
1. Bagaimana menentukan jumlah permintaan vaksin ?
2. Apa saja yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan jumlah
permintaan vaksin ?
Penerimaan
1. Bagaimana proses penerimaan vaksin ?

2. Apa saja yang menjadi bahan pertimbangaan saat menerima vaksin ?


Penyimpanan
1. Bagaimana kondisi tempat penyimpanan vaksin ?
2. Bagaimana permasalahan terkait tempat penyimpanan ?
3. Apa saja yang menjadi bahan pertimbangan tempat penyimpanan
vaksin ?
4. Berapa lama vaksin biasanya disimpan ?
Pendistribusian
1. Bagaimana proses pendistribusian vaksin ?
Probe : Alat apa saja yang digunakan ?
Berapa lama waktu pendistribusiannya ?
2. Apa

saja

yang

menjadi

bahan

pertimbangan

dalam

proses

pendistribusian vaksin ?
Pemakaian
1. Bagaimana prinsip yang diterapkan saat akan menggunakan vaksin ?
Probe : Bagaimana prinsip tersebut digunakan ?
Menurut Anda, bagaimana kesesuaian dan ketepatan prinsip
tersebut dengan kondisi di Dinas Kesehatan sendiri?
Pencatatan dan Pelaporan
1. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan logistik vaksin ?
2. Apa saja yang dimuat dalam pencatatan dan pelaporan tersebut ?
3. Bagaimana permasalahan terkait pencatatan dan pelaporan tersebut ?

MATRIKS WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN KUNCI


DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN OGAN ILIR

No
1.

Pertanyaan
SDM
1. Bagaimana kondisi SDM
pengelola vaksin ?
2. Bagaimana pelaksanaan
pelatihan terhadap petugas ?

Interpretasi

Pernyataan Informan
HK

1. Kondisi pengelola vaksin ya ? kalo untuk pengelola vaksin 1. Tenaga kerja pengelola vaksin itu ada 2 orang, Y sama
itu cuman 1 orang khusus pengelola program imunisasi,
Pak M, 2 orang ini tugasnya untuk pengelolaan vaksin
ya seluruh kegiatan imunisasi termasuk lah vaksin itu. Itu
sama untuk data-data pokoknya khusus untuk vaksin
si Y, 1 orangnya lagi Pak M itu yang bantu-bantunya.
program imunisasi. Pembagian tugasnya tidak terlalu
Pembagian tugasnya ya itu, si Y pengelola imunisasi, Pak
dibagi secara khusus karena mereka kadang
M yang ngebantunyo. Si Y itu kan DIII Keperawatan, Pak
merangkap tapi lebih dominan si Y, kerja sama lah
M itu sudah S2. Memang kalo masalah program ini kan
pokoknya
mereka
berdua
itu.
Kualifikasi
pendidikannya tidak ada peraturan undang-undang yang
pendidikannya kalo Y itu DIII Akper satunya lagi Pak
mengatakan harus S2 atau S3. Sejauh ini pelaksanaannya
M itu S1 SKM dan S2nya M.Si. dengan jumlah tenaga
lancar-lancar saja tidak ada kendala dengan jumlah 2
2 orang kayaknya masih kurang harus ada yang lebih
orang ini.
khusus ditambah lagi orang kan karena ini masih
2. Sering, sering dilakukan pelatihan tentang imunisasi
merangkap-rangkap. Masih butuhlah 1 orang
tingkat regional maupun nasional. Biasanya yang
2. Pelatihan petugas terbaru itu tentang Introduksi vaksin
mengikuti ya diantara mereka berdua, giliran, kalo ga Y
baru, kemaren dilakukan bulan Oktober yang
ya Pak M karena ga boleh kosong kan kalo gek ado
mengikuti kemaren Y sama Pak M berdua. Biasanya
puskes yang nak mintak vaksin. Terakhir kapan dilakukan
memang sering dilakukan, setahun itu bisa 1 sampai 2
saya kurang tau karena harus buka file lagi. Seberapa
kali, yang ngadain itu provinsi kan kalo ada dana dari
seringnya saya juga kurang tau, yang sering ngadain ya
pusat jadi kadang dag pasti juga, kalo pelatihan kan itu
kalo ga provinsi, pusat jadi tergantung mereka seberapa
biasa dari pusat, dari WHO.
seringnya.
Pengelolaan logistik vaksin berada dibawah naungan program imunisasi yang dikelola oleh 2 orang petugas yaitu Y dan
M. Tidak ada pembagian kerja secara khusus diantara keduanya, mereka saling bantu membantu dalam melaksanakan
semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan vaksin, hanya saja sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh Y.
Bila dilihat dari kualifikasi pendidikan, keduanya telah memenuhi syarat karena telah memiliki latar belakang
pendidikan kesehatan. Dengan jumlah 2 orang yang melaksanakan semua kegiatan program imunisasi khususnya
pengelolaan rantai vaksin, jumlah tersebut dirasakan kurang karena tidak sebanding dengan banyaknya pekerjaan.
Informan menginginkan penambahan tenaga kerja 1 orang lagi. Pelatihan dilakukan 1-2 kali setahun tergantung dari

2.

3.

dinas provinsi karena biasanya dinas provinsi yang sering melakukan pelatihan dengan biaya dari pemerintah pusat.
Dana
1. Bagaimana penyediaan dana
1. Kalo dana khusus memang tidak ada, cuman kita alokasikan 1. Kita cuman punya dana dari APBD dan dana itu
dalam pemeliharaan rutin rantai
dana untuk pengambilan vaksin dan transportasinya karena kita
untuk pengambilan vaksin ke dinas provinsi kalo
vaksin ?
tidak memiliki kendaraan sendiri jadi kita nyewa mobil. Dana
pemeliharaan segala macem itu ga ada dananya.
2. Bagaimana kebijakan dalam
itu sendiri sebenarnya kurang, cuman ya dipas-pasin aja. Kalo
Penggunaan dananya itu biasanya kita kerja dulu
pengelolaan dana vaksin ?
ga salah alokasi dananya itu 1 bulan cuman 250rb untuk
terus bikin pertanggungjawaban ada surat
3. Bagaimana permasalahan
keseluruhan vaksin sekaligus nyewa mobil.
tugasnya tanggal berapa permintaan vaksin itu
terkait penyaluran dan
2. Pengelolaan dananya ya tidak ada peraturan khusus karena tidak
dilakukan, kadang sampai 6 bulan baru keluar
penggunaan dana dalam logistik
ada mata pasal khusus yang mengatur keuangan vaksin.
uangnya, sementara jadi kita pakai uang sendiri.
vaksin ?
3. Sejauh ini tidak ada permasalahan khusus, cuman ya dengan
Dibilang kekurangan ya jelas kurang, hehehe,
jumlah yang seperti itu kita sering terjadi kekurangan dana
tidak pernah kelebihan
apalagi kita tidak punya kendaraan sendiri kan jadi harus 2. Ya ada peraturan khusus yang mengatur dana itu
tambah biaya sewa mobil.
karena ini dana APBD kan itu yang mengaturnya
Perbup. Penanggung jawab dana itu ya Kasie ya
itu saya sendiri
3. Masalahnya ya kurang itu, hehehe masih sering
kekurangan dana, kadang pas-pasan. Dalam 1
bulan itu kan pengambilannya 1 kali dan kadang
pas kita ngambil vaksinnya itu belum mencukupi,
jadi kita harus kesana lagi buat ngambil
sedangkan dana transportasinya kan cuman 1 kali
jalan. Nah cara ngatasinya pake duit dewek,
kebetulan juga kan petugasnya balek ke
Palembang jadi kadang dio yang ngambil
langsung
Dana hanya tersedia untuk permintaan dan pendistribusian vaksin, tidak ada dana rutin untuk perawatan atau kondisi
darurat yang mungkin terjadi. Dana tersebut terbatas dan tidak mudah didapatkan. Setiap bulannya hanya disediakan Rp.
250.000 untuk biaya permintaan dan pendistribusian vaksin. Karena dana berasal dari APBD maka peraturan yang
Interpretasi
mengatur adalah Perbup. Permasalahan terkait penggunaan dana ini adalah cara mendapatkan dana yang harus melalui
proses administrasi yang rumit dan jumlah yang sedikit. Dana juga baru dikeluarkan setelah tugas dilakukan jadi harus
menggunakan dana pribadi petugas terlebih dahulu.
Material
1. Bagaimana kondisi peralatan 1. Kondisi peralatan kita disini baik, cuman ada beberapa yang 1. Kondisi peralatannya baik ya, kita ada freezer ada

4.

