Anda di halaman 1dari 14

KONSEP HIRSCHSPRUNG

A. Definisi
Penyakit Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus, tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm
dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki laki dari pada perempuan (Mansjoer,
dkk. 2000). Penyakit Hirschsprung, disebut juga megakolon congenital,
disebabkan ketiadaan ganglion autonom congenital yang mempersarafi pleksus
mienterik di taut anorektum dan seluruh atau sebagian rectum dan colon
(Corwin, 2009).
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan pada saat masih bayi dan
disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion parasimpatik congenital di dalam
pleksus submukosal dan intramuscular dari salah satu atau lebih segmen kolon
(Tambayong, 2000). Penyakit yang juga disebut sebagai Aganglionosis
congenital ini jarang terjadi, 1 dalam 5000 kelahiran hidup (Schwartz, 2004).
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Penyakit hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan
70% dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada
anak laki- laki dibanding anak perempuan.
2. Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon
atau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki laki maupun
perempuan.
B. Etiologi
Penyakit hirschsprung disebabkan oleh ketidakadaannya sel-sel ganglion
Meissener dan Aurbach dalam lapisan dinding usus (Mansjoer, 2000). Penyebab
sebenarnya dari penyakit ini tidak diketahui dan diduga karena faktor-faktor
genetik dan faktor lingkungan (Betz, 2009).
Sedangkan menurut Muscari (2005), penyebab hirrschprung adalah:
1. Diduga sebagai defek congenital familia
2. Kegagalan perpindahan kraniokaudal dari precursor sel saraf ganglion
sepanjang saluran GI antara minggu kelima dan kedua belas gestasi

C. Patofisiologi
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penyakit Hirschsprung
(megakolon congenital) disebabkan ketiadaan ganglion autonom congenital yang
mempersarafi pleksus mienterik di taut anorektum dan seluruh atau sebagian
rectum dan colon (Corwin, 2009). Ketiaadaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya peristaltik dan tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz &
Sowden, 2009).
Seluruh kolon dan bahkan usus halus kadang-kadang terkena. Bila kolon
terkena, usus menjadi sangat membesar, tidak ada peristaltis pada pagian tanpa
ganglion. Pada megakolon, daerah tanpa ganglion dalam keadaan kontraksi
tanpa relaksasi sehingga menimbulkan obstruksi fungsional. Daerah paling
sering terkena adalah daerah rekto-sigmoid. Bila bermanifestasi pada bayi
terlihat abdomen besar, konstipasi, muntah (Tambayong, 2000).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak
adanya ganglion parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach)
tidak ditemukan pada satu atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik
usus abnormal. Peristaltik usus abnormal menyebabkan konstipasi dan
akumulasi sisa pencernaan di kolon yang berakibat timbulnya dilatasi usus
sehingga

terjadi

megakolon

dan

pasien

mengalami

distensi

abdomen.

Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi tidak berfungsi


lagi, mengakibatkan pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat. Penumpukan
sisa

pencernaan

yang

semakin

banyak

merupakan

media

utama

berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna berhubungan dengan peristaltik


yang abnormal mempermudah infeksi kuman ke lumen usus dan terjadilah
enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani anak yang mengalami hal tersebut
dapat mengalami kematian (kirscher dikutip oleh Dona L. Wong, 2004).
Enterokolitis, inflamasi usus halus dan kolon, merupakan penyebab
utama kematian pada anak-anak dengan penyakit Hirsdhsprung. Hal tersebut
terjadi sebagai akibat dari distensi intestin dan iskemia (sekunder) akibat dari
distensi dinding usus (Muscari, 2005).
Faktor genetik/ faktor
lingkungan
Kegagalan migrasi sel

ganglion selama
perkembangan embrio
Aganglionosis Meissener
dan Aurbach
Aganglion pada intramural
plexus
Persyarafan parasimpatis
tidak sempurna

Resiko infeksi
Flora norma menjadi
patogen

Peristaltik abnormal/
tidak ada

Spingter rektum tidak


dapat relaksasi

Tidak ada evakuasi usus


spontan
Konstipasi

Tertahan terus menerus

Feses tidak dapat


keluar

Feses menumpuk dan


tidak dapat keluar
obstruksi

Prosedur pemasangan
pipa rektum dan atau
pembilasan dengan air
garam terus menerus

