Anda di halaman 1dari 33

1

A. Judul
KAJIAN RESEPSI PADA HIMPUNAN PUISI TALKEN KONENG.
B. Latar Belakang
Sastra berasal dari bahasa sansakerta, dibentuk dari akar kata
sas yang berarti mengarahkan, mengajar dan memberi petunjuk. Akhiran
tra yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk. Secara harfiah sastra
berarti himpunan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku
pengajaran yang baik. Dalam perkembangannya kata sastra menjadi
susastra yang artinya sebagai hasil ciptaan yang baik dan indah. Ciri khas
kesusastraan yaitu bersifat imajinatif dan kreatif, Karya sastra sebagai
hasil yang imajinatif dan kreatif bukan bararti tanpa makna pada
hakekatnya imajinasinya bukanlah khayalan kosong tetapi berdasarkan
realitas yang ada ( Ratna, 2011:1).
Berdasarkan bentuknya, sastra dibagi atas tiga golongan
(Maryani,2005:257) yaitu : prosa, puisi dan drama. Secara etimologis, kata
puisi berasal dari bahasa Yunani dari kata poemia yang berarti
mencipyakan, poesis yang artinya penciptaan atau poetes yang berarti
pembut,pembangun atau pembentuk. Dalam bahasa Inggris, padanan
kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan poet dan -poem. Mengenai
kata poet, kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau
mencipta. Menurut Samuel Taylor Coloridge (dalam pradopo, 2010:6) puisi
adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Artinya
pengarang menggunakan kata-kata yang paling tepat dan disusun sebaik

munkin, misalnya seimbang, simetris antara satu unsure dengan unsur


yang

lain.

Lebih

lanjut

Perrine

(dalam

Siswantoro,

2010:

23)

mendefinisikan puisi sebagai sejenis bahasa yang mengatakan lebih


banyak dan lebih intensif dari pada apa yang dikatakan bahasa harian.
Puisi sebagai Karya sastra yang lahir 1920-an di Indonesia,
selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu seiring dengan
perkembangan sastra yang melahirkan periode-periode sastra.Periode
sastra yaitu sebuah bagian waktu yang dikuasai oleh suatu sistem norma
sastra,

standart,

dan

konvensi-konvensi

sastra

yang

mulculnya,

penyebaran, integrasi dan kelenyapan dapat diruntut.


Periode sastra memiliki kaitan erat dengan angkatan sastra yang
menempati

periode-periode

sastra

tersebut.

Dan

sudah

menjadi

kodrat,karena selalu ada pergantian ganerasi, maka angkatan sastra yang


satu disusul atau akan digantikan dengan yang lain, ankatan yang
kemudian, dan digantikan lagi dan seterusnya. Namun seperti yang
dikatakan wellek (dalam Pradopo, 2008:3) bahwa rangkaian periode
sastra itu jangan dibayangkan seperti balok-balok batu yang dijajarkan
secara berurutan, melainkan handaklah dilihat bahwa periode sastra itu
salan bertumpang tindih.
Sebelum suatu angkatan berakhir, biasanya karena pengaruh
situasi dan kondisi tertentu yang istimewa, maka timbul gagasan baru
yang istimewa dan biasanya didukung oleh sebuah generasi sastra yang
baru mulai menampakkan diri. Dengan demikian, angkatan lama dan
angkatan baru saling berdampingan, setelah angkatan baru yang

terintegrasi maka akan tampak ciri-ciri dominan dalam kurun waktu


tertentu, dengan demikian benar-benar sudah sudah ada angkatan yang
tercermin dalam karya-karya sastranya yang menunjukkan adanya
persamaan-persamaan intrinsik karyanya.
Seperti yang sudah dikemukakan di depan bahwa periodisasi
sastra dibuat berdasarkan ciri-ciri struktur estetik dan ekstra estetik sastra
khusus pada setiap periode,misalnya pada angkatan 1970-1990 karya
sastra berupa puisi memiliki ciri-ciri struktur estetik : Puisi bergaya mantra,
penggunaan bahasa daerah untuk memberi warna lokal dan ekspresivitas,
menggunakan asosiasi bunyi untuk mendapat makna baru, menggunakan
teknik pengucapan tak langsung berupa gambaran angan alegori dan
parabel, puisi lugu menggunakan teknik pengungkapan ide secara polos
serta dengan kata sarebral (Pradopo,2008:51).
Ciri-ciri diatas mulai ditinggalkan pada periode 2000 sampai
sekarang, karena karya sastra pada saat ini dilatar belakangi oleh lahirnya
krisis muneter, krisis multi dimensi termasuk krisis politik, peristiwa bentrok
di Universita Trisakti, dan mundurnya Soeharto dari presiden sehingga
memiliki ciri berbeda dengan periode sebelumnya. Akan tetapi Alfaizi
sastrawan sekaligus ketua jurusan pendidikan bahasa dan sastra
Indonesia STKIP PGRI Sumenep berusaha menghidupkan kembali
nuansa sastra angkatan 1990-an dan memberikan warna baru didunia
sastra saat ini melalui himpunan puisi Talken Koneng dengan
mendominasikan mantra di dalamnya, seperti dalam sajak:
mantra semar penuntas cinta

ely, ely, senyummu begitu dekat


sedekat tubuh, darah dan arut urat yang tak berlepasan
Tulangtulangku menancap,mendaging ke tubuhmu
ely, ely, senyummu begitu dekat
akulah semar pulang membawa cinta
semar, semar pulang
pulang ke pikiranmu (Alfaizin, 2012:45).
Sajak di atas merupakan bagian dari sajak mantra yang ada
dalam himpunan puisi Talken koneng sehingga Syaf Anton sastrawan
asal Sumanep pada 14 Septemer 2012 dalam kegiatan bedah buku
himpunan puisi Talken Koneng menyatakan bahwa himpunan puisi
Talken Koneng karya Alfaizin Sanasren merupakan merupakan karya
sastra yang bagus dan menarik karena memberikan warna baru dengan
mendominasikan mantra dalam tiap puisinya.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis terdorong
untuk mengadakan penelitian lebih mendalam mengenai kajian resepsi
pada himpunan

puisi

Talken

Koneng karya Alfaizin

Sanasren

dikalangan masyarakat Sumenep, keunikan himpunan puisi Talken


Koneng

serta

peran

dan

tanggapan

pembaca

mempengaruhi

kemasyhuran himpunan puisi tersebut.


C. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Karya sastra merupakan hasil imajinatif dan kreatif
pengarangnya. lmajinasi dalam karya sastra bukan khayalan semata,

tetapi berdasarkan sebuah ralitas yang ada dalam masyarakat. Menurut


Ratna (2011: 207) karya sastra tidak secara keseluruhan merupakan
imajenasi, karena pertama meskipun Karya sastra adalah rekaan,
tetapi jelas dikonstruksi atas dasar kenyataan. Kedua, dalam setiap
Karya sastra, terkandung unsur-unsur tertentu yang memang merupakan
fakta objektif. Pada umumnya, fakta-fakta tersebut berupa nama-nama
orang,

nama-nama

sebagainya.

tempat,

Ketiga,

Karya

peristiwa
sastra

bersejarah, monumen
yang

secara

dna

keseluruhan

merupakan imajenasi justru tidak dapat dianalisis, tidak dapat


dipahami secara benar sebab tidak memiliki relevansi sosial.
Dengan penjelasan di atas, hakikat imajinasi dan kreativitas tidak
terlepas sama sekali dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari, bahkan hampir keseluruhan karya sastra itu
bersumber dalam masyarakat. perbedaannya karya sastra melalui
medium bahasa telah dijadikan model dunia yang lain, sebagai dunia
kata-kata. Kenyataan dalam bahasa malalui sifat konotatif metaforis
menjadikan dunia selalu berubah. Perubahan ini menjadi lebih dinamis
dengan adanya konsentrasi pembaca.
Selain itu, karya sastra diciptakan oleh pengarangnya dengan
tujuan-tujuan tertentu, baik sosial, politik, ekonomi, maupun tujuan Iain
yang bersifat moral, pendidikan dan pengajaran. Dengan kalimat lain,
justru dalam karya yang besarlah dimungkinkan untuk menampilkan
berbagai pesan sebab karya besar merupakan konstruksi komunikasi
yang sangat kompleks.

Sehubungan dengan hal di atas, himpunan puisi Talken Koneng


karya Alfaizin Sanasren sebagai salah satu karya sastra memberikan
warna

baru

bagi

masyarakat

pembaca,

khususnya

masyarakat

Sumenep. Hal yang paling dominan dalam himpunan puisi Talken


Koneng karya Alfaizin Sanasren yaitu penggunaan mantra pada setiap
puisinya. Hal tersebut merupakan sebuah pembeda dengan karya sastra
lain semasanya dan meyakinkan masyarakat pembaca atas keunikannya
sehingga menjadikan himpunan puisi Talken Koneng karya Alfaizin
Sanasren sebagai karya yang menarik saat ini.
2. Batasan Masalah
Mengingat begitu banyaknya cakupan masalah dalam ruang
lingkup permasalahan di atas, dan agar penelitian ini terarah serta dapat
mencapai tujuan maka penelitian ini dibatasi pada kajian resepsi pada
himpunan puisi Talken Koneng karya Alfaizin Sanasren dikalangan
masyarakat Sumenep.
D.

Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, masalah dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana tanggapan masyarakat akademik di Sumenep pada
himpunan puisi Talken Koneng karya Alfaizin Sanasren ?
2. Bagaimana tanggapan sastrawan di Sumenep pada himpunan puisi
Talken Koneng karya Alfaizin Sanasren ?

E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah umum di atas, maka tujuan umum
penelitian ini yaitu: untuk memperoleh deskripsi data secara obyektif
tentang bentuk tanggapan masyarakat Sumenep pada himpunan puisi
Talken Koneng karya Alfaizin Sanasren.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tantang:
1. Mendeskripsikan tanggapan masyarakat akademik Sumenep pada
himpunan puisi Talken Koneng karya Alfaizin Sanasren.
2. Mendeskripsikan tanggapan sastrawan Sumenep pada himpunan
puisi Talken Koneng karya Alfaizin Sanasren.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan
pemikiran dalam mempertahankan dan memperkaya ilmu pengetahuan di
bidang sastra khususnya di kajian rersepsi pada himpunan puisi talken
koneng dikalangan masyarakat Sumenep.
2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan


manfaat bagi semua pihak,di antaranya:
a. Bagi Guru
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi
guru

dalam

membimbing

atau

mengajar

siswanya

dalam

mengapresiasikan suatu karya sastra dalam sebuah himpunan puisi


ataupun sejenisnya, sehingga memperoleh pemahaman tentang hal
yang dikajinya.
b. Bagi Penikmat Sastra
Bagi penikmat sastra, penelitian ini dapat memberi dan
menambah wawasan

pengetahuan dan pemahaman tengtang

tanggapan masyarakat Sumenep pada himpunan puisi Talken


Koneng karya Alfaizin Sanasren.
c. Bagi Kritikus Sastra
Penelitian ini bermanfaat sebagai media untuk mempertajam
pisau bedahatau pola pikir dalam kajian rersepsi pada sebuah karya
sastra.
d. Bagi Peneliti Sastra
Bagi peneliti sastra, penelitian ini diharapkan memberikan
kontribusi

