Anda di halaman 1dari 41

REFERAT

PERAN ASUHAN ANTENATAL DALAM UPAYA


MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN MATERNAL DI
INDONESIA
PENYUSUN :
Mohd Hamdi Bin Mohd Ibrahim
Genni Putrianti
Hendricus Maubere
Nadya Y.D.H.P
Pramita Yulia Andini
Fransisca Stephanie W.
Friyoga Syahril
Okky Nafiriana
Sely Fauziah

030.06.313
030.07.097
030.07.104
030.07.173
030.09.184
030.10.109
030.10.110
030.10.214
030.10.248

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PERIODE 16 MARET 23 MEI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat
dan hidayah - Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Adapun judul untuk penulisan ini adalah Peran Asuhan Antenatal Dalam Upaya
Menurunkan Angka Kematian Maternal di Indonesia. Dalam penyusunan makalah ini, kami
telah mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki. Namun tetap ada hambatan dan
kendala yang harus dilewati.
Kami mengucapkan terima kasih kepada para dosen pembimbing, teman - teman dan
seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Jakarta,

April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....2
DAFTAR ISI...3
BAB I PENDAHULUAN...4
BAB II ANTENATAL CARE....5
BAB III ANGKA KEMATIAN MATERNAL....24
BAB IV PERAN ANTENATAL CARE DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN
IBU.............................................................28
BAB V KESIMPULAN.......30
DAFTAR PUSAKA.....31

BAB I
PENDAHULUAN

Saat ini dalam setiap menit, setiap harinya, seorang ibu meninggal disebabkan oleh
komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Menurut data Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), kematian ibu diperkirakan sebanyak 500.000 kematian setiap tahun,
99% diantaranya terjadi di negara berkembang. Menurut Millenium Development Goals (2004),
dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu
meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya.
Menurut Depkes RI (2003), kondisi derajat kesehatan di Indonesia ini masih harus ditingkatkan
antara lain ditandai dengan tingginya AKI yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup dan kematian
bayi baru lahir 35 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2003) dan turun menjadi 248 per 100.000
pada tahun 2007 dan angka kematian bayi (AKB) sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI,
2007). Jumlah AKI dan AKB masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs)
2015 yaitu AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 23 per 100.000
kelahiran hidup, sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai
target tersebut (Depkes RI, 2009).
Menurut Depkes RI (2001), angka kematian ibu dan bayi merupakan tolok ukur dalam
menilai derajat kesehatan suatu bangsa, oleh karena itu pemerintah sangat menekankan untuk
menurunkan angka kematian ibu dan bayi melalui program-program kesehatan. Menurut Depkes
RI (1999), definisi kematian maternal adalah kematian seorang wanita pada waktu hamil atau
dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan
dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan.2
Menurut Sensus yang dilakukan pada tahun 2000, lima penyebab utama kematian ibu
adalah pendarahan, infeksi, eklampsi, partus lama, dan komplikasi abortus.2
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu
(AKI) pada dasarnya mengacu pada intervensi strategis Empat Pilar Safe Mother Hood yaitu;
1) Keluarga berencana, 2) Pelayanan antenatal care, 3) Persalinan yang aman, 4) Pelayanan
obstetric essensial. Pilar yang kedua yaitu pelayanan antenatal care yang tujuan utamanya
mencegah komplikasi obstetri dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta
ditangani secara memadai.1 Program kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4
kali selama kehamilan, dengan pelayanan / asuhan standar minimal 7 T : 1).Timbang berat

badan/Tinggi Badan, 2).Ukur tekanan darah. 3). Ukur tinggi fundus uteri, 4).Tetanus Toxoid, 5).
Pemberian tablet besi, 6). Test laboratorium sederhana, 7). Temu wicara. 2

BAB II
ANTENATAL CARE

2.1

Definisi Antenatal Care

Antenatal care adalah pengupayaan observasi berencana terhadap ibu hamil pemeriksaan,
pendidikan, pengawasan secara dini terhadap komplikasi penyakit ibu yang dapat mempengaruhi
kehamilan.3
Menurut World Health Organization (WHO) Antenatal Care adalah suatu program yang
terencana berupa observasi, edukasi, dan penanganan medik pada ibu hamil untuk memperoleh
suatu proses kehamilan serta persalinan yang aman dan memuaskan.
Masalah pengawasan kehamilan merupakan bagian terpenting dari seluruh rangkaian
perawatan ibu hamil. Melalui pengawasan tersebut, dapat dinilai kesehatan ibu hamil, kesehatan
janin,dan hubungan keduanya sehingga dapat direncanakan pertolongan sesegera mungkin.
Dengan ilmu kebidanan (obstetri), diusahakan setiap kehamilan berlangsung dengan
aman, bersih dan bebas dari penyulit sehingga keadaan ibu dan anak terpelihara dengan baik.
Setiap wanita hamil dapat melalui proses persalinan tanpa gangguan dan akhirnya mampu
memelihara bayi dan memberikan ASI.3
Proses persalinan yang aman dan bersih dapat diartikan sebagai pelaksanaan persalinan
dengan trauma yang sangat minimal dengan cara:

Spontan kepala belakang


Ekstraksi vakum atau forseps
Seksio Sesaria (jalan terakhir)
Melalui proses diatas, akan tercapai well born baby dan well health mother sebagai titik

awal dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Istilah untuk pemeriksaan dan pengawasan untuk ibu hamil, diantaranya:

Maternity care: pelayanan kebidanan pada ibu hamil


Antenatal care : pengawasan sebelum anak lahir terutama ditujukan pada anak
Prenatal care : pengawasan sebelum janin lahir dan lebih ditekan kepada kesehatan
janin

Dalam arti sempit, ketiga bentuk pengawasan tersebut bertujuan untuk:

Mengawasi ibu hamil selama kehamilan sampai melahirkan.


Merawat dan memeriksa ibu hamil. Jika didapatkan kelainan yang dapat mengganggu
tumbuh kembang janin, harus diikuti untuk dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut

dan diberikan pengobatan.


Menemukan penyakit sedini mungkin pada ibu yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan janin serta berusaha mengobatinya.


Mempersiapkan ibu sehingga proses persalinan yang dijalaninya menjadi pengalaman

yang menyenangkan.
Mempersiapkan ibu hamil agar dapat memelihara bayi dan menyusui seoptimal
mungkin.

Hal-hal yang dimaksud dan termasuk dalam pengawasan kehamilan adalah:

Prekonsepsi dan prenatal care


Teratologi dan epidemiologi kelainan kongenital
Obat-obat masa hamil dan laktasi
Ultrasonografi untuk mengetahui perkembangan janin
Evaluasi janin antepartum

Terdapat perbedaan pengawasan pada ibu hamil dengan usia di bawah 18 tahun
disebabkan sering terjadinya:

Anemia
Hipertensi yang menuju eklampsi dan preeklampsi
Persalinan dengan berat badan lahir rendah
Kehamilan disertai infeksi
Penyulit proses persalinan sehingga memerlukan tindakan operasi

Aspek sosial yang sering menyertai ibu hamil muda, yaitu:

Kehamilan yang tidak diinginkan


Kecanduan obat atau perokok
Arti dan manfaat antenatal care yang kurang diperhatikan.

