Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue/ dengue hemorrhagic fever merupakan penyebab utama


morbiditas dan mortalitas di Asia tropik termasuk Indonesia.1 Beberapa dekade terakhir ini,
insiden demam dengue menunjukkan peningkatan yang sangat pesat diseluruh penjuru dunia.
Sebanyak dua setengah milyar atau dua perlima penduduk dunia beresiko terserang demam
dengue dan sebanyak 1,6 milyar (52%) dari penduduk yang beresiko tersebut hidup di wilayah
Asia Tenggara. WHO memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue tiap tahunnya.2
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah
air. Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD tahun 2010 di Asean, dengan jumlah kasus
156.086 dan kematian 1.358 orang. Di Rektorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL kemkes RI), melaporkan kasus DBD tahun 2011 di
Indonesia menurun dengan jumlah kasus 49.486 dan jumlah kematian 403 orang.3
Data kasus dan angka kematian DBD di Dinas Kesehatan Propinsi Riau tahun
2011 menunjukkan sebanyak 2.948 kasus dengan 57 orang meninggal dunia yang menyebar di
12 Kabupaten/kota. Pada tahun 2012 menunjukkan DBD di Propinsi Riau sebanyak 973 kasus,
dan menempati urutan ke-6 dari 10 besar penyakit yang dirawat di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Defenisi
Demam dengue/ dan demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic Fever/ DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/ atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik.5

2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter
30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang semua nya dapat menyebabkan
demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ini ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.5

3. Patofisiologi
Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan demam
berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah,
menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik.

Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa
renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang
rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit.6
Jika seseorang digigit nyamuk Aedes aegypti, maka virus dengue masuk bersama darah
yang dihisapnya. Dalam tubuh nyamuk, virus dengue akan berkembang biak dengan cara
membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian besar virus tersebut
berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu, jumlahnya dapat mencapai ratusan
ribu sehingga siap dipindahkan ke orang lain.7 Virus merupakan mikrooganisme yang hanya
dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan
sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein.
Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan
terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan
penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.5,8
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah
hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesisimmune
enhancement.9 Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan
terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG
antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka
replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang
selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini

terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam
rongga serosa. Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih
dari pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara
adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.9
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa
mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar
untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.9

Gambar 1. Hipotesis secondary heterologous infection 5,6

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui


mekanisme: 3
1. Supresi sumsum tulang
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5
hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi
megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan
terjadi peningkatan proses hematopoeisis termasuk
megakariopoesis.
Kadar trombopoeitin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme
kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan
fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopatidan
sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan
ADP, peningkatan kadar b-hemoglobin dan PF4 yang merupakan degranulasi trombosit.2
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga kberperan
melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor
complex).3

4. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue.
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis
selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko
untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.10
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase
pemulihan. Pada fase febris, Biasanya demam mendadak tinggi 2 7 hari, disertai muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa
kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.
Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa,
walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
Fase kritis, terjadi pada hari 3 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh
disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya
berlangsung selama 24 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif
disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 72 jam setelahnya. Keadaan umum
penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik.

5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah
trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru (sejak hari ke-3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8
sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam. Pada
DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi dapat
dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan
lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. 3
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan
isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang
dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan
tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang relatif
mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler
dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain
reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat
bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah
mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu.5
Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan
mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5,
meningkat sampai minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG

mulai terdeteksi pada hari ke-14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke
2.5
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat
dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada
keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.5

6. Diagnosis
Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis). Kriteria klinis demam dengue adalah
demam akut selama 2-7 hari ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis seperti nyeri
kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji
bendung positif), leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien
demam dengue atau demam berdarah dengue yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu
yang sama.
Kriteria Klinis:9,10
1. Demam akut mendadak 2-7 hari, bersifat bifasik
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
-

Uji tourniket positif

Petekie, ekimosis, purpura

Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

Hematemesis dan melena


Kriteria Laboratoris:

Trombositopenia (100.000/ mm3 atau kurang)

Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran


plasma sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar
sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
Penurunan hemtokrit >20% setelah mendapatkan
terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit
sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites
atau hipoproteinemia.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia atau peningkatan hematokrit,
cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue. Efusi pleura dan atau
hipoalbumin, dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemia dan atau terjadi
perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia, mendukung
diagnosa demam berdarah dengue.5
WHO (2004) membagi demam berdarah dengue menjadi 4 derajat berdasarkan tingkat
keparahan, yaitu 5
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji
torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.

Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak
gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Berikut ini adalah tabel derajat penyakit infeksi virus dengue 6


DD/DBD

Derajat

DD

Gejala

Laboratorium

Demam disertai 2 atauLeukopenia,


lebih

tanda:

kepala,

sakitdengue positif

nyeri

orbital,

serologi

retro
mialgia,

artralgia
DBD

Gejala di atas ditambahTrombositopenia


uji bendung positif

(<100.000/ul),

bukti

ada kebocoran plasma


DBD

II

Gejala di atas ditambahTrombositopenia


perdarahan spontan

(<100.000/ul),

bukti

ada kebocoran plasma


DBD

III

Gejala di atas ditambahTrombositopenia


kegagalan
(kulit

sirkulasi(<100.000/ul),

dingin

bukti

danada kebocoran plasma

lembab serta gelisah)

DBD

IV

Syok

berat

disertaiTrombositopenia

dengan tekanan darah(<100.000/ul),

bukti

dan nadi tidak terukur ada kebocoran plasma

DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD)

7. Diagnosis Banding4
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis. Pada awal perjalanan penyakit,
diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau infeksi parasit seperti demam tifoid,
campak, influenza, demam chikungunya, leptospirosis. Adanya trombositopenia yang jelas
disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada demam
chikungunya biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak,
masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi
konjungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan
epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan
syok.
Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi misalnya
sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis sejak semula pasien tampak sakit berat, demam
naik turun dan ditemukan tanda tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai

dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis), pemeriksaan laju endap
darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada
menigitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada
pemeriksaan cairan serebrospinalis.
Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II oleh karena
didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari hari pertama, diagnosis ITP
sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang atau bisa tidak
diserta demam. Tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai
pergeseran ke kanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih
cepat kembali ke normal daripada ITP.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum
tulang akan memperjelas diagnosis leukimia. Pada anemia aplastik biasanya sangat anemia,
demam timbul karena infeksi sekunder. pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia
(leukosit, hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien perdarahan hebat, pemeriksaan foto
toraks dan kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi
pleura dan hipoproteinemia sebagai perembesan plasma.

8. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat
berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD

dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan
baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan
kristaloid dan koloid serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini dan
memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok merupakan hal yang penting
untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan.
Pasien yang waktu masuk keadaan umumnya tampak baik dalam waktu singkat dapat memburuk
dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para
dokter untuk mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase
syok) dengan baik. 4
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari
1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui
intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. Volume cairan
kristaloid per hari yang diperlukan sesuai rumus berikut 1500 + {20x(BB dalam kg 20)},
transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif
dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID. 4
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi
Penyakit Tropik dan infeksi dan Divisi Hematologi dan onkologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, telah menyusun lima protokol penatalaksanaan demam berdarah dengue
pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :5
1. Tatalaksana dengan rencanan tindakan sesuai indikasi

2. Praktis dalam penatalaksanaan


3. Mempertimbangkan cost efectiveness
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,
sebagai berikut:5
1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Protokol 1.
Gambar 1. Tatalaksana Penderita Tersangka Demam Berdarah Dengue

Protokol 2
Gambar 2. Tatalaksana Kasus DBD derajat I dan II

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


Nafsu makan membaik
Secara klinis tampak perbaikan
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit >50.000/l
Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

Protokol 3
Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan Ht 20%

Protokol 4
Tatalaksana Kasus DSS

Keterangan Bagan 5
9. Ilustrasi kasus
BAB III
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama

: Tn. R

Umur

: 23 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Alamat

: Pekanbaru

Masuk RS

: 12 Maret 2013

Tgl. periksa

: 14 Maret 2013

ANAMNESIS (Autoanamnesis)

Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

Riwayat Penyakit Sekarang

5 hari SMRS pasien mengeluhkan demam tinggi, muncul mendadak, terus menerus
dan naik turun, tidak menggigil, keringat dingin (+), otot dan persendian pegal-pegal (+) tetapi
tidak hebat, nyeri dibelakang mata (-), badan terasa lemas,sakit kepala (+), mual (+), muntah (-),
nyeri ulu hati (+), nyeri tidak berkurang setelah makan, batuk berdahak (-), sesak napas (-), nafsu
makan berkurang, tidak ada sakit tenggorokan, perdarahan dari gusi (+), sariawan (+) bintikbintik kemerahan pada tubuh. Awalnya menurut pasien demam dirasakan selama 3 hari.
kemudian pasien berobat ke dokter dikatakan mengidap demam berdarah, pasien lalu diberi obat
penurun panas sehingga demamnya berkurang.