Dilatasi bagian usus


proksimal

Resiko kerusakan
integritas kulit

Isi usus terdorong ke


segmen aganglionik

Perubahan status
kesehatan

Prosedur dalam
pembedahan
Distensi abdomen

Kurang informasi
tentang penyakit,
prognosis, dan
kebutuhan
pengobatan
(rencana
pembedahan)
Kurang
pengetahuan
(orang tua)
Ansietas

Port dentry

Kerusakan jaringan

Resiko infeksi

Pengeluaran mediator
peradangan (bradikinin,
prostaglandin, histamin)

Penurunan nafsu makan

Terus-menerus

Intake tidak adekuat

Enggan minum

Peningkatan sensitivitas
reseptor nyeri efek
bradikinin

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh

Intake tak adekuat

Isi usus refluks


Muntah

Kekurangan
volume cairan

Ditransmisikan ke kornu
dorsalis
Mengaktifkan sistem
ascenden
Korteks serebri
merespon nyeri
Timbul sensasi nyeri
Nyeri akut

D. Manifestasi klinis

Gejala-gejala klinis penyakit Hirscsprung biasanya mulai pada saat lahir


dengan terlambatnya pengeluaran mekonium. Kegagalan mengeluarkan tinja
menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus besar dan perut menjadi kembung.
Karena usus besar melebar, tekanan di dalam lumen meningkat, mengakibatkan
aliran darah menurun dan perintang mukosa targanggu. Stasis memungkinkan
proliferasi bakteri, sehingga dapat menyebabkan enterokolitis dengan disertai
sepsis dan tanda-tanda obstruksi usus besar (Behrman, Kliegman & Arvin, 2000).

Menurut Betz & Sowden (2009), manifestasi yang muncul pada penyakit
Hirschsprung antara lain:
1. Masa neonatal
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 sampai 48 jam setelah
lahir
b. Muntah berisi empedu
c. Distensi abdomen
d. Enggan menyusu
2. Masa bayi dan kanak-kanak
a. Konstipasi
b. Diare berulang
c. Tinja seperti pita, berbau busuk
d. Distensi abdomen
e. Gagal tumbuh
E. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Bestz & Sowden (2009), pemeriksaan diagnostic yang perlu


dilakukan antara lain:
1. Foto abdomen (telentang, tegak, telungkup, dekubitus lateral)
Pada bayi muda yang mengalami obstruksi, radiografi abdomen
anteroposterior pada posisi berdiri menunjukkan lengkung usus.
Radiografi abdomen lateral pada posisi berdiri tidak memperlihatkan
adanya udara rectum, yang secara normal terlihat di daerah presakral.
2. Studi kontras barium
Pada kasus yang diduga penyakit hirschprung, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan barium enema tanpa persiapan. Temuan diagnostic yang
meliputi adanya perubahan tajam pada ukuran diameter potongan usus
ganglionik dan aganglionik, kontraksi gigi gergaji (sawtooth) yang
irregular pada segmen aganglionik, lipatan transversa paralel pada
kolon proksimal yang mengalami dilatasi, dan kegagalan mengevakuasi
barium. Diameter rectum lebih sempit daripada diameter kolon sigmoid.
3. Manometri anorektal, untuk menentukan kemampuan sfingter internal
untuk rileks
Distensi rectum dengan balon (manometri anorektal) digunakan untuk
menentukan kemampuan sfingter internal untuk rileks, karena pada
keadaan normal manometri anorektal menyebabkan relaksasi sfingter
ani interna, tetapi pada pasien dengan penyakit hirschprung terdapat
peningkatan tekanan yang tajam.
4. Biopsy rectal, untuk mendeteksi ketiadaan sel-sel ganglion (memberikan
diagnosis definitif)
Pemeriksaan ini memberikan diagnosa definitif dan digunakan untuk
mendeteksi ketiadaan ganglion. Biopsy rektal ini tidak adanya sel
ganglion di dalam pleksus submukosa dan pleksus mienterikus serta
peningkatan aktivitas asetilkolinesterase pada serabut saraf dinding
usus. (Schwartz, 2004)
F. Komplikasi
Hirschprung dapat menyebabkan terjadinya enterokolitis nekrotikans,
pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia dan apabila
penyakit ini telah dilakukan pembedahan, maka dapat mengakibatkan terjadinya
kebocoran anastomosis, stenosis dan enterokolitis (Mansjoer, 2000). Selain itu
juga dapat mengakibatkan obstruksi usus dan ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit (Suriadi & Yuliani, 2001). Pada jangka panjang dapat mengakibatkan
inkontinensia (Betz, 2009).
G. Penatalaksanaan
Seperti kelainan kongenital lainnya, HD memerlukan diagnosis klinik
secepat dan intervensi terapi secepat mungkin, untuk mendapatkan hasil terapi
yang sebaik-baiknya.
1. Preoperatif
a. Diet
Pada periode preoperatif, neonatus dengan HD terutama menderita
gizi buruk disebabkan buruknya pemberian makanan dan keadaan
kesehatan

