Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Setiap individu akan mengalami perkembangan sehingga menjadi seorang pribadi yang

ada saat ini. Proses perkembangan manusia ini terdiri dari beberapa fase termasuk di dalamnya
fase perkembangan anak-anak (Hughes, 2002; Santrock, 2002). Pertumbuhan dan perkembangan
anak usia dini sangat menentukan bagaimana perkembangan anak dimasa yang akan datang.
Pada setiap tahapan perkembangan anak terdapat beberapa aspek perkembangan yang bertumbuh
kembang secara kompleks, memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan tahapan usianya
masing-masing (Papalia, Olds, & Fieldman, 2008). Aspek-aspek tersebut meliputi perkembangan
fisik atau biologis, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosio- emosional (Papalia, Olds,
& Fieldman, 2009; Santrock, 2012). Usia dini (0-8 tahun) sangat menentukan bagi anak dalam
mengembangkan potensinya. Usia ini sering disebut usiaemas (the golden age) yang hanya
datang sekali dan tidak dapat diulangi lagi,yang sangat menentukan untuk pengembangan
kualitas manusia selanjutnya. Keith Osborn, Burton L. White, dan Benyamin S. Bloom (1993)
berdasarkan hasil penelitiannya mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak terjadi
sangat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang
dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun.Peningkatan 30 % berikutnya terjadi pada usia
8 tahun, dan 20 % sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. (Depdiknas 2008:1)
Setiap aktifitas yang dilakukan oleh manusia tidak lepas dari penggunaan kemampuan
gerakan motorik kasar (gross motor skills) dan motorik halus (fine motor skills). Gerakan
motorik kasar (gross motor skill) dan motorik halus (fine motor skill) harus dikuasai oleh
manusia terutama oleh anak-anak agar dapat melakukan aktifitas dengan baik, misalnya menyisir
rambut, memasang tali sepatu, mengancingkan baju, memengang pensil, menulis dan lain-lain.
Hal ini akan menunjang aktivitas dalam kehidupan dalam sehari-hari terutama untuk anak-anak.
Perkembangan fisik motorik pada anak-anak tidak semuanya dapat berjalan mulus, karena
dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor tersebut adalah faktor lingkungan, struktur
fisik, kematangan, kesempatan, belajar dan berlatih. Kurikulum Pendidikan Luar Biasa dalam
mata pelajaran pendidikan khusus yang diajarkan guru kepada anak autis bertujuan untuk

mengembangkan sikap dan kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka


dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat.
Menstimulasi keterampilan motorik halus anak 4 tahun ke atas yaitu dapat dilakukan
dengan memberikan pelatihan-pelatihan seperti pelatihan meronce yang bertujuan untuk
meningkatkan dan melatih keterampilan motorik halus pada anak. Selain mengembangkan
kemampuan-kemampuan motorik halus, pelatihan meronce juga dapat mengembangkan
kemampuan-kemampuan lain bagi peningkatan motorik anak pada umur selanjutnya. Menurut
Seefeldt dan Wasik (2008: 389), kegiatan yang bisa menunjang pengenalan dan pembentukan
pola pada anak-anak, yaitu dengan kegiatan merangkai manik-manik, membuat sebuah pola.
Salah satu kegiatan yang dapat digunakan dalam pengenalan konsep pola adalah kegiatan
meronce. Menurut Piaget, anak usia 4-5 tahun berada dalam fase praoperasional sehingga
pembelajaran anak dilakukan melalui benda konkrit, yaitu benda yang dapat dilihat dan disentuh.
Kegiatan meronce menggunakan bahan yang konkrit menggunakan manik yang berwarna,
berbentuk geometri dengan ukuran yang berbeda sehingga membuat anak tertarik untuk belajar.
Kegiatan meronce manik-manik bisa menjadi salah satu alternatif untuk melatih motorik halus
pada anak TK, karena dalam kegiatan meronce terdapat kegiatan bagaimana anak mengambil
manik-manik, memegang manik-manik lalu memasukkan manik-manik yangberlubang ke dalam
seutas tali, benang ataupun kawat secara satu persatu. Selain itu, meronce manik-manik bisa
menjadi salah satu media yang menarik bagi anak TK karena manik-manik yang digunakan
memiliki bentuk dan warna yang beragam, sehingga hal ini akan membuat anak-anak tertarik
untuk melakukan kegiatan meronce dengan warna serta bentuk yang beragam dan sekaligus
dapat melatih motorik halus anak TK.
Dengan metode pelatihan meronce, diharapkan anak dapat meningkatkan keterampilan
dan kemampuan nya khusunya dalam hal motorik halus. Untuk itu, peneliti ingin melihat apakah
dengan adanya pemberian pelatihan meronce dapat meningkatkan kemampuan motorik halus
pada anak-anak.
1.2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada pengaruh dari pelatihan (meronce)
terhadap kemampuan motorik halus anak.

1.3 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi pelatihan meronce dan kemampuan
motorik halus anak
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi orang tua dan
guru dalam meningkatkan kemampuan motoris halus anak

BAB II
3

TELAAH PUSTAKA
2.1 Kemampuan Motorik Halus
2.1.1 Pengertian Kemampuan Motorik Halus
Kemampuan motoris adalah kegiatan yang melibatkan alat-alat motoris tubuh seperti jari
dan tangan yang memerlukan kontrol dari otot-otot tubuh yang kecil untuk mencapai suatu
tujuan. Kemampuan motoris halus memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
1. Adanya suatu tujuan yang harus dicapai.
2. Kemampuan motoris halus dilakukan voluntarily. Segala jenis kegiatan yang terjadi
secara refleks tidak dihitung sebagai kemampuan
3. Kemampuan motoris halus memerlukan gerakan kepala, badan dan anggota tubuh
ekstrimis lainnya. Karakteristik ini sangat penting karena dapat membedakan
kemampuan motoris halus dengan kemampuan lainnya.
4. Kemampuan motoris halus harus dipelajari dan dipelajari kembali (learned &
relearned)
Menurut Santrock (1995: 225) Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak-anak
telah semakin meningkat dan menjadi lebih tepat dan pada usia 5 tahun koordinasi motorik halus
akan semakin meningkat. Saputra dan Rudyanto (2005: 118) mengatakan bahwa motorik halus
adalah kemampuan anak beraktivitas dengan menggunakan otot-otot halus (kecil) seperti
menulis, meremas, menggambar, menggenggam, menyusun balok dan memasukkan kelereng.
Sujiono (2009: 1.14) berpendapat, motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti keterampilan
menggunakan jari jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat. Sehingga gerakan
ini tidak memerlukan tenaga melainkan membutuhkan koordinasi mata dan tangan yang cermat.
Dalam melakukan gerakan motorik halus, anak juga memerlukan dukungan keterampilan fisik
lain serta kematangan mental.