5.

yang digunakan dalam sistem


memang kondisinya sudah rusak karena memang sudah lama itu
kulkas, thermometer, cold box sama cold pack itu
manajemen logistik vaksin ?
bantuan dari pusat. Sekarang ini cuman ada 3 kulkas yang bisa
semuanya baik. Kalo kulkasnya itu umurnya
2. Menurut Anda, bagaimana
dipakai.
sudah lebih dari 10 tahunan lah
standar
peralatan
yang 2. Standarnya itu ada misalnya kulkas satu dengan kulkas yang 2. Standar acuan sih dag ado yo
digunakan ?
lainnya jaraknya itu minimal 30cm untuk ruang sirkulasi udara
dan didalam kulkas itu tidak boleh ada yang masuk kecuali
vaksin
Kondisi peralatan masih baik dan bisa digunakan walaupun ada kulkas yang rusak memang sudah lama bantuan dari
pemerintah pusat. Kulkas dan freezer yang masih bisa digunakan ada 3 buah dan itu juga sudah berusia lebih dari 10
Interpretasi
tahun. Tidak ada standar khusus yang ditetapkan dalam peralatan yang digunakan.
Metode
1. Bagaimana
metode
yang 1. Metode khususnya itu ada yang sesuai dengan SOP, misalnya
1. Dalam menerima vaksin itu kan ada blankodigunakan dalam penerimaan
posisi BCG dimana, Polio dimana terus suhunya berapa derajat
blanko catetan berapa jumlah yang diterima dan
dan penyimpanan vaksin ?
kan gitu, yang menyusunnya itu kita tapi itu sudah sesuai
juga ada buku khusus buku per item. Kita juga
dengan ketentuan WHO. Sejauh ini ya sudah berjalan sesuai
saat nerima itu periksa dulu status VVMnya.
SOP, tidak ada permasalahan ya setau kami, kalo staf kan kalo
Berapa stock penerimaan, berapa yang keluar, ya
ada masalah ngelapor tapi berhubung belum ada laporan artinya
metodenya ya itu. Kebijakan yang menjadi acuan
bagus kan
ya ada buku yang diterbitkan oleh Kemenkes,
acuan kita ya itu
Metode yang digunakan dalam menerima vaksin pertama adalah proses pencatatan, jumlah yang diterima dicatat dalam
buku khusus per item vaksin. Saat menerima juga diperiksa kondisi VVMnya. Pada proses penyimpanan, posisi dan
Interpretasi
suhu diperhatikan, disesuaikan dengan karakteristik vaksin itu sendiri.
Permintaan
1. Bagaimana menentukan jumlah 1. Itu ditentukan dari permintaan setiap puskesmas, puskesmas 1. Cara menentukan ya dari jumlah puskesmasnya,
permintaan vaksin ?
juga melihatnya dari jumlah bayi yang akan diimunisasi, bayi
jumlah bayinya, jumlah cakupan imunisasi per
2. Bagaimana
kebijakan
dan
yang baru lahir. Jumlah seluruh permintaan puskesmas
desa biasanya. Ada rumusnya sih untuk
standar yang digunakan dalam
diakumulasi ditambah stock pengaman 10% kan.
permintaan vaksin tapi kitakan secara global dari
menentukan jumlah permintaan 2. Memang ada kebijakan khusus cuman akunya kurang hapal,
jumlah cakupannya jumlah desa
vaksin ?
teknisnya itu staf ya, memang ada cara menghitung nya itu tapi 2. Ada peraturan khusus memang kemenkes, rumus
terus terang aku kurang hapal
khusus untuk menghitung jumlah permintaan itu
tapi secara global kan diambil dari jumlah
cakupan
Cara menentukan jumlah permintaan vaksin adalah dengan menghitung akumulasi dari jumlah permintaan-permintaan
Interpretasi
yang diajukan oleh setiap puskemas. Jumlah itu dihitung berdasarkan jumlah cakupan sasaran imunisasi, jumlah bayi

setiap desa diakumulasikan dari setiap puskesmas ditambah stock pengaman 10%. Ada kebijakan yang mengatur cara
perhitungan jumlah permintaan yaitu peraturan kemenkes tetapi petugas hanya menghitung secara global yaitu jumlah
sasaran berupa jumlah bayi di setiap desa dari masing-masing puskesmas.
6.

7.

8.

Penerimaan
1. Bagaimana proses penerimaan 1. Ya yang nerima itu pengelola langsung ya si Y ama Pak M, 1. Proses penerimaannya itu dimasukkin dalam cold
vaksin ?
diterima itu mereka sendiri yang ngambilnya terus ditempatkan
box di kasih cold pack terus disusun vaksin,
2. Bagaimana
kebijakan
dan
sesuai tempatnya di tempat penyimpanannya
dilakban lalu di bawa ke sini. Yang pasti sebelum
standar yang digunakan dalam 2. Tidak ada kebijakan khusus tentang penerimaan vaksin ini,
dimasukkan di cek dulu kondisi VVMnya gimana
proses penerimaan ?
yang jelas, setiap vaksin kalo sudah diterima langsung 2. Standar penerimaannya ada SOP khusus yang
ditempatkan di tempatnya masing-masing di tempat
mengatur yang disusun Dinkes ini mengacu pada
penyimpanan
aturan Kemenkes dan WHO
Pada saat menerima vaksin, sebelum dimasukkan ke dalam cold box, vaksin diperiksa terlebih dahulu kondisi VVM nya.
Didalam cold box tersebut juga dimasukkan cold pack. Standar kebijakan yang dijadikan sebagai acuan dalam proses
Interpretasi
penerimaan adalah SOP (Standar Operasional Prosedur) yang disusun oleh Dinas Kesehatan Ogan Ilir mengacu pada
peraturan yang dikeluarkan Kemenkes dan WHO
Penyimpanan
1. Bagaimana kondisi tempat 1. Kondisinya baik sampai sekarang masih baik dan bisa dipake, 1. Kondisinya sampe sekarang baik.
penyimpanan vaksin ?
ado 3 itu yg dipake
2. Kebijakannya itu sesuai dengan SOP yang
2. Bagaimana
kebijakan
dan 2. Standar nya ya jarak antar kulkas itu contohnya minimal 30cm,
disusun tadi ya, ditempel tadi
standar yang digunakan dalam
ruangannya harus ruangan yang dingin
proses penyimpanan ?
Kondisi tempat penyimpanan baik, ada 3 buah kulkas yang masih bisa digunakan dan ada juga yang sudah rusak karena
memang kulkas dan freezer yang ada di Dinas Kesehatan ini sudah berusia kurang lebih 10 tahun dan merupakan
Interpretasi
bantuan dari pemerintah pusat. Dalam proses penyimpanan juga terdapat SOP yang ditempel ditempat penyimpanan
yang disusun oleh Dinas Kesehatan dan mengacu pada peraturan Kemenkes dan WHO.
Pendistribusian
1. Bagaimana
kebijakan
dan 1. Ya standar kalo setiap puskesmas yang mau ngambil vaksin 1. Kebijakannya sesuai dengan SOP tadi, SOP itu
standar yang digunakan dalam
harus make vaccine carrier dan sejauh ini dalam proses
berdasarkan peraturan provinsi, provinsi juga
proses pendistribusian vaksin ?
pendistribusian itu tidak ada masalah khusus
kayaknya mengacu pada peraturan pusat.
Permasalahannya yang terkait dengan masalah
kendaraan. Kalo dari sini ke puskesmas ya sama
masalah transport dan jarak
Kebijakan yang mengatur proses pendistribusian adalah adanya SOP yang dibuat mengacu pada peraturan provinsi yang
Interpretasi
juga disusun berdasarkan peraturan Kemenkes dan WHO. Salah satu contoh standarnya adalah dalam proses

pendistribusian harus menggunakan vaccine carrier. Permasalahan terkait pendistribusian adalah tidak adanya
transportasi milik dinas kesehatan untuk mengambil vaksin ke dinas provinsi. Dalam proses pendistribusian ke
puskesmas, permasalahannya adalah transportasi dan jarak yang jauh.
9.

Pemakaian
1. Bagaimana kebijakan dan
standar yang diterapkan saat
akan menggunakan vaksin ?

Interpretasi
10.

