Anda di halaman 1dari 30

Manajemen Pelayanan Kesehatan

Penyusunan dan Penganggaran Kesehatan


Terpadu (P2KT)

Putri Khrisna Sampoerna


P2.31.33.1.12.033
No Absen : 17
DIV-Epidemiologi

Politeknik Kesehatan Negeri Jakarta II


Jurusan Kesehatan Lingkungan

I.

PERENCANAAN KESEHATAN DAERAH TERPADU

Lima kegiatan pokok dalam penyusunan rencana terpadu dalam program


kesehatan adalah sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)

Analisis situasi dan perumusan masalah


Penentuan tujuan
Identifikasi kegiatan
Penyusunan rencana operasional
Integrasi perencanaan

A. ANALISIS SITUASI
Ada 4 output utama analisis situasi, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Deskripsi masalah
Kinerja sistem pelayanan/program kesehatan
Faktor resiko lingkungan
Faktor resiko perilaku

1) Deskripsi masalah
Deskripsi masalah menggunakan prinsip dan metode epidemiologi, yaitu:
a)
b)
c)
d)
e)

Merumuskan dan mengukur besaran masalah serta


Distribusinya menurut kelompok penduduk
Distribusinya menurut tempat
Distribusinya menurut waktu (musim)
Kemungkinan sumber penyakit tersebut

Untuk masing-masing masalah kesehatan, biasanya sudah ada ukuran baku


untuk menggambarkan ukuran besar masalah penyakit tersebut, seperti
AMI/API untuk malaria, prevalens untuk masalah gizi, KIA, TB dan Pneumonia,
dll.
Distribusi menurut kelompok penduduk bisa:
a) Menurut kelompok umur (ibu, balita, anak sekolah)
b) Menurut kelompok kelamin (laki, perempuan),
c) Menurut kelompok strata ekonomi (miskin, non-miskin,

kuintil

pengeluaran),
d) Menurut kelompok jenis pekerjaan (buruh tani, industri, perdagangan,
nelayan, dll).

Distribusi menurut tempat dalam konteks kabupaten sebaiknya dibagi


menurut :
a) Kecamatan atau
b) Wilayah kerja puskesmas.
Distribusinya menurut waktu menunjukkan pola kejadian penyakit tersebut
menurut musim atau bulan tertentu sepanjang tahun. Deskripsi sumber
penyakit didasarkan pada hasil survei atau pengalaman empiris tentang
sumber penyakit bersangkutan. Misalnya tbc bersumber pada kontak dengan
penderita, malaria bersumber pada spesies anopheles tertentu dan parasit
malaria tertentu, DBD bersumber pada nyamuk aedes yang bertelur di
tempat perteluran yang khas, ISPA berkaitan dengan polusi dalam ruangan
rumah atau wabah campak, kurang yodium bersumber pada kualitas garam
dan air minum dan makanan, perdarahan pada saat persalinan bersumber
pada anemia ibu hamil, dll.
Sumber data untuk deskripsi masalah kesehatan ini antara lain adalah
sebagai berikut:

Laporan Puskesmas
Laporan Rumah Sakit
Laporan program
Hasil Surkesda
Hasil analisis data Susenas - Dll

2) Kinerja/sistem pelayanan dan program kesehatan


Hal berikutnya yang perlu dianalisis adalah kinerja program dan sistem
pelayanan yang berkaitan dengan masalah bersangkutan. Fokus analisis ini
adalah sebagai berikut:
1. Kinerja/output:
a) Usahakan memperoleh trend output dari tahun ke tahun
b) Apakah output program/pelayanan sesuai dengan target

c) Kalau tidak, lakukan analisis untuk mengetahui sebab-sebabnya d.


Kalau berhasil atau melebihi target, jelaskan juga sebab-sebabnya
2. Proses:
a) Apakah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana tahunan
b) Kalau tidak sebutkan kegiatan yang mana
c) Jelaskan sebabnya
d) Juga lakukan analisis terhadap proses manajerial seperti:
d.1. supervisi
d.2. kordinasi dan integrasi lintas program
d.3. kordinasi dan integrasi lintas sektor
d.4. peran fihak swasta
d.5. peran masyarakat
3. Input:
a) Lakukan analisis tentang kecukupan input (tenaga, dana, alat, obat,
dll)
b) Apakah ketersediaan input tersebut tepat waktu
c) Apakah ada input yang tidak terserap/tidak terpakai, dan jelaskan
kenapa
3) Faktor resiko lingkungan
Analisis faktor resiko lingkungan (sebagaimana halnya dengan resiko
perilaku) bertujuan untuk mengetahui sumber penyakit (faktor yang
berkaitan langsung dengan kejadian penyakit) dan juga mengetahui faktor
lain yang tidak langsung berkaitan dengan kejadian penyakit. Misalnya
nyamuk malaria adalah sumber penyakit (faktor yang berkaitan langsung
dengan kejadian malaria) sedangkan adanya genangan air (misalnya laguna)
adalah faktor yang secara tidak langsung berkaitan dengan kejadian
malaria).
Data yang perlu ditelaah dalam identifikasi faktor resiko lingkungan adalah
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hasil surveilans
Laporan Puskesmas
Hasil survey khusus dan OR
Data kegiatan pembangunan (dari Pemda)
Laporan masyarakat/mass media/LSM
Pengamatan oleh staff Dinkes

7. Dll

Lakukan

analisis

untuk

mengidentifikasi

apakah

ada

faktor

lingkungan yang berkontribusi terhadap masalah bersangkutan.


