Demam enterik selama kehamilan merupakan resiko terjadinya abortus. Pada tahun
1930, sebayak 64 orang wanita hamil dengan demam tifoid diteliti. Angka kematian
fetal dan maternal masing-masing mencapai 26% dan 60%. Angka kelahiran
premature sebesar 25%. Dengan diagnosis yang cepat dan terapi antibiotik yang
tepat, demam tifoid tidak menunjukkan peningkatan risiko kematian. Kelahiran
premature dan kematian janin dilaporkan sekali, walaupun telah diberikan
antimikroba yang adekuat. Pada satu kasus ditemukan aborsi spontan oleh karena
demam tifoid, nekrosis pada fetus ditemukan pada kasus tersebut. Demam tifoid
harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding pada nyeri daerah pelvis, gejalagejala gangguan berkemih, dan demam pada kehamilan.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan kultur. Kultur darah positif pada 40-60% pasien pada awal
perjalanan penyakit. Kultur darah berulang direkomendasikan. Kultur feses dan urin
dapat positif setelah minggu pertama. Pada akhir perjalanan penyakit, saat kultur
darah steril, Salmonella dapat ditemukan pada sumsum tulang. Kultur sumsum
tulang merupakan tes yang paling sensitive (positif pada 85-90%). Salmonella dapat
dikultur dari cairan amnion, swab serviks, dan plasena pada kasus kehamilan
premature karena demam enterik.
Metode baru pada diagnosis cepat yaitu melalui deteksi secara langsung dari S.
typhi antigen spesifik pada serum atau urin melalui metode PCR (Polymerase Chain
Reaction). Tes serologi memiliki nilai klinis yang kecil. Tes widal yang mengukur
titer antibody dari Gland H-antigen dari S.typhi, tidak sensitif maupun spesifik.
Pencegahan
Sanitasi yang baik, mencuci tangan, mengontrol produksi makanan dan eradikasi
dari S.typhi diperlukan. Beberapa vaksin (parenteral dan oral) untuk melawan
S.typhi tersedia. Vaksin parenteral heat-phenol-inactivated memberikan proteksi
yang terbatas (51-70%) dan berhubungan dengan tingginya tingkat efek samping
dari vaksin tersebut seperti demam, sakit kepala, dan reaksi lokal. Vaksin yang
paling efektif yang saat ini digunakan adalah vaksin oral berupa vaksin hidup yang
dilemahkan Ty21a strain I dari Salmonella typhi. Keberhasilan vaksin tersebut
berkisar antara 67-82%, dan tidak ada efek samping signifikan yang dilaporkan.
Vaksin tersebut tidak direkomendasikan untuk digunakan pada pasien dengan
immunocompromised, dan tidak direkomendasikan pada anak dibawah 6 tahun.
Pada fetus tidak terbangun respon imun dengan vaksin tersebut.
Tatalaksana
Terapi antibiotic harus diberikan kepada semua pasien dengan kecurigaan demam
enterik. Pemberian antibiotik yang segera sangat penting selama kehamilan.
Resistensi yang tinggi pada umumnya terhadap banyak jenis antibiotic seperti
ampicillin, chlorampenicol, dan TMP-SMX .
Strain yang resisten biasanya lebih rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga.
Cefotaxime 200 mg/kg/24 jam (dosis maksimal 12gram/24 jam) diberikan secara
intravena, dibagi menjadi tiga atau empat dosis, dan Ceftriaxone (100
mg/kg/24jam, dosis maksimal 4gr/24 jam) diberikan secara intravena dalam satu
atau dua dosis, keduanya efektif untuk mengobati demam enterik. Ceftriaxone
digunakan pda kehamilan, walaupun keamanannya belum dibuktikan.
Fluoroquinolon efektif namun saat ini tidak diperbolehkan pada anak-anak dan
wanita hamil, walaupun beberapa tulisan merekomendasikan ciprofloxacin sebagai
obat pilihan bagi demam tifoid pada kehamilan yang resisten terhadap terapi
ampicillin.
Ciprofloxacin yang diberikan secara oral menghasilkan kesembuhan yang lebih
cepat pada demam tifoid dibandingkan dengan ceftriaxone yang diberikan secara
parenteral. Pemberian dexametason, 3mg/kg untuk inisial dosis diikuti 1 mg/kg tiap
6 jam selama 48 jam, menunjukkan peningkatan angka kelangsungan hidup pada
pasien dengan syok. Terapi suportif diperlukan yaitu koreksi cairan dan
ketidakseimbangan elektrolit.
n
Demam Tifoid
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di daerah
yang sedang berkembang karena erat berhubungan dengan kemiskinan,
pengetahuan yang rendah, hygiene dan sanitasi jelek. Penyebabnya adalah
Salmonella typhi dengan masa inkubasi antara 3-60 hari. Di Indonesia rata-rata
terdapat 900.000 kasus, 91% pada umur 3-19 tahun dengan 20.000 kematian
setiap tahun. Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi dan persisten 7-10 hari,
disertai sakit kepala, malaise, gangguan defekasi (obstipasi atau diare). Pada
daerah endemic gejala klinik sering terjadi multidrug resistant sehingga pasien aka
kelihatan lebih toksik dengan gangguan kesadaran, hepatomegali, DIC, dan
komplikasi lainnya. Infeksi akut bisa mengalami komplikasi sebesar 10, bergantung
pada kondisi klinik dan kualitas perawatan yang ada. Komplikasi yang sering terjadi
adalah perforasi usus (3 %), dimana keadaan ini akan sangat mempengaruhi
prognosis.
Pengaruh pada kehamilan terjadi karena panas yang lama dan tinggi di samping
keadaan umum yang jelek sehingga menyebabkan keguguran, persalinan prematur,
dan kematian janin intrauterine terutama kalau terjadi infeksi pada trimester
pertama dan kedua. Morbiditas dan mortalitas bisa terjadi lebih tinggi pada
kehamilan. Kehamilan sendiri tidak mempengaruhi jalannya penyakit. Dengan
berkembangnya antibiotika dan penanganan terhadap penyakit ini morbiditas dan
mortalitas demam tifoid dapat diturunkan secara bermakna.