Pencatatan dan Pelaporan


1. Bagaimana
kebijakan
standar
pencatatan
pelaporan vaksin?

1. Sebetulnya tidak ada kebijakan khusus atau aturan khusus sih, 1. Kebijakannya dalam SOP itu tadi ada kan kalo
ya jelas lah sebelum memakai vaksin, si petugas harus melihat
penggunaan vaksin itu harus dalam suhu sekian,
dulu kondisi si bayi apakah dalam keadaan sakit, demam atau
harus diperhatikan dulu VVMnya masih bagus
panas jadi ya harus ditunggu dulu sampe dia sembuh baru
atau tidak, liat tanggal expirednya. Selama ini
kemudian di vaksinasi
tidak pernah ditemukan permasalahan selama ini
lancar-lancar saja.
Kebijakan dan standar yang digunakan sesuai dengan SOP yaitu dimana sebelum akan menggunakan vaksin harus
diperhatikan terlebih dahulu kondisi VVM dan tanggal expirednya. Sebelum itu juga kita harus melihat kondisi suhu
vaksin selama disimpan apakah sesuai atau tidak. Selama ini tidak ada permasalahan khusus dalam proses pemakaian
vaksin
dan 1. Ya standarnya pelaporan dan pencatatan itu harus diberikan
dan
dibawah tanggal 10 karena laporan itu kita harus rekap harus
dilaporin di provinsi. Permasalahannya ya paling-paling ada
beberapa puskesmas terlambat memberikan laporan, ketetapan
kita kan tanggal 5 kadang mereka baru ngasih tanggal 6 atau 7.
Cara mengatasinya ya dengan cara telepon atau sms kalau
seandainya mereka belum sempat mengirimkan laporannya.

1. Standar kebijakan pencatatan dan pelaporan ini


dari kemenkes ada juknis, buku petunjuk teknis
pencatatan dan pelaporan, blanko-blankonya ada.
Terus juga kita ada program software juga untuk
program imunisasi itu. Permasalahannya ya
puskesmas kadang tidak melaporkan jumlah
penggunaan vaksin dan sisa stock vaksin di
tempat mereka. Kalo mau minta vaksin itu
kadang lewat sms atau cuman berupa catetan
kecil trus juga yang minta itu kadang bukan
jurimnya jadi kita ga bisa nanya-nanya.
Pelaporan-pelaporan itu juga kadang puskes telat
ngasihnya, kita kan sebelum tanggal 10 harus
sudah ngasih laporan ke provinsi jadi kita ngasih
jadwal ke puskes itu sebelum tanggal 5 tapi
kadang mereka telat bahkan ga ngasih kan. Cara
mengatasinya ya lewat sms atau telepon,
kalaupun mereka ga bisa nganter karena jauh kan
bisa lewat sms aja.

Interpretasi

Standar dan kebijakan yang dijadikan acuan adalah adanya buku petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI.
Permasalahan serius terkait pencatatan dan pelaporan adalah tidak adanya kepatuhan jurim beberapa puskesmas untuk
melaporkan jumlah penggunaan dan sisa stock vaksin ke dinas kesehatan. Padahal laporan tersebut seharusnya
dilaporkan paling lambat tanggal 5 karena tanggal 10 Dinkes OI harus melaporkan penggunaan, sisa stock, dan
permintaan vaksin ke dinkes provinsi. Cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan cara melaporkan
lewat telepon atau sms.

MATRIKS WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN BIASA


DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN OGAN ILIR
No.
1.

Pertanyaan

Pernyataan
Y

MM
SDM
1. Bagaimana kondisi SDM pengelola 1. Jumlah tenaga kerja pengelola vaksin disini ada 2
1. Jumlah tenaga kerja ya ada 2, saya sama Y kan. Kalo
vaksin ?
orang, saya dan pak M, tidak ada pembagian kerja
pembagian tugas itu secara khusus tertulisnya itu
2. Bagaimana pelaksanaan pelatihan
secara khusus, samo samo lah, kalo seandainya ada
tidak ada, kalo secara lisan samo Y itu ado, misalnyo
terhadap petugas ?
kegiatan di puskesmas dan saya berhalangan hadir
si Y bagian laporan, samo humas berhubungan
maka pak M menggantikennyo, intinyo samo2 lah, tapi
dengan orang luar soalnyo dio taunyo lebih banyak
kalo memang banyaknyo, lebih banyak ke aku. Kalo
kan daripada aku yang baru di program imunisasi ini.
dari kualifikasi, saya DIII Keperawatan dan Pak M
Kalo urusan anggaran, keuangan, urusan ke dalem
lulusan SKM. Kalo pelaksanaannya itu bagusnya kan
lah, dominannyo ke aku. Kalo dilihat dari jumlah
ado yang khusus ngelola vaksin kan, ado yang khusus
yang cuman 2 orang pengelolaan vaksin ini
laporan, paling dag petugasnyo tu kan minimal 3 lah
kekurangan tenaga SDMnyo, memang kito maklum
biar lebih bagus kerjonyo
jugo, program-program yang lain jugo banyak yang
2. Pelatihan pernah dilakukan, terakhir itu pas bulan
lagi kekurangan
Oktober kalo dag salah. Pelatihannya tentang
2. Pelatihan itu kalo dari anggaran APBD itu ada 1
Introduksi Vaksin Baru itu yang ngikutnyo kami
tahun sekali. Tapi itu juga nasib-nasiban, belum tentu
beduo, tapi kalo misalnyo pelatihannyo cuman nyuruh
1-3 tahun kedepan kito dapat lagi. Terbaru ini kita
sikok yo aku. Seberapa seringnyo itu tergantung
advokasi vaksin baru itu yang ngikutin kita berdua
provinsi, biasonyo setahun sekali, tapi kita kan kadang
samo ado juga lintas sektoral program yankes kami
nyari-nyari informasi dari pusat jadi kadang ngikutin
ajak jugo itu pelatihan dari provinsi.
pelatihan yang diadoin daerah Jakarta, Bogor, di
daerah puncak. Kita yang aktif nyari, bukan mereka
yang minta
Petugas pengelola vaksin itu ada 2 orang, Y dan M. Tidak ada pembagian kerja khusus, sesama pekerja saling
tolong menolong dalam melakukan kegiatan. Dengan jumlah 2 orang tersebut dirasakan oleh petugas masih kurang,
masih membutuhkan 1 orang lagi tenaga kerja untuk membantu agar pekerjaan menjadi lebih maksimal dan juga
akan lebih bagus bila dalam pengerjaannya ada pembagian tugas secara khusus, misalnya khusus untuk pencatatan
Interpretasi
dan pelaporan, khusus untuk pengambilan. Pelatihan juga sering dilakukan biiasanya 1 tahun sekali dan itu
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir. Pelatihan terbaru itu pada bulan Oktober tentang
pengenalan vaksin baru itu dan diikuti oleh kedua petugas.

2.

3.

4.