yang

positif

bagi

pengembangan

penelitian

sastra

berbahasa Indonesia. Disamping itu, penelitian ini juga dapat dijadikan

bahan bandingan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan lebih


baik dan mendalam, khusus dalam kajian rersepsi pada karya sastra.
G. Kerangka Teori
1. Kajian Terdahulu
Penelitian yang menggunakan teori resepsi sudah banyak dilakukan
, baik yang berbentuk skripsi maupun makalah, diantaranya penelitian
yang dilakukan oleh Rachmat Djoko Pradopo dengan judul Tinjauan
Resepsi Sastra Pada Beberapa Sajak Chairil Anwar". Penelitian ini
menfokuskan kajiannya pada tanggapan sastrawan seperti HB.Jassin,
Aoh atau Sito Sitomurang karena sastrwan sebagai orang yang ahli
dalam ilmu sastra akan memberikan tanggapan relevan pada sebuah
Karya sastra.
Makalah yang ditulis Dian Nazula Ar yang berjudul Resepsi Sastra
Warna Lokal pada Cerpen Sri Sumarah dalam Kumpulan Cerpen
Seribu Kunang-Kunang di Mahattan Karya Umar Kayam. Hasil penelitian
ini lebih menfokuskan pada resepsi oleh masyarakat kritis secara
diagronik artinya tanggapan masyarakat kritis di sepanjang sejarah hal ini
dilakukan oleh para pembaca yang berada pada periode (angkatan)
yang berbeda-beda.
Makalah yang ditulis oleh Alfian Rokhmansyah dengan judul Kajian
Resepsi Sastra terhadap Novel Lelaki Terindah Karya Andrei Aksana
dikalangan kaum homoseksual di kota semarang. Hasil penelitian ini
menfokuskan kajiannya pada tanggapan positif kaum homo seksual di

10

kota semarang karena latar belakang hidup pembaca sama dengan latar
belakang kehidupan dalam cerita tersebut yang menceritakan tentang
relasi seks jenis kelamin yang sama, atau rasa tertarik dan mencintai jenis
seks yang sama.
Berdsarkan uraian di atas, maka diperlukan pengkajian pula
terhadap himpunan puisi Talken Koneng karya Alfaizin Sanasren tidak
hanya menyangkut tentang stuktur puisi dalam Himpunan Puisi Talken
Koneng karya Alfaizin Sanasren tetapi juga menyangkut tanggapan
pembaca khususnya dikalangan masyarakat Sumenep, baik mesyarakat
akademik, atau sastrawan Sumenep melalui Kajian Resepsi pada
Himpunan Puisi Talken Koneng dikalangan Masyarakat Sumenep.
Karena pembacalah yang menentukan makna dan nilai Karya sastra,
dan tidak bisa dipungkiri tanggapan pembaca memiliki poin penting
dalam mengapresiasi serta memasyhurkan karya sastra tersebut.
Dari penjelasan di atas maka perbedaan penelitian ini dari
penlitian sebelumnya adalah subjek penelitiannya yang menfokuskan
pada sastrawan dan msyarakat akdemik, karena tanggapan keduanya
dianggap akan lebih relevan karena memiliki kemempuan di bidang
sastra. Selain itu perbedaan nampak pula pada kesesuaian antara latar
belakang pengarang sama dengan latar pembaca yakni sama-sama
masyarakat Sumenep.
2. Landasan Teoretis
a. Pengertian Sastra

11

Pengertian tentang sastra sampai saat ini tidak ada yang


berhasil memberikan jawaban dengan jelas sehingga sastra pada tiap
masyarakat dan kelompok orang memiliki pengertian yang berbedabeda tergantung pada konteks, cara pandang, wilayah geografis
budaya, waktu dan tujuan. Misalnya, dalam tradisi masyarakat cina
sastra diposisikan sebagai salah satu alat atau cara untuk memahami
realitas atau jalan hidup di dunia yang disebut Doa. Sastra dalam
masyarakat cina merupakan bagian dari satu kesatuan yang disebut
dengan Wen, menurut Kamus Besar Cina-Indonesia (dalam Susanto,
2012:3) Wen memiliki beberapa pengertian bila digabungkan dengan
berbagai kata yang lain : 1) huruf, tulisan, prasasti , (2) bahasa tulis
atau lisan, (3) karangan yang mencerminkan orangnya, (4)bahasa
sastra atau bahasa klasik, (5) kebudayaan, peradaban, atau
peninggalan sejarah.
Dalam bahasa barat , kata sastra diperikan sebagai literature
(Inggris), literatur (jerman), litterature (Francis). Semua kata tersebut
berasal dari bahasa Yunani Litteratura yang artinya huruf , tulisan, dan
pertama kali digunakan untuk tata bahasa dan puisi (Purba, 2010:2).
Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa
sansakerta, dibentuk dari akar kata cas atau sas yang berarti
mengarahkan, mengajar

dan memberi petunjuk. Akhiran tra yang

berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk.Secara harfiah sastra


berarti kumpulan alat untuk mengajar , buku petunjuk, intruksi atau
buku pengajaran yang baik.Dalam perkembangannya kata sastra