Menurut Sumantri (2005: 143) keterampilan motorik halus adalah pengorganisasian


penggunakan sekelompok otot-otot kecil seperti jari jemari dan tangan yang sering
membutuhkan kecermatan dan koordinasi mata dengan tangan, keterampilan yang mencakup
pemanfaatan dengan alat-alat untuk bekerja dan obyek yang kecil atau pengontrolan terhadap
mesin misalnya mengetik, menjahit dan lain-lain.
2.1.2

Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak

Pada masa kanak-kanak awal merupakan masa yang terjadi pada setiap manusia yang
mulai berumur dari 2 sampai 7 tahun. Masa ini merupakan masa penutup dari masa bayi yaitu
dari usia 2 minggu hingga 2 tahun. Perkembangan-perkembangan baik secara fisik, kognitif,
maupun sosial banyak terjadi di masa ini. Perkembangan fisik pada tahap ini cepat, tetapi tidak
secepat perkembangan fisik pada tahap sebelumnya.
Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul dalam suatu periode tertentu
dalam kehidupan individu. Tugas tersebut harus dikuasai dan diselesaikan oleh individu, sebab
tugas perkembangan ini akan sangat mempengaruhi pencapaian perkembangan pada masa
perkembangan berikutnya. Menurut Havighurst, jika seorang individu gagal menyelesaikan tugas
perkembangan pada satu fase tertentu, maka ia akan mengalami kegagalan dalam pencapaian
tugas perkembangan pada masa berikutnya. Pada setiap masa perkembangan individu, ada
berbagai tugas perkembangan yang harus dikuasai, adapun tugas perkembangan masa kanakkanak awal menurut Carolyn Triyon dan J. W. Lilienthal (Hildebrand, 1986 : 45) adalah sebagai
berikut :
1.

Berkembang menjadi pribadi yang mandiri.


Anak belajar untuk berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan dapat
memenuhi segala kebutuhannya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangannya di
usia Taman Kanak-kanak.

2. Belajar memberi, berbagi dan memperoleh kasih sayang.

Pada masa Taman Kanak-kanak ini anak belajar untuk dapat hidup dalam lingkungan
yang lebih luas yang tidak hanya terbatas pada lingkungan keluarga saja, dalam masa
ini anak belajar untuk dapat saling memberi dan berbagi dan belajar memperoleh
kasih sayang dari sesama dalam lingkungannya.
3. Belajar bergaul dengan anak lain.
Anak belajar mengembangkan kemampuannya untuk dapat bergaul dan berinteraksi
dengan anak lain dalam lingkungan di luar lingkungan keluarga.
4. Mengembangkan pengendalian diri.
Pada masa ini anak belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan tuntutan lingkungannya.
Anak belajar untuk mampu mengendalikan dirinya dalam berhubungan dengan orang
lain. Pada masa ini anak juga perlu menyadari bahwa apa yang dilakukannya akan
menimbulkan konsekuensi yang harus dihadapinya.
5. Belajar bermacam-macam peran orang dalam masyarakat.
Anak belajar bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada berbagai jenis pekerjaan yang
dapat dilakukan yang dapat menghasilkan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhannya
dan dapat menghasilkan jasa bagi orang lain.
6. Belajar untuk mengenal tubuh masing-masing.
Pada masa ini anak perlu mengetahui berbagai anggota tubuhnya, apa fungsinyadan
bagaimana penggunaannya. Contoh, mulut untuk makan dan berbicara, telinga untuk
mendengar, mata untuk melihat dan sebagainya.
7. Belajar menguasai ketrampilan motorik halus dan kasar.
Anak belajar mengkoordinasikan otot-otot yang ada pada tubuhnya,baik otot kasar
maupun otot halus. Kegiatan yang memerlukan koordinasi otot kasar diantaranya berlari,
melompat, menendang, menangkap bola dan sebagainya.Sedangkan kegiatan yang

memerlukan koordinasi otot halus adalah pekerjaan melipat, menggambar, meronce dan
sebagainya.
8.

Belajar mengenal lingkungan fisik dan mengendalikan.

Pada masa ini diharapkan anak mampu mengenal benda-benda yang ada di lingkungan,
dan dapat menggunakannya secara tepat. Contoh, anak belajar mengenal ciri-ciri benda
berdasarkan ukuran, bentuk, dan warnanya. Selain dari itu, anak dapat membandingkan
satu benda dengan benda lain berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki benda tersebut.
9.

Belajar menguasai kata-kata baru untuk memahami anak/orang lain.