Dana
1. Bagaimana penyediaan dana dalam 1. Dag ado dana khusus, sukarela be dari kito dewek, 1. Dag ada dana khusus APBD dari kabupaten
pemeliharaan rutin rantai vaksin ?
hehehehe kalo dana untuk perawatan selamo aku disini dag
yang khusus untuk pengelolaan vaksin itu
pernah ado
Dalam proses pengelolaan vaksin ini tidak ada dana khusus yang disediakan dari APBD.
Interpretasi
Material
1. Bagaimana kondisi peralatan yang 1. Kalo kondisinya, kulkas samo freezer ini kan kalo ga salah 1. Kondisi peralatan itu cuman 2 yang bagus,
digunakan
dalam
sistem
dari tahun 2001, sampe sekarang itu masih bisa digunakan lah
yang bisa dipake sekarang. 1 freezer 1 kulkas
manajemen logistik vaksin ?
walaupun cuman ado 2 ikok yang bagusnyo tu. Kalo 2. Dag, dag tentu, itu mano yang dikasih dari
2. Bagaimana
dengan
peraturan
thermometer kito ado 2 yang bunder itu, itu masih baru galo
pusat be
terkait standar peralatan yang 2. Kalo kita selama ni produk kita dari luar jadi sudah ada 3. Perawatan itu ada perawatan harian,
digunakan ?
standar dewek dari WHO
mingguan, dan bulanan. Perawatan harian itu
3. Bagaimana dengan perawatan 3. Perawatannya ya paling bersihke kulkas itu buang saljunyo,
pengecekan suhu pagi dan sore. Perawatan
peralatan tersebut ?
biasonyo seminggu sekali. Kalo bersihke secara keseluruhan
mingguan ya buang salju, kalo ado endapan
itu misalnyo bersihke debu, airnyo, pokoknyo dicek galo-galo
air dibuang. Kalo yang bulanan ya
itu biasonyo sebulan sekali. Yang ngelakuin itu kalo ga saya
keseluruhan, debu-debu diluarnyo dibersihkan
ya pak M. Seharusnya sih kulkas itukan harus dikalibrasi
seluruhnyo dicek. Yang ngelakuin yo diantara
tetapi selamo aku disini dag pernah. Perawatannyo yo paling
kito berduo, siapo yang sir be yang galak
cak-cak tadilah
yang katik gawi
Peralatan yang masih digunakan dalam penyimpanan vaksin yaitu kulkas ada 2 buah, 1 freezer dan 1 lemari es.
Kondisi peralatan tersebut walaupun sudah lama digunakan sekitar tahun 2001 namun masih bisa digunakan.
Sebenarnya kulkas dan lemari es jumlahnya ada 4 buah tetapi hanya 2 buah yang bisa digunakan karena 2 buah
lainnya sudah rusak. Tidak ada standar peraturan tetap yang ditetapkan bagi peralatan yang ada karena Dinkes Kab
OI menerima langsung peralatan tersebut dari pemerintah pusat. Perawatan peralatan yang sering digunakan yaitu
Interpretasi
perawatan harian, mingguan, dan bulanan. Perawatan harian yaitu pengecekan suhu yang dilakukan setiap pagi dan
sore. Perawatan mingguan yaitu pembersihan salju kulkas dan pembuangan endapan air. Perawatan bulanan
merupakan perawatan secara keseluruhan seperti pembersihan debu dan keseluruhan kulkas. Perawatan seperti
kalibrasi kulkas belum pernah dilakukan.
Metode
1. Bagaimana metode yang digunakan 1. Metode yang digunakan kalo saat nyimpan vaksin itu harus 1. Yang pasti SBBKnyo kito perhatike, yang
dalam
penerimaan
dan
merhatike jarak dari vaksin samo dinding kulkasnyo,
masuk berapo yang keluar berapo terus yang
penyimpanan vaksin ?
harusnyo kan ado jarak minimal 5-10cm lah, tapi berhubung
kito perhatike jugo SBBK puskesmasnyo.
kita isinya banyak kan jadi kita dempet-dempet. Kalo saat
Penyimpanan nyo bagi vaksin tertentu ada
nerimo itu kita liat VVM smo tanggal expirednyo, kalo dag
yang harus di freezer ada yang di kulkas.

Interpretasi

5.

6.

bagus lagi yo idag kito terimo. Permasalahannya ya itu


Contohnya, yang pasti harus di freezer itu
terkendala dengan kulkasnya, kalo saat stock kita banyak kan
Polio, kalo campak samo BCG itu biso di
kito paksoke masuk galo
freezer biso di kulkas.
Metode yang digunakan dalam penerimaan vaksin adalah memperhatikan jumlah vaksin yang diterima, kesesuaian
jumlah dalam SSBK dengan jumlah yang diterima, selanjutnya adalah memperhatikan kondisi VVM vaksin dan
tanggal kadaluarsa vaksin. Metode penyimpanan adalah memperhatikan jenis vaksin dan jarak vaksin dengan
dinding tempat penyimpanan. Ada beberapa jenis vaksin tertentu yang harus disimpan didalam freezer dan ada
yang harus disimpan didalam lemari es. Jarak dengan dinding freezer atau lemari es seharusnya 5-10 cm tetapi
karena jumlah tempat penyimpanan terbatas dan vaksin yang harus disimpan jumlahnya banyak, peraturan tersebut
diabaikan.

Permintaan Vaksin
1. Bagaimana menentukan jumlah 1. Cara nentuin jumlahnyo ya liat permintaan dari puskes-puskes 1. Itu sesuai dengan jumlah sasaran, provinsi
permintaan vaksin ?
trus juga kita liat pemakaian bulan kemaren berapo samo
minta berapa jumlah sasaran kamu. Kami juga
2. Apa saja yang menjadi bahan
sisanyo jugo berapo. Misal bulan kemaren kito minta 500,
kan berdasarkan jumlah sasaran dari
pertimbangan dalam menentukan
dipake 450 berarti masih ado siso 50 jadi kito biso minta 500
puskesmas-puskesmas
terus
dihitung
jumlah permintaan vaksin ?
atau 450, tergantung yang dikasih provinsi berapo, kadang
diakumulasikan jumlahnyo
kito minta 500 di kasih 1000, kadang juga di kasih dag 2. Bahan pertimbangan lain yo dag ado, yang
nyampe 500, kito dag biso sesuai teori nian soalnyo, sesuai
pasti itu jumlah sasaran tu lah
keadaam
2. Bahan pertimbangannyo yo sisa stock vaksin itu samo tempat
penyimpanan kito, kalo seandainyo kita minta 500 trus
provinsi nak ngasih 1000 kita liat dulu masih muat dag, kalo
muat yo aku mbek, kalo dag muat lagi aku tolak
Perhitungan jumlah permintaan vaksin adalah dengan melihat jumlah permintaan dari masing-masing puskesmas
dan juga melihat pemakaian bulan sebelumnya dan sisa stock yang ada. Selain itu juga dengan memperhatikan
Interpretasi
jumlah sasaran bayi yang akan diimunisasi. Bahan pertimbangan dalam menentukan jumlah pertimbangan adalah
sisa stock bulan sebelumnya dan kondisi tempat penyimpanan vaksin serta jumlah sasaran yang akan diimunisasi.
Penerimaan
1. Bagaimana proses penerimaan 1. Yo saat nerimo itu kita liat tanggal expirednyo tanggal berapo, 1. Ya prosesnyo kita ngasihke laporan
vaksin ?
kondisi VVM nyo cak mano
permintaan, mereka ngasihke kito terus
2. Apa saja yang menjadi bahan 2. Yang pasti kita liat kondisi VVMnyo, itu yang paling utama
diterimo yo diambil dewek ke provinsi
pertimbangan
saat
menerima
samo expirednyo, kalo misalnyo yang kito simpen itu ada tgl 2. Bahan pertimbangan khusus dag jugo, dag
vaksin ?
expired nyo Jan-14 trus kito dapat lagi expired nyo Maret-14
ado pertimbangan
tapi VVMnyo B jadi yang kito dahuluke yang si B ini dulu

Interpretasi
7.

Penyimpanan
1. Bagaimana
kondisi
tempat 1. Kondisi tempat penyimpanan vaksin itu ada 2 buah yang
penyimpanan vaksin ?
masih baik, 1 buah freezer dan 1 buah kulkas, 2 nya lagi itu
2. Bagaimana permasalahan terkait
sudah rusak
tempat penyimpanan ?
2. Permasalahannya ya itu tadi, jumlahnya yang cuman 2
3. Apa saja yang menjadi bahan
sedangkan vaksin yang nak dimasukke banyak jadi vaksin tadi
pertimbangan tempat penyimpanan
dempet dempet disimpennyo. Permasalahannya ya jumlah
vaksin ?
3. Suhunyo itu yang pasti, samo listrik, kalo listrik padam kan
4. Berapa lama biasanya vaksin
jadinyo kulkas samo freezer dag dingin, vaksinnyo pacak
disimpan ?
rusak
4. Sebulan biasonyo, tapi kadang jugo aku langsung ngambil
stock untuk 2 bulan

Interpretasi

8.

Proses penerimaan vaksin adalah melihat tanggal expired dan kondisi VVM dari vaksin yang akan diterima.
Tentunya sebelum menerima vaksin, petugas memberikan terlebih dahulu laporan permintaan kepada petugas
vaksin di Dinkes Provinsi. Bahan pertimbangan utama yang diperhatikan adalah kondisi VVM, tanggal kadaluarsa
menjadi pertimbangan kedua dalam menggunakan vaksin.
1. Selama ini kondisi penyimpanannya baik-baik
saja oleh karena sering dilakukan perawatan
kan
2. Alhamdulillah tidak ada permasalahan yang
serius,
kita
permasalahannya
cuman
kekurangan kulkas dan lemari es, itulah
3. Bahan pertimbangannya ya suhu itu yang
pasti harus diperhatikan oleh karena kalo
melewati ketentuan 2-8 C kan vaksinnya bisa
rusak
4. Sebulan biasanya, karena kita permintaan ke
provinsi itu setiap bulan
Kondisi tempat penyimpanan vaksin ada 2 buah yaitu 1 freezer dan 1 buah lemari es yang masih bisa digunakan
sedangkan 2 buah lainnya sudah rusak. Dengan jumlah yang hanya 2 buah menimbulkan permasalahan karena
jumlah vaksin yang ingin disimpan banyak dan tidak bisa sesuai dengan hanya 1 buah freezer dan 1 lemari es.
Dalam menyimpan vaksin, pertimbangan utama yang diperhatikan adalah suhu lemari es dan freezer. Menurut
perkiraan petugas, vaksin paling lama disimpan dalam tempat penyimpanan adalah sekitar 1 bulan dan kadang 2
bulan.