12

menjadi susastra yang artinya sebagai hasil ciptaan yang baik dan
indah. (Ratna, 2012:1).
Menurut Eagleton (2010 : 4) Sastra adalah karya tulisan yang
halus (belle letters) adalah Karya yang mencatatkan bentuk bahasa.
harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan,
didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan
ganjil. Sementera pemikiran materialisme yaitu psiko analisis klasik
yang dikenalkan oleh Sigmun Freud memandang sastra sebagai
sebagai salah satu manifestasi dari proses kejiwaan pengarang
sebagai individu yang dipengaruhi oleh masalalunya yang dapat
dilihat dari hasil kecemasan yang diungkapkan dalam sebuah karya
sastra.
Selain itu, pandangan yang lain menempatkan sastra dalam
kerangka ideologis dan politis. Hal ini dapat dilihat dari tradisi
kesusastraan Indonesia aliran Lekra yang menempatkan sastra
sebagai sebagai sarana yang digunakan dalam mewujudkan dan
mendukung cita-cita mereka yang salah satunya membela kaum
tertindas

secara

politis

dan

ekonomis

untuk

mewujudkan

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.


b. Pengertian Puisi
Sampai saat ini orang tidak dapat memberikan definisi
setepatnya apakah puisi itu, namun untuk memahaminya perlu
diketahui sesuatu yang mengarah pada hal tersebut. Secara

13

etimologis, kata puisi berasal dari bahasa Yunani dari kata poemia
yang berarti mencipyakan, poesis yang artinya

penciptaan atau

poetes yang berarti pembut,pembangun atau pembentuk. Dalam


bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan
poet dan -poem. Mengenai kata poet, kata poet berasal dari Yunani
yang berarti membuat atau mencipta. Menurut Samuel Taylor
Coloridge (dalam pradopo, 2010:6) puisi adalah kata-kata yang
terindah dalam susunan terindah. Artinya pengarang menggunakan
kata-kata yang paling tepat dan disusun sebaik munkin dalam
menciptakan sebuah puisi, misalnya seimbang, simetris antara satu
unsure dengan unsur yang lain.
Lebih

lanjut

Perrine

(dalam

Siswantoro,

2010:

23)

mendefinisikan puisi sebagai sejenis bahasa yang mengatakan lebih


banyak dan lebih intensif dari pada apa yang dikatakan bahasa
harian. Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera
perubahan konsep estetikanya.
Definisi di atas menyatakan secara implisit
sebagai

bentuk

sastra

menggunakan

bahasa

bahwa puisi

sebagai

media

pengungkapannya. Hanya saja bahasa puisi memiliki ciri tersendiri


yakni kemampuannya mengungkap lebih intensif dan bersifat artistik,
sehingga komposisinya lebih menawan. Wujud keartistikannya
tersebut disebabkan oleh kenyataan bahwa puisi merupakan bentuk
seni. Serta bahasa puisi lebih banyak ketimbang kemampuan yang
dimiliki oleh bahasa biasa yang cenderung bersifat informatif praktis.

14

Oleh sebab itu pesan yang disampaikan bersifat jelas dan tidak
mengandung dimensi ambigu.
c. Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra

berasal dara kata sosiologi dan sastra.

Sosiologi berasal dari akar kata sosio atau socius berarti bersamasama, bersatu, kawan, teman. Dan logi atau logos berarti sabda,
perkataan, perumpamaan. Sastra berasal dari akar kata sas
(sansakerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan
intruksi. Akhiran tra berarti alat atau sarana. Dari paparan tersebut
maka sosiologi sastra bisa dapat diartikan sebagai pemahaman
terhadap totalitas Karya sastra yang disertai dengan aspek-aspek
kemasyarakatan yang terkandung didalamnya (Ratna, 2011:11).
Menurut Wellek dan Werren (dalam Faruk, 2012:5) sosiologi
sastra sebagai suatu telaah sosiologis terhadap Karya sastra
mempunyai tiga klasifikasi :
Pertama sosiologi Pengarang :

kajian sosiologi yang

mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain


yang menyangkut diri pengarang sebagai penghasil Karya kerena
pada kenyataannya latar belakang pengarang akan mempengaruhi
Karya sastra yang dihasilkan baik dalam penggunaan diksi, atau
penuturann ceritanya.
Kedua sosiologi Karya sastra : dalam kajian sosiologi ini yang
dipermasalahkan adalah tentang suatu Karya sastra yang fokus

15

telaahnya pada

pesan yang tersirat, tujuan, amanat yang hendak

disampaikan karena Karya sastra selain menjadi media informasi juga


dijadikan kontrol sosial sehingga Karya sastra memiliki fungsi ganda
yaitu dulce at utile (menghibur dan berguna).
Ketiga sosiologi Sastra : kajian ini mempermasalahkan tentang
pembaca dan pengaruh sosioalnya terhadap masyarakat. Sastra dan
masyarakat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena Karya
sastra diciptakan oleh masyarakat pengarang untuk masyarakat
pembaca sehingga mereka dapat mengambil hikmah dari sebuah
Karya sastra

dan dapat memberi penilaian serta tanggapan pada

sebuah Karya sastra .


Konsep lain dikemukakan oleh Ian Watt (dalam Semi,1989:54)
dengan melihat hubungan timbal-balik antara sastrawan, sastra, dan
masyarakat. Oleh sebab itu telaah sosiologis suatu Karya sastra
mencakup tiga hal :
Konteks sosial pengarang yaitu kajian yang menyangkut posisi
sosial masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca,
termasuk didalamnya fakror-faktor sosial yang bisa mempengaruhi si
pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi Karyanya
sebab latar belakang pengarang sangat mempengaruhi kemasyhuran
sebuah Karya sastra Karya sastra.
Sastra sebagai cermin masyarakat yakni telaah tentang sejauh
mana sastra dianggap

sebagai pencerminan keadaan masyarakat

16

karena pada dasarnya sastra dalam arti yang lebih luas, merupakan
aktivitas manusia dalam bentuk yang indah dengan menggunakan
bahasa, baik lisan maupun tulisan dan Karya sastra bukan sematamata hasil imajenasi pengarang, tetapi pada hakekatnya imajenasi
yang muncul karena andanya realitas dalam masyarakat, hampir
secara keseluruhan Karya sastra bersumber dalam masyarakat.
.

