Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak tokoh
psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926)
menyebutkan gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu istilah yang
menekankan proses kognitif yang berbeda dan onset pada masa awal. Istilah
skizofrenia itu sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk
menggambarkan munculnya perpecahan antara pikiran, emmosi dan perilaku pada
pasien yang mengalami gangguan ini. Bleuler mengindentifikasi symptom dasar
dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan
Ambivalensi.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1% penduduk
dunia menderita psikotik selama hidup mereka di Amerika. Skizofrenia lebih sering
terjadi pada Negara industri terdapat lebih banyak populasi urban dan pada
kelompok sosial ekonomi rendah.
Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia
seringkali ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan
untuk merawat diri, hilangnya tilikan dan pemburukan sosial yang bertahap.
Kedatangan diruang gawat darurat atau tempat praktek disebabkan oleh halusinasi
yamg menimbulkan ketegangan yang mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya
maupun orang lain, perilaku kacau, inkoherensi, agitasi dan penelantaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizeinyang berarti terpisahatau
pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom
negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating)
yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh
genetik, fisik, dan sosial budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik
dari pikiran dan persepsi , serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau
tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu
dapat berkembang kemudian.
EPIDEMIOLOGI
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu
dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau
sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar
sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini
atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia.

Perkiraan angka ini disampaikan Dr LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium


Dharmawangsa Jakarta Selatan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16
sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai
diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di
antara anggota keluarga sedarah.
ETIOLOGI
Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan. Model ini
mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik
(diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan
stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal
kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya
dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress
psikososial , dan trauma.
Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan
mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan
seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin
kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi
penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan
berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.
(A) Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya
kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui
bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu ddengan
munculnya simptom skizofrenia.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat
seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan
ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi
pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain.
Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan
neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan
stressor lingkungan dan sosial.
(B)Hipotesa Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas
neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari
meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine,
turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari
faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa : Ada
korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan
kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.Obat yang
meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat menimbulkan
gejala psikotik pada siapapun.
(C)Faktor Genetika

Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan


salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko
seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota
keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga
dekat. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh
genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar
satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.
(D)Faktor Psikososial
1 Teori Tentang Individu Pasien
Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, yang
muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik
antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar.
Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap
munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien
skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk.
Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan egoyang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk-turut memperparah
symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah
dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan
orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh
kesulitan interpersonal yangyang etrjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan
dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego
mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari
dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam
hubungan timbal balik ibu dan anak.
Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing
pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi
individu bahwa dunia dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan
substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif
dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang
dimilikinya.
Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik
setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus.
Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase
perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam
hubungan interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan onset akut
sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan
adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan

karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan


dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun
mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.
Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun
berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam
skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga
dirinya terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia
dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia.
Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia
belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak
rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah
emosional.
2. Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrikberasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang
secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien
skizofrenia. Antara lain:
Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan
keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua
berkaitn dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi
bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri
kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya itu.
Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas
antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak
yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi
hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang
melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan
dominasi dari salah satu orang tua.
Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi
dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile
secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang
mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan
orang lain di luar rumah.
Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat
ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan
keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun
maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien skizofrenia
3. Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak

berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung,


namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu
timbulnya onset dan keparahan penyakit.
GEJALA KLINIS
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu
primer dan sekunder.
Gejala-gejala primer :
Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang
terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai
diutarakan, sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya
maksudnya tani tetapi dikatakan sawah.
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan merah bila
dimaksudkan berani. Atau terdapat clang association oleh karena pikiran sering
tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau dulu waktu
hari, jah memang matahari, lalu saya lari. Semua ini menyebabkan jalan pikiran
pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan
inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal,
umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang
ada disampingnya juga dimarahi dan dipukuli.
Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini
dinamakan blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadangkadang sampai beberapa hari.
Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya
yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau pressure
of thoughts. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya
dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran.
Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering
tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada
efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada
pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih
bertujuan.
Gangguan afek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :
Kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting), misalnya penderita menjadi
acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan
keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang.
Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada
penderita timbul rasa sedih atau marah.Paramimi : penderita merasa senang dan
gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam
bahasa Inggris dinamakan incongruity of affect dalam bahasa Belanda hal ini
dinamakan inadequat.Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak
mempunyai kesatuan, umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita

menangis berhari-hari, tetapi mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan


afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah :
Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita
yang sedang bermain sandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia adalah
hilangnya kemampuan untuk melakukan hubungan emosi yang baik (emotional
rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita.
Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin
terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang
sama ; atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan
ambivalensi pada afek.Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka
tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan.
Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat,
umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa
tiduran terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu
diterangkan.
Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan.
Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.
Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu
permintaan.
Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang
sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk
berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak
masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur.
Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau
tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala
ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder
sebab didapati juga pada penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila
gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang
luwes atau yang agak kaku. Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan
pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan
dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang menahun.
Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu
yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau
karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia
tidak ingin mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan
hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadangkadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.

Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya


menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu
beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa
tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulangulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang dapat
dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya.
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang
lama. Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan
seperti pada lilin.
Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa
yang disuruh. Otomatisme komando (command automatism) sebetulnya
merupakan lawan dari negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis,
bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah echolalia (penderita
meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru
perbuatan atau pergerakan orang lain).
Gejala-gejala sekunder :
Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi
penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak
dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang
bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermainmain dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer
gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham
sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional
interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari
luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia.
Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan
dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata dunia akan kiamat sebab ia
melihgat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara
bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham
dinamakan menurut isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik,
waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya.
Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini
merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering
pada keadaan sskizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara
manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi
penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan
(taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada
orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun
dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering
pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat

maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang
berwarna atau muka orang yang menakutkan.
Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi tidak
menurun pada skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas
pengalamannya dan perasaannya. Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau
double personality, misalnya penderita mengidentifikasikan dirinya dengan
sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak adalagi. Atau pada double
personality seakan-akan terdapat kekuatan lain yang bertindak sendiri didalamnya
atau yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan sesuatu.
Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan
dunia luar ia seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa
yang terjadi di sekitarnya.
Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai
gejala primer. Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat
terganggunya afek dan kemauan.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia
adalah:
(1). Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia.
Artinya tidak ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap
simptom skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan
syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari
pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang
esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
(2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke
waktu. Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari
perawatan sebelumnya (yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis
subtipe mungkin berubah.
(3). Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang
sosial budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya
tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain.
Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan
dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya merupakan
gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan pendidikan pasien.
DIAGNOSIS
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
(a) Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kulitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam
pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
(withdrawal); dan
- Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;

(b) - delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dati luar; atau
- delusion of influence: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
- delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar;
(tentang dirinya: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
- delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama
atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk
asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulanbulan terus menerus;
(f)Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(g)Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
(h) Gejala-gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri
secara sosial.
KLASIFIKASI

Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka,
dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai
spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai
berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a)Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
(b)Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c)Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity),
dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama
penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya
mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya.
Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan
terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari
kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain
pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak
ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik
paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam
situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis
mereka dan tetap intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang
khas berikut ini memang benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh

cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (selfabsorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive)
dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga
perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless)
dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan
bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a)stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b)Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c)Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d)Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
(e)Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g)Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik
untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan
metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan
afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau
orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi,
kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).


Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe
tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a)Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b)Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan
(c)Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit
kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2
minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua
(a) Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
(b)Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c)Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;
(d)Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang
cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan
social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan
adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan
maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : gejala

negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, danmdisertai dengan
perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia
lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang
sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin
penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan
akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia
mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang
tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama
gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis
gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kirakira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan
akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat
konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat
sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi
diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat
dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten
sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan
skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh
atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik.
Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa
lalu.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien
sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat.
Istilah skizofrenik oneiroid telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya
terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan
didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam
memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala
tersebut.

Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia paranoid. Dalam
pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara
progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini
menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.
Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti
kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan
pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia,
panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien
yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang
mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang. Didalam
penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif
yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya
pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang
relatif baik terhadap pengobatan.
Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative
yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi
pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya
motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai
dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap
pengobatan.
PERJALANAN PENYAKIT
Tanda awal dari skizofrenia adalah simtom-simtom pada masa premorbid. Biasanya
simtom ini muncul pada masa remaja dan kemudian diikuti dengan berkembangnya
simtom prodormal dalam kurun waktu beberapa hari sampai beberapa bulan.
Adanya perubahan social / lingkungan dapat memicu munculnya simtom gangguan.
Masa prodormal ini bisa langsung sampai bertahun-tahun sebelum akhirnya muncul
simtom psikotik yang terlihat.
Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi. Setelah
sakit yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal untuk waktu lama
(remisi), keadaan ini diusahakan dapat terus dipertahankan. Namun yang terjadi
biasanya adalah pasien mengalami kekambuhan. Tiap kekambuhan yang terjadi
membuat pasien mengalami deteriorasi sehingga ia tidak dapat kembali ke fungsi
sebelum ia kambuh. Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien menjadi
depresi, dan ini bisa berlangsung seumur hidup.
Seiring dengan berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap ada,
sedangkan simtom negative relative sulit hilang bahkan bertambah parah.
Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya skizofrenia adalah Mempunyai
anggota keluarga yang menderita skizofrenia, terutama jika salah satu orang
tuanya/saudara kembar monozygotnya menderita skizofrenia, kesulitan pada waktu

persalinan yang mungkin menyebabkan trauma pada otak, terdapat penyimpangan


dalam perkembangan kepribadian, yang terlihat sebagai anak yang sangat pemalu,
menarik diri, tidak mempunyai teman, amat tidak patuh, atau sangat penurut,
proses berpikir idiosinkratik, sensitive dengan perpisahan, mempunyai orang tua
denga sikap paranoid dan gangguan berpikir normal, memiliki gerakan bola mata
yang abnormal, menyalahgunakan zat tertentu seperti amfetamin, kanabis, kokain,
Mempunyai riwayat epilepsi, memilki ketidakstabilan vasomotor, gangguan pola
tidur, control suhu tubuh yang jelek dan tonus otot yang jelek.
PROGNOSIS
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10
tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia,
hanya kira-kira 10-20 % pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih
dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan
di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat,
dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut,
skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan
sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik.
Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60%
dan perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia
mampu untuk menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien
terus mengalami gejala yang sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara
bermakna oleh gangguannya selama seluruh hidupnya.

A. Definisi Skizofrenia
1.

Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir
serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kamauan dan
psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi; asoisasi terbagi-

2.

bagi sehingga timbul inkoherensi, afek dan emosi perilaku bizar.


Skizofrenia merupakan bentuk psikosa yang banyak dijumpai dimana-mana namun faktor
penyebabnya belum dapat diidentifikasi secara jelas. Kraepelin menyebut gangguan ini sebagai
demensia precox (demensia artinya kemunduran intelegensi dan precox artinya muda/sebelum
waktunya).

B. Etiologi Skizofrenia
Terdapat beberapa teori yang dikemukakan para ahli yang menyebabkan terjadinya skizofrenia.
Teori teori tersebut antara lain:
1.

Endokrin.Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu

pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat
dibuktikan.
2. Metabolisme.Teori ini mengemukakan bahwa skizofrenia disebabkan karena gangguan
metabolisme karena penderita tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu
makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik
konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat
halusinogenik seperti meskalin dan asam lisergik diethylamide (LSD-25). Obat-obat tersebut
dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversible.
3. Teori Adolf Meyer.Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang
tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada susunan saraf
tetapi Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang
salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang
tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
4. Teori Sigmund Freud.Teori Sigmund freud juga termasuk teori psikogenik. Menurut freud,
skizofrenia terdapat:
a) Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik
b) Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu
regresi ke fase narsisisme
c) Kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak
mungkin
d) Eugen Bleuler Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa
yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan
perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer
(gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder
(waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
Teori tentang skizofrenia yang saat ini banyak dianut adalah sebagai berikut:
1)

Genetik. Teori ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita
skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur sehingga dapat dipastikan factor genetik turut
menentukan timbulnya skizofrenia. Angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara
kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %,
kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 2009). Pengaruh genetik ini

tidak sederhana seperti hokum Mendel, tetapi yang diturunkan adalah potensi untuk skizofrenia
(bukan penyakit itu sendiri
2) Neurokimia. Hipotesis dopaminmenyatakan bahwa skizofrenia disebabkan overaktivitas pada
jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung dengan temuan bahwa amfetamin yang kerjanya
meningkatkan pelepasan dopamine, dapat menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia dan obat
anti psikotik bekerja dengan mengeblok reseptor dopamine, terutama reseptor D2.
3) Hipotesis Perkembangan Saraf. Studi autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan
abnormalitas struktur dan morfologi otak penderita skizofrenia antara lain berupa berat orak ratarata lebih kecil 6% dari normal dan ukuran anterior-anterior yang 4% lebih pendek, pembesaran
ventrikel otak yang nonspesifik, gangguan metabolisme di daerah frontal dan temporal serta
kelainan susunan seluler pada struktur saraf di beberapa korteks dan subkortek. Studi
neuropsikologis mengungkapkan deficit di bidang atensi, pemilihan konseptual, fungsi eksekutif
dan memori pada penderita skizofrenia.
C. Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
1. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang
didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
2. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antaraa 1525 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan dan
adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak
sekali.
3. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress

emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.


4. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan
halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan
afek emosi dan kemauan.
5. Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar
maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus
baginya.
6. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala
sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
7. Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal depresi
(skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh
tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.

D. Manifestasi Klinik Skizofrenia


1.

Gejala Primer
Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah gangguan
asosiasi dan terjadi inkoherensi

Gangguan afek emosi


1) Terjadi kedangkalan afek-emosi

2)

Paramimi dan paratimi (incongruity of affect / inadekuat)

3)

Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan

4)

Emosi berlebihan

5)

Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik

Gangguan kemauan
1) Terjadi kelemahan kemauan
2)

Perilaku negativisme atas permintaan

3)

Otomatisme : merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain

Gejala psikomotor
1)

Stupor atau hiperkinesia, logorea dan neologisme

2)

Stereotipi

3)

Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama

4)

Echolalia dan echopraxia

2.

Gejala Sekunder

1) Waham dan Halusinasi


Istilah ini menggambarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari
kelima pancaindra. halusinasi pendengaran dan penglihatan yang paling umum terjadi, halusinasi
penciuman, perabaan, dan pengecapan juga dapat terjadi
E. Rentang Respon Skizofrenia

RENTANG RESPON SKIZOFRENIA

F. Penatalaksanaan Skizofrenia
1. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik
bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia.
Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau
kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine)
a.

