Peta Kontestasi Gerakan Radikal Dan Liberal Di Indonesia Pada Era Reformasi
Peta Kontestasi Gerakan Radikal Dan Liberal Di Indonesia Pada Era Reformasi
penduduk
adalah ahlus
sunnah
waljamaah, sebuah
paham
moderat. Secara harfiyah, ahlu sunnah wal jamaah adalah penganut sunnah,
tradisi atau kebiasaan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan
kesepakatan para ulama. Watak moderasi (washatiyah) yang dimiliki oleh
faham ini baik dalam sistem keyakinan (aqidah), syariah maupun praktik
akhlak/tasawuf sesuai dengan corak kebudayaan masyarakat Indonesia.
Dinamika perkembangan ahlu sunnah wal jamaah (Aswaja), awalnya dinilai
akomodatif terhadap tradisi lama (local tradition), kemudian berkembang
mengikuti trend pemurniah (puritanisme) sehingga corak Islam terlihat semakin
murni dari unsur-unsur lokal. Pemurnian ajaran ASWAJA dari anasir lokal dan
tradisi lama melahirkan gerakan modernis yang tetap bersandar pada kaidah
berfikir atau istimbat al hukmi yang berlaku dalam madzhab ahlu sunnah
wal jamaah. Kelangsungan dan perubahan pemahaman dan perubahan paham
Aswaja berjalan damai, kecuali dalam beberapa kasus seperti pertentangan
antara kaum tua versus kaum muda di awal abad ke XX.
Runtuhnya kekuasaan represif Orde Baru dan munculnya Orde Reformasi
membawa perubahan bagi diskursus keagamaan. Masyarakat muslim Indonesia
digegerkan oleh munculnya paham dan gerakan seperti Laskar jihad, Front
Pembela Islam, Majelis Mujahidin Indonesia, Jamaah Ansharut Tauhid, Salafi
radikal, Hizbut Tahrir Indonesia dan banyak lagi yang lain. Waktu itu tidak hanya
paham keagamaan yang mengaku ahlus sunnah, Syiah juga berkembang di
negeri ini. Hubungan antarumat agama, pada akhir masa orde baru sudah
tegang menjadi semakin panas, ketika presiden Soeharto jatuh. Konflik suku,
ras, agama dan golongan (SARA) terjadi di mana-mana. Ada konflik Ketapang
Jakarta, konflik NTT, konflik Ambon, konflik Maluku, Sambas, Sampit dan
seterusnya. Ketegangan semakin menjadi, ketika dibentuk Laskar Jihad yang
kemudian dikirim ke Ambon dan Maluku. Benturan pun terjadi benturan
antarpenganut agama, utamanya antara Islam dan Kristen. Belakangan konflik
internal juga terjadi antara penganut Ahsus Sunah berhadap-hadapan dengan
komunitas Syiah, sebagaimana terjadi di Sampang, Madura, Bondowoso dan
Jember, Jawa Timur. Jamaah Ahmadiyah Indonesia, yang sejak sebelum
kemerdekaan hidup tenang damai meskipun terlibat perdebatan sengit, kali ini
harus terlibat dalam kekerasan fisik seperti di Ceukesik, Banten dan Mataram
NTB.
Perubahan sosial akibat modernisasi dan perjumpaan dengan berbagai
pemikiran global, penganut Aswaja menghadapi tantangan internal maupun
eksternal. Tantangan internal, kuatnya pengaruh Wahabisme (Salafi) sangat
dominan dalam tiga pulih tahun terakhir. Kehadiran faham Wahabi membuat
gaduh wacara keagamaan karena kritik-kritik dan praktik keagaaam mereka
yang tidak hanya berbeda dengan kaum Aswaja tetapi penghakiman
kecil
peranannya
dalam
kancah
berbangsa
dan
bernegara.