Kemudian lakukan analisis untuk mengetahui fihak/sektor mana yang
relevan untuk melakukan intervensi terhadap faktor tersebut (misalnya
sektor kesehatan, pertanian, pendidikan, dll).
4) Faktor resiko perilaku
Data yang perlu ditelaah dalam identifikasi faktor resiko perlaku adalah
sebagai berikut:
1. Analisis data Susenas (tentang pola pencarian pengobatan, dll)
2. Hasil survey khusus dan OR (misalnya tentang pola pencarian
pertolongan persalinan, dll)
3. Laporan masyarakat/mass media/LSM
4. Pengamatan oleh staff Dinkes
5. Laporan Puskesmas Lakukan analisis untuk mengidentifikasi apakah
ada faktor perilaku yang berkontribusi terhadap masalah yang
bersangkutan.
Kemudian lakukan analisis untuk mengetahui fihak/sektor mana yang
relevan untuk melakukan intervensi terhadap faktor tersebut (misalnya
sektor kesehatan, pendidikan, agama, dll)

B. PENENTUAN TUJUAN
Dalam istilah perencanaan, tujuan program bisa berupa
a) Outcome atau hasil dan
b) Output atau keluaran (lihat definisi istilah seperti telah disampaikan
dimuka).
Tujuan untuk mencapai sejumlah output disebut target. Untuk itu sekali lagi
tabel dimuka disampaikan disini:

Tujuan yang berkaitan dengan pencapaian sejumlah output (target) sering


juga disebut sebagai tujuan khusus. Sedangkan tujuan yang berkaitan
dengan outcome disebut tujuan umum.
1) Tujuan umum, atau tujuan pencapaian outcome berkaitan dengan
perbaikan

derajat

kesehatan,

yaitu

penurunan

morbiditas

dan

mortalitas. Penentuan tujuan ini mengacu pada rumusan masalah


kesehatan bersangkutan. Misalnya menurunnya AMI/API dalam program
malaria, menurunkan prevalens pneumonia balita, menurunkan angka
anemia ibu hamil, menurunkan angka kurang gizi anak sekolah, dll.
2) Tujuan khusus - atau pencapaian target output, berkaitan dengan
perbaikan kinerja program. Penentuan tujuan ini mengacu pada
rumusan kinerja program. misalnya 31 Program Immunisasi campak Gizi
balita Kegiatan Pencatatan sasaran, sweeping immunisasi Penimbangan
balita Input Jurim, vaksin, cold chain, biaya transport Petugas gizi, dacin,
PMT

pemulihan,

biaya

transport

Output

Target

Outcome

Balita

diimunisasi 90% balita di immunisasi KLB campak tidak terjadi Balita


ditimbang 100% balita KEP Balita menurun untuk meningkatkan
penyemprotan nyamuk malaria, meningkatkan cakupan immunisasi,
meningkatkan

temuan

kasus

dan

pengobatan

pneumonia,

meningkatkan cakupan penimbangan bayi dan balita, dll.


Untuk

tingkat

daerah,

ada

program-program

yang

tujuan

umumnya

(outcome) hanya bisa dinyatakan secara kualitatif, misalnya "menurunkan

angka kematian bayi". Rumusan tujuan khusus (target output) harus spesifik,
yaitu:
1.
2.
3.
4.

Ada rumusan kuantitatif


Jelas sasaran penduduknya
Jelas sasaran lokasinya
Jelas sasaran (target) waktu pencapaiannya

Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan tujuan


program, yaitu sebagai berikut:

Target atau tujuan yang merupakan komitmen nasional


Target atau tujuan yang merupakan komitmen global
Tujuan progam lima tahunan seperti ditetapkan dalam

Renstra

Kesehatan Daerah.
Namun pada tataran operasional, penentuan tujuan secara kuantitatif harus
realistis., artinya sesuai dengan realita masalah didaerah serta kemampuan
daerah

untuk

mencapainya.

Agar

realistis,

hal-hal

berikut

ini

perlu

dipertimbangkan dalam merumuskan tujuan:


1. Trend (kecenderungan) kinerja tahun-tahun sebelumnya
2. Kemungkinan perubahan dalam sistem sistem kesehatan (internal)
a. adanya penambahan atau pengurangan tenaga
b. adanya prospek penambahan atau pengurangan dana
c. adanya prospek penambahan atau pengurangan obat/bahan sserta
peralatan
3. Kemungkinan perubahan diluar kesehatan (eksternal)
a. prospek perubahan kebijakan politik dan pembangunan daerah
b. prospek musim

Pada

diagram

diatas

disampaikan

contoh

penggunaan

trend

(kecenderungan) masa lalu dalam penentuan tujuan tahun yang akan


datang. Dari kinerja tahun-tahun sebelumnya, bisa dibuat garis linier yang
merupakan kecenderungan kenaikan kinerja. Kalau diperkirakan tidak ada
hal-hal istimewa yang akan terjadi di tahun mendatang, maka dapat
diasumsikan bahwa target tahun depan yang paling realistis adalah
mengikuti trend tahun-tahun sebelumnya.
Namun apabila diperkirakan akan terjadi hal-hal khusus, maka target atau
tujuan tahun depan bisa menyimpang dari trend tersebut. Penyimpangan
tersebut bisa berupa penurunan atau kenaikan.
Diagram berikut menjelaskan langkah-langkah untuk menetapkan tujuan
(target) program untuk tahun mendatang.

