PENDAHULUAN
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak tokoh
psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926)
menyebutkan gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu istilah yang
menekankan proses kognitif yang berbeda dan onset pada masa awal. Istilah
skizofrenia itu sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk
menggambarkan munculnya perpecahan antara pikiran, emmosi dan perilaku pada
pasien yang mengalami gangguan ini. Bleuler mengindentifikasi symptom dasar
dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan
Ambivalensi.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1% penduduk
dunia menderita psikotik selama hidup mereka di Amerika. Skizofrenia lebih sering
terjadi pada Negara industri terdapat lebih banyak populasi urban dan pada
kelompok sosial ekonomi rendah.
Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia
seringkali ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan
untuk merawat diri, hilangnya tilikan dan pemburukan sosial yang bertahap.
Kedatangan diruang gawat darurat atau tempat praktek disebabkan oleh halusinasi
yamg menimbulkan ketegangan yang mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya
maupun orang lain, perilaku kacau, inkoherensi, agitasi dan penelantaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizeinyang berarti terpisahatau
pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom
negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating)
yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh
genetik, fisik, dan sosial budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik
dari pikiran dan persepsi , serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau
tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu
dapat berkembang kemudian.
EPIDEMIOLOGI
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu
dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau
sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar
sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini
atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia.
maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang
berwarna atau muka orang yang menakutkan.
Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi tidak
menurun pada skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas
pengalamannya dan perasaannya. Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau
double personality, misalnya penderita mengidentifikasikan dirinya dengan
sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak adalagi. Atau pada double
personality seakan-akan terdapat kekuatan lain yang bertindak sendiri didalamnya
atau yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan sesuatu.
Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan
dunia luar ia seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa
yang terjadi di sekitarnya.
Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai
gejala primer. Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat
terganggunya afek dan kemauan.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia
adalah:
(1). Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia.
Artinya tidak ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap
simptom skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan
syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari
pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang
esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
(2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke
waktu. Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari
perawatan sebelumnya (yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis
subtipe mungkin berubah.
(3). Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang
sosial budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya
tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain.
Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan
dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya merupakan
gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan pendidikan pasien.
DIAGNOSIS
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
(a) Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kulitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam
pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
(withdrawal); dan
- Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
(b) - delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dati luar; atau
- delusion of influence: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
- delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar;
(tentang dirinya: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
- delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama
atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk
asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulanbulan terus menerus;
(f)Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(g)Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
(h) Gejala-gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri
secara sosial.
KLASIFIKASI
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka,
dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai
spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai
berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a)Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
(b)Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c)Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity),
dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama
penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya
mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya.
Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan
terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari
kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain
pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak
ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik
paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam
situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis
mereka dan tetap intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang
khas berikut ini memang benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (selfabsorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive)
dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga
perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless)
dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan
bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a)stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b)Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c)Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d)Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
(e)Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g)Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik
untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan
metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan
afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau
orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi,
kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, danmdisertai dengan
perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia
lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang
sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin
penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan
akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia
mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang
tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama
gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis
gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kirakira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan
akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat
konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat
sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi
diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat
dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten
sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan
skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh
atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik.
Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa
lalu.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien
sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat.
Istilah skizofrenik oneiroid telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya
terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan
didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam
memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala
tersebut.
Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia paranoid. Dalam
pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara
progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini
menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.
Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti
kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan
pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia,
panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien
yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang
mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang. Didalam
penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif
yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya
pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang
relatif baik terhadap pengobatan.
Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative
yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi
pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya
motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai
dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap
pengobatan.
PERJALANAN PENYAKIT
Tanda awal dari skizofrenia adalah simtom-simtom pada masa premorbid. Biasanya
simtom ini muncul pada masa remaja dan kemudian diikuti dengan berkembangnya
simtom prodormal dalam kurun waktu beberapa hari sampai beberapa bulan.
Adanya perubahan social / lingkungan dapat memicu munculnya simtom gangguan.
Masa prodormal ini bisa langsung sampai bertahun-tahun sebelum akhirnya muncul
simtom psikotik yang terlihat.
Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi. Setelah
sakit yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal untuk waktu lama
(remisi), keadaan ini diusahakan dapat terus dipertahankan. Namun yang terjadi
biasanya adalah pasien mengalami kekambuhan. Tiap kekambuhan yang terjadi
membuat pasien mengalami deteriorasi sehingga ia tidak dapat kembali ke fungsi
sebelum ia kambuh. Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien menjadi
depresi, dan ini bisa berlangsung seumur hidup.
Seiring dengan berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap ada,
sedangkan simtom negative relative sulit hilang bahkan bertambah parah.
Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya skizofrenia adalah Mempunyai
anggota keluarga yang menderita skizofrenia, terutama jika salah satu orang
tuanya/saudara kembar monozygotnya menderita skizofrenia, kesulitan pada waktu
A. Definisi Skizofrenia
1.
Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir
serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kamauan dan
psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi; asoisasi terbagi-
2.
