PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Defenisi
Demam dengue/ dan demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic Fever/ DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/ atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik.5
2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter
30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang semua nya dapat menyebabkan
demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ini ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.5
3. Patofisiologi
Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan demam
berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah,
menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa
renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang
rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit.6
Jika seseorang digigit nyamuk Aedes aegypti, maka virus dengue masuk bersama darah
yang dihisapnya. Dalam tubuh nyamuk, virus dengue akan berkembang biak dengan cara
membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian besar virus tersebut
berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu, jumlahnya dapat mencapai ratusan
ribu sehingga siap dipindahkan ke orang lain.7 Virus merupakan mikrooganisme yang hanya
dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan
sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein.
Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan
terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan
penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.5,8
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah
hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesisimmune
enhancement.9 Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan
terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG
antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka
replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang
selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini
terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam
rongga serosa. Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih
dari pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara
adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.9
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa
mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar
untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.9
4. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue.
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis
selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko
untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.10
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase
pemulihan. Pada fase febris, Biasanya demam mendadak tinggi 2 7 hari, disertai muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa
kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.
Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa,
walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
Fase kritis, terjadi pada hari 3 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh
disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya
berlangsung selama 24 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif
disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 72 jam setelahnya. Keadaan umum
penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah
trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru (sejak hari ke-3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8
sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam. Pada
DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi dapat
dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan
lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. 3
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan
isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang
dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan
tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang relatif
mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler
dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain
reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat
bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah
mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu.5
Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan
mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5,
meningkat sampai minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG
mulai terdeteksi pada hari ke-14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke
2.5
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat
dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada
keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.5
6. Diagnosis
Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis). Kriteria klinis demam dengue adalah
demam akut selama 2-7 hari ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis seperti nyeri
kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji
bendung positif), leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien
demam dengue atau demam berdarah dengue yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu
yang sama.
Kriteria Klinis:9,10
1. Demam akut mendadak 2-7 hari, bersifat bifasik
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
-
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak
gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Derajat
DD
Gejala
Laboratorium
tanda:
kepala,
sakitdengue positif
nyeri
orbital,
serologi
retro
mialgia,
artralgia
DBD
(<100.000/ul),
bukti
II
(<100.000/ul),
bukti
III
sirkulasi(<100.000/ul),
dingin
bukti
DBD
IV
Syok
berat
disertaiTrombositopenia
bukti
DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD)
7. Diagnosis Banding4
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis. Pada awal perjalanan penyakit,
diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau infeksi parasit seperti demam tifoid,
campak, influenza, demam chikungunya, leptospirosis. Adanya trombositopenia yang jelas
disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada demam
chikungunya biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak,
masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi
konjungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan
epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan
syok.
Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi misalnya
sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis sejak semula pasien tampak sakit berat, demam
naik turun dan ditemukan tanda tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai
dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis), pemeriksaan laju endap
darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada
menigitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada
pemeriksaan cairan serebrospinalis.
Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II oleh karena
didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari hari pertama, diagnosis ITP
sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang atau bisa tidak
diserta demam. Tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai
pergeseran ke kanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih
cepat kembali ke normal daripada ITP.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum
tulang akan memperjelas diagnosis leukimia. Pada anemia aplastik biasanya sangat anemia,
demam timbul karena infeksi sekunder. pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia
(leukosit, hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien perdarahan hebat, pemeriksaan foto
toraks dan kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi
pleura dan hipoproteinemia sebagai perembesan plasma.
8. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat
berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan
baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan
kristaloid dan koloid serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini dan
memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok merupakan hal yang penting
untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan.
Pasien yang waktu masuk keadaan umumnya tampak baik dalam waktu singkat dapat memburuk
dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para
dokter untuk mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase
syok) dengan baik. 4
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari
1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui
intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. Volume cairan
kristaloid per hari yang diperlukan sesuai rumus berikut 1500 + {20x(BB dalam kg 20)},
transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif
dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID. 4
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi
Penyakit Tropik dan infeksi dan Divisi Hematologi dan onkologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, telah menyusun lima protokol penatalaksanaan demam berdarah dengue
pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :5
1. Tatalaksana dengan rencanan tindakan sesuai indikasi
Protokol 2
Gambar 2. Tatalaksana Kasus DBD derajat I dan II
Protokol 3
Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan Ht 20%
Protokol 4
Tatalaksana Kasus DSS
Keterangan Bagan 5
9. Ilustrasi kasus
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Tn. R
Umur
: 23 tahun
: Pekanbaru
Masuk RS
: 12 Maret 2013
Tgl. periksa
: 14 Maret 2013
ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
5 hari SMRS pasien mengeluhkan demam tinggi, muncul mendadak, terus menerus
dan naik turun, tidak menggigil, keringat dingin (+), otot dan persendian pegal-pegal (+) tetapi
tidak hebat, nyeri dibelakang mata (-), badan terasa lemas,sakit kepala (+), mual (+), muntah (-),
nyeri ulu hati (+), nyeri tidak berkurang setelah makan, batuk berdahak (-), sesak napas (-), nafsu
makan berkurang, tidak ada sakit tenggorokan, perdarahan dari gusi (+), sariawan (+) bintikbintik kemerahan pada tubuh. Awalnya menurut pasien demam dirasakan selama 3 hari.
kemudian pasien berobat ke dokter dikatakan mengidap demam berdarah, pasien lalu diberi obat
penurun panas sehingga demamnya berkurang.