Anak belajar menguasai berbagai kata-kata baru baik yangberkaitan dengan benda-benda
yang ada di sekitarnya, maupun berinteraksi dengan lingkungannya. Contoh, anak dapat
menyebutkan nama suatu benda, atau mengajak anak lain untuk bermain, dan sebagainya.
10. Mengembangkan perasaan positif dalam berhubungan dengan lingkungan.
Pada masa ini anak belajar mengembangkan perasaan kasih sayang terhadap apa-apa
yang ada dalam lingkungan, seperti pada teman sebaya, saudara, binatang kesayangan
atau pada benda-benda yang dimilikinya.
2.1.3

Perkembangan Motorik Halus Anak

Kemampuan motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan


fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata-tangan. Saraf motorik halus ini dapat dilatih
dan dikembangkan melalui kegiatan dan rangsangan yang kontinu secara rutin. Seperti, bermain
puzzle, menyusun balok, memasukan benda ke dalam lubang sesuai bentuknya, membuat garis,
melipat kertas dan sebagainya.
Anak pada masa ini, diharapkan untuk telah bisa menulis, menggunting secara lurus,
menggunting bentuk-bentuk unik, mengikat tali sepatu dan mewarnai dengan rapi. Kegiatankegiatan yang dapat meningkatkan motoris halus anak adalah seperti menggambar, menggunting,
meronce, dan sebagainya.
Kecerdasan motorik halus anak berbeda-beda. Dalam hal kekuatan maupun ketepatannya.

perbedaan ini juga dipengaruhi oleh pembawaan anak dan stimulai yang didapatkannya.
Lingkungan (orang tua) mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam kecerdasan motorik halus
anak. Lingkungan dapat meningkatkan ataupun menurunkan taraf kecerdasan anak, terutama
pada masa-masa pertama kehidupannya.
Setiap anak mampu mencapai tahap perkembangan motorik halus yang optimal asal
mendapatkan stimulasi tepat. Di setiap fase, anak membutuhkan rangsangan untuk
mengembangkan kemampuan mental dan motorik halusnya. Semakin banyak yang dilihat dan
didengar anak, semakin banyak yang ingin diketahuinya. Jika kurang mendapatkan rangsangan
anak akan bosan. Tetapi bukan berarti anda boleh memaksa si kecil. Tekanan, persaingan,
penghargaan, hukuman, atau rasa takut dapat mengganggu usaha dilakukan si kecil.
Terdapat dua dimensi dalam perkembangan motorik halus anak yang di uraikan oleh
Gesell (1971),yaitu:
a. Kemampuan memegang dan memanipulasi benda-benda.
b. Kemampuan dalam koordinasi mata dan tangan.
Selain kedua dimensi tersebut, terdapat beberapa dimensi perkembangan motorik halus
anak :
a.

Melakukan kegiatan dengan satu lengan, seperti mencorat-coret dengan alat tulis

b.

Membuka halaman buku berukuran besar satu persatu.

c.

Memakai dan melepas sepatu berperekat/tanpa tali.

d.

Memakai dan melepas kaos kaki.

e.

Memutar pegangan pintu.

f.

Memutar tutup botol.

g.

Melepas kancing jepret.

h.

Mengancingkan/membuka velcro dan retsleting (misalnya pada tas).

i.

Melepas celana dan baju sederhana.

j.

Membangun menara dari 4-8 balok.

k.

Memegang pensil/krayon besar.

l.

Mengaduk dengan sendok ke dalam cangkir.

m.

Menggunakan sendok dan garpu tanpa menumpahkan makanan.

n.

Menyikat gigi dan menyisir rambut sendiri.

o.

Memegang gunting dan mulai memotong kertas.

p.

Menggulung, menguleni, menekan, dan menarik adonan atau tanah liat.


Menurut Sumantri (2005: 145) tujuan pengembangan motorik halus anak usia dini adalah

untuk melatih kemampuan koordinasi motorik anak. Pengembangan motorik halus akan
berpengaruh terhadap kesiapan anak dalam menulis, kegiatan melatih koordinasi antara tangan
dengan mata yang dianjurkan dalam jumlah waktu yang cukup meskipun penggunaan tangan
secara utuh belum mungkin tercapai. Masih menurut Sumantri (2005: 146) tujuan pengembangan
motorik halus di usia 4-6 tahun adalah anak mampu mengembangkan kemampuan motorik halus
yang berhubungan dengan keterampilan gerak kedua tangan, mampu menggerakkan anggota
tubuh yang berhubungan dengan gerak jari jemari seperti kesiapan menulis, menggambar dan
memanipulasi benda-benda, maapu mengkoordinasikan indera mata dan aktivitas tangan serta
mampu mengendalikan emosi dalam beraktivitas motorik halus.
2.1.4 Faktor yang mempengaruhi kemampuan motoris halus
Motorik anak dapat berkembang dengan baik dan sempurna perlu dilakukan stimulasi
yang terarah dan terpadu. Adapun faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik halus anak
diantaranya menurut Harlock (2000:154) faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik
adalah sifat dasar genetik termasuk bentuk tubuh dan kecerdasan sehingga anak yang IQ tinggi
menunjukkan perkembangan motoriknya lebih cepat dibandingkan dengan anak normal atau di
bawah normal. Adanya dorongan atau rangsangan untuk menggerakkan semua kegiatan
tubuhnya akan mempercepat perkembangan motorik anak. Menurut Rusli Lutan (1988:322)
faktor yang mempengaruhi motorik halus adalah :
1.

Faktor internal adalah karakteristik yang melekat pada individu seperti tipe tubuh,
motivasi atau atribut yang membedakan seseorang dengan orang lain.

2.

Faktor eksternal adalah tempat diluar individu yang langsung maupun tidak langsung
akan mempengaruhi penampilan sesorang, misalnya lingkungan pengajaran dan
lingkungan sosial budaya.
Menurut Mollie and Russell Smart (2010) bahwa faktor yang mempengaruhi motorik halus

adalah: pembawaan anak dan stimulai yang didapatkannya. Lingkungan (orang tua) mempunyai
pengaruh yang lebih besar dalam kecerdasan motorik halus anak. Lingkungan dapat
9