B. Etiologi Skizofrenia
Terdapat beberapa teori yang dikemukakan para ahli yang menyebabkan terjadinya skizofrenia.
Teori teori tersebut antara lain:
1.
Endokrin.Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat
dibuktikan.
2. Metabolisme.Teori ini mengemukakan bahwa skizofrenia disebabkan karena gangguan
metabolisme karena penderita tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu
makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik
konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat
halusinogenik seperti meskalin dan asam lisergik diethylamide (LSD-25). Obat-obat tersebut
dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversible.
3. Teori Adolf Meyer.Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang
tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada susunan saraf
tetapi Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang
salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang
tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
4. Teori Sigmund Freud.Teori Sigmund freud juga termasuk teori psikogenik. Menurut freud,
skizofrenia terdapat:
a) Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik
b) Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu
regresi ke fase narsisisme
c) Kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak
mungkin
d) Eugen Bleuler Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa
yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan
perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer
(gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder
(waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
Teori tentang skizofrenia yang saat ini banyak dianut adalah sebagai berikut:
1)
Genetik. Teori ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita
skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur sehingga dapat dipastikan factor genetik turut
menentukan timbulnya skizofrenia. Angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara
kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %,
kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 2009). Pengaruh genetik ini
tidak sederhana seperti hokum Mendel, tetapi yang diturunkan adalah potensi untuk skizofrenia
(bukan penyakit itu sendiri
2) Neurokimia. Hipotesis dopaminmenyatakan bahwa skizofrenia disebabkan overaktivitas pada
jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung dengan temuan bahwa amfetamin yang kerjanya
meningkatkan pelepasan dopamine, dapat menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia dan obat
anti psikotik bekerja dengan mengeblok reseptor dopamine, terutama reseptor D2.
3) Hipotesis Perkembangan Saraf. Studi autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan
abnormalitas struktur dan morfologi otak penderita skizofrenia antara lain berupa berat orak ratarata lebih kecil 6% dari normal dan ukuran anterior-anterior yang 4% lebih pendek, pembesaran
ventrikel otak yang nonspesifik, gangguan metabolisme di daerah frontal dan temporal serta
kelainan susunan seluler pada struktur saraf di beberapa korteks dan subkortek. Studi
neuropsikologis mengungkapkan deficit di bidang atensi, pemilihan konseptual, fungsi eksekutif
dan memori pada penderita skizofrenia.
C. Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
1. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang
didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
2. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antaraa 1525 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan dan
adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak
sekali.
3. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress
Gejala Primer
Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah gangguan
asosiasi dan terjadi inkoherensi
2)
3)
4)
Emosi berlebihan
5)
Gangguan kemauan
1) Terjadi kelemahan kemauan
2)
3)
Gejala psikomotor
1)
2)
Stereotipi
3)
4)
2.
Gejala Sekunder
F. Penatalaksanaan Skizofrenia
1. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik
bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia.
Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau
kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine)
a.
Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun
sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh
obat antipsikotik konvensional antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Haldol (haloperidol)
Mellaril (thioridazine)
Navane (thiothixene)
Prolixin (fluphenazine)
Stelazine ( trifluoperazine)
Thorazine ( chlorpromazine)
Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak
ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang
sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional
tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan
pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara
reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan
interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat
disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsychotic.
b.
1. Risperdal (risperidone)
2. Seroquel (quetiapine)
3. Zyprexa (olanzopine)
c.
Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril
dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik
konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat
serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan.
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama Generik
Klorpromazin
Haloperidol
Perfenazin
Flufenazin
Flufenazin dekanoat
Levomeprazin
Trifluperazin
Tioridazin
Sulpirid
Pimozid
Risperidon
Sediaan
Tablet, 25 dan 100 mg,
Tablet, 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg,
Tablet 2, 4, 8 mg
Tablet 2,5 mg, 5 mg
Inj 25 mg/ml
Tablet 25 mg, Injeksi 25 mg/ml
Tablet 1 mg dan 5 mg
Tablet 50 dan 100 mg
Tablet 200 mg
Tablet 1 dan 4 mg
Tablet 1, 2, 3 mg
Dosis
150-600mg/hariInjeksi25mg/ml
5-15 mg/hari Injeksi5mg/ml
12 - 24 mg/hari
10 - 15 mg/hari
25 mg/2-4 minggu
25 - 50 mg/hari
10 - 15 mg/hari
150 - 600 mg/hari
300 - 600 mg/hari
1 - 4 mg/hari
2 - 6 mg/hari
alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik
konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic
diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat
bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh.
Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode petama
Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode
pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan
dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total
pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa
penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya
penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat
penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar
dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan)
pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini
pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak
(berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang
dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau
mengobati efek samping ini. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia
dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial
grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis
efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik
konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga
banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan
newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat badan juga
sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada
penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu
mengatasi masalah ini. Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant
syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan
penanganan yang segera.
2. Terapi Psikososial
a.
Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit.
Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang,
berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b.
Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang
jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur
terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu
keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps.
Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan
tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
c.
Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien
skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif,
tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d.
Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut
dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien,
dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan antara dokter dan
pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik.
Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan
menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas,
bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial
adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang
merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan
kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
3. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan dirumah
sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung
masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus
direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang
skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan
penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah
sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
PATHWAY SKIZOFRENIA
berdiam diri.
4. Spiritual Aktifitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan.
5. Status Mental
6. Penampilan Diri Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan, kancing baju tidak
tepat, resliting tak terkunci, baju tak diganti, baju terbalik sebagai manifestasi kemunduran
kemauan pasien.
7. Pembicaraan Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
8. Aktifitas Motorik Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan mempertahankan
pada satu posisi yang dibuatnya sendiri (katalepsia).
9. Emosi, Emosi dangkal
10. Afek Dangkal, tak ada ekspresi roman muka.
11. Interaksi Selama Wawancara Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau
menatap lawan bicara, diam.
12. Persepsi, Tidak terdapat halusinasi atau waham.
13. Proses Berfikir, Gangguan proses berfikir jarang ditemukan.
14. Kesadaran, Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan dengan dan pembatasan
dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf tidak sesuai dengan kenyataan
(secara kualitatif).
15. Memori, Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, orang baik.
16. emampuan penilaian, Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak tepat.
Kebutuhan Sehari-hari
Pada permulaan penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya, makin mundur dalam
pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri sangat
menurun dalam hal makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, intirahat tidur.
f) Diagnosa Keperawatan Skizofrenia
Perencanaan
Tujuan
Keperawatan
Isolasi sosial Tujuan umum
b.d harga diri Klien
rendah
dapat
melakukan hubungan
Intervensi
Kriteria Hasil
Klien
dapat
a. Bina hubungan saling percaya
Sapa klien secara ramah baik secara
dapat mengungkapkan
b.
Ekspresi
bersahabat
panggilanyang disukai
Menunjukkan rasa
senang
menepati janji
Mau
salam
g.
h.
Klien
mengutarakan
masalah
dihadapi
menjawab
mau
c.
yang
d.
Tunjukkan
sikap
empati
dan
Tujuan khusus 2
Klien
sendiri
mampu
a.
Diskusikan kemampuan dan aspek
Klien
dapat mempertahankan
mengidentifikasi
kemampuan
aspek
dan
positif
atas
kemampuan
mengungkapkan perasaannya
yang
b.
dimiliki
Tujuan khusus 3
a.
Kebutuhan
yang
b.
data digunakan
melakukan
Tujuan khusus 4
Klien
a.
terasarah
Klien
dapat
b.
dapat beraktivitas
dan kemampuan
menetapkan
merencanakan
kegiatan
Klien
b.
Klien
mengikuti dengan
sesuai TAK
bantuan
minimal,
kegiatan
kemampuan
b.
Tingkatkan
kegiatan
klien
sesuai
Berikan
contoh
cara
pelaksanaan
Klien
mampu
a.
dapat beraktivitas
sakit
dan
Klien
a.
yang
telah
c.
Tujuan khusus 6
kegiatan
direncanakan
b.
kemampuannya
Klien
di rumah
mampu
a.
Beri pendidikan kesehatan kepada
memanfaatkan
system
sesuai mencoba
kegiatan kemampuan
pendukung
b.
diajarkan
Klien
yang ada
memberikan
b.
dukungan
c.
b.
Perencanaan
Tujuan
Tujuan umum
perubahan
Klien
persepsi
berinteraksi
sensori:
halusinasi
tidak
pendengaran
halusinasi
Tujuan khusus 1
b.d
sosial
isolasi
Klien
Intervensi
Kriteria Hasil
dapat
dengan
terjadi
Klien
dapat
a. Bina hubungan saling percaya
Sapa klien secara ramah baik secara
dapat mengungkapkan
keberadaannya secara
verbal
b.
c.
Mau
menjawab
pertanyaan
d.
e.
Tunjukkan
sikap
empati
dan
b.
Klien mau duduk
berdampingan dengan
perawat
panggilanyang disukai
c.
Beri
kesempatan
untuk
d.
Klien
sendiri
dapat
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku
dapat menyebutkan
Tujuan khusus 2
Klien
menyebutkan
penyabab
penyebab
menarik diri
diri
yang
menarik
b.
berasal mengungkapkan
dari :
a. Diri sendiri
b.
Tujuan khusus 3
Klien
Klien
perasaan
penyebab
Orang lain
c. Lingkungan
d.
dapat menyebutkan
menyebutkan
keuntungan
orang lain
keuntungan
berhubungan dengan
b.
lain
bias lain
terasa
c.
pengetahuan
klien
tentang
bila
tidak
berhubungan
g.
c.
Perencanaan
Tujuan
Tujuan umum
Intervensi
Kriteria Hasil
menarik mengungkapkan
keinginan
melakukan
untuk
melakukan
hidup
kegiatan
hidup sehari-hari
Tujuan khusus 1
Klien
Klien
mampu
a.
mampu melakukan
kegiatan sehari-hari
sehari-hari
a.
kemampuan pasien
Pasien
untuk melakukannya
berpakaian
Pasien
d.
mempertahankan
hari
melakukan
defekasi
berkemih
bantuan.
dan
prosedur
dan
tanpa
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan berfikir,
persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku. Gangguan psikotik adalah gangguan
jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi. Faktor
faktor penyebab skozofrenia meliputi faktor biologis, psikologis, lingkungan dan organis.
