Abstrak
Pendahuluan: Efek samping ekstrapiramidal (EPS) pada pengobatan pasien psikotik merupakan
penyebab ketidakpatuhan minum obat yang berakibat pasca munculnya kekambuhan.
Pemberian obat triheksifenidil berguna untuk mencegah dan mengatasi EPS akibat penggunaan
obat antipsikotik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan karakteristik
penggunaan triheksifenidil pada pasien yang mendapat obat antipsikotik di Poliklinik Jiwa
Dewasa (PJD) Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan desain potong lintang. Sampel berupa
catatan medis pasien PJD RSCM yang mendapat terapi triheksifenidil. Jumlah sampel sebesar
97 dihitung berdasarkan rumus untuk studi deskriptif. Sampel dikumpulkan secara random
sampling selama Agustus 2010-Juli 2011.
Hasil: Pola pemberian obat triheksifenidil langsung bersama dengan obat antipsikotik sejak
awal pengobatan atau sebelum muncul EPS yaitu sebesar 91,8%.
Kesimpulan: Pasien langsung diberikan obat triheksifenidil tanpa pemeriksaan EPS terlebih
dulu dan tidak dilakukan evaluasi ulang tiap tiga bulan, sehingga pemberian obat triheksifenidil
tidak sesuai dengan panduan pelayanan medis Departemen Psikiatri RSCM tahun 2007 dan
konsensus WHO tentang penatalaksanaan EPS. J Indon Med Assoc. 2013;63:14-20.
Kata kunci: triheksifenidil, antipsikotik, efek samping ekstrapiramidal.
14
Gambaran dan Karakteristik Penggunaan Triheksifenidil pada Pasien yang Mendapat Terapi Antipsikotik
Abstract
Background: Extrapyramidal side effects (EPS) in the treatment of psychotic patients contribute to
poor compliance and exacerbation of psychiatric symptoms. The use of trihexyphenidyl is beneficial in preventing and treating neuroleptic-induced EPS. The aim of this research is to find the
pattern and characteristic of trihexyphenidyl usage in patients receiving antipsychotic therapy at
AdultPsychiatry Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital.
Method: This research is a descriptive cross sectional study. Samples used were medical records
from patients who received trihexyphenidyl. Sample size of 97 subscrets was calculated from the
formula for descriptive study. Samples were collected randomly from August 2010 to July 2011.
Result: The most widely used pattern of trihexyphenidyl usage in patients receiving antipsychotic
therapy was simultaneous use of trihexyphenidyl and antipsychotics since the beginning of treatment or prior to appearance of EPS at approximately 91.8%.
Conclusion: This research has shown the pattern of trihexyphenidyl usage in PJD RSCM, which
was to give trihexyphenidyl directly to patients without EPS examination and without evaluation
every three months. This finding is not in accordance with the 2007 medical care guidelines from
the Department of Psychiatry RSCM and WHO consensus on the management of EPS. J Indon
Med Assoc. 2013;63:14-20.
Keyword: trihexyphenidyl, antipsychotic, extrapyramidal side effects.
Pendahuluan
Perkembangan ilmu dan teknologi membawa dampak
positif bagi penatalaksanaan gangguan psikotik yaitu dengan
ditemukannya obat antipsikotik generasi pertama (APG-I)
dan generasi kedua (APG-II). Obat APG-I mempunyai
keterbatasan, berupa efek samping ekstrapiramidal (EPS),
misalnya parkinsonisme, diskinesia, akatisia, dan distonia
yang sangat mengganggu sehingga pasien tidak melanjutkan
pengobatan. APG-II mempunyai risiko efek samping
gangguan kardiovaskular, penambahan berat badan, dan
diabetes melitus.1
EPS dapat muncul sejak awal pemberian obat antipsikotik tergantung dari besarnya dosis. Untuk mengatasi
EPS dapat diberikan obat antikolinergik, misalnya sulfas
atropin, triheksifenidil, dan difenhidramin. Triheksifenidil
merupakan obat antikolinergik yang banyak digunakan untuk
mengatasi EPS.1-3 Konsensus dari WHO tahun 1990 menetapkan penggunaan obat triheksifenidil dalam mengatasi
EPS.4
Penggunaan triheksifenidil dapat menimbulkan efek
antikolinergik perifer seperti mulut dan hidung kering,
15
Gambaran dan Karakteristik Penggunaan Triheksifenidil pada Pasien yang Mendapat Terapi Antipsikotik
dapat melihat gambaran dan karakteristik penggunaan
triheksifenidil pada pasien yang mendapat terapi antipsikotik
di PJD RSCM.
Tabel 4 menggambarkan tipe terapi dan jenis antipsikotik yang digunakan pada pasien di PJD RSCM yang
mendapat triheksifenidil.
Metode
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang
deskriptif untuk melihat gambaran dan karakteristik penggunaan triheksifenidil pada pasien yang mendapat terapi
antipsikotik di PJD RSCM periode bulan Agustus 2010 sampai
dengan Juli 2011. Penelitian ini dilakukan dengan melihat
gambaran pasien PJD RSCM yang mendapat obat triheksifenidil untuk mengetahui pola yang ada dalam satu waktu.