Antipsikotik Konvensional

Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun
sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh
obat antipsikotik konvensional antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Haldol (haloperidol)
Mellaril (thioridazine)
Navane (thiothixene)
Prolixin (fluphenazine)
Stelazine ( trifluoperazine)
Thorazine ( chlorpromazine)
Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak
ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang
sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional
tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan
pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara
reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan
interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat
disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsychotic.

b.

Newer Atypcal Antipsycotic


Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbda, serta
sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :

1. Risperdal (risperidone)
2. Seroquel (quetiapine)
3. Zyprexa (olanzopine)
c.

Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril
dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik
konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat
serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus

memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan.
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Nama Generik
Klorpromazin
Haloperidol
Perfenazin
Flufenazin
Flufenazin dekanoat
Levomeprazin
Trifluperazin
Tioridazin
Sulpirid
Pimozid
Risperidon

Sediaan
Tablet, 25 dan 100 mg,
Tablet, 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg,
Tablet 2, 4, 8 mg
Tablet 2,5 mg, 5 mg
Inj 25 mg/ml
Tablet 25 mg, Injeksi 25 mg/ml
Tablet 1 mg dan 5 mg
Tablet 50 dan 100 mg
Tablet 200 mg
Tablet 1 dan 4 mg
Tablet 1, 2, 3 mg

Dosis
150-600mg/hariInjeksi25mg/ml
5-15 mg/hari Injeksi5mg/ml
12 - 24 mg/hari
10 - 15 mg/hari
25 mg/2-4 minggu
25 - 50 mg/hari
10 - 15 mg/hari
150 - 600 mg/hari
300 - 600 mg/hari
1 - 4 mg/hari
2 - 6 mg/hari

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama


Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode
pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive
dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk
mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain,
para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada
Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk
mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti
minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan
obat lain yang efek sampingnya lebih rendah. Apabila penderita berhenti minum obat karena
alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan
tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang
pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan

alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik
konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic
diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat
bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh.
Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode petama
Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode
pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan
dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total
pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa
penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya
penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat
penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar
dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan)
pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini
pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak
(berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang
dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau
mengobati efek samping ini. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia
dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial
grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis
efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik
konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga
banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk

mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan
newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat badan juga
sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada
penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu
mengatasi masalah ini. Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant
syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan
penanganan yang segera.
2. Terapi Psikososial
a.

Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit.
Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang,
berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.

b.

Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang
jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur
terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu
keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps.
Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan
tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.

c.

Terapi kelompok

Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien
skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif,
tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d.

Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut
dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien,
dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan antara dokter dan
pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik.
Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan
menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas,
bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial
adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang
merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan
kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
3. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan dirumah
sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung
masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus
direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang
skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka

menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan
penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah
sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.

G. Pohon Masalah Skizofrenia

PATHWAY SKIZOFRENIA

H. Asuhan Keperawatan Skizofrenia


1. Pengkajian keperawatan skizofrenia
a) Identitas ,Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa pubertas.
b) Keluhan Utama, Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa ke rumah sakit biasanya
akibat adanya kumunduran kemauan dan kedangkalan emosi.
c) Faktor Predisposisi. Faktor ini sangat erat terkait dengan faktor etiologi yakni keturunan,
endokrin, metabolisme, susunan syaraf pusat, kelemahan ego.
d) Psikososial
1. GenogramOrang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya 7-16 % skizofrenia,
bila keduanya menderita 40-68 %, saudara tiri kemungkinan 0,9-1,8 %, saudara kembar 2-15 %,
saudara kandung 7-15 %.
2.
Konsep Diri Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai pasien akan
3.

mempengaruhi konsep diri pasien.


Hubungan Sosial Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun,

berdiam diri.
4. Spiritual Aktifitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan.
5. Status Mental
6. Penampilan Diri Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan, kancing baju tidak
tepat, resliting tak terkunci, baju tak diganti, baju terbalik sebagai manifestasi kemunduran
kemauan pasien.
7. Pembicaraan Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
8. Aktifitas Motorik Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan mempertahankan
pada satu posisi yang dibuatnya sendiri (katalepsia).
9. Emosi, Emosi dangkal
10. Afek Dangkal, tak ada ekspresi roman muka.
11. Interaksi Selama Wawancara Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau
menatap lawan bicara, diam.
12. Persepsi, Tidak terdapat halusinasi atau waham.
13. Proses Berfikir, Gangguan proses berfikir jarang ditemukan.
14. Kesadaran, Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan dengan dan pembatasan
dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf tidak sesuai dengan kenyataan
(secara kualitatif).
15. Memori, Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, orang baik.
16. emampuan penilaian, Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak tepat.

17. Tilik diri, Tak ada yang khas.


e)

Kebutuhan Sehari-hari
Pada permulaan penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya, makin mundur dalam
pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri sangat
menurun dalam hal makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, intirahat tidur.
f) Diagnosa Keperawatan Skizofrenia

1. Isolasi sosial b.d harga diri rendah


2. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran b.d menarik diri
3. Kurang perawatan diri b.d menarik diri

3. Rencana Tindakan Keperawatan


a.

Diagnosa keperawatan: Isolasi sosial b.d harga diri rendah


Diagnosa

Perencanaan
Tujuan
Keperawatan
Isolasi sosial Tujuan umum
b.d harga diri Klien
rendah

dapat

melakukan hubungan

sosia secara bertahap


Tujuan khusus 1 a.
Klien

Intervensi

Kriteria Hasil

Klien

dapat
a. Bina hubungan saling percaya
Sapa klien secara ramah baik secara

dapat mengungkapkan

membuna hubungan perawaannya


saling percaya

b.

Ekspresi

verbal maupun nonverbal


wajah

Perkenalkan diri dengan sopan

bersahabat

Tanya nama lengkap klien dan nama

c. Ada kontak mata


d.

panggilanyang disukai

Menunjukkan rasa

Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan

senang

menepati janji

e. Mau berjabat tangan


f.

Mau
salam

g.

Klien mau duduk


b.
berdampingan

h.

Klien
mengutarakan
masalah
dihadapi

menjawab

mau
c.
yang
d.

Tunjukkan

sikap

empati

dan

menerima klien apa adanya

Beri perhatian kepada klien


Beri kesempatan untuk mengungkapkan
perawaannya tentang penyakit yang
diderita
Sediakan waktu untuk mendengarkan
klien
Katakana pada klien bahwa dia adalah
seorang yang berharga dan bertanggung
jawab serta mampu menolong dirinya

Tujuan khusus 2

Klien

sendiri
mampu
a.
Diskusikan kemampuan dan aspek

Klien

dapat mempertahankan

mengidentifikasi

aspek yang positif

kemampuan
aspek

positif yang dimilikiklien dan beri


reinforcement

dan

positif

atas

kemampuan

mengungkapkan perasaannya

yang

b.

dimiliki

Saat bertemu klien hindarkan memberi


penilaian negatif

Tujuan khusus 3

a.

Kebutuhan

c. Utamakan memberi pujian yang realistis


klien
a.
Diskusikan kemampuan klien yang

Klien dapat menilai terpenuhi


kemampuan

yang
b.

data digunakan

melakukan

Tujuan khusus 4
Klien

a.

terasarah
Klien

dapat
b.

Diskusikan juga kemampuan yang

aktivitas dapat dilanjutkan penggunaan di rumah


mampu
a.

sakit dah di rumah nantinya


Rencanakan bersama klien aktivitas

dapat beraktivitas

sesuai yang dapat dilakukan setiap hari sesuai

dan kemampuan

kemampuan, kegiatan mandiri, kegiatan

menetapkan
merencanakan
kegiatan

Klien

masih dapat digunakan selama sakit

b.

