saat itu. Selain itu Unifikasi Portugal dan Kerajaan Spanyol (yang sedang dalam keadaan perang
dengan Belanda pada saat itu) pada tahun 1580, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi
Belanda. ketiga faktor tersebutlah yang mendorong Belanda memasuki perdagangan rempahrempah Interkontinental. Akhirnya Jan Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman
menemukan "jalur rahasia" pelayaran Portugis, yang membawa pelayaran pertama Cornelis de
Houtman ke Banten, pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597.
Pada tahun 1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar
menuju Indonesia, dan merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini
mencapai Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam perseteruan
dengan orang Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke arah timur melalui pantai
utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di Sedayu berakibat pada kehilangan 12 orang
awak, dan terlibat perseteruan dengan penduduk lokal di Madura menyebabkan terbunuhnya
seorang pimpinan lokal. Setelah kehilangan separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka
memutuskan untuk kembali ke Belanda namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk
menghasilkan keuntungan.
Adalah para pedagang Inggris yang memulai mendirikan perusahaan dagang di Asia pada
31 Desember 1600 yang dinamakan The Britisch East India Company dan berpusat di Kalkuta.
Kemudian Belanda menyusul tahun 1602 dan Prancis pun tak mau ketinggalan dan mendirikan
French East India Company tahun 1604.
Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische
Compagnie - VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di
antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, Perancis dan
Belanda, untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur. Untuk menghadapai
masalah ini, oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi wewenang memiliki tentara yang
harus mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah
Belanda -yang waktu itu masih berbentuk Republik untuk membuat perjanjian kenegaraan dan
menyatakan perang terhadap suatu negara. Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu
perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.
Veereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) merupakan Perserikatan Maskapai Hindia
Timur yang terbentuk karena banyaknya
persaingan perdagangan di Indonesia setelah
kedatangan bangsa-bangsa Eropa sehingga
sangat
merugikan
Belanda.
Persaingan
Negara
adalah
agar
Belanda
mereka
bisa berkiprah atau bersaing dengan lawanlawan utamanya, yaitu Bangsa Portugis dan
Bangsa Inggris. Mereka bersaing untuk memperebutkan dan menguasai daerah-daerah yang
menghasilkan rempah-rempah di Nusantara.
Monopoli VOC tidak berhenti sampai di situ saja karna monopoli berarti harus
berhadapan dengan saingan Belanda, seperti Portugis dan Inggris (yang sebelumnya menjegal
Belanda untuk melakukan perdagangan di wilayah Nusantara).
Di Nusantara, VOC memberi larangan bahwa bangsa lain dilarang berdagang dengan
perusahaan selain VOC. Itulah hak monopoli atau hak octrooy. Cakupan hak octrooy tersebut
begitu luas karena sampai menganggap dirinya berhak untuk memaksa bangsa lain dan hanya
boleh berdagang dengan VOC. Maka, VOC sebagai perusahaan dagang punya kedudukkan
istimewa di mata kerajaan Belanda.
Di Indonesia VOC memiliki wewenang dan hak-hak, antara lain yaitu :
Hak mendata personil atas dasar sumpah setia
Hak melakukan peperangan
Hak untuk mengadakan perjanjian dengan penguasa-penguasa di seluruh Asia
dibatasi oleh VOC. Saat warga/masyarakat Nusantara ingin berjualan, harga jualnya pun
ditentukan oleh VOC.
Di beberapa wilayah, VOC tidak disambut baik. Contohnya adalah di Maluku, Mataram,
Banten, dan Makassar. Di wilayah tersebut, penguasa daerah (para raja) mencoba melawan dan
mengusir VOC. Namun VOC tidak berhasil diusir dengan mudah, sehingga mereka pun secara
bertahap akhirnya tunduk juga.Proses penundukannya menyimpan banyak cerita, salah satunya
terkait dengan pelaksanaan sistem devide et impera (adu domba).