yang

disebabkan

oleh

obstuksi

Sebagian

besar

memerlukan

resulsitasi

gastrointestinal.

cairan

dan

nutrisi

parenteral. Meskipun demikian bayi dengan HD yang didiagnosis


melalui suction rectal biopsy danpat diberikan larutan rehidrasi oral
sebanyak 15 mL/ kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal preoperative
dan irigasi rectal.
b. Terapi farmakologik
Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan HD
dimaksudkan untuk mempersiapkan usus atau untuk terapi
komplikasinya.Untuk

mempersiapkan

usus

adalah

dengan

dekompresi rectum dan kolon melalui serangkaian pemeriksaan dan


pemasangan irigasi tuba rectal dalam 24-48 jam sebelum
pembedahan. Antibiotik oral dan intravena diberikan dalam
beberapa jam sebelum pembedahan.
2. Operatif
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion
aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan
mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi
spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik
untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat
berat anak mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan
setelah operasi pertama (Betz Cecily & Sowden 2002 : 98)

Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti


Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu
prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar
yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Pengkajian Preoperatif
a. Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan tunggal dan paling sering terjadi pada neonatus.
Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan
lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering
ditemukan

pada

anak

laki-laki

dibandingkan

anak

perempuan.

Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau


usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan
(Ngastiyah, 2005).
b. Keluhan utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang
sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24
jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau
(Ngastiyah, 2005).
c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Sekitar 10-15% dari bayi penderita hirschprung didiagnosa dengan
sindrom Down (Betz, 2009).
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan
evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan
dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu
atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga
yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen,
dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Insiden meningkat pada saudara kandung dan turunan dari anak yang
terkena penyakit hirschsprung karena diduga terjadi akibat faktor-faktor
genetik (Betz, 2009).
f.

Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Bayi/ anak biasanya rewel pada kondisi distensi abdomen.
Tanda-tanda Vital
a) Ukur suhu badan (umumnya terjadi peningkatan)
b) Ukur frekuensi pernafasan (terjadi takipnea dan dispnea)
c) Ukur tekanan darah
d) Ukur nadi (terjadi takikardi)
2) Antropometri
Mulai dari BB, panjang badan/ tinggi badan, lingkar kepala, lingkar
lengan atas, lingkar abdomen, lingkar paha berfungsi untuk
menentukan status gizi.
3) Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas yang berwarna biru
merupakan tanda akibat kekurangan suplai darah ke perifer.
4) Kepala
Perhatikan ubun-ubun sudah menutup atau belum pada usia bayi.
5) Mata

Dapat ditemukan konjungtivitis.


6) Hidung
Kaji apakah ada tanda-tanda infeksi.
7) Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, pada kasus kekurangan cairan,
mukosa bibir akan tampak kering.
8) Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
9) Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
10) Thorax
Perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih
dari 100 kali per menit. Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi
pernapasan, sesak napas, distres pernapasan. Kaji adanya kelainan
bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi
denyut nadi / apikal.
11) Abdomen
a) Ukuran lingkaran abdomen
b) Amati adanya distensi abdomen,

muntah

(frekuensi

dan

karakteristik muntah),
c) Dengarkan bising usus (4 kuadran), auskultasi bising usus pada
aganglion tidak terdengar
d) Perkusi abdomen, kembung, tendernes
e) Palpasi abdomen, dapat teraba massa fekal
f) Amati riwayat konstipasi dan diare
12) Genetalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki laki, neonatus perempuan lihat
labia mayor dan labia minor.
13) Anus
Pada pemeriksaan colok dubur jari akan merasakan jepitan dan pada
waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium
atau tinja yang menyemprot.
14) Ekstremitas
Perlu dikaji adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan
serta jumlahnya, kelemahan atau kekuatan ototnya.
15) Syaraf
Pada penyakit hirschprung terdapat kelainan atau tidak adanya
ganglion parasimpatis di usus.
16) Kaji status nutrisi
a) Timbang berat badan
b) Amati adanya muntah
c) Kaji kekuatanobat
g. DDST (Denver Developmental Screening Test)