Saat ini,sekitar 3-5% wanita yang memiliki pekerjaan dengan pendidikan yang lebih
tinggi cenderung untuk terlambat menikah dan hamil diatas usia 35 tahun, sehingga diperlukan
perhatian khusus karena dapat terjadi:

Hipertensi karena stress pekerjaan yang dapat memicu terjadinya preeklampsi dan

eklampsi
Diabetes melitus
Perdarahan antepartum
Abortus dan abortus berulang
Persalinan prematur atau BBLR
Gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim (IUGR)
Kelainan kongenital

Antenatal care dijalankan sejak kunjungan wanita hamil pertama sekali dan berlanjut
hingga bayi lahir. Untuk negara di Eropa Timur, Amerika Utara, dan banyak negara maju
lainnya, menyarankan agar antenatal care dilaksanakan sebanyak 12-16 kali kunjungan selama
kehamilan. Sedangkan di negara berkembang pemeriksaan antenatal care cukup dilakukan
sebanyak 4 kali sebagai kasus tercatat yaitu trimester pertama 1 kali, trimester kedua 1 kali dan
trimester ketiga 2 kali.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia (2008), Antenatal care adalah pelayanan yang
diberikan kepada ibu hamil oleh petugas kesehatan untuk memelihara kehamilannya, yang
dilaksanakan sesuai standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan
Kebidanan. Antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk menyiapkan diri sebaikbaiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan, dan
masa nifas sehingga keadaan mereka pasca melahirkan sehat dan normal, tidak hanya fisik, tetapi
juga mental.
Perawatan antenatal (PAN) adalah pemeriksaan yang sistematik dan teliti pada ibu hamil,
pada perkembangan/pertumbuhan janin dalam kandungannya serta penanganan ibu hamil dan
bayinya saat dilahirkan dalam kondisi yamg terbaik. Pelayanan antenatal terintegrasi merupakan
integrasi pelayanan antenatal rutin dengan beberapa program lain yang sasarannya pada ibu
hamil, sesuai prioritas Departemen Kesehatan, yang diperlukan guna meningkatkan kualitas
pelayanan antenatal.
7 program yang di integrasikan dalam pelayanan antenatal terintegrasi meliputi:

Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)


Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika)

Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan (PIDK)


Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia

Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)

Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK)

Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta

Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK)

Penanggulangan Gangguan Intelegensia pada Kehamilan (PAGIN). 4


Tujuan Antenatal Care

2.2

Baru dalam setengah abad ini diadakan pengawasan wanita hamil secara teratur dan
tertentu. Dengan usaha itu ternata angka mortalitas serta morbiditas ibu dan bayi jelas menurun.
Tujuan pengawasan wanita hamil ialah menyiapkan sebaik-baiknya fisik dan mental, serta
menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan
mereka postpartum sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental. Ini berarti dalam
antenatal care harus diusahakan agar:

Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya harus sama sehatnya atau

lebih sehat
Adanya kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan dini dan diobati
Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat pula fisik dan
mental.

Tujuan Asuhan Antenatal yaitu:


1.

Memantau kemajuan kehamilan, memastikan kesejahteraan ibu, dan tumbuh

2.

kembang janin.
Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, serta sosial ibu dan bayi.
Menemukan secara dini adanya masalah atau gangguan dan kemungkinan komplikasi

3.

4.

5.
6.

yang terjadi selama masa kehamilan.


Mempersiapkan kehamilan dan persalinan dengan selamat, baik ibu maupun bayi,
dengan trauma seminimal mungkin.
Mempersiapkan ibu agar masa nifas dan pemberian ASI eksklusif berjalan normal.
Mempersiapkan ibu dan keluarga dapat berperan dengan baik dalam memelihara bayi
agar dapat tumbuh dan berkembang secara normal.5

Dahulu, tujuan Perawatan Antenatal (PAN) adalah untuk menjaring kasus kehamilan
risiko tinggi dan risiko rendah. Faktor risiko tersebut sebenarnya bukan merupakan indikator

yang baik bagi ibu hamil yang mengalami komplikasi. Jika kita telaah, mayoritas ibu hamil yang
sebelumnya diidentifikasi risiko rendah, malah mengalami komplikasi, sebaliknya sebagian
besar ibu hamil yang dianggap risiko tinggi melahirkan bayinya tanpa komplikasi. Oleh karena
itu, tujuan PAN, yaitu:
1.

2.

Mempromosikan serta menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan
memberikan pendidikan mengenai nutrisi, kebersihan diri, dan proses persalinan.
Mendeteksi secara dini kelainan yang terdapat pada ibu dan janin serta segera
menatalaksanakan komplikasi medis, bedah, ataupun obstetri selama kehamilan dan

3.

menanggulanginya.
Mempersiapkan ibu hamil, baik fisik, psikologis, dan sosial dalam menghadapi
kehamilan, persalinan, masa nifas, masa menyusui, serta kesiapan menghadapi
komplikasi 2,3

2.3

Fungsi Antenatal Care 2


Salah

satu

fungsi

dari

antenatal

care

(ANC)

adalah

untuk

dapat

mendeteksi/mengkoreksi/menatalaksanakan sedini mungkin segala kelainan yang terdapat pada


ibu dan janinnya. Untuk itu, dilakukan pemeriksaan fisik diagnostik mulai dari anamnesa yang
teliti sampai dapat ditegakkan diagnosa diferensial dan diagnosa sementara beserta prognosanya.
Perlunya mendeteksi penyakit dan bukan penilaian risiko dikarenakan pendekatan risiko bukan
merupakan strategi yang efisien ataupun efektif untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI).
Pendekatan PAN kini mengenalkan pendekatan terbaru, yaitu Antenatal Terfokus (Focused
ANC).
2.4

Antenatal Terfokus (Focused ANC)2


Antenatal terfokus yang mengutamakan kualitas kunjungan daripada kuantitasnya.

Pendekatan ini mengenalkan 2 kunci realitas, yaitu:

Pertama, kunjungan berkala tidak serta merta meningkatkan hasil akhir kehamilan,
dan di negara berkembang secara logistik dan finansial adalah mustahil bagi fasilitas

kesehatan dan komunitas yang mereka layani.


Kedua, banyak wanita yang diidentifikasi berisiko tinggi tidak pernah mengalami
komplikasi, sementara wanita berisiko rendah sering kali mengalami komplikasi.

Antenatal Terfokus tergantung pada evidence-based, goal directed interventions yang


layak untuk umur kehamilan dan ditujukan secara khusus pada isu-isu kesehatan yang paling
utama bagi wanita hamil dan jabang bayi. Strategi kunci Antenatal Terfokus (Focused ANC)
lainnya adalah bahwa setiap kunjungan ditangani oleh penyedia tenaga kesehatan yang ahli,
yaitu bidan, dokter, perawat, atau tenaga kesehatan yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan,
dan sikap yang dibutuhkan untuk bekerja secara efektif untuk mencapai tujuan PAN. Selain itu,
fungsi dari antenatal care (ANC) adalah untuk mempersiapkan fisik dalam menghadapi
kehamilan, persalinan, dan nifas. Untuk itu, perlu komunikasi, informasi, dan edukasi
sepertipemberian gizi yang baik, empat sehat lima sempurna terutama diet tinggi kalori tinggi
protein, vitamin, dan mineral. Kemudian preparat Fe (zat besi) dan asam folat untuk
menanggulangi anemia (Safe Blood Safe Mother).
2.5

Jadwal Antenatal Care 2,3,6


Menurut Profil Kesehatan Indonesia (2008), K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil ke

fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal, yang dilakukan pada
trimester pertama kehamilan. Sedangkan K4 adalah kunjungan ibu hamil untuk mendapatkan
pelayanan antenatal minimal 4 kali, yaitu 1 kali pada trimester pertama kehamilan, 1 kali pada
trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ketiga. Setiap wanita hamil menghadapi risiko
komplikasi yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, kunjungan antenatal care (ANC)
minimal 4 kali selama kehamilan, yaitu:

Satu kali pada trimester I (umur kehamilan 0-13 minggu)


Satu kali pada trimester II (umur kehamilan 14-27 minggu)
Dua kali pada trimester III (umur kehamilan 28-36 minggu dan sesudah minggu ke36)

Menurut referensi dari Kuliah Obstertri, dalam upaya pengawasan ibu hamil di Inggris
tahun 1929, diusulkan gagasan pengawasan secara teratur dengan jadwal sebagai berikut: 3

Setiap 4 minggu sampai kehamilan berumur 28 minggu


Setiap 2 minggu sampai kehamilan berumur 36 minggu
Setiap minggu setelahumur kehamilan diatas 36 minggu sampai proses persalinan
dimulai.

Standar Asuhan Kehamilan Sesuai dengan kebijakan Departemen Kesehatan, standar


minimal pelayanan pada ibu hamil adalah tujuh bentuk yang disingkat 7T, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Timbang berat badan.


Ukur tekanan darah.
Ukur tinggi fundus uteri.
Pemberian imunisasi TT (Tetanus Toksoid) lengkap.
Pemberian tablet Fe minimal 90 tablet selama kehamilan dengan dosis 1 tablet setiap

harinya.
6. Lakukan tes penyakit menular seksual (PMS).
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.

