Anda di halaman 1dari 5

1

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Bumi ini kaya akan sumber daya alamnya, salah satu nya adalah
flora atau tumbuh-tumbuhan. Banyak sekali yang dapat dimanfaatkan dari
tumbuh-tumbuhan ini oleh manusia seperti bisa dijadikan bahan makanan,
bahan kerajinan bahkan bisa dijadikan bahan obat. Sebelum obat-obat
kimia berkembang secara modern, nenek moyang kita umumnya
menggunakan obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan untuk
mengatasi problem kesehatannya.
Tumbuhan obat-obatan tersebut banyak berasal dari rempahrempah dan sudah lama dikenal banyak mengandung senyawa fitokimia
yang bermanfaat dalam pencegahan maupun pengobatan penyakit.
Berbagai penelitian telah membuktikan manfaat komponen fitokimia
dalam tumbuhan rempah dan obat seperti jahe (Zingiber officinale
Roscoe),

kunyit

(Curcuma

domestica),

temulawak

(Curcuma

xanthorrhiza), lidah buaya (Aloe vera), mengkudu (Morinda citrifolia),


kayu secang (Caesalpinia sappan Linn.), dan pala (Myristica fragrans).
Komponen fitokimia dan pangan fungsional dikenal berhubungan dalam
pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit utama penyebab kematian
termasuk kanker, diabetes, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi,
serta penyakit lainnya seperti keropos tulang, fungsi pencernaan yang

abnormal dan arthritis. Pangan fungsional berbahan baku tanaman rempah


dan obat biasanya disajikan dalam bentuk minuman kesehatan, jamu,
minuman instan, jus, sirup, manisan, acar, dan lain-lain (Christina W. dan
Nanan Nurdjanah, 2005).
Di Indonesia yang masih kaya akan sumber daya alam nya sangat
mudah di jumpai tumbuhan rempah-rempah dan obat-obatan ini salah
satunya yang sering digunakan masyarakat sampai sekarang sebagai obat
adalah temulawak (Curcuma xanthorriza). Temulawak digunakan secara
tradisional untuk penambah nafsu makan, peluruh empedu, obat luka dan
gatal, antiradang, sesak nafas, antidiare dan merangsang keluarnya angin
perut. Sebagai obat luar digunakan sebagai lulur kecantikan dan
kosmetika. Secara umum temulawak digunakan untuk stimulansia, obatobatan, serta digunakan sebagai bumbu dapur. Adapun kandungan utama
temulawak yaitu kurkumin dan minyak atsiri berfungsi sebagai
antioksidan, antimikroba/bakteri, antikolesterol, dan antitumor. Ekstrak
kurkuminnya juga dapat mencegah kerusakan hati yang diinduksi alkohol,
sedangkan ekstrak kurkumanya dapat mencegah hepatotoksisitas dan dapat
menurunkan

semua

komposisi lipid

(trigliserida,

pospolipid dan

kolesterol) pada aorta dan kadar trigliserida pada serum secara ex vivo.
Temulawak dapat juga digunakan sebagai obat analgetik dan anti inflamasi
(Miftakhul H., 2008).
Banyaknya kandungan bahan-bahan berkhasiat pada temulawak
yang salah satu fungsinya bisa sebagai antimikroba/bakteri maka
tumbuhan ini sekiranya mampu mengobati beberapa penyakit infeksi yang

disebabkan mikroba/bakteri tertentu. Penyakit infeksi yang sekarang ini


banyak diderita masyarakat Indonesia sejak dulu dan masih merupakan
masalah kesehatan utama di seluruh dunia adalah infeksi pada saluran
pencernaan yang menyebabkan diare. Diare adalah suatu gejala klinis dari
gangguan pencernaan yang ditandai dengan adanya perubahan bentuk dan
konsistensi feses yang lembek atau cair disertai frekuensi buang air besar
berkali-kali. Salah satu penyebab dari diare antara lain karena infeksi
bakteri penyebab diare seperti : Escherichia coli, Vibrio cholerae,
Salmonella sp., Shigella sp. dan masih banyak bakteri lainnya (Meilisa,
2009).
Salah satu bakteri yang disebutkan diatas yang paling sering
menyebabkan diare yaitu Shigella sp. menyebabkan sakit yang disebut
shigellosis yang gejala klinisnya berupa diare yang khusus disebut disentri
bila disebabkan oleh kelompok bakteri Shigella yang spesiesnya adalah
Shigella dysentriae.
Maka dalam rangka pengembangan obat tradisional, dalam
penelitian

ini

akan

membahas

tumbuhan

temulawak

(Curcuma

xanthorriza Roxb.) yang dibuat menjadi ekstrak untuk selanjutnya di uji


aktivitas antibakterinya terutama terhadap bakteri Shigella dysentriae yang
menyebabkan diare (disentri).

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas maka yang menjadi masalah
dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri Shigella
dysentriae.

C.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas dan
efektivitas antibakteri dari rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) terhadap bakteri Shigella dysentriae.

D.

Manfaat Penelitian
1.

Bagi Peneliti
a. Penelitian ini digunakan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar sarjana kedokteran.
b. Menambah wawasan terhadap penerapan ilmu yang telah
didapatkan selama mengikuti masa pendidikan di Program Studi
Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya terhadap perkembangan dunia kesehatan terkini.
c. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama
menempuh masa pendidikan di Program Studi Kedokteran,
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

2.

Bagi Keilmuan
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang aktivitas dan efektivitas dari tumbuhan rimpang temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) sebagai bahan pengobatan diare
(disentri) yang disebabkan oleh bakteri Shigella dysentriae.
b. Sebagai sumber referensi bagi praktisi kesehatan yang tertarik
dalam penelitian mikrobiologi klinik khususnya pada tumbuhan

3.

obat tradisional.
Bagi Sosial
a. Menambah pengetahuan

masyarakat

mengenai

obat-obatan

tradisional yang dapat diambil dari tumbuh-tumbuhan obat


tradisional khususnya tumbuhan rimpang temulawak sebagai obat
antidiare yang disebabkan bakteri Shigella dysentriae.
.

Anda mungkin juga menyukai