JULI 2015
LABIOGNATOPALATOSKISIS
Oleh:
Sulistyawati
N 111 14 017
N 111 14 013
Windy Mentari
N 111 14 026
Reza Aditya
N 111 14 033
N 111 14 020
Siti Rahma
N 111 14 015
Pembimbing
TUTORIAL
1
LABIOGNATOPALATOSKISIS
Skenario
Bayi laki-laki berusia 5 hari rujukan RS. Nasanapura dengan diagnosis
labiognatopalatoskisis. Bayi lahir pada pukul 14.00 tanggal 26 Juni 2015 di RS.
Nasanapura dengan berat badan lahir 2200 gram dan panjang 49 cm. Bayi lahir
secara sectio caesaria dengan indikasi cephalopelvic disproportion (CPD). Bayi
lahir tidak langsung menangis, tidak ada sianosis dan merintih. Air ketuban
berwarna jernih. Nilai Apgar score tidak diketahui. Kehamilan kurang bulan. Ibu
tidak pernah demam selama hamil, namun sejak dua bulan menjelang persalinan
tekanan sistolik ibu selama kehamilan 180 mmHg. Selama hamil ibu hanya
mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dari puskesmas. Ibu rutin mengikuti
Antenatal Care di puskesmas.
Pemeriksaan fisik bayi saat masuk denyut jantung 130x/menit, pernapasan
62 x/menit, dan suhu aksila 36,2C. Berat badan saat masuk RSUD Undata 2200
gram. Skor Downe 1 (tidak ada gawat napas). Bunyi jantung I dan II murni
reguler, tidak ada murmur atau gallop. Kulit pucat dan tidak ikterus. Tidak ada
muntah, diare, atau residu lambung. Pada palpasi abdomen, hepar dan lien tidak
teraba. Bayi aktif, composmentis, fontanela datar, sutura belum menutup, refleks
cahaya +/+, tidak kejang, dan tonus otot normal. Tidak ditemukan anus
imperforata, hidrokel, hernia, hipospadia, atau epispadia. Testis sudah turun ke
scrotum. Pada pemeriksaan juga ditemukan terdapat celah pada bibir, gusi dan
pallatum (labiognatopalatoskisis). Pemeriksaan darah rutin ditemukan leukosit
11,2 x 103/mm3, eritrosit 5,49 x 103/mm3, hemoglobin 19,7 g/dl, hematokrit
58,5%, trombosit 180 x 103/mm3.
Bayi dirawat dengan diagnosis Bayi Berat Badan Lahir Rendah +
Labiopalatognatoskisis+ Hipotermia ringan-sedang. Bayi mendapatkan terapi
IVFD KAEN 1 B 8 tetes/menit, ASI/PASI 8 x 20 cc via OGT, Injeksi cefotaxim
125 mg/12 jam i.v, dan rawat inkubator 35C.
: 130 x/menit
Pernapasan
: 62 x/menit
Suhu axilla
: 36,2 C
CRT
: 1 detik
Berat badan
: 2200 gram
Panjang badan
: 49 cm
Sistem pernapasan
-
Sianosis
: tidak
Merintih
: tidak
Apnea
: tidak
Retraksi dinding dada
: tidak
Pergerakan dinding dada
: simetris bilateral
Cuping hidung: tidak
Stridor
: tidak
Bunyi napas : bronkovesikuler +/+
Bunyi tambahan
: tidak ada
Skor Downe
-
Frekuensi napas
Retraksi
Sianosis
Udara masuk
Merintih
Total skor
Kesimpulan
:1
:0
:0
:0
:0
:1
: tidak ada gawat napas
Sistem kardiovaskular
-
Bunyi jantung
Murmur
Sistem hematologi
-
Pucat
Ikterus
: tidak
: tidak
Sistem gastrointestinal
-
: tidak
Diare
: tidak
Residu lambung
: tidak
Organomegali : hepar dan lien tidak teraba
Bising usus : kesan normal
Umbilikus
: kering
o Keluaran
: tidak ada
o Warna kemerahan
: tidak
o Edema
: tidak
Sistem saraf
-
Aktivitas
Kesadaran
Fontanela
Sutura
Kejang
Tonus otot
: aktif
: compos mentis
: datar
: belum menutup
: tidak
: baik
Sistem genetalia
-
Anus imperforata
Laki-laki
o Hipospadia
o Hidrokel
o Hernia
o Testis
: tidak
: tidak
: tidak
: tidak
: sudah turun ke scrotum
Refleks Fisiologi
-
Rooting sucking
Babinski
Moro
Palmar graps
Plantar grasp
Tonic neck
:: +/+
:+
: +/+
: +/+
:+
Pemeriksaan lain
-
Ekstremitas : lengkap
Turgor
: 1 detik
Kelainan kongenital : labiognatopalatoskisis
Trauma lahir : tidak ada
Pemeriksaan Penunjang
Nilai Rujukan
4
Eritrosit
: 5,8 x 106/mm3
Hemoglobin
: 19,7 g/dl
4,0-6,0 x 106/mm3
13,5-19,5 g/dl
: 180 x 103/mm3
Platelet
Leukosit
: 11,2x 103/mm3
Hematokrit
: 58,5%
200-400 x 103/mm3
10-26 x 103/mm3
44-64%
Terapi
-
STEP 1
Identifikasi Masalah:
-
STEP 2
Rumusan masalah.
1. Kapan indikasi dilakukan tindakkan pembedahan pada kasus ini? (indikasi
pembedahan)?
2. Faktor resiko pada labiopalatognatoskisis? Apa yang ada pada kasus ini?
(termasuk obat-obatan)?
3. Patogenesis terjadinya labiopalatognatoskisis?
4. Bagaimana
cara
pemberian
nutrisi
pada
bayi
dengan
1.
STEP 3
1. Kapan indikasi dilakukan tindakkan pembedahan pada kasus ini?
(indikasi pembedahan)?
Jawaban :
Penanganan anak kelainan celah bibir dengan atau tanpa celah palatum
dan kelainan celah palatum memerlukan kerjasama tim, seperti bagian anak, THT,
bedah, gigi, ortopedi, ahli rehabilitasi suara dan pendengaran, dan beberapa
bidang lain seperti bedah saraf, mata, prostodontik, perawat, dan psikolog.
Prioritas medis utama adalah memberikan makanan dan nutrisi yang cukup. Bayi
dengan bibir sumbing biasanya tidak mengalami masalah dalam pemberian air
susu ibu ataupun minum dari botol, akan tetapi bayi dengan bibir sumbing dan
palatum atau celah palatum akan bermasalah. Jika sumbing lebar, bayi akan sulit
menyusu, lelah dan menelan banyak udara; dibutuhkan preemie nipple. Posisi
tegak saat minum susu juga mengurangi risiko regurgitasi. Pada bayi dengan
sumbing lebar, penggunaan protesis palatum membantu pemberian makanan dan
minuman. Selain tatalaksana tersebut, operasi rekonstruksi wajah dapat dilakukan
untuk memperbaiki fungsi organ hidung, gigi, dan mulut, perkembangan
berbicara, serta memperbaiki estetika wajah. Operasi meliputi perlekatan bibir,
rekonstruksi bibir sumbing, dan rekonstruksi celah palatum.1
Perlekatan Bibir
Pada bayi dengan bibir sumbing lebar, perlekatan ini berguna membantu
mempersempit celah, sebelum dilakukan rekonstruksi bibir. Pada umumnya
dilakukan dengan taping menggunakan plester hipoalergik yang dilekatkan antar
pipi melewati celah bibir. Plester ini digunakan 24 jam dan diganti setiap hari atau
jika basah akibat pemberian makan atau minum. Apabila plester tidak efektif,
dapat dilakukan operasi perlekatan bibir untuk mengubah sumbing sempurna
menjadi sumbing sebagian agar mengurangi tegangan saat dilakukan operasi
rekonstruksi bibir. Operasi perlekatan bibir dapat dilakukan pada bayi usia 2
sampai 4 minggu. Semakin tua usia bayi maka operasi perlekatan bibir akan
menimbulkan jaringan parut sampai dewasa, walaupun telah dilakukan
rekonstruksi bibir.1
Rekonstruksi Bibir Sumbing
Jika tidak dilakukan perlekatan bibir sebelumnya, rekonstruksi ini
dilakukan pada bayi usia 8-12 minggu. Di Amerika, para dokter bedah
menggunakan rule of ten untuk rekonstruksi bibir dengan kiriteria bayi setidaknya
usia 10 minggu, berat 10 pon, dan hemoglobin 10 gram/dL.1
Rekonstruksi Celah Palatum
Rekonstruksi ini bertujuan membantu perkembangan berbicara, mencegah
kemungkinan gangguan pertumbungan maksilofasial, dan gangguan oklusi.
Secara umum, rekonstruksi ini dilakukan pada bayi usia 8-12 bulan.1
Waktu yang paling baik dilakukan operasi palatoraphy adalah 10 bulan
sampai 1 tahun, pada usia ini mulut bayi relatif cukup besar. Proses pematangan
penyembuhan luka terjadi 6-12bulan, maka dapat diharapkan pada usia 2 tahun
yaitu saat anak mulai belajar bicara, jaringan palatum pasca operasi sudah lunak
dan mobile sehingga proses bicara anak tidak terganggu.1
2. Faktor resiko pada labiopalatognatoskisis? Apa yang ada pada kasus ini?
I. Obat-Obatan
a. Penggunaan ACE inhibitor selama trimester kedua dan ketiga kehamilan
merupakan suatu kontraindikasi. Hal ini karena hubungan mereka dengan
peningkatan risiko fetopathy (yaitu kondisi abnormal pada janin).
Efek
terhadap janin yang dianggap sebagai efek langsung paparan ACE inhibitor
terhadap janin adalah anuria dan oligohidramnion karena menginduksi
penurunan fungsi ginjal janin. Selain itu dikarenakan reseptor angiotensin II
terdapat di beberapa jaringan tubuh janin dan memiliki peran penting dalam
7
dan
primidone,
mengubah
metabolisme
asam
folat
dan
II. Merokok
Merokok 15 batang rokok per hari atau lebih pada wanita akan mengurangi
kadar enzim GSTT1 (Glutathione S Transferase Theta-1) yang dapat
meningkatkan risiko untuk melahirkan bayi dengan oral cleft. Temuan di
Iowa dan Denmark dan mereka mencatat dalam database COGENE bahwa
gen ini ada dalam perkembangan struktur kraniofasial. Ibu merokok dapat
memberikan risiko untuk memiliki oral cleft dengan atau tanpa palatum pada
janinnya. Selain itu, ada bukti bahwa mungkin ada interaksi yang kuat antara
ibu tertentu dan atau variasi gen bayi dan merokok menyebabkan oral cleft
III.
pada bayi.
Infeksi Intrauterin
Infeksi TORCH intrauterin dapat menyebabkan kelainan kongenital facio-oral
seperti infeksi virus rubella dan varicella dapat menyebabkan katarak
kongenital, lalu sitomegalovirus yang dapat menyebabkan tuli kongenital dan
microphthalmos
IV.
dan
infeksi
toxoplasmosis
dapat
menyebabkan
retinochoroiditis.
Paparan Bahan Kimia
Pajanan ibu terhadap eter glikol, bahan kimia yang ditemukan dalam berbagai
produk industri, telah dilaporkan untuk meningkatkan kejadian oral cleft.
Paparan organik pelarut seperti xilena, toluena dan aseton juga telah
dilaporkan untuk meningkatkan terjadinya oral cleft. Paparan bahan kimia
laboratorium pada ibu hamil umumnya tidak terlihat secara signifikan, namun
untuk beberapa bahan organik pelarut, khususnya bensin, didapati sebagai
faktor yang berkontribusi terhadap meningkatkannya risiko terjadinya
bahwa dengan mengkonsumsi lebih dari 400 g per hari dapat mengurangi
VI.
VII.
VIII.
IX.
nantinya.
Usia Orang Tua
Beberapa penelitian sebelumnya telah melaporkan peningkatan risiko
terjadinya oral cleft seiring dengan bertambahnya usia ibu. Penelitian lain
mengatakan bahwa tingginya usia ibu dan usia ayah berpengaruh terhadap
risiko kejadian oral cleft dengan atau tanpa palatum. Penelitian sebelumnya
usia ibu berpengaruh terhadap terjadinya kelainan kongenital facio-oral.