Gambar 1. Pemeriksaan ibu hamil


2.6

Standar Pelayanan Antenatal yang berkualitas meliputi 2


Menurut Departemen Kesehatan RI tahun (2003):

Memberikan pelayanan kepada ibu hamil minimal 4 kali, 1 kali pada trimester I, 1
kali pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III untuk memantau keadaan ibu dan
janin dengan seksama sehingga dapat mendeteksi secara dini dan dapat memberikan
intervensi secara cepat dan tepat.

Melakukan penimbangan berat badan ibu hamil dan pengukuran Lingkar Lengan Atas
(LLA) secara teratur mempunyai arti klinis penting, karena ada hubungan yang erat
antara pertambahan berat badan selama kehamilan dengan berat badan lahir bayi.
Pertambahan berat badan hanya sedikit menghasilkan rata-rata berat badan lahir bayi
yang lebih rendah dan risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya BBLR dan kematian
bayi. Pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dapat digunakan sebagai
indikator

pertumbuhan

janin

dalam

kandungan.

Berdasarkan

pengamatan

pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dipengaruhi berat badannya sebelum
hamil. Pertambahan yang optimal adalah kira-kira 20% dari berat badan ibu sebelum
hamil, jika berat badan tidak bertambah, Lingkar Lengan Atas < 23,5 cm

menunjukkan ibu mengalami kurang gizi.


Penimbangan berat badan dan pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara rutin
dengan tujuan untuk melakukan deteksi dini terhadap terjadinya tiga gejala
preeklampsi yaitu tekanan darah tinggi, protein urin positif, pandangan kabur atau
oedema pada ekstremitas. Apabila pada kehamilan triwulan III terjadi kenaikan berat
badan lebih dari 1 kg, dalam waktu 1 minggu kemungkinan disebabkan terjadinya
oedema, apabila disertai dengan kenaikan tekanan darah dan tekanan diastolik yang
mencapai > 140/90 mmHg atau mengalami kenaikan 15 mmHg dalam 2 kali
pengukuran dengan jarak 1 jam. Ibu hamil dikatakan dalam keadaan preeklampsi jika
mempunyai 2 dari 3 gejala preeklampsi. Apabila preeklampsi tidak dapat diatasi,
maka akan berlanjut menjadi eklampsi. Eklampsi merupakan salah satu faktor utama

penyebab terjadinya kematian maternal.


Pengukuran TFU (Tinggi Fundus Uteri) dilakukan secara rutin dengan tujuan
mendeteksi secara dini terhadap berat badan janin. Indikator pertumbuhan berat janin
intrauterin, tinggi fundus uteri dapat juga mendeteksi secara dini terhadap terjadinya
mola hidatidosa, janin ganda atau hidramnion yang ketiganya dapat mempengaruhi

terjadinya kematian maternal.


Melaksanakan palpasi abdominal setiap kunjungan untuk mengetahui usia kehamilan,
letak, bagian terendah, letak punggung, menentukan janin tunggal atau kembar, dan
mendengarkan denyut jantung janin untuk menentukan asuhan selanjutnya.

Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT) kepada ibu hamil sebanyak 2 kali dengan
jarak minimal 4 minggu, diharapkan dapat menghindari terjadinya tetanus

neonatorum dan tetanus pada ibu bersalin dan nifas.


Pemeriksaan Hemoglobine (Hb) pada kunjungan pertama dan pada kehamilan 30
minggu. Saat ini, anemia dalam kandungan ditetapkan kadar Hb <11gr% pada
trimester I dan III atau Hb <10,5 gr% pada trimester II, Hb <8gr% harus dilakukan

pengobatan dengan pemberian 2-3 kali tablet Fe per hari.


Memberikan tablet zat besi, 90 tablet selama 3 bulan, diminum setiap hari, ingatkan

ibu hamil tidak meminumnya dengan teh atau kopi.


Pemeriksaan urin dilakukan jika ada indikasi (tes protein dan glukosa), pemeriksaan

penyakit-penyakit infeksi (HIV/AIDS dan PMS).


Memberikan penyuluhan tentang perawatan diri selama kehamilan, perawatan
payudara, gizi ibu selama kehamilan, tanda-tanda bahaya pada kehamilan dan pada
janin sehingga ibu dan keluarga dapat segera mengambil keputusan dalam perawatan

selanjutnya.
Jelaskan tentang persalinan kepada ibu hamil, suami/keluarga pada trimester III,
memastikan bahwa persiapan persalinan bersih, aman dan suasana yang

menyenangkan, persiapan transportasi, dan biaya.


Tersedianya alat-alat pelayanan kehamilan dalam keadaan baik dan dapat digunakan,
obat-obatan yang diperlukan, waktu pencatatan kehamilan, dan mencatat semua
temuan pada KMS (kartu menuju sehat) ibu hamil untuk menentukan tindakan
selanjutnya.

2.6.1

Kebijakan Pelayanan Antenatal

2.6.1.1 Kebijakan Program


Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian
ibu dan angka kematian bayi pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis Empat Pilar
Safe Motherhood yaitu meliputi : Keluarga Berencana, ANC, Persalinan Bersih dan Aman, dan
Pelayanan Obstetri Essensial.
Pendekatan pelayanan obstetric dan neonatal kepada setiap ibu hamil ini sesuai dengan
pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS), yang mempunyai 3 (tiga) pesan kunci yaitu:

1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.


2. Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
3. Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan
penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganannya komplikasi
keguguran.

2.6.1.2 Kebijakan teknis pelayanan/asuhan antenatal


Kebijakan teknis pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat di berikan oleh tenaga
kesehatan profesional dan tidak dapat di berikan oleh dukun bayi. Untuk itu perlu kebijakan
teknis untuk ibu hamil secara keseluruhan yang bertujuan untuk mengurangi resiko dan
komplikasi kehamilan secara dini.
Kebijakan teknis itu dapat meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
1. Mengupayakan kehamilan yang sehat
2. Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan
bila diperlukan.
3. Persiapan persalinan yang bersih dan aman
4. Perencanaan antisipstif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
komplikasi.
Beberapa kebijakan teknis pelayanan antenatal rutin yang selama ini dilaksanakan dalam
rangka peningkatan cakupan pelayanan antara lain meliputi :
1. Deteksi dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan stiker dan buku KIA, dengan
melibatkan kader dan perangkar desa serta kegiatan kelompok Kelas Ibu Hamil.
2. Peningkatan kemampuan penjaringan ibu hamil melalui kegiatan kemitraan Bidan dan
Dukun.
3. Peningkatan akses ke pelayanan dengan kunjungan rumah.
4. Peningkatan akses pelayanan persalinan dengan rumah tunggu. 1

2.7

Intervensi Dalam Pelayanan Antenatal Care4,5,6

Intervensi dalam pelayanan antenatal care adalah perlakuan yang diberikan kepada ibu
hamil setelah dibuat diagnosa kehamilan. Adapun intervensi dalam pelayanan antenatal care
adalah :
2.7.1

Intervensi Dasar

1. Pemberian Tetanus Toxoid


a. Tujuan pemberian TT adalah untuk melindungi janin dari tetanus neonatorum,
pemberian TT baru menimbulkan efek perlindungan bila diberikan sekurangkurangnya 2 kali dengan interval minimal 4 minggu, kecuali bila sebelumnya ibu
telah mendapatkan TT 2 kali pada kehamilan yang lalu atau pada masa calon
pengantin, maka TT cukup diberikan satu kali (TT ulang). Untuk menjaga efektifitas
vaksin perlu diperhatikan cara penyimpanan serta dosis pemberian yang tepat.
b. Dosis dan pemberian 0,5 cc pada lengan atas
c. Jadwal pemberian TT

TT1 dapat diberikan pada kunjungan ANC pertama.

TT2 diberikan 4 minggu setelah TT1, lama perlindungan 3 tahun.

TT3 diberikan 6 bulan setelah TT2, lama perlindungan 5 tahun.

TT4 diberikan 1 tahun setelah TT3, lama perlindungan 10 tahun.

TT5 diberikan 1 tahun setelah TT4, lama perlindungan 25 tahun / seumur hidup.