Pendistribusian
1. Bagaimana proses pendistribusian 1. Proses pendistribusiannyo yo kito mbek dari provinsi pake 1. Proses pendistribusian dari sini ke puskes ya
vaksin ?
cold box terus didalemnyo d kasih cold pack, kira-kira itu
puskesmas
bawa
format
laporan
2. Apa saja yang menjadi bahan
sekitar 1 jam kan dari Palembang ke sini. Kalo dari sini ke
permintaannya berapa dan stocknya berapa.
pertimbangan
dalam
proses
puskesmas itu pake vaccine carrier, seberapo lamo itu
Alat yang digunakan itu berupa vaccine
pendistribusian ?
tergantung jarak puskesmasnyo yang paling jauh itu tambang
carrier. Waktu pendistribusiannyo itu kan
rambang kalo jalannyo lancar 2 jaman lah.
paling lamo 3-4jam itu daerah muara kuang
2. Pertimbangannyo yo paling lamonyo dijalan, kalo cak dari plg 2. Bahan pertimbangannyo yo jarak itu tadi
ke sini kan kadang macet. Di dalam cold box itu kan ada
samo macet, karena dia jauh kan lama
freeze tag yang gunanya untuk melihat kondisi suhu vaksin
diperjalanan jadi yo cold pack dalam vaccine
selama dalam perjalanan
carriernyo dibanyakke biar vaksinnyo dag

rusak

Interpretasi

9.

10.

Proses pendistribusian vaksin dari provinsi ke kabupaten menggunakan alat yaitu vaccine carrier dan didalamnya
diberi cold pack dengan lama waktu pendistribusian kurang lebih 1 jam. Sedangkan proses pendistribusian dari
kabupaten ke puskesmas menggunakan vaccine carrier dengan lama waktu pendistribusian paling lama sekitar 3-4
jam, tergantung jarak puskesmas. Jarak dan kondisi jalanan merupakan pertimbangan utama dalam proses
pendistribusian. Apabila jarak jauh dan diperkirakan akan lama diperjalanan, maka didalam cold box dan vaccine
carrier tersebut diberi cold pack dalam jumlah yang banyak.

Pemakaian
1. Bagaimana prinsip yang diterapkan 1. Yo itu tadi, sebelum make kito liat dulu VVMnyo kondisinyo 1. Yang diperhatike itu tanggal kadaluarsa samo
saat akan menggunakan vaksin ?
cakmano samo tanggal expirednyo. Kalo pun dio tanggal
VVM di vaksinnyo, kalo status VVMnyo A
expirednyo ado yang bulan Januari tapi ado yang bulan Maret
dan B itu masih bisa dipake, kalo C dan D itu
tapi VVMnyo lah B, kito dahuluke dulu yang Maret ini.
sudah tidak bisa digunakan lagi.
Prinsip yang diterapkan sebelum menggunakan vaksin adalah terlebih dahulu memeriksa tanggal kadaluarsa vaksin.
Bila vaksin sudah mendekati tanggal kadaluarsa maka vaksin tersebut yang didahulukan untuk digunakan.
Pertimbangan selanjutnya adalah kondisi VVM vaksin, bila status VVM A dan B maka itu masih bisa digunakan
Interpretasi
namun bila C dan D maka tidak bisa digunakan lagi. VVM merupakan pertimbangan yang utama, kalaupun
seandainya ada vaksin yang sudah mendekati tanggal kadaluarsa namun ada vaksin dengan kondisi VVM B maka
vaksin tersebut yang terlebih dulu digunakan.
Pencatatan dan Pelaporan
1. Bagaimana sistem pencatatan dan 1. Kita disini ada SBBK, kalo kemaren itu ada software. 1. Sistem pencatatan dan pelaporan kami
pelaporan logistik vaksin ?
Softwarenya itu software khusus tapi softwarenyo lagi error,
sekarang dipermudah dengan via sms, oleh
2. Apa saja yang dimuat dalam
pas masukkenyo salah rumus jadi dari depan sampe belakang
karena kita maklum kan jaraknya jauh.
pencatatan dan pelaporan tersebut ?
salah semua. Lah ku tanyoke samo yg pusat yg buatnyi, dio
Laporan kita dimaksimalkan itu tanggal 5
3. Bagaimana permasalahan terkait
jugo dag tau.
awal bulan sedangkan kami ke provinsi
pencatatan dan pelaporan tersebut ? 2. Jumlah, harga, expired, itu
dibatas tanggal 10.
3. Kalo permasalahan yo yang dari puskes tu lah, kadang puskes 2. Kalo laporan vaksin itu kan ada SBBK, isinya
itu yang laporan untuk permintaan kesini itu dag ado cuman
itu ada jumlah, tanggal expirednya, harga.
lewat sms, kadang cuman pake secuil kertas, yo cakmano lagi, 3. Permasalahannya ya lokasi puskesmas yang
intervensi sdm puskes itu susahnyo minta ampun. Laporan
jauh, di puskesmas itu terkendala dengan
imunisasi nyo tu ado tapi laporan pemakaiannyo yang dag ado
bidan desa, bidan desa kadang memberikan
jadi kadang aku kurangi, misal dio minta 50 cuman ku kasih
laporan ke puskesmas lewat dari tanggal 5
40.
jadi kalo itu lewat kito jugo kadang lewat dari
tanggal 10 jadi solusinyo lewat sms berapa

Interpretasi

total permintaan dan sisa stock vaksinnya


Sistem pencatatan dan pelaporan di Dinas Kesehatan adalah adanya SBBK yang diberikan untuk masing-masing
puskesmas dan yang diterima dari Dinkes Provinsi saat menerima vaksin. Dinkes OI juga memberikan format
laporan kepada Dinkes Provinsi berupa laporan sisa stock vaksin, jumlah pengeluaran vaksin tahun sebelumnya dan
jumlah permintaan vaksin. Seharusnya puskesmas-puskesmas juga memberikan format laporan seperti itu tetapi
karena permasalahan jarak, ada beberapa puskesmas tertentu yang kadang hanya memberikan laporan lewat sms
dan kadang hanya menuliskan permintaan vaksin pada secuil kertas. Keterlambatan laporan dari puskesmas juga
sering terjadi padahal pihak Dinkes telah mengharuskan untuk memberikan laporan sebelum tanggal 5 karena pada
tanggal 10 harus sudah memberikan laporan kepada pihak Dinkes Provinsi. Cara mengatasi permasalahan tersebut
adalah dengan cara mengharuskan pihak puskesmas untuk memberikan laporan walaupun tidak bisa memberikan
secara langsung dalam bentuk secarik kertas tetapi bisa member tahu lewat sms atau telepon terutama untuk
puskesmas yang lokasinya jauh.

MATRIKS WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN BIASA


DI PUSKESMAS
No.
1.