Digunakan untuk deteksi dini penyimpangan perkembangan anak, yang


terbagi dalam 4 sektor, diantaranya:
a) Personal social (perilaku sosial)
b) Fine motor adaptive (gerakan motorik halus)
c) Language (bahasa)
d) Gross motor (gerak motorik kasar)
2. Pengkajian post operasi
a. Kaji integritas kulit meliputi tekstur, warna, suhu kulit
b. Amati tanda-tanda infeksi
c. Amati apakah ada kebocoran anastomosis
d. Amati pola eliminasi
3. Temuan pemeriksaan diagnostic dan laboratorium:
a. Barium enema menyatakan adanya megakolon.
b. Biopsy rectum akan menyatakan tidak ditemukan adanya sel ganglionik,
untuk menegakkan diagnosis.
c. Manometri anorektal, yaitu memasukkan kateter balon ke dalam
rectum , merekam respons tekanan reflex dari sfingter anal internal.
Pada penyakit Hirschsprung, sfingter eksternal berkontraksi normal
tetapi gagal untuk relaksasi (Muscari, 2005).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan pada anak dengan penyakit hirschprung antara
lain:
Prapembedahan
1. Konstipasi b.d penyakit hisprung
2. Ketidakseimbang nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. faktor
biologis, ketidakmampuan mencerna makanan
3. Kurang pengetahuan b.d keterbatasan kognitif
4. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Pasca pembedahan
1. Nyeri akut
2. Risiko infeksi
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Prapembedahan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
1.Konstipasi b/d:
NOC:
NIC:
- Fungsi kelemahan otot Bowl Elimination
Manajemen konstipasi
abdominal
Identifikasi factor-faktor yang
Hidration
DS:
menyebabkan konstipasi
Setelah dilakukan tindakan
Nyeri perut
keperawatan selama 1x24 Monitor tanda-tanda rupture
Ketegangan perut
jam konstipasi pasien
bowel/peritonitis
teratasi dengan criteria
Perasaan tekanan pada
Jelaskan penyebab dan
hasil:
rectum
rasionalisasi tindakan pada
Pola BAB dalam batas
pasien
Nyeri kepala

10

Peningkatan tekanan
abdominal
Mual
Defekasi dengan nyeri
DO:
Anoreksia
Perubahan pola BAB
Feses berwarna gelap
Penurunan frekuensi BAB
Penurunan volume feses
Distensi abdomen
Feses keras
Bising usus
hipo/hiperaktiv
Teraba massa abdomen
atau rectal
Perkusi tumpul
muntah
2.Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d:
Factor biologis
Ketidakmampuan
mencerna makanan
DS:
Nyeri abdomen
Menyatakan asupan
intake kurang
Keengganan untuk
makan
DO:
Kekuatan otot lemah
Kurang nafsu makan
Denyut nadi lemah
Membrane mukosa pucat

normal
Feses lunak
Cairan dan serat adekuat
Aktivitas adekuat
Hidrasi adekuat

Konsultasikan dengan dokter


tentang peningkatan dan
penurunan bising usus
Kolaborasi jika ada tanda dan
gejala konstipasi yang
menetap
Jelaskan pada pasien
manfaaat diet (cairan dan
serat) terhadap eliminasi
Jelaskan pada klien
konsekuensi menggunakan
laxative dalam waktu yang
lama
Kolaborasi dengan ahli gizi diet
tinggi serat dan cairan
Dorong peningkatan aktivitas
yang optimal
Sediakan privacy dan
keamanan selama BAB
NIC:
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
Monitor penurunan BB dan
gula darah
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjunctiva
Monitor intake nutrisi
Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/TPN
sehingga cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papilla
lidah dan cavitas oval.