Sedangkan gangguan psikotik disebabkan oleh faktor organo biologik, psikologik, sosio agama. Secara umum ciri ciri skizofrenia yaitu gangguan delusi, halusinasi, disorganisai,
pendataran afek, alogia, avolisi, anhedonia. Ciri ciri gangguan psikotik diantaranya memiliki
labilitas emosional, menarik diri dari interaksi sosial, mengabaikan penampilan dan kebersihan
diri, mengalami penurunan daya ingat dan kognitif parah, mengalami kesulitan mengorientasikan
waktu, orang, tempat, memiliki keengganan melakukan segala hal serta memiliki perilaku yang
aneh. Tipe skizofrenia dikelompokkan menjai tipe paranoid, katatonik, tak terperinci atau tak
terbedakan, residual. Untuk gangguan psikotik sendiri dikelompokkan menjadi tipe psikotik akut
dan kronik. Cara Mengatasi skizofrenia antara lain menciptakan kontak sosial yang baik, terapi
ECT (electrocompulsive therapy) dan (insulin comma therapy), menghindarkan dari frustrasi dan
kesulitan psikis lainnya, membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif dan mau melihat hari
depan dengan rasa berani, memberi obat neuroleptik. Baik gangguan psikotik akut maupun
kronik diatasi dengan memberikan asuhan keperawatan pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed 2. Surabaya. Airlangga
UniversityPress
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed 5. Jakarta. EGC
Schizophrenia. www.merck.com diakses tanggal 15 Oktober 2011
Schizophrenia. www.emedicine.com diakses tanggal 15 oktober 2011
PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA
A. TERAPI BIOLOGIS
1) Penggunaan Obat Antipsikosis
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik
bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia.
Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau
kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).1,2,3,4
a. Antipsikotik Konvensional1,2,3,4
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun
sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh
obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol)
2. Stelazine ( trifluoperazine)
3. Mellaril (thioridazine)
4. Thorazine ( chlorpromazine)
5. Navane (thiothixene)
6. Trilafon (perphenazine)
7. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak
ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah
mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek
samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler.
Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval
2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation
ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic1,2,3,4
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda, serta
sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan
Skizofrenia.
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril
dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik
konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat
serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran1,2,5,6
No Nama Generik Sediaan Dosis
1. Klorpromazin Tablet 25 dan 100 mg
Injeksi 25 mg/ml 150 600 mg/hari
2. Haloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg
Injeksi 5 mg/ml 5 15 mg/hari
3. Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 24 mg/hari
4. Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 15 mg/hari
5. Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6. Levomeprazin Tablet 25 mg
Injeksi 25 mg/ml 25 50 mg/hari
7. Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 15 mg/hari
8. Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 600 mg/hari
9. Sulpirid Tablet 200 mg
Injeksi 50 mg/ml 300 600 mg/hari 1
4 mg/hari
10. Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 4 mg/hari
11. Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 6 mg/hari
Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang sama pada
dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya
dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum
tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis
tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih
kembali untuk pemakaian sekarang.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
pemberian antipsikotik.7
Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta,
penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien
dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak.7,8,9
Sebagai komplikasiterapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra, Robekan
otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.6,7,8,9
3) Pembedahan bagian otak
Pada tahun 1935, Moniz memperkenalkan prefrontal lobotomy, yaitu preoses pembedahan pada
lobus frontalis penderita schizophrenia. Menurut Moniz, cara ini cukup berhasil dalam proses
penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang berperilaku kasar. Akan tetapi,
pada tahun 1950-an cara ini ditinggalkan karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan
kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.10
4) Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi,
keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau
termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.6
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien
dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan
rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta
keluarga pasien tentang skizofrenia.6
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusunaktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan
penyakitpasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah
sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.6
B. PSIKOTERAPI
Gejala-gejala gangguan schizophrenia yang kronik telah membuat situasi pengobatan di dalam
maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Para psikiater dan
petugas kesehatan terkondisi untuk menangani schizophrenia dengan obat saja selain terapi
kejang listrik (ECT). Psikoterapi suportif, terapi kelompok, maupun terapi perilaku hampir tidak
pernah dilakukan, karena dianggap tidak akan banyak manfaatnya. Wawancara tatap muka yang
rutin dengan pasien jarang dilakukan.
Psikoterapi adalah perawatan dan penyembuhan gangguan jiwa dengan cara psikologis. beberapa
pakar psikoterapi beranggapan bahwa perubahan perilaku tergantung pada pemahaman individu
atas motif dan konflik yang tidak disadari.
1) Terapi Psikoanalisa.
Terapi Psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep Freud. Tujuan psikoanalisis adalah
menyadarkan individu akan konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan yang
digunakannya untuk mengendalikan kecemasannya . Hal yang paling penting pada terapi ini
adalah untuk mengatasi hal-hal yang direpress oleh penderita.
