ITS Undergraduate 14065 3063 Paperpdf
ITS Undergraduate 14065 3063 Paperpdf
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ketersediaan air bersih di daerah kota merupakan hal yang vital untuk menunjang
keberlangsungan aktifitas manusia sehari hari, tidak dapat dipungkiri bahwa semakin
berkembangnya zaman akan terjadi peningkatan jumlah penduduk dan akhirnya meningkat pula
kebutuhan akan air bersih. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surabaya adalah salah satu
pemasok air minum ke masyarakat yang mengambil air baku dari sungai dimana harus sesuai
dengan baku mutu sebagai air baku air minum. Dalam upaya penjernihan air baku, PDAM
Surabaya menggunakan koagulan kimia yang tidak sedikit, penggunaan bahan kimia misalnya
koagulan yang berlebih akan terjadi terjadi peningkatan biaya operasional Untuk menanggulangi
biaya yang dikeluarkan diperlukan alternatif penganti tawas dan pastinya lebih efisien yaitu dengan
Teknologi Elektrokoagulasi sebagai pengganti proses koagulasi flokulasi yang sudah ada.
Adanya permasalahan diatas maka diperlukan suatu teknologi pengganti kebutuhan
koagulan kimia yang semakin meningkat yaitu dengan metode elektrokoagulasi yaitu dengan
mengalirkan arus ke suatu lempeng elektroda sehingga dapat menghasilkan ion ion yang dapat
bertindak seperti koagulan yang dapat mengikat pengotor dalam air baku
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai berikut:
1. Hubungan antara waktu kontak dan kuat arus terhadap efisiensi penurunan warna dan
kekeruhan dengan menggunakan elektroda Besi (Fe) pada sistem batch.
2. Hubungan antara waktu kontak dan kuat arus terhadap efisiensi penurunan warna dan
kekeruhan dengan menggunakan elektroda Besi (Fe) pada sistem kontinyu.
3. Berapa jumlah besi yang terlarut dan perbandingan biaya yang diperlukan untuk proses
elektrokoagulasi dibandingkan dengan penggunaan koagulan kimia.
1.3.
Tujuan Penelitian
1.4. Teori
Proses elektrokoagulasi merupakan gabungan dari proses elektrokimia dan proses koagulasiflokulasi. Sel elektrokimia adalah sel yang menghasilkan transfer bentuk energi listrik menjadi
energi kimia atau sebaliknya, melalui saling interaksi antara arus listrik dan reaksi redoks. Kajiankajian yang mempelajari perubahan kimia oleh sebab adanya transfer elektron disebut elektrokimia
(Santoso et al., 2000) dan Proses koagulasi dengan menggunakan koagulan yaitu suatu proses
destabilisasi dan penggabungan dari partikel-partikel koloid dan halus yang tersuspensi dengan
menggunakan bahan koagulan. Koagulan yang banyak digunakan adalah kapur, tawas, dan kaporit.
Pertimbangan pemberiannya adalah karena garam-garam Ca, Fe, dll yang bersifat tidak larut dalam
air akan mengendap bila bertemu dengan sisa-sisa basa (Kusnaedi, 1995).
Teknik elektrokoagulasi menggunakan arus searah (Direct Current) yang menyebabkan ion
dari anoda yang dikorbankan menyisihkan kontaminan melalui reaksi kimia dan pengendapan atau
dengan mengikat partikel koloid kemudian menyisihkannya melalui flotasi. pH, jenis dan
konsentrasi polutan, ukuran dan posisi gelembung, stabilitas flok dan kecepatan pengendapan,
semua itu dipengaruhi oleh proses elektrokoagulasi. Mekanisme dari elektrokoagulasi dapat dilihat
pada Gambar 1. Ketika anoda dan katoda sudah dihubungkan dengan sumber arus dari luar, maka
akan terjadi reaksi oksidasi pada anoda, selanjutnya air direduksi menjadi gas hidrogen dan ion
hidroksil (OH-). Reaksi elektrokimia yang terjadi adalah sebagai berikut :
1.