Sejak 5 jam SMRS pasien mengeluhkan demam naik


kembali makin tinggi, mual (+), muntah (+) 2 x lebih
banyak air daripada sisa makanan, nyeri ulu hati
(+), batuk berdahak (-), sesak napas (-), nafsu makan
berkurang, tidak ada sakit tenggorokan, ada
perdarahan dari gusi (+), sariawan (+), ada bintikbintik kemerahan pada tubuh. Keluhan disertai
mencret berwarna kuning, lebih banyak air daripada
ampasnya. Mencret sebanyak 2 kali dan pasien
merasa lemas. Kemudian pasien dibawa ke RSUD

AA. Pada saat di IGD RSUD AA tesrumple leed positif


dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien baru pertama kali menderita sakit seperti ini. Riwayat perdarahan lama, mudah berdarah,
dan mudah memar tidak ada. Riwayat malaria dan tifus tidak ada.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita keluhan yang sama.
Riwayat gangguan pembuluh dan pembekuan darah (-).

Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan dan sosial ekonomi :

Riwayat pekerjaan yaitu sebagai mahasiswa

Riwayat berpergian jauh tidak ada dalam 1 bulan


terakhir
Pasien

tinggal di lingkungan

rumah cukup bersih,

parit rumah sering mampet (-)


Pasien sering makan tidak teratur

PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Komposmentis

Tanda-tanda vital

: Tekanan darah : 100/70 mmHg


Nadi

: 84 x/i, (teratur, kuat, isian cukup).

Nafas

: 20 x/i

: 37,80C (sudah diberi obat penurun panas)

Suhu

Tinggi Badan : 160 cm

Berat badan

IMT

: 50 kg

: 19,53 (normoweight)

Pemeriksaan Khusus:
Kepala dan leher
Kulit dan Wajah : Wajah tidak pucat

ta

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikhterik, pupil bulat, isokor dengan diameter 3/3 mm,
reflek cahaya (+/+), mata cekung (-)

idah dan bibir : bibir kering dan pecah, lidah kotor (-), faring hiperemis (-),

eher

tonsil T1-T1

: KGB tidak membesar, JVP 5-2 cmH2O

Thorak
Paru :
-

Inspeksi

: Pengembangan dada simetris kiri dan kanan, gerak nafas simetris, tidak ada bagian
yang tertinggal

Palpasi

: Vokal fremitus kanan = kiri

Perkusi

Auskultasi : Vesikuler kedua lapangan paru, ronki (-/-), wheezing (-/-)

: Sonor pada kedua lapangan paru.

Jantung :
-

Inspeksi

: ictus kordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus kordis teraba SIK (sela interkosta) IV 2 jari medial garis midclavicularis sinistra

Perkusi

Batas jantung kiri atas

parasternal sinistra.
- Batas jantung kiri bawah

: SIK II garis
: SIK V 2 jari lateral

dari garis midclavicularis sinistra


- Batas jantung kanan atas
: SIK III garis sternalis
kanan
- Batas jantung kanan bawah

: SIK V garis strernalis

kanan
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-),
Murmur (-)
Abdomen :
-

Inspeksi

: Perut datar, venektasi (-), distensi abdomen (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan epigastrium (+), heparteraba 1 jari dari arcus
costae teraba lunak, permukaan rata, nyeri tekan (+),dan lien tidak teraba, undulasi (-)

Perkusi

: Timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus (+), Normal

Ekstremitas : Ptekie (+), akral hangat, capiler refilling time <2 detik, edema tidak ada,sianosis(-),turgor kulit
normal, uji tourniket : rumpleed (+)

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan labor (12/03/2013)
Haemoglobin