Klien

mengikuti dengan

sesuai TAK

bantuan

minimal,

kegiatan

dengan bantuan total

kemampuan

b.

Tingkatkan

kegiatan

klien

sesuai

toleransi kondisi klien


c.

Berikan

contoh

cara

pelaksanaan

kegiatan yang boleh klien lakukan


Tujuan khusus 5
Klien
melakukan

Klien

mampu
a.

dapat beraktivitas

sakit

dan

Klien

a.

yang

telah

Beri pujian atas usaha dan keberhasilan


klien

c.

Tujuan khusus 6

kegiatan

direncanakan
b.

kemampuannya
Klien

Diskusikan kemungkinan pelaksanaan

di rumah
mampu
a.
Beri pendidikan kesehatan kepada

dapat melakukan apa yang keluarga tentang cara merawat klien

memanfaatkan
system

sesuai mencoba

kegiatan kemampuan

sesuai dengan kondisi

(sering klien takut melaksanakannya)


Berikan kesempatan kepada klien

pendukung
b.

diajarkan
Klien

dengan isolasi social dan harga diri


mau rendah

yang ada

memberikan

b.

dukungan

Bantu kelluarga memberi dukungan


selama klien dirawat

c.

Bantu keluarga menyiapkan lingkungan


dirumah

b.

Diagnosa keperawatan: resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi pendenganran b.d


menarik diri
Diagnosa
Keperawatan
Resiko

Perencanaan
Tujuan
Tujuan umum

perubahan

Klien

persepsi

berinteraksi

sensori:

orang lain sehingga

halusinasi

tidak

pendengaran

halusinasi
Tujuan khusus 1

b.d
sosial

isolasi

Klien

Intervensi

Kriteria Hasil
dapat

dengan

terjadi
Klien

dapat
a. Bina hubungan saling percaya
Sapa klien secara ramah baik secara

dapat mengungkapkan

membuna hubungan perasaan


saling percaya
a.

dan verbal maupun nonverbal

keberadaannya secara

Perkenalkan diri dengan sopan

verbal

Tanya nama lengkap klien dan nama

Klien mau menjawab


salam

b.

Klien mau berjabat


tangan

c.

Mau

menjawab

pertanyaan
d.
e.

Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan


menepati janji

Tunjukkan

sikap

empati

dan

menerima klien apa adanya


Beri perhatian kepada klien

Ada kontak mata

b.
Klien mau duduk

berdampingan dengan
perawat

panggilanyang disukai

c.

Beri

kesempatan

untuk

mengungkapkan perawaannya tentang


penyakit yang diderita
Sediakan waktu untuk mendengarkan
klien

d.

Katakana pada klien bahwa dia adalah


seorang yang berharga dan bertanggung
jawab serta mampu menolong diri

Klien

sendiri
dapat
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku

dapat menyebutkan

menarik diri dan tanda-tandanya

Tujuan khusus 2
Klien
menyebutkan
penyabab

penyebab
menarik diri

diri

yang

menarik
b.

berasal mengungkapkan

dari :
a. Diri sendiri
b.

Tujuan khusus 3
Klien

Klien

perasaan

penyebab

menarik diri atau tidak mau bergaul


c.

Orang lain

c. Lingkungan

Beri kesempatak kepada klien untuk

Diskusikan dengan klien tentang


perilaku menarik diri, tanda dan gejala

d.

Berikan pujian tentang kemampuan

klien mengungkapkan perasaannya


dapat
a.
Kaji pengetahuan klien tentang

dapat menyebutkan

keuntungan dan manfaat bergaul dengan

menyebutkan

keuntungan

orang lain

keuntungan

berhubungan dengan
b.

Beri kesempatan kepada klien untuk

bersosialisasi dengan orang lain, misalnya mengungkapkan perasaannya tentang


orang
kerugian

lain

dan banyak teman, tidak keuntungan berhubungan dengan orang


todak sendiri,

bersosialisasi dengan berdiskusi,


orang lain

bias lain
terasa
c.

ramai, dapat bercanda


d.

Diskusikan dengan klien tentang


manfaat berhubungan dengan orang lain
Kaji

pengetahuan

klien

tentang

kerugian bila todak bergaul dengan


orang lain
e.

Beri kesempatan kepada klien untuk


mengungkapkan perasaannya tentang
kerugian

bila

tidak

berhubungan

dengan orang lain


f.

Diskusikan dengan klien tentang


kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain

g.

Beri reinforcement positif terhadap


kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain

c.

Diagnosa keperawatan: Kurang perawatan diri b.d menarik diri


Diagnosa
Keperawatan
Kurang

Perencanaan
Tujuan
Tujuan umum

Intervensi

Kriteria Hasil

perawatan diri Pasien


b.d
diri

menarik mengungkapkan
keinginan
melakukan

untuk

melakukan
hidup

kegiatan

hidup sehari-hari
Tujuan khusus 1
Klien

Klien

mampu
a.

mampu melakukan

aktivitas kegiatan hidup sehari-hari sesuai tingkat

kegiatan sehari-hari
sehari-hari
a.

kemampuan pasien

Pasien makan sendiri


b.

secara mandiri dan tanpa bantuan.


mendemontrasikan b.
suatu

Pasien

Dukung kemandirian pasien, tapi


berikan bantuan saat pasien tidak dapat

memilih melakukan beberapa kegiatan

keinginan pakaian yang sesuai,


c.

untuk melakukannya

Dukung pasien untuk melakukan

berpakaian

Perlihatkan secara konkret, bagaimana

merawat melakukakn kegiatan yang menurut

dirinya tanpa bantuan. pasien sulit melakukannya


c.

Pasien
d.
mempertahankan

Bantu dalam menyiapkan perlengkapan


ADLs

kebersihan diri secara


e.

Berikan pengakuan dan penghargaan

optimal dengan mandi positif untuk kemampuannya mandiri


setiap

hari

melakukan
defekasi
berkemih
bantuan.

dan

prosedur
dan
tanpa

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan berfikir,
persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku. Gangguan psikotik adalah gangguan
jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi. Faktor
faktor penyebab skozofrenia meliputi faktor biologis, psikologis, lingkungan dan organis.
Sedangkan gangguan psikotik disebabkan oleh faktor organo biologik, psikologik, sosio agama. Secara umum ciri ciri skizofrenia yaitu gangguan delusi, halusinasi, disorganisai,
pendataran afek, alogia, avolisi, anhedonia. Ciri ciri gangguan psikotik diantaranya memiliki
labilitas emosional, menarik diri dari interaksi sosial, mengabaikan penampilan dan kebersihan
diri, mengalami penurunan daya ingat dan kognitif parah, mengalami kesulitan mengorientasikan
waktu, orang, tempat, memiliki keengganan melakukan segala hal serta memiliki perilaku yang
aneh. Tipe skizofrenia dikelompokkan menjai tipe paranoid, katatonik, tak terperinci atau tak
terbedakan, residual. Untuk gangguan psikotik sendiri dikelompokkan menjadi tipe psikotik akut
dan kronik. Cara Mengatasi skizofrenia antara lain menciptakan kontak sosial yang baik, terapi
ECT (electrocompulsive therapy) dan (insulin comma therapy), menghindarkan dari frustrasi dan
kesulitan psikis lainnya, membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif dan mau melihat hari
depan dengan rasa berani, memberi obat neuroleptik. Baik gangguan psikotik akut maupun
kronik diatasi dengan memberikan asuhan keperawatan pada klien.

DAFTAR PUSTAKA
Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed 2. Surabaya. Airlangga
UniversityPress
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed 5. Jakarta. EGC
Schizophrenia. www.merck.com diakses tanggal 15 Oktober 2011
Schizophrenia. www.emedicine.com diakses tanggal 15 oktober 2011

PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA
A. TERAPI BIOLOGIS
1) Penggunaan Obat Antipsikosis
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik
bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia.
Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau
kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).1,2,3,4
a. Antipsikotik Konvensional1,2,3,4
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun
sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh
obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol)
2. Stelazine ( trifluoperazine)
3. Mellaril (thioridazine)
4. Thorazine ( chlorpromazine)
5. Navane (thiothixene)
6. Trilafon (perphenazine)
7. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak
ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah
mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek
samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler.
Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval
2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation
ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic1,2,3,4
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda, serta
sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan
Skizofrenia.

c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril
dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik
konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat
serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran1,2,5,6
No Nama Generik Sediaan Dosis
1. Klorpromazin Tablet 25 dan 100 mg
Injeksi 25 mg/ml 150 600 mg/hari
2. Haloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg
Injeksi 5 mg/ml 5 15 mg/hari
3. Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 24 mg/hari
4. Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 15 mg/hari
5. Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6. Levomeprazin Tablet 25 mg
Injeksi 25 mg/ml 25 50 mg/hari
7. Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 15 mg/hari
8. Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 600 mg/hari
9. Sulpirid Tablet 200 mg
Injeksi 50 mg/ml 300 600 mg/hari 1
4 mg/hari
10. Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 4 mg/hari
11. Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 6 mg/hari
Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang sama pada
dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya
dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum
tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis
tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih
kembali untuk pemakaian sekarang.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

a. Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu


b. Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
c. Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
d. Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi
kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien.
dinaikkan setiap 2-3 hari Mulai dosis awal dengan dosis anjuran sampai mencapai dosis
efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dosis optimal dievaluasi setiap 2 minggu dan bila
perlu dinaikkan diturunkan setiap 2dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun dosis maintanance minggu tapering off (dosis
diturunkan(diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) stoptiap 2-4 minggu)
Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat
diberikan paling sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir
yang masih mempunyai efek klinis.
Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1
tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penuruna
obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu 2 bulan.
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam
jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu: gangguan
lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan
pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 32
mg/hari)
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit
teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5
cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pemberian
anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus
skizopfrenia.
Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu peubahan posisi
tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi nor adrenalin
(effortil IM)
Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet
trihexyphenidyl 3-42 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama1,2,3,4
Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode pertama
karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih
rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum
diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan
mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)1,2,3,4


Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk mengetahui
alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat
karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat
menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain
yang efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral
dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan
injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini
merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya
antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal
antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan
yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan1,2,3,4
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh.
Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode petama
Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode
pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan
dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total
pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa
penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya
penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik1,2,3,4
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting
untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan
tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan)
pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini
pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak
(berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang
dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau
mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapattimbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut
yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek
samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik.
Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia,
dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga banyak
penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya
biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical

antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.


Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal
ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga
dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul
derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa
demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.
2) Terapi Elektrokonvulsif
Terapi Elektrokonvulsif disingkat ECT juga dikenal sebagai terapi elektroshock. ECT telah
menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. Di masa lalu
ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk
schizophrenia. Namun terapi ini tidak membuahkan hasil yang bermanfaat. Sebelum prosedur
ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat
menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke
tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita kerancuan
pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai
serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik.
Namun, sekarang ECT sudah tidak begitu menyakitkan. Pasien diberi obat bius ringan dan
kemudian disuntik dengan penenang otot. Aliran listrik yang sangat lemah dialirkan ke otak
melalui kedua pelipisatau pada pelipis yang mengandung belahan otak yang tidak dominan.
Hanya aliran ringan yang dibutuhkan untuk menghasilkan serangan otak yang diberikan, karena
serangan itu sendiri yang bersifat terapis, bukan aliran listriknya. Penenang otot mencegah
terjadinya kekejangan otot tubuh dan kemungkinan luka. Pasien bangun beberapa menit dan
tidak ingat apa-apa tentang pengobatan yang dilakukan. Kerancuan pikiran dan hilang ingatan
tidak terjadi, terutama bila aliran listrik hanya diberikan kepada belahan otak yang tidak dominan
(nondominan hemisphere). Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:
Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.
Penderita harus puasa
Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan
Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan.
Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras.
Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os temporalis) dibersihkan.
Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien menggigitnya5,6,7,8
Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
2-4 hari berturut turut 1-2 kali sehari
2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan
Maintenance tiap 2-4 minggu
Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut lagi 6,7.
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien karena alasan
tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah

pemberian antipsikotik.7
Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta,
penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien
dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak.7,8,9
Sebagai komplikasiterapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra, Robekan
otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.6,7,8,9
3) Pembedahan bagian otak
Pada tahun 1935, Moniz memperkenalkan prefrontal lobotomy, yaitu preoses pembedahan pada
lobus frontalis penderita schizophrenia. Menurut Moniz, cara ini cukup berhasil dalam proses
penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang berperilaku kasar. Akan tetapi,
pada tahun 1950-an cara ini ditinggalkan karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan
kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.10
4) Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi,
keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau
termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.6
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien
dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan
rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta
keluarga pasien tentang skizofrenia.6
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusunaktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan
penyakitpasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah
sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.6
B. PSIKOTERAPI
Gejala-gejala gangguan schizophrenia yang kronik telah membuat situasi pengobatan di dalam
maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Para psikiater dan
petugas kesehatan terkondisi untuk menangani schizophrenia dengan obat saja selain terapi
kejang listrik (ECT). Psikoterapi suportif, terapi kelompok, maupun terapi perilaku hampir tidak
pernah dilakukan, karena dianggap tidak akan banyak manfaatnya. Wawancara tatap muka yang
rutin dengan pasien jarang dilakukan.
Psikoterapi adalah perawatan dan penyembuhan gangguan jiwa dengan cara psikologis. beberapa
pakar psikoterapi beranggapan bahwa perubahan perilaku tergantung pada pemahaman individu
atas motif dan konflik yang tidak disadari.
1) Terapi Psikoanalisa.
Terapi Psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep Freud. Tujuan psikoanalisis adalah
menyadarkan individu akan konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan yang

