Anda di halaman 1dari 14

British Journal of Anaesthesia 1996; 77: 217-222

Klasifikasi ASA dan variable perioperatif sebagai prediktor


hasil postoperatif
U. Wolters; T. Wolf, H. Stutzer and T. Schroder
Ringkasan
Dalam sebuah studi prospektif dari 6301 pasien bedah di rumah sakit universitas, kami
menguji hubungan antara klasifikasi status fisik ASA dan faktor risiko perioperatif dengan hasil
pasca operasi menggunakan analisis univariat dan perhitungan rasio kemungkinan terjadinya
resiko komplikasi post operasi dengan menggunakan model regresi logistic. Analisis univariat
menunjukkan adanya korelasi yang signifikan (P < 0,05) antara klasifikasi ASA dan variable
perioperatif (kehilangan darah saat operasi, durasi ventiasi pasca operasi dan durasi perawatan
intensif), komplikasi post operasi

dan resiko kematian. Analisis univariat menunjukkan

pentingnya factor resiko preoperatif dalam perkembangan komplikasi post operasi pada sistem
organ yang bersangkutan. Perkiraan peningkatan resiko rasio kemungkinan untuk variabel
tunggal, kami menemukan bahwa resiko komplikasi dipengaruhi oleh ASA IV (Resiko odds ratio
= 4,2) dan ASA III (resiko odds ratio = 2,2). Kami menyimpulkan bahwa klasifikasi status
fisik ASA merupakan suatu pediktor hasil post operasi. (Br. J. Anaesth. 1996; &&; 217-222)
Kata kunci
Komplikasi, klasifikasi ASA. Penanganan, klasifikasi ASA,. Komplikasi, post operasi. Pemulihan, post
operasi. Organisasi, American Society of Anesthesiologists.

Klasifikasi status fisik American Society of Anesthesiologists (ASA) diperkenalkan oleh


Saklad tahun 1941 [1] dengan maksud menyediakan dasar sebagai pembandingkan data statistic
dalam anesthesia. Klasifikasi diperbaharui pada tahun 1963 [2] dengan jumlah klasifikasi
dikurangi dari tujuh ke lima. Beberapa studi retrospektif menunjukkan korelasi antara klasifikasi
ASA dan mortalitas perioperatif. [3-8], dan telah disarankan manfaatnya sebagai pediktor dari

hasil pasien. Studi prospektif yang menghubungkan klasifikasi ASA dengan mortalitas dan
morbititas perioperatif telah didapatkan baik dari jumlah pasien yang sedikit [4] maupun pada
pasien yang focus pada komplikasi anestesi. [9,10].
Tujuan dari studi prospektif adalah untuk megevaluasi nilai prognotik klasifikasi
ASA dengan variabel perioperatif seperti kehilangan darah , durasi perawatan intensif,
komplikasi postoperatif dan mortalitas. Sebagai tambahan, kami menginvestigasi hubungan
antara adanya status penyakit preoperative spesifik ( hipertensi arterial, infark miokard
sebelumnya, merokok, dan penyakit bronkopulmonar yang parah) dan perkembangan komplikasi
post operatif mayor (kardio dan pulmonar), dan kebutuhan ventilasi post operatif. Lebih jauh,
kami menggunakan analisa regresi logistik untuk memperkirakan resiko odds ratio
diimplikasikan oleh variabel perioperatif spesifik, bersama-sama dengan suatu perkiraan resiko
odds ratio ketika lebih dari satu variabel perioperatif dipertimbangkan.