Metode terapi ini dilakukan pada saat penderita schizophrenia sedang tidak kambuh. Macam
terapi psikoanalisa yang dapat dilakukan, adalah Asosiasi Bebas. Pada teknik terapi ini, penderita
didorong untuk membebaskan pikiran dan perasaan dan mengucapkan apa saja yang ada dalam
pikirannya tanpa penyuntingan atau penyensoran.11
Pada teknik ini, penderita disupport untuk bisa berada dalam kondisi relaks baik fisik maupun
mental dengan cara tidur di sofa. Ketika penderita dinyatakan sudah berada dalam keadaan
relaks, maka pasien harus mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu secara verbal.
Pada saat penderita tidur di sofa dan disuruh menyebutkan segala macam pikiran dan perasaan
yang ada di benaknya dan penderita mengalami blocking, maka hal itu merupakan manifestasi
dari keadaan over-repressi. Hal yang direpress biasanya berupa dorongan vital seperti sexual dan
agresi. Repressi terhadap dorongan agresi menyangkut figur otorotas yang selalu diwakili oleh
father dan mother figure. Repressi anger dan hostile merupakan salah satu bentuk intrapsikis
yang biasa menyebabkan blocking pada individu. Akibat dari blocking tersebut, maka integrasi
kepribadian menjadi tidak baik, karena ada tekanan ego yang sangat besar.
Menurut Freud, apabila terjadi blocking dalam proses asosiasi bebas, maka penderita akan
melakukan analisa. Hasil dari analisanya dapat menimbulkan insight pada penderita. Analisa
pada waktu terjadi blocking bertujuan agar penderita mampu menempatkan konfliknya lebih
proporsional, sehingga penderita mengalami suatu proses penurunan ketegangan dan penderita
lebih toleran terhadap konflik yang dialaminya.
Seperti yang telah diungkapkan terdahulu bahwa penderita diberi kesempatan untuk dapat
mengungkapkan segala traumatic events dan keinginan-keinginan yang direpressnya. Waktu ini
disebut dengan moment chatarsis. Disini penderita diberi kesempatan untuk mengeluarkan uneguneg yang ia rasakan , sehingga terjadi redusir terhadap pelibatan emosi dalam menyelesaikan
masalah yang dialaminya. Dalam teknik asosiasi bebas ini, juga terdapat proses transference,
yaitu suatu keadaan dimana pasien menempatkan therapist sebagai figur substitusi dari figur
yang sebenarnya menimbulkan masalah bagi penderita. Terdapat 2 macam transference, yaitu (1)
transference positif, yaitu apabila therapist menggantikan figur yang disukai oleh penderita, (2)
transference negatif, yaitu therapist menggantikan figur yang dibenci oleh penderita.11
2) Terapi Perilaku (Behavioristik)
Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian klasik dan operan, karena
terapi ini berkaitan dengan perilaku nyata. Para terpist mencoba menentukan stimulus yang
mengawali respon malasuai dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau mempertahankan
perilaku itu.
Akhir-akhir ini, pakar terapi perilaku melihat adanya pengaruh variabel kognitif pada perilaku
(misalnya, pemikiran individu tentang situasi menimbulkan kecemasan tentang akibat dari
tindakan tertentu) dan telah mencakupkan upaya untuk mengubah variabel semacam itu dengan
prosedur yang khusus ditujukan pada perilaku tersebut. Pada kongres psikiatri di Malaysia tahun
2000 ini, cognitif behavior therapy untuk pasien schizophrenia ditampilkan pakar psikiatri dari
Amerika maupun dari Malaysia sendiri. Ternyata, terdapat hasil yang cukup baik, terutama untuk
kasus-kasus baru, dengan menggunakan cognitif behavior therapy tersebut. Rupanya ada
gelombang besar optimisme akan kesembuhan schizophrenia di dunia dengan terapi yang lebih
komprehensif ini.
Selain itu, secara umum terapi ini juga bermaksud secara langsung membentuk dan
mengembangkan perilaku penderita schizophrenia yang lebih sesuai, sebagai persiapan penderita
untuk kembali berperan dalam masyarakat. Paul dan Lentz menggunakan dua bentuk program
psikososial untuk meningkatkan fungsi kemandirian.
a. Social Learning Program.
Social learning program menolong penderita schizophrenia untuk mempelajari perilaku-perilaku
yang sesuai. Program ini menggunakan token economy, yakni suatu cara untuk menguatkan
perilaku dengan memberikan tanda tertentu (token) bila penderita berhasil melakukan suatu
perilaku tertentu. Tanda tersebut dapat ditukar dengan hadiah (reward), seperti makanan atau
hak-hak tertentu.
Program lainnya adalah millieu program atau therapeutic community. Dalam program ini,
penderita dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab untuk tugastugas tertentu. Mereka dianjurkan meluangkan waktu untuk bersama-sama dan saling membantu
dalam penyesuaian perilaku serta membicarakan masalah-masalah bersama dengan pendamping.