2. Pemberian Vitamin Zat Besi


a. Tujuan pemberian tablet Fe adalah untuk memenuhi kebutuhan Fe pada ibu hamil dan
nifas karena pada masa kehamilan dan nifas kebutuhan meningkat.
b. Dimulai dengan memberikan satu sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang.
Tiap tablet mengandung FeSO4 320 Mg (zat besi 60 Mg) dan Asam Folat 500 Mg,
minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak di minum bersama teh
atau kopi, karena mengganggu penyerapan.
2.7.2

Intervensi Khusus

Intervensi khusus adalah melakukan khusus yang diberikan kepada ibu hamil sesuai
dengan faktor resiko dan kelainan yang ditemukan, meliputi:
1. Faktor resiko, meliputi:
a. Umur

Terlalu muda, yaitu dibawah 20 tahun

Terlalu tua, yaitu diatas 35 tahun

b. Paritas

Paritas 0 (primi gravidarum, belum pernah melahirkan)

Paritas > 3

c. Interval (Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekurang-kurangnya 2


tahun)
d. Tinggi badan kurang dari 145 cm
2. Komplikasi Kehamilan
a. Komplikasi obstetri langsung

Perdarahan
Pre eklamasi/eklamsia
Kelainan letak lintang, sungsang primi gravida
Anak besar, hidramnion, kelainan kembar

Ketuban pecah dini dalam kehamilan.

b. Komplikasi obstetri tidak langsung

Penyakit jantung
Hepatitis
TBC (Tuberkolosis)
Anemia
Malaria

Diabetes melitus

c. Komplikasi yang berhubungan dengan obstetri, komplikasi akibat kecelakaan


(kendaraan, keracunan, kebakaran)
Informasi yang Diberikan ketika Memberikan Asuhan Kehamilan2,7

2.8

Informasi-informasi yang harus diberikan kepada ibu hamil pada kunjungan


kehamilannya adalah:
1.

Trimester I

Menjalin hubungan saling percaya.


Hal ini merupakan langkah paling awal namun akan sangat menentukan kualitas asuhan
di waktu-waktu berikutnya. Hubungan saling percaya antara ibu hamil dan petugas
kesehatan mutlak harus dapat dipenuhi sehingga informasi dan penatalaksanaan yang
diberikan oleh petugas kesehatan dapat selalu sesuai dengan data yang disampaikan oleh
pasien secara jujur.

Deteksi masalah pada tahap awal pemberian asuhan, petugas kesehatan melakukan
deteksi kemungkinan masalah atau komplikasi yang muncul dengan melakukan
penapisan.Beberapa diantaranya adalah penapisan kelainan bentuk panggul pada pasien
dengan tinggi badan kurang dari 145 cm, pre-eklampsi, hipertensi dalam kehamilan,
infeksi, dan sebagainya.

Mencegah masalah (TT dan anemia).


Pencegahan masalah anemia merupakan prioritas pertama yang harus dilakukan oleh
petugas kesehatan karena anemia merupakan penyebab utama pendarahan postpartum.
Selain anemia, petugas kesehatan juga harus melakukan pencegahan penyakit tetanus
neonatorum karena penyakit ini memberikan peran yang cukup besar dalam
menyebabkan kematian bayi.

Persiapan persalinan dan komplikasi.

Meskipun proses persalinan masih cukup lama, namun petugas kesehatan tetap harus
menyampaikan informasi ini sedini mungkin sehingga ibu hamil dan keluarga sudah
mempunyai gambaran mengenai apa yang harus direncanakan. Selain itu untuk
memberdayakan ibu hamil dan keluarga, beberapa komplikasi yang mungkin terjadi
dalam kehamilan juga perlu disampaikan sejak dini sehingga ibu hamil dan keluarga
dapat ikut aktif dalam pemantauan perjalanan kehamilannnya.

2.

Perilaku sehat (gizi, latihan/senam, kebersihan, istirahat).

Trimester II
Setelah petugas kesehatan menyimpulkan bahwa ibu hamil sudah cukup paham dengan

informasi yang harus diketahui pada Trimester I, maka pada Trimester II petugas kesehatan
memberikan informasi yang berkaitan dengan preeklampsi ringan (pantau tekanan darah dan
evaluasi edema). Petugas kesehatan mengajak ibu hamil dan keluarga untuk aktif dalam
memantau kemungkinan gejala-gejala preeklampsi ringan dalam kehamilannya sehingga timbul
tanggung jawab bagi ibu hamil dan keluarga.
3.

Trimester III

Gemeli (28-36 minggu)


Pada usia kehamilan ini, informasi yang perlu disampaikan adalah hasil pemeriksaan
kesejahteraan janin dalam kandungan, salah satunya adalah janin tunggal atau ganda.
Informasi tersebut akan mengurangi beberapa kekhawatiran yang dirasakan oleh ibu
hamil dan keluarga berkaitan dengan janin.

Letak janin (>36 minggu)


Gambaran persalinan yang akan dilalui merupakan salah satu hal yang dikhawatirkan
oleh ibu hamil dan keluarga pada akhir masa kehamilan. Informasi mengenai kepastian
letak dan posisi janin akan mengurangi kecemasan pasien. Ibu hamil akan lebih siap jika
diberikan gambaran mengenai proses persalinan secara lengkap.

2.9

Hak-Hak Ibu Hamil dalam Antenatal Care2,7

Mendapatkan keterangan mengenai kondisi kesehatannya. Informasi harus diberikan

langsung kepada ibu hamil dan keluarganya.


Mendiskusikan keprihatinannya, kondisinya, dan harapannya terhadap sistem
pelayanan, dalam lingkungan yang dapat ia percaya. Proses ini berlangsung secara

pribadi dan didasari rasa saling percaya.


Mengetahui sebelumnya jenis prosedur yang akan dilakukan terhadap dirinya.
Mendapatkan pelayanan secara pribadi/dihormati privasinya dalam setiap

pelaksanaan prosedur.
Menerima layanan senyaman mungkin.
Menyatakan pandangan dan pilihannya mengenai pelayanan yang diterimanya.

Hal ini berarti dalam pengawasan wanita hamil, harus diusahakan agar wanita hamil
sampai akhir kehamilan sekurang-kurangnya harus sama sehatnya atau lebih sehat, adanya
kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan sedini mungkin dan diobati,danmelahirkan tanpa
kesulitan serta bayi yang dilahirkan sehat fisik dan mental.
2.10

Pemeriksaan Antenatal Care8


Bila seorang wanita datang dengan haid terlambat dan diduga adanya kehamilan, maka

dapat ditentukan tanggal perkiraan partus, jika hari pertama haid terakhir diketahui dan siklus
28 hari.Rumus yang dipakai adalah rumus Naegele.Perkiraan partus menurut rumus ini yaitu hari
+ 7, bulan 3, dan tahun + 1.Misalnya hari pertama haid terakhir adalah tanggal 1-5-2011, maka
perkiraan partus menurut rumus ini yaitu pada tanggal 8-2-2012.
Apabila tanggal hari pertama haid terakhir tidak diingat maka dapat digunakan ukuran
tinggi fundus uteri (TFU) sebagai patokan untuk menentukan usia kehamilan.

Gambar 3. Tinggi Fundus Uteri untuk menentukan usia kehamilan


Hal-hal yang memiliki kaitan dengan kehamilan hendaknya ditanyakan dengan teliti
seperti tentang keluhan, napsu makan, tidur, miksi, defekasi,riwayat kehamilan, persalinan, nifas,
ataupun keguguran sebelumnya.Tanyakan juga mengenai penyakit-penyakit yang sedang atau
pernah diderita oleh wanita hamil tersebut seperti penyakit jantung, ginjal, tuberkulosis, diabetes
mellitus, paru, dan sebagainya.
2.11

Pemeriksaan Fisik8
Pada pemeriksaan seluruh tubuh wanita harus diperiksa dengan teliti.Keadaan umum

harus baik.Tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan harus diperiksa dan dicatat.Jantung, paru,
mammae dan seluruh abdomen diperiksa dengan teliti dan juga dicatat.Mammae harus
terpelihara dengan baik, papilla mammae sebaiknya dibersihkan secara teratur dan diberi minyak
agar kulit tetap lemas.Bila terdapat putting yang tertarik ke dalam atau retraksi, maka diadakan
koreksi.Bila ringan, dapat dilakukan tarikan, sehingga puting akhirnya menonjol.Apabila terlalu
berat, maka harus diatasi dengan pembedahan.
Jika kehamilan masih muda, pemeriksaan ginekologik diperlukan, dengan menggunakan
spekulum dilihat keadaan vulva, vagina, dan porsio.Pada uterus diperhatikan letak, besar, bentuk,
dan konsistensinya.Adneksa juga perlu diraba dengan seksama.