Pasien dan metode


Semua pasien yang dioperasi di bagian bedah umum dan vascular di Universitas Cologne, antara
1 Mei 1989 dan 30 April 1993 termasuk secara prospektif dalam penelitian. Semua pasien dapat
diperiksa sebelum operasi olehseorang ahli anestesi. Pengesahan dari klasifikasi ASA tahun 1963
(tabel 1) ditunjukkan oleh dua ahli anestesi yang salah satunya merupakan seorang konsultan.
Standar catatan anestesi digunakan. Data spesifik didapatkan dari catatan anestesi seperti :
klasifikasi ASA; operasi emergensi atau elektif; adanya status penyakit preoperative yang
spesifik (anemia, dipastikan dengan konsentrasi hemoglobin < 100 g/liter atau tekanan
sistolik hipertensi >160 mmHg); riwayat miokard infark sebelumnya; riwayat stroke
sebelumnya; merokok (positif jika > 20 batang tiap minggu); penyakit bronkopulmonar
berat (vital capacity atau force expiratory volume dalam 1s < 40% dari prediksi); diabetes
mellitus (semua tipe yang membtuhkan pengobatan); gagal ginjal akut atau kronik
(kreatinin serum >1,5 mg/dL); dan penyakit gastrointestinal mayor (misalnya colitis
ulseratif, ulkus gaster atau duodenum). Tipe anestesia, jenis operasi, waktu operasi ( waktu
dari insisi kulit sampai pentupan luka) dan kehilangan darah intraoperatif,seperti yang
perkiraan oleh ahli anestesi juga dicatat.
Operasi diklasifikasikan berdasarkan sistem Hoehn [11], yang sering digunakan di
Jerman, yakni minor (perbaikan luka jaringan lunak, bedah perineal), moderate

(kolostomi, kolesistektomi, herniotomi) atau mayor (reseksi usus, bedah thoraks, intervensi
abdominal dan pembuluh darah perifer). Investigasi preoperative pada pasien moderate
dan mayor termasuk serum elektrolit (Na +, K+, Cl-), konsentrasi kreatinin dan glukosa,
hitung darah (hemoglobin, volume sel darah, jmlah platelet, jumlah leukosit), factor
koagulasi (waktu prothrombin, waktu parsial tromboplastin), x-ray thoraks, dan EKG.
Semua pasien juga menerima cephazolin (Elzogram 2 g) i.v. dan heparin dengan berat molekul
rendah dosis tunggal (Dalteparin sodium 7500 i.v.) s.c setelah induksi.
Data postoperatif didapatkan oleh dokter magang di bedah dan mahasiswa kedokteran
tahun akhir. Perhatian lebih difokuskan pada komplikasi pulmoner seperti infeksi
bronkopulmoner, yang didiagnosa denga kultur sputm positif atau x-ray thoraks postif, atau
keduanya, atelektasis atau efusi pleura, terlihat pada foto thoraks. Aritmia signifikan seperti
fibrilasi atrium yang baru atau infark miokardial akut dipastikan dengan perubahan EKG dan
peningkatan enzim CPK-MB dicatat sebagai komplikasi kardial. Inflamasi atau kelainan luka
purulen dicatat sebagai infeksi luka, yang secara klinis tampak sebgai kebocoran anastomosis
juga dicatat. Infeksi saluran kemih dengan kultur positif juga perlu dicatat.
Data disimpulkan dalam dua kelompok. Pertama, untuk membandingkan antara
klasifikasi ASA dan variabel perioperatif, kami mencatat durasi operasi, kehilangan darah
intraoperatif, durasi ventilasi post operatif, lamanya perawatan intensif, lamanya
perawatan post operatif di rumah sakit, dan nilai komplikasi pulmoner, komplikasi
kardiak, infeksi luka, kebocoran anastomosis, infeksi saluran kemih, dan mortalitas di
rumah sakit. Grup kedua berupa analisis univariat dari hubungan antara status penyakit
preoperatif yang sangat lazim dan insiden post operatif mayor. Akhirnya, regresi logistic
diaplikasikan ke data untuk memperkirakan resiko odds ratio dari variabel perioperatif tunggal
dan kombinasi.
Tabel 1. Klasifikasi status fisik American Society of Anesthesiologists (ASA)
Klasifikasi
I
II
III
IV
V

Penjelasan
Pasien dalam keadaan sehat kecuali yang akan diperasi
Penyakit sistemik ringan - tidak terganggu aktivitas fungsional
Penyakit sistemik berat - ada batasan aktivitas fungsional ringan
Penyakit sistemik berat yang secara konstan mengancam kehidupan
Pasien yang hanya dapat bertahan 24 jam dengan atau tanpa operasi

Metode statistik
Uji tes t digunakan untuk mengukur perbedaan rata-rata variabel perioperatif independen antara
klasifikasi ASA. Perbedaan-perbedaan dalam nilai komplikasi antara klasifikasi ASA diperiksa
oleh tes Fisher. Dampak signifikan dari status penyakit preoperative pada perkembangan
komplikasi postoperatif yang spesifik juga diperiksa oleh tes Fisher. Bentuk regresi logistik telah
dijelaskan di akhir.

