Anda di halaman 1dari 13

PPh Pasal 21

Pengertian PPh pasal 21


Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 21
(PPh Pasal 21) adalah pajak yang dipotong atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri.
Secara umum pajak penghasilan PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
Subjek Pajak dalam negeri.
Pengertian pemotong PPh pasal 21
Yang dimaksud dengan pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang
pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk
melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Hak dan kewajiban pemotong PPh pasal 21
a. Pemotong pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh 21 dalam satu bulan
takwin dengan PPh 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang
bersangkutan.
b. Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT Tahunan dengan
PPh 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan tahunan dan jika masih ada
sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.
c. Pemotong pajak berhak membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan
pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan
pemeriksaan.
d. Pemotong Pajak berhak untuk mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas
suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil Kurang Bayar.
e. Pemotong Pajak berhak mengajukan permononan banding secara tertulis dalam dengan alasan
yang jelas kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini dilakukan dalam jangka waktu
3 bulan sejak keputusan diterima, dilampiri dengan salinan surat keputusan tersebut.
f. Pemotong pajak dapat mengajukan permohonan untuk mengajukan permohonan untuk
memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pasal 21. Permohonan diajukan
secara tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya dengan
menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak disertai surat pernyataan
mengenai perhitungan sementara PPh 21 yang terutang dan bukti pelunasan kekurangan
pembayaran PPh 21 yang terutang untuk tahun takwin yang bersangkutan.
g. Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor
Penyuluhan Pajak setempat. Kewajiban sebagai pemotong pajak berlaku juga terhadap
organisasi internasional yang tidak dikecualikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
h. Pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan
kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
i. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh 21 yang terutang untuk
setiap bulan takwim. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak

j.

k.

l.

m.
n.

o.

p.

(SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik
Daerah, atau Bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, selambatlambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan
Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak
setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya. Apabila dalam satu
bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh 21, maka kelebihan tersebut dapat
diperhitungkan dengan PPh 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang
bersangkutan.
Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21 baik diminta maupun tidak pada
saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap,
penerimaan uang tembusan pensiun, penerimaan Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon,
dan penerima dana pensiun.
Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21 Tahunan kepada pegawai tetap,
termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila pegawai
tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan
diberikan oleh pemberi pekerja selambat-lambatnya 1 bulan setelah pegawai yang bersangkutan
berhenti bekerja atau pensiun.
Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak berkewajiban menghitung
kembali jumlah PPh 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerimaan pensiun bulanan
menurut tarif yang berlaku.
Setiap pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan SPT Tahunan PPh
21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak
setempat. Surat Pemberitahuan Tahun PPh 21 harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31
Maret tahun takwim berikutnya. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi pemotong pajak yang
tahun pajak atau tahun bukunya tidak sama dengan tahun takwim.
Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh 21 yang berutang apabila jumlah PPh 21 yang
terutang dalam suatu tahun takwim lebih besar daripada PPh 21 yang telah disetor. Penyetoran
tersebut harus dilakukan sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh 21 selambat-lambatnya pada
tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya.
Pemotong pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh 21 dengan lampiran-lampiran yang
ditentukan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh 21 untuk Tahun Pajak yang
bersangkutan.

Pengertian wajib pajak


Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak,
dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Hak dan kewajiban wajib pajak
a. Kewajiban Wajib Pajak:
Mendaftarkan diri ke KPP untuk memperoleh NPWP
Wajib
melaporkan
usahanya
untuk
dikukuhkan
menjadi
Pengusaha
Kena Pajak
Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak
Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat

Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan
atau Bank Persepsi
Wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan
Dalam hal terjadi pemeriksaan pajak

b. Hak Wajib Pajak :