: 17,2 gr/dl

Hematokrit

: 50,0 %

Leukosit

: 3.800 /mm3

Trombosit

: 44.000 /mm3

Eritrosit

: 5,93 juta/mm3

Pemeriksaan labor (13/03/2013)


Haemoglobin

: 16,6 gr/dl

Hematokrit

: 48,9 %

Leukosit

: 3.500 /mm3

Trombosit

: 8.000 /mm3

Eritrosit

: 5,73 juta/mm3

Pemeriksaan labor (14/03/2013)


Haemoglobin

: 16,5 gr/dl

Hematokrit

: 45,9 %

Leukosit

: 2.600 /mm3

Trombosit

: 5.000 /mm3

Eritrosit

: 5,6 juta/mm3

RESUME
Tn.R, laki-laki, 23 tahun, datang ke RSUD AA pada tanggal 12 Maret 2013 dengankeluhan
demam tinggi sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, muncul mendadak, terus menerus
dan naik turun, gusi berdarah, keringat dingin, badan terasa lemas, sakit kepala,otot dan
persendian pegal-pegal, perdarahan dari gusi, sariawan, mual, selera makan menurun. Muntah 2x
berisi air dan makanan, mencret dan lemas 5 jam SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
hepar teraba 1 jari dari arcus costae, petekie dan nyeri tekan epigastrium, rumple leed (+). Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan leukopeni,trombositopenia.

DAFTAR MASALAH
1. Demam dengan perdarahan spontan
2. Mual, muntah dan nyeri ulu hati
3. Hepatomegali
4. Trombositopeni

5. Leukopeni

ANALISIS MASALAH
1.

Demam dengan perdarahan spontan

Dari anamnesis

didapatkan sejak demam tinggi sejak 5 hari sebelum masuk

rumah

sakit, muncul mendadak, terus menerus dan naik turun, gusi berdarah, badan terasa lemas, sakit
kepala, otot dan persendian pegal-pegal, petekie, trombositopenia. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan kriteria klinis dari demam berdarah dengue yaitu demam tinggi mendadak, tanpa
sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, disertai nyeri kepala, mialgia dan
artralgia, petekie, rumple leed positif dan trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) ditambah
dengan perdarahan spontan. Pada pasien ini tidak mempunyai riwayat perdarahan lama, mudah
berdarah, dan mudah memar. Pada pasien ini nyeri pada persendian tidak hebat, tidak terus
menerus, anggota gerak tidak sulit digerakkan sehingga menyingkirkan diagnosis chikungunya
haemorragic fever. Demam tifoid mungkin bisa dipikirkan karena pada pasien ini, didapatkan
demam baru dialami sejak 5 hari SMRS maka perlu dilakukan tes widal.

2.

Mual, muntah dan nyeri ulu hati

Mual, muntah dan nyeri ulu hati juga merupakan gejala dari demam berdarah
dengue.5,13 Mual dan muntah ini dalam kepustakaan disebabkan setiap infeksi yang menyerang
tubuh manusia akan menyerang retikuloendothelial sehingga sistem ini bisa terganggu
menyebabkan reaksi antigen antibodi yang merangsang sistem hipothalamus, sehingga
menimbulkan peningkatan suhu tubuh serta mengaktifasi anafilaksis dan kompensasinya adalah

nyeri ulu hati, selain itu juga dapat berpengaruh pada saluran pencernaan yang dapat
mengganggu asupan makanan dan cairan karena mual, muntah dan anoreksia. Pada pasien ini
bisa dicurigai adanya dispepsia. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh mual, muntah,
nyeri ulu hati, kadang terasa kembung, cepat kenyang, pasien juga memiliki kebiasaan makan
yang tidak teratur, menyukai makanan pedas dan asam, dan memiliki riwayat gastritis
sebelumnya. Hal ini bisa mengakibatkan peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap
asam sehingga menimbulkan rasa mual, rasa tidak enak di perut.5

3.

Hepatomegali

Hepatomegali terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler pada demam berdarah dengue
sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke ekstravaskuler. pada kasus terjadi eksrtravasasi cairan ke
serosa hati.

4.Trombositopenia
Dari

pemeriksaan

trombosit <100.000/mm3.

laboratorium
Hal

ini

pasien

sesuai

didapatkan

dengan

kriteria

trombositopenia,
dari

demam

yaitu
berdarah

dengue.Trombosititopenia terjadi pada hari ke 3-8. Dalam kepustakaan menyebutkan


trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum tulang dan
destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal
infeksi

menunjukkan

5.Leukopenia

keadaan

hiposeluler

dan

supresi

megakariosit. 5,15

Jumlah leukosit pada pasien demam berdarah dengue bervariasi dari leukopeni ringan hingga
leukopenia sedang. Leukopenia akan muncul antara hari demam pertama dan ke tiga pada 50%
kasus DBD ringan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh adanya degenerasi sel PMN yang
matur dan pembentukan sel PMN muda. Pada pasien dijumpai leukosit < 5000/mm3. Hal ini
sesuai dengan kepustakaan, leukopenia merupakan salah satu gejala laboratorium dari demam
berdarah dengue.5,15

DIAGNOSIS KERJA
Demam berdarah dengue/ dengue hemorraghis fever derajat II + dispepsia

DIAGNOSIS BANDING

1. Demam thypoid + dyspepsia


2. Chikungunya haemorragic fever + dispepsia
3. Idiopathic thrombocytopenic purpura + dispepsia

RENCANA PEMERIKSAAN

Cek darah rutin tiap hari (Hb, Ht, leukosit, trombosit)


Serologi DHF; IgG, IgM antidengue
SGOT/SGPT
Pemeriksaan Widal
RENCANA PENATALAKSANAAN

Non Farmakologi :

Istirahat
Diet tinggi kalori tinggi protein
Banyak minum, jenis minuman : air bening, teh
manis, sirup, jus buah, susu.
Farmakologi :

IVFD Ringer laktat 30 gtt/menit.

Injeksi Ranitidin 50 mg 2x1


Paracetamol 4x 500 mg

FOLLOW UP :

15 Maret 2013
S : badan terasa lemas, demam (-), sesak (-), gusi
berdarah (+), sariawan dan bibir pecah, mimisan (-),
mual (+), muntah darah (-), nyeri ulu hati (+), BAB dan
BAK tidak ada keluhan.
O:
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda tanda vital

: tampak sakit sedang


: komposmentis
: TD

: 110/90

mmHg
HR
T
20x/menit
Petekie

,,

Darah Rutin (Tanggal 15 Maret 2013)


Hb

: 15,4 gr%

Leukosit

: 7000 /mm3

Trombosit

: 3000/mm3

: 82x/menit
: 37,00C

RR :

Hematokrit

: 45,1 vol%

A:

DHF grade II + dispepsia

P:

IVFD RL 30 gtt/menit IVFD trombosit 5 kolf

Inj.Metilprednisolon 2x125 mg
Inj Ranitidin 2x1

Banyak minum air putih

16 Maret 2013
S : badan terasa lemas, demam (-), sesak (-), gusi
berdarah (-), mimisan (-), mual (-), muntah darah (-),
nyeri perut (-), BAB (-), BAK tidak ada keluhan.
O:
Keadaan umum

: tampak sakit ringan

Kesadaran
Tanda tanda vital

: komposmentis
: TD : 110/70 mmHg,

Nadi : 86x/menit
T
18x/menit
Petekie berkurang
Darah Rutin (Tanggal 16 Maret 2013)
Hb

: 14,1 gr%

Leukosit

: 8.300 /mm3

: 36,00C, RR :

Trombosit

: 23.000/mm3

Hematokrit

: 39,4 vol%

A : DHF grade II + dispepsia


P:

IVFD RL 20 gtt/menit
Injeksi Ranitidin 2x1
Banyak minum air putih
Diet TKTP

17 Maret 2013
S : demam (-), sesak (-), gusi berdarah (-), mimisan
(-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB (-), BAK
tidak ada keluhan.
O:
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda tanda vital
nadi : 80x/menit
18x/menit
Petekie berkurang
Darah Rutin (Tanggal 17 Maret 2013)
Hb

: 14,9 gr%

: tampak sakit ringan


: komposmentis
: TD

: 110/70 mmHg,

: 36,20C, RR :