Pasien baru pertama kali menderita sakit seperti ini. Riwayat perdarahan lama, mudah berdarah,
dan mudah memar tidak ada. Riwayat malaria dan tifus tidak ada.
tinggal di lingkungan
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum
Kesadaran
: Komposmentis
Tanda-tanda vital
Nafas
: 20 x/i
Suhu
Berat badan
IMT
: 50 kg
: 19,53 (normoweight)
Pemeriksaan Khusus:
Kepala dan leher
Kulit dan Wajah : Wajah tidak pucat
ta
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikhterik, pupil bulat, isokor dengan diameter 3/3 mm,
reflek cahaya (+/+), mata cekung (-)
idah dan bibir : bibir kering dan pecah, lidah kotor (-), faring hiperemis (-),
eher
tonsil T1-T1
Thorak
Paru :
-
Inspeksi
: Pengembangan dada simetris kiri dan kanan, gerak nafas simetris, tidak ada bagian
yang tertinggal
Palpasi
Perkusi
Jantung :
-
Inspeksi
Palpasi
: ictus kordis teraba SIK (sela interkosta) IV 2 jari medial garis midclavicularis sinistra
Perkusi
parasternal sinistra.
- Batas jantung kiri bawah
: SIK II garis
: SIK V 2 jari lateral
kanan
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-),
Murmur (-)
Abdomen :
-
Inspeksi
Palpasi
: Supel, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan epigastrium (+), heparteraba 1 jari dari arcus
costae teraba lunak, permukaan rata, nyeri tekan (+),dan lien tidak teraba, undulasi (-)
Perkusi
Ekstremitas : Ptekie (+), akral hangat, capiler refilling time <2 detik, edema tidak ada,sianosis(-),turgor kulit
normal, uji tourniket : rumpleed (+)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan labor (12/03/2013)
Haemoglobin
: 17,2 gr/dl
Hematokrit
: 50,0 %
Leukosit
: 3.800 /mm3
Trombosit
: 44.000 /mm3
Eritrosit
: 5,93 juta/mm3
: 16,6 gr/dl
Hematokrit
: 48,9 %
Leukosit
: 3.500 /mm3
Trombosit
: 8.000 /mm3
Eritrosit
: 5,73 juta/mm3
: 16,5 gr/dl
Hematokrit
: 45,9 %
Leukosit
: 2.600 /mm3
Trombosit
: 5.000 /mm3
Eritrosit
: 5,6 juta/mm3
RESUME
Tn.R, laki-laki, 23 tahun, datang ke RSUD AA pada tanggal 12 Maret 2013 dengankeluhan
demam tinggi sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, muncul mendadak, terus menerus
dan naik turun, gusi berdarah, keringat dingin, badan terasa lemas, sakit kepala,otot dan
persendian pegal-pegal, perdarahan dari gusi, sariawan, mual, selera makan menurun. Muntah 2x
berisi air dan makanan, mencret dan lemas 5 jam SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
hepar teraba 1 jari dari arcus costae, petekie dan nyeri tekan epigastrium, rumple leed (+). Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan leukopeni,trombositopenia.
DAFTAR MASALAH
1. Demam dengan perdarahan spontan
2. Mual, muntah dan nyeri ulu hati
3. Hepatomegali
4. Trombositopeni
5. Leukopeni
ANALISIS MASALAH
1.
Dari anamnesis
rumah
sakit, muncul mendadak, terus menerus dan naik turun, gusi berdarah, badan terasa lemas, sakit
kepala, otot dan persendian pegal-pegal, petekie, trombositopenia. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan kriteria klinis dari demam berdarah dengue yaitu demam tinggi mendadak, tanpa
sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, disertai nyeri kepala, mialgia dan
artralgia, petekie, rumple leed positif dan trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) ditambah
dengan perdarahan spontan. Pada pasien ini tidak mempunyai riwayat perdarahan lama, mudah
berdarah, dan mudah memar. Pada pasien ini nyeri pada persendian tidak hebat, tidak terus
menerus, anggota gerak tidak sulit digerakkan sehingga menyingkirkan diagnosis chikungunya
haemorragic fever. Demam tifoid mungkin bisa dipikirkan karena pada pasien ini, didapatkan
demam baru dialami sejak 5 hari SMRS maka perlu dilakukan tes widal.
2.
Mual, muntah dan nyeri ulu hati juga merupakan gejala dari demam berdarah
dengue.5,13 Mual dan muntah ini dalam kepustakaan disebabkan setiap infeksi yang menyerang
tubuh manusia akan menyerang retikuloendothelial sehingga sistem ini bisa terganggu
menyebabkan reaksi antigen antibodi yang merangsang sistem hipothalamus, sehingga
menimbulkan peningkatan suhu tubuh serta mengaktifasi anafilaksis dan kompensasinya adalah
nyeri ulu hati, selain itu juga dapat berpengaruh pada saluran pencernaan yang dapat
mengganggu asupan makanan dan cairan karena mual, muntah dan anoreksia. Pada pasien ini
bisa dicurigai adanya dispepsia. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh mual, muntah,
nyeri ulu hati, kadang terasa kembung, cepat kenyang, pasien juga memiliki kebiasaan makan
yang tidak teratur, menyukai makanan pedas dan asam, dan memiliki riwayat gastritis
sebelumnya. Hal ini bisa mengakibatkan peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap
asam sehingga menimbulkan rasa mual, rasa tidak enak di perut.5
3.
Hepatomegali
Hepatomegali terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler pada demam berdarah dengue
sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke ekstravaskuler. pada kasus terjadi eksrtravasasi cairan ke
serosa hati.
4.Trombositopenia
Dari
pemeriksaan
trombosit <100.000/mm3.
laboratorium
Hal
ini
pasien
sesuai
didapatkan
dengan
kriteria
trombositopenia,
dari
demam
yaitu
berdarah
menunjukkan
5.Leukopenia
keadaan
hiposeluler
dan
supresi
megakariosit. 5,15
Jumlah leukosit pada pasien demam berdarah dengue bervariasi dari leukopeni ringan hingga
leukopenia sedang. Leukopenia akan muncul antara hari demam pertama dan ke tiga pada 50%
kasus DBD ringan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh adanya degenerasi sel PMN yang
matur dan pembentukan sel PMN muda. Pada pasien dijumpai leukosit < 5000/mm3. Hal ini
sesuai dengan kepustakaan, leukopenia merupakan salah satu gejala laboratorium dari demam
berdarah dengue.5,15
DIAGNOSIS KERJA
Demam berdarah dengue/ dengue hemorraghis fever derajat II + dispepsia
DIAGNOSIS BANDING
RENCANA PEMERIKSAAN
Non Farmakologi :
Istirahat
Diet tinggi kalori tinggi protein
Banyak minum, jenis minuman : air bening, teh
manis, sirup, jus buah, susu.
Farmakologi :
FOLLOW UP :
15 Maret 2013
S : badan terasa lemas, demam (-), sesak (-), gusi
berdarah (+), sariawan dan bibir pecah, mimisan (-),
mual (+), muntah darah (-), nyeri ulu hati (+), BAB dan
BAK tidak ada keluhan.
O:
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda tanda vital
: 110/90
mmHg
HR
T
20x/menit
Petekie
,,
: 15,4 gr%
Leukosit
: 7000 /mm3
Trombosit
: 3000/mm3
: 82x/menit
: 37,00C
RR :
Hematokrit
: 45,1 vol%
A:
P:
Inj.Metilprednisolon 2x125 mg
Inj Ranitidin 2x1
16 Maret 2013
S : badan terasa lemas, demam (-), sesak (-), gusi
berdarah (-), mimisan (-), mual (-), muntah darah (-),
nyeri perut (-), BAB (-), BAK tidak ada keluhan.
O:
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda tanda vital
: komposmentis
: TD : 110/70 mmHg,
Nadi : 86x/menit
T
18x/menit
Petekie berkurang
Darah Rutin (Tanggal 16 Maret 2013)
Hb
: 14,1 gr%
Leukosit
: 8.300 /mm3
: 36,00C, RR :
Trombosit
: 23.000/mm3
Hematokrit
: 39,4 vol%
IVFD RL 20 gtt/menit
Injeksi Ranitidin 2x1
Banyak minum air putih
Diet TKTP
17 Maret 2013
S : demam (-), sesak (-), gusi berdarah (-), mimisan
(-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB (-), BAK
tidak ada keluhan.
O:
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda tanda vital
nadi : 80x/menit
18x/menit
Petekie berkurang
Darah Rutin (Tanggal 17 Maret 2013)
Hb
: 14,9 gr%
: 110/70 mmHg,
: 36,20C, RR :
Leukosit
: 10.000 /mm3
Trombosit
: 59.000/mm3
Hematokrit
: 43,9 vol%
PEMBAHASAN
volume
plasma
hemokonsentrasi,
adalah
IVFD RL.
Menurut
teori
penatalaksanaan
pada
pasien
DBD
adalah
DAFTAR PUSTAKA
Anggia SD. Gambaran Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue yang dirawat
di Bagian Ilmu penyakit Dalam Periode 1 Januari- 31 Desember 2005. Pekanbaru, 2006 :
27-37.