meningkatkan ataupun menurunkan taraf kecerdasan anak, terutama pada masa-masa pertama
kehidupannya. Setiap anak mampu mencapai tahap perkembangan motorik halus yang optimal
asal mendapatkan stimulasi tepat. Di setiap fase, anak membutuhkan rangsangan untuk
mengembangkan kemampuan mental dan motorik halusnya. Semakin banyak yang dilihat dan
didengar anak, semakin banyak yang ingin diketahuinya.
2.1.5 Fungsi Kemampauan Motorik Halus
Menurut Suyanto (2005: 51) motorik halus berfungsi untuk melakukan gerakan-gerakan
bagian tubuh yang lebih spesifik, seperti menulis, melipat, merangkai, mengancing baju, menali
sepatu dan menggunting.
Menurut Sumantri (2005: 146) juga menjelaskan bahwa fungsi pengembangan
keterampilan motorik halus adalah mendukung aspek lainnya seperti kognitif dan bahasa serta
sosial karena pada hakekatnya setiap pengembangan tidak dapat terpisahkan satu sama lain.
Selain itu menurut Saputra dan Rudyanto (2005: 116) fungsi pengembangan motorik halus
adalah sebagai alat untuk mengembangkan koordinasi kecepatan tangan dengan gerakan mata,
dan sebagai alat untuk melatih penguasaan emosi.
2.2 Pelatihan
Pelatihan didefinisikan sebagai suatu proses yang berurutan dan berulang-ulang dalam
melakukannya. Hal ini senada dengan Harsono (1982 dalam Harsono, 1988: 101) yang
menyatakan bahwa pelatihan juga didefinisikan sebagai suatu proses yang sistematis dari berlatih
atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian bertambah beban
pelatihannya ataupun pekerjaannya. Proses yang sistematis adalah proses yang berurutan dalam
melakukan proses pelatihan sesuai dengan program latihan. Tujuan utama pelatihan adalah untuk
membantu seseorang meningkatkan keterampilan dan prestasi semaksimal mungkin dan juga
untuk perbaikan sistem organisme dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau
performanya.
Pelatihan atau bimbingan tentang pelatihan pengembangan motorik halus anak usia dini,
merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang sangat menunjang program pendidikan kreativitas

10

khususnya kreativitas anak untuk pembelajaran pada taman kanak-kanak untuk mengembangkan
potensi anak usia dini.
Terdapat beberapa prinsip-prinsip dalam mengembangkan motorik halus, yaitu :
a. Anak-anak dibebaskan berekspresi.
b. Pengaturan waktu, tempat, media (alat dan bahan) agar dapat merangsang anak untuk
kreatif. Kreativitas disebut sebagai kemampuan menciptakan sesuatu yang baru
bersifat orisinil/ asli dari dirinya sendiri. Kreativitas erat kaitannya dengan fantasi
(daya khayal), cara membangkitkan tanggapan kreativitasnya melalui pengamatan
dan

pengalamannya

sendiri.

Untuk

mendukung

anak

dalam

merangsang

kreativitasnya perlu dialokasikan waktu, tempat, dan media yang cukup.


c. Memberikan bimbingan kepada anak untuk menentukan teknik/cara yang baik dalam
melakukan kegiatan dengan berbagai media.Ketika kegiatan motorik halus anak
menggunakan berbagai macam media/alat dan bahan, oleh karena itu anak perlu
mendapatkan contoh dan menguasai berbagai cara menggunakan alat-alat tersebut,
sehingga anak merasa yakin akan kemampuannya dan tidak mengalami kegagalan.
d. Latihan menggunakan alat ini dapat dilakukan dengan berbagai gerakan sederhana
misalnya bermain jari (finger plays), meronce, menggambar, mengunting pola, dan
sebagainya.
e. Menumbuhkan keberanian anak dan hindarkan petunjuk yang dapat merusak
keberanian dan perkembangan anak. Hindari komentar negatif ketika melihat hasil
karya motorik halus anak, begitu pula larangan-larangan dan membatasi yang terlalu
banyak serta labeling kepada anak. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan anak
berkecil hati, kurang percaya diri dan frustasi akan kemampuannya. Berikan motivasi
dengan kata-kata positif, pujian, dorongan sehingga anak termotivasi untuk tarsus
mengembangkan kemampuannya.
f. Membimbing anak sesuai dengan kemampuan dan taraf perkembangan.Adanya
perbedaan karakteristik perkembangan di tiap-tiap usia anak, maka kita perlu
memperhatiakan apa dan bagaimana bimbingan serta dorongan yang dapat diberikan
kepada anak sesuai dengan usia perkembangannya.

11

g. Ciptakan rasa gembira dan suasana yang menyenangkan pada anak. Anak akan
melakukan kegiatan dengan seoptimal mungkin jika ia berada dalam kondisi
psi\kologis yang baik, yaitu dalam suasana yang menyenangkan hatinya tanpa ada
tekanan. Karena itu perlu menciptakan suasana yang memberikan kenyamanan
psikologis kepada anak dalam berkarya motorik halus.
h. Melakukan pengawasan menyeluruh terhadap pelaksanaan kegiatan. Dalam
mengembangkan kegiatan motorik halus orang dewasa perlu memberikan perhatian
yang memadai pada anak, hal ini untuk mendorong anak dan sekaligus menghindari
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti pertengkaran memperebutkan alat
berkarya, atau kegagalan membuat karya atau bahkan kecelakaan ketika anak tidak
berhati-hati menggunakan alat.
Salah satu cara untuk melatih gerakan motoris halus anak adalah dengan meronce. Meronce
adalah salah satu bentuk keterampilan anak atau salah satu stimulus untuk mengasah kemampuan
motorik anak yang dapat melatih otot-otot tangan termasuk koordinasi mata, tangan, dan pikiran.
Sedangkan manfaat meronce adalah melatih kemampuan jari jemari anak, sekaligus bermanfaat
sebagai dasar kemampuan anak dalam memegang pensil.
Alat yang digunakan untuk meronce yaitu jarum tumpul (jarum kristik), benang wol, benar
kasur, tali rafia dan sebagainya. Sedangkan bahan untuk meronce seperti manik-manik, sedotan
limun, gulungan kertas baik itu dari kertas bekas bungkus kado maupun bekas kalender, rol
bekas gulungan tisu, kain flannel, biji-bijian, bagian tanaman misalnya batang kecil daun ubi dan
sebagainya.
Salah satu pola meronce yang paling umum, yaitu meronce dengan menggunakan pola
berdasarkan bentuk misalnya bentuk orang dari biji-bijian. Manfaatnya yaitu selain merangsang
motorik halus, saat meronce aneka bentuk, anak dapat melatih untuk berfikir, memahami dan
melihat bagaimana sebuah tali dapat masuk ke lubang kecil. Aktivitas ini dapat melatih
kesabaran anak mencari pemecahan masalah juga melatih koordinasi mata dan tangan anak.
Meronce bentuk geometri terbuat dari kain flannel dengan macam-macam warna. Manfaatnya
melatih koordinasi mata dan tangan, peneganalan warna, pengenalan bentuk geometri,
pengenalan pola dan melatih kreativitas

12

2.3 Hubungan antara kemampuan motorik anak dengan latihan meronce


Menurut Sumantri (2005:143) keterampilan motorik halus anak adalah pengorganisasian
penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti jari-jemari, dan tangan yang sering membutuhkan
kecermatan dan koordinasi mata dengan tangan.

Salah satu cara untuk meningkatkan

kemampuan motorik anak adalah dengan meronce, karena meronce adalah kegiatan yang
membutuhkan kecermatan dan penggerakan otot-otot kecil seperti jari-jemari dan tangan, maka
ketika kegiatan meronce dilakukan secara berkelanjutan melalui latihan, hal itu akan mengasah
dan mempengaruhi kemampuan motorik halus pada anak.
2.4 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah :
-

H0 : Tidak ada pengaruh pemberian latihan meronce dengan kemampuan motoris halus
anak

H1 : Terdapat pengaruh pemberian latihan meronce dengan kemampuan motoris halus


anak

13

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

IDENTIFIKASI VARIABEL
1. Variabel Tergantung : Kemampuan Motorik Halus
2. Variabel Bebas : Pelatihan

3.2

DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL


3.2.1 Kemampuan Motorik Halus
Kemampuan motorik halus adalah kegiatan yang melibatkan anggota gerak tubuh
seperti jari dan tangan yang memerlukan kontrol dari otot-otot kecil yang ada di dalam
tubuh untuk mencapai suatu tujuan. Kemampuan motoris halus juga melibatkan
koordinasi mata & membutuhkan ketelitian yang tinggi dari gerakan tangan dan jari.
Dalam penelitian ini, kemampuan motoris anak diukur dengan alat ukur yang bernama
electric magic maze. Apabila jumlah kesalahan sedikit ketika dilakukan pengukuran
maka dapat dikatakan bahwa kemampuan motoris halus anak tergolong bagus.
3.2.2

Pelatihan
Pelatihan adalah proses sistematis dan terstruktur dari kegiatan, pekerjaan atau

aktivitas yang dilakukan berulang-ulang, yaitu selama satu hari dan terdiri dari tiga
macam pelatihan atau kegiatan. Pelatihan pada penelitian ini adalah kegiatan meronce
yang dilakukan dalam 3 sesi yang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda, yaitu
tingkatan mudah, sedang dan sulit. Subjek diminta untuk memasukkan benang kedalam
manik-manik yang disediakan Kegiatan meronce tahap mudah menggunakan jenis
manik-manik yang memiliki lubang dengan diameter paling besar. Pada tahap sedang,
digunakan manik-manik yang memiliki lubang dengan diameter lebih kecil dan pada
tahap sulit, manik-manik yang digunakan memiliki lubang dengan diameter paling kecil.
Jenis tali yang digunakan adalah benang karet. Masing-masing sesi berlangsung selama
20 menit.

14

3.3

POPULASI DAN SAMPEL


Populasi : TK Khansa
Sampel : 15 orang. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 8 orang di kelompok
eksperimen dan 7 orang di kelompok kontrol.

3.4

RANCANGAN PENELITIAN
3.4.1

3.4.2

Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian eksperimen ini adalah
Pretest-Posttest Design.
Validitas Internal
Validitas internal adalah sejauh mana hasil atau efek pada DV benar-benar

disebabkan oleh IV dan bukan karena faktor lain. Dan seberapa baik faktor-faktor lain
tersebut dapat dikontrol sehingga tidak mempengruhi validitas internal.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi validitas internal dalam ekperimen ini
adalah:
1. Maturasi
Merupakan perubahan yang terjadi karena perubahan alamiah. Adapun teknik
untuk
3.4.3

mengontrol

maturasi

adalah

dengan

cara

randomisasi

yaitu

memasukkan subjek penelitian secara acak ke dalam kelompok penelitian.


Validitas Eksternal
Validity eksternal berkaitan dengan kemampuan generalisasi dari hasil penelitian.

Sejauh mana hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada komponen sampel penelitian.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi validitas eksternal dalam eksperimen
ini adalah :
1. Pretesting Effect
Faktor yang disebabkan pemberian pre test. Dapat dikontrol dengan cara
pemberian latihan yang tidak secara langsung memberikan hasil yang sama
yaitu sama-sama meningkatkan kemampuan motorik halus.
3.5 ALAT DAN INSTRUMEN
Alat :
- Manik-manik
- Gunting
- Benang karet
Instrumen : electric magic maze
15