10
11
mulut atau bifid uvula sampai deformitas berat berupa celah bibir yang meluas ke
tulang alveolar dan seluruh palatum secara bilateral.3
Variasi yang terjadi merupakan refleksi dari rangkaian perkembangan
palatum yang dimulai pada minggu ke-8 pada regio premaksila dan berakhir pada
minggu ke-12 pada uvula di palatum lunak. Jadi, jika faktor penyebab bekerja
pada minggu ke-8, celah akan terjadi lebih ke posterior dan juga ke anterior
termasuk alveolus, palatum durum dan palatum mole, serta uvula, membentuk
cacat yang serius. Sebaliknya, jika penyebab bekerja dekat akhir periode
perkembangan, celah yang terlihat hanya pada palatum lunak bagian posterior,
menyebabkan terjadinya celah sebagian atau hanya pada uvula sebagai cacat
ringan yang tidak membutuhkan terapi.3
Celah bibir dan langit-langit (palatum) adalah suatu kelainan kongenital
pada mulut dan wajah. Celah bibir merupakan bentuk abnormalitas dari bibir yang
tidak terbentuk sempurna akibat kegagalan proses penyatuan processus selama
perkembangan embrio intra uterine. Tingkat pembentukan celah bibir dapat
bervariasi, mulai dari yang ringan yaitu berupa sedikit takikan (notching) pada
bibir, sampai yang parah dimana celah atau perbukaan yang muncul cukup besar
yaitu dari bibir atas sampai ke hidung. Celah langit-langit terjadi ketika palatum
tidak menutup secara sempurna, meninggalkan pembukaan yang dapat meluas
sampai ke kavitas nasal. Celah bisa melibatkan sisi lain dari palatum, yaitu meluas
ke bagian palatum keras di anterior mulut sampai palatum lunak ke arah
tenggorokan. Seringkali terjadi bersamaan antara celah bibir dan celah alveolar
atau dapat tanpa kelainan lainnya. Celah biasanya suatu kejadian tersendiri tetapi
dapat terjadi sebagai bagian dari suatu sindrom.3
Celah yang hanya mengenai bibir dinamakan cheiloschisis. Celah bibir
umumnya terjadi pada minggu ke 6-7 intrauterin, sesuai dengan waktu
perkembangan bibir normal dengan terjadinya kegagalan penetrasi dari sel
mesodermal pada groove epitel di antara prosesus nasalis medialis dan lateralis.
Celah sempurna yang meliputi kelainan yang dimulai dari perbatasan bibir dan
kulit melalui tulang alveolar rahang atas sampai bagian bawah (dasar) rongga
hidung dan rongga mulut disebut cheilognathoschisis. Celah yang sudah
12
melibatkan
palatum
dinamakan
cheilognatopalatoschisis
atau
labiognatopalatoschisis.3
Celah bibir diakibatkan dari fusi struktur embrional sekitar rongga mulut
primitif yang tidak sempurna. Celah ini dapat unilateral atau bilateral dan sering
disertai dengan perkembangan abnormal hidung eksterna, kartilago hidung, dan
rigi alveolus maksilaris. Celah bibir ini dapat disertai atau tidak disertai dengan
celah palatum. Luasnya celah bibir sangat bervariasi dari lekukan pada bibir di
bawah satu lubang hidung sampai fissura dalam dan lebar meluas sampai kedua
lubang hidung. Pada celah yang berat, lubang hidung pada sisi yang terkena
rendah, dan hidung berdeviasi pada sisi tersebut.3
Celah bibir dan palatum merupakan kegagalan bersatunya jaringan selama
perkembangan. Gangguan pola normal pertumbuhan muka dalam defisiensi
prosesus muka merupakan penyebab kesalahan perkembangan bibir dan palatum.
Periode perkembangan struktur anatomi bersifat spesifik sehingga celah bibir
dapat terjadi terpisah dari celah palatum, meskipun keduanya dapat terjadi
bersama-sama dan bervariasi dalam derajat keparahannya bergantung pada luas
celah yang dapat bervariasi mulai dari lingir alveolar (alveolar ridge) sampai ke
bagian akhir dari palatum lunak. Variasi dapat pula dari takik ringan pada sudut
mulut atau bifid uvula sampai deformitas berat berupa celah bibir yang meluas ke
tulang alveolar dan seluruh palatum secara bilateral.3
Variasi yang terjadi merupakan refleksi dari rangkaian perkembangan
palatum yang dimulai pada minggu ke-8 pada regio premaksila dan berakhir pada
minggu ke-12 pada uvula di palatum lunak. Jadi, jika faktor penyebab bekerja
pada minggu ke-8, celah akan terjadi lebih ke posterior dan juga ke anterior
termasuk alveolus, palatum durum dan palatum mole, serta uvula, membentuk
cacat yang serius. Sebaliknya, jika penyebab bekerja dekat akhir periode
perkembangan, celah yang terlihat hanya pada palatum lunak bagian posterior,
menyebabkan terjadinya celah sebagian atau hanya pada uvula sebagai cacat
ringan yang tidak membutuhkan terapi.3
Celah bibir dan langit-langit (palatum) adalah suatu kelainan kongenital
pada mulut dan wajah. Celah bibir merupakan bentuk abnormalitas dari bibir yang
13
palatum
dinamakan
cheilognatopalatoschisis
atau
labiognatopalatoschisis.3
Celah bibir diakibatkan dari fusi struktur embrional sekitar rongga mulut
primitif yang tidak sempurna. Celah ini dapat unilateral atau bilateral dan sering
disertai dengan perkembangan abnormal hidung eksterna, kartilago hidung, dan
rigi alveolus maksilaris. Celah bibir ini dapat disertai atau tidak disertai dengan
celah palatum. Luasnya celah bibir sangat bervariasi dari lekukan pada bibir di
bawah satu lubang hidung sampai fissura dalam dan lebar meluas sampai kedua
lubang hidung. Pada celah yang berat, lubang hidung pada sisi yang terkena
rendah, dan hidung berdeviasi pada sisi tersebut.3
14
4. Bagaimana
cara
pemberian
nutrisi
pada
bayi
dengan
labiopalatognatoskisis?