Terapi ini berusaha memasukkan penderita schizophrenia dalam proses perkembangan untuk
mempersiapkan mereka dalam peran sosial yang bertanggung jawab dengan melibatkan seluruh
penderitan dan staf pembimbing.
Dalam penelitian, social learning program mempunyai hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan perawatan dalam rumah sakit jiwa dan millieu program. Persoalan yang muncul dalam
terapi ini adalah identifikasi tentang unsur-unsur mana yang efektif. Tidak jelas apakah
penguatan dengan tanda (token) ataukan faktor-faktor lain yang menyebabkan perubahan
perilaku; dan apakah program penguatan dengan tanda tersebut membantu perubahan perilaku
hanya selama tanda diberikan atau hanya dalam lingkungan perawatan.
b. Social Skills Training.
Terapi ini melatih penderita mengenai ketrampilan atau keahlian sosial, seperti kemampuan
percakapan, yang dapat membantu dalam beradaptasi dengan masyarakat. Social Skills Training
menggunakan latihan bermainsandiwara. Para penderita diberi tugas untuk bermain peran dalam
situasi-situasi tertentu agar mereka dapat menerapkannya dalam situasi yang sebenarnya. Bentuk
terapi seperti ini sering digunakan dalam panti-panti rehabilitasin psikososial untuk membantu
penderita agar bisa kembali berperan dalam masyarakat. Mereka dibantu dan didukung untuk
melaksanakan tugas-tugas harian seperti memasak, berbelanja, ataupun utnuk berkomunikasi,
bersahabat, dan sebagainya.
Meskipun terapi ini cukup berhasil, namun tetap ada persoalan bagaimana mempertahankan
perilaku bila suatu program telah selesai, dan bagaimana dengan situasi-situasi yang tidak
diajarkan secara langsung.
3) Terapi Humanistik
a. Terapi Kelompok.
Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam berhubungan dengan orang
lain, yang dapat menyebabkan seseorang berusaha menghindari relasinya dengan orang lain,
mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukannya tidak
tepat dan tidak sesuai dengan dunia empiris. Dalam menangani kasus tersebut, terapi kelompok
akan sangat bermanfaat bagi proses penyembuhan klien, khususnya klien schizophrenia.
Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien
berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai
pemberi arah di dalamnya. Di antara peserta terapi tersebut saling memberikan feedback tentang
pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka.
Klien dihadapkan pada setting sosial yang mengajaknya untuk berkomunikasi, sehingga terapi
ini dapat memperkaya pengalaman mereka dalam kemampuan berkomunikasi. Di rumah sakit
jiwa, terapi ini sering dilakukan. Melalui terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship
yang konkrit akan tercipta, sehingga klien selalu diajak untuk berpikir secara realistis dan
menilai pikiran dan perasaannya yang tidak realistis.
b. Terapi Keluarga.
Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Kelompoknya terdiri
atas suami istri atau orang tua serta anaknya yang bertemu dengan satu atau dua terapist. Terapi
ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama
keluarganya. Ungkapan-ungkapan emosi dalam keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit
penderita kambuh kembali diusahakan kembali. Keluarga diberi informasi tentang cara-cara
untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara
konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga
diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Keluarga
juga diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih penderita dengan
sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan pengungkapan emosi anggota keluarga diatu
dan disusun sedemikian rupa serta dievaluasi.
Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon ternyata campur tangan keluarga
sangan membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya
penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.
DAFTAR PUSTAKA
1. National Institue of Mental Health, National Institues of Health. http://www.nimh.nih.gov
diakses tanggal 5 Agustus 2011
2. Expert Consensus Treatment Guidelines for Schizophrenia: A Guide for Patients and
Families. http://www.nmah.com diakses tanggal 5 Agustus 2011
3. Schizophrenia. http://www.merck.com diakses tanggal 5 Agustus 2011
4. Schizophrenia. http://www.emedicine.com diakses tanggal 5 Agustus 2011
5. Maslim R. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT.
Nuh Jaya.
6. Kaplan, Sadock, Grebb. 1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis
Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara.
7. Maramis W.F. 1980. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.
Obat Antipsikotik 1. Jenis Obat Antipsikotik : Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik
generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik,
mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala
positif. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau
sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide.
Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis,
menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg
diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala
dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin
dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan
dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping
extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini
adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon. 2. Efek Samping Tetapi pemakaian lama
APG I dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia,
peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat
badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek
samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan
hipotensi. Antikolinergika (triheksifenidil, orfenadrin) dan beta-blokers (propanolol). Obat-obat
ini sering ditambahkan untuk menanggulangi efek samping antipsikotika, terutama GEP.
