Anda di halaman 1dari 2

PERAN MIND SETTING DALAM

PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA APARATUR


Oleh : Yosef P. Koton
Mind Setting atau penataan pola pikir merupakan temuan baru yang diajarkan dalam Diklat
maupun seminar-seminar dalam rangka untuk pengembangan kualitas SDM dan
kecemerlangan organisasi. Begitu pentingnya Mind Setting ini untuk memacu kinerja
aparatur Pemerintah Provinsi Gorontalo, maka hal tersebut tidak disia-siakan Gubernur
Gorontalo yang dikenal tanggap dan brilliant untuk melaksanakan Diklat Mind Setting di
Gorontalo, kalau tidak salah sudah dilakukan sebanyak dua kali.
Dalam rangka untuk perbaikan dan penyempurnaan Diklat Mind Setting kedepan perlu
dilakukan evaluasi atau penelitian sejauh mana outcomes, benefit dan dampak Diklat Mind
Setting tersebut terhadap kinerja aparatur yang sudah dilatih tersebut. Hasil evaluasi atau
penelitian akan menunjukan apakah telah terjadi peningkatan kinerja aparatur ataukah
kinerjanya tetap atau malahan menurun ? Kalau kinerja aparatur tetap atau menurun maka
materi Mind Setting perlu disempurnakan ataukah lingkungan kerja yang kurang kondusif
yang sangat dominan pengaruhnya terhadap kinerja yang tetap dan menurun tersebut ?
Ataukah ada hal yang lain yang menjadi penyebab ? Kalau Provinsi Gorontalo tidak ingin
ketinggalan dari daerah-daerah lainnya maka perlu dilakukan evaluasi atau penelitian yang
terus menerus dan berlanjut terhadap kinerja tersebut.
Mind Setting sangat besar pengaruhnya dalam pengembangan budaya kerja. Hal tersebut
disebabkan karena pengembangan budaya kerja membutuhkan fleksibilitas berpikir,
khususnya apabila pengembangan budaya kerja berlawanan dengan apa yang dianut
sebelumnya. Begitu pentingnya Mind Setting sehingga Peter F. Drucker pakar manajemen
dunia menyatakan bahwa Yang memprihatinkan pada masa turbulensi seperti sekarang
adalah sikap dan perilaku yang masih menggunakan pola-pola pikir yang lama. Hal yang
sama dikatakan oleh William James Revolusi generasi sekarang adalah bahwa manusia
dapat mengubah aspek ekstrinsik kehidupannya dengan mengubah sikap intrinsik alam
pikirannya. Dikuatkan lagi oleh pendapat Anthony Robbins Kualitas serta keberhasilan
seseorang ditentukan oleh pola-pola komunikasi dengan dirinya sendiri.
Dalam perjalanan hidup, seseorang seringkali terjebak dalam pola pikir tertentu, yang
menjadikannya kaku dalam berpikir (rigid). Orang seperti ini cenderung berpikir
menggunakan pola tertentu dalam mengatasi permasalahan dan tidak dapat melihat alternatif
lain diluar pola berpikirnya. Solusi untuk mengatasi cara berpikir yang demikian adalah
dengan penataan pola pikir (Mind Setting). Esensi penataan pola pikir menurut kementerian
pendayagunaan aparatur negara adalah untuk ; 1). Mengatasi pola pikir dan paradigma yang
sulit menerima perubahan yang selama ini menjadi akar masalah dalam organisas; 2).
Mengidentifikasi mental blok (mental block) yang menghilangkan inovasi, inisiatif, motivasi,
pemikiran jernih dan kerjasama organisasi; 3). Menanamkan cara berpikir sistemik dalam
memahami dan menyelesaikan persoalan dalam organisasi; 4). Memberdayakan potensi
untuk percepatan pembaharuan dan membangun konsep berpikir diluar pola yang sudah ada
(out of the box) yang terintegrasi dalam bekerja sama sebagai sebuah team; 5). Merancang
visi, misi dan strategi pembaharuan serta memetakan pola pikir (Mind Sett) organisasi dan
pengaruhnya terhadap kinerja dan budaya kerja; 6). Mengantisipas sejak dini hambatan yang
dapat timbul dengan kondisi Mind Sett organisasi saat ini dan merumuskan perubahan pola
pikir (Mind Sett) yang diperlukan agar sasaran organisasi dapat tercapai; 7). Membangun
jiwa, semangat, komitmen, kesatuan arah dan nilai bersama untuk perubahan; dan 8).

Memimpin dan mempelopori gerakan perubahan.


Dalam Mind Setting terdapat pelatihan untuk memeriksa arsip pengalaman masa lalu. Tanpa
diminta, rekaman pengalaman negatif masa lalu dapat berputar kembali yang menyebabkan
seseorang mempunyai perasaan tidak oke sesuai dengan cikal bakal emosi yang
menyertainya. Arsip pengalaman masa lalu ini dapat diperiksa dengan konsep Transactional
Analisys sehingga dengan mudah kita dapat memahami diri kita (dan orang lain) lengkap
dengan sifat-sifat, sikap dan perilakunya.
Disamping itu juga dilatihkan bagaimana mendelete black memories dan membuat shortcup golden memories. Rekaman buruk dimasa lalu (black memories) dapat dihapus satu
persatu seperti mendelete arsip (file) yang tidak dikehendaki didalam komputer dengan
menggunakan teknik Neuro-Linguistic Programing (NLP). Dengan teknik ini juga, rekaman
bagus (golden memories) dapat dibuatkan short-cut yang dapat dijadikan kunci untuk
mendapatkan perasaan pengalaman sukses dari waktu ke waktu.
Selain itu juga dalam Mind Setting dilatihkan untuk membuat program kedepan. Sesuatu
(cita-cita) yang diinginkan dimasa yang akan datang, sesungguhnya dapat diprogram kedalam
otak/pikiran dengan Silva Method Of Mind-control. Prinsipnya sama dengan Image
Training atau Inner-Learning untuk peningkatan berbagai prestasi dengan menggunakan
teknik-teknik bawah sadar. Peserta pelatihan dibekali dengan teknik relaksasi/meditasi
(pikiran berada pada gelombang alpha).
Bila langkah-langkah dalam Mind Setting tersebut diatas dilakukan, maka otak/pikiran tidak
lagi mengalami hang atau trouble sehingga dengan sendirinya dalam keadaan yang
demikian orang tersebut akan dapat berprestasi yang cemerlang, hal ini dapat dibuktikannya
dengan produktifitas pekerjaannya dan atau kinerjanya yang tinggi.
Dari uraian tersebut di atas Mind Setting ini sangat perlu diikuti oleh setiap aparatur di
Provinsi Gorontalo dalam rangka pengembangan budaya kerja yang akan berdampak pada
peningkatan produktifitas/kinerja aparatur yang tinggi.
Tulisan ini penulis akhiri dengan menuliskan pesan dari instruktur Mind Setting, seorang
dokter yang berasal dari Provinsi Bali, N. Sutrisna Widjaya namanya, dimana pesannya
tersebut gema dan getarannya masih penulis rasakan sampai dengan sekarang, padahal
pelatihannya sudah hampir dua bulan yang lalu, di Kota Batu, Malang, Jawa Timur. Pesannya
adalah Sesungguhnya tidak ada orang yang malas atau tidak bermotivasi, mereka hanya
belum dapat menghayati jati dirinya dan belum bisa mengembangkan visi pribadi yang
bermakna

Anda mungkin juga menyukai