Perbincangan dengan topik Peta Kontestasi Gerakan Radikal dan Liberal dapat
dijadikan
bahan
renungan
dan
pemikiran
dalam
menetapkan
strategi
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah radikal dalam sebuah gerakan
keagamaan? Radikal berasal dari kata radek yang berarti akar dan dalam
bahasa Inggris radical berarti akar atau dasar. Radikalisme (radicalism) adalah
keyakinan terhadap prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan radikal dalam politik,
sosial maupun keagamaan. Jika dikaitkan dengan perseorangan, radikal adalah
berkaitan dengan pendapat atau opini. Selanjutnya, istilah Islam radikal menurut
Jamhari dan Jajang Jahroni adalah kelompok yang mempunyai keyakinan
ideologis tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan untuk menggantikan
tatanan nilai dan sistem yang sedang berlangsung. Dalam kegiatannya mereka
seringkali
menggunakan
aksi-aksi
yang
keras,
bahkan
tidak
menutup
sebagai pemimpin pergerakan yang sering disebut sebagai raja tanpa mahkota.
(Kartodirjo, 1984).
Sementara itu Kuntowijoyo mencatat bahwa sampai abad kesembilan belas, pola
gerakan Islam di Indonesia bersifat komunal. Para tokoh pemimpin Islam
menggunakan
solidaritas
pedasaan,
solidaritas
petani
misalnya,
untuk
Militansi Islam modern menguat di Indonesia selama akhir tahun 1949 sampai
dengan awal tahun 1950-an. Darul Islam (DI), sebuah kelompok Islamis radikal,
yang
memiliki
visi
mendirikan
negara
Islam
di
Indonesia,
melakukan
pemberontakan di Jawa Barat pada tahun 1950-an (C.van Dijk: 1983: 367).
Pemberontakan DI dapat dihancurkan, tetapi radikalisme yang berafiliasi dan
memiliki koneksitas dengan ideologi Darul Islam tetap berlangsung hingga akhir
1970-an. Pada pertengahan 1977, rezim Soeharto menangkap 185 orang yang
sebagian besar adalah anggota DI yang terlibat gerakan yang dikenal dengan
Komando Jihad. Para anggota organisasi yang ditangkap dan diadili menyatakan
bahwa gerakan mereka adalah meneruskan cita-cita Kartosuwirjo dan berambisi
mendirikan Negara Islam Indonesia (Sharif Shuja, Terrorism Monitor. Vol 3,
Issue 8, April 21,2005 B.J. Boland, 1985: 65; Muqoddas, 2011: 125).
Gerakan Islam bawah tanah juga melakukan tindak kekerasan bahkan disertai
teror peledakan bom pada tahun 2000 dan tahun-tahun selanjutnya. Kali ini, bom
meledak di beberapa tempat, dan yang menjadi sasaran adalah gereja, rumah
duta besar Philipina, pusat wisata di Kuta Bali, hotel JW. Marriott Jakarta,
Kedutaan Australia, Bali II, JW Marriott dan hotel Rizt Carlton di Jakarta. Awalnya
banyak pihak yang terkejut dan tidak percaya, bahwa pelaku peledakan bom
tersebut adalah sebuah gerakan Islam yang kemudian dikenal dengan nama al
Jamaah al Islamiyah. Wakil Presiden, Hamzah Haz dan Menteri Agama Said Agil
Husein Al Munawar adalah diantara mereka yang menyatakan terorisme itu tidak
ada di Indonesia (Republika, tanggal 26 Maret, 2002).
Kelompok-kelompok garis keras inilah yang dewasa ini disebut gerakan Islam
radikal. Diskursus gerakan Islam radikal pasca reformasi dimulai dengan Laskar
Jihad di Ambon, kemudian gerakan Al Jamaah al Islamiyah dan yang paling
mutakhir adalah Islamic State of Irak and Syria (ISIS). Beberapa organisasi masa
bercorak agama yang memaksakan kehendaknya dengan dan atas nama agama
juga
disebut
sebagai
gerakan
radikal.