Hasil
Total pasien yang dioperasi 6301 dan data pasien dirangkumkan pada tabel 2. Lebih dari 75%
pasien diklasifikasikan dalam ASA II atau III (table 3). Hanya 15 pasien (0,2%) yang
diklasifikasikan dalam ASA V dan 14 pasien diantaranya meninggal di rumah sakit, mereka tidak
dimasukkan dalam analisis statistic pada morbiditas.
Terdapat total 9136 status penyakit yang sudah ada sebelumnya pada 6301 pasien (tabel
4). Penyakit preoperative mayor antara lain hipertensi arterial, merokok, penyakit
bronkopulmoner berat dan penyakit gastrointestinal mayor, dengan insiden lebih dari 20% pada
setiap penyakit. Tipe operasi berdasarkan pada sistem Hoehn yakni 1004 (16%) minor, 1695
(27%) moderate dan 3602 (57%) mayor. Semua pasien ASA V menjalani operasi mayor. Jenis
spesifik dari operasi di rangkum pada tabel 5. Sebagai indikasi dari tipe operasi yang akan
dilakukan, 1077 operasi kolon dan rectum termasuk dalam operasi parsial dan total kolektomi,
1495 operasi vaskuler termasuk aorta prosedur dan bedah carotis.
Tabel 2. Data pasien (mean (SD) [range] atau jumlah (%))
Jumlah pasien total

6301

Laki-laki

3699 (59%)

Perempuan

2602 (41%)

Operasi emergensi

1279 (20%)

Penyakit malignansi

1631 (26%)

Umur (th)

52 [0-98]

Tipe anesthesia
Umum

97,5%

Regional

1,4%

Kombinasi

1,1%

Waktu operasi (min)

107 (48,2) [5-830]

Perawatan postoperasi (hari)

12 (2,8) [1-132]

Perawatan rumah sakit (hari)

16,5 (3,5) [1-179]

