F ASfgasgasgbsdbhsdh
F ASfgasgasgbsdbhsdh
Pembimbing:
dr. Abraham Avicenna, Sp. JP
Disusun oleh:
Suci Nuryanti
G4A014076
2015LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Disusun Oleh :
Suci Nuryanti
G4A014076
I.
PENDAHULUAN
Infark adalah kerusakan sel ireversibel dan nekrosis jaringan atau kematian
jaringan yang disebabkan karena iskemia yang berlangsung lebih dari 30 sampai
45 menit. Bagian miokardium yang mengalami infark akan meberhenti
berkontraksi secara permanen (Price, 2005).
STEMI (ST-segment elevation myocardial infarction) adalah salah satu jenis
serangan jantung karena penebalan dinding otot jantung yang disebabkan karena
terputusnya aliran darah ke salah satu bagian dari jantung dan dinyatakan dengan
adanya elevasi segmen ST (Farissa, 2012).
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.Di
Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang
lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika
Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di
Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS
Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan
sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung
mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap
tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari
pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan (Oemar, 2004).
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin
meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang
utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan
hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar
62% pada pria dan 42% wanita (Oemar, 2004).
II.
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Tn. W
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
Tgl. Masuk RS
:
:
:
:
:
:
50 tahun
Laki-laki
Karangtengah 05/06 Cilongok
Pegawai PDAM
Islam
19 September 2015
Tgl Periksa
22 September 2015
Ruang
Asoka
: Sesak nafas
b. Onset
: 4 jam SMRS
c. Kuantitas
d. Kualitas
e. Faktor memperingan
aktivitas .
g. Keluhan penyerta
namun nyeri dada tidak berkurang. Keluhan pertama kali muncul saat
pasien bangun tidur. Keluhan disertai keringat dingin dan mual.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan yang sama
b. Riwayat hipertensi
c. Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
f. Riwayat alergi
: disangkal
: disangkal
h. Riwayat operasi
: disangkal
b. Riwayat hipertensi
: disangkal
c. Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
: disangkal
f. Riwayat alergi
: disangkal
:
:
:
Tinggi Badan
Berat Badan
IMT
72 kg
24,9
Status Generalis
1.
Pemeriksaan Kepala
Bentuk Kepala
Rambut
:
:
2.
3.
4.
5.
Pemeriksaan Mata
Palpebra
Konjunctiva
Sklera
Pupil
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Hidung
Pemeriksaan Mulut
:
:
:
:
:
:
:
6.
Pemeriksaan Leher
Trakea
Kelenjar Tiroid
Kel. Limfonodi
JVP
:
:
:
:
Pemeriksaan Dada
.
6
Paru-paru
Inspeksi
:
Hemithorax dextra =
8. Pemeriksaan Abdomen
sinistra
Inspeksi
: datar, supel
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Ketinggalan gerak (-)
Perkusi
: Pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi
: Vocal fremitus apex dextra = sinistra
Palpasi
: Undulasi (-), Nyeri tekan (-)
Jantung
Vocal
basalpembesaran
dextra = sinistra
Hepar
: fremitus
tidak teraba
Lien Inspeksi : tidak
teraba
pembesaran
IctusSIC
cordis
tampak di SIC VI satu jari lateral
Perkusi
: Batas paru: hepar
V LMCD
LMCS, P.Parasternal(-), P.Epigastrium(-)
Auskultasi
: Apex : SD vesikuler +/+
9
PalpasiBasalPemeriksaan
IctusEkstremitas
cordis
: SD: vesikuler
+/+ teraba di SIC VI satu jari lateral
Superior
: Akral dingin (-/-), sianosis (-/-), edem (-/-), reflek
kuat angkat
Rbh basal +/+LMCS,
; Rbk parahiler
-/- ;(-)
wh. parahiler -/fisiologis(+/+) N, reflek patologis (-/-)
Perkusi : Akral
: Batas
Inferior
dinginjantung
(-/-), sianosis (-/-), edem (+/+), reflek
Kanan atas
SIC
II LPSD(-/-)
fisiologis(+/+)
N, reflek
patologis
Auskultasi
Kanan bawah
SIC IV LPSD
Kiri atas
SIC II LPSS
Kiri bawah
: Hangat
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium 20 September 2015
Pemeriksaan
Haemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Kimia Klinik
Ureum darah
Kreatinin darah
Asam Urat
GDS
Natrium
Kalium
Clorida
Hasil
13,9 L
7670
39 L
4,3 juta L
196.000
89,4
32,1 H
35,9
0,9
3,3
0,4 (L)
59,3
29,2
6,9
25,7
0,83
7,3 H
77
139
3,7
105
Interpretasi:
Trakhea di tengah.