Pemeriksaan panggul untuk mengadakan evaluasi akomodasinya sebaiknya ditunda


karena dapat menimbulkan rasa nyeri, akibat bagian lunak jalan lahir yang masih kaku pada
kehamilan muda.
2.12

Pemeriksaan Obstetri 6
Pasien berbaring telentang, kepala dan bahu sedikit lebih tinggi dengan memakai bantal.

Pemeriksa berdiri di sebelah kanan ibu hamil. Setelah wanita hamil yang akan diperiksa
berbaring, perhatikan terlebih dahulu apakah uterus berkontraksi. Jika berkontraksi maka harus
ditunggu terlebih dahulu.Dinding perut juga harus lemas agar pemeriksaan dapat dilakukan
dengan teliti.Untuk ini maka tungkai ditekuk pada pangkal paha dan lutut kemudian dilakukan
palpasi bimanual pada abdomen.
Palpasi abdomen menentukan :

Besar dan konsistensi rahim


Bagian janin, letak, presentasi
Gerakan janin
Kontraksi rahim Braxton Hicks dan his

Terdapat berbagai macam cara palpasi namun yang sering di pakai adalah menurut
Leopold karena telah hampir mencakup semuanya.
Pemeriksaan Leopold I
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang
berada pada fundus uteri.
Cara pemeriksaan:

Pemeriksa menghadap ke bagian kepala ibu.


Letakkan sisi lateral telunjuk kiri pada puncak fundus uteri untuk menentukan tinggi

fundus.
Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada fundus uteri dan rasakan bagian janin
yang ada pada bagian fundus dengan jalan menekan secara lembutdan menggeser telapak

tangan kiri dan kanan secara bergantian.


Bila kepala, maka akan teraba bulat dank eras, sedangkan bokong tidak bulat dan lunak.

Gambar 4. Pemeriksaan Leopold I


Pemeriksaan Leopold II
Untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua sisi uterus, pada letak lintang tentukan
di mana kepala janin.
Cara pemeriksaan :

Pemeriksa menghadap ke kepala pasien, letakkan telapak tangan kiri pada dinding perut
lateral kanan dantelapak tangan kanan pada dinding perutlateral kiri ibu secara sejajar dan

pada ketinggian yang sama.


Mulai dari bagian atas tekan secara bergantianatau bersamaan (simultan) telapak
tangantangan kiri dan kanan kemudian geser kearah bawah dan rasakan adanya bagian
yang rata dan memanjang (punggung) atau bagian-bagian kecil (ekstremitas).

Gambar 5. Pemeriksaan Leopold II


Pemeriksaan Leopold III
Untuk menentukan bagian janin apa yang berada pada bagian bawah dan apakah bagian
terbawah tersebut masih sudah terfiksasi atau masih dapat digoyangkan.
Cara pemeriksaan:

Posisi pemeriksa pada sisi kanan ibu


Letakkan ujung jari tangan kiri pada dimdimg lateral kiri bawah, telapak tangan kanan

pada dinding lateral kanan bawah


Tekan secara lembut bergantian untuk menentukan bagian terbawah janin

Gambar 6. Pemeriksaan Leopold III

Pemeriksaan Leopold IV
Untuk menentukan bagian terbawah janin serta mengetahui berapa bagian kepala telah masuk ke
dalam pintu atas panggul.
Cara pemeriksaan:

Pemeriksa menghadap ke bagian kaki ibu


Letakkan kedua ujung jari tangan pada tepi atas simfisis, rapatkan semua jari untuk

meraba dinding bawah uterus


Perhatikan sudut yang dibentuk oleh jari-jari apakah konvergen atau divergen
Pindahkan ibu jari dan telunjuk kiri pada bagian terbawah janin umtuk memfiksasi bagian

tersebut kearah pintu atas panggul


Letakkan jari-jari tangan kanan diantara tangan kiri dan simfisis untuk menilai seberapa
jauh bagian terbawah janin masuk pintu atas panggul

Gambar 7. Pemeriksaan Leopold IV

Dengan pemeriksaan Leopold I sampai IV tersebut di atas dapat diketahui tinggi fundus
uteri, letak janin, letak punggung janin, apakah bagian terbawah janin telah masuk pintu atas
panggul atau belum, dan denyut jantung janin.
Setelah melakukan pemeriksaan dengan lengkap hendaknya perlu juga dijelaskan kepada
ibu tersebut perlunya diadakan pemeriksaan yang teratur ; makin tua umur kehamilannya harus
semakin sering dilakukan pemeriksaan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dan dijelaskan pada antenatal care, meliputi:
1.

Makanan (diet)

Ibu hamil harus mendapat perhatian terutama mengenai jumlah kalori dan protein yang
berguna untuk pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Kekurangan nutrisi dapat
menyebabkan anemia, abortus, partus, dan pendarahan paska persalinan. Jika makan
makanan berlebihan karena

beranggapan untuk porsi dua orang dapat menyebabkan

komplikasi seperti kegemukan, preeklampsi, janin terlalu besar, dan sebagainya. Hal penting
yang harus diperhatikan sebenarnya adalah cara mengatur menu dan pengolahan menu
tersebut dengan berpedoman pada Pedoman Umum Gizi Seimbang. Petugas Kesehatan
sebagai pengawas kecukupan gizinya dapat melakukan pemantauan terhadap kenaikan berat
badan selama kehamilan. Pengaruh suplementasi multigizi mikro (MGM) dan Fe-folat
terhadap status gizi makro ibu hamil dengan menggunakan penambahan berat badan hamil
(PBBH) sebagai indikator, masih sangat sedikit. Padahal, PBBH merupakan indikator utama
yang menentukan hasil kehamilan, di samping berat badan prahamil (BBpH). Berat badan
sebelum hamil, PBBH, dan indeks massa tubuh (IMT) masih merupakan indikator yang
banyak dipakai untuk menentukan status gizi ibu. Untuk menghindari risiko tersebut, ibu
hamil harus memperhatikan asupan gizi sebelum, ketika, dan setelah kehamilan, karena
rerata PBBH yang dianjurkan di negara berkembang adalah 12,5 kilogram.
2.

Merokok
Bayi dari ibuyang merokok mempunyai berat badan lebih kecil, sehingga ibu hamil sangat
tidak diperbolehkan untuk merokok.

3.

Obat-obatan untuk ibu hamil


Pemakaian obat-obatan selama kehamilan terutama pada trimester I perlu dipertanyakan,
mana yang lebih besar manfaatnya dibandingkan bahaya terhadap janin. Sebenarnya jika
kondisi ibu hamil tidak dalam keadaan yang benar-benar berindikasi untuk diberikan obatobatan, sebaiknya pemberian obat dihindari.

4.

Senam Hamil
Menurut Fraser dan Cooper (2003), dianjurkan bagi ibu hamil agar banyak berjalan,
terutama pada pagi hari dalam udara segar dan melakukan senam kehamilan, yang bertujuan

untuk memperlancar sirkulasi darah, meningkatkan nafsu makan, pencernaan lebih baik, dan
tidur menjadi lebih nyenyak.
5.

Pakaian Wanita hamil


Wanita hamil harus menggunakan pakaian yang longgar, bersih, dan tidak ada ikatan yang
ketat pada daerah perut. Bahan pakaian usahakan yang mudah menyerap keringat.

6.

Kebersihan Tubuh
Kebersihan tubuh perlu diperhatikan selama kehamilan karena dengan perubahan
metabolisme mengakibatkan peningkatan pengeluaran keringat.Keringat yang menempel di
kulit meningkatkan kelembaban kulit dan memungkinkan menjadi tempat berkembangnya
mikroorganisme. Jika tidak dibersihkan maka ibu hamil akan sangat mudah untuk terkena
penyakit kulit.
Perawatan Payudara
Payudara perlu dipersiapkan sejak sebelum bayi lahir sehingga dapat segera berfungsi
dengan baik pada saat diperlukan. Pengurutan payudara untuk mengeluarkan sekresi dan
membuka duktus dan sinus laktiferus, sebaiknya dilakukan secara hati-hati dan benar karena
pengurutan yang salah dapat menimbulkan kontraksi pada rahim. Membasahi areola dan
puting susu secara lembut dapat mencegah retak dan lecet. Untuk sekresi yang mongering
pada puting susu, lakukan pembersihan dengan menggunakan campuran gliserin dan
alkohol. Karena payudara menegang, sensitive, dan menjadi lebih berat, maka gunakan
penopang payudara yang sesuai (brassiere).