M(s) M(aq)n+ + ne2H2O(l) + 2e- 4H+(aq) + O2(g) + 4e2. Reaksi pada katoda
M(aq)n+ + ne- M(s)
2H2O(l) + 2e- H2(g) + 4OH-
w~Q
w = massa zat yang diendapkan (g).
w ~ I.t
= Ar.I.t
n. F
e = tetapan = (gek : F)
I = kuat arus listrik (A).
gek = massa ekivalen zat (gek).
t = waktu (dt).
n = valensi ion.
Ar = massa atom relatif.
F = bilangan faraday = 96 500 C.
Massa ekivalen = massa zat yang sebanding dengan 1 mol elektron = 6,02 x 1023 . 1 gek ~ 1 mol
2. METODOLOGI
Pada penelitian ini dilakukan analisa terhadap kemampuan elektroda dari plat Besi (Fe)
sebagai anoda dan katoda dalam menurunkan kekeruhan dan warna dengan menggunakan metode
elektrokoagulasi. Ada dua tahapan dalam analisa ini yaitu Percobaan Pendahuluan (sistem Batch)
dan Percobaan Lanjutan (Sistem Kontinyu). Percobaan pendahuluan dilakukan terhadap variasi
waktu kontak dan kuat arus yang digunakan dalam metode batch untuk mengetahui besarnya
pengaruh waktu kontak dan kuat arus terhadap efisiensi penurunan kekeruhan dan warna yang
terbaik, Kuat arus yang dipakai adalah 1,2 A; 0,9A; 0,6 A; dan 1,2 A, serta waktu yang dipakai
adalah 120 ,60, 40 dan 30 detik.
sehingga warna putih berubah menjadi warna cokelat kemerahan. Secara bersamaan timbul Warna
kuning diakibatkan oleh lepasnya Fe2+ dimana larut dalam air.
Pada percobaan ini didapatkan efisiensi terbesar penurunan sebesar 68,75% yaitu pada
sampel yang mengalami perlakuan dengan kuat arus 1,2 Ampere dan waktu kontak 60 detik yaitu
dari kekeruhan awal sebesar 128 NTU menjadi 40 NTU. Ternyata pada kondisi terbaik ini masih
belum memenuhi kriteria kekeruhan yang masuk ke filter yaitu sebesar kurang dari 5 NTU. Hal ini
kemungkinan dikarenakan waktu untuk proses sedimentasi yang kurang karena waktu pengendapan
untuk koagulan dari garam Fe adalah 1 jam (Aguiler dkk dalam Karamah, 2006) sehingga masih
banyak flok flok yang belum turun untuk mengendap.
3.1.2. Analisa perubahan pH
pH sampel dapat mempengaruhi kelarutan dari suatu koagulan. Semakin mudah larut suatu
koagulan, maka semakin mudah terbentuknya ion aquometalik yang akhirnya semakin cepatnya
partikel koloid ternetralisasi membentuk flok. Apabila reaksi tidak berada pada pH optimal maka
ion aquometalik semakin sulit terbentuk, yang akhirnya mengurangi jumlah partikel koloid yang
dapat ternetralisasi membentuk flok. Pembentukan gas Hidrogen (H2) pada katoda selama proses
elektrokoagulasi juga terjadi seiring dengan lepasnya ion OH- ke dalam larutan. Berikut tabel
perubahan pH pada percobaan ini
30 detik
40 detik
60 detik
120 detik
(A) pHo
7.0
pHt
7.2
pH pHo
6.5
pHt
7.1
pH
pHo
7.0
pHt
7.2
pH
pHo
7.1
pHt
7.4
pH
0.3
8
7.0
0
7.2
0.12 0
6.8
0
7.3
0.60
0
7.3
0
7.4
0.20
5
7.4
1
7.5
0.26
0.6
6
7.5
9
7.7
0.23 0
7.3
5
7.4
0.55
0
7.4
0
7.4
0.10
0
7.5
0
8.1
0.10
0.9
0
7.8
0
8.1
0.20 5
8.0
0
7.5
0.05
0
7.1
7
6.3
0.07
0
7.9
6
7.1
0.66
1.2
0.30 5
-0.55
-0.85
-0.73
Telah dijelaskan pada teori sebelumnya bahwa terjadi dua mekanisme yang mungkin terjadi
pada proses elektrokoagulasi sehingga berpengaruh pada perubahan pH yang terjadi. Pada saat kuat
arus antara 0,3 0,9 Ampere terjadi kenaikan kenaikan nilai pH, hal ini disebabkan karena katoda
memproduksi ion hidroksi (OH-) secara berlebih (Babu et al., 2007), seiring dengan pertambahan