Leukosit

: 10.000 /mm3

Trombosit

: 59.000/mm3

Hematokrit

: 43,9 vol%

A : DHF grade II + dispepsia


P : pasien dipulangkan

PEMBAHASAN

Pasien Tn.R, 23 tahun datang ke RSUD AA


dengan keluhan demam naik turun sejak 5 hari
SMRS. Diagnosis pada pasien ini adalah Dengue
Hemorraghic Fever /demam berdarah dengue dengan
diagnosis banding demam thypoid. chikungunya
haemorragic
fever, Idiopathic
thrombocytopenic
purpur. Demam yang muncul mendadak dan naik
turun disertai dengan adanya sakit kepala, otot dan
persendian
pegal-pegal,
timbul petekie pada
ekstremitas, dan kurangnya nafsu maka. Hal ini
diperkuat dengan hasil pemeriksaan darah rutin yang
menunjukkan terjadinya trombositopenia yang salah
satu tanda klinis dari demam berdarah dengue.

Sebaiknya dilakukan pemeriksaan serologi untuk


memperkuat diagnosis demam berdarah dengue.
Jika dilihat dari beratnya DBD, pada kasus ini
termasuk DBD Derajat 2 (sedang). Hal ini dipikirkan
karena adanya perdarahan spontan, yang terlihat dari
adanya ptekie,, adanya perdarahan gusi. Hal ini
terjadi karena meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin
dan serotonin serta aktivasi sistem vaskuler
mengakibatkan
berkurangnya
sehingga
terjadi
hipotensi,

volume
plasma
hemokonsentrasi,

hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma


merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat
permulaan demam dan mencapai puncaknya pada
saat renjatan berat, volume plasma dapat turun
sampai lebih dari 30%. Hepatomegali pada pasien ini
mungkin
dikarenakan
terjadi
peningkatan
permeabilitas kapiler pada demam berdarah dengue
sehingga
terjadi
ekstravasasi
cairan
ke
ekstravaskuler.
Pada penatalaksanaan di RSUD AA, infus yang
digunakan

adalah

IVFD RL.

Menurut

teori

penatalaksanaan

pada

pasien

DBD

adalah

pemberian infus yang terbaik adalah IVFD jenis


kristaloid (misal: Ringer Laktat) untuk mencegah
terjadinya perembesan plasma ke luar pembuluh
darah.Pemberian parasetamol pada
pasien
ini
diindikasikan untuk mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri, serta untuk menurunkan demam.
Ranitidin efektif untuk mengatasi gejala akibat sekresi asam lambung yang berlebihan dan
efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum, tukak lambung, gastritis erosif dan
pengobatan alternatif jangka pendek untuk pasien yang tidak dapat diberikan ranitidin oral. Pada
pasien didapatkan memiliki keluhan nyeri ulu hati disertai mual yang diakibatkan peningkatan
asam lambung sehingga dengan pemberian ranitidin, diharapkan keluhan nyeri ulu hati pada
pasien berkurang. Hari ke-4 dirawat trombosit pasien 3000/l sehingga dilakukan pemberian
trombosit konsentrat indikasi pemberian trombosit adalah apabila trombosit < 50.000 +
manifestasi perdarahan. 1satu kantong trombosit dapat menaikkan 10.000 trombosit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hairani LK. Gambaran epidemiologi demam


berdarah di Indonesia. FKM UI. 2009.
2. Wahono TD. Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan; 2004.
3.

Anggia SD. Gambaran Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue yang dirawat

di Bagian Ilmu penyakit Dalam Periode 1 Januari- 31 Desember 2005. Pekanbaru, 2006 :
27-37.

4. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT.


Demam Berdarah Dengue. Dalam Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo
AW dkk. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2007.
5. Lestari K. Epidemiologi dan pencegahan
Demam Berdarah dengue di Indonesia. Farmaka.
2007; 5:12-29.
6.

Sanford JP. Infeksi Arbovirus dalam Harrison prinsip-prinsip Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi 13. Volume 2. Jakarta : EGC, 1999 : 955-6.

7. Departemen kesehatan RI. Demam Berdarah


Dengue. 2009. [diakses 7 April
2013]http://www.depkes.go.id
8. Chen K, Herdiman T. Pohan, Sinto R.
Diagnosis dan terapi cairan pada demam
berdarah dengue. Medicinus: Scientic Journal of
Pharmaceutical Development and Medical
Application. 2009; 22: 3-7.
9. World Health Organization. Dengue
Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention
and Control. New edition. Geneva. 2009.

Anda mungkin juga menyukai