j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
(SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik
Daerah, atau Bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, selambatlambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan
Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak
setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya. Apabila dalam satu
bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh 21, maka kelebihan tersebut dapat
diperhitungkan dengan PPh 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang
bersangkutan.
Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21 baik diminta maupun tidak pada
saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap,
penerimaan uang tembusan pensiun, penerimaan Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon,
dan penerima dana pensiun.
Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21 Tahunan kepada pegawai tetap,
termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila pegawai
tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan
diberikan oleh pemberi pekerja selambat-lambatnya 1 bulan setelah pegawai yang bersangkutan
berhenti bekerja atau pensiun.
Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak berkewajiban menghitung
kembali jumlah PPh 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerimaan pensiun bulanan
menurut tarif yang berlaku.
Setiap pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan SPT Tahunan PPh
21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak
setempat. Surat Pemberitahuan Tahun PPh 21 harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31
Maret tahun takwim berikutnya. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi pemotong pajak yang
tahun pajak atau tahun bukunya tidak sama dengan tahun takwim.
Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh 21 yang berutang apabila jumlah PPh 21 yang
terutang dalam suatu tahun takwim lebih besar daripada PPh 21 yang telah disetor. Penyetoran
tersebut harus dilakukan sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh 21 selambat-lambatnya pada
tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya.
Pemotong pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh 21 dengan lampiran-lampiran yang
ditentukan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh 21 untuk Tahun Pajak yang
bersangkutan.
Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan
atau Bank Persepsi
Wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan
Dalam hal terjadi pemeriksaan pajak
ii.
PPh Pasal 22
Pengertian PPh pasal 22
Menurut hukum Indonesia, Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal
22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang
dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan
perdagangan barang.
Pemotong PPh pasal 22
a. Bank Devisa dan Dirjen Bea Cukai, atas impor barang.
b. Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pusat
maupun Pemerintah Daerah, yang melakukan atas pembeliaan barang.
c. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan
pembayaran atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara dan
atau belanja daerah, kecuali badan-badan tersebut pada butir 4.
d. Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan
Urusan Logistik (BULOG), PT TELKOM, PLN,PT Garuda Indonesia, PT Indosat,
PT Krakatau Stell, dan BUMN yang melakukan pembelian barang yang
dananya bersumber baik dari APBN maupun non APBN.
e. Badan usaha yang bergerak dibidang industri semen, industri rokok, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksi di dalam negeri.
Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 22
a. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok,
industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri
b. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
c. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas
pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari
pedagang pengumpul
d. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah
Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 22
a. Impor Barang
b. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Dirjen Anggaran,
Bendaharawan pemerintah baik ditingkat Pusat maupun Pemerintah Daerah
c. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh BUMN dan BUMD
yang dananya dari belanja Negara dan atau belanja daerah
d. Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh Pertamina dan badan usaha
lain selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis
premix dan gas
e. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industry atau ekspor industry dan
eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian,
dan perikanan dari pedagang pengumpul
Tarif PPh Pasal 22 atas Impor
a. Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya
sebesar 2,5% dari nilai impor. PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Importir.
b. Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Imortir (API), tarif pemungutannya
sebesar 7,5% dari nilai impor. PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Importir.
c. Yang tidak dikuasai,tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual
lelang. PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang.
Catatan :
Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan
sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost
Insurance Freight (CIF) +Bea Masuk + Pungutan pabean lainnya.
PPh Pasal 23
Pengertian PPh pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal
21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya.
Pemotong PPh pasal 23
a. Badan pemerintah
b. Subjek pajak badan dalam negeri
c. Penyelenggara kegiatan
d. Bentuk Usaha Tetap
e. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
f. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal
23, yaitu :
Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
kecuali Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah camat, pengacara,
dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas
Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan atas pembayaran berupa sewa.
Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
Jasa maklon
Jasa penyelidikan dan keamanan
Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
Jasa pengepakan
Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain
untuk penyampaian informasi
Jasa pembasmian hama
Jasa kebersihan atau cleaning service
Jasa katering atau tata boga
e. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% ebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23
f. Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,
subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak
termasuk:
Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kepada
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa
Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur
pembelian)
Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada
pihak ketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis
Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar
jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan
dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:
a. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering
b. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang
bersifat final
PPh Pasal 25
Pengertian PPh pasal 25
Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pembayaran Pajak Penghasilan secara
angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang
harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa
diwakilkan.
Mekanisme pembayaran PPh pasal 25
a. Membayar sendiri pajak yang terutang:
Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25) Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu
pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan
beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak
diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar
sendiri
angsuran
pajak
tersebut
setiap
bulan.
Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha dan
pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu:
i. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT).
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan usaha
penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha termasuk yang memiliki
tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal. Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak
OPPT : 0,75% x jumlah peredaran usaha (omset) setiap bulan dari masing-masing tempat
usaha.
ii. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu
(OPSPT). Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT) adalah Orang
Pribadi yang melakukan kegiatan usaha tanpa melalui tempat usaha misalnya sebagai
pekerja
bebas
atau
sebagai
karyawan.
Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak OPSPT : Penghasilan Kena Pajak x Tarif
PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan. Tarif Pasal 17 ayat (1) a UU PPh
adalah :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,di atas Rp 500.000.000,
Tarif Paj
5%
15%
25%
30%
Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang terutang diperoleh
dari penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif PPh yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf
b Undang Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh
adalah 25%. Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran bruto setahun sampai dengan
Rp 50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal
17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh
Pasal
15,
PPh
Pasal
21,
22,
dan
23,
serta
PPh
Pasal
26).
Pihak lain disini adalah:
i.
Pemberi penghasilan
ii.
Pemberi kerja
iii.
Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut
pada bagian Pemotongan/Pemungutan (butir 2).
b. Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk
pemerintah. Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai
lainnya.
c. Pembayaran Pajak-pajak lainnya:
Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Untuk daerah Jakarta dan daerah tertentu lainnya, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan
dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu. Tarif PBB terdiri dari 2 tarif yaitu:
i.
ii.
1/1000 dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari
Rp1.000.000.000,2/1000, dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari
Rp1.000.000.000,Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan
cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan
cara
lain
seperti
menggunakan
mesin
teraan.
Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah (kuitansi) di atas Rp
250.000,sampai
dengan
Rp1.00.000,adalah
Rp3.000,-.
Untuk dokumen yang menyebut jumlah di atas Rp1.000.000,- dan surat-surat perjanjian
terutang materai tempel sebesar Rp6.000,-.