Anda di halaman 1dari 17

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Gagal Jantung
3.1.1. Definisi dan terminologi
Gagal jantung adalah sindroma klinis pada pasien yang ditandai dengan sesak nafas
dan fatik (saat istirahat atau saat aktifitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi
jantung baik karena kelainan bawaan atau acquired heart disease sehingga jantung tidak
mampu untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
metabolit tubuh (forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan
tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau kedua-duanya. 1,2
Gagal jantung adalah sindroma klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh
sesak nafas dan fatik (saat istirahat dan saat beraktivitas) yang disebabkan oleh kelainan
struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF)
adalah suatu kondisi dimana fungsi jantung sebagai suatu pompa tidak adekuat untuk
mengirimkan darah kaya oksigen ke seluruh tubuh. 5
Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks yang disebabkan oleh gangguan
fungsional atau struktural baik pada pengisian ventrikel ataupun ejeksi ventrikel. Manifestasi
klinis gagal jantung dapat berupa dispnea, mudah lelah, dan retensi cairan, yang dapat
menyebabkan edma paru, kongesti splanik, dan edema perifer. 3
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan
curah jantung (cardiac output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Penurunan stroke volume mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang dan
disebabkan oleh (1) kegagalan kontraksi ventrikel (impaired ventricular contractility) , (2)
Kegagalan pengisian ventrikel( impaired ventricular filling) (3) peningkatan afterload. 2
Gejala klinis gagal jantung dapat disebabkan oleh kelinan perikardium, miokardium,
endokardium, katup jantung, pembuluh darah besar, kelainan metabolik, namun kebanyakan
gagal jantung disebabkan oleh gangguan funsi miokard ventrikel.3
AHA membagi gagal jantung berdasarkan fraksi ejeksi menjadi Heart Failure with
Reduced Ejection Fraction (HFrEF) dan Heart Failure with Preserved Ejection Fraction
(HFpEF). Pembagian gagal jantung berdasarkan fraksi ejeksi sangat penting karena berkaitan
dengan demografi pasien, kondisi komorbid, prognosis, dan respon terapi. Disebut HFrEF
apabila dijumpai manifestasi klinis gagal jantung disertai EF < 40%. Penyebab utama HFrEF
adalah PJK dengan riwayat infark miokard. Disebut HFrEF apabila dijumpai manifestasi
klinis gagal jantung, ejeksi fraksi ventrikel kiri normal atau menetap dan bukti adanya
disfungsi ventrikel kiri yang dapat ditentukan menggunakan ekokardigrafi Doppler atau
10

kateterisasi jantung. Secara demografi penderita HFpEF terbanyak adalah wanita dengan
riwayat hipertensi, obesitas, PJK diabetes mellitus, atrial fibrilasi, dan hiperlipidemia. 3
Selain itu dikenal juga istilah gagal jantung sistolik dan gagal jantung diastolik.
Gangguan kontraktilitas dan peningkatan afterload disebut disfungsi sistolik, dan gangguan
relaksasi dan pengisian disebut disfungsi diastolik. Tetapi banyak pasien yang menunjukkan
keduanya yauti disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik. Gagal jantung sistolik adalah
ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan
menyebabkan kelemahan. fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi
lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.
Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari
50%. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan
aliran vena pulmonalis.
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan
katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi vaskular
sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula arteriovena, beri0beri dan
penyakit paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat (rapid onset) dari gejalagejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
sakit jantung sebelumnya. Gagal jantung akut dapat berupa acute de novo (serangan baru dari
gagal jantung akut tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut dari
gagal jantung kronik.Gagal jantung akut contohnya adalah robekan daun katup secara tibatiba akibat endokarditis, trauma atau infark mokard luas. Curah jantung yang menurun secara
tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Gagal jantung
kronik didefinisikan sebagai suatu sindroma klinik yang komplek disertai keluhan gagal
jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda
objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. Contoh gagal jantung kronis
adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjasi secara perlahan-lahan.
Kongesti perifer sangat mencolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkab pasien sesak nafas dan ortopnea. Gagal jantung kanan
terjadi kalau kelinannya melemahkan ventrikel kananseperti pada hipertensi pulmonal
primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi konesti vena sistemik yang
menyebabkan edema perifer, hepatomegali dan distensi vena jugularis. Tetapi karena
perubahan biokimia jantung yang terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka resistensi
cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahunan tidak lagi berbeda.1
11

3.1.2. Epidemiologi2,3
Resiko menderita gagal jantung pada usia >40 tahun sebesar 20% di Amerika Serikat, dengan
insidensi pertahunnya sebesar 650.000 pertaun. Insidensi gagal jantung meningkat seiring
bertambahnya usia, yaitu 20 per 1000 individu pada usia 65-69 tahun dan lebih dari 80 per
1000 individu pada usia lebih adri 85 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat
berkisar 5,1 juta populasi.
Jumlah pasien dengan gagal jantung sangat meningkat bukan hanya karena populasi yang
terus bertambah tetapi juga karena banyaknya intervensi medis yang dapat memperpanjang
ketahanan hidup pasien penyakit jantung misalnya kateterisasi jantung pada pasien dengan
infark miokard.
3.1.3. Klasifikasi3
Gagal jantung dapat diklasifikasi kan menurut klasifikasi NYHA dan menurut stadium
ACCF/AHA. Klasifikasi NYHA menitikberatkan pada kapasitas aktivitas dan gejala yang
muncul, sedangkan klasifikasi ACCF/AHA menitikberatkan pada perkembangan dan
kemajuan penyakit dan dapat digunakan untuk mendeskripsikan individu dan populasi.
Klasifikasi gagal jantung menurut NYHA
I
: Tanpa batasan aktivitas fisik. Aktivitas biasa tidak menyebabkan timbulnya gejala
II

gagal jantung
: Sedikit batasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat, tetapi aktivitas biasa