Wajib Pajak berhak untuk menerima tanda bukti pelaporan SPT.
Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan penundaan.
Wajib Pajak berhak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan ke
KPP.
Wajib Pajak dapat untuk mengajukan permohonan penundaan dan permohonan untuk
mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya.
Wajib pajak berhak untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak.
Objek PPh pasal 21
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yang Bersifat
Teratur maupun Tidak Teratur
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun
atau penghasilan sejenisnya
c. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari
tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak
pegawai berhenti bekerja
d. Penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan
e. Imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang
dilakukan
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan
sejenis dengan nama Apapun
g. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau
diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama
h. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat
tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai
i. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus
sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
j. Termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak penghasilan yang bersifat final
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus
(deemedprofit)
Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 final

a. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang


pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Tabungan Hari Tua
atau Tunjangan Hari Tua (THT) dibayarkan sekaligus oleh badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja.
b. Uang pesangon.
c. Hadiah dan penghargaan perlombaan.
d. Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan
petugas dinas luar asuransi. Yang dimaksud dengan penjaja barang
dagangan adalah barang dagangan berupa kosmetik, sabun, odol, buku dan
barang-barang keperluan rumah tangga sehari-hari lainnya.
e. Penghasilan yang dibayarkan kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil,
anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Pensiunan, selain
Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah dan anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah
yang dibebankan kepada Keuangan Negara atas Keuangan Daerah berupa
honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja
dan imbalan lain selain penghasilan berupa gaji kehormatan, gaji atau uang
pensiun, dan tunjangan yang terkait dengan gaji kehormatan, gaji atau uang
pensiun.
Penghasilan yang PPh pasal 21 nya ditanggung oleh pemerintah
Penghasilan yang diterima oleh:
a. Pejabat Negara berupa gaji kehormatan dan tunjangan-tunjangan lain yang
terkait atau imbalan tetap sejenisnya.
b. Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Anggota ABRI berupa gaji dan tunjangantunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji.
c. Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya berupa uang
pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan uang
pension.
d. Yang dibebankan kepada Keuangan Negara/Daerah, Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 21 yang terutang ditanggung pemerintah.
Penghasilan yang tidak dipotong PPh pasal 21
a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun
yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh
bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada
badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

e. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Psl 3(1) UU PPh).


Ketentuannya di atur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
246/PMK.03/2008.
Pengurangan yang diperbolehkan
a. Biaya Jabatan, Biaya Pensiun, dan Iuran Pensiun/Jaminan Hari Tua Bagi
Pegawai Tetap
Pengurang yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap
terdiri dari biaya jabatan dan iuran pensiun/Jaminan Hari Tua. Sementara itu,
untuk penerima pensiun, pengurang yang diperbolehkan hanya terdiri dari
biaya pensiun. Berikut ini adalah uraian lebih detilnya untuk tahun pajak
mulai 2009.
Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan jumlah
maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp 6.000.000,00 setahun atau
Rp 500.000,00 sebulan (PerMenkeu No. 250/PMK.03/2008).
Iuran pensiun, yaitu iuran yang terkait dengan gaji yang dibayarkan oleh
pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan
Iuran Jaminan Hari Tua, yaitu iuran yang terkait dengan gaji yang
dibayarkan oleh pegawai kepada badan penyelenggara Tabungan Hari Tua
atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
Biaya pensiun, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
uang pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun
dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp 2.400.000,00
setahun atau Rp 200.000,00 sebulan (PerMenkeu No. 250/PMK.03/2008).
b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi Pegawai Tetap, Pegawai Tidak
Tetap, dan Bukan Pegawai
c. Pengurang bagi Pegawai Harian dan Mingguan, serta Pegawai Tidak Tetap
Lainnya
Pengurang bagi pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap
lainnya sebelumnya diatur menurut PerMenkeu No. 254/PMK.03/2008 (lihat
penjelasan sebelumnya Tabel I.3). Ketentuan ini berakhir pada tanggal 31
Desember 2012 seiring dengan pemberlakuan PTKP baru mulai 1 Januari
2013. Ketentuan penggantinya adalah PerMenkeu No. 206/PMK.011/2012,
yang di antaranya mengatur sbb:
Penghasilan bruto sampai dengan Rp 200.000,00 sehari, yang diterima
atau diperoleh pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) UU PPh 2008,
tidak dikenakan pemotongan PPh.
Ketentuan di atas tidak berlaku dalam hal:
i. jumlah penghasilan bruto dimaksud melebihi Rp. 2.025.000,00 sebulan
atau

ii.

penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan

Penghasilan yang tidak diberikan pengurangan


a. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun, komisi, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai
imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar
banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan
yang diberikan, yang diterima bukan pegawai tidak ada pengurangan.
Khusus untuk bukan pegawai yang memiliki NPWP dan penghasilan yang
diterima secara berkesinambungan serta penghasilan tersebut hanya dari 1
(satu) pemberi penghasilan, maka mendapat pengurangan PTKP sebulan.
b. Uang
saku,
uang
representasi,
honorarium
uang
rapat
dan
hadiah/penghargaan dan penghasilan sejenis lainnya yang diterima oleh
peserta kegiatan (perlombaan, rapat, konferensi, sidang, pertemuan,
kunjungan kerja, anggota kepanitiaan, pendidikan pelatihan dan magang,
kegiatan lainnya) tidak ada pengurangan.
c. Untuk Penghasilan WP Luar Negeri tidak ada pengurangan.
Tarif PPh pasal 21
Secara umum tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 21 ayat (1) UU PPh adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) UU PPh, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan
Pemerintah. Tarif umum PPh Pasal 21, sebagaimana diatur dakan pasal 17 UU
PPh 2000 dan UU PPh 2008 (UU No. 36/2008), terlihat pada tabel.
Perbandingan PTKP
mulai tahun 2013
Uraian
Setahun Sebulan
(Rp)
(Rp)
24.300.00 2.025.00
Wajib Pajak
0
0
Wajib Pajak
2.025.000 168.750
kawin
Tanggungan
(maks 3
2.025.000 168.750
orang)

Lapisan PKP dan Tarif PPh

Lapisan Penghasilan Kena Pajak


s/d Rp 50 juta
di atas Rp 50 juta s/d Rp 250 juta
di atas Rp 250 juta s/d Rp 500
juta
di atas Rp 500 juta

Tarif UU PPh 2008


5%
15%
25%
30%

PPh Pasal 22
Pengertian PPh pasal 22
Menurut hukum Indonesia, Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal
22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang
dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan
perdagangan barang.
Pemotong PPh pasal 22
a. Bank Devisa dan Dirjen Bea Cukai, atas impor barang.
b. Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pusat
maupun Pemerintah Daerah, yang melakukan atas pembeliaan barang.
c. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan
pembayaran atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara dan
atau belanja daerah, kecuali badan-badan tersebut pada butir 4.
d. Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan
Urusan Logistik (BULOG), PT TELKOM, PLN,PT Garuda Indonesia, PT Indosat,
PT Krakatau Stell, dan BUMN yang melakukan pembelian barang yang
dananya bersumber baik dari APBN maupun non APBN.
e. Badan usaha yang bergerak dibidang industri semen, industri rokok, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksi di dalam negeri.
Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 22
a. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok,
industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri
b. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
c. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas
pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari
pedagang pengumpul
d. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah
Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 22
a. Impor Barang
b. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Dirjen Anggaran,
Bendaharawan pemerintah baik ditingkat Pusat maupun Pemerintah Daerah
c. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh BUMN dan BUMD
yang dananya dari belanja Negara dan atau belanja daerah

d. Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh Pertamina dan badan usaha
lain selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis
premix dan gas
e. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industry atau ekspor industry dan
eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian,
dan perikanan dari pedagang pengumpul
Tarif PPh Pasal 22 atas Impor
a. Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya
sebesar 2,5% dari nilai impor. PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Importir.
b. Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Imortir (API), tarif pemungutannya
sebesar 7,5% dari nilai impor. PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Importir.
c. Yang tidak dikuasai,tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual
lelang. PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang.
Catatan :
Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan
sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost
Insurance Freight (CIF) +Bea Masuk + Pungutan pabean lainnya.

