PENDAHULUAN
Sindrom
nefrotik
(SN)
merupakan
salah
satu
manifestasi
klinik
proteinuria
yang
berat,
hematuria,
hipoalbuminemia,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom
nefrotik
(SN)
merupakan
salah
satu
menifestasi
klinis
pre-eklamsia,
rejeksi
alograf
kronik,
refluks
bentuk
utama
dari
glomerulonefritis
dimana
mekanisme
patogenetik imun tampak tidak ikut berperan (tidak ada bukti patogenesis
kompleks imun atau anti-MBG).
o Glomerolus tampak foot processus sel terpadu, maka disebut juga nefrosis lipid
atau penyakit podosit.
o Kelainan yang relatif jinak adalah penyebab sindrom nefrotik yang paling
sering pada anak-anak usia 1-5 tahun.
o Glomeruli tampak normal atau hampir normal pada mikroskop cahaya,
sedangkan dengan mikroskop elektron terlihat adanya penyatuan podosit;
hanya
bentuk
glomerolunefritis
mayor
yang
tidak
memperlihatkan
imunopatologi.
b). Nefropati membranosa (glomerulonefritis membranosa)
o Penyakit progresif lambat pada dewasa dan usia pertengahan secara morfologi
khas oleh kelainan berbatas jelas pada MBG.
o Jarang ditemukan pada anak-anak.
o Mengenai beberapa lobus glomerolus, sedangkan yang lain masih normal.
o Perubahan histologik terutama adalah penebalan membrana basalis yang dapat
terlihat baik dengan mikroskop cahaya maupun elektron.
sebagai
manifestasi
dari
terjadinya
peradangan.
Pemeriksaan
seperti
maupun
deposit
kompleks
non-enzimatik
dapat
antigen-antibodi,
perubahan
mempengaruhi
komponen
3)
4)
Mekanisme inflamasi
Mekanisme non-inflamasi
Reaksi antibodi terhadap antigen glomerolus
Faktor pada sirkulasi
Cedera akibat toksin
apabila protein yang keluar terdiri dari molekul kecil, misalnya albumin.
Sedangkan proteinuria non-selektif adalah apabila protein yang keluar terdiri
dari molekul berukuran besar seperti imunoglobulin. Pada sindrom nefrotik
yang disebabkan oleh glomerulonefritis lesi minimal sering ditemukan
proteinuria selektif.9
Secara klinis dikatakan proteinuria bila ditemukan 3-3,5 protein pada
pemeriksaan urin 24 jam walaupun tidak semua orang dengan proteinuria
demikian mengalami sindrom nefrotik. Pemeriksaan menggunakan dipstick
dengan hasil 3+ juga merupakan petunjuk adanya proteinuria.10
b. Hipoalbuminemia
Abnormalitas yang berkaitan langsung dengan proteinuria adalah
hipoalbuminemia. Seseorang dikatakan mengalamu hipoalbuminemia jika
pada
kehilangan
imunoglobulin
(IgG);
(2)
keadaan
teori
underfill
dan
overfill.
Teori
underfill
menjelaskan
d. Hiperlipidemia
Temuan yang khas lainnya pada pasien dengan sindrom nefrotik adalah
hiperlipidemia. Temuan ini biasanya merupakan komplikasi dari kejadiankejadian sebelumnya. Hiperlipidemia mengacu pada homeostasis abnormal
10
11
sindrom ini akan berkembang secara progresif yang berbahaya bagi glomerolus
yang kemudian menyebabkan penurunan nilai laju filtrasi glomerolus (GFR) dan
akhirnya menyebabkan gagal ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerolus (GFR) ini
diakibatkan adanya infiltrasi oleh sel-sel inflamasi pada bagian glomerolus yang
mengalami kerusakan.13
Karena sindrom nefrotik dapat bersifat primer yaitu penyebabnya tidak
diketahui dengan jelas dan sekunder maka evaluasi terhadap kelainan ini harus
dilakukan dengan seksama dan berikut merupakan salah satu rekomendasi untuk
evaluasi pada pasien dengan sindrom nefrotik.14
12
2.
3.
Infeksi
4.
Hambatan pertumbuhan
5.
6.
2.6. Tatalaksana
13
Kambuh
hari
berturut-turut,
dimana
sebelumnya
pernah
mengalami remisi.
Kambuh tidak sering
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam
periode 12 bulan.
Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Resisten-steroid
Responder lambat
Nonresponder awal
Nonresponder lambat
responsif-steroid.
15
Restriksi protein dengan diet protein 0,8 g/kgBB ideal/hari + ekskresi protein
dalam urin/24jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan
hingga 0,6 g/kgBB ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam.
Pembatasan asupan cairan terutama pada penderita rawat inap 900 sampai
1200 ml/ hari
Medikamentosa: 16
Diuretik: diberikan pada pasien yang tidak ada perbaikan edema pada
pembatasan garam, sebaiknya diberikan tiazid dengan dikombinasi obat
penahan kalsium seperti spirinolakton, atau triamteren tapi jika tidak ada
respon dapat diberikan: furosemid, asam etakrin, atau butematid.
Selama
16
syok hipovolemik. Volume dan warna urin serta muntahan bila ada harus
dipantau secara berkala.17
2.7. Prognosis
Prognosis makin baik jika dapat di diagnosis segera. Pengobatan segera dapat
mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat mekanisme kompensasi
ginjal maupun proses autoimun. Prognosis juga baik bila penyakit memberikan
respons yang baik terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Terapi
antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak berdaya
terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.
Penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun
dengan kortikosteroid.1
17
18
BAB III
KESIMPULAN
Sindrom
nefrotik
(SN)
merupakan
salah
satu
menifestasi
klinis
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Prodjosudjadi W., 2006. Sindrom Nefrotik dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus
A., Marcellius S.K., Siti S. (Ed).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi IV. Jakarta, Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal.
1174 - 81
2. Cohen E.P., 2009. Nephrotic Syndrome. www.emidicine.com.
3. Mansjoer A., Kuspuji T., Rakhmi S., Wahyu I.W., Wiwiek S.,(Ed). 2001.
Sindrom nefrotic dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta. Penerbit Media Aesculapius FKUI. Hal. 525-27
4. A. Aziz Rani, Soegondo S, Mansjoer A, et al. Sindrom Nefrotik. Panduan
Pelayanan Medik PAPDI. Edisi ketiga. Jakarta: PB. PAPDI. 2009.
5. Behram, dkk. 2002. Ilmu Keehatan Anak Nelson Edisi II. Jakarta: EGC.
6. McPhee, S. J., Hammer, G. D. 2010. Pathophysiology of Disease. An
Introduction to Clinical Medicine. Sixth Edition. USA. McGraw-Hill
Companies, Inc.
7. Haltia, Anni. 2002. Accademic Disertation: Pathogenesis Features of
Proteinuria. Studies on Congenital Nephrotic Syndrome of the Finnish Type.
University of Helsinky, Finland
8. Tojo, A., Kinugasa, S. 2012. Mechanism of Glomerular Albumin Filtration
and Tubular Reabsorption. Intenational Journal of Nephrology.
9. Sudoyo A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiadi, S. 2010.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta. Interna Publishing.
10. Kodner, C. 2009. Nephrotic Syndrome in Adult: Diagnosis and Management.
American Academy of Physicians. Volume 80 (10): 1129-1134.
11. Forneas, M. A. 2010. Article: Nephrotic Syndrome and Oedema Formation: A
New Understanding. The Biomedical Scientist: 351-353.
12. Keddis, M. T., Karnath, B. M. 2007. Review of Clinical Sign: The Nephrotic
Syndrome. Hospital Physicians.Galvestone: Turner-White Communication
Inc.
13. Longo, D. L., Kasper, D. L., Jameson, J. L., Fauci, A. S., Hauser, S. L.,
Loscalzo, J. 2012. Harrisons Principles of Internal Medicine. 18th Edition.
USA. McGraw-Hill Companies, Inc.
14. Seignuex, S. D., Martin P. Y. 2009. Managements of Patients with Nephrotic
Syndrome. Swiss Medical Weekly. 139 (29-30): 416-422
20
15. Noer, Muhammad Sjaifullah, Ninik Soemyarso. 2006. Sindrom Nefrotik. Bag/
SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR.
Surabaya,
Indonesia.
16. Prodjosudjadi W. Sindrom Nefrotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1.
4th
21