Fungsi sosial sastra adalah kajian yang menyangkut tentang

seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, seberapa


jauh sastra dipengaruhi oleh nilai sosial, dan sampai seberapa jauh
sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan pendidikan bagi
masyarakat pembaca.
Dari klasifikasi di atas dapat digambarkan bahwa sosiologi
sastra, yang merupakan pendekatan terhadap sastra dengan
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan mempunyai cakupan
luas dan beragam tentang pengarang, Karyanya, serta pembacanya.
d. Sastra dan Pengarang
Sastra tidak tidak terlahir begitu saja, ia dihasilkan oleh
sastrawan sebagai penghasil karya sastra yang dimaksudkan untuk
dibaca orang lain. Secara historis pada abad Romantik pengarang
memiliki peran penting pada karya sastra karena pada saat itu
pengarang dianggap subjek yang memiliki hak istimewa dalam
aktivitas kreatif sehingga sebuah karya sastra benar-benar milik
subjek, artinya pengarang adalah asal-usul karya sastra.

17

Menurut Ricoeur pengarang adalah pembaca pertama


terhadap

Karya

sastra

yang

dihasilkannya,

yang

kemudian

diserahkan pada msyarakat pembaca. Sebagai subjek kreator


pengarang tidak pernah memberitahukan nilai-nilai estetis dalam
Karyanya. Bahkan, pengarang sesungguhnya tidak menyadari
bahwa dalam Karyanya tersebut terkandung kualitas estetis karena
pengarang semata-mata hanya mencipta ( Ratna, 2011:306).
Dalam perjalanan sejarah di barat Teeuw (dalam Ratna,
2010:326) menemukan sekitar lima posisi pengarang, sejak abad
pertama hingga abad ke-20, sebagai berikut :
1) Abat pertama hingga abad ke-16, pengarang didominasi oleh
ekspresi dan emosi.
2) Selama abad pertengahan (500-1500) pengarang merupakan
pencipta kedua, dengan cara meniru pencipta kedua yaitu Maha
pencipta.
3) Selama abad Renaisanse
mendapatkan penghargaan.

(1400-1700)

pengarang

mulai

4) Abad ke-18 hingga abad ke-19 pengarang dianggap sebagai


kreator yang otonom.
5) Mulai abad ke-20 pengarang disembunyikan dibalik fokalisasi,
sekaligus sebagai manifestasi intersubjektivitas.

Melihat perkembangan di atas, maka sejak abad pertama hingga


abad pertengahan didominasi oleh teori pembayangan sedangkan
sejak abad pertengahan hingga sekarang didominasi oleh teori
penciptaan.
e. Sastra dan Pembaca

18

Sastra dan pembaca murupakan suatu kesatuan yang tidak


dapat dipisahkan, karena pada kenyataanya mulai pertengahan abad
ke-20 karya sastra didominasi oleh peranan pembaca sebagai
penikmat Karya sastra yang memberikan makna,penilaian serta
tanggapan pada sebuah karya sastra.
Pembaca merupakan seseorang yang melakukan kegiatan
membaca atau gemar membaca. Membaca sastra bisa dikategorikan
sebagai membaca indah yaitu membaca untuk dapat menikmati,
menghayati, menghargai unsur keindahan yang terdapat dalam teks
sastra, sehingga pembaca dapat memahami serta memberi penilaian
pada karya sastra tersebut (Aminudin dalam priyanti, 2010:25).
Dalam kenyataanya karya sastra terdiri dari berbagai jenis ,
sedangkan jenisnya pun selalu berubah sehingga pembacanya jelas
berbeda-beda, baik dari segi usia, jenis kelamin, profesi, kelas sosial,
dan wilayah geografis. Dari segi usia dibedakan menjadi sastra anak
dan dewasa, dari segi jenis kelamin dibedakan menjadi sastra lakilaki dan sastra perempuan, dari segi isi dibedakan menjadi sastra
untuk penelitian atau hiburan, dari segi wilayah geografis menjadi
sastra nasional dan sastra lokal, sastra asing dan pribumi, sastra
barat dan sastra timur.
Menurut Luxemburg, dkk (dalam Ratna, 2012:325) pembaca
dibedakan menjadi dua, yaitu :
Pembaca di dalam teks yang pada praktiknya dibedakan
menjadi dua yaitu : Pertama pembaca implisit : Pembaca yang

19

mengacu pada partisipasi aktif pembaca dalam memahami Karya,


pembaca yang dituju oleh pengarang. Kedua pembaca eksplisit
artinya pembaca yang disapa secara langsung oleh pengarang
dengan menggunakan kalimat Pembaca yang budiman .
Pembaca di luar teks yang pada kenyataanyya juga
dibedakan menjadi dua : Pertama pembaca yang diandaikan adalah
pembaca yang seharusnya disapa oleh pengarang atau pambaca
yang diumpamakan membaca suatu Karya sastra oleh pengarang.
Kedua pembaca sesungguhnya yaitu pembaca yang menfungsikan
keseluruhan teks yang diciptakan pengarang dalam Karya sastra.
Dari perbedaan jenis pembaca di atas, maka akan berbeda
pula penilaian serta tanggapan yang diberikan oleh masing-masing
pembaca pada sebuah Karya sastra hal itu terjadi karena perbedaan
kemampuan serta cara pandang yang mereka miliki.
f. Sastra dan Masyarakat
Sastra dalam bahasa Latin diperikan sebagai literature
(Inggris), literatur (jerman), litterature (Francis). Semua kata tersebut
berasal dari bahasa Yunani Litteratura yang artinya huruf , tulisan, dan
pertama kali digunakan untuk tata bahasa dan puisi (Purba, 2010:2).
Dalam arti yang lebih luas, sastra merupakan aktivitas manusia
dalam bentuk yang indah dengan menggunakan bahasa, baik lisan
maupun tulisan. Sedangkan masyarakat adalah kumpulan orangorang yang terikat oleh suatu sistem sosial tertentu.
Pada hakekatnya karya sastra dan masayarakat saling
berhubungan.