Pertanyaan

HR

Pernyataan
MKS

NMP
SDM
1. Bagaimana kondisi SDM 1. Jumlah tenaga kerja di bagian 1. Tenaga kerja disini ada 2 orang, saya 1. Jumlah pengelola vaksin itu lebih
pengelola vaksin ?
pengelolaan vaksin ini ada 2 orang.
dengan HR kan, kita juga ga cuma
tepatnya program imunisasi itu
2. Bagaimana
pelaksanaan
Tenaga kerjanya itu saya dan Mbak
mengelola vaksin tapi keseluruhan
cuma 1 orang yaitu saya sendiri
pelatihan terhadap petugas
M. Tugasnya, tiap awal bulan itu
program imunisasi. Kalo pembagian
dan biasanya juga sering dibantu
?
mengambil vaksin ke dinas
tugas ga ada ya, sama-sama lah
oleh 1 orang TKS. Pekerjaannya
kesehatan,
pencatatan
jumlah
kerjanya. Kualifikasinya, saya DIII
ya
semua
kegiatan
yang
vaksin yang diterima, sisa vaksin
Keperawatan, si HR itu sudah SKM.
berhubungan dengan program
bulan kemaren, semua itu dicatet di
Dengan jumlah 2 orang ini ga terlalu
imunisasi, posyandu, termasuk
buku stock vaksin. Pembagian
kewalahan sih, kalo ke posyandujuga pengelolaan vaksin ini.
kerja itu tidak ada, kita sama
posyandu itu kita kan ada jadwalKualifikasinya saya lulusan DIII
kerjanya atau gantian. Sejauh ini
jadwalnya jadi ga terlalu repot
Keperawatan.
Sejauh
ini
dengan jumlah yang seperti itu kita 2. Pelatihan khusus pengelolaan itu
pelaksanaannya lancar-lancar saja
bisa menangani ya.
tidak ada, biasanya kalo ada
karena kan juga dibantu oleh
2. Pelatihan khusus tentang logistik
pelatihan tentang imunisasi atau
tenaga TKS itu jadi tidak ada
belum, tapi kalo tentang vaksin kan
vaksin, pengelolaan vaksin juga
kendala.
pasti diikutkan juga pelatihan
dikasih tau, seperti yang baru ini kan 2. Kalo pelatihan itu jarang
tentang cara pengelolaannya, tapi
pelatihan tentang pengenalan vaksin
dilakukan,
biasanya
kalo
kalo khusus untuk pengelolaan
baru, disitu juga diberi pelatihan
misalnya ada program baru, baru
vaksin belum lah. Pelatihan itu
tentang pengelolaan vaksin itu
diadakan pelatihan, yang ngadain
terakhir dilakukan bulan 10 tentang
bagaimana. Kemaren pelatihannya
itu biasanya Dinkes OI ni lah.
pengenalan
vaksin
baru
dilakukan bulan Oktober, yang
Terakhir itu dilakukan bulan
dikoordinasi oleh Dinkes Provinsi.
mengikutinya itu si HR kan cuman
Oktober tentang Pengenalan
diminta 1 orang, yang koordinasi
Vaksin Baru, itu saya yang
pelatihannya itu Dinkes Provinsi.
mengikutinya.
Jumlah tenaga kerja pengelola vaksin ada 2 orang yaitu HR dan MKS. Dalam Tenaga kerja pengelola vaksin
melakukan tugasnya, tidak ada pembagian kerja secara khusus, petugas hanya ada 1 orang dan biasanya
Interpretasi
melakukan pekerjaannya secara bersama-sama. Bila dilihat dari kualifikasi petugas ini dibantu oleh TKS.
pendidikan, kedua petugas ini telah memenuhi standar dimana HR adalah S1 Pekerjaan yang dilakukan petugas

Kesmas dan MKS lulusan DIII Keperawatan. Dengan jumlah 2 orang tersebut,
petugas merasa tidak kewalahan dalam melakukan pekerjaannya karena setiap
pekerjaan dilakukan bersama-sama.

2.

Dana
1. Bagaimana
penyediaan 1. Kalo dana khususnya kayaknya 1. Dana khusus untuk
dana dalam pemeliharaan
belum ada lah.
vaksin itu belum ada
rutin rantai vaksin ?

Belum ada tersedia dana khusus untuk pengelolaan rantai vaksin


Interpretasi
3.

ini adalah keseluruhan kegiatan


yang
berhubungan
dengan
imunisasi. Pendidikannya adalah
DIII Keperawatan. Walaupun hanya
sendiri, petugas tidak merasa
keberatan
dalam
melakukan
pekerjaannya karena sering dibantu
oleh TKS.

pengelolaan 1. Kalo dana khusus untuk vaksin


kita tidak punya tapi kita ada
dana BOK itu biasanya untuk
penyuluhan imunisasi, posyandu
tiap bulan, pengambilan vaksin.
Terdapat
dana
BOK
yang
digunakan untuk posyandu dan
pengambilan vaksin.

Material
1. Bagaimana
kondisi 1. Kondisi peralatan disini masih 1. Peralatannya masih bagus, ada 2 1. Kondisinya sampe sekarang itu
peralatan yang digunakan
baik, ini ada 2 kulkas 1 nya model
kulkas ini 1 model yang lama 1 lagi
baik, masih bisa digunakan.
dalam sistem manajemen
kulkas lama satunya lagi model
model terbaru, yang model lama ini
Peralatan yang digunakan itu ada
logistik vaksin ?
baru, yang lama ini ga dipake
udah lama banget, berapa tahunnya
kulkas 1, thermometer 1, vaccine
2. Bagaimana
dengan
untuk vaksin lagi karena sering
ga tahu pasti, saya disini kulkas ini
carrier 3 buah, cold pack ada
peraturan terkait standar
saljuan kan jadi cuman dipake
sudah ada, kalo yang model baru ini
beberapa.
peralatan yang digunakan ?
untuk cold pack be
sekitaran 5 tahunan lah.
2. Kalo
standar
acuan
kita
3. Bagaimana
dengan 2. Ada
sih
memang
standar, 2. Standar yang digunakan kita ada
menggunakan
standar
yang
perawatan
peralatan
kulkasnya kan harus buka atas itu,
buku ketentuan dari Kemenkes RI,
dikeluarkan Kemenkes, itu ada
tersebut ?
make standar dari kemenkes, ini
acuan kita dari situ
buku khususnya.
ada bukunya
3. Perawatan ya setiap hari kan kita 3. Perawatan itu sering dilakukan,
3. Kalo perawatan ini sebulan sekali
ngambil vaksin itu sekalian dilihat
biasanya 1 minggu sekali untuk
bersihkan saljunya, tapi kan kita
kondisi saljunya gimana, kalo
buang salju dari kulkasnya.
tiap hari ngambil vaksin jadi di liat
pembersihannya biasanya 1 bulan
Biasanya yang ngelakuin itu ya
lah. Itu yang ngelakuin kita berdua
sekali. Kita bersihkennyo samokalo ga mbak, TKS tadi, gantian
lah, tolong menolong,
samo, saling tolong menolong,
lah, saling tolong

Interpretasi

4.

5.

Kondisi peralatan ada 2 buah lemari es tetapi hanya 1 yang digunakan untuk
penyimpanan vaksin. 1 buah lemari es lainnya merupakan lemari es model lama
yang sudah hampir rusak dan hanya digunakan sebagai tempat penyimpanan
cold pack. Standar yang dijadikan acuan dalam peralatan vaksin khususnya
lemari es mengacu pada buku yang diterbitkan oleh Kemenkes RI. Perawatan
yang sering dilakukan adalah pembersihan salju dan endapan air dan biasanya 1
bulan sekali.

Kondisi peralatan masih bagus, ada


1 lemari es, 3 buah vaccine carrier,
1 buah teermometer dan beberapa
cold pack. Standar acuan itu buku
dari Kemenkes RI. Pembersihan
salju biasanya dilakukan 1 minggu
sekali, dilakukan oleh petugas
ataupun TKS.