Perawatan Gigi
Paling tidak dibutuhkan dua kali pemeriksaan gigi selam kehamilan, yaitu pada trimester
pdertama dan ketiga. Penjadwalan pada trimester pertam dikaitkan dengan hiperemesis dan
ptialisme (produksi air liur yang berlebihan) sehingga kebersihan rongga mulut harus selalu
terjaga. Pada trimester ketiga terkait dengan adanya kebutuhan kalsium untuk pertumbuhan
janin sehingga perlu diketahui apakah terdapat pengaruh yang merugikan pada gigi ibu

hamil. Dianjurkan untuk selalu menyikat gigi setelah makan karena ibu hamil sangat rentan
terhadap terjadinya caries dan gingivitis.
7.

Eliminasi
Keluhan yang sering muncul pada ibu hamil berkaitan dengan eliminasi adalah konstipasi
dan sering buang air kecil. Konstipasi terjadi karena adanya pengaruh hormon progesteron
yang mempunyai efek relaksasi tehadap otot polos, salah satunya adalah otot usus. Selain
itu, desakan usus oleh pembesaran janin juga menyebabkan bertambahnya konstipasi.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mengkonsumsi makanan tinggi
serat dan banyak minum air putih, terutama ketika lambung dalam keadaan kosong dapat
merangsang gerakan peristaltik usus. Jika ibu sudah mengalami dorongan, maka segeralah
untuk buang air besar agar tidak terjadi konstipasi. Sering buang air kecil merupakan
kelainan yang umum dirasakan oleh ibu hamil, terutama pada trimester I dan III. Hal
tersebut adalah kondisi fisiologis. Tindakan mengurangi asupan cairan untuk mengurangi
keluhan ini sangat tidak dianjurkan karena akan menyebabkan dehidrasi.

8.

Pemantauan kesejahteraan janin


Kesejahteraan janin dalam kandungan perlu dipantau secara terus menerus agar bilaterdapat
gangguan pada janin dalam kandungandapat segera terdeteksi dan ditangani. Salah satu
indikator kesejahteraan janin yang dapat dipantau sendiri oleh ibu adalah gerakan janin
dalam 24 jam. Gerakan janin dalam 24 jam minimal 10 kali.7

2.13

Penilaian Maturitas Janin


Untuk menilai apakah janin telah cukup matur dapat dipakai beberapa cara pemeriksaan,

diantaranya:
1. Pembuatan foto rontgen.

Pada foto tersebut tuanya janin dapat diperkirakan dari panjangnya tulang, adanya pusatpusat kalsifikasi tertentu dan lain-lain. (dewasa ini pemakaian sinar rontgen tidak
dibenarkan bila tidak perlu sekali, berhubung pengaruh tidak baik terhadap janin maupun
ibunya).
2. Ultrasonografi.
Pada kehamilan 6 minggu sesudah haid terakhir dapat dilihat adanya kantong janin dan
mudigah tidak lama sesudah itu. Pada kehamilan 13 minggu kepala janin dapat dideteksi
dan pula denyut jantung janin. Dengan pengukuran dinstansia biparietalis kepala janin,
maka umur janin dapat diramalkan.
3. Amnioskopi.
Melakukan inspeksi likuor amni melalui ketuban yang utuh dengan menggunakan
amniskop yang dimasukan melalui kanalis servikalis. Amnioskopi membantu seleksi
kasus secara cermat untuk dilakukan induksi persalinan bila pada antenatal ditemukan
resiko terhadap janin. Dengan menganalisa air ketuban yang didapatkan melalui
amniosentesis.
Menentukan secara spektroskopik kadar bilirubin. Dasar pemeriksaan ini ialah penemuan
bahwa pigmen menghilang pada minggu ke-36. akan tetapi adanya mekoneum atau darah
di dalam air ketuban dapat menyukarkanpenilaian.
4. Kadar kreatinin.
Dengan tuanya janin kadar kreatinin likuor amnni meningkat dan bila ini mencapai 2 mg
per 100 ml,maka dapat dikatakan bahwa janin telah cukup tua.

5. Pengukuran sitologik air ketuban.


Ditemukan sejumlah sel yang dapat dipulas dengan pewarnaan khusus lemak.Sel-sel
tersebut berasal dari glandula sebasea. Bila ditemukan <2% dari seluruh sel, maka

dikatakan bahwa kehamilan <36minggu.Bila ditemukan >20% maka kemungkinan


prematuritas kecil sekali.
6. Pemeriksaan kadar enzim alkali fosfatase total dan kadar alkali fosfatase tahan panas.
Mulai kehamilan 26 minggu sampai 42 minggu, kadar alkali fosfatase total dan tahan
panas akan naik terus menerus setiap minggunya. Pada postmaturitaskadar

enzim

tersebut menurun.
7. Perbandingan lesitin-sfingomielin.
Dikatakan bahwa kosentrasi dari kedua fosfolipid itu padapermulaan kira-kira sama, akan
tetapi pada waktu paru-paru menjadi matang (kehamilan >35 minggu) ditemukan
konsentrasi lesitin menigkat, sedangkan kosentrasi sfingomielin menurun.8
2.14

Pelaksana dan Tempat Pelayanan Antenatal


Pelayanan kegiatan pelayanan antenatal terdapat dari tenaga medis yaitu dokter umum

dan dokter spesialis dan tenaga paramedik yaitu bidan, perawat yang sudah mendapat pelatihan.
Pelayanan antenatal dapat dilaksanakan di puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, Bidan
Praktik Swasta, polindes, rumah sakit bersalin dan rumah sakit umum. 9
2.15

Peran Serta Ibu Dalam Pelayanan Antenatal


Peran serta ibu dalam hal ini ibu-ibu hamil di dalam memanfaatkan pelayanan antenatal

dipengaruhi perilaku individu dalam penggunaan pelayanan kesehatan, adanya pengetahuan


tentang manfaat pelayanan antenatal selama kehamilan akan menyebabkan sikap yang positif.
Selanjutnya sikap positif akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam pemeriksaan
kehamilan. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah disebut perilaku.10

BAB III
ANGKA KEMATIAN MATERNAL

Secara definisi, menurut Depkes, Kematian ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu
hamil, bersalin dan nifas (sampai 42 hari setelah bersalin), sebagai akibat dari kelainan yang
berkaitan dengan kehamilannya atau penyakit lain yang diperburuk oleh kehamilan, dan bukan
karena kecelakaan. Beberapa ahli menyebut kematian ibu adalah ukuran penting dari kematian
suatu bangsa dan masyarakat serta mengindikasikan kesenjangan dalam kesehatan dan akses ke
pelayanan kesehatan (Daniel, dkk, 2002). Kematian ibu merupakan permasalahan kesehatan
publik global dan penurunan kematian ibu adalah prioritas agenda kesehatan dan politik di setiap
negara (Chichakli, dkk, 2000).1
Sementara WHO mendefinisikan kematian ibu sebagai kematian wanita saat hamil atau
42 hari setelah kehamilan berakhir, tanpa melihat lamanya kehamilan dan lokasi persalinan,
karena sebab apapun terkait atau dipicu oleh kehamilan atau komplikasi dan manajemennya
namun bukan karena sebab-sebab kecelakaan atau insidental. Sementara terdapat dua alternatif
alat ukur baru kematian ibu terkait dengan kehamilan, yaitu:

Kematian maternal lanjut (late maternal death) Kematian yang diakibatkan penyebab
obstetric langsung dan tidak langsung lebih dari 42 hari namun kurang dari 1 tahun
(antara 42 hari 1 tahun) setelah melahirkan (after termination of pregnancy).