Masyarakat

pada

umumnya

adalah

kenyataan,

sedangkan sastra adalah rekaan, dengan kata lain imajenasi. Karya


sastra bukan semata-mata hasil imajenasi pengarang, tetapi pada
hakekatnya imajenasi yang muncul karena andanya realitas dalam

20

masyarakat, hampir secara keseluruhan karya sastra bersumber


dalam masyarakat.
Menurut Ratna (2011:277-278), masyarakat dalam kaitannya
dengan sastra dapat digolongkan ke dalam tiga macam, yaitu:
Pertama masyarakat yang merupakan latar belakang produksi karya
atau masyarakat yang dihuni oleh pengarang. Sebagai masyarakat
pengarang, masyarakat pertama terdiri atas fakta-fakta, peristiwa
peristiwa dan kejadiannya dapat diamati. Pengarang merupakan
bagian dari masyarakat yang mengasilkan karya sastra,
ha!

ini biografi

pengarang

atau

latar

dalam

belakang pengarang

menjadi penting dalam munculnya sebuah karya.


Kedua masyarakat yang terkandung dalam karya sastra.
Masyarakat kedua ini dihuni oleh tokoh-tokoh rekaan, sebagai
manefestasi subjek pengarang. Secara teoritis, masyarakat ini
merupakan masyarakat imajener yang sesuai dengan hakikat karya
sebagai rekaan.
Ketiga masyarakat

yang

merupakan

latar

belakang

pembaca. Sebagai proses sejarah keberadaannya sama dengan


masyarakat

pertama.

Perbedaannya

masyarakat

pembaca

berubah sebagai akibat perubahan pembaca itu sendiri, yang


berganti-ganti sepanjang zaman. Masyarakat pembacalah yang
memungkinkan

para pembaca

berhasil

untuk

memberikan

pemahaman yang berbeda beda terhadap karya yang sama karana


pembaca yang menikmati, menafsir, mengevaluasi

estetis karya

21

sastra tersebut sehingga mencapai relasinya sebagai objek estetik


(Jabrohim,2012:145).
g. Model Reseptik
Resepsi pada hakeketnya berasal dari terjemahan bahasa
Jerman zeptionaesthetik , sebaliknya Norman Hollan menggunakan
istilah literary respon atau sering diungkapkan dengan istilah
asthetic of reseption, secara definitif resepsi sastra berasal dari kata
recipere (Latin), reception (Inggris) yang berarti sebagai penerimaan
atau penyambutan pembaca. Dalam arti luas resepsi didefinisikan
sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap
Karya sehingga dapat memberikan respons terhadapnya atau
terjadi interaksi simbolik (Susanto, 2012:208).
Menurut Pradopo (2008:206) yang dimaksud dengan
resepsi yaitu tanggapan-tanggapan pembaca terhadap Karya
sastra.

Secara

peneriamaan,

umum

teori

penyambutan,

resepsi

tanggapan,

diartikan
reaksi

sebagai

dan

sikap

pembaca terhadap karya sastra. Jadi fokus utama dalam teori ini
yaitu pembaca karya sastra. Hal ini disebabkan oleh kehidupan
historis sebuah karya sastra tidak terpikirkan tanpa partisipasi para
pembaca.
Secara historis, teori resepsi sudah diperkenalkan tahun 1967
oleh Hans Robert Jauss. Tujuannya adalah mengatasi stagnasi
sejarah sastra tradisonal, yang selalu dikaitkan dengan sejarah

22

nasional,

sejarah

umum,

rangkaian

perkembangan

tema,

rangkaian periode, dan ciri-ciri monumental historis lainnya. Jaus


mencoba menemukan cara-cara yang berbeda, sejarah sastra
sebagai rangkaian tanggapan pembaca, yang dikenal dengan teori
resepsi.
Teori resepsi dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Resepsi
secara sinkronis dalam hal ini kaitannya dengan pembaca
sezaman atau satu periode sastra dan model resepsi sinkronis
dapat dilakukan oleh melalui tanggapan sastrawan, masyarakat
akademik,

masyarakat

umum

atau

orang-orang

yang

dikelompokkan dalam rangka memberi penilaian terhadap Karya


sastra. Resepsi diakronis yaitu berkaitan dengan pembaca
sepanjang sejarahnya. Model ini dilakukan oleh para pembaca
yang berada pada periode sastra yang berbeda-beda dan pada
umumnya

tanggapan

ini

dilakukan

oleh

sastrawan

sebagai

penikmat satra dalam jangka panjang (Ratna, 2007:204).