Metode
1. Bagaimana metode yang 1. Metode saat nerima vaksin paling 1. Caranya ya kita terima, terus diliat 1. Metode dalam penerimaan vaksin
digunakan
dalam
kita liat tanggal expired vaksinnya,
VVMnya
gimana,
tanggal
itu ya saat diterima itu kita liat
penerimaan
dan
kondisi
VVMnya,
metode
kadaluarsanya kapan. Kalo dalam
tanggal kadaluarsanya, kondisi
penyimpanan vaksin ?
penyimpanan ya lokasi vaksinnya,
penyimpanan kita sesuaikan dengan
VVMnya, segelnya masih bagus
yang sensitive panas (Polio,
sifat vaksin itu sendiri, kan ada yang
atau tidak, keadaan vaksinnya lah
Campak,
BCG)
di
deket
sensitive panas ada yang sensitive
apakah masih layak pakai atau
evaporatornyo, kalo yang sensitive
dingin, jadi itu disesuaikan juga
tidak
dingin (Hb O, DPT, DT, Td) di
taroknya di pinggir
Metode penerimaan vaksin adalah pengecekan kondisi VVM vaksin dan tanggal Metode penerimaan vaksin adalah
kadaluarsa vaksin. Metode penyimpanan adalah memperhatikan sifat vaksin. memperhatikan dengan melihat
Interpretasi
Vaksin yang sensitive panas (Polio, Campak, BCG) di dekat evaporator dan segel vaksin, kondisi VVM dan
yang sensitive dingin (Hb O, DPT, DT, Td) diletakkan di dekat dinding.
tanggal kadaluarsa.
Permintaan Vaksin
1. Bagaimana
menentukan 1. Permintaan
vaksin
itu
kita 1. Jumlah permintaan itu dihitung 1. Cara
menentukan
jumlah
jumlah permintaan vaksin ?
menyesuaikan dengan pengeluaran
dengan cara jumlah cakupan dari
permintaannya ya berdasarkan
2. Apa saja yang menjadi
bulan
sebelumnya,
terus
masing-masing desa itu berapa terus
jumlah bayi, jumlah sasaran yang
bahan pertimbangan dalam
permintaan itu biasanya agak lebih
diliat juga pengeluaran bulan
akan diimunisasi
menentukan
jumlah
banyak dari bulan sebelumnya,
sebelumnya berapa, itu disesuaikan 2. Bahan
pertimbangannya
ya
permintaan vaksin ?
paling beda dikit
dengan bulan sebelum juga
kemungkinan ada bayi umur 1-3
2. Pertimbangan lainnya, itu bayi luar 2. Pertimbangannya ya itu tadi, jumlah
tahun yang akan melakukan
wilayah yang datang ke wilayah
cakupan bayi yang akan diimunisasi,
imunisasi lanjutan, itu be sih
kita jadi kadang dilebihkan sedikit
terus penggunaan bulan sebelumnya
Jumlah permintaan vaksin ditentukan dengan melihat jumlah penggunaan Cara
menentukan
jumlah
Interpretasi
vaksin bulan sebelumnya. Jumlah cakupan bayi yang akan diimunisasi juga permintaan vaksin adalah dengan

dipertimbangkan dalam menentukan jumlah permintaan. Pertimbangan


selanjutnya adalah kemungkinan adanya bayi luar daerah yang melakukan
imunisasi di wilayah kerja puskesmas.
6.

7.

Penerimaan
1. Bagaimana
proses 1. Proses penerimaan ya kita ngasih 1. Saat nerima vaksin ya kita liat dulu
penerimaan vaksin ?
format permintaan ke dinas
kondisi vaksinnya gimana, itu dilihat
2. Apa saja yang menjadi
kesehatan sini, terus mereka
dari kondisi VVMnya, kita cek
bahan pertimbangan saat
ngasih, kita cek vaksin yang
jumlah vaksin yang diterima, kondisi
menerima vaksin ?
diberikan itu berapa jumlahnya,
vaksin itu gimana
kondisi VVM vaksinnya gimana
2. Pertimbangannya ya melihat kondisi
2. Pertimbangannya
ya
itu,
VVM itu, tanggal kadaluarsanya
jumlahnya, kondisi VVMnya,
tanggal kadaluarsanya
Proses penerimaan vaksin adalah pertama menerima SBBK yang diberikan
Dinkes Kab OI kemudian memeriksa kesesuaian jumlah vaksin yang diterima
Interpretasi
dengan jumlah yang tertera didalam SBBK. Selanjutnya dilakukan pemerijsaan
kondisi VVM vaksin dan tanggal kadaluarsa vaksin.
Penyimpanan
1. Bagaimana kondisi tempat 1. Kondisinya bagus, ini masih bisa 1. Kondisinya ya bagus ya, sampai saat
penyimpanan vaksin ?
digunakan
ini masih bagus
2. Bagaimana permasalahan 2. Permasalahannya paling takut 2. Kendala berarti sih ga ada palingan
terkait tempat penyimpanan
lampu mati
kita sering takut mati lampu, tapi
?
3. Bahan pertimbangannya, harus
didalam kulkas kan ada cold pack
3. Apa saja yang menjadi
terlindung, tidak terkena sinar
juga jadi kalo bentar aman lah
bahan pertimbangan tempat
matahari langsung, tidak tempat 3. Pertimbangannya kulkasnya tidak
penyimpanan vaksin ?
lalu lalang, deket dengan colokan
terkena matahari kan, tidak tempat
4. Berapa
lama
biasanya
listrik
orang lewat, deket dengan colokan
vaksin disimpan ?
4. Tidak terlalu lama ,paling 1 bulan
jadi kabel nya ga berserakan
Kondisi tempat penyimpanan vaksin masih baik, permasalahan yang sering
dihadapi adalah kemungkinan mati lampu. Pertimbangan tempat penyimpanan
tersebut adalah tidak boleh terkena sinar matahari langsung, tidak menghalangi
Interpretasi
tempat lalu lalang dan dekat dengan tempat listrik. Vaksin biasanya paling lama
disimpan 1 bulan.

cara melihat jumlah cakupan bayi


yang akan diimunisasi.

1. Proses penerimaan ya itu tadi,


saat nerima kita periksa dulu
kondisi vaksinnya bagus po dag,
tanggal kadaluarsanya, kondisi
VVMnya, segelnya.
2. Bahan
pertimbangannyo
yo
kondisi
VVM,
tanggal
kadaluarsanyo, samo segelnyo
Proses penerimaan vaksin adalah
memeriksa segel, kondisi VVM,
dan tanggal kadaluarsa vaksin.

1. Kondisi nya ya bagus, masih bisa


menyimpan
vaksin
sampe
sekarang
2. Permasalahannya, ga ada sih,
sejauh ini aman-aman be
3. Pertimbangannya ya tidak boleh
terkena sinar matahari langsung,
susunan
vaksinnya
juga
diperhatikan kan
4. Paling lama biasanya 1 bulan
Tempat penyimpanan vaksin masih
dalam kondisi baik dan sejauh ini
belum menghadapi permasalahan
yang serius. Pertimbangan tempat
penyimpanan tersebut adalah tidak
boleh terkena sinar matahari

langsung dan kesesuaian letak


vaksin dalam lemari es dengan sifat
vaksin itu sendiri. Vaksin biasanya
paling lama disimpan 1 bulan.
8.

9.

Pendistribusian
1. Bagaimana
proses 1. Proses pendistribusiannya ya kita 1. Prosesnya ya vaksin di bawa dari sini 1. Prosesnya ya vaksinnya dibawa
pendistribusian vaksin ?
pake alat itu termos ya, vaccine
ke posyandu-posyandu itu kalo ga
dari sini ke tempat-tempat
2. Apa saja yang menjadi
carrier yang didalamnya ada cold
pake thermos ya pake vaccine
posyandu menggunakan vaccine
bahan pertimbangan dalam
pack, di bawa ke tempat-tempat
carrier, di dalamnya juga biasanya
carrier terus didalamnya dikasih
proses pendistribusian ?
posyandunya.
Lamanya
sih,
dimasukkan cold pack yang banyak
cold
pack.
Lama
waktu
dilama-lamakan 10-15 menit
kan. Kalo dari dinkes ke sini
pendistribusiannya biasanya itu
2. Bahan pertimbangannya, ga ada
lamanya itu paling 15menit lah
paling jauh 30 menit
sih, paling saat bawa vaksin itu ga 2. Bahan
pertimbangannya
ya 2. Bahan
pertimbangannya
ya
boleh lama-lama, dari termos itu
vaksinnya ga boleh lama-lama di
paling lokasinya, kalo agak jauh
harus dimasukke dalam kulkas
jalan kan, jadi harus cepet-cepet
kan kita kasih cold packnya
langsung dag boleh lama-lama
dimasukkan kulkas, paling macet
banyak biar vaksinnya ga rusak
Proses pendistribusian vaksin menggunakan vaccine carrier atau thermos yang Pendistribusian
vaksin
ke
dibawa langsung ke tempat-tempat posyandu. Di dalam thermos atau vaccine posyandu-posyandu menggunakan
carrier tersebut juga diberi cold pack. Lama proses pendistribusian paling lama vaccine carrier dan diberi cold pack
adalah 10-15 menit. Bahan pertimbangan dalam proses pendistribusian adalah didalamnya.
Lama
proses
lamanya proses tersebut karena vaksin tidak boleh terlalu lama dijalan.
pendistribusian tersebut sekitar 30
Interpretasi
menit. Bahan pertimbangannya
adalah jarak dari puskesmas ke
lokasi posyandu. Bila jaraknya jauh
maka didalam vaccine carrier diberi
cold pack yang lebih banyak.
Pemakaian
1. Bagaimana prinsip yang 1. Saat akan menggunakan vaksin itu 1. Prinsipnya sebelum menggunakan 1. Saat akan menggunakan ya sama
diterapkan
saat
akan
kita liat tanggal expirednya, yang
kita liat dulu tanggal expired sama
seperti saat kita terima, kalo mau
menggunakan vaksin ?
sudah dekat tanggal expired itu kita
kondisi VVM nya, kalo ada yang
make nya kita liat dulu tanggal
dahulukan, terus yang ada kondisi
sudah deket tanggal expired itu yang
kadaluarsanyo, kondisi VVMnyo,
VVMnya B itu kita dahulukan tapi
kita dahulukan, terus kondisi VVM
kondisi vaksin itu keruh po dag,
jarang sih yang B soalnya
nya juga kalo misalnya sudah ada
terus vaksin itu jugo dag boleh di
pendistribusiannya cepet. Terus
yang B, itu kita pake duluan
buka lamo-lamo, kalo sudah di