Kematian terkait kehamilan (pregnancy-related death) Kematian ibu yang terjadi


selama kehamilan atau 42 hari setelah melahirkan, tanpa melihat penyebabnya, obstetric
langsung dan tidak langsung (oleh sebab apapun). Kematian ibu terkait kehamilan
(pregnancy-related death) sangat berguna ketika penyebab kematian sulit ditentukan dan
ketika semua kematian di daerah itu disebabkan karena kehamilan.11

3.1

Upaya safe motherhood


Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus melalui jalan

yang terjal. Terlebih kala itu dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs)
2015, yakni menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup,
dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup yang harus dicapai.
Waktu yang tersisa hanya tinggal tiga tahun ini, tidak akan cukup untuk mencapai sasaran itu
tanpa upaya-upaya yang luar biasa.

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyebab langsung
kematian ibu hampir 90 persen terjadi pada saat persalinan dan segera setelah
persalinan. Sementara itu, risiko kematian ibu juga makin tinggi akibat adanya faktor
keterlambatan, yang menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu. Ada tiga risiko
keterlambatan, yaitu terlambat mengambil keputusan untuk dirujuk (termasuk terlambat
mengenali tanda bahaya), terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat dan
terlambat memperoleh pelayanan yang memadai oleh tenaga kesehatan..
Upaya terobosan yang paling mutakhir adalah program Jampersal (Jaminan Persalinan)
yang digulirkan sejak 2011. Program Jampersal ini diperuntukan bagi seluruh ibu hamil, bersalin
dan nifas serta bayi baru lahir yang belum memiliki jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan.
Keberhasilan Jampersal tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pelayanan kesehatan namun
juga kemudahan masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan disamping pola pencarian
pertolongan kesehatan dari masyarakat, sehingga dukungan dari lintas sektor dalam hal
kemudahan transportasi serta pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting.
Melalui program ini, pada tahun 2012 Pemerintah menjamin pembiayaan persalinan
sekitar 2,5 juta ibu hamil agar mereka mendapatkan layanan persalinan oleh tenaga kesehatan
dan bayi yang dilahirkan sampai dengan masa neonatal di fasilitas kesehatan. Program yang
punya slogan Ibu Selamat, Bayi Lahir Sehat ini diharapkan memberikan kontribusi besar dalam
upaya percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.
Tahun 1990-1991, departemen kesehatan dibantu WHO, UNICEF, UNDP melaksanakan
Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan adalah rekomendasi Rencana Kegiatan
Lima Tahun Departemen Kesehatan menerapkan rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi
operasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI). Sasarannya adalah
menurunkan AKI dari 450 per 100 000 kelahiran hidup pada tahun 2000.
a. Keluarga berencana yang memastikan bahwa setiap orang /pasangan mempunyai akses
ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk
kehamilan , jarak kehamilan, jumlah anak . Dengan demikian diharapkan tidak ada
kehamilan yang diinginkan. Kehamilan yang masuk kategori 4 terlalu, yaitu termuda
atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terbanyak anak.

b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetric mungkin dan


memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
c. Persalinan yang aman , memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan alat untuk member pertolongan yang aman dan bersih
serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi
d. Pelayanan obstetric esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetric resiko tinggi dan
komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.
Keempat intervensi strategis perlu dilaksanakan lewat pelayanan kesehatan dasar dan
bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita.10
3.2

Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam penurunan AKI


Tingginya AKI di Indonesia yaotu 390 per 100000 kelahiran hidup tertinggi di ASEAN,

menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas. Penyebab langsung kematian ibu
di Indonesia seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Ke dalam
perdarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula kematian akibat
abortus terinfeksi dan partus lama.
Salah satu upaya terobosan yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan tersebut
adalah pendidikan sejumlah 54 120 bidan ditempatkan di desa selama 1989/1990 sampai
1996/1997. Dalam pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994 diterapkan strategi berikut:
a.

Penggerakan Tim Dati II ( Dinas kesehatan dan seluruh jajarannya sampai ke tingkat
kecamatan dan desa, RS Dati II dan pihak terkait) dalam upaya mempercepat
penurunan AKI sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.

b.

Pembinaan daerah yang intensif di setiap Dati II sehingga pada akhir Pelita VII :

Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 80 % atau lebih.


Cakupan penanganan kasus obstetric (resiko tinggi dan komplikasi obstetric)
minimal meliputi 10% seluruh persalinan.

Bidan mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan


obstetric neonatal dan puskesmas sanggup memberikan pelayanan obstetricneonatal esensial dasar ( PONED) , yang didukung oleh RS. Dati II sebagai

fasilitas rujukan utama yang mampu

menyediakan pelayanan obstetric-

neonatal esensial komprehensif (PONEK ) 24 jam; sehingga tercipta jaringan


pelayanan obstetric yang mantap dengan bidan desa sebagai ujung tombaknya.
c.

Penerapan kendali mutu layanan kesehatan ibu, antara lain melalui penerapan
standard pelayanan, prosedur tetap, penilaian kerja, pelatihan klinis dan kegiatan
audit maternal- perinatal.

d.

Meningkatkan komunikasi , informasi dan edukasi untuk mendukung upaya


percepatan penurunan AKI.

e.

Pemantapan keikutsertaan masyarakat dalam berbagai kegiatan pendukung untuk


mempercepat penurunan AKI.1

BAB IV
PERAN ANTENATAL CARE DALAM MENURUNKAN ANGKA
KEMATIAN MATERNAL
Kematian Maternal adalah kematian yang berlangsung selama kehamilan, pada saat
persalinan dan setelah persalinan sampai batas waktu 42 hari (postpartum) tetapi bukan karena
kecelakaan. Di Indonesia kematian ibu melahirkan masih merupakan masalah utama dalam

bidang kesehatan. Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia menempati teratas di
Negara-negara ASEAN, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Tingginya angka
kematian ibu di Indonesia terkait dengan banyak faktor, di antaranya kualitas perilaku ibu hamil
yang tidak memanfaatkan Antenatal Care (ANC) pada pelayanan kesehatan, sehingga
kehamilannya berisiko tinggi.
Rasio mortalitas maternal adalah angka kematian ibu yang meninggal pada saat
kehamilan dan persalinan dalam 100.000 kelahiran hidup. Di Indonesia, angka kematian ibu
masih merupakan hal yang mengkhawatirkan dalam bidang kesehatan. Dibandingkan negara lain
di kawasan ASEAN, angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong sangat tinggi. Menurut
data dari Bank Dunia (The World Bank) angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 adalah
210 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2013 sebanyak 190 per 100.000 kelahiran
hidup.

11

Sedangkan pada tahun 2013 di Malaysia angka kematian ibu 29 per 100.000 kelahiran

hidup, Singapura 6, Thailand 26, Vietnam 49, Myanmar 200, Laos 220 dan Brunei 27. 11
Menurut WHO, angka kematian ibu masih berada dalam batasan yang tinggi. Sekitar 800
kematian terjadi akibat kehamilan atau persalinan di seluruh dunia setiap hari. Pada tahun 2013,
289.000 kematian terjadi akibat persalinan atau segera sesudah persalinan. Sebagian besar
kematian terjadi di daerah dengan latar belakang kurang memadai yang seharusnya dapat
dicegah. 99% kematian ibu terjadi di negara berkembang. Kematian ibu lebih tinggi pada wanita
yang tinggal di pedesaan dan di wilayah yang miskin. Kaum remaja memiliki resiko yang lebih
tinggi terjadi komplikasi dan kematian akibat kehamilan dan persalinan dibandingkan dengan
wanita yang lebih tua. Sejak tahun 1990 hingga 2013 kematian ibu di seluruh dunia menurun
hingga 50%. 11
Meningkatkan kesehatan ibu merupakan salah satu dari 8 Millennium Development
Goals yang diadopsi oleh komunitas internasional pada tahun 2000. Di bawah MDG5, seluruh
negara di dunia berkomitmen untuk mengurangi angka kematian ibu sebanyak 75% hingga tahun
2015. Di Asia dan Afrika Utara dari periode 1990-2013 rasio kematian ibu secara global hanya
menurun sebanyak 2.6% per tahun. Hal ini masih sangat jauh dengan goal yang ingin dicapai
MDG5 yaitu penurunan sebesar 5.5% per tahun. 11

Angka kematian ibu yang masih tinggi ini secara tidak langsung mempunyai dampak
besar dalam kehidupan keluarga karena peran ibu sebagai penerus keturunan, pengasuh dan
pendidik anak. Maka dalam rangka percepatan penurunan Angka Kematian Ibu kebijakan yang
dilakukan ditekankan pada pelayanan dan bayi baru lahir termasuk dalam target untuk perawatan
kehamilan (ANC).
Pada tahun 1999, WHO didukung oleh badan internasional lain seperti UNFPA, UNICEF,
dan World Bank telah meluncurkan strategi MPS (Making Pregnancy Safer). Pada dasarnya MPS
menekankan agar pemerintah dan masyarakat di setiap negara mempertahankan penyediaan dan
peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kebidanan esensial melalui upaya
menempatkan Safe Motherhood sebagai salah satu prioritas utama dalam pembangunan nasional
dan internasional, menyusun acuan nasional dan standar pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal, mengembangkan sistem yang menjamin pelaksanaan standar maternal dan neonatal
serta pengendalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungannya, serta memperbaiki sisitem
monitoring pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Dalam MPS dituturkan indikator yang
diperlukan dalam manajemen pelayanan KIA, antara lain:
1.