Cor
Pulmo
Kesan
: cardiomegali (LV).
Interpretasi:
Irama sinus
HR
: 84 x/m
Aksis
: normoaksis
PR
QRS
: terdapat LBBB
ST
: Inverted
10
E. DIAGNOSIS KERJA
-
F. TERAPI
No
Tanggal
.
1.
19 September 2015
Terapi
O2 3-4 lpm
IVFD RL 20 tpm
Inj.Ranitidin 2x1 A
Inj. Furosemid 3x1 amp
P.O aspilet 80 mg,1 x 1 tab
P.O digoxin 1 x 1/2 tab (1 tab = 0,025 mg)
P.O ISDN 5 mg,3 x 1 tab SL
Konsul Sp.JP :
Terapi lanjut
Digoxin stop
Inj.Ceftriaxone 1x2 gram
Inj. Spironolakton 1x25 mg
Simvastatin 1x20 mg
2.
20 September 2015
Ramipril 1x5 mg
O2 3 lpm
IVFD RL 10 tpm
P.O aspilet 1x80 mg
Klopidogrel 1x1 tab
Nitrokaf R 2X1 caps
Simvastatin 1x20 mg
Ramipril 1x5 mg
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
Ambroxol 3x1 tab
11
21 September 2015
4.
22 September 2015
5.
23 September 2015
Besok pulang
O2 3 lpm
IVFD RL 10 tpm
P.O aspilet 1x80 mg
P.O Klopidogrel 1 x 1
Nitrokaf R 2X1 caps
Simvastatin 1x20 mg
Ramipril 1x5 mg
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr (stop)
12
Cefadroxil 2x500 mg
Ambroxol 3x1 tab
Inj. Furosemid 1x 1 amp 1 0 0 tab
Inj. Spironolakton 1x25mg
BLPL
G.
PROGNOSIS
a. Ad vitam
: ad malam
b. Ad functionam
: dubia ad malam
c. Ad sanationam
: dubia ad malam
20-92015
Riwayat
penyakit dan
pemeriksaan
fisik
Sesak nafas dan
kedua kaki
bengkak
KU: sedang/CM
TD:
120/80mmHg
N: 78x/menit
RR: 28x/menit
S: 36oC
Mata: CA-/-, SI
-/Thorak: simetris
+, retraksi -, SD
ves +/+, ronkhi
+/+, Wheezing
-/- Cor S1>S2
murmur
(-),
gallop (-)
Abdomen:
I: datar
A:
BU
(+)
Pemeriksa
an
penunjang
Tidak ada
Diagnosis
- STEMI
Recent
Infark
Anterior
- Congestive
Heart
Failure
NYHA IV
Terapi dan
penatalaksanaa
n
-
13
O2 3 lpm
IVFD RL 10
tpm
P.O aspilet
1x80 mg
Klopidogrel
1x1 tab
Nitrokaf R
2X1 caps
Simvastatin
1x20 mg
Ramipril 1x5
mg
Inj.
Ceftriaxone
1x2 gr
Ambroxol
3x1 tab
Inj.
Furosemid 2x
1 amp
Inj.