Benzodiazepin diberikan guna mengatasi kegelisahan dan kecemasan. Efek samping Yang umum
terjadi : insomnia, agitasi, rasa cemas, sakit kepala. Efek samping lain: somnolen, kelelahan,
pusing, konsentrasi terganggu, konstipasi, dispepsia, mual/muntah, nyeri abdominal, gangguan
penglihatan, priapismus, disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, disfungsi orgasme, inkontinensia
urin, rinitis, ruam dan reaksi alergi lain. Beberapa kasus gejala ekstrapiramidal mungkin terjadi
(namun insiden dan keparahannya jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan haloperidol),
seperti: tremor, rigiditas, hipersalivasi, bradikinesia, akathisia, distonia akut. Jika bersifat akut,
gejala ini biasanya ringan dan akan hilang dengan pengurangan dosis dan/atau dengan pemberian
obat antiparkinson bila diperlukan. Seperti neuroleptik lainnya, dapat terjadi neuroleptic
malignant syndrome (namun jarang), ditandai dengan hipertermia, rigiditas otot, ketidakstabilan
otonom, kesadaran berubah dan kenaikan kadar CPK, dilaporkan pernah terjadi. Bila hal ini
terjadi, penggunaan obat antipsikotik termasuk risperidone harus dihentikan. Kadang-kadang
terjadi orthostatic dizziness, hipotensi termasuk ortostatik, takikardia termasuk takikardia reflek
dan hipertensi. Risperidone dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi prolaktin plasma yang
bersifat dose-dependent, dapat berupa galactorrhoea, gynaecomastia, gangguan siklus menstruasi
dan amenorrhoea. Kenaikan berat badan, edema dan peningkatan kadar enzim hati kadangkadang terjadi. Sedikit penurunan jumlah neutrofil dan trombosit pernah terjadi. Pernah
dilaporkan namun jarang terjadi, pada pasien skizofrenik: intoksikasi air dengan hiponatraemia,
disebabkan oleh polidipsia atau sindrom gangguan sekresi hormon antidiuretik (ADH); tardive
dyskinesia, tidak teraturnya suhu tubuh dan terjadinya serangan. Efek Samping Psikotika 1).
Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE) a. Parkinsonisme Efek
samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat. Terdapat trias gejala parkonsonisme :
Tremor: paling jelas pada saat istirahat Bradikinesia : muka seperti topeng, berkurang gerakan
reiprokal pada saat berjalan Rigiditas : gangguan tonus otot (kaku) b. Reaksi distonia : kontraksi
otot singkat atau bisa juga lama Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota
tubuh tidak terkontrol c. Akathisia Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari
kegelisahan, seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan
gerakan mengguncang pada saat duduk. Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat
reversible (bisa ilang/kembali normal). d. Tardive dyskinesia Merupakan efek samping yang
timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan jangka panjang bersifat irreversible (susah
hilang/menetap), berupa gerakan involunter yang berulang pada lidah, wajah,mulut/rahang,
anggota gerak seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur. 2). Efek
samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic. Side efect. Terjadi karena penghambatan
pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek samping anti kolinergik adalah: Mulut kering
Konstipasi Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris)
menyebabkan presbiopia Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergic
Kongesti/sumbatan nasal 3. Uraian Obat 1) Zofredal 2 mg Indikasi : Skizoprenia akut dan
kronik, keadaan psikotik lainnya dengan gejala positif atau negatif. Kontraindikasi :
hipersensitifitas Dosis : Hari I = 2 x sehari 1 mg Hari ke II = 2 x sehari 2 mg Hari ke III = 2 x
sehari 3 mg Penyesuaian dosis perlu dilakukan pada tahap pengobatan selanjutnya. Sebaiknya
dilakukan dalam interval waktu tidak kurang dari satu minggu. Dosis pemeliharaan = 2 x sehari
2-4 mg dosis maksimum 2 x sehari 8 mg. Pasien usia lanjut, pasien dengan penyakit ginjal atau
gangguan fungsi hati : dosis awal 2 x sehari 0,5 mg sehari. Efek Samping : Pada sejumlah
penelitian, risperidone umumnya merupakan antipsikotik yang terbukti efektif dan aman serta
dapat ditoleransi dengan baik oleh penderita. Efek samping yang agak sering dilaporkan antara
lain agitasi, akatisia, hiperkinesia, pusing, mengantuk, mual dan muntah. Namun obat golongan
ini mempunyai efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, peningkatan kadar prolaktin
yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala
negatif maupun kognitif. Untuk menangani efek samping inilah maka diberikan tablet
tryhexyphenidyl 32 mg/hari. 2) Triheksifenidil 2 mg Merupakan obat antispasmodik yang
bekerja menghambat secara langsung pada sistem saraf parasimpatik, juga berefek relaksasi otot
polos. Indikasi : Semua jenis parkinson, post enchepalitik, ateriosklerosis dan idiopatik,
digunakan untuk mencegah dan mengontrol kelainan estrapiramidal yang disebabkan oleh obat
SSP seperti reserpin dan fenotiasin termasuk tremor, salivasi yang biasanya menyertai parkinson,
efektif menurunkan spasme otot, berguna mengurangi depresi. Mengontrol gejala
ekstrapirimidial yang diakibatkan oleh terapi obat Dosis :Untuk parkinson : 6-10 mg/hari. Efek
Samping : penyakit hati dan ginjal, hipertensi, glaukoma 3) Methioson Komposisi : Metionin
100 mg, Kolin tartrat 100 mg, Vitamin B1 2 mg, Vitamin B2 2 mg, Vitamin B6 2 mg, Vitamin
B12 0,67 g, Vitamin E 3 mg, Nikotinamida 6 mg, Pantotenol 3 mg, Biotin 100 g, Asam Folat
400 Indikasi : kekurangan vitamin, Disfungsi hati akibat sakit kuning, infeksi dan subtansi
hepatotoksik, pengobatan dengan sinar-x, degenerasi lemak, infiltrasilemak.Gangguan hati
setelah operasi Dosis: 2-3 tablet sehari Zofredal merupakan antipsikotik yang mengandung
resperidon. Risperidone merupakan antagonis selektif monoaminergik dengan afinitas kuat
terhadap reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan dopamin tipe 2 (D2) yang memberikan efek
antipsikotik. Pengaturan Dosis Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan: a) Onset efek
primer (efek klinis) : 2-4 minggu b) Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam c) Waktu
paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr) d) Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil,
malam besar) sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita. e) Obat antipsikosis long
acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 24ininggu. Berguna untuk pasien yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.
Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 23 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2 minggu bila pertu
dinaikkan sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12 minggu (stabilisasi). Diturunkan
setiap 2 minggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug
holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan 2-4 Minggu) lalu stop. Untuk
pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5
tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya pemberian
obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala
psikosis reda sama sekali. Pada penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound
gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pemberian antikolinergik agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet tryhexyphenidyl
32 mg/hari. 4) Cara Perawatan Antipsikotik Kesulitan utama penanganan semua gangguan jiwa
adalah tidak adanya keinsyafan sakit pada kebanyakan pasien. Mereka menganggap halusinasi
dan pikiran khayalan sebagai suatu yang sejati/riil, dan selalu berfikir dirinya tidak sakit,
sehingga sering sekali menolak minum obat. Psikoterapi Penanganan skizofrenia paling efektif
terdiri atas kombinasi dari farmakoterapi bersama psikoterapi, termasuk terapi kelakuan kognitif,
yang juga disebut terapi bicara. Psikiater berusaha membangun hubungan baik dengan pasien
dan memperoleh kepercayaan mereka, juga mencoba membantu mengatasi problema psikis
mereka, serta memberi petunjuk bagaimana menghadapi masalah. Obat-obat Klasik Umumnya
dimulai dengan suatu obat klasik, terutama klorpromazin bila diperlukan obat sedatif,
trifluoperazin bila sedasi tidak dikehendaki, atau pimozida jika pasien perlu diaktifkan. Efek
antipsikotika menjadi nyata setelah 2-3 minggu. Bila sesudah masa latensi, obat-obat tersebut
kurang efektif, perlu dicoba obat-obat lain dari kelompok kimiawi lain. Flufenazin dekanoat
digunakan sebagai profilakse untuk mencegah kambuhnya penyakit. Thioridazin berguna pada
lansia untuk mengurangi GEP dan gejala antikolinergis. Obat-obat klasik terutama edektif untuk
meniadakan simptom positif dan efeknya baru nampak setelah beberapa bulan. Pengobatan perlu
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan lebih rendah untuk mencegah residif, selama minimal 2
tahun dan tak jarang seumur hidup. Obat-obat atypis Obat-obat atypis lebih ampuh untuk
simpom negatif kronis, mungkin karena pengikatannya pada reseptor-D1 dan D2 lebih kuat.
Sulpirida, risperidon, dan olanzapin dianjurkan bila obat-obat klasik tidak efektif lagi atau bila
terjadi terlalu banyak efek samping. Karena klozapin dapat menyebabkan agranulositosis hebat
(1-2% dari kasus), selama terapi perlu dilakukan penghitungan leukosit setiap minggu. Obat-obat
tambahan Antikolinergika (triheksifenidil, orfenadrin) dan beta-blokers (propanolol). Obat-obat
ini sering ditambahkan untuk menanggulangi efek samping antipsikotika, terutama GEP.
Benzodiazepin diberikan guna mengatasi kegelisahan dan kecemasan. Penanganan Alternatif
Sejumlah psikiater telah berhasil baik dengan mengkombinasi vitamin dan mineral tertentu
dalam megadose. Penanganan ortomolekuler ini berdasarkan penemuan bahwa pasien
skizofrenia mengalami defisiensi nutrien-nutrien bersangkutan. Cara ini terdiri dari pemberian
nutrien tepat dengan antar-perbandingan yang tepat ke sel-sel tubuh. Yang diberikan adalah
vitamin C, niasinamid, piridoksin, dan vitamin E. Pilihan ini didasarkan pada sering
ditemukannya kekurangan vitamin-vitamin tersebut di otak penderita skizofrenia. Obat
Antiansietas Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik,
transquilizer minor dan anksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang menjadi obat
racun adalah diazepam atau klordiazepoksid. Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas,
kelainan somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara
gejala-gejala insomnia dan ansietas. No Nama Generik Golongan Sediaan Dosis aniuran 1
Diazepam Benzodiazepin Tab 2- 5 mg Peroral 10-30mg/hr, 2-3x/hari Paenteral IV/IM 2-10
mg/kali, setiap 3-4 jam 2 Klordiazepoksoid Benzodiazepin Tab 5 mg Kap 5 mg 15-30 mg/hari 2-