Anda di halaman 1dari 7

Definisi Kista Folikuler (Kista Dentigerous)

Kista folikuler biasa juga disebut sebagai kista dentigerous karena berasal dari organ
email atau folikel gigi. Kista folikuler mengelilingi mahkota gigi yang belum erupsi dan melekat
pada gigi sepanjang servikal, keadaan ini yang membedakan antara kista folikuler dengan kista
primordial.2
Kista folikuler biasanya terbentuk pada gigi yang impaksi dan gigi supernumerari
permanen, kemungkinan terjadi pada gigi susu sangat kecil dan biasanya terjadi pada gigi yang
sedang erupsi sehingga disebut juga kista erupsi.

Sudiono, Janti. Kista Odontogenik. EGC. Jakarta. 2011. Hal. 22-37

2.5. Gambaran Radiografi Kista Folikuler (Kista Dentigerous)


Kista dentigerous dapat diidentifikasikan secara radiologis dengan mudah karena
gambaran radiografisnya sangat khas. Biasanya kista dentigerous tampak berupa gambaran
radiolusen simetris, unilokular, berbatas tegas, dan mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi
(impaksi). Kecuali terinfeksi sehingga tepinya berbatas buruk, pertumbuhan kista yang lambat
dan teratur, membuat kista dentigerous mempunyai tepi sklerotik yang berbatas tegas, dengan
korteks yang jelas, dan ditandai dengan garis batas radiopak yang tipis. Gambaran radiografis
kista ini perlu dibedakan dengan gambaran keadaan normal dari sirkum koronal atau ruang
folikular. Pada kasus lain daerah radiolusen dapat muncul menyusup kearah lateral dari mahkota
gigi, terutama jika kista relative besar ukurannya atau jika telah terjadi perubahan posisi gigi dari
tempatnya.2
Pergerakan atau pepindahan dari gigi yang tidak erupsi dengan segala macam posisi
sering terjadi dan dapat ditemukan pada rahang atas atau rahang bawah. Pda daerah mandubula,

gambaran radiolusen terkait dapat meluas kesuperior dari region molar tiga kedalam ramus atau
secara anterior-inferior sepanjang badan mandibula. pada kista dentigerous rahang atas yang
melibatkan daerah kaninus, perluasan kedalam sinus maksilaris atau kearah dinding orbita dapat
ditemukan dan juga perluasan ke dalam fosa nasalis. Kista dentigerous pada molar tiga rahang
atas dapat meluas ke distal dan superior, kadangkala berhubungan dengan ruang sinus
maksilaris.2
Rongga kista dentigerous berbentuk bulat dan unilokular namun terkadang ditemukan
trabekula dari dinding tulang sebagai pseudoloculation. Pada kasus ini gigi yang tidak erupsi
biasanya tidak berada pada tempatnya. Trabekulasi ini dapat member kesan yang salah tentang
bahwa kista ini multilokular. Berbagai pvariasi dari kita dentigerous disatukan oleh membrane
kista yang bersambungan. Kista dentigerous yang multiple harus dirawat secara adekuat untuk
menghindari komplikasi seperti sidrom odontogenic keratocyst cell nevus-bifid rib.2
Kista dentigerous memiliki potensi untuk membesar, menyebabkan kerusakan medulla
tula ng dan ekspansi rahang. Kista dentigerous juga dapat meluas ke prosesus koronoideus dan
leher kondil. Gigi yang terkena kista biasanya sering berpindah tempat dengan jarak tertentu.
Pada mandibula, molar tiga dapat tertekan ke inferiornya. Kista juga dapat meresorbsi akar gigi
didekatnya yan g sudah erupsi. Kista yang besar ukurannya mungkin mungkin berhubungan
denagan perluasan kista dalam tulang. Kista dentogerous berukuran besar jarang terjadi,
kebanyakan lesi yang secara raiografis diduga sebagai kista dentigerous yang besar, sering kali
terbukti merupakan suatu kista keratosis odontogenik atau ameloblastoma.2
Kista dentigerous yang berukuran kecil biasanya secara klinis tidak terdeteksi sama sekali
dan hanya akan ditemukan pada pemeriksaan rdiografis rutin atau pada pemerikasaan radiografis
yang digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan pada gigi yang akan erupsi.2

Perlu diingat bahwa gambaran radiologis bukan merupakan alat diagnosis mengingat
kista odontogenik lain seperti kista keratosis odontogenik, ameloblastam unikistik dan lesi
lainnya dapat memberikan gambaran radiologis yang menyerupai kista dentierous. Di antra 37%
gigi molar tiga yang impsksi pda mandibula dan 15% gigi molar tiga yang impaksi pada maksila
yang memperlihatkan radiolusen pada daerah perikoronal, hanya 11% yang keungkinan besar
diduga sebagai kista dentigerous. Biasanya ruangan perikoronal yang mencapai 2,5 mm atau
lebih dapat dipertimbangkan sebagai jarak minimal untuk dapat didiagnosis sebagai
kemungkinan kista dentigerous. Kista dentigerous harus dapat dibedakan denngan pembesaran
kantong folikel. Tidak ada perbedaan nyata antara sebuah folikel gigi dan kista dentigerous yang
berukuran kecil. Namun gambaran radiolusensi berukuran 3-4 mm atau lebih mengindikasikan
adanya pembentukan suatu kista.2

Gambar 1 : Kista folikuler sebelum


dilakukan pengobatan3

Gambar 2 : Kista folikuler dalam poros mandibula


setelah dekompresi-proyeksi aksial.3

Gambar 3 : Folikular sebelum kista


kistektomi.3

Gambar 4 : setelah ekstirpasi kista


folikuler, ekstraksi bedah gigi 48.
Gigi 47 diperlakukan endodontik.3
2.6.
Kista

Gambaran Histopatologi
Folikuler

(Kista

Dentigerous)
Tidak ada gambaran histopatologi yang khas dari kista dentigerous yang dapat
membedakannya dari kista odontogenik lainnya. Faktanya, dinding epitelnya merupakan sisa

epithelium email terdiri atas 2-3 lapisan sel gepeng atau kuboid. Permukaan epitel dan jaringan
penghubung berbentuk datar. Jaringan penghubung berupa jaringan fibrosa tipis yang berasal
dari folikel gigi, terdiri atas sel fibroblast muda yang terpisah lebar oleh stroma yang senyawa
dasarnya kaya akan asam mukopolisakarida.2
Gambaran histopatologi kista dentigerous bervariasi, umumnya terdiri atas lapisan
dinding jaringan ikat tipis, dilapisi epitel gepeng berlapis tak berkeratin yang bersatu dengan sisa
epithelium email, meliputi atau melekat pada bagian leher mahkota gigi.2
Bila dinding epitel terlihat berkeratinisasi biasanya merupakan kista primordial. Kista
dentigerous terlihat jelas membentuk keratin oleh karena metaplasia. Dapat ditemukan sejumlah
variasi lapisan epitel odontogenik pada kista dentigerous, misalnya transformasi neoplastik
menjadi ameloblastoma.2
Pada kista dentigerous yang tidak meradang, lapisan epitelnya terdiri atas 2 sampai 4
lapisan sel epithelium tak berkeratin serta jaringan ikat dibawahnya menjadi rata. Dinding
jaringan ikat subepitel ini tidak tersusun dengan baik dan mengandung bahan dasar
glikosaminoglikan yang cukup banyak. Dinding jaringan ikat subepitel berbentuk kapsul yang
biasanya tersusun oleh jaringan kolagen yang agak padat, dengan kadang-kadang ada sel datia
benda asing. Biasanya sel radang kronis dapat dijumpai, tetapi bila ada ulserasi, dapat dijumpai
campuran sel radang kronis dan akut. Dinding jaringan ikat kista ini kadang-kadang menebal dan
terdiri atas jaringan penghubung rapuh yang banyak mengandung jaringan kolagen yang
menyebar sehingga banyak yang mendiagnosa kista ini sebagai tumor odontogenik fibroma atau
odontogenik miksoma.2
Pada kista dentigerous yang mengalami peradangan atau mengalami infeksi sekunder,
lapisan epitel mengalami hyperplasia, terjadi akatosis dengan perkembangan rete peg dari epitel

skuamosa. Pada kista dentigerous yang terinflamasi, dinding fibrosa lebih padat kolagen
sehingga lebih kenyal, dengan bermacam-macam infiltrasi dari sel radang kronis. Pada lapisan
epithelial juga terlihat bermacam-macam ukuran hyperplasia dengan perkembangan dari rete
ridges.2
Pada beberapa kasus ditemukan kista dentigerous yang mengandung pigmen melanin dan
melanosit pada lapisan dinding epitel. Gambaran permukaan epitel yang berkeratin kadang dapat
terlihat dan harus dibedakan dengan kista keratosis odontogenik. Kadang-kadang tampak dinding
epitel dengan atau tanpa permukaan keratinisasi yang halus dan banyak granular dari pigmen
melanin yang terdistribusi di sel basal pada lapisan epitel. Sel mukus dapat tersebar dalam epitel
kista dentigerous.2

Gambar A

Gambar B

Keterangan :
Gambar A : Dinding kista yang menempel pada cervical gigi4
Gambar B : Terlihat lapisan epitel lining dengan dinding fibrous connective tissue tanpa adanya
infiltrasi sel-sel radang.4

1. Sudiono, Janti. Kista Odontogenik. EGC. Jakarta. 2011. Hal. 22-37

2. Anna Gadewa, Ewa Jach, Tomasz Tomaszewski, Jolanta Wojciechowicz. Treatment of the
follicular cyst of the mandible in a pregnant woman. Journal of Pre-Clinical and Clinical
Research, 2011, Vol 5, No 1, 38-40
3. Syafriadi, Mei. Patologi Mulut. Penerbit Andi. Yogyakarta. 2008. Hal 14

Anda mungkin juga menyukai