Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DEFINISI
MENIFESTASI KLINIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
ETIOLOGI
PENATALAKSANAAN
HERPES
ZOOSTER
KEPERAWATAN
PENGOBATAN
KOMPLIKASI
PENCEGAHAN
.
MEDIS
PATOFISIOLOGI
ASKEP,NIC,NOC
FARMAKOLOGI
NON
FARMAKOLOGI
melanosit
menjadi
lebih
banyak
untuk
tujuan
Dermis adalah lapisan kulit kedua di bawah epidermis. Jaringan ini lebih
tebal daripada epidermis yaitu sekitar 2,5 mm. Penyusun utama dari
dermis adalah kolagen (protein penguat), serat retikuler (serat protein
yang berfungsi sebagai penyongkong), dan serat elastis (protein yang
berperan dalam elastisitas kulit).
Jenis lapisan kulit dermis terdiri atas dua macam, yaitu lapisan papiler
(lapisan jaringan ikat longgar) dan lapisan retikuler (lapisan jaringan ikat
padat). Kedua lapisan ini sangat sulit untuk dibedakan. Di dalam lapisan
kulit dermis terdapat :
Kelenjar keringat (penghasil keringat untuk pencegahan kulit kering
sel-sel rambut)
Hipormis atau subkutan (bagian kulit yang paling bawah)
Saraf-saraf penerima rangsangan sentuhan (sebagai
sensor
yang
menimpa
pada
kulit,
Isolator
panas
atau
untuk
Kelenjar
sebasea
dapat
terinfeksi
sehingga
2. LATAR BELAKANG
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela
zoster.1,2 Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta
timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi
serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus
kranialis.3,4
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan
angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per
tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10%
kasus berusia di bawah 20 tahun.
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi
varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal
melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi
infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi
8
3. DEFINISI
Herpes Zoster adalah radang kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu
vesikel-vesikelnya yang tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensoik
kulit sesuai dermatom. (Menurut R.S Siregar, 1996, Hal 96).
Herpes Zoster adalah suatu penyakit gelembung yang akut, biasanya
mengenai orang dewasa, yang karakteristik oleh karena lokasi penyakit ini
mengenai sebelah bagian badan di dalam satu dermatom. (Menurut Jubianto
Judonarso dan Sjaiful Fahmi, 1985, Hal 13).
Herpes Zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi
pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta
timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi
serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus
kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi
endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh
virus. (Menurut Marwali Harahap, 2000, Hal 92).
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. (Menurut Adhi Djuanda dkk,
1993,Hal 94).
9
oftalmikus
disebabkan
oleh
infeksi
cabang-cabang
pertana
nervustrigeminus.
12
Gejala prodomal
Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung
selama 1 4hari
Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatigue, malaise,
nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin ( penekanan kulit), neri, (rasa
13
14
7. PATOFISIOLOGI
Pada episode infeksi primer, virus dari luar masuk ke tubuh hospes
(penerima virus). Selanjutnya, terjadilah penggabungan virus dengan DNA
hospes, mengadakan multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan
kelainan pada kulit. Virua akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke
ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten. Infeksi hasil
reaktivasi virus varicella yang menetap di ganglion sensori setelah infeksi
chickenpox pada masa anak anak. Sekitar 20 % orang yang menderita
cacar akan menderita shingles selama hidupnya dan biasanya hanya terjadi
sekali. Ketika reaktivasi virus berjalan dari ganglion ke kulit area dermatom.
Virus ini berdiam di gonglion susunan saraf tepi dan ganglion kranalis
kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah
persyarafan gonglion tersebut. Kadang virus ini juga menyerang ganglion
anterion, bagian motorik kranalis sehingga memberikan gejala-gejala
gangguan motorik. Pada episode infeksi primer, virus dari luar masuk
ketubuh hospes (penerima virus). Selanjutnya, terjadilah penggabungan virus
dengan DNA hospes, mengadakan multiplikasi atau replekasi sehingga
menimbulkan kelainan pada kulit. Virus akan menjalar melalui serabut saraf
sensorik ke gonglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten.