III

menyebabkan timbulnya gejala gagal jantung


: Batasan aktivitas fisik nyata. Nyaman saat istirahat, aktivitas ringan menyebabkan

IV

timbulnya gejala gagal jantung


: Gejala gagal jantung timbul walapun saat istirahat

Kalsifikasi gagal jantung menurut ACCF/AHA


A
: Resiko tinggi menderita gagal jantung, tanpa kelainan struktural jantung, tanpa gejala
B
C
D

klinis
: Kelainan struktural jantung tanpa gejala klinis
: Kelainan struktural jantung dengan gejala klinis
: Gagal jantung refrakter
Klasifikasi menurut ACCF/AHA dapat menilai faktor resiko dan kelainan struktural

jantung. Apabila pasien sudah naik ke stadium yang lebih tinggi maka ia tidak dapat mundur
ke stadium sebelumnya. Klasifikasi menurut NYHA bersifat subjektif dan dapat berubahubah dalam waktu dekat. Klasifikasi NYHA digunakan dalam praktek klinis sehari-hari.
3.1.4. Faktor resiko3,6
Faktor resiko gagal jantung adalah:
1. Infark miokard, menurut studi 20% penderita infark miokard akan menderita gagal
jantung dalam 6 tahun.
12

2.

Hipertensi, walaupun resiko relatif hipertensi lebih rendah daripada infark miokard,
namun tingginya proporsi kasus hipertensi menyebabkan tingginya ankga gagal jantung

3.

yang berhubungan dengan hipertensi.


Diabetes mellitus karena diabetes mellitus dapat menginduksi perubahan struktural dan

4.

fungsional miokard.
Sindroma metabolik (abdominal adiposa, hipertrigliseridemia, HDL rendah, hipertensi

5.
6.

dan hiperglikemia puasa)


Merokok
Penyakit atherosklerotik

3.1.5. Etiologi5
Etiologi gagal jantung adalah sebagai berikut
Etiologi
Penyakit jantung koroner
Hipertensi

Deskripsi
Riwayat miokard infark
Sering berhubungan dengan hipertropi ventrikel kiri

Kardiomiopati

dan gangguan fraksi ejeksi.


Bersifat genetik atau non

genetik

(temasuk

miokardistis)
Hypertrophic (HCM), dilated (DCM), restrictive
Obat-obatan

(RCM), arrhythmogenic right ventricular (ARVC).


Beta-Bloker, kalsium antagonis, antiaritmia, agen

Racun
Endokrin

sitotoksik.
Alkohol, kokain, merkuri, kobalt, arsen.
Diabetes mellitus, hipo/hipertiroid, Cushing syndrome,
kekurangan adrenal, kelebihan hormon pertumbuhan,

Nutrisi

Phaeochromocytoma.
Kekurangan tiamin, selenium, karnitin. Obesitas,

Infiltrat

cachexia.
Sarkoidosis, amiloidosis, haemokromatosis, penyakit

Lainnya

jaringan ikat.
Chagas disease,

infeksi

HIV,

kardiomiopati

peripartum, stadium akhir gagal ginjal.


3.1.6. Patofisiologi7
Gagal jantung kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak bisa
berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan hemodinamik, overload
volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy. Kondisi-kondisi tersebut
menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung. Namun, pada awal penyakit, pasien masih
menunjukkan asimptomatis ataupun gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan
13

oleh mekanisme kompensasi tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi
ventrikel kiri.
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi Renin-AngiotensinAldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2) peningkatan kontraksi miokardium.
Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap normal dengan cara retensi cairan dan garam.
Ketika terjadi penurunan cardiac output maka akan terjadi perangsangan baroreseptor di
ventrikel kiri, sinus karotikus dan arkus aorta, kemudian memberi sinyal aferen ke sistem
syaraf sentral di cardioregulatory center yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik
Hormon (ADH) dari hipofisis posterior. ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus
kolektivus sehingga reabsorbsi air meningkat.
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang menginervasi
jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal. Stimulasi simpatis pada ginjal
menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin meningkatkan kadar angiotensin II dan
aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan dan garam melalui vasokonstriksi
pembuluh darah perifer. Mekanisme kompensasi neurohormonal ini berkontribusi dalam
perubahan fungsional dan struktural jantung serta retensi cairan dan garam pada gagal
jantung kongestif yang lebih lanjut.
Perubahan neurohormonal, adrenergic dan sitokin menyebabkan remodelling ventrikel
kiri. Remodelling ventrikel kiri berupa (1) hipertrofi miosit; (2) perubahan substansi
kontraktil miosit; (3) penurunan jumlah miosit akibat nekrosis, apoptosis dan kematian sel
autophagia; (4) desensitisasi beta adrenergic; (5) kelainan metabolisme miokardium; (6)
perubahan struktur matriks ekstraselular miosit.
Remodelling ventrikel kiri dapat diartikan sebagai perubahan masa, volume, bentuk,
dan komposisi jantung. Remodelling ventrikel kiri merubah bentuk jantung menjadi lebih
sferis sehingga beban mekanik jantung menjadi semakin meningkat. Dilatasi pada ventrikel
kiri juga mengurangi jumlah afterload dan akan mengurangi stroke volume. Pada remodelling
ventrikel kiri juga terjadi peningkatan end-diastolic wall stress yang menyebabkan (1)
hipoperfusi ke subendokardium yang akan memperparah fungsi ventrikel kiri; (2)
peningkatan stress oksidatif dan radikal bebas yang mengaktivasi hipertrofi ventrikel.
Perubahan struktur jantung akibat remodelling ini yang berperan dalam penurunan
cardiac output, dilatasi ventrikel kiri dan overload dinamik. Ketiga hal diatas berkontribusi
dalam progresivitas penyakit gagal jantung.
3.1.7. Diagnosis1,7