Jadi, peran pembaca yang terlihat dominan dalam
komunikasi sastra ini memperlihatkan bahwa pendekatan terhadap
Karya sastra tidak hanya melalui teksnya saja, tetapi harus melalui
interaksi antara pembaca dengan teksnya. Sebab Karya sastra
dapat dikatakan beramakna dan bermanfaat apabila dinikmati
dan dibaca oleh pembacanya.
H. Metode Penelitian

23

a. Rencana Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan, terutama penelitian yang bersifat
ilmiah diperlukan perencanaan, sehingga dengan adanya perencanaan
pengorbanan dalam membuat rencana dalam penelitian ini akan ditukar
dengan hasil kerja yang memuaskan. Dalam kaitannya dengan hal
tersebut, peneliti di sini akan menggunakan pendekatan kualitatif.
Metode kualitatif dapat didefnisikan sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Sejalan dengan definisi
tersebut, Kirk dan Miller (dalam Moloeng, 2002:3) mendefinisikan bahwa
penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada
manusia dalam kawasannnya sendiri dan berhubungan dengan orangorang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.
Penelitian kualitatif ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran
mengenai resepsi masyarakat di Sumenep pada himpunan puisi
Talken Koneng karya Alfaizin Sanasren. Data dan fakta-fakta di
lapangan kemudian dideskripsikan serta dapat dipertanggungjawabkan
secara profesional.
Sementara pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan reseptik. Pendekatan reseptik dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:

24

1) Resepsi secara sinkronis. Penelitian dalam kaitannya dengan


pembaca sezaman. Medel resepsi sinkronis dapat dilakukan oleh
melalui tanggapan mahasiswa, masyarakat atau orang-orang
yang dikelompokkan daam rangka memberi penilaian terhadap
Karya sastra.
2) Resepsi diakronis yaitu berkaitan dengan pembaca sepanjang
sejarahnya. Model ini dilakukan oleh para pembaca yang
berada pada periode yang berbeda-beda. (Ratna, 2007:204).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan resepsi
sinkronik karena himpunan puisi Talken Koneng karya Alfaizin
Sanasren merupakan Karya sastra yang baru dipublikasikan pada
februari 2012.

b. Data dan Sumber Data


Pada rancangan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh
data tentang resepsi masyarakat di Sumenep pada himpunan puisi
Talken Koneng karya Alfaizin Sanasren.Data ini diperoleh dari
himpunan puisi Talken Koneng karya Alfaizin Sanasren yang
diterbitkan oleh Rofa Media dengan tebal 50 lembar, sebagai realisasi
dari adanya resepsi masyarakat di Sumenep pada himpunan puisi
Talken Koneng karya Alfaizin Sanasren.
Untuk memperoleh data utama sebagaimana dimaksudkan dalam
penetapan data utama di atas, diperlukan subyek penelitian. Subyek

25

penelitian dimaksudkan untuk memperoleh gambaran nyata tentang


resepsi masyarakat di Sumenep pada himpunan puisi Talken Koneng
karya Alfaizin Sanasren. Berdasarkan hal itu, yang dimaksud dengan
subyek penelitian ini adalah masyarakat di Sumenep.
Sumber data dalam penelitian ini disebut dengan data primer.
Data primer merupakan data yang peneliti peroleh dari lapangan
dengan pengamatan, wawancara, buku referensi, dan jurnal.
c. Pengumpulan Data
1) Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan adalah cara yang digunakan peneliti dalam
memperoleh data penelitian, data dalam penelitian ini dimaksudkan
untuk mendapatkan data yang relevan dan akurat. Maka dalam
penelitian ini akan digunakan metode yang sesuai dengan
maksud dan tujuan penelitian, antara lain:
a) Observasi
Teknik

observasi

ini

merupakan

sebuah

metode

pengamatan yang kemudian didokumentasikan dan disusun


secara sistematis terhadap data yang didapatkan dari hasil
pengamatan dan interaksi secara langsung dengan masyarakat
di lokasi penelitian yang lelah ditentukan, yakni masyarakat
Sumenep.

26

Observasi langsung dapat dilakukan mangambil peran


ataupun

tidak

berperan.

Menurut

Afifuddin

dan

Saebani

(2012:131). Peran dalam observasi dapat dibagi menjadi empat


yaitu: (1) tak berperan sama sekali, (2) berperan pasif, (3)
berperan aktif dan (4) berperan penuh. Dalam peneiitian ini,
menggunakan metode observasi berperan pasif.
Metode observasi berperan pasif dapat diartikan metode
pengumpulan data dengan cara mendatangi lokasi, tetapi peneliti
tidak berperan sebagai apa pun selain sebagai pengamat pasif.
b) Wawancara
Wawancara

(interview)

merupakan

suatu

metode

pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada


seseorang yang menjadi informan atau raspondencaranya
adalah bercakap-cakap secara tatap muka (Afifuddin dan
Saebani,2012:131). Teknik wawancara merupakan metode yang
paling penting dalam peneiitian kualitatif. Wawancara dalam
penelitian

ini

merupakan

metode

utama

peneliti

dalam

mendapatkan data primer yang menjadi sumber utama dalam


sebuah

peneiitian

kualitatif.

Teknik

wawancara

di

sini

dimaksudkan untuk mendapatkan informasi (pendapat secara


lisan) dari informan yang telah dipilih sebelumnya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
wawancara

terstruktur

yaitu

wawancara

yang

pertanyaan-

27

pertanyaannya telah disiapkan, seperti menngunakan pedoman


wawancara. Ini berarti peneliti telah mengetahui data dan
menentukan fokus serta perumusan masalahnya (Afifuddin dan
Saebani,2012:133).
c) Dokumentasi
Selain

dengan

wawancara

dan

observasi,

teknik

penumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode


dokumentasi.

Metode

pengumpulan

data

atau

dan

teknik

informasi

dokumenter

melalui

adalah

pencarian

dan

penemuan bukti-bukti (Afifuddin dan Saebani, 2012:141).


Dokumen-dokumen yang dikumpulkan akan membantu
peneliti dalam memahami fenomena yang terjadi di lokasi
penelitian dan membantu dalam membut interpretasi data .
Selain

itu

dokumentasi

dapat

membantu

peneliti

dalam

bagian

teknik

menyusun teori dan melakukan validasi data.