waktu proses elektrolisa (listrik dinyalakan dalam air) maka pH akan meningkat, dengan adanya
peningkatan pH ini maka dapat diketahui bahwa proses koagulasi berjalan, dengan reaksi yaitu
Pada Anoda :
Fe Fe2+ + 2 eFe 2+ + 2 OH- Fe(OH)2
Pada Katoda :
2 H2O + 2 e- H2 + 2 OHReaksi Keseluruhan :
Fe2+ + 2 H2O + O2 Fe(OH)2 + H2
Jika kondisi air sampel mempunyai pH lebih besar dari 6 maka ion aquometalic Fe(OH)2
akan secara mudah teroksidasi menjadi
membentuk flok yang sangat tidak terlarut dengan reaksi sebagai berikut :
4Fe(OH)2 + O2 + H2O 4 Fe(OH)3
Secara umum memang terjadi kenaikan pH tetapi pada percobaan berikutnya terjadi
penurunan pH hal ini dikarenakan produksi ion H+ pada saat proses elektrokoagulasi yaitu pada
reaksi
Pada Anoda :
4 Fe 4 Fe 2+ + 8 e4 Fe 2+ + 10 H2O + O2 4 Fe(OH)3 + 8 H+
Pada Katoda :
8 H+ + 8e- 4 H2
Reaksi Keseluruhan :
4 Fe 2+ + 10 H2O + O2 4 Fe(OH)3 + 4 H2
Alasan dilakukan pengukuran pH adalah dengan adanya perubahan nilai pH maka dapat
dipastikan bahwa proses elektrokimia / elektrolisis telah berjalan, sehingga elektrokoagulasi dapat
dilihat atau dikontrol dari terbentuknya gelembung gelembung yang muncul dan perubahan nilai
pH.
3.1.3. Analisa Perubahan Warna
Parameter warna merupakan hal yang penting dalam air karena mempengaruhi estetika
dalam hal penggunaannya sehingga sesungguhnya proses koagulasi dan flokulasi yang
dilaksanakan pada air berwarna tidak lain adalah melaksanakan proses adsorpsi dengan bantuan
penambahan bahan kimia .Berikut grafik efisiensi penuruna warna yang terjadi dalam proses ini.
10
11
Fe
0,994
0,019x + 0,023
12
Alaerts dan Sumestri (1984), angka DHL seimbang dengan jumlah zat padat terlarut (garam
terlarut). Nilai DHL tinggi pada larutan dengan jumlah zat padat terlarut yang tinggi pula. Pada
proses elektrokogulasi, semakin lama waktu operasi sehingga dosis yang dikeluarkan semakin
meningkat akan meningkatkan efisiensi penurunan nilai TDS (Karamah, 2006)
Nilai DHL diperlukan dikarenakan diperlukan pergerakan ion dari katoda ke anoda sehingga
proses ini dapat berjalan, penurunan nilai DHL dapat diindikasikan dengan penurunan kuat arus
pada saat proses elektrokoagulasi berlangsung.
13
Pada reaktor kontinyu, volume ruangan elektrokoagulasi sebesar 25 liter. Sehingga dibutuhkan arus
sebesar :
25 x 1,2 Ampere
= 30 Ampere
Jadi dibutuhkan arus sebesar 30 Ampere dengan debit 25 liter / menit. Pada percobaan kali ini
peralatan yang ada mempunyai nilai arus maksimum yaitu sebesar 2 Ampere sehingga debit kontak
yang dibutuhkan sebesar
Q=
25 liter/meni t
= 1,66 liter / menit
30 Ampere
2 Ampere
Semakin lama waktu proses elektrokoagulasi maka pembetukan H2 dan OH- semakin
banyak sehingga semakin banyak pula jumlah kompleks yang mengikat polutan dan jumlah gas
hidrogen. Dengan demikian jumlah polutan dalam larutan akan semakin berkurang (Putero. S.H.
dkk, 2008). Oleh karena itu berdasarkan hasil perhitungan di atas diperoleh besar kuat arus yang
dibutuhkan untuk percobaan kontinyu sebesar 2A dengan debit yaitu 1,66 dm3/liter sehingga
dilakukan variasi debit yaitu sebesar 1,66 l/menit ; 1,5 l/menit ; 1,25 l/menit ; 1 l/menit dan 0,75
l/menit atau apabila dikonversi ke waktu kontak adalah sebesar 15 , 16,7 , 20 , 25 , 33,3 menit.
