Anda di halaman 1dari 3

NILAI NILAI YANG DIPEROLEH DARI KEHIDUPAN BERAGAMA PADA MASA

MATARAM KUNO :
Kerajaan Medang periode jawa tengah atau dikenal dengan kerajaan Mataram
kuno ,sebuah kerajaan bercorak hindu-budha yang dibangun wilayah Prambanan, Yogyakarta
pada abad ke 8 atau tahun 732 M berdasarkan prasasti Canggal terletak digunung
Ukir,Salam,Kab Magelang.Kerajaan Medang periode jawa tengah kemudian di kenal kerajaan
Mataram kuno merujuk pada ibukota kerajaan ini yakni bumi Mataram sementara dinamakan
Mataram kuno untuk membedakan dengan kerajaan Mataram Islam yang berdiri abad ke 16.
Roda pemerintahan kerajaan Mataram kuno dikendalikan oleh 2 wangsa atau dinasti
yang berbeda agama yakni wangsa Sanjaya didirikan ratu Sang Sanjaya beragama hindu Siwa
serta wangsa Sailendra mulai berkuasa dikerajaan Mataram kuno sejak masa pemerintahan
Rakai Panangkaran beragama budha Mahayana.Kedua agama ini dimasa kerajaan mataram
kuno silih berganti menjadi agama resmi seiring pergantian raja yang diisi oleh raja-raja
keturunan Wangsa Sanjaya maupun wangsa Sailendra di abad 8.
Awal pemerintahan mataram kuno kedua wangsa :sanjaya maupun sailendra
mengakui agama Budha Mahayana sebagai agama resmi,namun entah bagaimana
persoalannya sejak Rakai Panangkaran yang diduga keturunan wangsa sanjaya serta wangsa
Sailendra berpindah agama dari hindu siwa ke budha mahayana sekaligus agama budha
Mahayana sebagai agama resmi kerajaan Mataram kuno.Sejak itulah masyarakat mataram
kuno sebagian beragama budha mahayana dan sebagaian lagi beragama hindu siwa
sepeninggal rakai Panangkaran yang kemudian berkembang menjadi persaingan politik yang
membagi dinasti kerajaan Mataram kuno juga terbagi 2 wilayah kekuasaan kerajaan Mataram
yakni mataram budha dikuasai wangsa sailendra dimula sejak pemerintahan salah satunya raja
indra menempati bagian selatan jawa tengah selanjutnya mataram hindu dikuasai wangsa
Sanjaya mulai dari rakai mataram ratu sanjaya,rakai pikatan,rakai garung,rakai warak dan
rakai dyah balitung menempati jawa tengah wilayah bagian utara Jawa tengah.
Persaingan ketat sering terjadi keduanya seakan berlomba mendirikan beragam
bangunan candi bercorak hindu prambanan misalnya yang dibangun masa rakai Pikatan
kemudian candi bercorak budha misalnya candi borobudur dibangun masa rakai warak atau
Samaratungga.Walaupun candi-candi dibangun oleh kedua wangsa atau dinasti kerajaan
Mataram kuno sebagai upaya menunjukkan legimitasi kekuasaan ,tetapi tidak sepenuhnya
raja-raja kedua dinasti memiliki ambisi besar merebut tahta kerajaan sebagai raja Mataram
kuno.
Ada sejumlah raja mataram kuno yang memfokuskan dalam bidang agama seperti
rakai warak atau Samaratungga yang membangun candi Borobudur sebagai upaya agar
masyarakat Mataram kuno makin dekat dengan agamanya serta rakai garung membangun
komplek candi dieng,candi gedung sewu sebagai tempat ibadah .Perbedaan keyakinan
maupun karakter antar kedua wangsa membuat persaingan politik kian ketat tetapi kejadian

ini tidak berlangsung lama setelah Samaratungga mengadakan perkawinan politik antara rakai
pikatan/wangsa sanjaya dengan pramodyawhardani /wangsa sailendra.
Pasca perkawinan rakai pikatan dengan pramodyawardhani kehidupan agama
masyarakat Mataram kuno dalam praktik keagamaan terdiri atas agama hindu dan budha
makin harmonis,tetap hidup rukun dan saling bertoleransi .Sikap kerukunan serta toleransi
beragama dikalangan masxarakat Mataram kuno dibuktikan ketika mereka kerjasama serta
gotong royong dalam membangun candi Borobudur bangunan suci bercorak budha
Mahayana.Dampak lain perkawinan politik rakai pikatan dengan Pramodyawardhani
tumbuhnya rasa gotong royong yang telah mendarah daging dalam masyarakat Mataram kuno
kala itu hingga sekarang.
Kini candi-candi peninggalan mataram kuno :candi borobudur, prambanan,
mendut,komplek candi dieng, candi gedung songo dan puluhan candi bercorak hindu maupun
budha masih berdiri megah dikawasan jawa tengah, Yogyakarta yang umumnya dimanfaatkan
sebagai tempat ibdah sekaligus tempat wisata sejarah .Sementara kerukunan, toleransi antar
masyarakat hindu maupun budha sampai kini tetap terjaga dengan baik dan menjadi adat
istiadat ataupun budaya masyarat Indonesia .
Nilai nilai yang diperoleh dari kehidupan beragama pada masa mataram kuno :
Pada masa mataram kuno kehidupan agama nya sangat kuat. Terbukti dari candi candi
yang dibangun sebagai tempat pemujaan.
Mempunyai tingkat kebersamaan dan kerukunan tinggi, terbukti dari keselarasan dan
kerukunan antara agama Hindu dan agama Budha pada masa mataram kuno
Prasasti Kalasan berangka tahun 776 M. Adapun isinya adalah Para guru sang raja
mustika keluarga Syailendra telah berhasil membujuk Maharaja Tejahpurnapana
Panangkaran untuk membangun sebuah bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara
para pendeta. Raja panangkarana menghadiahkan sebuah tanah di Kalasan kepada para
Sangha. Informasi yang diperoleh dari prasasti ini menunjukkan bahwa sekitar abad 8 M
dan 9 M di Mataram Lama telah terjalin kerukunan umat beragama. Raja Panangkaran
yang beragam Hindu mendirikan bangunan suci untuk umat Budha. Walaupun pada saat
itu Dinasti Sanjaya mulai terdesak oleh Wangsa Syailendra, kedudukan raja-raja Sanjaya
tetap di akui.
Candi Sojiwan merupakan cermin dan salah satu bukti kerukunan umat beragama di masa
silam. Menurut Prasasti Rukam (907 M),Raja Balitung dari kerajaan Mataram Kuno
mempersembahkan bangunan suci yang bercirikan agama Budha untuk neneknya yang
sangat dihormati. Raja Balitung beragama Hindu, sedangkan neneknya beragama Budha.
Kerajaan Mataram Kuno meskipun dalam praktik keagamaannya terdiri atas agama Hindu
dan agama Buddha, masyarakatnya tetap hdup rukun dan saling bertoleransi. Sikap itu
dibuktikan

ketika

mereka

bergotong

royong

dalam

membangun

Candi

Borobudur.Masyarakat Hindu yang sebenarnya tidak ada kepentingan dalam membangun

Candi Borobudur, tetapi karena sikap toleransi dan gotong royong yang telah mendarah
daging turut juga dalam pembangunan tersebut.
Keteraturan kehidupan sosial di Kerajaan

Mataram

Kuno

juga

dibuktikan

adanya kepatuhan hukum pada semua pihak. Peraturan hukum yang dibuat oleh penduduk
desa ternyata juga di hormati dan dijalankan oleh para pegawai istana. Semua itu bisa
berlangsung karena adanya hubungan erat antara rakyat dan kalangan istana.
Mempunyai kemampuan dalam hal kesenian yang sangat tinggi, dan mempunyai nilai
seni yang tinggi dan menakjubkan, ini terbukti dari gambar relief relief yang ada di
setiap candinya.
Rasa toleransi sesama agama yang tinggi. Misalnya pada saat orang hindu nyepi, orang
agama

lain

menghormati

dan

tidak

menggaggunya,

dan

misalnya

saat orang islam puasa orang agama lain juga menghormati dan menghargai.

pada

Anda mungkin juga menyukai