Pada tahun 1799, VOC bangkrut. Beberapa penyebanya adalah: pegawai VOC banyak
yang tidak cakap bekerja dan korupsi di kalangan pegawai VOC. VOC juga banyak menangung
hutang akibat peperangan. Luas wilayah pun tidak sebanding dengan jumlah pegawai VOC yang
sedikit. Penyebab lainnya adalah tidak jalannya Verplichte Leverantien (penyerahan wajib)
danPreanger Stelsel (aturan priangan).
VOC menyerahkan pengelolahan daerah jajahan pada kerajaan Belanda di tahun 1800,
dan sejak itulah pemerintahan di Nusantara menjadi daerah pendudukan pemerintah HindiaBelanda
VOC juga memiliki aturan dalam memonopoli perdagangan di Nusantara. Di antaranya
adalah aturan agar rakyat Maluku hanya boleh menanam rempah-rempah atas izin VOC (dan ini
berlaku untuk semua kota di Nusantara). Selain itu, luas wilayah perkebunan mereka juga
dibatasi oleh VOC. Saat warga/masyarakat Nusantara ingin berjualan, harga jualnya pun
ditentukan oleh VOC.
Di beberapa wilayah, VOC tidak disambut baik. Contohnya adalah di Maluku, Mataram,
Banten, dan Makassar. Di wilayah tersebut, penguasa daerah (para raja) mencoba melawan dan
mengusir VOC. Namun VOC tidak berhasil diusir dengan mudah, sehingga mereka pun secara
bertahap akhirnya tunduk juga.Proses penundukannya menyimpan banyak cerita, salah satunya
terkait dengan pelaksanaan sistem devide et impera (adu domba).
Pada tahun 1799, VOC bangkrut. Beberapa penyebanya adalah: pegawai VOC banyak
yang tidak cakap bekerja dan korupsi di kalangan pegawai VOC. VOC juga banyak menangung
hutang akibat peperangan. Luas wilayah pun tidak sebanding dengan jumlah pegawai VOC yang
sedikit. Penyebab lainnya adalah tidak jalannya Verplichte Leverantien (penyerahan wajib)
danPreanger Stelsel (aturan priangan).
VOC menyerahkan pengelolahan daerah jajahan pada kerajaan Belanda di tahun 1800,
dan sejak itulah pemerintahan di Nusantara menjadi daerah pendudukan pemerintah HindiaBelanda.
pelaut Belanda, Matelieff untuk dijadikan pangkalan kapal VOC sekaligus menjadi pusat
kegiatan VOC. Matelieff berhasil membujuk de Heeren XVII untuk menyuruh Both menjadikan
Jayakarta sebagai tempat rendez-vous.
Pada Januari 1611 Pieter Both menandatangani kontrak dengan penguasa Jayakarta,
Pangeran Wijaya Krama. Kontrak tersebut memberikan hak kepada pedagang Belanda untuk
memakai sebidang tanah di desanya, yang ketika itu cuma berpenduduk sekitar 8000 jiwa.
[1] Dalam perkembangannya Jayakarta berganti nama menjadi Batavia pada 30 Mei 1619 dan
melebihi fungsinya sebagai tempat pangkalan kapal VOC yaitu sebagai pusat kekuasaan Belanda
di Nusantara selama 350 tahun.
Ada beberapa rangkaian peristiwa mengapa Batavia dapat menjadi pusat kekuasaan
VOC, antara lain adalah terpilihnya Jan Pieterszoon Coen sebagai gubernur jenderal ke-4 pada
Juni 1618. Ia merupakan pemuda berusia 31 tahun yang jeli, tegas, dan tekun. Coen dapat
melihat rupanya Banten, Mataram, dan Inggris saling menunggu untuk menyerangnya dan samasama ingin menghancurkan VOC.
Peristiwa lain adalah kedatangan Pangeran Gabang ke Jayakarta lengkap dengan
pengawal pada 20 Agustus 1618. Hal ini membuat Coen cemas dan segera menyingkirkan dari
Banten ke Jayakarta. Ia membangun benteng di tanah yang sudah ia sewa secara diam-diam
karena dengan begitu ia telah melanggarar perjanjian. Peristiwa lain lagi yaitu munculnya
ancaman nyata dari pihak Mataram dan Inggris, dan di Jayakarta lah VOC mempertahan diri dan
membuat banyak pertahanan maupun benteng.