Pertama, dasar penentuan tujuan untuk tahun mendatang adalah perkiraan


tentang keadaan akhir tahun sebelumnya, dengan catatan bahwa tahun
yang berjalan adalah

menjadi

"tahun yang lalu"

bagi

posisi tahun

mendatang. Jadi misalnya tujuan (target) persalinan oleh tenaga terlatih


untuk tahun mendatang harus didasarkan pada perkiraan % persalinan oleh
tenaga terlatih pada akhir tahun yang sedang berjalan.
Kedua, perlu dipertimbangkan tujuan/target nasional yang akan dicapai
untuk tahun mendatang. Angkanya bisa diperoleh dari dokumen RPJM dan
hasil Rakerkesnas.
Ketiga, juga perlu dipertimbangkan target tahun mendatang seperti mungkin
sudah ditetapkan dalam Renstrakes Daerah.
Dengan tiga informasi tersebut, ditetapkan target program dengan judgment
(perkiraan). Hasilnya adalah rumusan tujuan/target awal atau sementara.
Selanjutnya, rumusan tujuan awal tersebut perlu ditelaah apakah cukup
realistis atau tidak. Ini dapat dinilai dengan melihat
a) Trend kinerja tahun-tahun sebelumnya,

b) Kemungkinan perubahan mendasar dalam lingkungan internal dinas


kesehatan/puskesmas dan
c) Kemungkinan perubahan dalam lingkungan eksternal.
Setelah semua itu dipertimbangkan, barulah ditetapkan rumusan tujuan
yang sebenarnya yang akan dicapai tahun mendatang.

C. IDENTIFIKASI KEGIATAN
Identifikasi kegiatan sangat penting dalam perencanaan karena kaitannya
yang erat dengan perhitungan kebutuhan anggaran. Secara garis besar,
kegiatan dalam program kesehatan dapat dibagi lima, yaitu:
1. Kegiatan pelayanan individu
a. penemuan kasus (case finding)
b. pengobatan kasus (case treatment)
2. Kegiatan pelayanan masyarakat
a. kegiatan intervensi terhadap faktor resiko lingkungan
b. kegiatan intervensi terhadap faktor resiko perilaku
c. kegiatan mobilisasi sosial (kemitraan)
3. Kegiatan manajemen untuk mendukung 1 dan 2 , termasuk misalnya
sistem informasi, monitoring, supervisi, koordinasi, dll.
4. Kegiatan pengembangan/peningkatan kapasitas (untuk 1, 2 dan 3),
yaitu

kegiatan

mengembangkan
pelatihan,

untuk

memelihara

kapasitas

pembelian

alat,

program.

kapasitas
Termasuk

penambahan

program
disini

fasilitas,

dan

kegiatan
pengadaan

kenderaan, dll.
Untuk keperlukan penyusunan anggaran berbasis kinerja, kegiatan-kegiatan
program tersebut diatas dibagi dua kelompok kegiatan, yaitu:
1) Kegiatang langsung:
a. Pelayanan individu:
Temuan kasus
Pengobatan
Kegiatan Pengembangan
b. Pelayanan masyaralat:

Intervensi lingkungan
Intervensi perilaku
Mobilisasi masyarakat dan peran serta
Kegiatan Pengembangan

Agar lebih lengkap, sewaktu merumuskan kegiatan program, perlu dilihat


pedoman standar yang sudah baku seperti yang dipersiapkan oleh Depkes
RI/WHO, Unicef, dll. Beberapa contoh pedoman baku misalnya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pedoman MTBS
Pedoman Gebrak Malaria
Pedoman Tb-DOTS
Pedoman program immunisasi
Pedoman program gizi
Dll Dalam identifikasi kegiatan ini, langsung dilakukan identifikasi pelaku
potensial (fihak yang diperkirakan mampu dan sesuai untuk melakukan
kegiatan tersebut. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan matriks
seperti berikut:

2) Kegiatang tidak langsung:


a. Kegiatan rutin (perencanaan, monitoring, supervisi, evaluasi,dll)
b. Kegiatan pengembangan

Agar lebih lengkap, sewaktu merumuskan kegiatan program, perlu dilihat


pedoman standar yang sudah baku seperti yang dipersiapkan oleh Depkes
RI/WHO, Unicef, dll. Beberapa contoh pedoman baku misalnya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

pedoman
pedoman
pedoman
pedoman
pedoman
dll

MTBS
Gebrak Malaria
Tb-DOTS
program immunisasi
program gizi

Dalam identifikasi kegiatan ini, langsung dilakukan identifikasi pelaku


potensial (fihak yang diperkirakan mampu dan sesuai untuk melakukan
kegiatan tersebut. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan matriks seperti
berikut:

Semua kegiatan yang akan dilakukan oleh sektor kesehatan selanjutnya


diuraikan dalam rencana operasional dan kemudian juga diterjemahkan
dalam rencana anggaran.
Sedangkan untuk semua kegiatan yang dapat dan perlu dilakukan oleh
sektor lain, swasta dan masyarakat, Dinas Kesehatan perlu melakukn
mobilisasi kemitraan dan advocacy.