Tabel 3. Klasifikasi ASA semua pasien


ASA I

n
1133

%
18

ASA II

2685

42,6

ASA III

2181

34,6

ASA IV

290

4,6

ASA V

15

0,2

Tabel 4. Insiden penyakit preoperative spesifik


Anemia

n
501

%
8

Hipertensi arterial

1817

28

Riwayat infark miokardial

272

Riwayat stroke

460

Riwayat merokok

1823

28

Penyakit bronkopulmoner berat

1353

21

Diabetes mellitus

685

11

Gagal ginjla akut atau kronik

685

11

Penyakit gastrointestinal berat

1540

24

Tabel 5. Jenis operasi pada 6301 pasien


Jenis operasi
Tiroid dan paratiroid

n
421

%
6,7

Esofagus

283

4,5

Gaster

232

3,7

Usus halus

172

2,7

Kolon rectum

1077

16,9

Traktur biliaris

358

5,7

Liver

137

2,2

Pankreas

66

Limpa

74

1,7

Glandula adrenal, ginjal

69

Hernia

600

9,4

Transplantasi ginjal

235

3,7

Operasi abdominal lain

314

Bedah payudara

23

0,4

Ekstra abdominal limfe nodul

106

1,7

Bedah leher lain

32

0,5

Tumor jaringan lunak

210

3,3

Vaskuler

1495

23,6

Thoraks

397

6,3

Hubungan variabel perioperatif dengan ASA (tabel 6), kami menemukan peningkatan
durasi operasi antara ASA I dan kombinasi ASA II-IV dan antara ASA II dan III (P < 0,05).
Kehilangan darah intraoperatif 5-20 kali lebih besar pada ASA IV daripada ASA I-III (P < 0,05).
Perawatan intensif postoperatif dan perawatan total di rumah sakit pada ASA II-IV pasien yakni
1-5 dan 7-11 hari lebih panjang, berturut-turut, dibandingkan dengan ASA I (P < 0,05). Kami
menemukan 2-3 kali insiden komplikasi bronkopulmoner postoperatif dalam setiap tahap
disetiap klasifikasi ASA (P < 0,05). Tiga kali peningkatan pada komplikasi kardiak ditemukan
antara klasifiasi I-IV (P < 0,05). Insiden luka postoperatif dan infeksi traktus urinarius yakni 2-3
kali lebih banyak pada ASA II-IV daripada ASA I (I vs II-IV, P < 0,05). Kebocoran anastomosis
postoperatif berdiri sendiri dalam klasifikasi ASA. Kami menemukan 5-7 kali peningkatan
mortalitas di rumah sakit disetiap klasifikasi ASA.
Hubungan antara derajat penyakit preoperative spesifik dan komplikasi postoperatif
ditampilkan pada tabel 7. Hipertensi dan riwayat infark miokardial menyebabkan peningkat 50%
nilai perkembangan komplikasi kardiak, dan riwayat infark miokardial menyebabkan ventilasi
postoperatif lebih lama. Penyakit bronkopulmoner yang berat mengakibatkan suatu peningkatan
signifikan dalam perkembangan komplikasi kardiak atau pulmoner dan meningkatkan durasi

ventilasi post operatif. Kami tidak menemukan bahwa merokok merupakan factor signifikan
dalam perkembangan dari empat mayor komplikasi post operatif.
Data analisa regresi logistic dirangkum pada tabel 8. Resiko odds ratio paling tinggi
untuk komplikasi post operatif berhubungan dengan perburukan klasifikasi ASA dan operasi
mayor vs moderate atau minor, masuk dalam setiap klasifikasi Hoehn. Secara khusus,
pengesahan dari ASA IV menyebabkan resiko odds ratio yakni 4,26, sehingga menyebabkan
peningkatan resiko 4,26 kali pada komplikasi postoperatif ASA I. Pengesahan ASA II dan III
menyebabkan resiko odds ratio secara berturut-turut menjadi 1,57 dan 2,25. Peningkatan yang
moderate pada resiko odds ratio juga terlihat pada pasien dengan penyakit ginjal, anemia,
bronkopulmoner dan pada operasi emergensi yang sedang berlangsung.
Tabel 8. Faktor resiko untuk komplikasi postoperatif. *, koefisisien perkiraan regresi, bstandar
error dari , c hasil P untuk Walds tes, d rasio kemungkinan yang berhubungan sebagai referensi
klasifikasi yang mengatur semua variabel independen pada model,

95% interval untuk rasio

kemungkinan, klasifikasi referensi diatur untuk ASA I: ASA (1) = indikator untuk ASA II; ASA
(2) = indicator untuk ASA III; ASA (3) = indicator untuk ASA IV, operasi Mayor dibandingkan
dengan operasi moderate atau minor, disetiap klasifikasi Hohn
Variabel

independen Variabel regeresi logistik dan statistic


(a)
SE(b)
P(c)
(klasifikasi terburuk
atau ya kode 1)
ASA(f)

Rasio resiko(d) 95% CI(e)

<0,00005

ASA (1)

0,45

0,1319

0,0007

1,5668

1,21 ; 2,03

ASA (2)

0,81

0,1400

<0,00005

2,2457

1,71 ; 2,96

ASA (3)

1,45

0,1855

<0,00005

4,2600

2,96; 6,13

Operasi klasifikasi(f,g)

