Diajukan Kepada :
dr. TH Suryono, Sp. S
Disusun Oleh :
Aida Yulia Amany
(20100310091)
PRESENTASI KASUS
a. IDENTITAS
Nama
: Tn. I S
Usia
: 68 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pensiunan PNS
Status
: Menikah
b. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien kontrol epilepsi dan post SNH
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Syaraf RSUD Tidar Magelang pada tanggal 22 Oktober 2015
untuk kontrol epilepsi dan post SNH. keluhan kejang ataupun penurunan kesadaran
selama 1 bulan ini di sangkal. Keluhan kelemahan anggota gerak disangkal.
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa. Riwayat stroke (+), riwayat
hipertensi, diabetes dan penyakit jantung disangkal.
c. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sedang
Kesadaran
Tekanan darah
: 140/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Napas
: 20x/menit
Suhu
: 36,6oC
Status gizi
: sedang
Status Internus
KEPALA
Mata
Hidung
Telinga
Leher
PARU
Inspeksi
Palpasi
: fremitus kanan=kiri
Perkusi
: sonor
Auskultasi
JANTUNG
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Kiri
Auskultasi
Kanan
Atas
: RIC II
ABDOMEN
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani
3
Auskultasi
Corpus vertebrae
Genitalia
: tidak diperiksa
Status Neurologis
1.Kesadaran
Compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)
2.Tanda Rangsangan selaput otak
Kaku kuduk
:-
Kernig :-
Brudzunsky I
:-
Brudzunsky II:-
Laseque
:-
:-
:-
4.Nervus Kranialis
Nervus I
: penciuman baik
Nervus II
(-)
Nervus IX&X
dapat
menoleh
dan
Nervus XII
fasikulasi (-)
4
5.Koordinasi :
Cara berjalan
Romberg test
:-
:-
:-
Sinistra
Pergerakan
aktif
aktif
Kekuatan
555
555
555
555
eutonus
eutonus
Tonus
Defekasi
: baik
Sekresi keringat:baik
9.Reflek fisiologis
Biseps
:++/++
Triseps
:++/++
Patella
: ++/++
Achiles
:++/++
10.Reflek Patologis
Babinski :-/-
Gordon :-/-
Chaddock:-/-
schaffer:-/-
Oppeinheim:-/-
e. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Kejang tonik klonik, post SNH
Diagnosis topik : Serebral
Diagnosis etiologi : Idiopatik
f. TATA LAKSANA
- Depakote ER 1 x 500mg
- Vit B6 2 x 1
- Miniaspi 1 x 80mg
- Neurodex 1 x 1
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Epilepsi
Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang
muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat
lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara
paroksismal. Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal dengan
berbagai macam etiologi. Epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa
dan berulang secara paroksismal, yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik
sekelompok sel saraf di otak yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu
penyakit otak akut (unprovoked).
Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan
sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan
cenderung untuk
berulang.
desak
ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi kriptogenik
dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya West
syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.
Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan
4% anaknya epilepsi,
Faktor pencetus
Faktor-faktor pencetusnya dapat berupa :
a. kurang tidur
b. stress emosional
c. infeksi
d. obat-obat tertentu
e. alkohol
f. perubahan hormonal
g. terlalu lelah
h. fotosensitif
3. Klasifikasi Epilepsi
Klasifikasi menurut Etiologi
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan
kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan
keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
2. Epilepsi Sekunder (Simptomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada
jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawah sejak lahir atau
adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada
masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum
kelahiran),
gangguan
metabolisme
dan
nutrisi
(misalnya
hipoglikemi,
2. Serangan umum
a. Absens
b. Absens (Lena)
c. Mioklonik
d. Klonik
e. Tonik
f. Atonik (Astatik)
g. Tonik-klonik
3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang kurang
lengkap).
Klasifikasi ILAE tahun 1981 di atas ini lebih mudah digunakan untuk para klinisi
karena hanya ada dua kategori utama, yaitu
-
Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus yang terlokalisir
di otak.
Serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah yang lebih luas pada
kedua belahan otak.
Klasifikasi menurut sindroma epilepsi yang dikeluarkan ILAE tahun 1989
1. Berkaitan dengan letak fokus
a. Idiopatik
- Epilepsi Rolandik benigna (childhood epilepsy with centro tem
-
b. Simptomatik
-
Lobus temporalis
Lobus frontalis
Lobus parietalis
10
Lobus oksipitalis
2. Umum
a. Idiopatik
- Kejang neonatus familial benigna
- Kejang neonatus benigna
- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
- Epilepsi Absans pada anak
- Epilepsi Absans pada remaja
- Epilepsi mioklonik pada remaja
- Epilepsi dengan serangan tonik-klonik pada saat terjaga
- Epilepsi tonik-klonik dengan serangan acak
b. Simptomatik
- Sindroma West (spasmus infantil)
- Sindroma Lennox Gastaut
3. Berkaitan dengan lokasi dan epilepsi umum (campuran 1 dan 2)
- Serangan neonatal
4. Epilepsi yang berkaitan dengan situasi
- Kejang demam
- Berkaitan dengan alkohol
- Berkaitan dengan obat-obatan
- Eklampsia
- Serangan yang berkaitan dengan pencetus spesifik (refleks epilepsi)
Diagnosis pasti epilepsi adalah dengan menyaksikan secara langsung
terjadinya serangan, namun serangan epilepsi jarang bisa disaksikan langsung oleh
dokter,
sehingga
diagnosis
epilepsi
hampir
selalu
dibuat
berdasarkan
alloanamnesis. Namun alloanamnesis yang baik dan akurat juga sulit didapatkan,
karena gejala yang diceritakan oleh orang sekitar penderita yang menyaksikan
sering kali tidak khas, sedangkan penderitanya sendiri tidak tahu sama sekali
bahwa ia baru saja mendapat serangan epilepsi. Satu-satunya pemeriksaan yang
dapat membantu menegakkan diagnosis
elektroensefalografi (EEG).
11
3. Patofisiologi
Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling
berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik
dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter. Dalam
keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan
lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi
kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron
akan bereaksi secara abnormal.
brains
inhibitory neurotransmitter.
Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan
asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin,
dopamine, serotonin (5-HT) dan peptida. Neurotransmiter ini hubungannya
dengan epilepsy belum jelas dan masih perlu penelitian lebih lanjut. Epileptic
seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area otak
yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut
sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok
kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi
seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok
neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang secara klinik
menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-jenis serangan
epilepsi.
sinaptik.
-
pelepasan impuls
Disini fungsi
neuron
penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat.
Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak.
12
Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk
listrik
berlebihan
dan
hipersinkron
dikenal
sebagai
fokus
Setelah
Namun ternyata
serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya neuronal exhaustion. Pada keadaan
tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis metabolik depolarisasi impuls
dapat
berlanjut
terus
sehingga
menimbulkan
aktivitas
serangan
yang
4. Manifestasi Klinis
Epilepsi umum :
1.
Major :
Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi).
a. Primer
b. Sekunder
Bangkitkan epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan
bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal
tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu
atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik
selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak fokus
epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat
sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap
sesuatu, sakit kepala dan sebagainya.
Bangkitan epilepsi sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga
aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot
berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi.
Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang
dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang
klonik yang seolah-olah mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si
sakit ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2 - 3 menit.
Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatip seperti berkeringat,
midriasis pupil, refleks cahaya negatip, mulut berbuih dan sianosis. Kejang
berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor sampai
koma. Kira-kira 4 - 5 menit kemudian penderita bangun, termenung dan kalau tak
diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai
setahun sekali.
2.Minor
a. Petit mal.
Epilepsi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum
yang idiopatik. Meliputi kira-kira 3-4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada
anak sebelum pubertas (4-5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang
berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih
14
dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata.
Setelah sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan
dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit mal yang tak
ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang tidak akan timbul lagi
pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri :
1.
Timbul pada usia 4-5 tahun dengan taraf kecerdasan yang normal.
2.
3.
4.
Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3
per detik.
b.
Bangkitan mioklonus
Bangkitan akinetik
Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot
dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan
kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus
dan akine- tik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias LennoxGastaut.
d.
spasme infantile
Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaamspasm atau sindroma West. Timbul
pada bayi 3 -- 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti
belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas
seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan
pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan
ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan,
miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.
15
Bangkitan motorik.
Fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah satu
atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Penderita
seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari
tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan. Manifestasi
klinik ini disebut Jacksonian marche
b)
Bangkitan sensorik
Bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada koteks
sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis
memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi
abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada
bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks
motorik sehingga terjadi kejang-kejang.
c)
Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang
khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus
epileptogennya terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan
pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut
dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang kompleks ini bersifat psikomotorik,
dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi psikomotor. Bangkitan
psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik lazimnya berupa automatisme.
Manifestasi klinik ialah sebagai berikut:
1. Kesadaran hilang sejenak.
2. Dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk kealam pikiran antara
sadar dan mimpi(twilight state).
3. Dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri dari halusinasi dan
automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam. Halusinasi
dan automatisme yang mungkin timbul :
a.Halusinasi dengan automatisme pengecap.
b.Halusinasi dengan automatisme membaca.
4. Halusinasi dengan automatisme penglihatan, pendengaran atau perasaan aneh.
16
5. Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan
melalui anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil pemeriksaan EEG dan
radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang
berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan.
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang
sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan
informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.
Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekwensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi,
seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,
gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebabsebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit
sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya
keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota
tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan
diagnosis
epilepsi. Adanya
kelainan
fokal
pada
EEG
menunjukkan
17
6. Tata Laksana
Obat-obat anti epilepsi
Obat antiepilepsi (OAE) merupakan terapi utama pada manajemen epilepsi.
Keputusan untuk memulai terapi didasarkan pada pertimbangan kemungkinan
terjadinya serangan epilepsi selanjutnya dan risiko terjadinya efek buruk akibat
terapi obat antiepilepsi. Politerapi seharusnya dihindari sebisa mungkin. Namun
18
yang
perlu
diperhatikan.
Khususnya
fenitoin,
maka
harus
dipertimbangkan:
a.
b.
c.
Perbandingan obat generic dengan obat jadi yang memakai merk dagang
tertentu
d.
e.
Resiko untuk memperoleh obat yang berbeda sediaannya, antara resep yang
pertama, kedua, dan seterusnya
f.
g.
b.
Diagnosis yang tepat sangat penting pada epilepsi. Orang yang terdiagnosis
epilepsi mempunyai beberapa konsekuensi. Penderita epilepsi akan
meminum obat dalam jangka waktu yang lama yang berakibat pada
kemungkinan adanya efek yang merugikan akibat obat antiepilepsi.
Penderita juga dinilai oleh masyarakat sebagai penderita epilepsi yang
menurut penilaian masyarakat penyakit tersebut adalah penyakit kutukan.
Sangat disayangkan apabila penderita sinkop yang berulang, diterapi
dengan obat antiepilepsi. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan yang
baik bagi seorang dokter untuk mendiagnosis epilepsi. Jangan pernah cobacoba dalam terapi epilepsi.
2.
Salah satu kesulitan yang dihadapi seorang dokter dalam merawat pasien
dengan serangan epilepsi adalah memutuskan kapan memulai pengobatan.
Keputusan ini seharusnya dibuat setelah mendiskusikan dan mengevaluasi
keadaan pasien, menimbang manfaat dan kerugian pengobatan.
Setelah kejang pertama
Langkah pertama untuk memulai pengobatan adalah menilai risiko
terjadinya bangkitan selanjutnya. Jika bangkitan merupakan bangkitan non
epileptik, pengobatan harus ditujukan pada faktor penyebab yang
mendasari. Jika bangkitan hipoglikemik pada anak maka diterapi dengan
glukosa, bangkitan karena putusnya alcohol dapat dikontrol paling baik
dengan perubahan perilaku adiktif dan jika bangkitan karena masalah
psikogenik dapat diatasi dengan konseling yang tepat. Terapi bangkitan
epilepsi ditentukan oleh penilaian dua hal, risiko pengobatan dan manfaat
pengobatan. Sebagai contoh, anak penderita epilepsi benigna dengan
spikes di sentrotemporal mungkin tidak membutuhkan terapi dengan obat
karena penelitian-penelitian menunjukkan bahwa setelah mengalami hanya
20
A. Treat :
1. Jika didapatkan lesi struktural :
a. Tumor otak seperti meningioma, glioma, neoplastik
b. Malformasi arteriovenosa
c. Infeksi seperti abses dan ensefalitis herpetika
2. Tanpa lesi struktural, namun dengan :
a. Riwayat epilepsi pada saudara (bukan pada orang tua)
b. EEG dengan pola epilepsi yang jelas (epileptiform)
c. Riwayat kejang akut (kejang akibat penyakit tertentu atau kejang demam
pada masa kanak-kanak)
d. Riwayat trauma otak atau stroke, infeksi SSP, trauma kepala berat
e. Todds postical paresis
21
f. Status epileptikus
B. Possibly :
Bangkitan tanpa ada penyebab yang jelas dan tidak ditemukan faktor risiko di atas.
Untuk keadaan seperti ini diperlukan pertimbangan yang matang mengenai
keuntungan dan risiko dari pengobatan obat antiepilepsi. Risiko pengobatan obat
antiepilepsi umumnya rendah, sedangkan akibat dari bangkitan kedua tergantung gaya
hidup pasien.pengobatan mungkin diindikasikan untuk pasien yang akan mengendarai
kendaraan atau pasien yang mempunyai risiko besar atau trauma jika mengalami
bangkitan kedua.
C. Probably not (meskipun terapi jangka pendek mungkin bisa digunakan) :
a. Putusnya alkohol
b. Penyalahgunaan obat
c. Kejang akibat penyakit akut seperti demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemik
d. Kejang karena trauma(kejang tunggal dengan segera setelah pukulan di kepala)
e. Sindrom epilepsi benigna spesifik seperti : kejang demam atau epilepsi benigna
dengan spikes sentrotemporal.
f. Kejang karena tidak tidur lama seperti kejang pada pelajar dalam waktu-waktu
ujian
benigna dengan spikes sentrotemporal, kejang karena tidak tidur lama seperti kejang
pada pelajar dalam waktu-waktu ujian dan kejang akibat penyebab non epileptik lainnya.
Kejang akibat hal-hal di atas sebaiknya ditangani sesuai kausanya. Pada pasien yang
mengalami kejang pertama namun tidak ada faktor risiko satupun yang ditemukan, maka
kemungkinan terjadinya kejang yang kedua 10% pada tahun pertama dan 24% pada akhir
tahun kedua setelah kejang yang pertama. Keputusan untuk memulai terapi diambil dengan
pertimbangan risk and benefit setelah sebelumnya dokter berdiskusi dengan pasien.
Sebagai contoh terapi diindikasikan untuk pasien yang bekerja sebagai sopir karena jika
terjadi kekambuhan sewaktu-waktu maka akan membahayakan pasien bahkan mengancam
nyawa pasien. Pengobatan yang dilakukan pada penderita yang mempunyai sedikit bahkan
tidak mempunyai risiko terjadinya kejang kedua biasanya hanya terapi jangka pendek.
Risiko terjadinya kekambuhan yang paling besar terjadi pada dua tahun pertama.
Seandainya pasien diputuskan untuk diobati, maka penghentian pengobatan dilakukan
setelah tahun kedua dari kejang yang pertama.
3.
Pemilihan obat antiepilepsi didasarkan pada dua hal, tipe serangan dan karakteristik pasien
a)
Tipe serangan
First-line
Second-line/
Third line/
add on
add on
Asam valproat
Tiagabin
Fenitoin
Levetiracetam
Vigabatrin
Fenobarbital
Zonisamid
Felbamat
Okskarbazepin
Pregabalin
Pirimidon
tanpa
general sekunder
Lamotrigin
Topiramat
23
Gabapentin
Tonik klonik
Mioklonik
Asam valproat
Lamotrigin
Topiramat
Karbamazepine
Okskarbazepin
Levetiracetam
Fenitoin
Zonisamid
Fenobarbital
Pirimidon
Asam valproat
Topiramat
Lamotrigin
Levetiracetam
Clobazam
Zonisamid
Clonazepam
Fenobarbital
Etosuksimid
Levetiracetam
dan atipikal)
Lamotrigin
Atonik
Asam valproat
Zonisamid
Lamotrigin
Felbamat
Topiramat
Tonik
Asam valproat
Clonazepam
Fenitoin
Clobazam
Fenobarbital
Epilepsy absence Asam valproat
Clonazepam
juvenil
Etosuksimid
24
Epilepsy
Asam valproat
Clonazepam
Fenobarbital
Etosuksimid
mioklonik
juvenil
b)
karakteristik pasien
Dalam
pengobatan
dengan
obat
antiepilepsi
karakteristik
pasien
harus
dipertimbangkan secara individu. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah : efek buruk
obat, dosis yang tepat, harga, pola hidup dan usia pasien. Suatu obat antiepilepsi mungkin
efektif pada pasien tertentu namun jika ada kontra indikasi atau terjadi reaksi yang tidak
bisa ditoleransi maka sebaiknya penggantian obat dilakukan. Sebagai contoh asam valproat
pada wanita, khususnya wanita yang masih dalam usia subur.
4.
25
Table 3 dosis obat antiepilepsi untuk dewasa diambil dari Brodie et al (2005)
Obat
Dosis awal
Dosis
(mg/hari)
yang
Dosis
paling
maintenance
pemberian
umum
(mg/hari)
(kali/hari)
100-700
1-2
(mg/hari)
Fenitoin
200
300
Hirsutisme,
hipertrofi
distres
lambung,
kabur,
vertigo,
gusi,
penglihatan
hiperglikemia,
anemia makrositik
Karbamazepin 200
600
400-2000
2-4
sedasi,
penglihatan
900-1800
900-2700
2-3
12,5-25
200-400
100-800
1-2
Hepatotoksik,
steven-johnson,
ruam,
sindrom
nyeri
kepala,
100
400
400-600
1-2
Somnolen,
ataksia,
kelelahan,
500
1000
500-2000
1-2
Felbamat
1200
2400
1800-4800
Topiramat
25-50
200-400
100-100
Faringitis,
insomnia,
BB
10
20
10-40
1-2
Clonazepam
2-8
1-2
Fenobarbital
60
120
60-240
1-2
Pirimidon
125
500
250-1500
1-2
Tiagabin
4-10
40
20-60
2-4
27
500-
3000
2000-4000
1-2
2400
1200-4800
1000
Gabapentin
300-400
Leukopenia,mulut
penglihatan
kering,
kabur,
mialgia,
150
300
150-600
2-3
Valproat
500
1000
500-3000
2-3
Levetiracetam 1000
5.
2000-3000 1000-4000
Mual, hepatotoksik
Penggantian Obat
b)
Jika terjadi reaksi obat pertama baik efek samping, reaksi alergi ataupun
efek merugikan lainnya yang tidak dapat ditoleransi pasien.
Terapi dengan obat yang kedua harus dimulai dengan gambaran sebagai
berikut: pertama, dosis dari obat kedua harus dititrasi sampai pada range
dosis yang direkomendasikan. Obat yang pertama harus diturunkan secara
bertahap selama 1-3 minggu. Setelah obat yang pertama diturunkan, dosis
obat kedua (monoterapi) harus dinaikkan sampai serangan terkontrol atau
dengan efek samping yang minimal. Proses ini harus dilanjutkan sampai
monoterapi dengan dua atau tiga obat primer gagal. Setelah proses tersebut
dilakukan baru politerapi dipertimbangkan.
c)
Monoterapi
28
29
Politerapi
(2)
(3)
(4)
Pemantauan terapi
b.
c.
Mengobati serangan :
Terapi obat tidak diindikasikan untuk kejang akibat penyakit akut yang
reversible
d.
Hentikan kejang
Terapi operatif
Apabila dengan berbagai jenis OAE dan adjuvant tidak memberikan hasil
sama sekali, maka terapi operatif harus diperimbangkan dalam satu dasawarsa
terakhir, tindakan operatif untuk mempercepat untuk mengatasi epilepsy refrakter
makin banyak dikerjakan. Operasi yang paling aman adalah reseksi lobus
temporalis bagian anterior. Lebih kurang 70-80% penderita yang mengalami
31
operasi terbebas dari serangan, walaupun diantaranya harus minum obat OAE.
Pendekatan teknik operasi lainnya adalah reseksi korteksi otak, hemisferektomi,
dan reseksi multilobular pada bayi dan pembedahan korpus kalosum.
Penghentian pengobatan
Keputusan untuk menghentikan pengobatan sama pentingnya dengan
memulai pengobatan. Dipihak lain, penderita atau orang tua nya pada umumnya
menanyakan : berapa lama atau sampai kapan harus minum obat? untuk
memutuskan apakah pengobatan dapat dihentikan atau belum, atau tidak dapat
dihentikan atau menjawab pertanyaan yang diajukan penderita/ orang tuanya tadi
memang tak mudah. Untuk itu perlu memahami diagnosis (termasuk serangannya)
dan prognosis epilepsy.
Jenis serangan dapat pula dipakai untuk memperkirakan tingkat
kekambuhan apabila OAE dihentikan. Tingkat kekambuhan yang paling rendah
adalah jenis serangan absence yang khas. Kemudian berturut-turut makin tinggi
tingkat kekambuhannya adalah klonik atau mioklonik, kejang tonik-klonik primer,
parsial sederhanadan parsial kompleks, serangan yang lebih dari satu jenis, dan
epilepsy Jackson.
Konsep penghentian obat minimal 2 tahun terbebas dari serangan pada
umumnya dapat diterima oleh kalangan praktisi. Penghentian obat dilaksanakan
secara bertahap, disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Dengan demikian
jelas bahwa penghentian OAE memerlukan pertimbangan yang cermat, dan kepada
penderita atau orang tuanya harus diberikan pengertian secukupnya.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Longman. Willkinson. Epilepsy : Diagnosis and Mangement. Oxford Handbook Of
Clinical Medicine ed 8. 2010
2. Henry, Thomas MD. 2015. Epilepsy Board Review Manual for Hospital Physician.
Diunduh dari: http://www.turner-white.com/brm/burol.htm
3. Richardson,
Mark.
Classification
of
Epilepsy.
Diunduh
dari:
https://www.epilepsydiagnosis.org/index.html.
4. David, Ko MD. Medscape, 2015. Epilepsy and Seizure. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1184846-clinical
5. Arifputra, Andy. Epilepsi. Kapita Selekta Kedoktean. Edisi ke-4. Penerbit Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
6. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC,
Jakarta. 2006
33