Jamhari
dan
Jajang
Jahroni
mengelompokkan Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad, Hizbut Tahrir, Majlis
Mujahidin Indonesia (MMI) sebagai kelompok Salafi Radikal di Indonesia
(Jamahari dan Jajang Jahroni, 2004). MMI juga memiliki sayap militer yang
bernama Laskar Mujadidin Indonesia, Laskar Santri, Laskar Jundulllah, Kompi
Badar, Brigade Taliban, Corps Hizbullah Divisi Sunan Bonang dan Pasukan
Komando Mujahidin (Syamsul Arifin dan Hasan Bachtiar, 2013; 28). MMI
kemudian pecah dan berdirilah Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), yang
dideklarasikan di Asrama Haji Bekasi pada 17 September 2008. MMI dipimpin
oleh M. Thalib, sedangkan JAT dipimpin oleh abu Bakar Baasyir. Sementara itu
Endang Turmudzi dan Reza Sihbudi dkk, memasukkan Pesantren Al Mukmin
(Sukoharjo), Pesantren al Islam (Lamongan), Front Pemuda Islam Surakarta
(FPIS), Komite Persiapan {Penegakan Syariat Islam (KPPSI) Sulawesi Selatan,
DI/NII sebagai Islam radikal ( Endang Turmudzi dan Riza Sihbudi, 2005).
Gerakan Islam radikal yang kemudian menebar teror sejak tahun 2000 terus
berlangsung hingga sekarang. Belum ada tanda-tanda berhenti meskipun
program penanganan terorisme telah dilakukan disertai dengan program
deradikalisasi dan usaha-usaha preventif. Ansyaad Mbai menyatakan, tahun
2013 menjadi bukti bahwa terorisme masih menjadi ancaman nyata bagi negeri
ini. Sepanjang tahun ini telah ditangkap 94 orang tersangka teroris. Mereka
terlibat beragam kasus, mulai dari perampokan, serangan bom hingga
penembakan polisi. Di antara para pelaku kekerasan ini terdiri dari dua kelompok
teror yang paling berbahaya yaitu Mujahidin Indonesia Barat (MIB) yang dipimpin
oleh Abu Umar dan kemudian dilanjutkan oleh Abu Roban, dan Mujahidin
Indonesia Timur (MIT) yang dipimpin oleh Santoso (Mbai, 2014: 21). Beberapa
hari yang lalu, tertangkap 4 orang yang diduga teroris dari Turkistan yang akan
menuju Poso.
Radikalisme Kiri
Ideologi kiri berpandangan bahwa realitas sosial tidak cukup dipahami dan
dimengerti, melainkan harus diubah. Kondisi sosial yang timpang disebabkan
oleh ketidakadilan, penindasan dan dominasi kelompok harus dikoreksi dengan
gerakan sosial dan gerakan politik secara radikal. Ada berbagai bentuk
radikalisme kiri, tergantung kepentingan dan isu-isu politik yang mereka inginkan.
Ada gerakan radikal kiri yang paling kuno seperti sosialisme komunitarian,
sosialisme utopia yang muncul sebelum Marxisme. Setelah itu muncul
Leninisme-Marxisme,
komunisme,
Sosialis
demokrat,
Trotskyisme,
dan
Maoisme.
Pada tahun 1960-1970-an muncul dokumen Port Huron Statement yang ditulis
oleh Tom Hayden pada tahun 1964 dan diratifikasi sebagai pernyataan ideologis
gerakan mahasiswa untuk masyarakat demokratis.Masyarakat demokratis
Marxisme-Leninisme
menjadi
ideologi
mereka,
juga
menggalang
ploretariat agraria. Menggalang kekuatan dari kalangan buruh, tani, nelayan dan
juga mahasiswa seperti Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi
(SMID). Mereka juga menggalang masa rakyat miskin perkotaan, dan pemudamahasiswa kiri dalam bentuk Forum Kota (Forkot). Gerakan semacam ini muncul
dalam situasi kekacauan sebagaimana Indonesia pada menjelang dan masa
awal reformasi. Salah satu bentuk aksi radikal mereka adalah tindakan anarkis
mereka pada tanggal 27 Juli 1996 terkait dengan konflik Partai Demokrasi
Indonesia kubu Suryadi versus kubu Megawati yang berakibat pada kerusuhan
( Tanjung, 2006: 138).