3.6 PROSEDUR PELAKSANAAN


1. Tes dilakukan secara individual
2. Subjek duduk dihadapan alat electric magic maze
3. Percobaan pertama subjek yang berada di kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen diminta untuk menelusuri electric magic maze dengan sesekali
kesempatan. Subjek harus mengusahakan agar tidak menyentuh pinggir lintasan
electric magic maze. Jika menyentuh garis batas gambar bintang maka lampu akan
hidup dan subjek melakukan kesalahan. Subjek tidak bolehmelepaskan stick atau
pegangan hingga akhir lintasan. Eksperimenter mencatat waktu dan jumlah
kesalahan.
4. Subjek di kelompok kontrol diminta untuk menelusuri electric magic maze kembali
dengan kesempatan yang sama pada percobaan pertama. Eksperimen mencatat waktu
dan jumlah kesalahan kemudian dibandingkan dengan percobaan pertama yang telah
dilakukan subjek pada kelompok kontrol.
5. Subjek pada kedua kelompok kemudian diminta untuk melakukan latihan yang

telahh disiapkan oleh eksperimenter. Latihan tersebut dibagi menjadi 3 tahap. Tahap
1, tingkat kesulitan latihan merupakan tingkat yang paling mudah. Tahap 2, tingkat
kesulitan menjadi tingkat sedang. Tahap 3, tingkat kesulitan menjadi sulit. Masingmasing tahap berlangsung selama 20menit.
6. Percobaan kedua, setelah melakukan latihan, subjek yang berada pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol kembali melakukan tugas yang sama seperti
percobaan pertama dengan kesempatan seperti percobaan pertama. Eksperimenter
hanya mencatat waktu dan jumlah kesalahan yang dilakukan subjek pada kelompok
eksperimen Waktu dan jumlah kesalahan yang dilakukan subjek pada kelompok
kontrol tidak dicatat. Kemudian eksperimen membandingkan hasil dari kelompok
eksperimen dengan hasil mereka pada percobaan pertama.

3.7 PROSEDUR PENGUKURAN


Alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan motorik halus yang bernama electric
magic maze yang terdiri dari :
- lampu yang terletak di sudut kiri bawah dan berwarna merah
3.7.1

INSTRUKSI
16

Adapun instruksi yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut :
a. Tahap 1 : Perkenalan
Selamat pagi adik-adik. Disini kakak dan abang datang dari fakultas Psikologi USU
untuk mengajak adik-adik bermain bersama kakak dan abang disini. Sebelumnya kakak
dan abang ingin memperkenalkan diri dahulu. Kami adalah : (Kakak dan abang
memperkenalkan diri satu per satu). Nah... Seperti yang sudah kakak sampaikan tadi, kita
disini akan bermain bersama. Kakak disini membawa sebuah permainan yang bernama
Electric Magic Maze. Kira-kira ada yang sudah tahu ini permainan apa? Baiklah. Kalau
adik-adik belum pernah bermain dengan alat ini, sekarang kakak akan menjelaskan
dahulu dan nanti kita akan memainkannya. Buat adik-adik yang mungkin sudah tahu
permainan ini, kakak akan kembali mengingatkan.
Tadi nama alat permainannya apa? Yaa.. Nama permainannya adalah Electric Magic
Maze. Dalam permainan ini, ada satu buah stik besi dan sebuah papan berbentuk persegi
panjang. Ditengah-tengah papan ini terdapat sebuah lorong panjang yang kosong dan
bagian kiri dan kanan lorong tersebut, dibatasi oleh besi. Sampai disini adik-adik
mengerti? Ada yang mau bertanya? Baik. Kakak lanjutkan kembali.
Jadi dibalik permainan ini terdapat sebuah cerita yang menarik. Ada seekor ikan kecil
yang bernama Nemo. Nemo tinggal bersama ayahnya dan mereka tinggal didalam sebuah
akuarium yang diletakkan didekat jendela yang dekat dengan lautan. Suatu ketika, ada
seorang anak kecil yang nakal yang ingin mengganggu Nemo dan ayahnya yang sedang
bermain di dalam akuarium. Tanpa sengaja, anak kecil itu malah menjatuhkan akuarium
tersebut dan menyebabkan Nemo dan ayahnya terjatuh ke dalam lautan yang jaraknya
dekat dengan jendela tersebut. Si anak tertawa namun Nemo sangat sedih karena dia
harus terpisah dengan ayah yang sangat disayanginya. Nah.. Adik-adik mau tidak
membantu Nemo menemukan ayahnya?
Mau? Waaaahh.. Kalian memang benar-benar anak yang baik. Ayo kita bantu Nemo
bersama-sama yaa. Begini caranya, kita harus melewati lorong yang kecil ini dengan
menggunakan stik yang tersedia agar Nemo dapat bertemu kembali dengan ayahnya.
Tetapi adik-adik tidak boleh mengenai pinggir lorong tersebut karena kalau adik-adik
17

mengenai pinggir lorongnya maka lampu akan menyala dan akan mengganggu ikan lain
yang bisa saja akan memakan Nemo yang kecil. Namun, bila stik memang mengenai
pinggir lorong dan kemudian lampu menyala, jangan berlama-lama! Segeralah
meneruskan jalannya hingga nantinya sampai ke ujung lorong.
Adik-adik sudah mengerti? Ada yang mau bertanya? Kalau sudah mengerti, ayo kita
mulai permainannya.. Semangaatt!!!!
b. Tahap 2 : Pretest
(Mulai bermain dengan adik-adik)
c. Tahap 3 : Proses latihan
(Perhatikan kemompok kontrol dan eksperimennya)
Bagaimana adik-adik? Siapa saja yang berhasil membantu Nemo menemukan ayahnya?
Pasti Nemo sangat senang ya. Sekarang, kakak dan abang akan bermain lagi dengan
adik-adik. Permainan ini akan menyenangkan. Namun sebelum bermain, kita akan
bernyanyi dahulu ya. (Menyanyikan lagu : Disini senang, disana senang... )
Baiklah. Disini kakak dan abang sudah membawa permainan baru. Permainan ini
bernama meronce. Kita akan membuat gelang dan kalung. Kakak akan menjelaskan.
Disini sudah ada berbagai macam manik-manik dan benang. Nah, kita akan memasukkan
manik-maniknya ke dalam benang. Adik-adik boleh membuatnya sebagus mungkin
dengan bimbingan dari kakak dan abangnya. (Waktu 20menit; tingkat mudah)
Baiklah. Waktu untuk meroncenya sudah habis. Kalung dan gelang hasil karya adik-adik
dapat dikumpulkan kepada abang dan kakaknya.
Selanjutnya kita akan bermain sambil bernyanyi. Semua tahu lagu........? Kita akan
menyanyikannya dengan gerakan. Semuanya harus ikut ya. Mari kita bernyanyi.....
Sebelum kita melanjutkan kembali meronce kembali, kakak mau dengar dong adik-adik
menyanyikan lagu yang adik-adik sering nyanyikan. Ada? Baiklah. Adik-adik bisa
menyanyikannya bersama-sama.