D. PENYUSUNAN RENCANA OPERASIONAL


Dari hasil analisis sebelumnya, kemudian disusun rencana operasional yang
isinya adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

daftar kegiatan
output masing-masing kegiatan tersebut
lokasi/tempat kegiatan
jadwal pelaksanaannya (mulai dan berakhir)
penanggung jawab pelaksana kegiatan tersebut (perorangan atau unit
organisasi)

Dalam menyusun jadwal kegiatan, harus diperhatikan keterkaitan dan


ketergantungan antara kegiatan. Rangkuman jadwal kegiatan dalam satu
tahun dapat disampaikan dalam bentuk Gant Chart

E. INTEGRASI RENCANA

Setelah selesai, perlu dillihat kembali apakah ada dari rencana kegiatan
tersebut yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan lain (dalam program
yang bersangkutan) atau dengan kegiatan dari program lain.
Dalam melakukan integrasi kegiatan ini, beberapa hal perlu diperhatikan,
yaitu sebagai berikut:
1. Apakah antara kegiatan yang berbeda ada kesamaan sasaran (kesamaan
populasi dan kesamaan wilayah/lokasi)
2. Apakah antara kegiatan yang berbeda ada kesamaan jadwal
3. Apakah antara kegiatan yang berbeda ada kesamaan output kegiatan
Apabila ada kesamaan, lakukan analisis apakah kegiatan tersebut dapat
diintegrasikan (dalam satu program).
Untuk integrasi kegiatan lintas program, secara teoretis kemungkinan
integrasi umumnya terdapat pada kegiatan penunjang (kegiatan tidak
langsung), yaitu :
(b) kelompok kegiatan manajemen dan
(c) kelompok kegiatan pengembangan.
Artinya ada kemungkinan kegiatan manajemen dan kegiatan penunjang
yang sekaligus bermanfaat untuk program yang berbeda-beda. Supervisi,
sistem informasi, pelatihan, dan pengadaan alat adalah contoh kegiatan
manajemen

dan

pengembangan

yang

mungkin

diintegrasikan

untuk

beberapa program kesehatan yang berbeda. Kalau ditemukan kemungkinan


integrasi kegiatan, maka rencana kegiatan untuk program bersangkutan
perlu dirubah. Pastikan bahwa kegiatan tersebut dialihkan ke program lain.
RINGKASAN:
Saling keterkaitan antara langkah-langkah perencanaan terpadu

Semua langkah-langkah penyusunan rencana seperti telah disampaikan


dimuka dapat diringkaskan seperti diagram berikut ini.

Dalam diatas diperlihatkan bahwa secara garis besar, ada empat langkah
utama dalam penysunan rencana program terpadu, yaitu sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Analisis situasi
Penetapan tujuan
Identifikasi kegiatan
Penyusunan rencana operasional Hasil analisis situasi dipergunakan
sebagai dasar untuk menentukan besaran tujuan.

Ada dua jenis tujuan, yaitu:


1. Tujuan

yang

berkaitan dengan

"outcome",

misalnya

menurunkan

morbiditas (prevalens dan insidens) dan menurunkan mortalitas


2. Tujuan yang berkaitan dengan output program, misalnya meningkatkan
temuan kasus dan pengobatan, meningkatkan cakupan immunisasi,
meningkatkan cakupan penimbangan bayi, dll.

Hasil analisis situasi dan perumusan tujuan dipergunakan sebagai dasar


dalam penentuan atau identifikasi kegiatan. Secara garis besar ada dua
kelompok kegiatan, yaitu:
1. Kegiatan langsung, yang terdiri dari 3 jenis sub-kegiatan yaitu:
a. Penemuan kasus dan pengobatan
b. Intervensi terhadap faktor lingkungan
c. Intervensi terhadap faktor perilaku
2. Kegiatan tidak langsung, yaitu: kegiatan manajemen untuk menunjang
3.

ke tiga kegiatan langsung tersebut diatas


kegiatan pengembangan dan innovatif untuk menunjang kegiatan
langsung maupun kegiataan manajemen

II.

PENYUSUNAN ANGGARAN TERPADU BERBASIS KINERJA

1 PRINSIP PENYUSUNAN ANGGARAN


Dalam penyusunan anggaran secara terpadu, ada TUJUH hal yang harus
diperhatikan, yaitu bahwa:
1) Anggaran disusun untuk semua program (menyeluruh) yang menjadi
tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2) Kebutuhan
anggaran
untuk
masing-masing
diperhitungkan secara "bottom up"

program

tersebut

3) Alokasi anggaran harus terpadu dan seimbang, yaitu untuk unit yang
melaksanakan

kegiatan

penunjang

dan

unit

yang

melaksanakan

kegiatan langsung (pelayanan).


4) Alokasi anggaran harus terpadu dan seimbang antara anggaran
investasi dengan anggaran operasional dan pemeliharaan.
5) Sumber anggaran untuk program-program tersebut beragam, yaitu
anggaran pusat, propinsi, kabupaten/ kota dan masyarakat/ swasta.
6) Mata anggaran dalam masing-masing sumber juga beragam.
7) Ada mata anggaran yang bisa dimanfaatkan secara bersama antara
program (sharing) seperti anggaran supervisi, alat tertentu, dll. Mata
anggaran

seperti

ini

perlu

diintegrasikan

antara

program

untuk

mencegah tumpang tindih dan inefisiensi.


Landasan pikir ke tujuh hal tersebut diatas adalah bahwa pembangunan
kesehatan kabupaten harus bersifat lintas program, dan bahkan lintas
sektor, yang bisa bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Atau
dari perspektif lain, pembangunan kesehatan harus menyangkut intervensi
di

bidang

lingkungan,

perilaku

dan

gaya

hidup,

kependudukan

dan

pelayanan kesehatan individual dan masyarakat. Dari perspektif ini, semua


program hendaknya mendapat alokasi anggaran sesuai dengan target
program tersebut masingmasing.
Selain itu, program dan pelayanan kesehatan adalah suatu produk dari
kegiatan-kegiatan

langsung

(pelayanan

kesehatan)

dan

kegiatan

tak

langsung atau penunjang. Kegiatan langsung umumnya dilakukan oleh


fasilitas pelayanan (Puskesmas dan Rumah Sakit dan program pelayanan di
lapangan atau di tengah masyarakat), sedangkan kegiatan tidak langsung
atau penunjang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dalam bentuk pelatihan,
kordinasi, supervisi, dll. Dari perspektif ini, maka semua unit-unit (langsung
dan penunjang)

juga harus mendapat alokasi yang mencukupi dan

seimbang, sesuai dengan bobot kegiatannya masing-masing.


Suatu proses produksi (misalnya produksi pelayanan kesehatan atau
kegiatan

program

kesehatan

masyarakat),

selalu

memerlukan

biaya

investasi dan biaya operasional serta pemeliharaan. Dari perspektif ini, maka
alokasi untuk mata anggaran investasi, operasional dan pemeliharaan juga
harus seimbang.
2. MASALAH ATAU "PENYAKIT" PEMBIAYAAN KESEHATAN
Dalam menyusun anggaran program kesehatan, perlu dicegah terjadinya
"penyakit" anggaran kesehatan yang banyak terjadi pada masa lalu. Ada
sepuluh masalah yang perlu diketahui dan dicegah untuk terjadi, yaitu
sebagai berikut:
(1) Anggaran kesehatan terlalu kecil
Analisis
pembiayaan
kesehatan

dibanyak

daerah

umumnya

menunjukkan alokasi untuk kesehatan dibawah kebutuhan normatif,


yaitu dibawah US$ 12/kapita pertahun.
(2) Realisasi terlambat
Selama ini realisasi anggaran sering sangat terlambat sampai bulan
Juli/Agustus. Kosekuensinya adalah beban kerja yang sangat berat bagi
daerah - yang sebetulnya tidak realistis - yaitu untuk menyerap
anggaran

tersebut

dalam

jangka

waktu

yang

tidak

normal.

Keterlambatan realisasi ini umumnya terjadi dengan anggaran yang


berasal dari pusat, seperti DAK, Dana dekonsentrasi, Tugas Perbantuan
dan JPKMM.
(3) Anggaran terfragmentasi
Anggaran kesehatan Daerah berasal dari beberapa sumber: DAU, DAK,
Dana Dekonsentrasi, Dana Tugas Perbantuan, JPK-MM, Pinjaman, dll.
Dana yang berasal dari pusat umumnya terfragmentasi dan Daerah
tidak memiliki kewenangan untuk melakukan konsolidasi anggaran.
(4) Kecenderungan untuk belanja fisik
Dana DAK dan TP peruntukannya adalah untuk belanja barang modal
(fisik). Dibeberapa daerah dana APBD juga cenderung untuk belanja
fisik (misalnya membangun sarana kesehatan dan pengadaan alat).
(5) Biaya operasional tidak cukup
Akibat dari butir (4), maka program kesehatan kekurangan biaya
operasional.

Program

pelayanan

kesehatan

memerlukan

biaya

operasional obat/bahan. Program kesehatan masyarakat memerlukan


biaya operasional untuk perjalanan dan kegiatan-kegiatan diluar
gedung. Ketidak cukupan biaya operasional ini menyebabkan kinerja
pelayanan tidak optimal, baik dari segi jumlahnya maupun dari segi
mutunya.
(6) Fenomena pyramida terbalik
Masalah lain adalah terserapnya anggaran untuk kegiatan-kegiatan
penunjang

dan

administratif,

seperti

biaya

pertemuan,

biaya

perjalanan ke propinsi, biaya pelatihan di Kabupaten ataupun di


Propinsi. Sedangkan untuk kegiatan ditingkat bawah, misalnya untuk
kegiatan Musrenbang tingkat desa dan kecamatan, mobilisasi peran
serta dll, seringkali Puskesmas mendapat kesulitan membiayainya.
(7) Lemahnya kaitan antara anggaran dengan kinerja
Walaupun sistem anggaran berbasis kinerja sudah diperkenalkan untuk
diterapkan, masih banyak mata anggaran yang sulit dijelaskan
hubungan

logisnya

dengan

kinerja

atau

output

program.

Ini

disebabkan antara lain karena semakin besarnya porsi anggaran pusat


(APBN) dalam anggaran kesehatan daerah. Dana dekonsentrasi
misalnya, sebagian besar dipergunakan untuk berbagai macam
pelatihan. Apakah pelatihan tersebut kemudian meningkatkan cakupan
program ?
(8) Cenderung untuk kuratif
Kecenderungan pelayanan kuratif menyerap sebagian besar anggaran
adalah masalah khronis dalam pembiayaan kesehatan. Pembangunan
RS, pembelian alat medis, pengadaan obat dan bahan, adalah jenisjenis mata anggaran yang menyerap banyak anggaran kesehatan
daerah. Sedangkan program kesehatan masyarakat seperti Promkes,
Kesling, surveilans epidemilogi, mendapat alokasi anggaran yang
relatif sangat kecil.
(9) Peruntukan kaku
Sampai sekarang (2006) memang desentralisasi belum sepenuhnya
diterapkan. Bahkan dari segi perimbangan anggaran pusat dan
daerah, ada tanda-tanda semakin kuatnya proses resentralisasi

keuangan (fiscal recentralization). Tanda-tandanya adalah kenaikan


anggaran DAK, TP dan Dekonsentrasi yang menyolok pada tahun 2005
dan 2006. Peruntukkan anggaran pusat ini (APBN) adalah untuk
peningkatan kapasitas (capacity building) dan tidak untuk biaya
operasional dan pemeliharaan. Anggaran pusat tersebut adalah
"fragmented

budget"

mengkonsolidasikan

yang

kaku,

karena

anggaran-anggaran

daerah

tersebut.

tidak
Jadi

boleh
dalam

mengelola anggaran pusat tersebut, daerah/dinas kesehatan hanya


berfungsi sebagai administrator anggaran sesuai Juknis.
(10) "Bocor"
Tidak bisa disangkal bahwa kebocoran juga terjadi dalam pengelolaan
pembiayaan kesehatan.
Dengan memahami sepuluh masalah pembiayaan kesehatan tersebut diatas,
diharapkan dalam pelaksanaan P2KT semua itu dapat dicegah atau dikurangi
seminimal mungkin.
3. PENGANGGARAN MENYELURUH, TERPADU DAN SEIMBANG
Dalam Pokok Bahasan Perencanan disampaikan prinsip dan langkah-langkah
perencanaan program kesehatan Kabupaten/Kota secara terpadu. Hasilnya
antara lain adalah rencana program yang akan dilaksanakan serta target
yang hendak dicapai selama tahun mendatang. Cara-cara menyusun
program seperti penentuan target kinerjanya, jenis intervensinya dan
rencana operasionalnya telah disampaikan dalam Pokok Bahasan-1.
Teknik atau cara untuk menghitung kebutuhan biaya operasional masingmasing program tersebut, didasarkan pada kebutuhan riel di lapangan serta
target yang hendak dicapai. Perkiraan kebutuhan anggaran tersebut dapat
diringkaskan

dalam

Tabel-1.

Tabel

ini

merupakan

suatu

rangkuman

menyeluruh tentang kebutuhan biaya.


Pada Tabel-1 dapat dilihat berapa jumlah kebutuhan anggaran untuk
kegiatan penunjang, yaitu kegiatan manajemen dan pengembangan yang

umumnya

dilakukan

oleh

Dinas

Kesehatan

dan

Puskesmas.

Dalam

penyusunan anggaran, perlu dilakukan telaahan kemungkinan memadukan


beberapa

kegiatan

penunjang

yang

dilakukan

oleh

Dinas

Kesehatan

sekaligus untuk beberapa program. Oleh sebab itu, kolom total untuk
anggaran Dinas Kesehatan bisa berubah-ubah tergantung dari sejauh mana
keterpaduan bisa dilakukan.
Sebagai contoh, anggaran perjalanan Dinas Kesehatan untuk supervisi
program bisa dipadukan antara beberapa program, sehingga jumlahnya
menjadi lebih kecil. Upaya inilah yang disebut sebagai penganggaran
terpadu.
Selanjutnya, dalam proses penganggaran juga diusahakan agar kebutuhan
biaya investasi dan operasional juga terpenuhi secara seimbang. Untuk
masing-masing program, Tabel berikut menjelaskan komponen-komponen
biaya yang lazim diperlukan dalam program kesehatan.

Semua yang diuraikan diatas adalah proses untuk menjamin terlaksananya


empat dari tujuh hal yang disebutkan diatas, yaitu (1) penganggaran
menyeluruh untuk semua program, (2) kebutuhan anggaran ditetapkan
secara "bottom up", (3) terpadu dan seimbang antara unit penunjang dan
unit pelayanan dan (4) terpadu dan seimbang antara anggaran investasi dan
operasional/pemeliharaan. Selanjutnya untuk tiap program yang diusulkan,
seluruh komponen biaya tersebut di atas perlu dihitung.
4. KOORDINASI ANGGARAN DARI BERBAGAI SUMBER
Prinsip lain dalam penganggaran terpadu adalah koordinasi sumber-sumber
pembiayaan. Selama ini perencanaan kesehatan kabupaten/ kota belum
mengkordinasikan anggaran yang berasal dari berbagai sumber. Koordinasi

anggaran dalam penganggaran terpadu menurut konsep P2KT adalah


koordinasi menyeluruh. Untuk itu diperlukan beberapa hal yaitu:

Adanya rencana kebutuhan pembiayaan yang menyeluruh yang dapat


dinamakan sebagai "master budget requirement" kabupaten/ kota serta

"master budget RS')


Adanya informasi pembiayaan kesehatan kabupaten yang menyeluruh
(dibahas dalam topik tentang 'District Health Account' (DHA) yang
dikembangkan oleh Biro Perencanaan bersama FKMUI)

5. ANGGARAN BERBASIS KINERJA


a. Anggaran Berbasis Jenis Belanja dan Anggaran Berbasis Kinerja
Dalam teori penyusunan anggaran dikenal istilah "line item budgeting" dan
"performance budgeting". Line item budgeting berorientasi pada input, yaitu
"item"

atau

barang/jasa

yang

akan

dibiayai.

