KAJIAN TEORITIS
Abd Muhaimin Doholio, 2011, Implementasi Pasal 3 Peraturan Bupati Nomor 9 Tahun 2010
Tentang Tugas Dan Fungsi Kantor Polisi Pamong Praja Dalam Rangka Penegakan Peraturan
Daerah Dikecamatan Lemiti Pohuwato. Hlm 9.
Ida Bagus Gde Manuaba, 1999, Operasi Kebidanan Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Hlm 21.
Anny Isfandyarie, 2006, Tanggung Jawab Hukum Dan Sanksi Bagi Dokter Buku 1, hlm 126
Consent, dapat diartikan sebagai persetujuan yang diberikan pada pasien kepada
dokter setelah menerima penjelasan.5
Menurut Komalawati yang dimaksud dengan Informed Consent adalah
suatu kesepakatan / persetujuan pasien atas upaya medis yang dilakukan oleh
dokter terhadap dirinya, setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter
mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya, disertai
informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.6
Menurut Guwandi Consent (persetujuan) merupakan dasar yuridis untuk
pembenaran dilakukannya tindakan medik atau operasi, Untuk melakukan
tindakan pembedahan, dokter akan melalui pasien dengan pasien, sehingga bila
persetujuan (consent) tidak ada, dokter dapat dianggap melakukan penganiayaan,
karena tindakan medis yang dilakukannya memenuhi unsur-unsur pasal 351
KUHP.7
Ibid.
Ibid.
penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau yang sebenarnya
tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya.
2. Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari
tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang
tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak
mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta
sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas
tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar
karena kelalaian atau karena ketidaktahuan yang sebenarnya tidak akan dilakukan
demikian oleh teman sejawat lainnya.8
Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed
consent mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :
1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia
2. Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
3. Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien
4. Menghindari penipuan dan misleading oleh dokter
5. Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
6. Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan
7. Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan
kesehatan.9
Ibid, hlm 5
10
Ibid.
11
Ibid.
10
dokter, juga tetap tidak melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukum perdata,
hukum pidana maupun hukum administrasi sepanjang hal itu diterapkan.12
Aspek Hukum Pidana, informed consent mutlak harus dipenuhi dengan
adanya Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang
Penganiayaan. Suatu
radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya
izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah
melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran
terhadap Pasal 351 KUHP.13
Aspek Hukum Administrasi, izin praktek yang dikeluarkan pihak Depkes
harus dimiliki oleh setiap dokter yang berpraktek. Sehingga apapun tindakan
medis yang dilakukan oleh dokter dapat dilaksanakan dan sah menurut hukum.
Seperti halnya informed consent yang dikeluarkan oleh dokter merupakan salah
satu bentuk tindakan yang dilakukan oleh dokter sebagai pelaksana jasa tindakan
medis.14
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari
bahwa informed consent benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan
hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan
kewajiban
masing-masing
pihak
yang
seimbang
dan
dapat
Ibid.
13
Ibid.
14
Ibid.
11
sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan
secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukan
pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang berkenaan
dengan informed consent ini.15
2.4 Informed Consent Dalam Peraturan Perundang-undangan diindonesia
Ada 3 peraturan perundang-undangan yang mengatur informed consent
diindonesia yang dapat kita jadikan bahan rujukan untuk landasan hukum bagi
praktik pelayanan medis yaitu:
1. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU
Praktik Kedokteran) pasal 45 ayat (1) sampai dengan (6).
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419/
Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelenggeraan Praktik Kedokteran.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/
Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik.16
Peraturan Dan Dasar Hukum
Adanya pengaturan mengenai Informed Consent yang terdapat dalam
Permenkes No.585 Tahun 1989 tersebut juga diperkuat dengan adanya UndangUndang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang terdapat pada
Pasal 45 ayat (1) sampai (6) yang berbunyi:
15
16
Ibid.
Op. cit, hlm 136.
12
Pasal 45 ayat (1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
Pasal 45 ayat (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
Pasal 45 ayat (3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sekurang-kurangnya mencakup:
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Pasal 45 ayat (4) Persetujuan sebagaimana dimaksud padaf ayat (2) dapat
diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
Pasal 45 ayat (5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Pasal 45 ayat (6) : Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (30), ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri
Dari Ketentuan Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran tersebut terutama pada Pasal 45 ayat (6) menyebutkan bahwa
13
tindakan
medis
dalam
Permenkes
Nomor
17
14
Ida Bagus Gde Manuaba, 1999, Operasi Kebidanan Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Hlm 22
19
Ibid.
15
constructive consent.22
Dimaksud dengan keadaan darurat adalah keadaan syok, tidak sadar
sampai koma, patah tulang, atau keadaan kesakitan yang tidak tertahankan
dalam situasi demikian, keputusan dokter untuk segera mengambil tindakan
medis dapat dibenarkan, sehingga jiwa penderita dapat diselamatkan.23
20
Ibid.
21
Ibid. hlm 23
22
Ibid.
23
Ibid.
16
24
Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo,Jakarta, 2001, hlm 37
25
Ibid. Hlm 38
26
Ibid.
17
Ibid.
28
Ibid.
29
Ibid.
18
30
Ibid
31
Ibid.
32
Ibid, hlm 39
19
Selain itu, pihak dokter pun harus benar-benar menyadari dan memahami
hak dan kewajibannya serta hak dan kewajiban pasien. Hal itu penting sebab
sekarang ini banyak dokter yang memiliki begitu banyak pasien sehingga
komunikasi dokter-pasien yang baik tidak terjadi.33
Pada
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
33
Ibid.
20
21
22
34
Eka Julianta Wahjoepramono, Konsekuensi Hukum Dalam Profesi Medik. Bandung, 2012, Hlm
120.
23
35
Ibid.
36
Ibid.
37
38
Ibid.
24
Ibid
40
Ari yunanto dan helmi, Hukum pidana malpraktik medic, Yogyakarta, 2010, hlm 18
41
Ibid, hlm 19
25
42
Ibid, hlm 20
43
Ibid, hlm 21
44
Ibid, hlm 22
26
Chrisdiono M. Achadiat, 2006, Dinamika Etika dan hukum Kedokteran dalam tantangan Zaman. Hlm 46
Ibid.hlm 47
27
kepada dokter yang melakukan tindak medic tersebut. Semua itu dengan satu
syarat yang tidak dapat ditawar sedikit pun, yaitu pemenuhan standar profesi dan
informed consent.47
Dalam keadaan darurat sekalipun, ketika informed consent tidak lagi
diperlukan, tetap disyaratkan untuk memenuhi standar profesi medic agar sifat
bertentangan dengan hukum dari suatu tindak medic (khusus operasi) menjadi
hilang. Bila dokter menyimpan dari standar profesi medik pada keadaam gawat
darurat.48
47
Ibid.
48
Ibid.
28