4. Rakyat wajib menyerahkan hasil bumi sebagai pajak, yang disebut dengan istilah
Contingenten
2. Kebijakan-kebijakan VOC
Dalam menangani wilayah kekuasaannya, VOC lebih banyak melakukannya melalui
pemerintahan tidak langsung. Hanya daerah-daerah tertentu saja, seperti Batavia, yang diperintah
langsung oleh VOC. Dalam system ini, kaum pribumi nyaris tidak terlibat dalam struktur
kepegawaian VOC. Meskipun kaum elit pribumi terlibat dalam pemerintahan, tetapi status
mereka bukan pegawai VOC dan tidak digaji secara tetap oleh kongsi dagang tersebut, para elit
pribumi lebih banyak diperlakukan sebagai mitra kerja demi kepentingan VOC. Hal ini jelas di
daerah-daerah yang diperintah secara tidak
langsung.
Di
daerah
semacam
itu,
VOC
Selain berdagang, VOC juga harus mengurus kehidupan kota, yang akan menjadi markas
besarnya. Yang pertama adalah mengendalikan penduduk kota, melindungi kota dan
penduduknya dari pengaruh asing di sekitarnya. Bahkan hampir semua penduduk awal kota
Batavia merupakan dari luar Nusantara karena takut terhadap pengaruh masyarakat sekitar. Para
pejabat dan karyawan VOC, para serdadu, penerjemah, dan ratusan budak merupakan dari luar
Nusantara seperti berasal dari Jepang, China, maupun Portugis. Jadi, ketika kekuasaan VOC,
yang dianggap sebagai warga kota adalah orang asing, sedangkan orang asing merupakan
penduduk asli setempat.
Penduduk Batavia dipilah-pilah dan dikelompokkan sesuai dengan ras, daerah asal, dan
status ikatan kerja mereka dalam perdagangan VOC, maka terbentuk lima kelompok dengan catu
yang berbeda, yaitu :
1. Kelompok Eropa yang bekerja sebagai serdadu, tukang, dan magang, berhak atas daging dua
kali seminggu.
2. Kelompok Swaerten (hitam) dan Chineezen (China) yang bekerja pada VOC mendapat
Sembilan pon beras dua kali seminggu dan uang setengah gulden setiap bulan.
3. Para istri dan budak yang tak bekerja pada VOC tidak mendapat catu.
4. Anak-anak karyawan VOC berhak atas separo catu orang tua mereka.
5. Golongan burghers (warga biasa) atau vrijman (preman, warga bebas), tidak diberi catu
tetapi boleh membeli beras selama persediaan masih ada.
Dengan alasan kestabilan kota, VOC melarang orang asing (orang Jawa) memasuki kota
Batavia dan melarang penduduk kota keluar. Untuk itu kemudian dibangunlah dinding tembok di
sekeliling kota. Baru pada tahun 1624 VOC mengizinkan orang Jawa memasuki kota. Itu pun
hanya untuk berdagang di pasar-pasar yang sudah ditentukan.
Sembilan tahun masa tenang setelah Malaka dikuasai pada 1641, VOC memutuskan
mengakhiri kekuasaan Portugis di Nusantara untuk selamanya. Menjelang akhir jabatannya,
Gubernur Jenderal ke-11, Carel Reyniersz (1650-1653) diperintah menggempur Portugis sampai
di pantai jazirah India. Sejak Oktober 1652 sampai 1655, Portugis di Sri Lanka dipukul terusterusan. Pada 12 Mei 1656, pada masa Gubernur Jenderal ke-12, Joan Maetsuyker (1653-1678),
perlawanan Portugis berakhir dan Colombo dikuasai oleh VOC.