NOC:
Gastrointestinal function
Nutritional status
Bowel elimination
Setelah tindakan
keperawatan selama 1x24
jam ketidakseimbangan
nutrisi teratasi dengan
criteria hasil:
Frekuensi BAB, warna
tinja, konsistensi dan
jumlahnya dalam batas
normal
Bising usus adekuat
Nyeri berkurang, distensi
abdomen berkurang
Intake nutrisi, makan dan
minum adekuat
Kekuatan otot adekuat
Pola eliminasi teratur
Kekuatan otot sfingter,
kekuatan otot untuk
mengevakuasi feses,
dan dorongan
pengeluaran feses
adekuat
Konstipasi hilang
3.Kurang pengetahuan b/d: NOC:
NIC:
Keterbatasan kognitif Knowledge: disease
Kaji tingkat pengetahuan orang
orang tua, interpretasi
process
tua
terhadap informasi
Knowledge: health
Jelaskan patofisiologi dari
yang salah.
behavior
penyakit dan bagaimana hal
DS:
Setelah dilakukan tindakan
ini berhubungan dengan
Orang tua menyatakan
keperawatan selama 1x24
anatomi dan fisiologi dengan

11

secara verbal adanya


masalah
DO:
Ketidakakuratan
mengikuti instruksi,
perilaku tidak sesuai

jam pasien menunjukkan


pengetahuan tentang
proses penyakit dengan
criteria hasil:
- Keluarga menyatakan
pemahaman tentang
penyakit, kondisi,
prognosis dan program
pengobatan
- Keluarga mampu
melaksanakan prosedur
yang dijelaskan secara
benar
- Keluarga mampu
menjelaskan kembali
apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan
lain

cara yang tepat


Gambarkan tanda dan gejala
yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang
tepat
Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengan cara
yang tepat
Sediakan informasi pada orang
tua pasien tentang kondisi
dan kemajuan kondisi pasien
dengan cara yang tepat
Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
Dukung pasien dan keluarga
untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan ,
dengan cara yang tepat

Pascapembedahan
Diagnosa
Keperawatan
1.Nyeri b/d:
- Agen injuri
- Kerusakan jaringan
DS:
Laporan orang tua
secara verbal
DO:
- Perubahan nafsu
makan
- Perubahan tekanan
darah
- Perubahan frekuensi
pernafasan
- Perubahan frekuensi
nadi
- Diaphoresis
- Ekspresi menunjukkan nyeri (menangis)
- Posisi untuk menahan
nyeri
- Gangguan pola tidur - Dilatasi pupil

Tujuan & Kriteria Hasil

Intervensi

NOC:
- Pain Level

- Pain control
- Comfort level

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam nyeri
pasien berkurang/hilang
dengan criteria hasil:

Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk

mengurangi nyeri,
mencari bantuan
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi, dan tanda
nyeri)

- Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
- Tanda vital dalam

NIC:
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan
dukungan
Control lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang tehnik
nonfarmakologi: nafas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi kepada orang tua
tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa nyeri akan berkurang
dan antisipasi ketidaknyamanan

12

rentang normal
- Tidak mengalami
gangguan tidur
2.Risiko infeksi
NOC:
DO:
- immune status
- Perubahan peristaltic
- knowledge: infection
- Kerusakan kulit
control
(prosedur invasive)
- risk control
- Perubahan sekresi pH
setelah dilakukan
- Prosedur invasive
tindakan keperawatan
- malnutrisi
selama 3x24 jam
pasien tidak
mengalami infeksi
dengan criteria hasil:
- klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
- menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
- jumlah leukosit dalam
batas normal
- menunjukkan perilaku
hidup sehat
- status imun
gastrointestinal,
genitourinaria dalam
batas normal

prosedur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
NIC:
pertahankan tehnik aseptif
cucui tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakankeperawatan
gunakan baju, sarung tangan
sebagai pelindung
ganti letak IV perifer dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung
kencing
tingkatkan intake nutrisi
berikan terapi antibiotic
monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
pertahankan tehnik isolasi k/p
inspeksi kulit dan membrane mukosa
terhadap kemerahan panas,
drainase
monitor adanya luka
dorong masukan cairan
dorong istirahat
ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Aesculapius.
Behrman, Kliegman & Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.2. Jakarta:
EGC.
Betz & Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.

13

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Herdman, T Heather. 2012. NANDA International Nursing Diagnosis: Definition &
Classification 2012-2014. Oxford: Willey Blakwell.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC) fourth
edition. USA: Mosby Elsivier.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) fourth
edition. USA: Mosby Elsivier.
Muscari. 2005. Panduan Belajar:keperawatan pediatric. Jakarta: EGC.
Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Wong, Dona L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai