Anda di halaman 1dari 7

1.

Hiperparatiroidisme

1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma


tunggal.

a. Pengertian
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon
paratiroid oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan
terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme
dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer dan sekunder.
Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada
wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun.
Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang sama
dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan
meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi
hormon paratiroid. (Brunner & Suddath, 2001)
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang
disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino
polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh
konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah
meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan
kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium
oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga
menyebabkan
phosphaturia,
jika
kekurangan
cairan
fosfat.
hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier.
(Lawrence Kim, MD, 2005, section 2).
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjarkelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari
biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar
paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi
tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus
mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam
darah normal atau meningkat. (www.endocrine.com)
b. Etiologi
Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:

2. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai


adenoma atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya
berhubungan dengan kelainan endokrin lainny
3. Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid
karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan
kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian
dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid
tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan
hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism juga termasuk
kedalam kategori ini.
4. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran
dari kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada
15 % pasien semua kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid
hyperplasia.
c. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan
oleh hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus
biasanya berhubungan dengan gagal ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh
adenoma paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar
paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid
(damjanov,1996). Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma
atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan
kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja
membesar. Karena diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan
preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar
tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami
pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya
dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami
pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar dan

meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk


mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.

tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan


peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH
untuk bekerja di target organ.

Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan


hiperplasia primer, karena keempat kelenjar membesar secara simetris.
Pembesaran kelanjar paratiroid dan hiperfungsinya adalah mekanisme
kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format dan hiperkalsemia yang
berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh
hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang
sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi.
PTH terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH
meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian
mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk
vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan
kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia
kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis
darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal
ginjal dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng
yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit
meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid.
Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul
secara langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang
langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal,
dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion
kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau
hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan
dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan
absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi
kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini
dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan
penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium
ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat
kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi

d. Manifestasi Klinik
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala
akibat terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah
lelah, kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia
jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium
dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang
mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan
oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar
kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang
berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah
satu komplikasi hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat
presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis da ginjal parenkim yang

mengakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal


ginjal.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme
dapat terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul
berupa sel-sel raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang
berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan,
khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga
tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan pemendekkan badan. Kehilangan
tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko
terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada
hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal.
(Brunner & Suddath, 2001)
e. Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya
level kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid.
Penyakit lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi
hanya hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu
banyak hormon paratiroid. Pemeriksaan radioimmunoassay untuk
parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan hiperparatiroidisme
primer dengan penyebab hiperkalasemia lainnya pada lebih dari 90 % pasien
yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum.
Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang
nonspesifik karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obatobatan dan perubahan pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat
dideteksi dengan pemeriksaan sinar-x atau pemindai tulang pada kasuskasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran dengan sinar X pada
abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama
24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal.
Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk
membedakan hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat
menyebabkan hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium
serta biopsi jarum halus telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi
paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia
pada kelenjar paratiroid.

Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena


menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali
diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya
komplikasi. Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan
kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan
tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko
fraktura.
Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan
bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal,
menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH
amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi
paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783)
Laboratorium:
1) Kalsium serum meninggi
2) Fosfat serum rendah
3) Fosfatase alkali meninggi
4) Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
5) Foto Rontgen:
o Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
o Cystic-cystic dalam tulang
o Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
f. Komplikasi
1) peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
2) Dehidrasi
3) batu ginjal
4) hiperkalsemia

5) Osteoklastik
6) osteitis fibrosa cystica
g. Penatalaksanaan
Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer
adalah tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal.
Namun demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan
kadar kalsium serum ringan dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan
dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya
kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi
tulang, gangguan ginjal atau pembentukan batu ginjal (renal calculi).
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka
penderita hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal.
Karena itu, pasien dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau
lebih untuk mencegah terbentuknya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat
dianjurkan karena terdapat bukti bahwa minuman ini dapt menurunkan pH
urin. Kepada pasien diuminta untuk melaporkan manifestasi batu ginjal yang
lain seperti nyeri abdomen dan hemapturia. Pemberian preparat diuretik
thiazida harus dihindari oleh pasien hiperparatiroidisme primer karena obat
ini akan menurunkan eksresi kalsium lewat ginjal dan menyebabkan
kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu, pasien harus mengambil
tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko krisis
hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segera mencari
bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah,
diare).

berlebih. Jika pasien juga menderita ulkus peptikum, ia memerlukan


preparat antasid dan diet protein yang khusus. Karena anoreksia umum
terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan. Jus buah,
preparat pelunak feses dan aktivitas fisik disertai dengan peningkatan asupan
cairan akan membantu mengurangi gejal konstipasi yang merupakan
masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.
2. Hipoparatiroidisme
a. Pengertian
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon
paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan
umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan
kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih
jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).
Kadang-kadang
penyebab
spesifik
tidak
dapat
diketahui.
(www.endocrine.com)
b. Etiologi
Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya
terdapat pada anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari
hipoparatiroidisme:
1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
a) Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.

Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi


goyang harus diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami
stress normal akan melepaskan kalsium merupakan predisposisi
terbentuknya batu ginjal.

b) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat


(acquired).
2) Hipomagnesemia.

Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada


sebagian pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat
mengakibatkan pengendapan ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun
pasien dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium

3) Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.


4) Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
c. Patofisiologi

Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme


kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan
fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon
paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi.
Operasi yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid
dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi
sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak
jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total
tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan
paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama)
sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini
sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak
pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat
sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi
diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada
pseudohipoparatiroidisme
timbul
gejala
dan
tanda
hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat.
Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah
penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering,
terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak
dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk
yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon
terganggu.

d. Manifestasi Klinik
Hipokalsemia menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut
menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus.
Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor
dan kontraksi spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau
tanpa upaya untuk melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten
terdapat gejala patirasa, kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan
keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan
tetanus yang nyata, tanda-tanda mencakup bronkospasme, spasme laring,
spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi
sensi karpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia jantung serta kejang.
Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas, depresi dan bahkan delirium.
Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi. (Brunner & Suddath,
2001)

e. Pemeriksaan Diagnostik

g. Penatalaksanaan

Tetanus laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek yang
positif. Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal
yang ditimbulkan akibat penyumabtan aliran darah ke lengan selama 3 menit
dengan manset tensimeter. Tanda Chvostek menujukkan hasil positif apabila
pengetukan yang dilakukan secara tiba-tiba didaerah nervous fasialis tepat di
kelenjar parotis dan disebelah anterior telinga menyebabkan spasme atau
gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.

Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10


mg/dl (2,2-2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta
hipokalsemia. Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi,
terapi yang harus segera dilakukan adalah pemberian kalsium glukonas
intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan iritabilitas neuromuskular
dan serangan kejang, preparat sedatif seperti pentobarbital dapat dapat
diberikan.

Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti
rasa nyeri dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan
membantu. Biasanya hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:

Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk


mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat
tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka
penggunaan preparat ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang
mendapatkan parathormon memerlukan pemantauan akan adanya perubahan
kadar kalsium serum dan reaksi alergi.

1. Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang
berkisar dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.
2. Fosfat anorganik dalam serum tinggi
3. Fosfatase alkali normal atau rendah

Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia


dan tetanus memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan
angin yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak.
Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan bersama dengan
obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami gangguan pernafasan.

4. Foto Rontgen:
a) Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di
tengkorak
b) Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus
koroid
5. Density dari tulang bisa bertambah

Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan


sesudah kadar kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor
diresepkan. Meskipun susu, produk susu dan kuning telur merupakan
makanan tinggi kalsium, jenis makanan ini harus dibatasi karena kandungan
fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu dihindari karena mengandung oksalat
yang akan membentuk garam kalsium yang tidak laut. Tablet oral garam
kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen dalam
diet. Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan
untuk mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus
gastrointestinal.

6. EKG: biasanya QT-interval lebih panjang


f. Komplikasi
1) Kalsium serum menurun
2) Fosfat serum meninggi

Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol


(AT 10 atau Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau
koolekalsiferpol (vitamin D3) biasanya diperlukan dan akan meningkatkan
absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.
Mudah
Rapuh
Kuku yang mudah rapuh atau patah hanya karena sedikit tekanan atau

benturan keras, kemungkina ada gangguan pada kelenjar thyroid Anda.


Kelenjar yang terdapat di bagian leher ini bertugas mengatur metabolisme,
energi dan pertumbuhan tubuh. Kekurangan thyroid bisa menyebabkan
rambut
rontok,
juga
kuku
yang
rapuh
dan
menipis.
Kuku juga tumbuh lebih lambat dan dalam keadaan yang sudah parah, kuku
bisa terangkat dari kulit di bawahnya. Jika ini terjadi pada Anda, segera
periksa ke dokter untuk diambil sampel darah. Pemeriksaan ini berguna
untuk memeriksa apakah ada gangguan thyroid yang perlu diberi
pengobatan.
Saat seseorang memiliki riwayat diabetes mellitus, maka pada usia 40 tahun ke atas sering
mengalami kasus gigi goyang, disebabkan oleh infeksi dan peradangan yang mudah sekali
terjadi.
Infeksi dan peradangan tersebut disebabkan karena imunitas selular dan hormonal penderita
diabetes yang menurun, fungsi leukosit terganggu serta kadar gula dalam darahnya tinggi.
Infeksi yang terjadi di rongga mulut juga menyebabkan kerusakan pada jaringan penyangga
gigi dan kerusakan tulang alveolar yang cukup cepat sehingga mengakibatkan gigi
penderita diabetes mudah goyang.

Apabila ingin dilakukan pencabutan gigi, harus diperhatikan kadar gula darahnya. Karena
jika dalam keadaan gula darah sesaatnya tinggi dilakukan pencabutan, dikhawatirkan
terjadinya komplikasi pasca pencabutan gigi yaitu perdarahan.
Sedikit saran untuk semua sahabat, ada baiknya jika orangtua atau keluarga kita ada yang
memiliki riwayat diabetes mellitus. Hendaknya periksa gula darahnya terlebih dahulu
sebelum melakukan pencabutan pada giginya. Dan jika gula darah Sesaat (GDS) lebih dari
140mg/dl, sebaiknya pencabutan gigi ditunda hingga GDS kurang dari 140mg/dl.
Konsultasikan ke dokter penyakit dalam untuk membantu mengurangi kadar gula darahnya.
Akibat yang ditimbulkan bila pencabutan gigi dilakukan pada saat kadar gula darah tinggi
antara
lain
:
1. Terjadinya infeksi pasca pencabutan pada daerah bekas pencabutan.
2.
Terjadinya
sepsis
atau
peningkatan
jumlah
bakteri
dalam
darah.
3. Terjadinya perdarahan yang terus menerus akibat infeksi pasca pencabutan.
Oleh karena alasan tersebut di atas,maka biasanya dokter gigi menunda pencabutan gigi
pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol.

Anda mungkin juga menyukai