0,63

0,0783

<0,00005

1,8604

1,61; 2,19

Emergensi

0,21

0,0440

<0,00005

1,2366

1,13; 1,34

Insufisiensi renal

0,33

0,1010

0,0008

1,3976

1,14; 1,70

Anemia

0,21

0,0921

0,0259

1,2279

1,03; 1,48

P. bronkopulmoner

0,26

0,0763

0,0009

1,2911

1,12; 1,51

Riwayat merokok

0,15

0,0718

0,0346

1,1638

1,01; 1,34

Umur (th)

0,01

0,0022

<0,00005

1,0105

1,0006; 1,014

Durasi operasi (min)

<0,0001

<0,0001

<0,00005

Konstan

-3,5622

0,1475

<0,00005

1,0001

1,0001; 1,000

Diskusi
Klasifikasi ASA digunakan secara luas sebagai skema pemeriksaan resiko pada pasien anestesi,
meskipn dikembangkan oleh Saklad tahun 1941 [1] dengan tujuan sebagai manajemen data
statistik. Revisi 1963 mengeliminasi klasifikasi emergensi dari versi asli dan operasi emergensi
ditandai dengan memberikan E setelah lima klasifikasi. Tidak ada rencana penanganan resiko
post operatif lain yang digunakan secara luas. Sistem skor pada pasien yang secara internasional
diketahui diluar anestesia termasuk APACHE II [12], digunakan secara luas pada perawatan
intensif, tetapi butuh 24 jam periode pengambilan sampel berdasarkan 12 hasil kegiatan fisiologi
rutin, umur, dan riwayat status kesehatan yang ditandai tidak baik untuk dilakukan tindakan
anestesia. Phisiological and Operative Severity Score for the enUmeration of Mortality and
morbidity (POSSUM) yang dibuat oleh Copeland, Jones, Walters pada 1991 [13] berdasarkan
skor 12 faktor fisiologi dan 6 faktor beratnya operasi. Mereka bermaksud membuat skor untuk
membantu pemeriksaan bedah dan kemudian metode mereka tidak dapat memberikan skor
penuh dan perkiraan numerik pada resiko mortalitas dan morbiditas sampai hasilnya diketahui.
Secara kontras, klasifikasi ASA memperlihatkan perkiraan sederhana dari status fisiologis tanpa
pemeriksaan klinis dan dapat diaplikasikan pada setiap pasien sebelum operasi.
Kekurangan besar dari sistem ASA adalah penilaian pasien secara benar klasifikasi ASA
oleh ahli anestesi yang berbeda dan ini ditunjukkan secara jelas oleh Owens, Felt, dan Spitznagel
[14]. Pada penelitian mereka, 304 ahli anestesi diminta untuk mengklasifikasikan 10 pasien dan
jumlah rata-rata nilai pasien secara identik oleh mereka dan responden yakni 5,9 (bentuk 6).
Untuk meminimalisir variabel pada penelitian, pengesahan klasifikasi ASA ditampilkan oleh dua
ahli anestesi yang berpengalaman yang menganut kriteria ASA tahun 1963 (tabel 1). Penting
untuk mengingat bahwa kriteria ini tidak berdasarkan usia dan kompleksitas operasi, dan tidak
ada perbedaan antara penyakit sistemik yang perlu operasi dan yang tidak sengaja ditemukan
penyakit kronik.
Beberapa penelitian telah memeriksa hubungan antara status fisik ASA dan morbiditas
perioperatif. Cohen, Duncan, dan Tate [15] mempelajari komplikasi-komplikasi anestesi dalam