digunakannya untuk mengendalikan kecemasannya . Hal yang paling penting pada terapi ini
adalah untuk mengatasi hal-hal yang direpress oleh penderita.
Metode terapi ini dilakukan pada saat penderita schizophrenia sedang tidak kambuh. Macam
terapi psikoanalisa yang dapat dilakukan, adalah Asosiasi Bebas. Pada teknik terapi ini, penderita
didorong untuk membebaskan pikiran dan perasaan dan mengucapkan apa saja yang ada dalam
pikirannya tanpa penyuntingan atau penyensoran.11
Pada teknik ini, penderita disupport untuk bisa berada dalam kondisi relaks baik fisik maupun
mental dengan cara tidur di sofa. Ketika penderita dinyatakan sudah berada dalam keadaan
relaks, maka pasien harus mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu secara verbal.
Pada saat penderita tidur di sofa dan disuruh menyebutkan segala macam pikiran dan perasaan
yang ada di benaknya dan penderita mengalami blocking, maka hal itu merupakan manifestasi
dari keadaan over-repressi. Hal yang direpress biasanya berupa dorongan vital seperti sexual dan
agresi. Repressi terhadap dorongan agresi menyangkut figur otorotas yang selalu diwakili oleh
father dan mother figure. Repressi anger dan hostile merupakan salah satu bentuk intrapsikis
yang biasa menyebabkan blocking pada individu. Akibat dari blocking tersebut, maka integrasi
kepribadian menjadi tidak baik, karena ada tekanan ego yang sangat besar.
Menurut Freud, apabila terjadi blocking dalam proses asosiasi bebas, maka penderita akan
melakukan analisa. Hasil dari analisanya dapat menimbulkan insight pada penderita. Analisa
pada waktu terjadi blocking bertujuan agar penderita mampu menempatkan konfliknya lebih
proporsional, sehingga penderita mengalami suatu proses penurunan ketegangan dan penderita
lebih toleran terhadap konflik yang dialaminya.
Seperti yang telah diungkapkan terdahulu bahwa penderita diberi kesempatan untuk dapat
mengungkapkan segala traumatic events dan keinginan-keinginan yang direpressnya. Waktu ini
disebut dengan moment chatarsis. Disini penderita diberi kesempatan untuk mengeluarkan uneguneg yang ia rasakan , sehingga terjadi redusir terhadap pelibatan emosi dalam menyelesaikan
masalah yang dialaminya. Dalam teknik asosiasi bebas ini, juga terdapat proses transference,
yaitu suatu keadaan dimana pasien menempatkan therapist sebagai figur substitusi dari figur
yang sebenarnya menimbulkan masalah bagi penderita. Terdapat 2 macam transference, yaitu (1)
transference positif, yaitu apabila therapist menggantikan figur yang disukai oleh penderita, (2)
transference negatif, yaitu therapist menggantikan figur yang dibenci oleh penderita.11
2) Terapi Perilaku (Behavioristik)
Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian klasik dan operan, karena
terapi ini berkaitan dengan perilaku nyata. Para terpist mencoba menentukan stimulus yang
mengawali respon malasuai dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau mempertahankan
perilaku itu.
Akhir-akhir ini, pakar terapi perilaku melihat adanya pengaruh variabel kognitif pada perilaku
(misalnya, pemikiran individu tentang situasi menimbulkan kecemasan tentang akibat dari
tindakan tertentu) dan telah mencakupkan upaya untuk mengubah variabel semacam itu dengan
prosedur yang khusus ditujukan pada perilaku tersebut. Pada kongres psikiatri di Malaysia tahun
2000 ini, cognitif behavior therapy untuk pasien schizophrenia ditampilkan pakar psikiatri dari
Amerika maupun dari Malaysia sendiri. Ternyata, terdapat hasil yang cukup baik, terutama untuk

kasus-kasus baru, dengan menggunakan cognitif behavior therapy tersebut. Rupanya ada
gelombang besar optimisme akan kesembuhan schizophrenia di dunia dengan terapi yang lebih
komprehensif ini.
Selain itu, secara umum terapi ini juga bermaksud secara langsung membentuk dan
mengembangkan perilaku penderita schizophrenia yang lebih sesuai, sebagai persiapan penderita
untuk kembali berperan dalam masyarakat. Paul dan Lentz menggunakan dua bentuk program
psikososial untuk meningkatkan fungsi kemandirian.
a. Social Learning Program.
Social learning program menolong penderita schizophrenia untuk mempelajari perilaku-perilaku
yang sesuai. Program ini menggunakan token economy, yakni suatu cara untuk menguatkan
perilaku dengan memberikan tanda tertentu (token) bila penderita berhasil melakukan suatu
perilaku tertentu. Tanda tersebut dapat ditukar dengan hadiah (reward), seperti makanan atau
hak-hak tertentu.
Program lainnya adalah millieu program atau therapeutic community. Dalam program ini,
penderita dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab untuk tugastugas tertentu. Mereka dianjurkan meluangkan waktu untuk bersama-sama dan saling membantu
dalam penyesuaian perilaku serta membicarakan masalah-masalah bersama dengan pendamping.
Terapi ini berusaha memasukkan penderita schizophrenia dalam proses perkembangan untuk
mempersiapkan mereka dalam peran sosial yang bertanggung jawab dengan melibatkan seluruh
penderitan dan staf pembimbing.
Dalam penelitian, social learning program mempunyai hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan perawatan dalam rumah sakit jiwa dan millieu program. Persoalan yang muncul dalam
terapi ini adalah identifikasi tentang unsur-unsur mana yang efektif. Tidak jelas apakah
penguatan dengan tanda (token) ataukan faktor-faktor lain yang menyebabkan perubahan
perilaku; dan apakah program penguatan dengan tanda tersebut membantu perubahan perilaku
hanya selama tanda diberikan atau hanya dalam lingkungan perawatan.
b. Social Skills Training.
Terapi ini melatih penderita mengenai ketrampilan atau keahlian sosial, seperti kemampuan
percakapan, yang dapat membantu dalam beradaptasi dengan masyarakat. Social Skills Training
menggunakan latihan bermainsandiwara. Para penderita diberi tugas untuk bermain peran dalam
situasi-situasi tertentu agar mereka dapat menerapkannya dalam situasi yang sebenarnya. Bentuk
terapi seperti ini sering digunakan dalam panti-panti rehabilitasin psikososial untuk membantu
penderita agar bisa kembali berperan dalam masyarakat. Mereka dibantu dan didukung untuk
melaksanakan tugas-tugas harian seperti memasak, berbelanja, ataupun utnuk berkomunikasi,
bersahabat, dan sebagainya.
Meskipun terapi ini cukup berhasil, namun tetap ada persoalan bagaimana mempertahankan
perilaku bila suatu program telah selesai, dan bagaimana dengan situasi-situasi yang tidak
diajarkan secara langsung.
3) Terapi Humanistik
a. Terapi Kelompok.
Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam berhubungan dengan orang

lain, yang dapat menyebabkan seseorang berusaha menghindari relasinya dengan orang lain,
mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukannya tidak
tepat dan tidak sesuai dengan dunia empiris. Dalam menangani kasus tersebut, terapi kelompok
akan sangat bermanfaat bagi proses penyembuhan klien, khususnya klien schizophrenia.
Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien
berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai
pemberi arah di dalamnya. Di antara peserta terapi tersebut saling memberikan feedback tentang
pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka.
Klien dihadapkan pada setting sosial yang mengajaknya untuk berkomunikasi, sehingga terapi
ini dapat memperkaya pengalaman mereka dalam kemampuan berkomunikasi. Di rumah sakit
jiwa, terapi ini sering dilakukan. Melalui terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship
yang konkrit akan tercipta, sehingga klien selalu diajak untuk berpikir secara realistis dan
menilai pikiran dan perasaannya yang tidak realistis.
b. Terapi Keluarga.
Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Kelompoknya terdiri
atas suami istri atau orang tua serta anaknya yang bertemu dengan satu atau dua terapist. Terapi
ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama
keluarganya. Ungkapan-ungkapan emosi dalam keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit
penderita kambuh kembali diusahakan kembali. Keluarga diberi informasi tentang cara-cara
untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara
konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga
diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Keluarga
juga diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih penderita dengan
sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan pengungkapan emosi anggota keluarga diatu
dan disusun sedemikian rupa serta dievaluasi.
Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon ternyata campur tangan keluarga
sangan membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya
penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.
DAFTAR PUSTAKA
1. National Institue of Mental Health, National Institues of Health. http://www.nimh.nih.gov
diakses tanggal 5 Agustus 2011
2. Expert Consensus Treatment Guidelines for Schizophrenia: A Guide for Patients and
Families. http://www.nmah.com diakses tanggal 5 Agustus 2011
3. Schizophrenia. http://www.merck.com diakses tanggal 5 Agustus 2011
4. Schizophrenia. http://www.emedicine.com diakses tanggal 5 Agustus 2011
5. Maslim R. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT.
Nuh Jaya.
6. Kaplan, Sadock, Grebb. 1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis
Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara.
7. Maramis W.F. 1980. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.