Maetsuyker memang dianggap salah satu gubernur jenderal paling agresif. Ia berhasil
tidak hanya menguasai Colombo, tetapi juga seluruh Maluku (1655), Minahasa (1658) dan
Gorontalo (1677), Mataram (1667), serta Makassar (1669).
Dalam periode itu, VOC sedang berada pada puncak kekuasaannya sebagai negara.
Kerajaan-kerajaan local tidak hanya diungguli, tetapi sudah merosot jadi sekadar pelayan
kepentingannya. Jalur armada dagangnya dari Maluku sampai Amsterdam lewat Tanjung
Harapan sangat terjamin keamanannya. Kenyataan itu telah sangat jauh melampaui syarat-syarat
pelayaran bebas, cita-cita agung yang merupakan tenaga penggerak utama Belanda untuk
mematahkan hegemoni Portugis dan Spanyol sejak akhir abad ke-16.
4. Keruntuhan VOC
Pada dasarnya, sejak tahun 1760-an masa kejayaan VOC sebagai kongsi dagang dunia
sudah mulai meredup. Keterlibatannya dalam berbagai konflik local dan penguasaan territorial
yang semakin luas, membuat keuntungan dagangnya terkuras. Kondisi ini diperparah oleh
korupsi yang merajalela di kalangan para pejabat VOC, sehingga sejak pertengahan abad ke-18
VOC tidak lagi mengirimkan keuntungan ke negeri induknya, tetapi sebaliknya, justri
mengutang. Akhirnya pemerintah Belanda mengambil alih semua utang-piutang VOC. Namun
sebelum raja Belanda bertindak, pada bulan Desember 1794-Januari 1795 Perancis menyerbu
Belanda dan memaksa raja Oranje lari ke Inggris.
Seiring dengan perubahan permintaan dan kebutuhan di Eropa dari rempahrempah ke
tanaman industri yaitu kopi, gula dan teh maka pada abad 18 VOC mengalihkan perhatiannya
untuk menanam ke tiga jenis barang komoditi tersebut. Misalnya tebu di Muara Angke (sekitar
Batavia), kopi dan teh daerah Priangan.
Dalam melaksanakan pemerintahan VOC banyak mempergunakan tenaga Bupati.
Sedangkan bangsa Cina dipercaya untuk pemungutan pajak dengan cara menyewakan desa untuk
beberapa tahun lamanya.
Bagaimana perkembangan VOC selanjutnya? Pada pertengahan abad ke 18 VOC
mengalamii kemunduran karena beberapa sebab sehingga dibubarkan.
1. Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi
2. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Hasanuddin dari Gowa.
3. Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang
banyak
4. Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah
pemasukan VOC kekurangan
5.
Bertambahnya
saingan
dagang
di
Asia
terutama
Inggris
dan
Perancis.
6. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan
liberal menganjurkan perdagangan bebas.
Sementara itu, perang di Eropa makin meluas. Perancis bersekutu dengan Belanda
melawan Inggris. Untuk keperluan dagang dan pertahanan Nusantara, dari 1781 sampai 1795
VOC terpaksa menambah utang.
Willem V memandang tidak masuk akal lagi mempertahankan VOC sebagaimana
dikehendaki oleh beberapa pihak di Belanda. Maka berdasarkan pasal 249 UUD Republik Bataaf
(Belanda) 17 Maret 1799, dibentuklah suatu badan untuk mengambil alih semua tanggung jawab
atas milik dan utang VOC. Badan ini bernama Dewan Penyantun Hak Milik Belanda di Asia.
Pengambilalilahan itu resmi diumumkan di Batavia pada 8 Agustus 1799. 31 Desember 1799,
VOC resmi dinyatakan bangkrut dan seluruh hak miliknya berada di bawah kekuasaan Negara
Belanda.
Berdasarkan alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan
hutang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang,
benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.
VOC dibubarkan dengan alasan :
a. Kesulitan keuangan karena korupsi, banyaknya biaya untuk menggaji pegawai, membayar
deviden dan menghadapi peperangan di berbagai daerah
DAFTAR PUSTAKA