Pendekatan

"line

item

budgeting" ini dominan dalam sistem anggaran melalui DIP/DIP yang sudah
ditinggalkan. Kelemahannya adalah ketidak jelasan hubungan antara belanja
barang dan jasa tersebut dengan output atau kinerja program.
"Performance budgeting" (anggaran berbasis kinerja) didasarkan pada hasil
proses perencanaan yang realistis dan sistematis. Proses perencanaan
tersebut akan menjamin adanya kesinambungan dan konsistensi antara (1)

masalah, (2) tujuan, (3) kegiatan, (4) output atau kinerja kegiatan, dan (5)
input yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Anggaran berbasis kinerja oleh sebab itu didasarkan pada butir (4) diatas,
yaitu nilai rupiah semua input yang diperlukan untuk kegiatan program, yaitu
butir (3) Ciri lain dari anggaran berbasis kinerja adalah keseimbangan antara
anggaran untuk kegiatan pelayanan langsung dengan kegiatan penunjang.
Dalam

penyusunan

rencana

terpadu,

memang

dijaga

agar

kegiatan

pelayanan langsung betul-betul sesuai dengan kebutuhan. Ada sinyalemen


bahwa dalam program kesehatan terlalu banyak kegiatan tidak langsung
yang dilakukan seperti rapat kordinasi, pelatihan, seminar/lokakarya, jasa
konsultan, dll.
b. Anggaran

Berbasis

Kinerja

dan

keseimbangan

antara

mata

anggaran
Sejak

2002,

pemerintah

(Mendagri)

menetapkan

sistem

penyusunan

anggaran berbasis kinerja (SK Mendagri No.29/2002. Tujuannya adalah untuk


menyeimbangkan anggaran untuk (1) kegiatan aparatur dan (2) kegiatan
pelayanan publik. Masing-masing kelompok anggaran tersebut, lebih lanut
dibagi dalam (a) Belanja Administrasi Umum, (b) Belanja Operasional dan
Pemeliharaan dan (c) Belanja Barang Modal.
Formatnya secara umum adalah sebagai berikut:

Pada tahun 2005 dikeluarkan PP No. 58 disusul dengan Permengrasi No.


13/2006 yang menguraikan tentang 9 jenis/klasifikasi belanja sebagai
berikut.

c. Sumber keuangan daerah


1) Dana Perimbangan
a. Dana bagi hasil (pajak dan bukan pajak)
b. DAU
c. DAK
2) PAD
3) Dana dekonsentrasi
4) Dana Tugas Perbantuan
5) Dana Pinjaman (loan)
6) Dana Bantuan (grant, hibah)
d. Jenis/klasifikasi belanja dalam keuangan daerah (PP No. 58/2005)
1) Belanja pegawai
Termasuk gaji, tunjangan, hoborarium, lembur, kontribusi sosial, dll
2) Belanja barang dan jasa
Barang habis pakai termasuk barang dan jasa keperluan kantor, jasa
pemeliharaan, ongkos perjalanan dinas
3) Belanja modal
Pembelian aset tetap dan aset lainnya yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 12 bulan. Termasuk tanah, peralatan, gedung, buku
perpustakaan, dll
4) Bunga
Pembayaran bunga hutang
5) Subsidi
Alokasi anggaran kepada perusahaan untuk membantu biaya produksi
agar harga jualnya terjangkau oleh masyarakat banyak
6) Hibah
Pemberian uang, barang dan jasa kepada pemerintah daerah lainnya,
perusahaan daerah, masyarakat, organisasi kemasayarakatan, bersifat
tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus

7) Bantuan sosial
Bantuan kepada

masyarakat

untuk

meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat, termasuk bantuan kepada partai politik sesuai dengan


undang-undang
8) Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan
Bagi hasil atas pendapatan daerah, misalnya bagi hasil pajak
kabupaten/kota untuk pemerintahan desa
9) Belanja tak terduga
Belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan
berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial;
termasuk

pengembalian

atas

pendapatan

daerah

tahun-tahun

sebelumnya.
Untuk menjamin bahwa besaran dan mata anggaran tersebut betul-betul
dikaitkan dengan kinerja, maka langkah awal sebelum penyusunan angaran
adalah menyusun rencana . Dalam penyusunan rencana tersebut, dilakukan
langkah-langkah sistematis sehingga terjamin kesinambungan logis antara
hal-hal sebagai berikut:
1. Besaran masalah yang dihadapi (program tertentu)
2. Besaran tujuan yang akan dicapai
3. Jenis kegiatan yang betul-betul relevan untuk mencapai tujuan
tersebut
Pada dasarnya, anggaran berbasis kinerja adalah bagaimana menghitung
dan mengalokasikan sejumlah anggaran yang cukup dan tepat sehingga
kegiatan tersebut bisa terlaksana, sehingga tujuan yang ditargetkan bisa
tercapai. Langkah-langkah menyusun anggaran program terpadu
1. Landasan dan prinsip dasar
Bahan dasar penyusunan anggaran berbasis kinerja adalah hasil akhir
penyusunan rencana program terpadu (Pokok Bahasan 1). Hasil akhir
tersebut adalah daftar kegiatan (1) langsung dan (2) tidak langsung yang
akan dilakukan oleh sektor/Dinas Kesehatan. Ringkasannya disampaikan
sebagai berikut:

1) Kegiatan pelayanan individu


a. Penemuan kasus (case finding)
b. Pengobatan kasus (case treatment)
c. Kegiatan pengembangan
2) kegiatan pelayanan masyarakat
a. Kegiatan intervensi terhadap faktor resiko lingkungan
b. Kegiatan intervensi terhadap faktor resiko perilaku
c. Kegiatan mobilisasi sosial/pemberdayaan masyarakat d. Kegiatan
pengembangam
3) Kegiatan manajemen untuk mendukung 1 dan 2
a. Kegiatan rutin (perencanaan, monitoring/supervisi, evaluasi, dll)
b. Kegiatan pengembangan
Untuk jelasnya, diagram yang sudah disampaikan dimuka (Pokok Bahasan
Perencanaan) disampaikan sekali lagi berikut ini.