periode intraoperatif dan di ruangan pemulihan (misalnya, henti jantung, hipotensi, aspirasi).
Tiret dan Hatton [10] melaporkan komplikasi mayor yang sama selama atau diantara 24 jam
anestesia. Kedua penelitian menemukan korelasi signifikan antara komplikasi anestesi mayor
dan klasifikasi ASA pasien.
Data kami mengidentifikasi beberapa variabel spesifik intra dan post operatif yang berhubungan
secara signifikan dengan klasifikasi ASA. Kehilangan darah intraoperatif, durasi ventilasi post
operatif, durasi perawatan intensif, nilai komplikasi pulmoner dan kardiak, dan mortalitas di
rumah sakit menunjukkan peningkatan signifikan pada pasien ditegaskan status kenaikan dari
ASA I-IV dengan 20-180 kali berbeda antara ASA I dan IV, dan rata-rata 2,8 dan 3,7 kali berbeda
pada variabel ini antara ASA II dan III, dan ASA III dan IV berturut-turut. Tingginya insiden
morbiditas perioperatif pada klasifikasi ASA III dan IV, terutama komplikasi pulmoner dan
kardiak (4-18%), konsep yang mendukung terapi langsung, pemakaian ventilator secara khusus
dan perawatan intensif lainnya, terhadap pasien-pasien itu.
Korelasi antara klasifikasi ASA dan mortalitas post operatif ditunjukkan di beberapa
penelitian sebelumnya [3, 5-8] dan telah dikonfirmasi oleh data kami. Nilai mortalitas absolut
yang dipublikasikan dari klasifikasi menunjukkan variasi yang dapat dipertimbangkan dengan 00,3% untuk ASA I, 0,3-1,4% untuk ASA II, 1,8-5,4% untuk ASA III, 7,8-25,9 % untuk ASA IV
dan 9,4-57,8% untuk ASA V. Variasi ini menjelaskan bahwa perbedaan dalam pemeriksaan status
fisik ASA pasien, populasi pasien, ukuran sampel, kualitas operasi, dan durasi pemantauan post
operatif. Terakhir, adalah terutama yang penting, beberapa penelitian sebelumnya termasuk
yang dapat meninggal dalam 48 jam pertama [6] atau dalam 7 hari pertama [5] setelah operasi,
tanpa perawatan penuh di rumah sakit. Dengan demikian penelitian-penelitian ini kehilangan
hampir 50% kematian post operatif di rumah sakit setelah hari ketujuh post operatif. [3].
Keterbatasan ini digunakan untuk menilai peran anestesi dalam mortalitas post operatif. Secara
kontras, data kami, dengan nilai mortalitas 0,1% untk ASA I, 0,7% ASA II, 3,5% ASA III, 18,3%
untuk ASA IV, dan 93,3% untuk ASA V, berdasarkan pada semua kematian di rumah sakit
setelah intervensi bedah, seperti yang kami harapkan untuk menilai resiko total di rumah sakit.
Analisis univariat dari empat mayor penyakit post operatif terhadap komplikasi post
operatif (tabel 7), menunjukkan perannya dalam perkembangan komplikasi pada sistem organ
yang bersangkutan. Informasi ini merupakan dampak kecil pada pasien yang memiliki satu
riwayat penyakit signifikan dan itu tidak bias digunakan untuk menilai resiko relatif. Kemudian,