Interpretasi

10

juga misalnya masih ada sisa stock


bulan kemaren, itu dulu yang kita
dahulukan
Prinsip yang digunakan saat akan menggunakan vaksin adalah memperhatikan
kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa vaksin. Sisa stock vaksin bulan
sebelumnya biasanya juga diperhatikan, stock bulan sebelumnya akan
digunakan terlebih dahulu.

buka langsung dimasukke


kulkas

di

Saat akan menggunakan vaksin,


prinsip yang digunakan adalah
memperhatikan kondisi VVM,
tanggal kadaluarsa, dan kekeruhan
vaksin.

Pencatatan dan Pelaporan


1. Bagaimana
sistem 1. Setiap bulan, itu setiap bulan 1. Sistem pencatatan dan pelaporan kita 1. Sistem pencatatan nya ya kita ada
pencatatan dan pelaporan
dilaporke, kita punya buku kayak
ada laporan setiap bulan, itu
laporan setiap bulan, laporan
logistik vaksin ?
gini, itu vaksin masuk dan vaksin
monitoring logistik vaksin dilaporin
catatan stock vaksin untuk
2. Apa saja yang dimuat
keluar kan dicatet terus kita ada
ke dinkes kalo mau minta vaksin kan
masing-masing vaksin
dalam
pencatatan
dan
lagi buku permintaan ke dinkes,
kita harus ngasih laporan itu, terus 2. Jumlah sasaran, jumlah cakupan,
pelaporan tersebut ?
terus ada SBBK, catatan stock per
nanti dinkes bakalan ngasih SBBK
permintaan vaksinnya berapa
3. Bagaimana permasalahan
vaksin ini ada juga laporannya
kan, kita juga ada laporan stock 3. Dag ado permasalahan, sejauh ini
terkait
pencatatan
dan 2. Ini jumlah vaksin, terus sisa stock
vaksin berdasarkan masing-masing
baik-baik be
pelaporan tersebut ?
vaksin, vaksin yang masuk, vaksin
vaksin.
yang keluar, pemakaiannya berapa 2. Jumlah vaksin, sisa stock, vaksin
3. Kayaknya dag ado, paling pas lupo
yang digunakan, vaksin yang
saat ke desa catet penggunaannya
diterima
berapo tapi gek pas balik di catet 3. Selama ini belum ada permasalahan
lagi
yang berarti sih
Sistem pencatatan dan pelaporan yang ada yaitu pencatatan jumlah vaksin yang Sistem pencatatan dan pelaporan
masuk dan keluar per vaksin, catatan stock vaksin, buku permintaan vaksin, ada vaksin berupa laporan setiap bulan,
juga SBBK. Dalam laporan tersebut dimuat jumlah vaksin yang digunakan laporan catatan stock vaksin untuk
bulan sebelumnya, sisa stock vaksin, vaksin yang masuk, dan vaksin yang masing-masing vaksin. Dalam
keluar. Dalam proses pencatatan dan pelaporan vaksin, belum ditemukan laporan tersebut dimuat jumlah
Interpretasi
permasalahan yang serius.
sasaran, jumlah cakupan, jumlah
permintaan vaksin. Sejauh ini
belum ditemukan permasalahan
dalam proses pencatatan dan
pelaporan

FORM CHECKLIST
(Dinas Kesehatan)

No.
1.

4.
5.
6.

7.

Hal yang diamati


Adanya peralatan rantai
vaksin :
lemari es
freezer
vaccine carrier
termometer
termos
cold box
cold pack
kartu suhu
freeze tag
Pengecekan suhu
Adanya catatan stock vaksin
Kelengkapan perincian dalam
pencatatan laporan
Jumlah
No. Batch
Kondisi VVM
Tanggal Kadaluarsa
Adanya SBBK

Susunan posisi vaksin


dalam lemari es
Polio
BCG
Campak
DPT
Hepatitis B uniject
Td
TT
DT
Suhu penyimpanan vaksin
dalam lemari es
Polio
BCG
Campak
DPT
Hepatitis B uniject
Td
TT
DT

Ada

Tidak

Ket

1 (bagus), 1 (tidak)
1 (bagus), 1 (tidak)
Tidak Ada
2 buah (bagus)
Tidak Ada
Banyak
Tidak Ada
Pencatatan suhu
Tidak Ada
Sesuai Standar
Tidak Sesuai Standar

Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar

Sesuai standar

Posisi

Ket

Freezer
Lemari Es
Freezer
Lemari Es
Lemari Es
Lemari Es
Lemari Es
Lemari Es
Suhu

Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Ket

-15 C
7 C
-15 C
7 C
7 C
7 C
7 C
7 C

Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar

FORM CHECKLIST
(Puskesmas Indralaya)

No.
1.

4.
5.
6.

7.

Hal yang diamati


Adanya peralatan rantai
vaksin :
lemari es
freezer
vaccine carrier
termometer
termos
cold box
cold pack
kartu suhu
freeze tag
Pengecekan suhu
Adanya catatan stock vaksin
Kelengkapan perincian
dalam pencatatan laporan
Jumlah
No. Batch
Kondisi VVM
Tanggal Kadaluarsa
Adanya SBBK

Susunan posisi vaksin


dalam lemari es
Polio
BCG
Campak
DPT
Hepatitis B uniject
Td
TT
DT
Suhu penyimpanan vaksin
dalam lemari es
Polio
BCG
Campak
DPT
Hepatitis B uniject
Td
TT
DT

Ada

Tidak

Ket

2 buah
Tidak Ada
1 buah
1 buah
1 buah
Tidak Ada
Banyak
1 buah
Tidak Ada
Sesuai standar
Sesuai standar

Sesuai standar
Tidak sesuai standar
Tidak sesuai standar
Tidak sesuai standar
Sesuai standar

Posisi

Ket

Dekat evaporator
Dekat dinding
Dekat evaporator
Dekat dinding
Dekat dinding
Suhu

Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Belum Ambil
Belum Ambil
Belum Ambil
Ket

3 C
3 C
3 C
3 C
3 C
3 C
3 C
3 C

Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar

FORM CHECKLIST
(Puskesmas Lebung Bandung)

No.
1.

4.
5.
6.

7.

Hal yang diamati


Adanya peralatan rantai
vaksin :
lemari es
freezer
vaccine carrier
termometer
termos
cold box
cold pack
kartu suhu
freeze tag
Pengecekan suhu
Adanya catatan stock vaksin
Kelengkapan perincian dalam
pencatatan laporan
Jumlah
No. Batch
Kondisi VVM
Tanggal Kadaluarsa
Adanya SBBK

Susunan posisi vaksin


dalam lemari es
Polio
BCG
Campak
DPT
Hepatitis B uniject
Td
TT
DT
Suhu penyimpanan vaksin
dalam lemari es
Polio
BCG
Campak
DPT
Hepatitis B uniject
Td
TT
DT

Ada

Tidak

Ket

1 buah
Tidak Ada
3 buah
1 buah
Tidak Ada
Tidak Ada
Banyak
Pencatatan suhu
Tidak Ada
Sesuai standar
Sesuai standar

Sesuai standar
Tidak Sesuai standar
Tidak Sesuai standar
Tidak Sesuai standar
Sesuai standar

Posisi

Ket

Dekat evaporator
Dekat dinding
Dekat evaporator
Dekat dinding
Dekat dinding
Dekat dinding
Dekat dinding
Dekat dinding
Suhu

Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Ket

4 C
4 C
4 C
4 C
4 C
4 C
4 C
4 C

Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar
Sesuai standar

Anda mungkin juga menyukai