3.2.2. Analisa Perubahan Kekeruhan, pH, warna, dan Daya Hantar Listrik
Seperti halnya pada percobaan pendahhuluan, Percobaan Lanjutan juga menganalisa
perubahan yang terjadi pada Kekeruhan, pH, warna, dan Daya Hantar Listrik pada air sampel
sehingga didapatkan pada tebel berikut ini
14
Pada Gambar 5 di atas dapat diketahui bahwa semakin kecil debit yang dipakai maka
semakin besar penurunan kekeruhan yang terjadi, hal ini dikarenakan semakin kecil debit maka
waktu kontak antara elektroda yang dialiri arus listrik dengan air semakin lama sehingga banyak
terjadi pengikatan antara Fe3+ terhadap partikel sehingga terbentuk flok yang semakin banyak
berwarna cokelat. Jadi efisiensi penurunan kekeruhan terbesar pada percobaan kali ini berada pada
debit kontak sebesar 0,75 liter / menit yaitu sebesar 64 %.
Pada Gambar 6 dapat diketahui bahwa terjadi penurunan warna sejalan dengan penurunan
debit yang masuk ke reaktor kontinyu. Warna yang timbul ternyata masih sesuai dengan
15
PERMENKES No. 907 Tahun 2002. Jadi, penurunan warna terbesar berada pada waktu kontak
sebesar 1,25 liter / menit yaitu sebesar 65,87% untuk standar PtCo
Berdasarkan Gambar 7 di atas dapat diketahui bahwa Daya Hantar Listrik (DHL) pada
sampel air mengalami penurunan seiring dengan berkurangnya debit air yang masuk dalam reaktor
dengan penurunan terbesar terjadi pada debit 0,75 liter / menit yaitu sebesar 16,67 %
Selain adanya perubahan kekeruhan , warna dan daya hantar listrik juga terjadi perubahan
nilai pH pada proses elektrokoagulasi, perubahan ini ditampilkan dalam tabel berikut
Tabel 3 . Penurunan Nilai pH sampel air
debit
(liter/menit)
1.66
1.5
1.25
1
0.75
pHo
pHf
Ph
7.6
7.6
7.62
7.6
7.85
7.4
7.3
7.22
7.3
7.62
-0.2
-0.3
-0.4
-0.3
-0.23
Pada percobaan kontinyu dapat dilihat bahwa pH cenderung tetap atau tidak mengalami
perubahan karena pada dasarnya penurunan 0,2 0,4 pada pH tidak terlalu berpengaruh pada hasil
elektrokoagulasi. penurunan pH hal ini dikarenakan produksi ion H+ pada saat proses
elektrokoagulasi yaitu pada reaksi
Pada Anoda:
4 Fe 4 Fe 2+ + 8 e4 Fe 2+ + 10 H2O + O2 4 Fe(OH)3 + 8 H+
Pada Katoda :
8 H+ + 8e- 4 H2
Reaksi Keseluruhan :
4 Fe 2+ + 10 H2O + O2 4 Fe(OH)3 + 4 H2
16
= V
196 Liter
= 4,4, jam
0,75 L/menit
jadi pada percobaan kontinyu dengan penurunan sebesar 64%, elektroda besi yang meluruh sebesar
6,128 gr
3.4. BIAYA OPERASIONAL
3.4.1 Proses Elektrokoagulasi
Untuk menghitung biaya pengolahan elektrokoagulasi, diberikan batasan-batasan sebagai berikut.
1. Biaya operasional adalah biaya pengoperasian instalasi listrik rumah tangga sesuai dengan
golongan tarif yang ditetapkan PLN.