Dari perspektif "fungsi produksi", Kegiatan Pelayanan Individu dan Kegiatan


Kesehatan

Masyarakat

kegiatan-kegiatan

disebut

tersebut

sebagai

langsung

"Kegiatan

menghasilkan

Langsung"
"output"

karena

program.

Sedangkan Kegiatan Manajemen disebut "Kegiatan Tidak Langsung" karena

sifatnya memberikan support (penunjang) terhadap ke dua jenis Kegiatan


Langsung diatas.
Kegiatan Pengembangan bisa berupa pembangunan gedung, pengadaan
alat, pelatihan dan pendidikan staff. Kegiatan ini bisa bersifat "Langsung"
bisa juga bersifat "Tidak Langsung", tergantung kegiatan mana yang
didukungnya.
Klasifikasi kegiatan seperti diatas penting untuk melakukan klasifikasi
anggaran, yaitu sebagai berikut:
a. Semua anggaran/biaya untuk kegiatan (a) pelayanan individu dan (b)
program kesehatan masyarakat disebut biaya langsung
b. Semua anggaran/biaya untuk kegiatan manajemen disebut biaya tidak
langsung
Dalam Pedoman Rencana Anggaran Satuan Kerja dan Cara Pengisiannya
(terlampir) ada beberapa prinsip atau patokan yang perlu diikuti, yaitu
sebagai berikut:
1. Anggaran yang disusun adalah anggaran untuk satuan kerja
Anggaran tersebut dibagi dalam kelompok, yaitu:
a. Anggaran belanja langsung per kegiatan satuan kerja
b. Anggaran belanja tidak langsung per satuan kerja
2. Harus disebutkan hal-hal sebagai berikut:
a. Nama program
b. Kegiatan
c. Lokasi kegiatan
d. Indikator & tolok ukur kinerja
(1) masukan
(2) keluaran
(3) hasil
(4) manfaat
(5) dampak
Untuk mengisi butir (3) diatas, dapat dibuka dokumen rencana terpadu yang
telah disusun sebelumnya (lihat modul P2KT tentang penyusunan rencana
program ). Oleh sebab itu, proses penyusunan rencana anggaran berbasis

kinerja adalah bagaimana mentransformasikan rencana kegiatan kedalam


nilai moneter.
2. Langkah-langkah
Untuk mentransformasikan rencana kedalam nilai moneter, langkah awal
adalah mengkonversi daftar kegiatan yang telah disusun (kegiatan langsung
dan penunjang) kedalam jenis dan jumlah input yang dibutuhkan. Dengan
perkataan lain, kebutuhan anggaran untuk kegiatan tersebut diasumsikan
sama dengan nilai input yang diperlukan untuk melaksanakannya. Dalam
konsep analisis biaya ini disebut sebagai "activity and input based costing
and budgeting".
Ada 6 langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun Anggaran Berbasis
Kinerja tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Langkah-1
Untuk setiap kegiatan yang telah disusun dalam proses perencanaan,
dilakukan

identifikasi

semua

jenis

input

yang

diperlukan

untuk

melakukan masing-masing kegiatan tersebut. Input tersebut bisa terdiri


dari:
a. Tenaga, b. Obat/bahan, c. ATK, d. Alat, e. dll
2. Langkah-2
Lakukan estimasi jumlah atau volume masing-masing input yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiataan bersangkutan
3. Langkah-3
Lakukan estimasi atau dapatkan informasi biaya satuan (UC) per input
dan kemudian hitung nilai totalnya = UC x jumlah input. Tentang UC ini,
sesuaikan dengan UC yang berlaku di daerah bersangkutan atau
sesuaikan dengan UC yang berlaku menurut sumber dana bersangkutan.
4. Langkah-4
Lakukan konversi item input agar sesuai dengan kode rekening Pedoman
Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja (lihat pedoman)
5. Langkah-5

Integrasi anggaran, yaitu melihat apakah ada jenis input (mata


anggaran)

yang

bisa

diintegrasikan

antara

kegiatan

yang

berbeda.Perhatian perlu diberikan pada


a. kegiatan manajemen dan
b. kegiatan pegembangan yang mungkin bisa di "share" oleh beberapa
kegiatan langsung.
Demikian juga, perlu dibandingkan rencana anggaran antara program
yang berbeda. Misalnya, apakah pembelian mikroskop untuk program
malaria bisa diintegrasikan dengan rencana pebelian mikroskop untuk
program tbc.
6. Langkah-6
Identifikasi sumber pembiayaan untuk masing-masing input tersebut

Dafar Pustaka:
Modul Penyusunan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT)
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI 2007

Anda mungkin juga menyukai