21-92015
22-92015
normal
Per: timpani
Pal: supel
Ekstrimitas
(inferior) : edema
+/+ minimal,
akral dingin -/Sesak nafas, dada Tidak ada
berdebar-debar
dan kedua kaki
bengkak
KU: sedang/CM
TD:
160/130mmHg
N: 72x/menit
RR: 24x/menit
S: 36,4oC
Mata: CA-/-, SI
-/Thorak: simetris
+, retraksi -, SD
ves +/+, ronkhi
+/+, Wheezing
-/- Cor S1>S2
murmur
(-),
gallop (-)
Abdomen:
I: datar
A:
BU
(+)
normal
Per: timpani
Pal: supel
Ekstrimitas
(inferior) : edema
+/+ minimal,
akral dingin -/Keringat dingin
Tidak ada
dan sesak bila
berjalan
KU: sedang/CM
TD:
150/100mmHg
14
Spironolakton
1x25mg
- STEMI
Recent
Infark
Anterior
- Congestive
Heart
Failure
NYHA IV
- STEMI
Recent
Infark
Anterior
- Congestive
Heart
O2 3 lpm
IVFD RL 10
tpm
P.O aspilet
1x80 mg
Klopidogrel
1x1 tab
Nitrokaf R
2X1 caps
Simvastatin
1x20 mg
Ramipril 1x5
mg
Inj.
Ceftriaxone
1x2 gr (H.2)
Ambroxol
3x1 tab
Inj.
Furosemid 2x
1 amp 1 x 1
amp
Inj.
Spironolakton
1x25mg
O2 3 lpm
IVFD RL 10
tpm
P.O aspilet
1x80 mg
Klopidogrel
1x1 tab
23-92015
N: 72x/menit
RR: 24x/menit
S: 36,3oC
Mata: CA-/-, SI
-/Thorak: simetris
+, retraksi -, SD
ves +/+, ronkhi
+/+, Wheezing
-/- Cor S1>S2
murmur
(-),
gallop (-)
Abdomen:
I: datar
A:
BU
(+)
normal
Per: timpani
Pal: supel
Ekstrimitas
(inferior)
:
edema
+/+
minimal, akral
dingin -/Keringat dingin,
Tidak ada
cepat lelah dan
sesak berkurang
KU: sedang/CM
TD:
180/140mmHg
N: 80x/menit
RR: 22x/menit
S: 36,5oC
Mata: CA-/-, SI
-/Thorak: simetris
+, retraksi -, SD
ves +/+, ronkhi
+/+, Wheezing
-/- Cor S1>S2
murmur
(-),
gallop (-)
Abdomen:
15
Failure
NYHA IV
- STEMI
Recent
Infark
Anterior
- Congestive
Heart
Failure
NYHA IV
Nitrokaf R
2X1 caps
Simvastatin
1x20 mg
Ramipril 1x5
mg
Inj.
Ceftriaxone
1x2 gr (H.3)
Ambroxol
3x1 tab
Inj.
Furosemid 1
x 1 amp
Inj.
Spironolakton
1x25mg
Besok pulang
O2 3 lpm
IVFD RL 10
tpm
P.O aspilet
1x80 mg
P.O
Klopidogrel 1
x1
Nitrokaf R
2X1 caps
Simvastatin
1x20 mg
Ramipril 1x5
mg
Inj.
Ceftriaxone
1x2 gr (stop)
Cefadroxil
2x500 mg
Ambroxol
I: datar
A:
BU
(+)
normal
Per: timpani
Pal: supel
Ekstrimitas
(inferior) : edema
+/+ minimal,
akral dingin -/-
16
3x1 tab
Inj.
Furosemid 1x
1 amp 1 0
0 tab
Inj.
Spironolakton
1x25mg
BLPL
III.
TINJAUAN PUSTAKA
17
Gambar 3.3. Gambar terjadinya hambatan pada aliran darah akibat adanya
trombus
3. Faktor Resiko
Infark Miokard Akut lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan
dengan wanita. Penyakit jantung koroner merupakan salah satu faktor
resiko yang sering terjadi pada infark miokard, selain itu faktor resiko
yang menyebabkan infark miokard seperti hipertensi, dislipidemia,
diabetes. Sejumlah faktor resiko lain yang berkaitan dengan gaya hidup
pada penyakit jantung koroner juga dapat menjadi faktor resiko dari infark
miokard seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas fisik
(Price, 2005).
Infark Miokard Akut dengan elevasi gelombang ST ( STEMI )
pada pemeriksaan Ekokardiografi umumnya terjadi jika aliran darah
18
yang
endokardium
meningkat
yang
menyebabkan
menyebabkan
nyeri
dan
perubahan
perubahan
elektro
pH
fisiologi
19
pada
depolarisasi
jantung.
Dengan
jantung
menjadi
kurang
terkoordinasi
sehingga
a. Kriteria Diagnostik
Seseorang dikatakan mengalami serangan IMA, jika didapati 2
dari 3 kriteria berikut :
1) Nyeri dada khas infark. Nyeri dada akibat IMA biasanya
berlangsung lebih dari 20 menit, retrosternal, bisa di tengah atau di
dada kiri, menjalar ke rahang, punggung atau lengan kiri. Rasa
nyeri ini dapat digambarkan oleh pasien sebagai rasa tertekan
benda berat, diremas-remas, rasa terbakar atau ditusuk-tusuk.
Kadangkala rasa nyeri ini terasa di daerah epigastrium, sehingga
sering disalah interpretasikan sebagai dispepsia. Keluhan nyeri
dada seringkali diikuti keringat dingin, rasa mual dan muntah, rasa
lemas, pusing, rasa melayang, bahkan pingsan karena rangsang
parasimpatis.
Jika
gejala-gejala
ini
timbul
tiba-tibadengan
22
24
25
f. Streptokinase (SK)
Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah
terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena
terbentuknya antibody. Manfaat mencakup harganya yang murah dan
insidens perdarahan intracranial yang rendah.
8. Komplikasi (Isselbacher, 2000).
a. Aritmia supraventrikular
Takikardia sinus merupakan aritmia yang paling umum dari tipe
ini. Jika hal ini terjadi sekunder akibat sebab lain, masalah primer
sebaiknya diobati pertama. Namun, jika takikardi sinus tampaknya
disebabkan oleh stimulasi simpatik berlebihan, seperti yang terlihat
sebagai bagian dari status hiperdinamik, pengobatan dengan
penghambat beta yang relatif kerja singkat seperti propanolol yang
sebaiknya dipertimbangkan.
b. Gagal jantung
Beberapa derajat kelainan sesaat fungsi ventrikel kiri terjadi
pada lebih dari separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis
yang paling umum adalah ronki paru dan irama derap S3 dan S4.
Kongesti paru juga sering terlibat pada foto thoraks dada. Peningkatan
tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis
merupakan temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya
diketahui bahwa temua ini dapat disebabkan oleh penurunan
pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau penurunan isi sekuncup
dengan dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena
mengurangi kongesti paru-paru dengan adanya gagal jantung sistolik
dan / diastolik.
c. Sistole prematur ventrikel
Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada
hampir semua pasien dengan infark dan tidak memerlukan terapi.
Sementara dulu, ekstrasistole ventrikel distolik yang sering, multifokal
atau dini secara rutin diobati, terapi farmakologik sekarang disediakan
untuk pasien dengan aritmia ventrikel yang lama atau simptomatik.
Terapi antiaritmia profilaktik dengan tiadanya takiaritmia ventrikel
26
27
28
2. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis penyakit
jantung
kongenital
maupun
didapat.
Mekanisme
fisiologis
yang
infark
myokardium,
sindrom
sepsis,
contusio
29
yang memulai respons mekanis, respons mekanis yang sinkron dan efektif
tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil. Respon
tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru secara mendadak akan
meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu
terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif
membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme
fisiologis penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang
memicu terjadinya gagal jantung (Price dan Wilson, 2005).
3. Klasifikasi
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor.The
New York Heart Association (NYHA) membagi gagal jantung menjadi 4
kelas, berdasarkan hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha
yang dibutuhkan untuk menimbulkan gejala, sebagai berikut (Oemar,
2004):
a. Kelas I: Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan
aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan
sesak napas.
b. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
c. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan
dari kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.
d. Kelas IV:Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup
melakukan kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada
walaupun saat beristirahat
American College of Cardiology/American Heart Association
(ACC/AHA) heart failure guidelinesmelengkapi klasifikasi NYHA untuk
menggambarkan perkembangan penyakit dan dibagi menjadi 4 stage, yaitu
(Kumar, 2007):
1. Stage A pasien beresiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak memiliki
penyakit jantung struktural atau gejala-gejala dari gagal jantung
2. Stage B pasien memiliki penyakit jantung struktural tetapi tidak
memiliki gejala-gejala dari gagal jantung
30
5. Penegakan Diagnosis
Gambar 3.1. Patofisiologi dan Simptomatologi
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala
CHF
dan penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG,
foto toraks, biomarker, dan ekokardiografi Doppler (Goroll, 2009).
a. Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi
diastolik dan karakteristik forward orbackward, left or right heart
failure. Kriteria diagnosis gagal jantung menurut Framingham Heart
Study(Goroll, 2009) :
1) Kriteria mayor :
31
pula
keadaan
vaskuler
pulmoner
dan
32
dapat
dapat
memberikan
informasi
yang
sama
tanpa
dengan
gagal
jantung
meliputi
keluhan,
gejala
dengan
pengobatan.
b) Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan
seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang
masih bisa dilakukan.
c) Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
2) Tindakan Umum :
33
34
untuk
pasien
yang
adalah
teleransi
terutama
pada
pemberian
35
36
IV.
A.
PEMBAHASAN
ANAMNESIS
Pasien datang ke RSMS (Rumah Sakit Margono Soekarjo) dengan
sesak nafas. Keluhan ini dirasakan sejak 4 jam SMRS yang dirasakan
hilang timbul. Sesak nafas terutama dirasakan bila beraktivitas seperti
berjalan atau tidur dengan posisi kepala sejajar alas tidur. Pasien merasa
lebih nyaman saat tidur dengan menggunakan 3-4 bantal di kepala.
Selama tidur di malam hari, pasien sering tiba-tiba terbangun karena
sesak nafas, sesak nafas tidak tergantung pada cuaca maupun emosi.
Sesak nafas tidak disertai dengan bunyi ngik-ngik, dan tidak
berkeringat malam. selain itu pasien juga mengeluhkan berdebar-debar,
keringat dingin, kedua kaki bengkak dan batuk tidak berdahak.
Pasien juga mengeluh nyeri dada sebelah kiri, bertambah berat
ketika beraktivitas, untuk mengurangi nyeri dada tersebut pasien istirahat
namun nyeri dada tidak berkurang. Keluhan pertama kali muncul saat
pasien bangun tidur. Keluhan disertai keringat dingin dan mual.
Pasien Tn. W mengalami sesak nafas yang dirasakan bertambah
bila beraktivitas. Hal ini menunjukkan adanya dyspnea deffort. Selain
itu, pasien juga merasa lebih enak bila tidur dengan bantal tinggi, yang
menunjukkan adanya orthopnea. Selama tidur, pasien sering terbangun
tiba-tiba karena merasa sesak nafas (paroxysmal nocturnal dyspnea).
Bersamaan dengan itu, kedua tungkai pasien pun membengkak. Dyspnea
deffort, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, edema tungkai, yang
merupakan gejala dan tanda klasik dari gagal jantung kongestif.
Pasien ini juga mengalami gejala angina yang merupakan salah satu
kriteria diagnosis serangan infark miokard, yaitu nyeri dada khas infark
berlangsung lebih dari 20 menit di dada kiri atau tengah dan menjalar ke
punggung. Keluhan nyeri dada diikuti keringat dingin, rasa mual dan
rasa lemas.
Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis dimana klien mendapat
serangan dada yang khas.yaitu seperti ditekan atau terasa berat didada
37
yang sering kali Menjalar kelengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya
timbul pada waktu klien melakukan suatu aktifitas dan segera hilang bila
klien menghentikan aktifitas (Sanjoyo, 2005).
B.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesimpulan Pemeriksaan Fisik Tn. W
a.
b.
c.
d.
Tekanan darah
Nadi
JVP
Paru
: 160/100 mmHg
: 80 x/m
: 5+3 cm
: Suara dasar vesikuler (+/+), Rhonki basah
halus (-/-), Rhonki basah kasar (-/-),
Wheezing (-/-)
e. Cor
1) Inspeksi
2) Palpasi
3) Perkusi
LMCS
4) Auskultasi
: S1>S2, murmur (-), gallop (-)
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang karena sesak
nafas dan ditemukan tanda-tanda gagal jantung kongestif berupa
peningkatan tekanan vena jugularis, pembesaran konfigurasi jantung,
serta pitting edema minimal pada ekstremitas inferior. Tekanan darah
pada pasien ini tinggi dan pasien mempunyai riwayat hipertensi terkontrol
sebelumnya, yang kemungkinan menjadi salah satu factor resiko pasien
mengalami CHF. Oleh karena itu, dilakukan pemeriksaan EKG dan foto
toraks pada pasien ini.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan konfigurasi jantung yang
membesar dengan tingginya tekanan vena sistemik. Tanda fisik overload
cairan atau kongesti yang dapat ditemukan pada pasien dengan gagal
jantung kronik antara lain ronkhi basah pada auskultasi paru, tanda efusi
pleura, distensi/peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali,
edema perifer, bergesernya perabaan ictus cordis ke arah lateral dan
38
bising ejeksi sistolik di tepi kiri sternum akibat regurgitasi mitral akibat
dilatasi masif lumen ventrikel dan atrium kiri, serta gallop S3 pada
auskultasi akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri pada
penurunan fungsi ventrikel kiri akibat dilatasi. Gangguan perfusi perifer
terutama pada pasien gagal jantung tingkat lanjut dengan penyakit
penyerta anemia, dapat dilihat melalui pemeriksaan ekstremitas yang
teraba dingin, pucat, sianosis, dan pemanjangan waktu pengisian kapiler
(Carson et al., 2013). Pada pemeriksaan fisik pasien ini, ditemukan semua
tanda tersebut, kecuali asites, hepatomegali, bising ejeksi sistolik, gallop,
dan tanda-tanda anemia.
C.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorim
39
Pemeriksaan
Haemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Kimia Klinik
Ureum darah
Kreatinin darah
Asam Urat
GDS
Natrium
Kalium
Clorida
Hasil
13,9 L
7670
39 L
4,3 juta L
196.000
89,4
32,1 H
35,9
25,7
0,83
7,3 H
77
139
3,7
105
40
3. Rontgen Thorax
41
42
D.
ASSESMENT
Pasien yang kami laporkan dikatakan mengalami serangan infark
miokard dengan didapatkan 2 dari 3 kriteria serangan infark miokard ,
karena ada nyeri dada khas infark, yaitu nyeri dada menjalar hingga ke
punggung
disertai
mual,
muntah,
dan
keringat
dingin,
EKG
V.
KESIMPULAN
1. Diagnosis kasus ini adalah STEMI recent infark anterior dan Congestive Heart
Failure (NHYA II) Didasarkan oleh anamnesis, yaitu sesak napas, nyeri dada,
43
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Idrus. 2006. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. Hal: 1616.
44
2013.
45
Rampengan, Starry H. & Eko Antono. 2007. Infark Miokard Ventrikel Kanan.
Jurnal Kardiologi Indonesia. Vol. 28 (6):445-453.
Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and
restrictive). In: Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to
diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.137-56.
Sanjoyo,
Raden.
2005.
SISTEM
KARDIOVASKULER.
Available
at
46