penelitian kami dicoba untuk menilai pentingnya faktor resiko spesifik dalam mengevaluasi hasil
pembedahan dengan menggunakan analisa resiko multiple sebagai metode statistik yang
semestinya. Ini diselesaikan sebagai maksud untuk mengeliminasi interferensi terhadap variabelvariabel ini, seperti pada penelitian sebelumnya [9, 12, 13]. Resiko odds ratio, merefleksikan
peningkatan relative dalam resiko komplikasi dari suatu variabel tunggal, yang dihitung oleh
analisa multivariat dan regresi bertahap. Resiko odds ratio yang paling tinggi yakni 4,26
dihititung untuk ASA IV, diikuti ASA III (ROR 2,25), klasifikasi operasi (ROR 1,86), ASA II
(ROR 1,57), dan operasi emergensi (ROR 1,24).
Pada variabel lainnya memiliki signifikansi minor. Kemudian topik penting ini
merupakan nilai dari sistem klasifikasi ASA untuk memprediksi komplikasi post operatif.
Kesimpulan yang sama dicapai oleh Pedersen dkk [4] yang mengevaluasi hubungan dari 35
variabel preoperatif pada satu peristiwa saja: kebutuhan untuk ventilasi mekanik post operatif
dalam penelitian penyaringan selama 3 bulan. Prediktor terbaik dari semua variabel adalah satu
klasifikasi ASA lebih besar dari III. Untuk menilai peran dari kompleksitas suatu operasi sebagai
factor resiko independen, penelitian sebelumnya membagi intervensi kedalam dua kelompok
(minor/mayor) [9], atau kedalam 4 kelompok (minor/moderate/mayor/mayor+) [13].
Mengaplikasikan klasifikasi Hoehn [11], kami membedakan tiga klasifikasi dan menemukan
tidak adanya perbedaan signifikan antara intervensi minor dan moderate, sebagaimana operasi
mayor menyebabkan resiko komplikasi hampir berlipat ganda.
Resiko relatif 1,24 untuk pasien yang sedang menjalani operasi emergensi
mengembangkan komplikasi postoperatif yang lebih rendah dari ROR yang dilaporkan
sebelumnya. Tiret dan Hatton melaporkan ROR 2,0 pada komplikasi intraoperatif [10], Pedersen
dkk 2,1 untuk resiko ventilasi postoperatif [4], dan Cohen, Duncan dan Tate 4,4 untuk resiko
meninggal dalam 7 hari [15] seletah operasi emergensi.
Forrest dkk [16[ menunjukkan bahwa klasifikasi ASA II dan IV merpakn predictor mayor
untk hasil kardio respiratori berat dalam penelitan yang didalamnya hanya termasuk pasien
bedah elektif.
Untuk memperluas kegunaan konsep resiko analisa multivariat, dampaknya pada lebih
dari satu variabel dapat dinilai dengan menggunakan rumus yang ada pada appendix, bersama
dengan koefisien perkiraan regresi yang diperoleh dari analisa regresi logistik pada data kami.

Perhitungan ini dicoba untuk mengukur total resiko relatif yang memiliki hasil yang baik
sehingga dapat mengarah untuk kemajuan terapi pasien.

Appendix
Tujuan dari analisa regeresi logistik adalah untuk menggambarkan hubungan antara observasi hasil
dischotomous secara prospektif (kejadian komplikasi post operatif atau variabal non-dependen) dan
kumpulan indicator variabel independen (variabel perioperatif dalam model penelitian kami) dengan
menggunakan rumus kemungkinan P :
P=

1
1+ eg ( x)

(1)

Dimana g(X) = 0 + 1X1 + + nXn 0 = model konstan, 1n = koefisien regresi (diperkirakan


dengan kemungkinan metode maksimum) dan X 1n = predictor variabel independen sebagai kode factor
resiko klinis perioperatif.
Pada model penelitian kami terdapat tiga tipe variabel predictor: (i) sebagai kode nilai
dischotomous ya/tidak (contonya ada atau tidak ada) dari variabel klinis yang diketahui sebelum operasi
seperti penyakit bronkopulmoner atau suatu operasi emergensi; ini biasanya dikodekan I jika ditemukan
status klinis yang memburuk dan jika tidak 0 ; (ii) hasil kode variabel tersebut dari variabel selanjutnya
seperti durasi operasi; (iii) kategori tersebut atau item ordinal, seperti klasifikasi ASA, dimana dummy
menggunakan k-1variabel indicator untuk kategori k dari item yang sudah diatur. Untuk
menyederhanakan model kita, referensi kategori status ASA diatur menjadi ASA I dan variabel indicator
untuk ASA II, III, IV yakni ASA (1), ASA (2) dan ASA (3), berturut-turut (tabel A1).
Untuk mengkalkulasikan resiko odds ratio (ROR) sebagai hasil kami menggunakan:

p
=eg( X=x )
1p

(2)

Yang disubtitusi menjadi ROR =


E or ecx berturut-turut (3)
dan mungkin diperkiranan untuk setiap pola resiko.
Sebuah estimator untuk perubahan multiplikasi pada ROR saat berganti dari variabel indicator ke
status yang lebih buruk, menghasilkan nilai variabel independen lainnya yang sudah diperbaiki,
disimbolkan oleh:
e

(4)

Perkiraan untuk 100 (1-) % confidence interval untuk ROR disimbolkan oleh:

e1,96 SE()