Sampel yang digunakan adalah catatan rekam medis pasien
rawat jalan yang mendapat obat triheksifenidil di PJD RSCM
periode bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Juli 2011.
Sampel diambil dengan cara random sampling setiap bulan.
Besar sampel ditentukan dengan rumus untuk studi deskriptif
kategorik dan diperoleh hasil sebesar 97.15
Hasil
Didapatkan bahwa jumlah total kunjungan pasien di PJD
RSCM selama bulan Agustus 2010 sampai akhir Juli 2011
adalah 4 721. Sedangkan total pemberian triheksifenidil di
PJD RSCM selama bulan Agustus 2010 sampai akhir Juli 2011
adalah 2 124 (44,99%). Dari sampel penelitian diperoleh data
pasien yang mendapat obat triheksifenidil berjenis kelamin
laki-laki 57,7% dan perempuan 42,3%. Kelompok usia
terbanyak adalah kelompok usia 31 sampai 40 tahun (35%),
kelompok usia 21 sampai 30 tahun (32%) , kelompok usia 41
sampai 50 tahun (19%), dan kelompok usia 11-20 tahun (5,2%).
Distribusi tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA yaitu
sebanyak 76,3%, yang diikuti dengan SMP, SD, D3, dan S1,
yang masing-masing sebesar 11,3%, 5,2%, 4,1%, dan 3,1%.
Pada penelitian ini didapatkan empat diagnosis pada pasien
PJD RSCM yang mendapat obat triheksifenidil (Tabel 1).
Data tentang lima diagnosis penyakit terbanyak di PJD
RSCM pada bulan Agustus 2010 sampai dengan akhir Juli
2011 adalah sebagai berikut dijabarkan dalam Tabel 2.
Data tentang jenis suku atau etnis, status pernikahan,
jenis pekerjaan, nomor telepon yang dapat dihubungi dan
alamat pasien yang berobat ke PJD RSCM tidak tercatat
dengan lengkap pada status rekam medis pasien.
Pola pemberian antipsikotik di PJD RSCM, tergambar
pada Tabel 3.
Tabel 1. Jenis Diagnosis Pada Pasien yang Mendapat Triheksifenidil
Diagnosis
n=97
F20:
F25:
F3:
F06:
80
9
7
1
82,5
9,3
7,2
1,0
16
Skizofrenia paranoid
Skizoafektif
Gangguan afektif bipolar
Gangguan mental lainnya akibat kerusakan
dan disfungsi otak dan penyakit fisik
Diagnosis
n=4721
Skizofrenia paranoid
Depresi
Bipolar
Skizoafektif
Gangguan penyesuaian
Lain-lain
2501
708
472
283
188
569
%
52,98
14,99
9,99
5,99
3,98
12,05
n=97
66
30
1
%
68,04
30,93
1,03
Jenis antipsikotik
Haloperidol
3
CPZ
1
Trifluoperazin
1
Risperidon
55
Quetiapin
1
Klozapin
5
Haloperidol dan CPZ
5
Haloperidol dan risperidon 6
Haloperidol dan klozapin 4
Haloperidol dan quetiapin 1
CPZ dan trifluoperazin
2
Risperidon dan CPZ
3
Risperidon dan quetiapin
1
Risperidon dan klozapin
8
Risperidon, CPZ dan
1
trifluoperazin
n=97
%
3,1
1
1
56,7
1
5,2
5,2
6,2
4,1
1
2,1
3,1
1
8,2
1
Jenis antipsikotik terbanyak yang digunakan bersamaan dengan triheksifenidil adalah risperidon sebesar
58,4%, sedangkan yang menempati posisi kedua terbanyak
adalah haloperidol sebesar 15,2%.
Pola Penggunaan Triheksifenidil pada Pasien yang Mendapat Terapi Antipsikotik di PJD RSCM.
Tabel 5 menggambarkan tentang pola penggunaan
triheksifenidil pada pasien yang mendapat terapi antisikotika
di PJD RSCM.
Dari Tabel 5, diketahui bahwa pemeriksaan EPS sebelum
diberikan triheksifenidil hanya dilakukan pada 8,2% kasus.
Sebagian besar pasien tidak diperiksa tanda dan gejala EPS
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 1, Januari 2013
Gambaran dan Karakteristik Penggunaan Triheksifenidil pada Pasien yang Mendapat Terapi Antipsikotik
Tabel 5. Pemeriksaan EPS Sebelum Diberikan Triheksifenidil
Pemeriksaan EPS
n=97
Ya
Tidak
8
89
8,2
91,8
Gambaran dan Karakteristik Penggunaan Triheksifenidil pada Pasien yang Mendapat Terapi Antipsikotik
1.
2.
3.
4.
Ya
Pemberian anti
EPS atau
triheksifenidil
profilaktik
Antipsikotik
saja
Terjadi EPS
Distonia
Difenhidramin
2 ml im atau
Injeksi
Benzodiazepin
(diazepam 10
mg im) atau
Sulfas Atropin
1-2 amp im
Gejala
EPS
tidak
ada
Tidak
Parkinsonisme
Akatisia
Turunkan dosis
antipsikotik
Turunkan dosis
antipsikotik
Diskinesia tardif
Beta bloker :
Propanolol 3 x 1040 mg/hr per-oral
atau
Klonidin 3x0,1
mg/hr per-oral
Ganti antipsikotika
Diskinesia tardif
Ringan
Olanzapin/Quetiapin
Diskinesia tardif
Berat klozapin
Triheksifenidil
1-3 x 2 mg
Ganti
Antipsikotik
Gejala
EPS
tidak
ada
Ganti Antipsikotik
1.
2.
1.
2.
Pengobatan EPS
Observasi 3
bulan
Antipsikotik
saja
18
Gambaran dan Karakteristik Penggunaan Triheksifenidil pada Pasien yang Mendapat Terapi Antipsikotik
Pola Penggunaan Triheksifenidil Pada Pasien yang Mendapat Terapi Antipsikotik di PJD RSCM
Ditemukan dua pola penggunaan triheksifenidil pada
pasien yang mendapat terapi antipsikotik di PJD RSCM,
yakni pemberian triheksifenidil setelah didapatkan adanya
EPS dan pemberian triheksifenidil langsung bersama dengan
antipsikotik sejak awal pengobatan atau sebelum muncul EPS.
Pola yang terbanyak digunakan adalah pola yang kedua yaitu
sebesar 91,8%. Beberapa penelitian mendukung pola kedua
ini dengan alasan meningkatkan kepatuhan berobat karena
beberapa obat antipsikotik menimbulkan EPS yang tidak
menyenangkan serta mengakibatkan pasien menolak
meneruskan pengobatannya. Untuk pasien rawat inap,
kejadian EPS dapat diatasi dengan segera; sedangkan dengan
EPS yang terjadi pada pasien rawat ijalan tidak dapat segera
diatasi karena memang ada hambatan untuk mengenali tanda
EPS bagi keluarga atau pendamping pasien. Dengan diberikannya obat triheksifenidil bersama dengan obat anti-psikotiksecara langsung pada saat pertama berobat diharapkan
tidak muncul EPS sehingga pasien dapat dengan sukarela
meneruskan pengobatannya.11,12
Pemberian obat triheksifenidil dapat menimbulkan efek
samping yang serius, seperti munculnya kembali gejala
psikotik berupa halusinasi, agresif, kebingungan (psikosis
toksik). selain efek samping dari triheksifenidil yang bekerja
menghambat reseptor asetilkolin muskarinik dapat berupa
gejala-gejala sebagai berikut: pandangan mata menjadi kabur,
konstipasi, produksi air liur berkurang, fotofobia, berkurangnya produksi keringat, hipertermia, sinus takikardi,
retensi urin, penurunan daya ingat, mencetuskan asma,
mencetuskan glaukoma sudut sempit, menimbulkan
hambatan ejakulasi, menimbulkan retrograt ejakulasi dan
dapat menimbulkan delirium hingga koma. Dengan
diketahuinya berbagai efek samping yang dapat timbul akibat
penggunaan obat triheksifenidil, maka WHO mengeluarkan
sebuah konsensus yang memberi panduan tentang penggunaan triheksifenidil tersebut.6,13
Pada panduan pelayanan medis departemen Psikiatri
RSCM tahun 2007 dan konsensus WHO disebutkan bahwa
pemberian obat triheksifenidil bersama dengan obat
antipsikotik untuk mencegah munculnya EPS harus diawasi
dengan melakukan evaluasi ulang tiap tiga bulan dengan
mengurangi dosis triheksifenidil tersebut sampai hilang. Bila
timbul EPS akibat pengurangan dosis triheksifenidil, dosis
dikembalikan ke dosis terapi dan tiap enam bulan dievaluasi
ulang. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pemberian
triheksifenidil di PJD RSCM dilakukan tanpa prosedur ini.
Semua pasien yang mendapat obat triheksifenidil tetap
diteruskan pemberiannya sampai melewati waktu tiga bulan
serta tidak ada evaluasi ulang pemberian obat tersebut.
Pola pemberian triheksifenidil pada pasien yang
mendapatkan obat antipsikotik di PJD RSCM periode bulan
Agustus 2010 sampai dengan bulan Juli 2011 adalah dengan
pemberian langsung obat triheksifenidil lalu tanpa disertai
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 1, Januari 2013
19
Gambaran dan Karakteristik Penggunaan Triheksifenidil pada Pasien yang Mendapat Terapi Antipsikotik
fects. J Clin Pharmacol. 1991;31(8):763-8.
12. MR Lavin, A Rifkin. Prophylactic antiparkinson drug use: II.
Withdrawal after long-term maintenance therapy. J Clin
Pharmacol. 1991;31(8):769-77.
13. WHO. Prophylactic use of anticholinergics in patients on longterm neuroleptic treatment. A consensus statement. World Health
Organization heads of centres collaborating in WHO co-ordinated
studies on biological aspects of mental illness. Br J Psychiatry.
1990;156:412.
20