14

Kriteria Framingham untuk mendiagnosis gagal jantung ditegakkan apabila minimal


terdapat satu kriteria mayor dan dua kriteria minor. Kriteria mayor dan midor adalah sebagai
berikut:
Kriteria mayor:
Paroksismal nokturnal dispnea
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular
Kriteria minor:
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispne d'effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia (>120x/menit)
Mayor atau minor
Penurunan BB >4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.
Selain itu diagnosis gagal jantung juga daoat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Gejala klinis
Gejala utama dari gagal jantung adalah kelelahan dan sesak napas. Meskipun kelelahan
secara tradisional dianggap berasal dari output jantung yang rendah pada gagal jantung,
diperkirakan bahwa ada kemungkinan kelainan tulang-otot dan komorbiditas non-kardiak
lainnya (misalnya, anemia) juga berkontribusi terhadap gejala ini. Pada tahap awal gagal
jantung, dyspnea diamati hanya saat beraktivitas, namun, sebagai penyakit berlangsung,
dyspnea terjadi dengan aktivitas kurang berat, dan akhirnya dapat terjadi bahkan pada saat
istirahat. Asal dyspnea pada gagal jantung dapat bersifat multifaktorial. Mekanisme paling
penting adalah kongesti paru dengan akumulasi cairan interstitial atau intra-alveolar.
Faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap dyspnea saat aktivitas termasuk penurunan
kepatuhan paru, peningkatan resistensi saluran napas, otot pernapasan dan / atau kelelahan
diafragma, dan anemia.
Ortopnea, yang didefinisikan sebagai dispnea yang terjadi pada posisi berbaring. Gejala ini
hasil dari redistribusi cairan dari sirkulasi splannikus dan ekstremitas bawah ke sirkulasi
pusat selama berbaring, dengan peningkatan resultan tekanan kapiler paru. Batuk malam
15

hari adalah manifestasi sering proses ini dan gejala yang sering diabaikan gagal jantung.
Ortopnea umumnya lega dengan duduk tegak atau tidur dengan bantal tambahan.
Meskipun ortopnea adalah gejala yang relatif spesifik gagal jantung, gejala ini juga bisa
terjadi pada pasien dengan obesitas abdominal atau asites dan pada pasien dengan
penyakit paru.
Dispnea paroksismal nokturnal, istilah ini mengacu pada episode akut sesak nafas yang
hebat dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari
tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien beristirahat.
Gejala ini mungkin disertai dengan batuk atau mengi, kemungkinan karena peningkatan
tekanan pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran napas, bersama dengan
edema paru interstitial yang menyebabkan peningkatan resistensi saluran napas.
Sedangkan ortopnea dapat dihilangkan dengan duduk tegak di sisi tempat tidur dengan
kaki dalam posisi tergantung, pasien dengan gajala ini sering memiliki batuk yang bersifat
menetap dan mengi bahkan setelah mereka telah mengambil posisi tegak. Asma jantung
berkaitan erat dengan dispnea paroksismal nokturnal, ditandai dengan mengi sekunder
untuk bronkospasme, dan harus dibedakan dari asma primer sebagai penyebab paru mengi.
Respirasi Cheyne-Stokes, juga disebut sebagai respirasi periodik atau siklus respirasi,
respirasi Cheyne-Stokes umum dalam lanjutan gagal jantung dan biasanya berhubungan
dengan output jantung yang rendah. Respirasi Cheyne-Stokes disebabkan oleh sensitivitas
berkurang dari pusat pernapasan untuk PCO2 arteri. Ada fase apnea, di mana arteri PO2
terjun dan arteri PCO2 naik. Perubahan-perubahan dalam kandungan gas darah arteri
merangsang pusat pernapasan tertekan, sehingga hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti
pada gilirannya dengan kekambuhan apnea. Respirasi Cheyne-Stokes dapat dirasakan oleh
pasien atau keluarga pasien sebagai dyspnea parah atau sebagai penghentian sementara
pernapasan.
Pasien dengan gagal jantung juga dapat disertai dengan gejala gastrointestinal. Anoreksia,
mual, dan cepat kenyang berhubungan dengan nyeri perut dan kepenuhan sering keluhan
dan mungkin berhubungan dengan edema dinding usus besar dan / atau hati sesak.
Kemacetan pada hati dan peregangan kapsul yang dapat menyebabkan nyeri kanan atas
kuadran. Gejala serebral, seperti kebingungan, disorientasi, dan tidur dan gangguan mood,
dapat diamati pada pasien dengan gagal jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan
arteriosclerosis otak dan mengurangi perfusi serebral. Nokturia adalah umum di gagal
jantung dan dapat menyebabkan insomnia.
b. Pemeriksaan fisik
Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk mengetahui penyebab dari gagal
jantung sekaligus mengetahui tingkat keparahan dari gejala-gejalanya, menambah
16