Infeksi hasil reaktivasi virus varicella yang menetap di gonglion sensori
setelah infeksi chickenpox pada masa anak-anak sekitar 20% orang yang
menderita cacar akan menderita shingles selama hidupnya dan biasanya
15
hanya terjadi sekali. Ketika reaktivasi virus berjalan dari gonglion ke kulit area
dermatom.
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini
virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia
permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti
masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian
mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus
juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion
sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang
beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat
dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah
titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.
Perkembangan herpes zoster.
menghilang.
Neuralgia Postherpetic kadang-kadang dapat terjadi karena kerusakan saraf
PATOGENESIS VIRUS HERPES ZOSTER
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi
varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi luka dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransformasikan secara sentripetal
melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi
infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermutiplikasi, tetapi
tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes
zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam
varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela diduga berhubungan dengan
16
17
18
19
Faktor Predisposisi :
REAKTIVASI VIRUS
VARISELA ZOSTER
Kerusakan
saraf perifer
Respon psikologis
Gangguan
gastrointestina
Kondisi kerusakan
jaringan kulit
KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI <<
GANGGUAN
KONSEP DIRI
KERUSAKAN
INTEGRITAS
JARINGAN
NYER
I
GANGGUAN
POLA TIDUR
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
20
Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps
simplex :
Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat
membedakanherpes zoster dan herpes simplex.
Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan
diagnosis herpes virus
Pemeriksaan histopatologik
Kultur virus
10. KOMPLIKASI
a. Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah
bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulanbulan sampai beberapatahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur
diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang
bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi
persentasenya.
b. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
c. Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang munculdapat berupa: ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.
d. Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
21
22
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat
menularkan kepada orang lain yang belumpernah terinfeksi varisela dan
orang dengan defisiensi imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai
baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan
badan.
b. Pengobatan Khusus
1) Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral
ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi
muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari
selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya
digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang
tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi
herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 31000
mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain
itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari
selama 7 hari.
2) Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgiayang ditimbulkan oleh
virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam
mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan
sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri
muncul.
3) Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis.
Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 320 mg/hari,
setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis
prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik
digabung dengan obat antivirus.
c. Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah
pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan
kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.
23
i.
Abdomen
Inspeksi
Bentuk : normal simetris
Benjolan : tidak terdapat benjolan
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
Tidak terdapat massa / benjolan
Tidak terdapat tanda tanda asites
Tidak terdapat pembesaran hepar
Perkusi
Suara abdomen : tympani.
j.
Reproduksi
Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah
bagianglans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada
wanita,daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora,
klitoris, introitus vagina, dan serviks
Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas,warna, dan keadaan lesi.
Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanyapembesaran; pada beberapa
kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limferegional
k.
Ekstremitas
Tidak terdapat luka dan spasme otot.
l.
Integument
Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,edema di sekitar
lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
14. DIAGNOSA KEPERAWATAN NANDA NIC NOC
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi jaringan.
Tujuan
: integritas kulit membaik.
Intervensi : kaji kerusakan, ukuran, kedalaman, warna, cairan setiap 4
jam.
Rasionalisasi: untuk mengetahui seberapa besar kerusakan Jaringan kulit.
Pertahankan istirahat di tempat tidur dengan peninggian ekstrimitas
dan imobilisasi.
Rasionalisasi : untuk mengurangi edema dan meningkatkan sirkulasi.
25
Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering dan banyak
mengandung zat gizi.
Rampengan, T.H. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta : 2005
Schachner, Lawrence. Pediatric Dermatology Third Edition. Mosby. 2003.
www.American Academy Of Family Phisicians, Diagnosis and Managemen of
Melanoma Maligna.
www.emedcine. Susan M Sweeter MD. Malignant Melanoma.
www.Medine Plus Medical. Malignant Melanoma.
(http://httpyasirblogspotcom)
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster
https://azidnasbi.wordpress.com/2011/11/15/herpes-zoster/
http://newsdaily7.com/app/?&t202id=300051&t202kw=newwwcpa&match=&c3=
29