PPh Pasal 23
Pengertian PPh pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal
21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya.
Pemotong PPh pasal 23
a. Badan pemerintah
b. Subjek pajak badan dalam negeri
c. Penyelenggara kegiatan
d. Bentuk Usaha Tetap
e. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
f. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal
23, yaitu :
Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
kecuali Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah camat, pengacara,
dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas
Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan atas pembayaran berupa sewa.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 23


a. WP dalam negeri
b. Badan Usaha Tetap (BUT)
Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 23
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, dikonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
c. Royalti
d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan pasal
21
e. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau
bangunan
f. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, kasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Tarif dan penghitungan PPh pasal 23
a.
15% dari jumlah bruto atas:
Dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti
Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21
b.
2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
c.
2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan
jasa konsultan.
d.
2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:
Jasa penilai
Jasa Aktuaris
Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
Jasa perancang
Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT
Jasa penunjang di bidang penambangan migas
Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
Jasa penebangan hutan
Jasa pengolahan limbah
Jasa penyedia tenaga kerja
Jasa perantara dan/atau keagenan
Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI dan KPEI
Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
Jasa mixing film
Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan
perbaikan
Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi

Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
Jasa maklon
Jasa penyelidikan dan keamanan
Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
Jasa pengepakan
Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain
untuk penyampaian informasi
Jasa pembasmian hama
Jasa kebersihan atau cleaning service
Jasa katering atau tata boga
e. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% ebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23
f. Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,
subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak
termasuk:
Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kepada
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa
Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur
pembelian)
Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada
pihak ketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis
Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar
jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan
dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:
a. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering
b. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang
bersifat final

PPh Pasal 25
Pengertian PPh pasal 25
Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pembayaran Pajak Penghasilan secara
angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang
harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa
diwakilkan.
Mekanisme pembayaran PPh pasal 25
a. Membayar sendiri pajak yang terutang:
Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25) Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu
pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan

beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak
diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar
sendiri
angsuran
pajak
tersebut
setiap
bulan.
Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha dan
pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu:
i. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT).
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan usaha
penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha termasuk yang memiliki
tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal. Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak
OPPT : 0,75% x jumlah peredaran usaha (omset) setiap bulan dari masing-masing tempat
usaha.
ii. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu
(OPSPT). Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT) adalah Orang
Pribadi yang melakukan kegiatan usaha tanpa melalui tempat usaha misalnya sebagai
pekerja
bebas
atau
sebagai
karyawan.
Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak OPSPT : Penghasilan Kena Pajak x Tarif
PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan. Tarif Pasal 17 ayat (1) a UU PPh
adalah :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,di atas Rp 500.000.000,

Tarif Paj
5%
15%
25%
30%

Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang terutang diperoleh
dari penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif PPh yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf
b Undang Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh
adalah 25%. Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran bruto setahun sampai dengan
Rp 50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal
17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh
Pasal
15,
PPh
Pasal
21,
22,
dan
23,
serta
PPh
Pasal
26).
Pihak lain disini adalah:
i.
Pemberi penghasilan
ii.
Pemberi kerja
iii.
Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut
pada bagian Pemotongan/Pemungutan (butir 2).
b. Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk
pemerintah. Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai
lainnya.
c. Pembayaran Pajak-pajak lainnya:
Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Untuk daerah Jakarta dan daerah tertentu lainnya, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan
dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu. Tarif PBB terdiri dari 2 tarif yaitu:

i.
ii.

1/1000 dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari
Rp1.000.000.000,2/1000, dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari
Rp1.000.000.000,Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan
cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan
cara
lain
seperti
menggunakan
mesin
teraan.
Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah (kuitansi) di atas Rp
250.000,sampai
dengan
Rp1.00.000,adalah
Rp3.000,-.
Untuk dokumen yang menyebut jumlah di atas Rp1.000.000,- dan surat-surat perjanjian
terutang materai tempel sebesar Rp6.000,-.

Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25


Tian adalah Pengusaha Warung Makan di Surabaya yang memiliki penjualan pada tahun
2011 sebesar Rp180.000.000. Tian statusnya kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Tian
menyelenggarakan pencatatan untuk menghitung pajaknya. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25
yang harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut:
a. Jumlah peredaran setahun Rp180.000.000
b. Presentase penghasilan norma (lihat daftar presentase norma) = 20%
c. Penghasilan neto setahun = 20% x Rp 180.000.000 = Rp 3.000.000
d. Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi PTKP Rp 36.000.000 Rp 19.800.000 =
Rp 6.200.000
e. Pajak Penghasilan yang terutang : 5% x Rp 6.200.000 = Rp 310.000
PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar si A setiap bulan: Rp 310.000 : 12 = Rp 25.833

Anda mungkin juga menyukai