Anda di halaman 1dari 8

Bentuk Nilai (Value Form atau Form of

Value): Bagian 1
15 January 2013
Coen Husain Pontoh
Left Book Review
Print

PDF

TOPIK ini, didedikasikan Marx untuk mendiskusikan tentang asal-usul munculnya uang (money). Tetapi, di sini ia
tidak berbicara sejarah kemunculan uang, misalnya dari sistem barter, uang metal atau koin, emas, uang kertas,
hingga uang elektronik seperti yang kita kenal sekarang ini. Apa yang ingin dijelaskannya adalah sejarah
perkembangan dalam kaitannya dengan perkembangan hubungan konseptual dalam sistem kapitalisme. Misalnya,
hubungan antara bentuk sederhana dari nilai/simple form of value dan bentuk uang/money form yang dominan
dalam sistem kapitalisme (Heinrich, 2012:56). Karena itu, ia tidak memaksudkan penjabarannya ini untuk
meyakinkan kita bahwa uang merupakan alat yang paling mumpuni untuk mengatasi keterbatasan dari pertukaran
dalam bentuk barter, sebagaimana yang diajarkan kepada kita selama ini.
Mengikuti penjelasan Marx tentang topik ini, kita seperti diajak untuk berenang lebih dalam di lautan dialektika
hubungan antara nilai-guna (use-value) - nilai (value) dan nilai-tukar (exchange-value), atau hubungan
dialektik antara relasi sosial yang tidak tampak (immaterial) dengan benda-benda yang tampak (material). Filsuf Paul
Mattick Jr. (Moseley, 1993) mengatakan, di bagian ini sangat terasa bagaimana Marx begitu terpengaruh oleh Hegel,
khususnya berkaitan dengan metode presentasinya dari yang tampak (appearance) menuju yang esensial (essence)
dan kembali lagi ke bentuknya yang tampak (appearance). Dengan metode ini, Marx mengatakan bahwa bentuk
uang adalah sesuatu yang muncul dari dalam logika kapitalis itu sendiri, bukan sesuatu yang datang dari luar atau
terpisah darinya, seperti yang disimpulkan David Ricardo.
Berdasarkan atas diskusi-diskusi kita sebelumnya, maka secara sederhana metode presentasi tersebut bisa
diringkas berikut:
1.

Bentuk material dari [komoditi] menampakkan dirinya dalam wujud nilai-tukar;

2.

Hubungan pertukaran antara [dua komoditi] selalu bisa ditampilkan sebagai sesuatu yang setara;

3.

[Persamaan ini mengatakan kepada kita] bahwa pada benda-benda yang berbeda itu eksis sesuatu yang sama
dengan kuantitas yang setara . Dimana kedua benda tersebut setara dengan entitas ketiga (yakni nilai) dan
sejauh mereka memiliki nilai-tukar, dapat diturunkan pada benda ketiga tersebut;

4.

[Konsekuensinya] nilai-tukar yang valid mengekspresikan sesuatu yang setara. [Dan] nilai-tukar hanyalah corak
ekspresi atau bentuk yang tampak dari isi yang berbeda;

5.

[Karenanya] nilai-tukar komoditi-komoditi bisa diturunkan pada sesuatu yang kurang lebih sama;

6.

Sesuatu yang sama itu tidak bisa berupa bentuk natural/alamiah dari komoditi, karena wujud tersebut hanya bisa
dinilai sejauh mereka adalah nilai-guna;

7.

Jika kita mengabaikan nilai-guna komoditi, maka yang terus melekat pada komoditi itu adalah satu kualitas, bahwa
komoditi tersebut adalah produk dari kerja, (bukan) kerja manusia dalam bentuk konkret (melainkan) kerja manusia
dalam bentuk abstrak:

8.

Jika kita menilai [komoditi] sebagai kristalisasi dari substansi sosial yang sama, maka substansi sosial itu adalah
nilai;

9.

[Maka dari itu] sesuatu yang sama yang menampakkan dirinya dalam nilai-tukar komoditi adalah nilai komoditi itu
sendiri (Wood, 2004:235).

Narasi ini jika dibagankan akan berbentuk berikut (Harvey, ibid., 26):
Bagan 1.

Singkatnya, apa yang secara esensial hendak dijelaskan Marx melalui teori Nilai ini adalah, kondisi pertukaran
ditentukan oleh kondisi produksi, yang pada analisa akhirnya tercermin pada harga produksi (dalam kasus normal
serta kondisi persaingan bebas dan sempurna) yang ditentukan oleh jumlah kerja dan kondisi-kondisi teknikal yang
digunakan untuk proses produksi, yang oleh Marx disebut sebagai komposisi organik dari kapital (organic
composition of capital) (Dobb in Howard & King, 1976:134).
Kini saatnya kita mendiskusikan soal Bentuk Nilai (Value Form atau Form of Value). Seperti dikemukakan di atas,
dalam seksi ini tujuan utama Marx adalah menjelaskan asal-usul bentuk uang (Harvey, op.cit., 30), sekaligus
menunjukkan bahwa bentuk uang (money form) adalah bentuk yang paling maju atau bentuk tertinggi dari bentuk
nilai (form of value) (Hiroyoshi, 2005:115). Dan untuk sampai ke bentuk uang, untuk bisa mengerti mengapa aktivitas
kerja manusia mengambil wujud bentuk uang, dan bagaimana mekanisme itu bekerja, Marx melakukan empat
tahapan perjalanan: pertama, bentuk nilai yang sederhana, terisolasi atau aksidental (The simple, Isolated, or
Accidental Form of Value); kedua, bentuk nilai yang lebih luas (expanded form of value); ketiga, bentuk nilai yang
umum (general form of value); dan terakhir bentuk uang (money form). Dengan memulai dari bentuk nilai yang
sederhana, Marx sengaja menjauhkan dirinya dari kebiasaan kaum fisiokrat dan para pengritiknya yang belum apa-

apa sudah mendiskusikan tema-tema yang rumit dan kompleks, sementara masalah yang paling sederhana belum
juga dituntaskan (Marx, 1989:57).
Dalam tulisan ini, saya mengajak Anda untuk mendiskusikan tentang bentuk nilai yang sederhana. Tetapi walaupun
menggunakan istilah sederhana, soalnya tidaklah sederhana. Seperti ditulis Marx dalam suratnya terhadap Engels,
bentuk komoditi sederhana ini mengandung keseluruhan rahasia dari bentuk uang (Cleaver, 2000:139), sehingga
pengungkapan bentuk nilai sederhana ini akan memecahkan rahasia bentuk uang tersebut. Marx memulai
penjelasannya dengan memaparkan bentuk komoditi sederhana melalui pertukaran dua komoditi tunggal yang
berbeda, melalui persamaan berikut:
(1) x commodity A = y commodity B, atau:
x commodity A setara (is worth) dengan y commodity B.
(20 yards linen = 1 jaket)
Mengapa Marx menggunakan contoh ini? Sebelumnya, Marx mengatakan bahwa komoditi terdiri atas dua aspek:
nilai-guna dan nilai-tukar. Namun dalam pembahasan mengenai bentuk-nilai ini, ia mengatakan bahwa jika kita
berbicara dalam pengertian yang ketat, maka komoditi sesungguhnya hanya mengandung dua aspek, yakni nilaiguna dan nilai. Tetapi, nilai ini tak mungkin bisa kita lihat atau sentuh pada satu komoditi tertentu yang terisolasi atau
pada dirinya sendiri. Artinya, ketika kita melihat atau memiliki sepasang sepatu, maka yang pertama-tama kita
ketahui dengan pasti adalah aspek naturalnya, yakni nilai-gunanya, bahwa sepasang sepatu tersebut berguna untuk
melindungi kaki kita dalam berjalan atau dalam berlari.
Kita baru bisa mengetahui aspek nilai dari sepasang sepatu tersebut ketika ia dipertukarkan dengan nilai-guna
barang yang lain. Nilai-guna barang yang satu dipertukarkan dengan nilai-guna barang lainnya, karena tanpa nilaiguna maka barang tersebut tidak bisa dipertukarkan atau diperjualkan. Karena, kata Marx, pada diri pemiliknya
komoditi tidak memiliki nilai-guna; nilai-guna komoditi tersebut ditemukan pada orang lain, yakni pembelinya. Nah,
dalam proses pertukaran itulah baru kita bisa mengetahui nilai dari komoditi, atau dengan kata lain, nilai
terekspresikan atau termanifestasi melalui nilai-tukar. Dalam contoh Marx di atas, kita baru bisa mengetahui aspek
nilai dari linen ketika ia dipertukarkan dengan jaket. Maka itu disebut, komoditi A menemukan ekspresinya yang
independen serta manifestasinya yang konkret pada komoditi B. Dalam Capital, Marx mengatakan:
Linen mengekspresikan nilainya dalam jaket; jaket berperan sebagai bentuk material dari nilai yang diekspresikan.
Komoditi pertama memainkan peran yang aktif, sementara komoditi kedua berperan pasif. Nilai komoditi pertama
tercermin sebagai nilai relatif, dalam kata lain komoditi dalam bentuk nilai-relatif. Komoditi kedua memenuhi
fungsinya yang ekivalen, dalam kata lain, komoditi dalam bentuk ekivalen (1990:139).[1]

Nilai relatif yang muncul dalam kalimat ini bermakna sesuatu yang berhubungan dengan hal lain, bahwa komoditi
ini (linen) adalah bentuk relatif dari nilai. Sementara, ekivalen bermakna bahwa komoditi ini (jaket) adalah
pembanding dari nilai komoditi pertama (linen). Hanya melalui proses inilah kita akan bisa mengetahui nilai dari linen,
yaitu jika ia dihadapkan dengan jaket, sehingga jaket di sini disebut sebagai perwujudan dari nilai linen dan
karenanya secara kuantitatif setara dengan jaket. Karena itu, kata Marx,
di dalam hubungan-nilai, dimana jaket adalah ekivalen terhadap linen, bentuk dari jaket dianggap sebagai bentuk
nilai (form of value). Nilai dari komoditi linen, dengan demikian terekspresikan melalui tubuh fisikal dari komoditi jaket,
nilai yang satu melalui nilai-guna yang lain. Sebagai sebuah nilai-guna, linen adalah sesuatu dengan secara jelas
berbeda dengan jaket; sebagai nilai, linen identik dengan jaket, dan dengan demikian tampak seperti jaket. Jadi,
linen membutuhkan bentuk nilai yang berbeda dari bentuk naturalnya. Eksistensinya sebagai nilai termanifestasi
dalam kesetaraannya dengan jaket..(Capital, 143).[2]
Dengan demikian, melalui hubungan-nilai, bentuk natural dari komoditi B menjadi bentuk-nilai dari komoditi A,
dengan kata lain, tubuh fisikal dari komoditi B menjadi cermin bagi nilai komoditi A (Capital, 144). [3]
Berdasarkan pengertian ini, kini kita mengerti kenapa Marx menyebut nilai-tukar (exchange-value) sebagai bentuk
nilai (form of value), karena nilai-tukar adalah bentuk yang tampak atau manifestasi dari nilai (Cleaver, 140).
Kini muncul pertanyaan, jika x commodity A = y commodity B apakah secara otomatis persamaan ini bisa dibalikkan
atau dikontraskan? Marx menjawab: Tidak. Katanya, komoditi B tidak serta-merta menemukan ekspresi independen
dan manifestasi yang konkret pada x komoditi A, atau y komoditi B tidak bisa secara otomatis menjadi bentuk relatif
dari nilai dan x komoditi A menjadi bentuk ekivalen dari nilai (A < B). Ilustrasi berikut mungkin bisa memperjelas
maksud ini: Andi (A) adalah suami dari Dina (B) (A = B). Tentu saja adalah benar jika kita katakan bahwa Dina (B)
adalah istri dari Andi (A) (B = A), namun menjadi keliru total jika kita katakan bahwa Dina (B) adalah suami dari Andi
(A) (A < B).[4] Karena itu, Marx mengatakan, komoditi yang sama tidak bisa secara simultan muncul dalam dua
bentuk dimana ekspresi nilainya sama (Capital, 140). Kecuali persamaannya menjadi:
(2) y komoditi B = x komoditi A
dimana y komoditi B menjadi bentuk relatif dari nilai, sementara x komoditi A menjadi bentuk ekivalen dari nilai.

Bentuk Nilai Sederhana dan Perjuangan Kelas


Dalam pembahasan mengenai bentuk-nilai ini, Marx betul-betul mendemonstrasikan konsistensinya pada metodenya
sendiri. Di sini ia mengatakan, seperti pada nilai-guna dan nilai-tukar yang memiliki hubungan dialektis, yakni
menyatu tapi sekaligus bertentangan (unity of the opposites), demikian juga dengan bentuk relatif dan bentuk
ekivalen ini. Coba simak pernyataan Marx yang saya kutip agak panjang ini,

Bentuk relatif dan bentuk ekivalen dari nilai adalah dua momen yang tak terpisahkan, yang saling meliputi dan
melengkapi satu sama lain; tetapi pada saat yang sama keduanya berhadapan secara eksklusif atau bertentangan
secara ekstrim satu dengan yang lainnya, yakni ekspresi nilai yang bertentangan. Mereka selalu dipisahkan dalam
dua komoditi yang berbeda yang dibawa ke dalam hubungan satu sama lain melalui ekspresinya. Saya tidak bisa,
sebagai contoh, mengekspresikan nilai linen dalam linen. 20 yards linen = 20 yards linen dengan demikian bukan
sebuah ekspresi nilai. Persamaan itu malah mengatakan hal sebalilknya: 20 yards linen tidak menununjukkan apaapa kecuali 20 yards linen itu sendiri, sebuah jumlah tertentu dari linen yang dinilai sebagai sebuah obyek yang
berguna. Nilai dari linen, dengan demikian, hanya bisa diekspresikan secara relatif, yakni pada komoditi yang lain.
Bentuk relatif dari nilai linen, dengan demikian, mengandaikan komoditi lainnya yang bertentangan dalam bentuk
ekivalen. Dengan kata lain, komoditi yang lain yang berbentuk ekivalen ini, tidak bisa secara simultan menjadi bentuk
relatif dari nilai. Ia bukanlah komoditi yang kedua, yang nilainya diekspresikan.. Ia hanya menyediakan bentuk
material dimana nilai dari komoditi pertama terekspresikan, (Capital, 139-40).[5]
Untuk mengerti kutipan ini, mengacu pada contoh linen dan jaket, maka keduanya adalah produk yang berguna,
yang diproduksi oleh kerja berguna (kerja konkret) yang terpisah satu sama lain. Tetapi, dalam hubungan pertukaran,
kita lihat bahwa linen adalah bentuk relatif, sementara jaket adalah bentuk ekivalen, dimana kita hanya akan bisa
mengetahui nilai dari linen melalui nilai-guna dari jaket dan karena itu keduanya tidak terpisahkan. Dalam bahasa
Marx, komoditi A (bentuk relatif) menyebabkan nilai-guna B berwujud material melalui nilainya sendiri yang
terekspresikan (Capital, 144).
Tetapi, jika kita memahami topik ini secara apa adanya, maka yang kita temukan betapa Marx telah bertindak
layaknya seorang akuntan: Anda dan saya sama-sama memiliki barang yang berguna dan kita bersepakat untuk
mempertukarkannya. Saya menemukan nilai-guna pada barang yang Anda miliki, dan Anda menemukan nilai dari
barang Anda melalui barang yang saya miliki. Persoalan selesai. Jika begini ceritanya, maka kita akan gagal dalam
memahami maksud awal Marx ketika menulis Capital, yakni sebagai usaha untuk memahami bagaimana corak
produksi kapitalis (capitalist mode of production) ini bekerja. Oleh karena itu, pembahasan kita mengenai topik ini
harus ditempatkan dalam kerangka yang dimaksudkan Marx itu sendiri. Ini berarti, ketika kita membaca bentuk-nilai
yang sederhana, kita mesti melihat bahwa pertukaran komoditi linen dan jaket ini esensinya adalah pertukaran
antara dua kerja abstrak yang memproduksi linen dan jaket (lihat bagan 2). Nah, dalam kapitalisme, kita tahu bahwa
komoditi tidak dimiliki oleh buruh (bahkan buruh itu sendiri telah menjadi komoditi), tetapi oleh kapitalis. Artinya,
ketika si kapitalis memperjualbelikan komoditi (dalam contoh ini linen dan jaket), maka ia sesungguhnya tengah
memperjualbelikan kerja abstrak yang dimiliki buruh yang memproduksi linen dan jaket tersebut.
Bagan 2:

Sumber: Milios, Dimoulis, Economakis, p. 25


Apa artinya ini dengan hukum kesatuan yang saling bertentangan di antara bentuk relatif dan bentuk ekivalen yang
dikemukakan Marx di atas? Dalam konteks bentuk-nilai, ketika buruh menjual tenaga kerjanya kepada kapital, maka
posisi buruh di sini adalah bentuk relatif dari nilai, sementara kapital adalah bentuk ekivalen dari nilai. Dalam sistem
produksi kapitalis, keberadaan kedua kelas ini saling membutuhkan sekaligus saling bertentangan. Seperti nilai-guna
barang yang sama tidak bisa saling dipertukarkan, demikian juga keberadaan kedua kelas ini tidak bisa eksis jika
satu di antara keduanya lenyap. Kelas buruh ada karena ada kelas kapitalis, jika tidak ada kelas buruh maka tidak
akan ada kelas kapitalis. Tapi keduanya sekaligus saling bertentangan, karena buruh hanya memiliki tenaga kerja
yang dijualnya kepada si kapitalis yang memiliki alat-alat produksi. Buruh kepentingannya adalah menuntut upah
setinggi-tingginya, sementara si kapitalis kepentingannya adalah menekan upah serendah-rendahnya. Karena itu,
meminjam parafrase Marx, dalam hubungan antara buruh dan kapital ini, tidak serta merta kapital kemudian menjadi
buruh atau kapital otomatis menjadi bentuk relatif dan buruh menjadi bentuk ekivalen. Dalam bahasa yang lebih
lugas, dalam hubungan itu, kapital tidak otomatis menjual tenaga kerjanya kepada buruh dan memperoleh
pendapatan dari upah yang dibayarkan oleh buruh kepadanya. Atau seorang buruh yang kaya mendadak karena
memenangkan undian berhadiah milyaran, tidak serta-merta posisi atau statusnya berubah menjadi kapitalis.
Sampai di sini, kita lihat keunikan dan kekuatan teori tentang bentuk nilai (value form) dalam bentuknya yang
sederhana. Pada teori nilai, Marx mengajak kita untuk bertamasya dari analisa yang memfokuskan diri pada
hubungan pertukaran menuju ke analisa hubungan produksi. Ia menunjukkan bahwa pertukaran di antara barangbarang di pasar pada esensinya merupakan penampakkan atau ekspresi dari hubungan pertukaran di antara para
produsen barang-barang tersebut di sektor produksi. Melalui teori nilai, Marx mengatakan bahwa kita tidak akan bisa
mengerti dengan baik apa itu kapitalisme, bagaimana cara bekerjanya, bagaimana proses eksploitasi yang
berlangsung, jika kita hanya mengubek-ubek mekanisme pasar (distribusi, pertukaran, dan konsumsi).

Sementara pada seksi bentuk nilai ini, Marx melangkah dari hubungan produksi (nilai/esensi) menuju ke hubungan
pertukaran (bentuk nilai/penampakkan). Melalui pergerakan metodologis dari dalam ke luar ini, Marx menunjukkan
bahwa bentuk relatif dan bentuk ekivalen dari nilai adalah cerminan dari perjuangan kelas antara kelas buruh dan
kelas kapitalis.

Bersambung

Penulis beredar di twitterland dengan id @coenpontoh

Kepustakaan:
Allen W. Wood, Karl Marx, Routledge, 2004.
David Harvey, A Companion To Marxs Capital, Verso, London, 2010.
Fred Moseley (ed.), Marxs Method in Capital A Reexamination, Humanities Press, New Jersey, 1993.
Harry Cleaver, Reading Capital Politically, AKPress, 2000.
Hayashi Hiroyoshi, Marxs Labor Theory of Value A Defense, iUniverse, Inc, 2005.
John Milios, Dimitri Dimoulis, George Economakis, Karl Marx and the Classics An Essay on Value, Crises and the
Capitalist Mode of Production, Ashgate Publishing Limited, 2002.
Michael Heinrich, An Introduction to the Three Volumes of Karl Marxs Capital, Monthly Review Press, NY, 2012.
Karl Marx, Capital Volume I, Penguin Books, 1990.
, A Contribution to the Critique of Political Economy, International Publisher, NY, 1989.
M.C. Howard and J.E. King, The Economics of Marx selected readings of exposition and criticism, Penguin Books,
1976.

[1] Kutipan aslinya: The linen expresses its value in the coat; the coat services as the material in which the value is
expressed. The first commodity plays an active role, the second is passive one. The value of first commodity is
represented as relative value, in other words the commodity is in the relative form of value. The second commodity
fulfils the function of equivalent, in other words it is in the equivalent form.
[2] Kutipan aslinya: Hence, in the value-relation, in which the coat in the equivalent of the linen, the form of the coat
counts as the form of value. The value of the commodity linen is therefore expressed by the physical body of the

commodity coat, the value of one by the use-value of the other. As a use-value, the linen is something palpably
different from the coat, as value, it is identical with the coat, and therefore looks like the coat. Thus the linen acquires
a value-form different from its natural form. Its existense as value is manifested in its equality with the coat,.
[3] Kutipan aslinya: By means of the value-relation, therefore, the natural form of commodity B becomes the valueform of commodity A, in other words the physical body of commodity B becomes a mirror for the value of commodity
A.
[4] Uraian yang lebih detail mengenai soal ini dikemukakan oleh Christopher J. Arthur, Money and the Form of
Value, dalam Riccardo Bellofiore and Nicola Taylor (ed.), The Constitution of Capital Essays on Volume I of Marxs
Capital, Palgrave MacMillan, 2004, p. 38-39.
[5] Kutipan aslinya: The relative form of value and the equivalent form are two inseparable moment, which belong to
and mutually condition each other; but at the same time exclusive or opposed extremes, i.e. poles the expression of
value. They are always divided up between the different commodities brought into relation with each other by that
expression. I cannot for example, express the vulue of linen in linen. 20 yards of linen = 20 yards of linen is not an
expression of value. The equation states rather the contrary: 20 yards of linen are nothing but 20 yards of linen, a
definite quantity of linen considered as an object of utility. The value of the linen can therefore only be expressed
relatively, i.e in another commodity. The relative form of value of the linen therefore presupposes that some other
commodity confronts it in the equivalent form. On the other hand, this other commodity which figures as the
equivalent, cannot simultaneously be in the relative form of value. It is not the latter commodity whose value is being
expressed. It onli provided the material in which the value of the first commodity is expressed.

Anda mungkin juga menyukai