Labioskisisdapatdiberikansusudenganbotolatau dot
Cara Pemberian:
Posisitegak (agar tidakmudahtersedak)
Bayidigendongdengansudut 35-45terhadaplantai
Pilih nipple yang sesuai, ukuranpanjanglebihdianjurkan
Mead
Johnson
cross
cut
nipple
(aliransusudapatdisesuaikan)
15
5. Proses embriogenesis?
Embriogenesis pada minggu pertama kehamilan
penembusan korona radiata, penembusan zona pelusida, dan fusi oosit dan
membran sel sperma.1
Hasil utama pembuahan adalah:1
1) Pengembalian jumlah kromosom menjadi diploid, separuh dari ayah
dan separuhnya dari ibu, karena itu, zigot mengandung kombinasi
kromosom baru yang berbeda dari kedua orang tuannya.
2) Penentuan jenis kelamin individu baru. Spermatozoa pembawa X
akan menghasilkan satu mudigah wanita (XX) dan spermatozoa
pembawa Y menghasilkan satu mudigah pria (XY).
3) Dimulainya pembelahan.
b. Pembelahan
c. Implantasi
Embriogenesis pada minggu ketiga kehamilan
Peristiwa paling khas dalam minggu ketiga adalah gastrulasi, yaitu proses
yang membentuk ketiga lapisan germinal pada embrio. Gastrulasi dimulai
dengan pembentukan primitive streak pada permukaan epiblas. Pada ujung
kepala dari primitive streak terdapat nodus primitive. Di daerah nodus dan
garis ini sel-sel epiblas bergerak masuk membentuk lapisan sel-sel baru yaitu
endoderm dan mesoderm.1
Pada perkembangan minggu ke tiga hingga ke delapan, terdapat suatu
periode yang dikenal sebagai masa embriogenik atau masa organogenesis.1
Derivat lapisan mudigah ektoderm
Ektoderm yang terletak di atas notokord menebal membentuk lempeng
saraf. Sel-sel lempeng saraf membentuk neuroektoderm, dan induksi
pembentukan neuroektoderm ini merupakan peristiwa awal dalam proses
neurulasi. Lapisan mudigah ektoderm membentuk sistem saraf pusat, sistem
saraf tepi, epitel sensorik telinga, hidung dan mata serta epidermis termasuk
rambut dan kuku. Selain itu, lapisan ini juga membentuk kelenjar-kelenjar
bawah kulit, kelenjar mammae, kelenjar hipofisis, serta email gigi.1
Derivat lapisan mudigah mesoderm
17
18
19
20
Masalah dental
Anak yang lahir dengan celah bibir mungkin mempunyai masalah
tertentu yang berhubungan dengan kehilangan gigi, malformasi, dan
malposisi dari gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk
Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita
infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otototot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius
Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki
abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole.
Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat
bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi
(hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah dilakukan reparasi
palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/
rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya
normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian
karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak
sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak mungkin
mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s,
sh, dan ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat
membantu.6
21
Obat
yang
sudah
terbukti
mempengaruhi
kejadian
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Hendry Irawan, Kartika. Teknik operasi labiopalatoskizis. RSUD Datu
banggul.
CDK
41(4).
2014.
Diakses
dari
http://www.kalbemed.com/Portals/Teknik%20Labiopalatoskizis.pdf
2. Helmi, Noor. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta. Salemba
Medika. 2001
3. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri Rudolph. 20 th
ed (2). Jakarta: 2007.
4. Manickam, 2012. Celah bibir (cleft lip). Diakses tanggal 8 Juli 2015. Dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II.pdf
5. Kosim, Sholeh et al. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta, 2014.
6. Paul,
Benjamin
C.
Cleft
lip.
Diakses
dari
23