informasi tentang profil hemodinamis dan respon terapi dan menetukan prognosis yang
penting untuk tujuan tambahan pada saat dilakukan pemeriksaan fisik.
Pada penderita gagal jantung yang ringan dan sedang-berat, penderita terlihat dengan
keadaan tidak ada gangguan pada saat istirahat, kecuali adanya perasaan tidak nyaman
pada saat berbaring untuk beberapa menit. Pada gagal jantung berat penderita harus duduk
tegak, dan mungkin tidak bisa menyelesaikan kata-kata karena pemendekan nafas.
Tekanan darah sistolik mungkin normal atau tinggi pada awal gagal jantung, tetapi secara
umum menurun pada gagal jantung lanjutan karena adanya disfungsi ventikel kiri lanjutan.
Denyut nadi berkurang merefleksikan adanya penguranan pada strok volume.
Vasokonstriksi perifer menyebabkan akral dingin, sianosis pada bibir dan kuku.
Kemudian pada pemeriksaan vena jugularis untuk memprediksi tekanan atrium kanan.
Pada gagal jantung tahap awal tekanan vena jugularis mungkin normal pada saat istirahat
tetapi menjadi abnormal secara bertahap.
Pada penderita gagal jantung ada di temukannya krepitasi paru hasil dari transudasi dari
cairan ruang intravaskular ke alveoulus. Pada pasien edema paru, krepitasi mungkin
terdengar luas sepanjang kedua lapangan paru dan di tambah dengan adanya mengi.
Krepitasi jarang terjadi pada gagal jantung kronis bahkan ketika tekanan pengisian
ventikel kiri mengaami peningkatan, karena adanya peningkatan drainase limfatik cairan
alveolus. Efusi pleura akibat dari peningkatan tekanan kapiler pleura dan menghasilkan
transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Meskipun efusi pleura sering bilateral pada
gagal jantung.
Pada pemeriksaan jantung, meskipun penting, seringkali tidak memberikan informasi yang
berguna tentang keparahan gagal jantung. Pada beberapa pasien, suara jantung ketiga (S3)
yang terdengar dan teraba di puncak.
Pasien dengan pembesaran atau hipertrofi ventrikel kanan mungkin memiliki kiri impuls
parasternal berkelanjutan dan berkepanjangan memperluas seluruh sistol.
Sebuah S3 ini paling sering ada pada pasien dengan volume overload yang memiliki
takikardia dan takipnea, dan sering menandakan kompromi hemodinamik parah. Bunyi
jantung IV (S4) bukan merupakan indikator spesifik gagal jantung tetapi biasanya hadir
pada pasien dengan disfungsi diastolik. Mitral murmur dan trikuspid regurgitasi sering
hadir pada pasien dengan gagal jantung lanjutan.
Hepatomegali adalah tanda penting pada pasien dengan gagal jantung. ketika ada,
pembesaran hati sering teraba lunak dan dapat berdenyut selama sistole jika regurgitasi
trikuspid ada. Asites, tanda akhir, terjadi sebagai akibat dari meningkatnya tekanan di
dalam vena hepatika. Jaundice, juga merupakan temuan akhir gagal jantung, hasil dari

17

gangguan fungsi hati hepatoseluler hipoksia, dan berhubungan dengan ketinggian dari
kedua bilirubin langsung dan tidak langsung.
Edema perifer merupakan manifestasi kardinal gagal jantung, namun tidak spesifik dan
biasanya tidak ditemukan pada pasien yang telah diobati secara memadai dengan diuretik.
Edema perifer biasanya simetris dan bergantung pada gagal jantung dan terjadi terutama di
pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien rawat jalan. Pada pasien terbaring di
tempat tidur, edema dapat ditemukan di daerah sacral (edema presacral) dan skrotum.
c. Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan pada setiap pasien yang di duga gagal jantung .
Perubahan elektrokardiografi yang umum juga terlihat pada pasien yang diduga memiliki
gagal jantung. Abnormal EKG memiliki sedikit nilai prediktif untuk menentukan gagal
jantung.
Foto toraks merupakan komponen penting dari pemeriksaan diagnostik gagal jantung.
Pemeriksaan ini memungkinkan penilaian kongesti paru dandapat menunjukkan penyebab
paru atau toraks dyspnoea. Pemeriksaan dada x-ray juga berguna untuk mendeteksi
kardiomegali, kongesti paru, dan akumulasi cairan pleura, dan biasa menunjukkan adanya
penyakit paru atau infeksi yang menyebabkan atau memberikan kontribusi untuk
dyspnoea.
Pemeriksaan ekokardiografi digunakan untuk merujuk kepada semua USG jantung, teknik
pencitraan, termasuk gelombang berdenyut dan berkesinambungan Doppler, Doppler
warna dan gambar jaringan Doppler . Konfirmasi dengan echocardiography dari diagnosis
gagal jantungdan / atau disfungsi jantung adalah wajib dan harus dilakukan tak lama
setelah dicurigai diagnosis gagal jantung. Echocardiography tersedia secara luas, cepat,
non-invasif, dan aman, dan menyediakan luas informasi tentang anatomi jantung (volume,
geometri, massa), gerakan dinding, dan fungsi katup. Studi ini memberikan informasi
penting pada etiologi gagal jantung. Secara umum diagnosis gagal jantung harus
mencakup ekokardiogram
3.1.8. Penatalaksanaan3
ACCF/AHA 2013 membagi tatalaksana gagal jantung berdasarkan stadium gagal jantung.
Stage A
-

Kontrol hipertensi dan profil lipid untuk menurunkan resiko gagal jantung. Hipertensi
dapat dikendalikan menggunakan obat-obatan antihipertensi seperti diuretik, ACEi, ARB,

dan beta blocker. Statin dapat digunakan untuk memperbaiki profil lipid.
Keadaan lain seperti obesitas, diabetes mellitus, merokok, dan bahan kardiotoxin harus
dihindari.

18

Stage B
-

Pasien dengan riwayat infark miokard atau PJK ataupun fraksi ejeksi yang menurun harus
mengkonsumsi ACEi untuk mencegah gejala gagal jantung. Pada pasien dengan

intoleransi ACEi dapat menggunakan ARB.


Pasien dengan riwayat infark miokard atau PJK ataupun fraksi ejeksi yang menurun harus

mengkonsumsi untuk mengurangi mortalitas.


Pasien dengan riwayat infark miokard atau PJK harus mengkonsumsi statin untuk

mencegah gejala gagal ajntung dan kelainan kardiovaskular lainnya,


Pasien dengan kelainan struktural jantung termasuk hipertrovi ventrikel kiri tanpa adanya

riwayat PJK, tekanan darah harus dikontrol sesuai panduan praktek klinis.
ACEi harus digunakan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi yang menurun tanpa

adanya riwayat PJK.


Beta blocker harus digunakan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi yang menurun tanpa
adanya riwayat PJK.

Stage C
Intervensi nonfarmakologis
-

Edukasi pasien agar pasien mengetahui bagaimana cara mengontrol gejala, pentingnya
menurunkan berat badan, membatasi konsumsi garam, dan rajin mengkonsumsi obat-

obatan.
Suport sosial
Membatasi konsumsi garam < 1500 mg/hari
Bagi penderita CHF dengan obstructive sleep apnea dapat dipertimbangkan pemberian

continious positive airway pressure.


Kontrol berat badan
Aktivitas fisik dan rehabilitasi jantung

Intervensi farmakologis
1. Duiretik
Diuretik menghambat reabsorpsi natrium atau klorida. Loop-diuretik (furosemide)
menghambat reabsorbsi natrium di lengkung Henle sedangkan tiazide dan diuretik hemat
kalium (spironolactone) bekerja di distal tubulus. Loop diuretik menjadi pilihan utama
pada CHF untuk mengatasi kelebihan cairan, sedangkan tiazide lebih digunakan untuk
pasien dengan hipertensi.

19

Diuretik harus digunakan untuk pasien dengan retensi cairan atau riwayat retensi cairan
dan dapat dikombinasikan dengan ACEi, beta blocker dan antagonis aldosterone.Dosis
furosemid yang digunakan 20-40 mg satu atau dua kali per hari.
2. ACEi
ACEi dapat menguragi resiko kematian dan mengurangi hospitalisai pada CHF.Semua
pasien dengan CHF harus menggunakan ACEi kecuali dengan kontraindikasi seperti
reaksi angioedema pada pemakaian sebelumnya dan hamil ACEi harus digunakan sangat
hati-hati bila TDS <80 mmHg, kreatinin serum > 3mg/dL, stenosis arteri renal bilateral
atau kadar Kalium serum >5mEq/L.
3. ARB
ARB digunakan pada pasien dengan intoleransi ACEi, sudah mengkonsumsi ARB
sebelumnya, dan apabila tidak respon dengan ACEi dan beta blocker.
4. Beta blocker
Penggunaan salah satu dari tiga beta blocker (bisoprolol, carvedilol dan metoprolol)
direkomendasikan untuk pasien CHF kecuali terdapat kontraindikasi untuk mengurangi
merbiditas dan mortalitas. Penggunaan betra blocker dapat mengurangi gejala CHF,
mengurangi resiko kematian dan hospitalisasi. Manfaat beta blocker ini dapat terlihat pada
pasien tanpa riwayat PJK dan diabetes mellitus.
5. Antagonis reseptor aldosteron
Antagonis reseptor aldosteron direkomendasikan pada pasien NYHA II-IV dengan riwayat
hospitalisasi. Kadar natriuretic peptide meningkat, kreatinin serum <2,5 mEq/L dan kadar
Kalium serum < 5 mEq/L. Antagonis reseptor aldosterone direkomendasikan untuk
mengurangi merobiditas dan mortalitas pada pasien dengan riwayat infark miokard atau
dengan riwayat diaabetes mellitus.
6. Hidralazine dan ISDN.
Kombinasi hidralazine dan ISDN direkomendasikan pada pasien CHF Amerika Afrika di
mana pasien tersebut terkontrol dengan ACEi, ARB dan antagonis aldosteron. Penggunaan
pada ras lain masih dalam penelitian.Kombinasi hidralazine dan ISDN dapat mengurangi
mortalitas dan morbiditas pada pasien CHF yang tidak dapat menggunakan ACEi atau
ARB karena intoleransi obat. hipotemsi atau insufisiensi ginjal.
7. Digoxin
Digoxin dapat dipertimbangkan penggunaannya pada pasien dengan CHF persisten atau
dengan gejala berat. Pasien tidak dapat diberikan digoxin apabila dengan AV block kecuali
telah menggunakan pacemaker.
20

8. Obat-obatan lainnya
-

Antikoagulan: dapat digunakan pada pasien CHF dengan resiko stroke cardioemboli
seperti riwayat hipertensi, diabetes mellitus, riwayat stroke atau TIA, usia >75 tahun,

dan dengan atrial fibrilasi.


Statin tidak direkomendasikan kecuali ada indikasi lain seperti pada pasien

hiperkolesterolemia.
Omega -3 dapat mengurangi resiko fatal penyakit kardiovaskular.

9. Obat-obatan yang tidak memiliki nilai klinis atau dapat memperberat CHF
-

Suplemen dan terapi hormon


Antiaritmia, karena kebanyakan antiaritmia memiliki efek inotropik negatif.
amiodarone dan dofetilif adalah aantitaritmia yang dapat dipilih pada pasien CHF
dengan aritmia karena tidak meningkatkan angka mortalitas.
Calcium channel blocker tidak direkomendasikan pada pasien CHF generasi pertama

dihidropiridin dan nondihidropiridin memiliki efek deperesi miokard. Amlodipin dapat


digunakan pada pasien CHF dengan hipertensi dan PJK karena tidak meningkatkan
angka mortalitas.
NSIAD tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan retensi cairan.
Tiazolinidion, yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin dapat menignkatkan

insidensi CHF walaupun tanpa riwayat CHF.


Stage D
-

Pembatasan cairan hingga 1,5 L/hari untuk menngurangi gejala kongesti.


Obat-obatan inotropik dapat digunakan hingga menunggu terapi definitif untuk

menjaga perfusi sistemik.


Mechanical Circulatory Support seperti Ventricular Assist Device.
Transplantasi jantung.

3.1.9. Komplikasi8,9
Jantung Cachexia
Jika pasien dengan gagal jantung yang dimulai dengan kelebihan berat badan kelebihan berat
badan, kondisi mereka cenderung lebih parah. Setelah gagal jantung berkembang, indikator
penting dari kondisi memburuk adalah terjadinya jantung cachexia.
Gagal ginjal
Gagal jantung melemahkan kemampuan jantung untuk memompa darah. Hal ini dapat
mempengaruhi bagian lain dari tubuh termasuk ginjal (yang pada gilirannya dapat
menyebabkan penumpukan cairan). Penurunan fungsi ginjal adalah umum pada pasien
dengan gagal jantung, baik sebagai komplikasi gagal jantung dan sebagai komplikasi
21

penyakit lainnya yang berhubungan dengan gagal jantung (seperti diabetes). Studi
menunjukkan bahwa pada pasien dengan gagal jantung, gangguan fungsi ginjal
meningkatkan risiko komplikasi jantung termasuk rawat inap dan kematian.
Atrial fibrilasi
Atrial fibrilasi adalah irama detakan cepat jantung di ruang atas jantung. Ini adalah penyebab
utama stroke dan sangat berbahaya pada orang dengan penyakit gagal jantung. Ventrikular
takikardia dan fibrilasi ventrikular adalah aritmia serius yang dapat terjadi pada pasien ketika
fungsi jantung terganggu secara signifikan.
Depresi.
Munculnya depresi menunjukkan prospek yang buruk untuk jantung. Studi menunjukkan
bahwa depresi dapat memiliki efek buruk pada biologis sistem kekebalan tubuh dan saraf,
pembekuan darah, tekanan darah, pembuluh darah, dan irama jantung. Orang yang depresi
mungkin gagal untuk mengikuti instruksi pengobatab dan mungkin tidak merawat diri
mereka sendiri.
Angina dan Serangan Jantung.
Sementara penyakit arteri koroner merupakan penyebab utama gagal jantung, pasien dengan
gagal jantung beresiko untuk angina dan serangan jantung
3.1.10. Prognosis10
Secara umum, mortality rate untuk pasien gagal jantung yang dirawat inap adalah 5-20%
sementara penderita yang di luar rumah sakit adalah 20% pada akhir tahun pertama setelah
diagnosa ditegakkan dan setinggi 50% pada 5 tahun pertama post diagnosis. Walaupun
terdapat perbaikan pengobatan. Setiap pasien yang rehospitalization mempunyai peningkatan
mortality rate sebanyak 20-30%. Cardiopulmonal stress testing merupakan cara yang efektif
untuk menilai survival rate pasien untuk tahun ke depan dan indikasi transplantasi jantung.
Pasien dengan NYHA IV, ACC/AHA stage D mempunyai mortality yang melebihi 50%
mortality pada tahun pertama post diagnose. Gagal jantung yang disebabkan oleh myocard
infark akut mempunyai inpatient mortality rate 20-40%; mortality rate mendekati 80% pada
pasien yang menderita hipotensi( eg.cardiogenic shock). (Rilantono, 1996)
3.2. Penyakit Jantung Hipertensi4,11,12,13
Penyakit jantung hipertensi adalah spektrum abnormalitas yang menunjukkan
akumulasi adaptasi fungsional dan struktural sumur hidup terhadap peningkatan tekanan
darah.4
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang
melibatkan

banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural,

neuroendokrin,

seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang

peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan
darah itu

sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Peningkatan tekanan darah


22

menyebabkan perubahan yang merugikan pada struktur dan fungsi jantung melalui 2 cara:
secara langsung

melalui peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui

nuerohormonal terkait dan

perubahan vaskular. Patofisiologi berbagai efek

hipertensi

terhadap jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan pada bagian ini.


a. Hipertrofi ventrikel kiri
Pada pasien dengan hipertensi, 15-20% mengalami hipertrofi ventrikel kiri (HVK). Risiko
HVK meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. Prevalensi HVK berdasarkan
penemuan
menegakkan

lewat EKG (bukan merupakan alat pemeriksaan yang sensitif) pada saat
diagnosis hipertensi sangatlah bervariasi.Penelitian telah menunjukkan

hubungan langsung antara derajat dan lama berlangsungnya peningkatan tekanan darah
dengan HVK. HVK didefinisikan sebagai suatu penambahan massa pada ventrikel kiri,
sebagai respon miosit terhadap berbagai rangsangan yang menyertai peningkatan tekanan
darah. Hipertrofi miosit dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap peningkatan afterload.
Rangsangan mekanik dan neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat menyebabkan
aktivasi pertumbuhan sel-sel otot jantung, ekspresi gen (beberapa gen diberi ekspresi
secara primer dalam perkembangan miosit janin), dan HVK. Sebagai tambahan, aktivasi
sistem renin- angiotensin melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I
mendorong

pertumbuhan

sel-sel interstisial dan komponen matrik sel. Jadi,

perkembangan HVK dipengaruhi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara


miosit dan struktur interstisium skeleton cordis. Berbagai jenis pola HVK telah dijelaskan,
termasuk remodelling konsentrik, HVK konsentrik, dan HVK eksentrik. HVK konsentrik
adalah peningkatan pada ketebalan dan massa ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan
dan volume diastolik ventrikel kiri, umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi.
Bandingkan dengan HVK eksentrik, di mana penebalan ventrikel kiri tidak merata namun
hanya terjadi pada sisi tertentu, misalnya pada septum. LVH konsentrik merupakan
pertanda prognosis yang buruk pada kasus hiperetensi. Pada awalnya proses HVK
merupakan kompensasi perlindungan sebagai respon terhadap peningkatan tekanan
dinding ventrikel untuk mempertahankan cardiac output yang adekuat, namun HVK
kemudian

mendorong terjadinya disfungsi diastolik otot jantung, dan akhirnya

menyebabkan disfungsi sistolik otot jantung.


b. Abnormalitas Atrium Kiri
Sering kali tidak terduga, perubahan struktur dan fungsi atrium kiri sangat umum terjadi
pada pasien dengan hipertensi. Peningkatan afterload membebani atrium kiri lewat
peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri sebagai tambahan untukmeningkatkan
tekanan darah yang menyebabkan gangguan pada fungsi atrium kiri ditambah peningkatan
23

ukuran dan penebalan tarium kiri. Peningkatan ukuran atrium kiri pada kasus hipertensi
yang tidak disertai penyakit katup jantung atau disfungsi sistolik menunjukkan kronisitas
hipertensi dan mungkin berhubungan dengan beratnya disfungsi diastolik ventrikel kiri.
Sebagai tambahan, perubahan struktur ini menjadi faktor predisposisi terjadinya atrial
fibrilasi pada pasien-pasien tersebut. Atrial fibrilasi, dengan hilangnya kontribusi atrium
pada disfungsi diastolik, dapat mempercepat terjadinya gagal jantung.
c. Penyakit Katup
Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung hipertensi, hipertensi yang
kronik dan berat dapat menyebabkan dilatasi cincin katup aorta, yang menyebabkan
terjadinya insufisiensi aorta signifikan. Beberapa derajat perubahan perdarahan secara
signifikan akibat insufisiensi aorta sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang
tidak terkontrol. Peningkatan tekanan darah yang akut dapat menentukan derajat
insufisiensi aorta, yang akan kembali ke dasar bila tekanan darah terkontrol secara lebih
baik. Sebagai tambahan, selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga
diperkirakan dapat mempercepat proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi
mitral.
d. Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah yang kronik.
Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif seringkali tidak diketahui, sebagian
karena saat gagal jantung terjadi, ventrikel kiri yang mengalami disfungsi tidak mampu
menghasilkan tekanan darah yang tinggi, hal ini menaburkan penyebab gagal jantung
tersebut. Prevalensi disfungsi diastolik yang asimtomatik pada pasien dengan hipertensi
dan tanpa HVK (Hipertensi Ventrikel Kiri) adalah sekitar 33%. Peningkatan afterload yang
kronis dan terjadinya HVK dapat memberi pengaruh buruk terhadap fase awal relaksasi
dan fase komplaien lambat dari diastolik ventrikel.Disfungsi diastolik umumnya terjadi
pada seseorang dengan hipertensi. Disfungsi diastolik biasanya, namun tidak tanpa
kecuali, disertai dengan HVK. Sebagai tambahan, selain peningkatan afterload, faktorfaktor lain yang ikut berperan dalam proses terjadinya disfungsi diastolik adalah penyakit
arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik, dan abnormalitas struktur seperti fibrosis dan
HVK. Disfungsi sistolik yang asimtomatik biasanya juga terjadi. Pada bagian akhir
penyakit, HVK gagal mengkompensasi dengan meningkatkan cardiac output dalam
menghadapi peningkatan tekanan darah, kemudian ventrikel kiri mulai berdilatasi untuk
mempertahankan cardiac output. Saat penyakit ini memasuki tahap akhir, fungsi sistolik
ventrikel kiri menurun. Hal ini menyebabkan peningkatan lebih jauh pada aktivasi
neurohormonal dan sistem renin-angiotensin, yang menyebabkan peningkatan retensi
24

garam dan cairan serta meningkatkan vasokontriksi perifer. Apoptosis, atau program
kematian sel, distimulasi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara stimulan dan
penghambat, disadari sebagai pemegang peran pentingdalam transisi dari tahap
kompensata menjadi dekompensata. Pasien menjadi simptomatik selama tahap
asimtomatik dari disfungsi sistolik atau diastolik ventrikel kiri, menerima perubahan pada
kondisi afterload atau terhadap kehadiran gangguan lain bagi miokard (contoh: iskemia,
infark). Peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba dapat menyebabkan edema paru akut
tanpa perlu perubahan pada fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum, perkembangan
dilatasi atau disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik maupun yang simtomatik
melambangkan kemunduran yang cepat pad status klinis dan menandakan peningkatan
risiko kematian. Sebagai tambahan, selain disfungsi ventrikel kiri, penebalan dan disfungsi
diastolik ventrikel kanan juga terjadi sebagai hasil dari penebalan septum dan disfungsi
ventrikel kiri.
e. Iskemik Miokard
Pasien dengan angina memiliki prevalensi yang tinggi terhadap hipertensi. Hipertensi
adalah faktor risiko yang menentukan perkembangan penyakit arteri koroner, bahkan
hampir melipatgandakan risiko. Perkembangan iskemik pada pasien dengan hipertensi
bersifat multifaktorial.Hal yang penting pada pasien dengan hipertensi, angina dapat
terjadi pada ketidakhadiran penyakit arteri koroner epikardium. Penigkatan aferload
sekunder akibat hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan dinding ventrikel kiri dan
tekanan transmural,

menekan aliran darah koroner selama diastole. Sebagai tambahan,

mikrovaskular, diluar arteri koroner epikardium, telah terlihat mengalami disfungsi pada
pasien dengan hipertensi dan mungkin tidak mampu mengkompensasi peningkatan
metabolik dan kebutuhan oksigen.Perkembangan dan progresifitas aterosklerosis,
merupakan tanda penyakit arteri koroner, di eksaserbasikan pada arteri yang
menjadisubjek peningkatan tekanan darah kronis mengurangi tekanan yang terkait dengan
hipertensi dan disfungsi endotelial menyebabkan gangguan pada sintesis dan pelepasan
nitrit oksida yang merupakan vasodilator poten. Penurunan kadar nitrit oksida
menyebabkan perkembangan dan makin cepatnya pembentukan arteriosklerotis dan plak.
Gambaran morfologi plak identik dengan plak yang ditemukan pada pasien tanpa
hipertensi.
f. Aritmia kardiak
Aritmia kardia umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang mengalami
arterial fibrilasi kontraksi ventrikel yang prematur dan ventrikuler takikardi.Resiko henti
jantung mendadak meningkat. Berbagai metabolismedipekirakan memegang peranan
25

dalam patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan metabolisme sel,


ketidakhomogen miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi pada
afterload. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan peningkatanan resiko ventrikel
takiaritmia.Artrial fibrilasi (paroksisimal, kronik rekuren, atau kronik persisten), sering
ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Faktanya, peningkatan tekanan darah
merupakan faktor umum bagi artrial fibrilasi. Pada suatu penelitian hampir 50% pasien
dengan artrial fibrilasi mengidap hipertensi walaupun etiologi yang pasti tidak diketahui,
abnormalitas struktur atrium kiri, penyakit arteri koroner, dan HVK telah dianggap sebagi
faktor yang mungkin berperan. Perkembangan artrial fibrilasi dapat menyebabkan
disfungsi sistolik dekompensata, dan yang lebih penting, disfungsi diastolik, menyebabkan
hlangnya kontraksi atrium, dan juga meningkatkan resiko komplikasi tromboembolik,
khususnya stroke.Kontraksi ventrikuler prematur, ventrikuler aritmia dan henti jantung
mendadak ditemukan lebih sering pada pasien dengan HVK daripada pasien tanpa HVK.
Penyebab arimitmia tersebut dianggap

terjadi bersama-sama dengan penyakit arteri

koroner dan fibrosis miokard.

26

Anda mungkin juga menyukai