2) Prosedur Pengumpulan Data
Sebagaimana

telah

dipaparkan

pengumpulan data, sejumlah


dikumpulkan

melalui

di

data

pengamatan

yang
dan

diperlukan

wawancara Oleh

karena itu, terdapat langkah-langkah yang harus dilalui.


Langkah-langkah kegiatan yang dimaksudkan yaitu:
a) Melakukan

proses

sastrawan Sumenep.

wawancara

dengan

masyarakat

dan

28

b) Menyimak penjelasan informan dengan seksama sekaligus


melakukan perekaman.
c) Memasukkan data perkaman ke dalam penghimpun data
d) Setelah data tersaring, data tersebut diseleksi dan ditranskip
ke dalam bahasa tulis.
e) Mengklasifikasi hasil data berdasarkan masalah yang dikaji.
3) Instrument Pengurapulan Data
Data-data yang diperoleh melalui prosedur pengumpulan
data, selanjutnya dihimpun dalam suatu alat yang disebut
dengan instrumen pengumpulan data. Instrumen yang digunakan
berupa alat perekam (Tape Recorder) sehingga data-data yang
diperlukan terjaring secara keseluruhan.

Oleh karena itu,

visualisasi ini perlu diterjemahkan ke dalam bahasa tulis, tentu


sekali dalam penelitian ini digunakan instrumen pengumpulan
data berupa tabel penyaring yang terkait resepsi masyarakat di
Sumenep pada himpunan puisi Talken Koneng karya Alfaizin
Sanasren.

29

Data

d. Analisis Data
1) Teknik Analisis Data
Analisis

data

adalah

proses

mengatur

urutan

data

,mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan


satuan uraian dasar. Teknik analisis data merupakan teknik
berikutnya setelah tahap pengumpulan data. Data yang sudah
ada kemudian dikelompokkan dan dianalisis berdasarkan teknik
yang ada. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk
menganalisis data adalah teknik analisis penyusunan satuan.
Loncoln dan Guba (dalam Afifuddin dan Saebani, 2012:146)
mengatakan

bahwa

penyusunan

satuan

adalah

proses

membaca dan mempelajari secara teliti seluruh jenis data yang


terkumpul

setelah

itu

mengidentifikasinya

kemudian

mengklasifisikasikannya, Teknik ini digunakan karena sangat


efektif dan mendukung tercapainya tujuan penelitian.
2) Prosedur Analisis Data

30

Adapun langkah-langkah analisis data yang akan peneliti


lakukan di sini setidaknya ada empat langkah sebagai berikut:
a) Data dikumpulkan berdasarkan kerangka bertlkir (teori) yang
digunakan peneliti
b) Data

diseleksi

agar

ditemukan

data

yang

relevan

dengan fokus pembahasan.


c) Data disusun sesuai alur peneliti.
d) Data

ditafsirkan

(diinterpretasikan)

sesuai

dengan

konteks yang dikembangkan peneliti.


3) Instrumen Analisis Data
Dalam proses perolehan data, peneliti melakukan wawancara.
Instrumen yang digunakan berupa pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut:
1) Bagaimana tanggapan masyarakat akademik di Sumenep
pada himpunan puisi Talken Koneng karya Alfaizin
Sanasren ?
2) Bagaimana tanggapan sastrawan di Sumenep pada
himpunan puisi Talken Koneng karya Alfaizin Sanasren ?
Hasil dari wawancara tersebut kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa tulis dengan menggunakan instrumen analisis data
berupa tabel seperti di bawah ini.

31

No

Data Resepsi

Kode

Masyarakat Akademik

Sastrawan

I. Jadwal Penelitian

No

Kegiatan

1 Merancang
proposal
2. Penulisan
proposal
3. Menjaring data
4

Mendiskusikan
dengan teman
sejawat

Menganalisis
5. data dan
menyimpulkan
6

Menyusun
laporan

7.

Menyampaikan
laporaan

Minggu ke1

6 7

8 9

10 11 12 13

32

DAFTAR PUSTAKA
Alfaizin. 2012. Talken Koneng .Jakarta: Rofa Media.

Afifuddin, Saebeni, Beni Ahmad. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif.


Bandung: Pustaka Setia
Eagleron, Terry. 2010. Teori Sastra Sebuah Pengantar Komprehensif.
Yogyakarta: Jala Sutra.
.Faruk. 2012. Pengantar Teori Sastra Dari Strukturalisme Genetik Sampai
Post-Modern. Yogyakarta: Puataka Pelajar.
Jabrohim. 2012. Teori Penelitian Sasatra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Maryani, Yani dan Mumu. 2005. Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia:
Ringkasan Materi Lengkap. Contoh Soal-Jawab, dan Soal-soal
latihan UNAS. Bandung: Pustaka Setia.

Moloeng, lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:


Remaja Rosda Karya.

Pradopo, Rahmad Djoko. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik


dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pradopo, Rahmad Djoko. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah


Mada University Perss.

Priyanti, Endah Tri.2010. Membaca Sastra Dengan Literari Kritis.


Jakarta: Bumi Aksara.

Purba, Anita.2010. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

33

Ratna, Nyoman Kutha.2011. Sastra dan Kultur Studies: Representasi


Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: pustaka Pelajar.

2012.Teori, Metode, Teknik, Penelitin Sastra.Yogyakarta:


Puastaka
Pelajar.

2011. Estetika Sastra dan Budaya.Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

_______2011. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

2011. Antropologi Sastra Peranan Unsur-Unsur Kebudayaan


dalam Proses Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Semi, Atar .1989. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa

Sisawantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra: Analisis Struktur Puisi.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Susanto, Dwi. 2012. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Caps

Anda mungkin juga menyukai