18

Waaaahh. Suara adik-adik sangat bagus dan terdengar sangat kompak. Sekarang kita
lanjut kembali meroncenya ya. Kali ini, sedikit berbeda dengan yang pertama, adik-adik
perlu lebih teliti dan hati-hati. (20 menit, tahap sedang)
Oke. Waktu meroncenya kali ini sudah selesai. Adik-adik bisa mengumpulkannya kepada
abang dan kakaknya. Bagaimana? Susah tidak?
Sekarang, kita akan bernyanyi kembali(bisa juga diganti dengan permainan yang ringan
bila memungkinkan). Kita bernyanyi lagu yang ceria, yaitu lagu ..........
Kita sama sama menyanyikannya yaaa.
Adik-adik ada yang pandai menyanyi ga, atau ada yang bisa berpuisi, fashion show?
Kalau ada, maju ke depan yuk biar kita sama sama bisa menyaksikan.
Sekarang kita akan kembali meronce. Adik-adik harus lebih teliti lagi. (Waktu 20 menit,
tingkat sulit).
d. Tahap 4 : Posttest
Bagaimana tadi permainan-permainannya? Belum bosan kan? Sekarang, adik-adik masih
ingat dengan Nemo yang sudah dipertemukan dengan ayahnya? Ternyata, Nemo si kecil
terlalu jauh bermain dari rumahnya sehingga dia tersesat dan bingung untuk pulang.
Sepertinya kita harus membantu Nemo kembali untuk menemukan ayahnya. Adik-adik
mau kan? Permainannya masih sama dengan yang kemarin. Ayo kita mulai.
a. Tahap 4 : Tahap akhir (Penutup)
Nah. Kita sudah selesai bermainnya untuk hari ini. Bagaimana? Karena adik-adik sudah
mau bersenang-senang dengan kakak dan abang, kakak punya hadiah buat adik-adik
semua. Semoga bermanfaat. Terimakasih untuk adik-adik yang sudah mau bermain-main
bersama dengan kami. Kami sangat senang. Semoga kita bisa bertemu dilain waktu lagi.
Rajin belajar ya adik-adik! Supaya menjadi anak yang pintar dan membanggakan papa &
mama. Sampai jumpa lagi. Dadaaaaaa.

19

3.8

ANALISA STATISTIK
3.8.1 Teknik Uji :
Teknik uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah U-Mann Whitney dan
Wilcoxon Test yang diprogram melalui software SPSS 17
3.8.2 Tingkat Kepercayaan dan Kriteria Penolakan
Tingkat kepercayaan dari eksperiment ini adalah 0.05, atau dengan taraf
signifikansi 5 %. H0 ditolak jika ttabel < 0.05. Menolak hipotesa secara statistik adalah
menerima adanya pegaruh dari treatment-treatment yang diberikan dalam suatu
eksperiment. Menolak hipotesa atas dasar taraf signifikansi 5% sama halnya dengan
menyatakan bahwa jika eksperiment-eksperimen sejenis dilakukan 100 kali, maka
95 eksperiment dari padanya kan menunjukkan adanya perbedaan pengaruh dari
bermacam-macam treatment.

BAB IV
ANALISIS DATA

4.1. Data Eksperimen


4.1.1. Kelompok Kontrol
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nama
Aga
Zira
Esti
Akbar
Akhmal
Eksel

ERROR (Pre)
9
9
19
14
12
14

ERROR (Post)
12
11
14
10
11
10

20

7.

Aura

12

11

4.1.2. Kelompok Eksperimen


NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Nama
Syauqi
Fathan
Nazwa
Billa
Dirga
Fira
Aqila
Rara

ERROR (Pre)
15
14
8
11
11
17
15
20

ERROR (Post)
8
10
10
11
11
5
6
3

4.2. Perhitungan Statistik


4.2.1. Pre-post Eksperimen
Uji data menggunakan spss 17. Tes Wilcoxon rank-sum test
Descriptive Statistics
N

Minimum

Maximum

Mean

Preexp

20

13.88

Postexp

11

8.00

Valid N (listwise)

Dari data Output Descriptive Statistics di atas dapat kita lihat perbandingan rata-rata nilai
pre test dengan post test kelompok eksperimen setelah diberikan latihan meronce selama 3 sesi,
mengalami penurunan sebesar 5.88 . Hal ini menunjukkan bahwa kesalahan atau error yang
dilakukan

kelompok

eksperimen

setelah

diberikan

latihan

meronce

mengalami

penurunan/pengurangan bila dibandingkan dengan kesalahan atau error yang dilakukan


kelompok eksperimen sebelum diberikan latihan meronce.

21

Selanjutnya dilakukan analisis non-parametric test dengan two-related samples dan tes
ranking-bertanda Wilcoxon menggunakan SPSS 17, yang menghasilkan dua tabel di bawah ini.
Ranks
N
postexp preexp

Mean Rank

Sum of Ranks

Negative Ranks

5a

4.00

20.00

Positive Ranks

1b

1.00

1.00

Ties

2c

Total

a. postexp < preexp


b. postexp > preexp
c. postexp = preexp

Dari hasil data output di atas dapat kita simpulkan bahwa terdapat 5 responden yang
mengalami penurunan untuk nilai post test-nya, selanjutnya terdapat 1 responden yang
mengalami peningkatan pada nilai post test-nya, serta ada 2 responden yang nilai pre test dan
post test-nya sama atau tidak berubah.

Wilcoxon Signed Ranks Test


Test Statisticsb
postexp - preexp
-1.992a

Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

.046

a. Based on positive ranks.


b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Tingkat kepercayaan peneliti ( = 0,05). Berdasarkan hasil analisis data melalui SPSS 17
yang menggunakan tes ranking-bertanda Wilcoxon, dari tabel diperoleh nilai asymp sig. (2tailed) = 0,46. Karena (Asymp. Sig. (2-tailed) < 0.05), maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang
berarti bahwa terdapat pengaruh pemberian latihan meronce dengan kemampuan motoris halus
anak. Selain itu, dari hasil uji Wilcoxon ini dapat kita ketahui juga bahwa hasil post test para
responden untuk kelompok eksperimen lebih kecil daripada hasil pre-test-nya. Dengan kata lain,

22

kesalahan atau error yang dilakukan responden setelah diberikan latihan meronce mengalami
penurunan bila dibandingkan dengan kesalahan atau error yang dilakukan sebelum diberikan
latihan meronce, dan ini menegaskan bahwa pemberian latihan meronce turut mempengaruhi
kemampuan motoris halus anak.
4.2.2. Post kontrol Post Eksperimen
Uji data menggunakan spss 17. Tes U-Mann Whitney

NPar Tests
[DataSet2]

Descriptive Statistics
N

Mean

Std. Deviation

Minimum

Maximum

data

15

9.53

2.875

14

kelompok

15

1.53

.516

Mann-Whitney Test
Ranks
kelompok
data

Mean Rank

Sum of Ranks

postkontrol

10.71

75.00

posteksperimen

5.63

45.00

Total

15

23

Test Statisticsb
data
Mann-Whitney U

9.000

Wilcoxon W

45.000

-2.260

Asymp. Sig. (2-tailed)

.024
.029a

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]


Exact Sig. (2-tailed)

.026

Exact Sig. (1-tailed)

.016

Point Probability

.010

a. Not corrected for ties.


b. Grouping Variable: kelompok

Tingkat signifikansi = 0,05


Dari tabel diperoleh nilai asymp sig. (2-tailed) = 0,024
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan SPSS 17 yang menggunakan uji tesU-Mann
Whitney, didapatkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan motorik halus antara kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen. (Asymp. Sig. (2-tailed) < 0.05). Kelompok kontrol tidak
diberikan pelatihan meronce dan kelompok eksperimen diberikan pelatihan meronce.

Data post-post
KE : 8, 10, 10,11,11,5,6,3
KK: 12,11,14,10,11,10,11
K.Eksperimen

Ranking

K. Kontrol (n1)

Ranking

(n2)
8
10
10
11
11
5
6

4
6,5
6,5
11
11
2
3

12
11
14
10
11
10
11

14
11
15
6,5
11
6,5
11

24

3
Total

1
45

75

U = 84 - 75
U=

U = 92 - 45
U = 47
Lihat di tabel. J , n2=8, n1=7 dan U=9
P tabel = 0,014
= 0,05
jadi, >p , 0,05>0,014

Ho DITOLAK

25

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data dan analisis data, menggunakan SPSS 17 yang menggunakan
uji tes Wilcoxon, didapatkan bahwa terdapat perbedaan sebelum dan sesudah pelatihan meronce
terhadap kemampuan motoris halus anak kelompok eksperimen (Asymp. Sig. (2-tailed) < 0.05).
Dan menggunakan uji tes U-Mann Whitney, didapatkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan

26

motorik halus antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. (Asymp. Sig. (2-tailed) <
0.05). dimana kelompok kontrol tidak diberikan pelatihan meronce dan kelompok eksperimen
diberikan pelatihan meronce. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh
pemberian latihan meronce dengan kemampuan motoris halus anak. Sesuai dengan Sumantri
(2005:143) keterampilan motorik halus anak adalah pengorganisasian penggunaan sekelompok
otot-otot kecil seperti jari-jemari, dan tangan yang sering membutuhkan kecermatan dan
koordinasi mata dengan tangan. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan motorik anak
adalah dengan meronce, karena meronce adalah kegiatan yang membutuhkan kecermatan dan
penggerakan otot-otot kecil seperti jari-jemari dan tangan, maka ketika kegiatan meronce
dilakukan secara berkelanjutan melalui latihan, hal itu akan mengasah dan mempengaruhi
kemampuan motorik halus pada anak.
5.2 Saran
3. Diharapakan penelitian selanjutnya dapat menggunakan sample lebih banyak lagi agar
data yang didapatkan lebih valid.
4. Sebelum melakukan eksperimen, perhatikanlah alat ukur terlebih dahulu apakah dapat
digunakan dengan baik atau tidak agar jalannya eksperimen berjalan dengan baik.
5. Peneliti harus mampu menguasai dan memperhatikan jalannya penelitian eksperimen.

Daftar Pustaka
Santrock, John, W. (2002). Life-span development: Perkembangan masa hidup, jilid I. Edisi 5..
Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. 2007.Perkembangan Anak. Edisi Kesebelas. Jilid 2.Jakarta: Erlangga.
Papalia, Diane E., Olds, Sally W., & Fieldmean, Ruth D., (2009). Human development (11th
ed.). New York: McGraw-Hill.

27

Seefeld, Carol dan Wasik, Barbara A. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini, Menyiapkan Anak Usia
Tiga, Empat, Dan Lima Tahun Masuk Sekolah. Edisi Kedua. Jakarta: PT Indeks.
Drs. MS. Sumantri, 2005. Model Pengembangan Keterampilan Motorik Anak Usia Dini. Jakarta:
Depdiknas,Dirjen Dikti.
Magill, Richard, A. 2007. Motor Learning and Control : Concepts and Applications. New York :
Mc-Graw Hill.
Field, Andy. (2009). Discovering Statistic Using SPSS, third edition. SAGE Publication
http://melyloelhabox.blogspot.com/2013/05/hakikat-perkembangan-motorik-halus-anak.html
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/14/jhptump-a-nurlaelatu-671-2-babii.pdf

28

Anda mungkin juga menyukai