(5)

dimana SE() = standar error dari koefisien regresi termasuk dalam studi variabel untuk perubahan
dalam ROR.
Untuk memperoleh perkiraan ROR dari variabel multiple kami menggunakan rumus (4).
Contohnya, menggunaan tabel 8, ROR untuk populasi dengan pola resiko (a):
Tabel A1 Variabel indicator untuk kategori ASA
Status ASA

Variabel indicator
ASA (2)

ASA (1)

ASA (3)

II

III

IV

(a) ASA = II
Operasi emergensi = ya
Penyakit bronkopulmoner = ya
Perokok = ya
populasi dengan pola resiko (b):
(b) ASA = I
Operasi emergensi = tidak
Penyakit bronkopulmoner = tidak
Perokok = tidak
Dan dengan nilai yang sama untuk semua variabel resiko, di perkirakan melalui:
e(0,45+0,21+0,26+0,15) = 2,9 = 3
Resiko relatif ini dapat mengindikasikan bahwa komplikasi postoperatif dapat terjadi kira-kira
tiga kali pada pasien dengan pola resiko (a) dibandingkan antara pasien dengan pola resiko (b), dengan
anggapan factor resiko klinis lainnya adalah identik.

Referensi
1. Saklad M. Grading of patients for surgical procedures. Anesthesiology1941; 2: 281
284.
2. American Society of Anesthesiologists. New classification of physical status.
Anesthesiology 1963; 24: 111.

3. Farrow SC, Fowkes FG, Lunn JN, Robertson IB, Samuel P.

Epidemiology in

anaesthesia II: Factors affecting mortality in hospital. British Journal of


Anaesthesia1982; 54: 811817.
4. Pedersen T, Eliasen K, Ravnborg M, Viby-Mogensen J, Qvist J, Johansen SH,
Henriksen E. Resiko factors, complications and outcome in anaesthesia. A pilot study.
European Journal of Anaesthesia 1986; 3: 225239.
5. Marx GH, Matteo CV, Orkin LR. Computer analysis of post anesthetic deaths.
Anesthesiology1973; 39: 5458.
6. Vacanti CJ, Van Houten RJ, Hill RC. A statistical analysis of the relationship of
physical status to postoperative mortality in 68388 cases. Anesthesia and
Analgesia1970; 49: 564566.
7. Menke H, John KD, Klein A, Lorenz W, Junginger Th. Properative
Risikoeinschtzung mit der ASA-Klassifikation. Eine prospektive Untersuchung zu
Morbiditt und Letalitt in verschiedenen ASA-Klassen bei 2937 Patienten mit
allgemeinchirurgischen Operationen. Chirurg1992; 63: 10291034.
8. Feigal DW, Blaisdell FW. The estimation of surgical resiko. Medical Clinics of North
America1979; 63: 11311143.
9. Cohen MM, Duncan PG. Physical status score and trends in anesthetic complications.
Journal of Clinical Epidemiology1988; 41: 8390.
10. Tiret L, Hatton F. Prediction of outcome of anaesthesia in patients over 40 years: a
multifactorial resiko index. Statistics in Medicine1988; 7: 947954.
11. Hohn HG. Operationskatalog fr Betriebsvergleiche. KU 1972; 2: 112131.
12. Knaus WA, Draper EA, Wagner DP. Apache II: a severity of disease classification
system Critical Care Medicine1985; 13: 818829.
13. Copeland GP, Jones D, Walters M. POSSUM: a scoring system for surgical audit.
British Journal of Surgery 1991; 78: 356360.
14. Owens WB, Felts JA, Spitznagel EL. ASA physical status classifications: A study of
consistency of ratings. Anesthesiology 1978; 49: 239243.
15. Cohen MM, Duncan PG, Tate RB. Does anaesthesia contribute to operative
mortality? Journal of the American Medical Association 1988; 260: 28592863.
16. Forrest JB, Rehder K, Cahalan MK, Goldsmith CH. Multicenter study of general
anesthesia. III. Predictors of severe perioperative adverse outcomes. Anesthesiology
1992; 76: 315.

Anda mungkin juga menyukai