8. Schizophrenia Treatment. www. Psychiatrist4u.co.uk diakses tanggal 5 Agustus 2011.


9. Introducing Schizophrenia. www. Emedicine.com diakses tanggal 5 Agustus 2011.
10. Davison, G.C., Neale, J.M. 1994. Abnormal Psychology. New York, John Wiley & Son Inc.
11. Sutatminingsih, Raras. 2002. Schizoprenia. USU Digital Library.

Obat Antipsikotik 1. Jenis Obat Antipsikotik : Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik
generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik,
mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala
positif. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau
sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide.
Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis,
menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg
diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala
dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin
dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan
dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping
extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini
adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon. 2. Efek Samping Tetapi pemakaian lama
APG I dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia,
peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat
badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek
samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan
hipotensi. Antikolinergika (triheksifenidil, orfenadrin) dan beta-blokers (propanolol). Obat-obat
ini sering ditambahkan untuk menanggulangi efek samping antipsikotika, terutama GEP.
Benzodiazepin diberikan guna mengatasi kegelisahan dan kecemasan. Efek samping Yang umum
terjadi : insomnia, agitasi, rasa cemas, sakit kepala. Efek samping lain: somnolen, kelelahan,
pusing, konsentrasi terganggu, konstipasi, dispepsia, mual/muntah, nyeri abdominal, gangguan
penglihatan, priapismus, disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, disfungsi orgasme, inkontinensia
urin, rinitis, ruam dan reaksi alergi lain. Beberapa kasus gejala ekstrapiramidal mungkin terjadi
(namun insiden dan keparahannya jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan haloperidol),
seperti: tremor, rigiditas, hipersalivasi, bradikinesia, akathisia, distonia akut. Jika bersifat akut,
gejala ini biasanya ringan dan akan hilang dengan pengurangan dosis dan/atau dengan pemberian
obat antiparkinson bila diperlukan. Seperti neuroleptik lainnya, dapat terjadi neuroleptic
malignant syndrome (namun jarang), ditandai dengan hipertermia, rigiditas otot, ketidakstabilan
otonom, kesadaran berubah dan kenaikan kadar CPK, dilaporkan pernah terjadi. Bila hal ini
terjadi, penggunaan obat antipsikotik termasuk risperidone harus dihentikan. Kadang-kadang
terjadi orthostatic dizziness, hipotensi termasuk ortostatik, takikardia termasuk takikardia reflek
dan hipertensi. Risperidone dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi prolaktin plasma yang
bersifat dose-dependent, dapat berupa galactorrhoea, gynaecomastia, gangguan siklus menstruasi
dan amenorrhoea. Kenaikan berat badan, edema dan peningkatan kadar enzim hati kadangkadang terjadi. Sedikit penurunan jumlah neutrofil dan trombosit pernah terjadi. Pernah
dilaporkan namun jarang terjadi, pada pasien skizofrenik: intoksikasi air dengan hiponatraemia,
disebabkan oleh polidipsia atau sindrom gangguan sekresi hormon antidiuretik (ADH); tardive
dyskinesia, tidak teraturnya suhu tubuh dan terjadinya serangan. Efek Samping Psikotika 1).
Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE) a. Parkinsonisme Efek
samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat. Terdapat trias gejala parkonsonisme :
Tremor: paling jelas pada saat istirahat Bradikinesia : muka seperti topeng, berkurang gerakan
reiprokal pada saat berjalan Rigiditas : gangguan tonus otot (kaku) b. Reaksi distonia : kontraksi
otot singkat atau bisa juga lama Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota
tubuh tidak terkontrol c. Akathisia Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari

kegelisahan, seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan
gerakan mengguncang pada saat duduk. Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat
reversible (bisa ilang/kembali normal). d. Tardive dyskinesia Merupakan efek samping yang
timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan jangka panjang bersifat irreversible (susah
hilang/menetap), berupa gerakan involunter yang berulang pada lidah, wajah,mulut/rahang,
anggota gerak seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur. 2). Efek
samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic. Side efect. Terjadi karena penghambatan
pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek samping anti kolinergik adalah: Mulut kering
Konstipasi Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris)
menyebabkan presbiopia Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergic
Kongesti/sumbatan nasal 3. Uraian Obat 1) Zofredal 2 mg Indikasi : Skizoprenia akut dan
kronik, keadaan psikotik lainnya dengan gejala positif atau negatif. Kontraindikasi :
hipersensitifitas Dosis : Hari I = 2 x sehari 1 mg Hari ke II = 2 x sehari 2 mg Hari ke III = 2 x
sehari 3 mg Penyesuaian dosis perlu dilakukan pada tahap pengobatan selanjutnya. Sebaiknya
dilakukan dalam interval waktu tidak kurang dari satu minggu. Dosis pemeliharaan = 2 x sehari
2-4 mg dosis maksimum 2 x sehari 8 mg. Pasien usia lanjut, pasien dengan penyakit ginjal atau
gangguan fungsi hati : dosis awal 2 x sehari 0,5 mg sehari. Efek Samping : Pada sejumlah
penelitian, risperidone umumnya merupakan antipsikotik yang terbukti efektif dan aman serta
dapat ditoleransi dengan baik oleh penderita. Efek samping yang agak sering dilaporkan antara
lain agitasi, akatisia, hiperkinesia, pusing, mengantuk, mual dan muntah. Namun obat golongan
ini mempunyai efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, peningkatan kadar prolaktin
yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala
negatif maupun kognitif. Untuk menangani efek samping inilah maka diberikan tablet
tryhexyphenidyl 32 mg/hari. 2) Triheksifenidil 2 mg Merupakan obat antispasmodik yang
bekerja menghambat secara langsung pada sistem saraf parasimpatik, juga berefek relaksasi otot
polos. Indikasi : Semua jenis parkinson, post enchepalitik, ateriosklerosis dan idiopatik,
digunakan untuk mencegah dan mengontrol kelainan estrapiramidal yang disebabkan oleh obat
SSP seperti reserpin dan fenotiasin termasuk tremor, salivasi yang biasanya menyertai parkinson,
efektif menurunkan spasme otot, berguna mengurangi depresi. Mengontrol gejala
ekstrapirimidial yang diakibatkan oleh terapi obat Dosis :Untuk parkinson : 6-10 mg/hari. Efek
Samping : penyakit hati dan ginjal, hipertensi, glaukoma 3) Methioson Komposisi : Metionin
100 mg, Kolin tartrat 100 mg, Vitamin B1 2 mg, Vitamin B2 2 mg, Vitamin B6 2 mg, Vitamin
B12 0,67 g, Vitamin E 3 mg, Nikotinamida 6 mg, Pantotenol 3 mg, Biotin 100 g, Asam Folat
400 Indikasi : kekurangan vitamin, Disfungsi hati akibat sakit kuning, infeksi dan subtansi
hepatotoksik, pengobatan dengan sinar-x, degenerasi lemak, infiltrasilemak.Gangguan hati
setelah operasi Dosis: 2-3 tablet sehari Zofredal merupakan antipsikotik yang mengandung
resperidon. Risperidone merupakan antagonis selektif monoaminergik dengan afinitas kuat
terhadap reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan dopamin tipe 2 (D2) yang memberikan efek
antipsikotik. Pengaturan Dosis Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan: a) Onset efek
primer (efek klinis) : 2-4 minggu b) Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam c) Waktu
paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr) d) Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil,
malam besar) sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita. e) Obat antipsikosis long
acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 24ininggu. Berguna untuk pasien yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.
Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 23 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2 minggu bila pertu

dinaikkan sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12 minggu (stabilisasi). Diturunkan
setiap 2 minggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug
holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan 2-4 Minggu) lalu stop. Untuk
pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5
tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya pemberian
obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala
psikosis reda sama sekali. Pada penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound
gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pemberian antikolinergik agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet tryhexyphenidyl
32 mg/hari. 4) Cara Perawatan Antipsikotik Kesulitan utama penanganan semua gangguan jiwa
adalah tidak adanya keinsyafan sakit pada kebanyakan pasien. Mereka menganggap halusinasi
dan pikiran khayalan sebagai suatu yang sejati/riil, dan selalu berfikir dirinya tidak sakit,
sehingga sering sekali menolak minum obat. Psikoterapi Penanganan skizofrenia paling efektif
terdiri atas kombinasi dari farmakoterapi bersama psikoterapi, termasuk terapi kelakuan kognitif,
yang juga disebut terapi bicara. Psikiater berusaha membangun hubungan baik dengan pasien
dan memperoleh kepercayaan mereka, juga mencoba membantu mengatasi problema psikis
mereka, serta memberi petunjuk bagaimana menghadapi masalah. Obat-obat Klasik Umumnya
dimulai dengan suatu obat klasik, terutama klorpromazin bila diperlukan obat sedatif,
trifluoperazin bila sedasi tidak dikehendaki, atau pimozida jika pasien perlu diaktifkan. Efek
antipsikotika menjadi nyata setelah 2-3 minggu. Bila sesudah masa latensi, obat-obat tersebut
kurang efektif, perlu dicoba obat-obat lain dari kelompok kimiawi lain. Flufenazin dekanoat
digunakan sebagai profilakse untuk mencegah kambuhnya penyakit. Thioridazin berguna pada
lansia untuk mengurangi GEP dan gejala antikolinergis. Obat-obat klasik terutama edektif untuk
meniadakan simptom positif dan efeknya baru nampak setelah beberapa bulan. Pengobatan perlu
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan lebih rendah untuk mencegah residif, selama minimal 2
tahun dan tak jarang seumur hidup. Obat-obat atypis Obat-obat atypis lebih ampuh untuk
simpom negatif kronis, mungkin karena pengikatannya pada reseptor-D1 dan D2 lebih kuat.
Sulpirida, risperidon, dan olanzapin dianjurkan bila obat-obat klasik tidak efektif lagi atau bila
terjadi terlalu banyak efek samping. Karena klozapin dapat menyebabkan agranulositosis hebat
(1-2% dari kasus), selama terapi perlu dilakukan penghitungan leukosit setiap minggu. Obat-obat
tambahan Antikolinergika (triheksifenidil, orfenadrin) dan beta-blokers (propanolol). Obat-obat
ini sering ditambahkan untuk menanggulangi efek samping antipsikotika, terutama GEP.
Benzodiazepin diberikan guna mengatasi kegelisahan dan kecemasan. Penanganan Alternatif
Sejumlah psikiater telah berhasil baik dengan mengkombinasi vitamin dan mineral tertentu
dalam megadose. Penanganan ortomolekuler ini berdasarkan penemuan bahwa pasien
skizofrenia mengalami defisiensi nutrien-nutrien bersangkutan. Cara ini terdiri dari pemberian
nutrien tepat dengan antar-perbandingan yang tepat ke sel-sel tubuh. Yang diberikan adalah
vitamin C, niasinamid, piridoksin, dan vitamin E. Pilihan ini didasarkan pada sering
ditemukannya kekurangan vitamin-vitamin tersebut di otak penderita skizofrenia. Obat
Antiansietas Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik,
transquilizer minor dan anksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang menjadi obat
racun adalah diazepam atau klordiazepoksid. Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas,
kelainan somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara
gejala-gejala insomnia dan ansietas. No Nama Generik Golongan Sediaan Dosis aniuran 1
Diazepam Benzodiazepin Tab 2- 5 mg Peroral 10-30mg/hr, 2-3x/hari Paenteral IV/IM 2-10
mg/kali, setiap 3-4 jam 2 Klordiazepoksoid Benzodiazepin Tab 5 mg Kap 5 mg 15-30 mg/hari 2-

3 x/sehari 3 Lorazepam Benzodiazepin Tab 0,5-2 mg 2-3 x 1 mg/hr 4 Clobazam Benzodiazepin


Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hr 5 Brumazepin Benzodiazepin Tab 1,5-3-6 mg 3 x 1,5 mg/hr 6
Oksazolom Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10mg/hr 7 Klorazepat Benzodiazepin Cap 5-10mg
2-3 x 5 mg /hr 8 Alprazolam Benzodiazepin Tab 0,25-0,5-1 mg 3 x 0,25-0,5 mg/hr 9 Prazepam
Benzodiazepin Tab 5 mg 2-3 x 5 mg/hr 10 Sulpirid NonBenzodiazepin Cap 50 mg 100-200
mg/hari 11 Buspiron NonBenzodiazepin Tab 10 mg 15-30 mg/hari 1. Cara Penggunaan
Klobazam untuk pasien dewasa dan pada usia lanjut yang ingin tetap aktif Lorazepam untuk
pasien-pasien dengan kelainan fungsi hati atau ginjal Alprazolam efektif untuk ansietas
antosipatorik, mula kerja lebih cepat dan mempunyai komponen efek antidepresan. Sulpirid 50
efektif meredakan gejala somatic dari sindroma ansietas dan paling kecil resiko ketergantungan
obat. Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) kemudian dinaikkan dosis setiap 3-5 hari sampai
mencapai dosis optimal. Dosis ini dipertahankan 2-3 minggu. Kemudian diturunkan 1/8 x dosis
awal setiap 2-4 minggu sehingga tercapai dosis pemeliharan. Bila kambuh dinaikkan lagi dan
tetap efektif pertahankan 4-8 mingu. Terakhir lakukan tapering off. Pemberian obat tidak lebih
dari 1-3 bulan pada sindroma ansietas yang disebabkan factor eksternal. 2. Efek samping - Sedasi
( rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerka psikomotor menurun, kemampuan kognitif
melemah) - Relaksasi otot ( rasa lemas, cepat lelah dan lain-lain) - Potensi menimbulkan
ketergntungan lebih rendah dari narkotika - Potensi ketergantungan obat disebabkan oleh efek
obat yang masih dapat dipertahankan setelah dosis trerakhir berlangsung sangat singkat. Penghentian obat secara mendadak, akan menimbulkan gejala putus obat, pasien menjadi
iritabel, bingung, gelisah, insomania, tremor, palpitasi, keringhat dingin, konvulsi. 3. Kontra
Indikasi Pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepin, glaukoma, miastenia gravis,
insufisiensi paru kronik, penyakit ginjal dan penyakit hati kronik Pada pasien usia lanjut dan
anak dapat terjadi reaksi yang berlawanan (paradoxal reaction) berupa kegelisahan, iritabilitas,
disinhibisi, spasitas oto meningkat dan gangguan tidur. Ketergantungan relatif sering terjadi pada
individu dengan riwayat peminum alkohol, penyalagunaan obat atau unstable personalities.
Untuk mengurangi resiko ketergantungan obat, maksimum lama pemberian 3 bulan dalam
rentang
dosis
terapeutik
Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu

Anda mungkin juga menyukai