2.
3.
4.
5.
6.

Tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan


kegawatdaruratan obstetri dan neonatal.
Penurunan kejadian kehamilan tidak diinginkan dan kejadian unsaf abortion.
Peningkatan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
Peningkatan cakupan penanganan komplikasi.
Penurunan kejadian kematian ibu, kematian neonatal, dan kejadian lahir mati.
Angka persalinan dengan tindakan bedah atau seksio sesarea, forceps, dan vakum
ekstraksi. 10

Pemeriksaan

Antenatal

Care

(ANC)

adalah

pemeriksaan

kehamilan

untuk

mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan,
kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar
(Manuaba, 2008). Menurut Depkes RI (2004), pemeriksaan kehamilan yang dikenal dengan
Antenatal Care (ANC) bertujuan untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa
kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang
sehat.
Ibu hamil membutuhkan perawatan antenatal yang baik yang merupakan perawatan
kepada ibu selama kehamilannya, dengan pengawasan yang teratur dan berkala apabila timbul

kelainan pada kehamilannya dapat dikenal sedini mungkin sehingga dapat dilakukan perawatan
yang cepat dan tepat.
Peran ANC yang ditujukan kepada ibu adalah :
1.
2.
3.
4.

Untuk mengurangi penyulit-penyulit pada masa sebelum kehamilan.


Untuk mempertahankan kesehatan jasmaniah dan maupun rohaniah dari ibu.
Supaya persalinan dapat berlangsung dengan aman.
Supaya ibu sesehat-sehatnya sesudah melahirkan.

5. Supaya ibu dapat memenuhi segala kebutuhan janinnya.


Dari peran yang ditujukan, pemanfatan Antenatal Care (ANC) perlu dilakukan dalam
upaya peningkatan kesehatan ibu saat kehamilan dan melahirkan dan menyiapkan wanita hamil
sebaik-baiknya fisik dan mental serta seterusnya menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan,
persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka pada post partum sehat dan normal, tidak
hanya fisik tetapi juga mental dan menurunkan angka kematian ibu.12
Menurut sebuah studi meta analisis yang dilakukan oleh Kidney E, et al. antenatal care
memiliki peran yang cukup signifikan dalam mengurangi angka mortalitas ibu. Dari 5 cluster
randomized controlled trial dan 8 studi kohort mengenai intervensi di level komunitas, 2 cluster
yang berkualitas tinggi memiliki tujuan meningkatkan praktik perawatan perinatal, menunjukkan
adanya penurunan mortalitas ibu dengan angka statistik yang cukup signifikan. Sedangkan 3
RCT dengan orientasi goal yang minimal disbanding perawatan antenatal biasa tidak
menunjukkan adanya perbedaan pada angka kematian ibu. 8 studi kohort memiliki kualitas yang
rendah dan tidak berkontribusi banyak pada penelitian ini. Maka dapat disimpulkan bahwa
intervensi di level komunitas dengan peningkatan kualitas praktik perawatan perinatal dapat
menurunkan angka kematian ibu. 13

BAB V
KESIMPULAN
Antenatal Care adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi, dan
penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan serta persalinan
yang aman dan memuaskan. Perawatan antenatal (PAN) adalah pemeriksaan yang sistematik dan
teliti pada ibu hamil, pada perkembangan/pertumbuhan janin dalam kandungannya serta
penanganan ibu hamil dan bayinya saat dilahirkan dalam kondisi yang terbaik .
Terdapat 7 program yang di integrasikan dalam pelayanan antenatal terintegrasi meliputi
MNTE, Andika, PIDK, Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia, Pencegahan dan

Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT), Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK),
Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta, Pencegahan Kecacingan dalam
Kehamilan (PKDK), dan Penanggulangan Gangguan Intelegensia pada Kehamilan (PAGIN).
Kunjungan dilakukan minimal 4 kali dalam satu kali kehamilan (satu kali pada trimester
pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga).
Terdapat tujuh standar pelayanan pada pelayanan ANC yang dikenal dengan 7 T. Tujuan
antenatal care adalah untuk menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan, dan
nifas serta mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat, memantau kemungkinan adanya risikorisiko kehamilan, dan merencanakan penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan risiko
tinggi serta menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan ibu hamil yang tidak melakukan
pemeriksaan kehamilan dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab, antara lain: faktor
pengetahuan, faktor pendidikan, faktor usia, dan faktor ekonomi.
Menurut Depkes, kematian ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu hamil, bersalin dan
nifas (sampai 42 hari setelah bersalin), sebagai akibat dari kelainan yang berkaitan dengan
kehamilannya atau penyakit lain yang diperburuk oleh kehamilan, dan bukan karena kecelakaan.
Kematian ibu adalah ukuran penting dari kematian suatu bangsa dan masyarakat serta
mengindikasikan kesenjangan dalam kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan. Sehingga,
terdapat target Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yakni salah satunya adalah
menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, dan angka
kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup yang harus dicapai. Dari beberapa
penelitian yang dilakukan, juga dapat disimpulkan bahwa intervensi di level komunitas dengan
peningkatan kualitas praktik perawatan perinatal dapat menurunkan angka kematian ibu.
.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. Sistem Kesehatan Nasional tahun 2009. Jakarta: 2009. Available at :
http://www.ziddu.com/download/4067454/rancangan_SKN_2009.pdf .html.

Accessed

April 12, 2015


2. Tania, Stefani, Haryono, Lestari H. Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil tentang
Pentingnya Pengawasan Kehamilan (Antenatal Care) di Poliklinik Ibu Hamil RSU Dr
Pirngadi. Sumatra Utara. USU Institutional Repository. 2011.
3. Ide B. Pengawasan Wanita Hamil dalam : Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. 2007. p187-93.

4. Waspodo, Joko. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2008.
5. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2006
6. Mochtar, Rustam. Diagnosis, Pemeriksaan , Pengawasan , dan Nasihat-nasihat Untuk Ibu
hamil in ; Sinopsis Obstetric. Jakarta : EGC. 1990. p. 309-81.
7. Notoatmodjo, S., 2003. Antenatal Care in: Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip
Dasar). Jakarta: PT. Rineka Cipta, 126-33.
8. Wiknojosastro H, Rachimhadhi T, Saifuddin A.B. Pengawasan Wanita Hamil dalam Ilmu
Kebidanan. Jakarta: YBP-SP. 2005. p 154-63.
9. Sastrawinata S. Obstetri Fisiologi. Bandung: Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran; 2003.
10. Wahidah, N. Hasanbasri, M. Making Pregnancy Safer Policy Implementation.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada;2006. Pg. 6-8.
11. World Bank. Maternal Mortality Ratio (modeled estimate, per 100.000 live births).
Available

at http://data.worldbank.org/indicator/SH.STA.MMRT. Accessed April 16,

2015.
12. Manuaba, IBG. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk
Pendidkan Bidan. Jakarta: EGC;2008.
13. Kidney E, Winter HR, Khan KS, Gulmezoglu M, Meads CA, Deeks JJ, et al. Systematic
review of effect of community-level interventions to reduce maternal mortality. BMC
Pregnancy

and

Childbirth. 2009; vol.9:p.2.

Available

http://www.biomedcentral.com/1471-2393/9/2/. Accessed April 16, 2015.

at

Anda mungkin juga menyukai