Bahasaideologidanpsikologi
Bahasaideologidanpsikologi
I. Pendahuluan
Salah satu masalah utama dalam psikologi sosial adalah memahami
bagaimana manusia membuat penilaian atau putusan (judgement). Persoalan ini
tampil dalam berbagai gejala seperti opini, stereotip, prasangka baik individual,
sosial maupun etnik, group think, fanatisme, pembuatan keputusan dan perilakuperilaku lain yang melibatkan kegiatan penilaian, termasuk di dalamnya perilaku
konsumen dan perilaku politik.
Permasalahan itu memunculkan polemik tentang cara penyelesaiannya
yang tampil jelas pada pertentangan antara dua pendekatan yang belakangan ini
mulai dikenal luas: (1) pendekatan kognitif yang mengutamakan peran individu
dan
(2)
pendekatan
representasi
sosial
(social
representation)
yang
terhadap
proses
pengolahan
informasi
manusia.
Dengan
pengaruh-pengaruh
masyarakat
terhadap
individu
agar
dapat
Skema, sebagaimana yang didefinisikan oleh Fiske & Taylor (1991) adalah a cognitive structure that
represents knowledge about a concept or type of stimulus, including its attributes and the relations among
those attributes. Skema mewakili suatu konsep atau stimulus, meliputi atribut-atribut dan hubungan
antara atribut konsep atau stimulus yang diwakili. Skema-skema membentuk suatu jaringan dalam ingatan
manusia. Dalam skema inilah sebuah informasi diletakkan dan diasosiasikan dengan informasi-informasi
lain berdasarkan suatu hubungan tertentu (Fiske & Taylor, 1991).
dapat
dipahami
secara
menyeluruh,
dengan
demikian
dapat
yang
ditawarkan
Billig
dengan
mempertimbangkan
Billig
(1991),
persoalan
bagaimana
manusia
berpikir
dan
dibandingkan
mengandalkan
diriku?
Pertanyaan
ini
Sebuah fase dalam perkembangan psikologis manusia yang secara metaforik diibaratkan sebagai kegiatan
bercermin pada bayi sehingga ia dapat memahami dirinya dan orang lain melalui cermin yang
memantulkan bayangannya. Pada fase ini bayi mulai menyadari keterpisahannya dari ibu.
memberi simbol aku pada si kecil yang tak lain adalah dirinya. Lalu bagi yang
lain diberilah simbol ibu sebagai kamu atau dia. Ibu sebagai kamu adalah
lebih dahulu dipahami daripada aku. Kesadaran aku muncul setelah kesadaran
kamu sebagai yang lain. Dengan bahasa, si bayi lalu memahami diri dan yang
lain, memahami orang lain dan lingkungannya. Sejak itu ingatan bayi didominasi
oleh bahasa. Ia pun berusaha memberikan makna bahasa bagi kenangankenangan lama yang belum dikodekan dalam bentuk bahasa dalam ingatan
jangka panjangnya (long-term-memory).
Dengan kesadaran sebagai aku, kepribadian pun dikembangkan. Aku
yang mempunyai diri, aku sebagai pribadi yang terpisah dari yang lain harus
membentuk diriku menjadi seseorang. Pemahaman-pemahaman yang diperoleh
dari pengalaman dipadu dengan pemahaman-pemahaman yang sudah tertanam
dalam ingatan (memory). Dari hari ke hari makin berkembanglah kepribadian
dengan diri sebagai pusat kesadaran dan bahasa sebagai piranti-lunak (software) bagi aktivitas dan mekanisme kerja kepribadian.
Ditilik lebih jauh lagi, bahasa merupakan produk sosial. Sebagai sebuah
sistem simbolik, bahasa terbentuk berdasarkan kesepakatan bersama para
anggota masyarakat. Sifat bahasa yang konvensional ini mengimplikasikan jika
faktor kesepakatan dalam masyarakat menjadi dasar dari penentuan bahasa,
maka bahasa adalah hasil masyarakat dan bukan hasil individu. Sebagai produk
masyarakat, bahasa mengandung pikiran-pikiran, nilai-nilai dan norma-norma
masyarakat. Bahasa lalu digunakan untuk berpikir, menampilkan identitas diri
dan memahami lingkungan, termasuk memahami orang lain.
Melalui bahasa pengaruh sosial masuk dalam diri individu. Bahasa
menjadi instrumen dominan bagi manusia. Berbagai hasil peradaban dan
kebudayaan disosialisasi melalui bahasa. Berbagai pemahaman diperoleh
melalui bahasa. Dengan bantuan bahasa, manusia memberikan penilaian
terhadap suatu objek, menyatakan opini dan membuat keputusan tentang
berbagai hal. Dengan demikian, bahasa dapat dipahami sebagai kerangka
pandang manusia dalam memahami dunia. Dunia ini dipahami dan dijelaskan
dengan bahasa. Mengingat bahasa adalah produk sosial, maka pemahaman dan
III. Ideologi
III.1. Hubungan Bahasa dan Ideologi
Pengaruh
bahasa
terhadap
individu
dapat
dijelaskan
dengan
membentuk
hirarki
pengetahuan.
Secara
fungsional,
struktur
kondisi yang lebih baik. Segala yang mengurangi kebebasan manusia akan
ditolak atau dihindari.
Begitu pula halnya pada bahasa. Dengan bahasa manusia menandai dan
memahami sesuatu. Kata-kata yang terdapat dalam bahasa juga merujuk pada
satu ide tertentu yang terdapat dalam kenyataan. Kalimat yang disusun oleh
kata-kata juga dianggap mewakili kenyataan tertentu. Contoh, kalimat hari ini,
Depok hujan merujuk pada keadaaan hujan di suatu tempat tertentu yaitu
Depok, pada waktu tertentu yaitu hari ini. Pernyataan tersebut jika benar akan
dijadikan dasar penentuan tindakan selanjutnya seperti oleh karena hari ini di
depok hujan maka kita harus menggunakan payung di sana agar badan kita
tidak basah.
Pada prakteknya sehari-hari, ideologi menyusup dalam diri manusia dan
tampil dalam bentuk bahasa. Pengetahuan-pengetahuan yang terkandung dalam
ideologi tampil dalam wujud untaian kata-kata yang terkandung dalam bahasa.
Berbagai studi ideologi dewasa ini mengidentifikasi bahasa sebagai ranah atau
lokasi ideologi. Penggunaan bahasa sehari-hari merupakan dasar dari produksi
dan transmisi makna dalam kehidupan sosial. Bahasa adalah sarana tempat
hubungan kekuasaan dan hubungan dominasi dibentuk serta dipertahankan. Di
sini, ideologi bukan lagi objek kognisi, tetapi merupakan gejala diskursif (gejala
yang melibatkan bahasa) yang dikaji dengan semiotika sebagai ilmu tentang
tanda (Eagleton, 1991). Fairclough (1995:71) menunjukkan bahwa ranah ideologi
berada di dalam struktur bahasa (language structure) dan peristiwa bahasa
(language event). Pada struktur bahasa, ideologi tampak dari tindakan diskursif
aktual yang dibatasi oleh konvensi sosial, nilai-nilai, norma-norma dan sejarah.
Sedangkan pada peristiwa bahasa, ideologi tampak dari proses yang terjadi
dalam tindakan diskursif itu sendiri.
III.2. Konsep Ideologi
Untuk memahami pengertian ideologi yang analog dengan bahasa, pada
bagian ini akan dipaparkan secara ringkas perkembangan pengertian ideologi.
Pengertian dari ideologi banyak berubah sejak pertama kali digunakan. Dari
pengertiannya sebagai ilmu pengetahuan tentang ide, ideologi kini memiliki
yang
atau
dikandung
kesadaran
ketidakmampuan
pikiran
palsu itu
manusia
bukan
untuk
karena
mengolah
Dalam Flick (Ed.), 1998:160. Kutipan dalam bahasa Inggris-nya: ...a certain way of life and thought is
dominant, in which one concept of reality is diffused throughout society in all its institutional and private
manifestations, informing with its spirit all taste, morality customs, religious and political principles, and
all social relations, particularly in their intellectual and moral connotation. Diambil dari: Flick, Uwe
(Ed.). (1998). The psychology of the social. UK: Cambridge University Press.
ideologi dalam diri manusia tidak disadari. Ideologi masuk lewat berbagai sumber
yang terkait dengan struktur masyarakat: keluarga, agama, pendidikan, media
massa, dan lain-lain.
Ideologi juga dapat dipahami sebagai reaksi terhadap satu dominasi.
Setiap penindasan akan menghasilkan suatu usaha pada pihak tertindas untuk
melepaskan diri. Salah satu alat penting dan perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi, suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok si tertindas. Ketika pihak tertindas berhasil bebas dan
berkuasa, ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak lain yang
lebih lemah. Begitu terus-menerus.
Topik ideologi juga menyita perhatian para ahli linguistik dan filsafat
bahasa. Tokoh yang dianggap pertama kali melakukan kajian semacam ini
adalah V. N. Voloshinov (Eagleton, 1991), seorang filsuf Soviet yang banyak
berkutat dalam bidang filsafat bahasa. Bukunya, Marxism and the Philosophy of
Language (1929), dianggap merupakan literatur pertama tentang kajian semiotik
(ilmu tentang tanda) terhadap ideologi. Voloshinov menyatakan tanpa tanda
(signs) tidak ada ideologi. Dalam pandangannya, ideologi dan tanda-tanda
bahasa berada dalam ranah yang sama.
Voloshinov melihat ideologi sebagai hasil dari internalisasi kata-kata yang
termuat dalam bahasa. Kata merupakan bentuk gejala ideologis dan kesadaran
sendiri merupakan internalisasi dari kata-kata, semacam kata hati yang terbentuk
dari hubungan antar kata. Kesadaran merupakan jaringan penanda yang terusmenerus membentuk pengertian dan pemahaman. Ideologi tidak dapat
dipisahkan dari tanda dan tanda tidak bisa diisolasi dari bentuk kongkret
hubungan sosial. Tanda-tanda hidup dalam hubungan sosial dan hubungan
sosial berkaitan dengan basis material dari kehidupan sosial. Tanda dan situasi
sosialnya melebur bersama dalam diri individu, menentukan bentuk dan struktur
ujaran. Di sini terlihat bahwa Voloshinov ingin menunjukkan bahwa ideologi
melibatkan melibatkan konteks penggunaan bahasa dalam keseharian manusia.
Dari Voloshinov diperoleh lagi satu pengertian ideologi yaitu:
... the struggle of antagonistic social interest at the level of the sign.
(Eagleton, 1991:195)
(... pergulatan kepentingan sosial yang bertentangan pada tingkatan
tanda.)
Voloshinov, dengan menggunakan teori kelas dari Marx, memaknai
ideologi sebagai sekumpulan penanda yang digunakan oleh suatu kelas untuk
memenangkan kepentingannya. Ideologi suatu kelas digunakan untuk mencapai
tujuan dan melawan kelas yang bertentangan dengannya. Pengertian ini
mengingatkan kita pada pengertian ideologi kelas dari Lukacs dan Althuser.
Michel Foucault (1927-1984), seorang filsuf Perancis, memandang
ideologi sebagai hasil hubungan kekuasaan di seluruh tataran kehidupan
manusia. Hubungan kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara, namun
juga dalam kehidupan sehari-hari. Setiap hubungan selalu merupakan usaha
saling-menguasai, usaha saling-menekan. Setiap pihak selalu berusaha untuk
menguasai yang lain, suami ingin menguasai istri, istri ingin menguasai suami,
guru ingin menguasai murid, murid ingin menguasai guru, dan sebagainya.
Hubungan kuasa ini menghasilkan cerita yang oleh Foucault disebut discourse
(sering dipadankan dengan kata diskursus atau wacana) (Eagleton, 1991).
Diskursus merupakan upaya untuk melepaskan diri dari ketertindasan. Isi dari
diskursus adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas apa adanya
(Foucault, 1981).5. Diskursus seperti mitos merupakan upaya manusia untuk
menetralisasi ketakutan dan ketertekanannya dari pihak-pihak yang dianggapnya
memiliki kekuasaan lebih tinggi darinya. Hubungan kekuasaan dan ketertindasan
manusia melahirkan berbagai pemikiran yang sejauh ini merupakan proses dari
dinamika perkembangan peradaban manusia. Di sini Foucault juga menegaskan
perlunya kesadaran untuk menghargai the other. Kesadaran tentang hal-hal
yang tersisihkan (benda-benda, orang, suku dan budaya) merupakan hal yang
sangat membantu manusia untuk memahami hidupnya.
Tokoh kontemporer yang pemikirannya mempunyai implikasi penting
dalam kajian ideologi dan kekuasaan adalah Pierre Bourdieu (1930-2002).
5
Foucault, Michel. 1981. Power/Knowledge: Selected interview & other writings, 1972-1977, Collin
Gordon (ed.) New York: Pantheon Books.
skema
yang
tatanan
masyarakat
yang
terbentuk
secara
spontan.
Habitus
Ritzer, George. 1960. Sociological Theory. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Bourdieu, Pierre, & Terry Eagleton. 1994. Doxa and Common Life: An interview, dimuat
dalam Mapping ideology, editor Slavoj iek. New York: Verso.
7
Bourdieu, Pierre. 1991. Language and Symbolic Power. Cambridge: Harvard University Press.
pemikiran
tokoh-tokoh
tersebut
di
atas
memberikan
terhadap
realitas
yang
dihadapi
manusia.
Bahkan
proses
ideologi yang lain. Tetap saja bahwa manusia dipengaruhi oleh ideologi.
Keputusan-keputusan yang diambilnya mengandung pengaruh ideologi.
Perluasan makna ideologi dilakukan oleh Althuser. Baginya, ideologi
sudah tertanam dalam diri manusia secara tak disadari sejak manusia lahir.
Struktur masyarakat yang melingkupi individu membentuk gugusan ideologi
tertentu dalam diri individu. Manusia tidak dapat lepas dari ideologi. Salah satu
struktur masyarakat adalah struktur bahasa. Tentang ini Voloshinov menegaskan
bahwa ideologi tertanam dalam individu dan membentuk kesadaran melalui katakata yang tercakup dalam bahasa. Mengingat bahasa merupakan instrumen
manusia memahami dunia, berpikir dan berkomunikasi, maka ideologi juga
mempengaruhi pemahaman dan pikiran serta cara dan hasil pembuatan
keputusan manusia.
Michel Foucault pun menunjukkan bahwa ideologi yang dipadankan
dengan istilah diskursus menggerakan manusia memahami dunia dan
mengembangkan pola hubungan kuasa serta menggerakkan peradaban
manusia. Bagi Foucault, semua pengetahuan manusia adalah diskursus dan
oleh karenanya semua pengetahuan itu bersifat ideologis. Diskursus menjadi
landasan
berpikir
manusia.
Kegiatan
berpikir
menghasilkan
pernyataan
lainnya yang tidak lagi dipandang sebagai merugikan karena bentuknya sangat
halus dan seolah-olah memiliki nilai yang luhur. Penerimaan itu merupakan hasil
dari proses pembuatan keputusan. Oleh karena itu, pembuatan keputusan
dipengaruhi oleh pengetahuan-pengetahuan yang diterima begitu saja atau doxa
yang oleh Bourdieu dipadan dengan istilah ideologi.
Penerimaaan terhadap pengetahuan-pengetahuan itu dapat melalui
rasionalisasi, universalisasi dan naturalisasi. Dengan rasionalisasi dimaksudkan
penjelasan-penjelasan berdasarkan argumentasi-argumentasi yang diusahakan
tersusun selogis mungkin dan menggunakan rujukan-rujukan teori-teori yang
dianggap rasional. Universalisasi adalah usaha sedemikian rupa untuk
menunjukkan
bahwa
pengetahuan-pengetahuan
itu
bersifat
universal.
yang
dihasilkan.
Dengan
kata
lain,
ideologi
mempengaruhi
pengambilan keputusan.
V. Penutup
Uraian-uraian yang dikemukakan dalam bagaian-bagian sebelum ini
menunjukkan bahwa ideologi mempengaruhi tingkah laku manusia. Dalam
pengertian kontemporer, ideologi tidak hanya dipahami sebagai suatu aliran
politik atau suatu faktor yang hanya terkait dengan kekuasaan pada tataran
politik negara. Ideologi dewasa ini dipahami sebagai pengetahuan-pengetahuan
dasar tentang dunia yang disadari maupun tidak disadari tertanam dalam diri
setiap manusia dan mempengaruhi tingkah-laku manusia melalui kegiatan
pengambilan keputusan.
Dalam prakteknya sehari-hari, ideologi menyusup dalam diri individu
melalui bahasa. Cara kerja bahasa mempengaruhi manusia analog dengan cara
dalam
bentuk
kesadaran
palsu
yang
mengaburkan
realitas
dan
untuk
memperkuat
kesimpulan-kesimpulan
di
dalamnya
dan