Selain perjuangan melalui partai, kelompok kiri radikal juga bergerak melalui
gerakan sosial atau front-front yang dibentuk seperti Front Perjuangan Rakyat
(FPR), untuk menyatukan perjuangan buruh dan tani. Dalam barisan ini terdapat
dekade
1990-an
mengembangkan
faham
Islam
liberal.
Mereka
Mujamil Qomar dalam disertasinya menyimpulkan bahwa diantara pemikiranpemikiran para cendekiawan NU, ternyata telah banyak gagasan yang jauh
keluar dari dari batas-batas tradisi pemikiran NU. Pemikiran para cendekiawan
NU seperti Abdurrahman Wahid, Sahal Mahfudz, Masdar Masudi, Said Agil Sirat,
Ali Yafi, Thalhah Hasan telah memberi implikasi iklim intelektual di kalangan
angkatan muda NU, baik mahasiswa, pelajar maupun santri pesantren. Bahkan
diantara memerka ada yang memiliki pemikiran lebih liberal dibanding pada
ulama cendekiawan mereka. Anehnya, pemikiran yang mencoba menentang
tradisi pesantren itu ternyata mendapat dukungan deari kyai-kyai tua ( Qomar,
2002: 273; Feillard, 2008: 388). Lengkap sudah, sejak akhir tahun 1990-an
Indonesia menjadi tempat persemaian faham radikal dan liberal.
Pemikiran liberal sudah berkembang menjadi gerakan. Diskusi digelar diberbagai
kampus. Artikel dalam jurnal dapat dijumpai, seperti indahnya kawin sesama
jenis yang diterbitkan oleh jurnal di IAIN Walisongo, Semarang. Beberapa
kampus IAIN dalam orientasi studi mahasiswa baru, berani memasang spanduk
yang sangat liberal, menghujat dan cenderung melecehkan. Beberapa tahun
yang lalu di Bandung muncul spandul Daerah Bebas Tuhan dan beberapa
minggu yang lalu di UIN Sunan Ampel juga muncul spanduk Tuhan Telah
Membusuk.
Kasus-kasus
tersebut
adalah
beberapa
contoh
tentang
Faham Aswaja sedang terancam baik dari dalam maupun dari luar. Ancaman
dari luar datang dari faham-faham (isme) yang tidak bersumber dari wahyu,
cenderung pada empiris positifistik seperti kapitalisme, liberalisme dan
sekularisme. Faham-faham ini sejatinya memisahkan antara manusia dengan
Tuhan dengan berbagai argumen. Dari dalam komunitas Islam juga muncul
faham-faham yang bersumber pada pemikiran dan kontempelasi. Pengaruh
pemikiran jelas-jelas meninggalkan dampak berupa lahirnya banyak madzhab
baik dalam kalam, fiqh dan akhlak tasawuf. Masing-masing madzhab memiliki
metode berbeda dalam memahami teks suci al-Quran dan as-Sunnah. Tidak
mengikuti salah madzhab juga produk pemikiran. Persaingan, perselisihan
hingga konflik terjadi antara kelompok umat, apakah karena faham, aliran atau
gerakan bila memperebutkan dukungan dan sumber daya. Tafaruq dan firqah
merupakan dampak dari perbedaan (ikhtilaf). ASWAJA muncul dalam sejarah
pemikiran dan gerakan Islam sebagai jalan tengah, karena asumsi, paradigma
dan metode berfikir yang dipergunakan berdasarkan realitas empirik dengan
bimbingan wahyu. Etika beda pendapat (adab al ikhtilaf) juga sudah
dikembangkan sejak awal kemunculannya, dan dipraktekan oleh para ulama
sepanjang masa melalui aqidah lurus dan akhlak yang terpuji.