2. Perhitungan biaya pengoperasian tidak termasuk biaya beban listrik sesuai golongan tarif
yang ditetapkan PLN.
3. Biaya pembuatan/investasi alat tidak dihitung sebagai biaya pengoperasian.
17
4. Biaya dihitung untuk penurunan kekeruhan tertinggi dari hasil percobaan yaitu pada tingkat
64%.
Untuk penurunan kekeruhan pada prosentase 64%, alat elektrokoagulasi dioperasikan pada :
1. Jarak antara elektrode 1,5 cm
2. Arus listrik 2 Ampere
3. Jumlah elektrode 10 buah
4. Lama air dalam bak 4,4 jam
Volume air yang dihasilkan 196 liter,
Daya listrik yang digunakan dalam satuan Kilo Watt Hour (KWh) adalah :
P = V.I.h/1000
Dimana :
P = daya listrik (KWh)
V = Potensial listrik (volt)
I = Arus Listrik (ampere)
H = waktu (jam)
Biaya Litrik Rp 1200 / kwh
Tegangan (V) yang dikeluarkan untuk pengoperasian alat pada I = 2 Ampere adalah 9 Volt. Waktu
operasi selama 4,4 jam adalah :
P = 9 x 2 x 4,4/1000
= 0,0792 KWh
Biaya listrik untuk menghasilkan 196 liter air adalah biaya pemakaian KWh (Rp/KWh) dikalikan
dengan besarnya daya listrik yang digunakan.
Biaya listrik = Rp 1200 x 0,0792
= Rp 95
18
jadi apabila dipakai terus menerus selama 24 jam, maka biaya yang dibutuhkan tiap hari adalah
sebesar Rp 95,00 x 24/4,4 = Rp 520,00
Besi yang telarut pada saat proses elektrokoagulasi adalah
6,128 gr dengan harga besi Rp. 7500,00 / kg , sehingga biaya yang dikeluarkan sebesar
0,006128 kg x Rp. 15.000 = Rp 45,96
Jadi total biaya yang dikeluarkan sebesar
Rp 95 + Rp 45,96 = 140,96 tiap 196 air yang terolah
IxtxMr
nxF
19
Biaya listrik pada saat jartest adalah menggunakan alat dengan daya sebesar 200 watt dengan waktu
1 menit koagulasi dan 5 menit flokulasi
= 200 watt x 0,1 jam
= 20 wh / 1000
= 0,02 kwh
Biaya listrik 0,02 x Rp. 1200 = 24 rupiah
Total biaya yang diperlukan adalah Rp 196 + Rp 24 = Rp 220
20
Pada Proses elektrokoagulasi sebesar Rp 140,96 dan apabila menggunakan koagulan kimia
sebesar Rp 220 tiap 196 liter air yang terolah atau 36% lebih murah dengan menggunakan
proses elektrokoagulasi
Berat besi yang terlarut sebesar 6,128 gr tiap 196 liter air yang terolah
4.2. Saran
1. Perlu dilakukan analisa kadar Fe dalam air hasil elektrokoagulasi apakah masih memenuhi
baku mutu Permenkes 907 tahun 2002
2. Warna kuning yang muncul, masih mengganggu estetika sehingga diperlukan pengolahan
lanjutan untuk mereduksi warna
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Alaerts, G., dan Sumestri S. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional
Karamah, E. F., dan Bismo, S.. 2006. Pengaruh Dosis Koagulan PAC Dan Surfaktan SLS
Terhadap Kinerja Proses Pengolahan Limbah Cair Yang Mengandung Logam Besi(Fe),
Tembaga (Cu), Dan Nikel (Ni) Dengan Flotasi Ozon. Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Kampus UI Depok
Karamah, E. F., dan Kostiano, F. G,. 2005.Perbandingan Pralakuan Koagulasi dengan
menggunakan FeSO4.7H2O dan Al2(SO4)3.18H2O Terhadap Kinerja Membran Mikrofiltrasi
Polypropilene Hollow Fiber. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Proses Kimia VII
2005. ISSN 1410-9891
Kusnaedi, 1995. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Penebar Swadaya
Niam, M. F., Othman, F., Sohaili, J., dan Fauzia, Z.. 2006.Combined
Magnetic
Field
21
22