Pemerintah Indonesia, ulama dan organisasi masa Islam berkepentingan dan
memiliki tanggungjawab untuk memelihara faham ASWAJA. Doktrin ASWAJA
dan ideologi Pancasila memiliki watak yang sama, yaitu moderasi. Bagaimana
umat Islam
Indonesia yang
jumlahnya
komposisi
Pancasila itu moderasi antar faham, aliran, golongan, ras. ASWAJA juga sebuah
faham moderat dalam Islam. Ia merupakan jalan tengah antara radikalisme dan
liberalisme. ASWAJA menghargai pluralitas dan perbedaan termasuk beda
agama dan keyakinan, karena wahyu dan pengalaman sejarah menuntunnya
untuk menghargai perbedaan tersebut. Atas dasar itulah, lembaga pendidikan
dan pengajaran agama baik di rumah tangga, sekolah maupun masyarakat terus
menerus mengajarkan faham ASWAJA. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi
pengawal kelurusan akidah dan akhlak umat Islam melalui Komisi Pengkajian
dan Komisi Fatwa. Pemerintah, khususnya Kementerian Agama RI telah memiliki
unit
kerja
untuk
melakukan
penelitian
dan
pengembangan
kehidupan
Daftar Pustaka
Islam
Liberal, Freedom Institute.
Alatas, Ismail Fajrie
2010
Etnisitas,
Dalam LWC. Van den Berg, Orang Arab Nusantara, Jakarta, Komunitas
Bambu.
Ali, Asad Said
2012
Atho Mudzhar
2012
Keaga
maan, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
Berg, LWC. Van den
2010
Rahayu H)
Dhofier, Zamakhsyari
1982
LP3ES.
Feillard, Andree
2008
Yogyakarta, LKIS.
Hasan, Noorhaidi
Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di
2008
Indonesia Pasca
Orde Baru, Jakarta Penerbit LP3ES dan KITLV Jakarta.
Ismail, Faisal
Islam and Pancasila: Indonesia Politics 1945-1995, Jakarta,
2001
Litbang dan
Diklat Departemen Agama RI.
Jamhari, Jajang Jahrani (peny)
2004
Persada
Jaiz, Hartono Ahmad
2002
Kurzman, Charles
Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer Tentang
2003
Isu-Isu Global.
Jakarta, Paramadina.
Mbai, Ansyaad
Dinamika Baru Jejaring Teror di Indonesia. AS Production
2014
Indonesia
2006
Jakarta,
Penerbit Obor.
2011
Paling Kontrover
Sial di Indonesia, Jakarta, Penerbit alvabet.
2011
Jakarta,
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
2012
2012
dalam
Harmoni, Vol. 11 No.2 Januari-Maret.
2013
dalam
Harmoni, Vol. 12 No.1 Januari-April.
Nuh, Nuhrison M (ed)
2007
Jakarta
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI.
Pijper, G.F
1984
1950, Jakarta
Universitas Indonesia-Press. (terj. Tujiman dan Yessy Augusdin).
Qomar, Mujamil
2002
NU
Liberal
Universalisme Islam,
Bandung, Penerbit Mizan.
Dari
Tradisionalisme
Ahlussunnah
ke
Samudra, Imam
2004
Shiraishi, Takashi
Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926.
2005
Jakarta
Grafiti.
Tanjung, M. Alfian
2006
Mengganyang
Komunis:
Langkah&Strategi
Menghadapi
Kebangkitan PKI,
Jakarta, Taruna Muslim Press.
Thoha, Anis Malik
2005
Tren
Pluralisme
Agama:
Tinjauan
Kritis,
Jakarta,
Penerbit
Prespektif.
Tim Peneliti
2006
Jakarta, Puslit
bang Kehidupan Keagamaan, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI.