Anda di halaman 1dari 22

Gelombang suara juga bervariasi dalam tinggi dan amplitudo, dirasakan secara

prsikologis sebagai kebisingan. Semakin tinggi amplitudo dari sebuah gelombang, semakin
tinggi kekuatan tekanan pada gelombang suara tersebut, dan semakin keras suaranya.
Sekecil-kecilnya tekanan atau ambang batas yang dapat diteksi seorang remaja adalah sekitar
0,0002 mikrobar, 1 dyne/cm2, dimana dyne merupakan pengukuran tekanan. Dalam 1000
mikrobar, tekanan dirasakan sebagai rasa sakit dari pada suara. Pengukuran kebisingan
meliputi ruang lingkup yang luas dari tekanan, dan untuk membantu kita mengerti dan
mempelajari kebisingan, sebuah pekerjaan dengan skala yang besar atas tekanan suara telah
dikembangkan dengan menggunakan decibels (dB) sebagai satuan dasar dari suara (decibel
adalah fungsi logaritma dari mikrobar). Tabel 5-1 menunjukkan perhitungan decibel dari
jarak wilayah tekanan suara. Ingat bahwa peningkatan sekitar 20 decibel menghasilkan
peningkatan yang pesat pada tekanan: Sebuah suara dengan 80 dB tidak dua kali lipat lebih
intens dari suara 40 dB; tetapi 10 kali, atau 100 kali lebih intens. Figur 5-5 menunjukkan
beberapa suara umum yang berhubungan dengan beberapa poin dalam skala decibel.
Skala decibel mengukur komponen fisik dari amplitudo suara atau kebisingan. Namun
demikian, skala ini tidak menunjukkan keakuratan persepsi dari kebisingan. Yaitu, perbedaan
dari 20 dB berarti bahwa sebuah suara memiliki lebih dari 10 kali tekanan dari yang lainnya,
tapi bukan berarti semakin intens suara diterima jika 10 kali lebih keras. Telinga manusia
sensitif secara berbeda terhadap suara pada frekuensi yang berbeda, dan semakin intens
tekanan memiliki pengaruh yang berbeda pada frekuensi yang beragam. Untuk alasan ini,
intensitas suara kadang-kadang diukur dalam kuantitas yang disebut phons atau sones; kita
akan menggunakan skala decibel yang lebih umum ketika membicarakan tentang kebisingan
dalam tulisan ini, tetapi anda mungkin ingin mencari keterangan dari teks-teks persepsi atau
teks lainnya untuk pembahasan mengnai phons dan sones.
GANGGUAN
Salah satu dari konsekuensi utama dari kebisingan adalah salah satu yang bersifat psikologis
gangguan. Seperti kebanyakan tekanan, kebisingan itu mengganggu. Hal tersebut membuat
orang-orang terganggu dan tidak sabar dan juga dapat membuat kita tidak senang. Gangguan
adalah istilah umum yang mewakili pengaruh negatif dari kebisingan dan telah digunakan
untuk mengukur pengaruh langsung terhadap lingkungan yang dihasilkan oleh kebisingan,
seperti bandara, jalur kereta api, dan jalan raya. Pesawat terbang melintas, kereta api
bergemuruh di atas lintasannya, dan suara yang terus menerus dari truk, mobil, dan klakson
di jalan raya semuanya berkontribusi pada pengaruh negatif umum dan ketidaksenangan.
Ketika ini terjadi, kebisingan berhubungan dengan gangguan.
Beberapa jenis dari kebisingan lebih mengganggu dari pada yang lainnya. Seperti
yang dapat anda tebak, suara yang keras biasanya lebih mengganggu dari pada suara yang
senyap. Namun demikian, terdapat lebih dari itu. Kebisingan merupakan fenomena
lingkungan yang mengganggu karena kebisingan, menurut defenisinya, tidak diinginkan.
Adalah komponen yang idak disenangi dan mengganggu dari kebisingan yang
menyebabkannya menjadi masalah. Kryter (1994) dan Glass dan Singer (1972) dalam
penelitian mereka telah menemukan bahwa beberapa jenis dari kebisingan lebih mengganggu
dari yang lainnya. Tiga dimensi utama yang menunjukkan seberapa mengganggunya
kebisingan itu antara lain: (1) volume; (2) prediksi; dan (3) kontrol pendengaran. Dari segala
hal, suara yang keras, suara yang tidak diprediksi, dan kontrol pendengaran yang rendah
seharusnya berhubungan dengan gangguan yang besar atau reaksi negatif terhadap kebisingan
dari pada suara yang lembut, terprediksi dan terkontrol.
Bagaimana kita terpengaruh terhadap kebisingan dalam volume yang berbeda? Di atas
90 dB, yang mana merupakan tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh truk yang berukuran
50 kaki, kebisingan menjadi sangat mengganggu secara psikis, dan setelah dalam periode

yang berulang-ulang dari paparan selama 8 jam atau lebih, hal tersebut dapat merusak
pendengaran secara psikologis. Bahkan, semakin keras kebisingan tersebut, semakin akan
mengganggu komunikasi verbal, dan semakin besar gairah dan tekanan yang dihasilkannya,
semakin banyak perhatian yang perlu diberikan kepadanya.
Suara yang tidak menentu dan tidak terprediksi pada umumnya lebih mengganggu
dari pada suara yang konstan dan terprediksi. Suara yang konstan dan baik (khususnya jika
tidak terlalu keras) tidak mengganggu. Namun demikian, ketika tidak baik sampai-sampai
pada ledakan, suara tersebut menjadi lebih mengganggu; jika kita kemudian membuat
kebisingan yang hebat tersebut aperiodik (misalnya menjadi tidak terprediksi dan tidak
menentu), kualitas pengganggu akan lebih dihasilkan (Glass & Singer, 1972). Semakin tidak
terprediksinya kebisingan, akan semakin menggetarkan, dan semakin akan menuntun kepada
tekanan (kebisingan yang tak terprediksi kemungkinan lebih dianggap mengancam daripada
yang terprediksi). Sebagai tambahan, kebanyakan kebisingan yang tak terprediksi
membutuhkan perhatian yang besar dengan maksud untuk lebih dimengerti dan dipahami,
mengacuhkan aktivitas lainnya. Pada akhirnya, sangat mudah beradaptasi pada suara yang
terprediksi, oleh karena stimulus yang sama dihasilkan secara berulang-ulang; dengan suara
yang tak terprediksi, adaptasi akan lebih sulit.
Kebisingan yang dimana akan sulit dalam pengaturan mendengarnya juga lebih
mengganggu dari pada suara yang mudah dikontrol. Jika anda mempunyai maksud untuk
menghentikan sebuah kebisingan, atau jika anda dapat menghindarinya jika perlu, anda akan
kurang merasa terganggu dari pada jika anda tidak dapat mengontrolnya. Sebagai contoh, jika
anda menggunakan sebuah mesin gergaji yang rebut, anda dapat mengontrol kebisingan
dengan mematikannya. Jika tetangga sebelah rumah anda menggunakan alat tersebut, anda
memiliki control yang kurang terhadap kebisingan tersebut, dan pasti lebih mengganggu. Jika
anda dapat menutup jendela anda dan mengurangi gangguan suaranya, mungkin tidak akan
terlalu mengganggu anda, walaupun anda tidak sepenuhnya menutup jendela. Tentu saja,
anda dapat menutupnya dan mengetahui bahwa suaranya masih terdengar keras dan
mengganggu. Hal tersebut mungkin tidak selamany bagus untuk mengetes kontrol suara kita!
Dari sudut pandang beberapa teori sebelumnya, kita mengetahui atau dapat
mengetahui bahwa kebisingan yang tidak terkontrol akan lebih menggetarkan dan menekan,
menyita lebih banyak perhatian, dan akan semakin sulit untuk beradaptasi dari pada suara
yang terkontrol. Kekurangan dari kontrol terhadap kebisingan dapat menuntun kepada reaksi
psikologis dan mencoba untuk memperoleh kebebasan dengan mencoba untuk
mengontrolnya. Jika usaha tersebut tidak berhasil, sebuah ketidakberdayaan akan terjadi
(lihat Bab 4), dimana seseorang pasrah menerima kebisingan tersebut dan tidak akan pernah
mencoba untuk mengontrolnya, walaupun kontrol akan mungkin dilakukan dilain waktu.
Tiga variable kebisingan ini dapat, tentu saja, terjadi secara bersamaan. Yaitu, kita
dapat mendengar suara yang terlalu keras, tidak bisa diprediksi dan dikontrol atau suara yang
senyap, tidak terprediksi dan terkontrol dan seterusnya. Seperti yang akan kita lihat pada bab
ini, suara yang keras, tidak terprediksi dan terkontrol memiliki pengaruh yang lebih
berbahaya terhadap prilaku. Walaupun tiga fakor tersebut biasanya yang paling penting yang
mempengaruhi pengaruh kebisingan terhadap prilaku, beberapa penelitian menyatakan bahwa
faktor dan perasaan psikologis lainnya juga mempengaruhi seberapa mengganggunya
kebisingan bagi kita (Green & fidell, 1991; Miedema & Vos, 1999). Gangguan meningkat
jika: (1) seseorang menganggap kebisingan tersebut tidak perlu atau tidak menghasilkan
apapun yang kita inginkan atau butuhkan; (2) mereka yang menghasilkan kebisingan
sepertinya tidak mementingkan kesejahteraan dari mereka yang terpapar kebisingan tersebut;
(3) seseorang yang mendengar kebisingan tersebut menganggap akan membahayakan bagi
kesehatan; (4) seseorang mendengar kebisingan tersebut menghubungkannya dengan
ketakutan; (5) seseorang yang mendengar kebisingan tersebut tidak puas dengan aspek

lingkungannya. Sebagai tambahan, sensitifitas kebisingan telah menghasilkan sebuah


perbedaan individu yang mempengaruhi gangguan yang berhubungan dengan kebisingan
(Job, 1988; Letcher, 1996; Staples, 1996; Stansfield, 1992; Weinstein 1978).
Kemungkinan terakhir ini, sensitifitas kebisingan merupakan sifat pribadi yang stabil,
menyarankan bahwa hal tersebut berhubungan dengan perbedaan prilaku terhadap beberapa
jenis kebisingan. Beberapa orang menemukan bahwa kebisingan lebih mempengaruhi dari
pada lainnya, dalam hal oleh karena sikap mereka terharap kebisingan tersebut lebih negatif.
Terdapat beberapa bukti bahwa orang-orang yang lebih sensitif terhadap kebisingan atau
kebisingan dalam tingkat yang rendah, lebih terganggu oleh kebisingan juga (Taylor, 1984)
dan akan lebih kearah gangguan psikologis (Stansfield et al., 1993). Dalam kebanyakan
penelitian, hubungan antara sensitifitas dan gangguan masih dalam cakupan, diantara 0,25
sampai 0,45 (dalam tingkat dari 0,00 ke 1,00) melewati berbagai jenis kebisingan yang
berbeda (Job, 1988). Peningkatan pada hubungan yang diamati ini akan muncul kemudian
saat kita membentuk ukuran yang lebih baik terhadap sensitifitas kebisingan (Zimmer &
Ellermeier, 1998) dan menjauh dari pengukuran tunggal yang hanya memastikan seberapa
sensitif atau negatifnya orang-orang terhadap kebisingan (Zimmer & Ellermeier, 1999).
Contoh dari item yang mungkin ditemukan dari skala sensitifitas ditunjukkan pada Tabel 5-2.
Sebuah penelitian yang menarik dari Staples dan teman sejawatnya (Staples,
Cornelius, & Gibbs, 1999) menyediakan dukungan gabungan untuk ide ini dan menyarankan
bahwa biaya-analisis manfaat lebih berguna dalam memprediksi dan mengerti akan
gangguan. Mereka meneliti 901 penghuni wilayah dekat bandara dan menggunakan ENRS
(Enviromental Noise Risk Scale). Skala yang baru ini mengukur bagaimana orang-orang
menerima atau menanggapi untung rugi antara keuntungan ekonomi memiliki bandara yang
dekat dan pengaruh lingkungan dari pembangunan bandara lokal. Sensitifitas kebisingan
umum, diukur dengan item yang tradisional, tidak terlalu terhubung kuat dengan seberapa
terganggunya orang-orang dengan kebisingan bandara, tetapi skor dalam ENRS lebih kuat
berhubungan dengan gangguan. Keyakinan akan keuntungan dari bandara dapat mengurangi
kekuatan dari hubungannya dengan gangguan.
SUMBER KEBISINGAN
Seperti yang ada sudah ketahui, kebisingan dapat terjadi dari segala tempat. Karena hal
tersebut memiliki komponen subyektif (hal tersebut dianggap sebagai yang tidak diinginkan),
kebisingan dapat berasal dari apapun yang mengeluarkan suara. Dan, seperti yang anda sudah
ketahui, suara yang sama mungkin tidak diinginkan pada waktu tertentu dan diinginkan disaat
yang lain. Aktifitas menjadi sebuah bisikan yang lemah melawan suara latar belakang dari
sore yang sibuk, tetapi saat malam, ketika kita mencoba untuk tidur, akan sangat berisik dan
sangat mengganggu! Menurut konteks dimana suara apakah terlalu keras yang dianggap
sebagai kebisingan, atau lembut tetapi tidak menentu atau mengganggu, kebanyak orang
akan mengeluh terhadap kebisingan. Kita akan mendiskusikan secara singkat dua kondisi
umum dimana kebisingan bisa menjadi masalah.
Kebisingan Transportasi
Kebisingan yang disebabkan oleh mobil, truk, pesawat dan moda transportasi lainnya
merupakan ketertarikan yang cukup besar untuk berbagai alasan. Pertama, hal tersebut sangat
menyeluruh. Survei telah mengindikasikan bahwa kebisingan kendaraan adalah sumber
kebisingan yang paling sering disebutkan, dan bahwa pembukaan jalan raya baru
dihubungkan dengan peningkatan gangguan terhadap penduduk setempat (Lawson &
Walters, 1974). Dilaporkan bahwa 11 juta atau lebih orang Amerika terpapar kebisingan
kendaraan pada atau lebih dari level yang dapat menyebabkan pengurangan pendengaran
(Bolt, Beranek, & Newman, 1982). Peningkatan lalu lintas udara telah meningkatkan tingkat

kebisingan disekitar bandara, dan penelitian yang telah menunjukkan bahwa hampir dua
pertiga dari orang-orang yang tinggal di sekitar bandara dimana kebisingan pesawat terbang
adalah sebuah masalah melaporkan gangguan dan ketidaksenangan terhadap kebisingan
tersebut (McLean & Tarnopolsky, 1977). Beberapa bukti menunjukkan bahwa kebisingan
bandara atau kebisingan dari pesawat berhubungan dengan tekanan darah tinggi dan masalah
dan gangguan pendengaran (Ising et al, 1990). Kita akan berurusan dengan penelitian ini
secara lebih jelas nanti pada bab ini. Sumber kebisingan lainnya, termasuk lalu lintas kereta
dan sistem transportasi lainnya, dapat menembus dan berkontribusi pada kebisingan di kotakota modern. Beberapa penelitian menemukan bahwa semakin banyak paparan kebisingan
dari kendaraan yang diterima oleh seseorang, maka semakin besar rasa terganggu di antara
masyarakat setempat akan timbul (Fidell, Barber & Schultz, 1991).
Karakteristik kedua dari kebisingan transportasi bahwa hal tersebut biasanya berisik.
Sangat jelas bahwa tingkat suara yang diketahui sebelumnya, termasuk estimasi tingkat suara
dekat bandara (berkisar antara 75 hingga 95 dB). Pandangan sekilas dari figur 5-5 juga
menyediakan bukti tersebut, seperti pengukuran EPA terhadap tingkat kebisingan pada
sebuah apartment tingkat tiga yang berada dekat dengan jalan raya di Los Angeles (90 dB;
lihat Raloff, 1982). Namun demikian, gangguan tidak timbul jika berhubungan dengan
kebisingan itu sendiri; faktor bunyi (volume), dan tidak berbunyi (misalnya kemampuan
prediksi) dalam tingkatan gangguan termasuk menentukan pengaruh suasana hati dari
kebisingan (Green & Fidell, 1991). Sebagai contoh, sebuah penelitian akan gangguan
terhadap kebisingan bandara didekat Bandara Internasional Hartsfield di Atlanta menemukan
bahwa gangguan tidak berkurang oleh penyekatan atau isolasi terhadap suara mengganggu
tersebut pada rumah-rumah penduduk (Fidell & Silvati, 1991).
Kebisingan kerja
Paparan kebisingan di tempat kerja merupakan masalah utama kedua dan juga memiliki daya
tarik yang besar untuk diteliti. Satu karakteristik dari kebisingan kerja, umumnya adalah
kebisingan kantor, bahwa jenis kebisingan tersebut merupakan jenis kebisingan yang besar,
yang terbentuk dari gabungan berbagai macam kebisingan dengan frekuensi yang berbeda.
Jika hal ini sudah parah, akan menimbulkan sikap menutupi terhadap kebisingan dan
menghasilkan situasi yang dapat ditolerir (lihat kotak pada halaman 164). Namun demikian,
jika hal tersebut sampai melebar, kebisingan yang dihasilkan akan sulit untuk diadaptasi dan
kemungkinan besar akan menyebabkan gangguan dan tekanan (Loewen & Suedfeld, 1992).
Pengaruh pengujian dari kebisingan kantor, dan juga cara yang mungkin untuk mengurangi
pengaruh ini, harus memperhatikan frekuensinya dan juga kerasnya kebisingan dalam
pengaruhnya terhadap reaksi psikologis.
Kebisingan kerja juga sangat kuat, dan tingkat suara pada kebanyakan situasi kerja
biasanya ribut. Lebih dari setengah pekerja produksi di Amerika Serikat terpapar tingkat
kebisingan di atas tingkat resiko pengurangan pendengaran, dan lebih dari 5 juta terpapar
pada level di bawah standar yaitu 90 dB (OSHA, 1981). Pekerja bangunan mungkin terpapar
kebisingan dari peralatan yaitu 100 dB, mekanik pesawat berada pada level antara 88 sampai
120 dB, dan penambang batubara terus menerus pada level antara 95 hingga 105 dB (Raloff,
1982). Untuk alasan yang telah disebutkan di atas, paparan ini cukup untuk menyebabkan
kebutuhan akan penelitian yang berkelanjutan yang memperhatikan dan menggaris bawahi
masalah kebisingan ini dan pengaruhnya.
Pengaruh dari Kebisingan
Mengenai sumber dari kebisingan, hal tersebut memiliki pengaruh yang tidak nyaman dan
sehat pada kita. Sumber-sumber dari kebisingan dan gangguan tidak dibatasi oleh satu
masalah utama yang dijelaskan pada bagian sebelumnya (kebisingan transportasi dan kerja).

Sebuah penelitian yang menarik mengenai kebisingan perumahan membuat poin tersebut
menjadi jelas. Mengamati bahwa kebisingan yang diproduksi oleh pendingin ruangan
seringkali cukup besar, Bradley (1992) menyurvei 550 orang, dengan jumlah yang sama pada
siapa saja yang tinggal dalam area yang ribut atau tenang dan memiliki atau tidak memiliki
pendingin ruangan. Pengukuran kebisingan juga dilakukan. Tingkat fisik dari kebisingan
(kerasnya suara) berhubungan dengan gangguan dan adanya pengakuan mendengar suara
pendingin ruangan tetangga. Jumlah dimana suara pendingin ruangan melewati tingkat suara
sekitarnya juga berhubungan dengan gangguan. Reaksi negatif kepada suara pendingin
ruangan adalah umum dan sering terjadi selalu pada lingkungan yang tenang dimana suara
pendingin ruangan lebih terdengar dari suara sekitar (Bradley, 1992). Seperti yang telah kita
ketahui, memiliki sebuah pendingin ruangan kurang menimbulkan gangguan yang berasal
dari suara pendingin ruangan tersebut, oleh karena beberapa kebisingan menjadi lebih
dimaklumi demi kenyamanan. Sekarang kita membahas pengaruh dari kebisingan sebagai
gangguan, yang berhubungan dengan sumbernya.
Penurunan Pendengaran
Pengaruh yang sudah diduga dan paling masuk akal dari paparan kebisingan adalah
penurunan pendengaran, dan konsekuensi dari kebisingan ini merupakan sesuatu yang
penting bagi pekerja dan juga bagi pengawas. Walaupun suara yang terlalu keras (misalnya
150 dB) dapat melukai gendang telinga atau merusak bagian telinga lainnya, kerusakan pada
pendengaran oleh karena kebisingan yang berlebihan biasanya terjadi pada tingkat kebisingan
yang rendah (90 sampai 120 dB) oleh karena kerusakan yang sementara atau permanen pada
sel-sel rambut halus pada koklea di dalam telinga (lihat figur 5-4). Penurunan pendengaran
diukur dalam istilah dasar amplitudo normal pada frekuensi tertentu. Ketika penurunan
pendengaran terjadi pada frekuensi yang telah ditentukan, hal tersebut membutuhkan lebih
dari amplitudo normal (dalam dB) bagi seseorang untuk mendengar pada frekuensi tersebut;
bahwa, ambang batas amplitudo lebih besar. Index penuruan pendengaran yang biasa pada
sebuah frekuensi yang diberikan, kemudian, jumlah desibel di atas ambang normal
dibutuhkan untuk mencapai ambang baru. Penurunan pendengaran tersebut biasanya
diidentifikasi sebagai salah satu dari dua jenis penurunan pendengaran (1) Temporary
Threshold Shift (TTS)/Penurunan ambang sementara, dimana ambang normal akan kembali
dalam waktu 16 jam setelah terpapar kebisingan yang merusak, dan (2) noice-induced
permanen threshold shift (NIPTS)penurunan ambang permanen oleh karena kebisingan, yang
mana biasanya berlangsung sebulan atau lebih setelah terpapar kebisingan yang merusak
(Kryter, 1994).
Penurunan pendengaran, yang mempengaruhi jutaan orang, adalah masalah yang
serius pada negara industrial. Sebuah laporan klasik oleh Rosen et al. (1962) membandingkan
tingkatan masalah di Amerika Serikat dengan budaya yang lebih tenang di Sudan, dan
menemukan bahwa penduduk Sudan yang berumur 70 tahun memiliki kemampuan
pendengaran yang seimbang dengan seorang penduduk Amerika Serikat yang berumur 20
tahun! Untuk menghindari penurunan pendengaran serius pada pekerja industri, Badan
Administrasi Kesehatan dan Keselamatan Pekerja (OSHA) telah menetapkan sebuah
pedoman untuk membatasi paparan kebisingan (misalnya 8 jam untuk 90 dB, empat jam
untuk 95 dB, dua jam untuk 100 dB, dan seterusnya). Namun demikian, beberapa truk
mampu, pada jarak tertentu, menghasilkan suara 95 dB. Sehingga, penduduk yang tinggal
dekat rute jalan raya pastinya terpapar tingkat kebisingan (untuk setidaknya dalam waktu
yang singkat) yang sama dengan standar industrial.
Seperti dalam kasus dengan gangguan, tingkat kebisingan yang absolut saja tidak
menentukan penurunan pendengaran. Sebagai contoh, beberapa obat-obatan mungkin dapat
meningkatkan pengaruh kerusakan dari kebisingan (Miller, 1982). Penelitian dengan hewan

telah menemukan bahwa penggunaan antibiotik bersamaan dengan paparan kebisingan dapat
meningkatkan pengaruh kebisingan dan menyebabkan penurunan pendengaran yang besar
dari pada obat-obatan atau tingkat kebisingan saja (Raloff, 1982). Obat-obatan lainnya,
termasuk aspirin, mungkin juga berinteraksi dengan kebisingan dan meningkatkan
pengaruhnya pada pendengaran, tetapi bukti yang ada bercampur aduk. Pada poin ini terlihat
bahwa beberapa obat dapat, yang digabungkan dengan kebisingan, menyebabkan
peningkatan penurunan pendengaran, tetapi besar pengaruhnya kebanyakan kecil.
Mahasiswa dan orang dewasa seringkali terpapar oleh sumber kebisingan yang dapat
merusak lain musik rock yang keras. Beberapa penelitian (Lebo & Oliphant, 1968)
menemukan bahwa kelompok musik rock konser pada klub malam terpapar suara musik dari
110 hingga 120 dB dalam periode yang terus menerus hingga 1 jam. Penurunan
pendengaran yang serius dapat menghasilkan (batasan aturan negara industrial untuk suara
110 dB adalah 30 menit perhari). Kebanyakan musik rock, baik yang berbeda mulai dari rock
acid 60 an, masih tetap cukup keras untuk menyebabkan penurunan pendengaran.
PENGARUH KESEHATAN LAINNYA DARI KEBISINGAN
Suara dengan tingkat yang tinggi dapat menuntun pada peningkatan gairah dan tekanan
(Cohen et al. 1986; Glass & Singer, 1972). Kita mungkin mengharapkan, bahwa suatu
penyakit yang berhubungan dengan tekanan hipertensi (tekanan darah tinggi) dan maag,
sebagai contohnya akan meningkat jika terpapar suara yang tidak bisa diprediksi dan
dikontrol dalam tingkat yang tinggi. Bukti penelitian terhadap hubungan ini tidak terlalu pasti
tetapi memberi kesan bahwa kebisingan dapat membahayakan kesehatan dalam beberapa hal
(Fay, 1991; Kryter, 1994; Passchier-Vermeer, 1993).
Pertama-tama, kebisingan timbul mempengaruhi fungsi sistem kekebalan tubuh
manusia dan hewan membuat orang-orang lebih rentan terinfeksi (McCarthy, Ouimet &
Dunn, 1992; Sieber et al., 1992; Weisse et al., 1990). Kebisingan juga timbul untuk
mempengaruhi sistem pencernaan (Gastrointestinal/GI), menambah keluhan GI dan
menimbulkan gangguan pencernaan (Passcheir- Vermeer, 1993). Maag biasanya muncul
diantara pekerja yang terpapar kebisingan kerja yang banyak. Doring, Hauf dan Seiberling
(1980) telah menunjukkan bahwa suara dapat mempengaruhi jaringan usus secara langsung,
sehingga tidak heran lagi bahwa kebanyak pekerja menderita gangguan pencernaan. Seperti
yang kita bisa perhatikan, kebisingan juga menyebabkan penyakit kardiovaskuler dan
hipertensi. Paparan kebisingan yang berkelanjutan menyebabkan penyempitan pembuluh
darah pada hewan (Millar & Steel, 1990). Setidaknya satu penelitian (Ando & Hattori, 1973)
menemukan hubungan antara paparan kebisingan pesawat terhadap ibu hamil dan kematian
bayi. Penelitian lain telah menghubungkan kebisingan bandara dengan cacat lahir atau berat
badan lahir rendah. (Ando, 1987; Jones & Tauscher, 1978; Nurminen & Kurppa, 1989).
Akhirnya, survey atau penelitian yang berhubungan menemukan bahwa paparan yang sering
dari kebisingan berhubungan dengan laporan penyakit kronis dan akut dan masalah tidur
(Bronzaft, Ahern, McGinn, OConnor, & Savino, 1998). Paparan dari suara yang bising dan
terus menerus (contoh tinggal di dekat bandara, bekerja dalam kondisi bising) juga
menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, tingginya tekanan darah, dan sekresi hormon
katekolamin (Cohen et al., 1986; Evans, Hygge, & Bullinger, 1995; Evans & Lepore, 1993).
Satu investigasi terhadap kondisi industri lebih berisik dan lebih tenang menunjukkan
bahwa walaupun tekanan darah seimbang diantara para pria pada pabrik yang lebih tenang
dan lebih rebut, penurunan pendengaran dan peningkatan tekanan darah secara positif
berhubungan (Talbott et al., 1990). Data dari anak sekolah yang datang ke sekolah di dekat
Bandara Internasional Los Angeles juga menunjukkan bahwa paparan dari kondisi kebisingan
di sekolah menyebabkan kenaikan tekanan darah yang relatif dari mereka yang bersekolah di
sekolah yang lebih tenang (Cohen et al., 1986). Data yang serupa dari anak-anak yang tinggal

di dekat bandara Munich di Jerman menunjukkan bahwa lebih dari dua tahun, paparan
kebisingan pesawat menyebabkan tekanan yang besar (tekanan darah, tingkat buang air kecil
pada malam hari yang tinggi) dan kualitas hidup yang buruk (Evans, Bullinger, & Hygge,
1998). Perbandingan dibuat antara lingkungan yang lebih rebut dan lebih tenang dan dari
sebelum dan sesudah dibukanya bandara baru di Munich. Kedua analisis menunjukkan bahwa
paparan kebisingan yang kronik menyebabkan gejala stress yang kuat (Evans et al., 1998).
Situasi bising juga dapat menyebabkan meningkatnya hormon adrenalin (Maschke, Ising, &
Arndt, 1995), tetapi para pekerja menunjukkan tekanan darah rendah dan rendahnya hormon
adrenalin di urin mereka ketika mereka menggunakan penutup telinga yang dapat
mengurangi intesitas kebisingan (Ising & Melchert, 1980). Perubahan tekanan yang
disebabkan oleh kebisingan, termasuk meningkatnya katekolamin, kortisol dan kolesterol
ditemukan pada beberapa waktu, tetapi penelitian gagal menemukan hubungan jang juga
telah dilaporkan (Cavatorta et al., 1987; Fruhstorfet et al., 1988).
Satu penelitian telah menunjukkan informasi yang bagus mengenai bagaimana suara
yang mungkin dapat menyebabkan peningkatan hipertensi. Mereka yang telah didiagnosa
memiliki tekanan darah yang tinggi terpapar suara 105-dB selama 30 menit, dan tekanan
darah diukur pada saat periode tenang dan berisik (Eggersten et al., 1987). Saat bising terjadi
peningkatan signifikan pada tekanan sistolik dan diastolic darah, pada umumnya ditandai
dengan peningkatan resistansi vaskuler (kekuatan tekanan jantung berkurang). Sehingga,
stress oleh karena paparan kebisingan menyebabkan penyempitan pembuluh darah (secara
konsisten pada penelitian dengan menggunakan hewan menunjukkan penyempitan saat
terpapar kebisingan yang parah). Hal ini menyarankan sebuah mekanisme dimana suara dapat
menyebabkan hipertensi. Penelitian menemukan bahwa penyempitan pembuluh darah yang
disebabkan oleh paparan kebisingan tidak dapat beradaptasi dengan suara yang keras atau
yang tidak diperkirakan (Jansen, 1973). Ini berarti bahwa, suara yang sangat keras dan tidak
terkira akan terus mempengaruhi pembuluh darah setelah orang-orang telah terbiasa
dengan kebisingan dan respon lainnya telah dihilangkan. Denyut jantung atau konduktansi
kulit berubah oleh karena kebisingan cenderung menjadi sederhana dan berkurang dengan
paparan yang berulang-ulang (Borg, 1981; Glass & Singer, 1974).
Kebanyakan dari penelitian ini menyimpulkan bahwa kebisingan dapat menyebabkan
berbagai macam perubahan psikologis yang dapat menyebabkan penyakit. Namun, mengenai
hubungannya dengan penyakit, sedikit kurang kuat semua yang telah disebutkan disamping
laporan peningkatan dari beberapa indikator stress atau pengukuran fungsi jantung ketika
seseorang terpapar kebisingan, penelitian ini tidak menunjukkan secara mendetail hubungan
antara kebisingan dan penyakit jantung atau penyakit yang menular.
Satu argument yang bertentangan dengan hipotesis tersebut bahwa kebisingan dapat
mempengaruhi kesehatan yaitu penelitian yang menggunakan penurunan pendengaran
sebagai indikator dari paparan kebisingan telah menunjukkan hubungan antara kebisingan
dengan fungsi atau penyakit jantung pada awak pesawat angkatan udara (Kent et al., 1986).
Namun demikian, penelitian tentang hubungan ini bergantung pada hubungan yang kuat
antara penurunan pendengaran dan paparan kebisingan dan tidak dapat menyebutkan
penyebab lain dari penurunan pendengaran atau aspek kebisingan lain selain yang
berhubungan dengan penurunan pendengaran. Ini juga mungkin bahwa pemilihan sepihak
terhadap sampel awak pesawat yang mempengaruhi hasil tersebut. Penelitian lain telah
meneliti masalah kesehatan pada pekerja industri sebagai akibat dari paparan kebisingan, dan
penelitian ini (Cohen, 1973; Jansen, 1973) menemukan hubungan yang sederhana antara
paparan kebisingan tingkat tinggi dan gangguan jantung, alergi, sakit tenggorokan, dan
gangguan pencernaan.
Menariknya, pekerja yang muda dan kurang berpengalaman terlihat lebih menderita
karena terpapar kebisingan, menunjukkan bahwa pekerja yang telah berpengalaman telah

beradaptasi dengan kebisingan. Sayangnya, penelitian pada industri jarang mengontrol faktorfaktor lain yang mungkin bisa diperhitungkan terhadap pengaruhnya pada kesehatan, seperti
kondisi pabrik, paparan polusi, dan tekanan aktivitas kerja. Dalam satu penelitian, gangguan
saat kerja berhubungan dengan paparan kebisingan saat kerja dan tekanan darah, tetapi
hubungan antara kebisingan dan tekanan darah lebih kuat ketika ketidakpuasan kerja dan
dukungan sosial diperhatikan (Lercher, Hortnagel, & Kofler, 1993).
Satu cara untuk mempelajari pengaruh yang dapat merusak kesehatan dari kebisingan,
yaitu dengan meneliti bagaimana hal tersebut berinteraksi dengan sumber atau prilaku
stressor lainnya. Sebagai contoh, paparan dari beberapa zat kimia atau racun di tempat kerja
mungkin saja bercampur dengan kebisingan yang dapat memberikan pengaruh atau mungkin
meningkatkan pengaruh dari kebisingan (Morata, 1998). Kita tahu bahwa kebisingan
meningkatkan tekanan darah orang-orang dan tanda-tanda gairah lainnya, seperti halnya
merokok. Bagaimana keduanya mempengaruhi kita jika kita merokok saat terpapar
kebisingan? Diketahui bahwa merokok dideskripsikan oleh para perokok sebagai strategi
koping yang efektif untuk menenangkan mereka, dapatka itu menghentikan efek yang besar
dari kebisingan atau meningkatkannya? Sebuah penelitian oleh Woodson et al., (1986)
meneliti pertanyaan ini dengan sampel wanita. Empat puluh delapan wanita yang merokok
dan 12 yang tidak merokok berpartisipasi dalam penelitian ini dan terpapar kebisingan.
Perokok yang merupakan bagian dari kelompok perokok atau kelompok perokok yang
pemalu (sembunyi-sembunyi dalam menyalakan rokok) yang mana sebenarnya mereka tidak
merokok sembarangan. Orang-orang yang tidak merokok di tempatkan pada kelompok
kontrol. Laporan stress meningkat saat sesi tersebut, tetapi tidak meningkan pada mereka
yang diperbolehkan merokok. Efek yang kuat dari merokok melemahkan beberapa kekuatan
dari kebisingan. Merokok sepertinya mengurangi beberapa respon psikologis dari kebisingan,
biasanya peningkatan yang dipaksa oleh kebisingan pada denyut jantung dan vasokonstriksi.
Ini mungkin disebabkan oleh sifat alami dari paparan kebisingan (kebisingan tidak terus
menerus), oleh karena penelitian dari paparan stressor yang terus menerus dan merokok
menunjukkan pengaruh yang sebaliknya atau tidak berpengaruh sama sekali (MacDougall et
al., 1983; Suter et al., 1983).
Sangat mungkin juga jika kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan oleh karena
perubahan prilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Jika orang-orang minum terlalu
banyak kopi atau alkohol, merokok berlebihan, kurangnya berolahraga oleh karena paparan
kebisingan, maka hubungan antara kebisingan dengan kesehatan mungkin terjadi oleh karena
prilaku seperti ini. Sebuah penelitian oleh Cherek (1985) memberikan beberapa bukti dengan
menunjukkan bahwa peningkatan tingkat suara dapat menyebabkan meningkatnya keinginan
merokok. dB dengan tingkat yang lebih tinggi dari suara menyebabkan tingginya intensitas
merokok selama sesi penelitian bersamaan dengan bagaimana orang-orang merokok.
Semakin keras suara tersebut, semakin lama rata-rata durasi mereka mengisap rokok.
Pada umumnya, pengaruh yang kuat dari paparan kebisingan pada kesehatan terjadi
biasanya bersamaan dengan stressor lainnya (seperti polusi industri, tensi pekerjaan, tekanan
ekonomi, dan lain sebagainya; lihat figur 5-6) atau terbatas pada mereka yang menderita
gangguan fisiologis (Kryter, 1994). Sebagai contoh, pada satu penelitian, pengaruh
kebisingan pada tekanan darah hanya ditemukan pada orang-orang dengan riwayat keluarga
hipertensi (Theorell, 1990).
Kebisingan dan Kesehatan Jiwa
Telah kita ketahui bahwa paparan tingkat tinggi dari kebisingan menuntun kepada aktivitas
psikologis yang tinggi dari stress dan menunjukkan bahwa kesehatan fisik juga akan
terpengaruh. Beberapa telah berkesimpulan bahwa tekanan hubungan antara kebisingan dan
masalah kesehatan. Oleh karena stress merupakan faktor umum dari masalah kesehatan jiwa

(Kryter, 1994). Survey industri melaporkan bahwa pemaparan kebisingan dengan intensitas
tinggi menyebabkan keluhan seperti sakit kepala, mual, kurang stabil, cepat emosi,
kegelisahan, impotensi, dan perubahan suasana hati (Bing-shuang, Yue-lin, Ren-yi, & Zhubao, 1997). Namun demikian, sebiah penelitian dari 2.398 pria di Inggris menunjukkan
bahwa kebisingan lalu lintas menyebabkan gangguan tetapi bukan gangguan psikologis
(Stansfield et al., 1993). Seperti survey dari kesehatan fisik dan paparan kebisingan, hasil dari
penelitian ini harus ditafsirkan secara hati-hati, karena stressor lainnya yang berhubungan
dengan rumah dan kerja biasanya tidak diperhatikan atau dikendalikan.
Kebisingan pesawat merupakan penyebab keluhan yang sangat umum pada mereka
yang tinggal di dekat bandara. Sebuah penelitian yang menarik tetapi kontroversial (di review
oleh Kryter, 1990) meneliti hubungan antara kebisingan bandara dengan kesehatan jiwa di
dekat bandara Hearthrow di London (Figur 5-7). Bukti ditemukan mengenai hubungan positif
antara kebisingan dengan penerimaan psikis, yang mana ditentukan oleh faktor lain selain
kebisingan. Namun demikian, penilaian psikologis atau gangguan emosional pada wilayah
yang bising dan renang tidak menunjukkan bukti yang nyata dari kontribusi kebisingan pada
perkembangan psikopatologi (Stansfield, 1992). Sepeti kesehatan fisik, kita mesti
menyelidiki kemungkinan dari pengaruh kebisingan kepada penyakit mental dalam
hubungannya dengan faktor lain yang menimbulkan atau menyebabkan berkembangnya
gangguan mental. Sebagai contoh, sebagai tambahan yang mempengaruhi stress, paparan
kebisingan kemungkinan menuntun kepada penurunan kontrol penerimaan dan kesulitan
belajar (lihat bab 4), yang mana, dalam urutannya, meningkatkan kerentanan akan gangguan
psikologis.
PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP PRESTASI
Pengaruh selama Paparan
Kebanyakan orang dengan cepat akan memberitahukan kepada anda bahwa mereka
menimbulkan banyak kesealahan pada kondisi yang lebih berisik dari pada tenang, tetapi
mereka percaya bahwa kebisingan tidak selamanya sesuai dengan prestasi mereka (Smith &
Jones, 1992; Smith & Stanfield, 1986). Penelitian laboratorium mengenai pengaruh
kebisingan pada prestasi telah menunjukkan hasil yang campur aduk. Untuk lebih detailnya,
lihat Cohen et al. (1996) dan Stansfield (1992). Singkatnya, apakah kebisingan
mempengaruhi pengaruh negatif terhadap prestasi, atau tidak sama sekali bergantung pada
sifat kebisingan yang telah dibahas sebelumnya (seperti, intensitas, prediksi, dan control),
beberapa jenis pekerjaan dilakukan, dan toleransi tekanan dan karakteristik pribadi lainnya
dari setiap individu (Baker & Holding, 1993; Cohen & Weinstein, 1982; Koelega &
Binkman, 1986). Suara yang lebih keras (lebih dari 100 dB) tampak mempengaruhi prestasi
dalam pada beberapa segi. Pada umumnya, data dari penelitian laboratorium menunjukkan
bahwa suara regular dengan jangkauan 90 hingga 100 dB tidak terlalu mempengaruhi
penampilan dalam pekerjaan fisik dan mental. Namun demikian, suara pada jangkauan
amplitudo seperti ini yang tidak terprediksi (berlagsung dalam interval yang tidak menentu)
akan mempengaruhi prestasi pada pekerjaan yang membutuhkan kewaspadaan, pekerjaan
yang membutuhkan daya ingat, dan pekerjaan yang rumit yang mana seseorang harus
mengerjakan dua aktivitas secara bersamaan. Suara yang tiba-tiba, keras, dan tidak
terprediksi kemungkinan secara singkat mengganggu kerja seseorang dan selanjutnya
menyebabkan kesalahan jika pekerjaan tersebut membutuhkan kewaspadaan atau konsentrasi,
Glass dan Singe(1972) menemukan bahwa walaupun masalah prestasi ini minmal dan/atau
dapat dilalui oleh seseorang yang merasa bahwa mereka memiliki kontrol terhadap
kebisingan tersebut (misalnya, dapat menghentikannya jika mereka mau).
Dalam beberapa tingkatan, jenis-jenis pengaruh yang suara miliki pada prestasi kerja
mungkin adalah masalah pribadi atau perbedaan sensitifitas terhadap kebisingan. Penelitian

menemukan bahwa pengaruh kebisingan terhadap prestasi kemungkinan bergantung pada


pribadinya. Para extrovert biasanya lebih kuat dari para introvert, menunjukkan bahwa para
extravert harus menunjukkan prestasi yang lebih baik ketika bekerja pada kondisi yang
berisik. Tentu saja, hal ini telah diamati (Campbell, 1992; Dornic & Ekehammar, 1990), dan
beberapa bukti menunjukkan bahwa para extrovert lebih memilih bekerja pada kondisi yang
lebih berisik (Geen, 1984). Usia, jenis kelamin, dan karakteristik lainnya juga dapat
mempengaruhi. Anak-anak jarang mengalami kesulitan tidur, dan anak muda menunjukkan
perubahan psikologis yang lebih kecil ketika terpapar kebisingan dari pada yang lebih tua
(Vallet, 1987). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih mudah terpengaruh
oleh kebisingan dari pada pria (Gulian & Thomas, 1986), sementara penelitian lain tidak
menemukan adanya perbedaan (Edmonds & Smith, 1985).
Paparan dari kebisingan, suara yang tidak terkontrol timbul mempenaruhi penerimaan
informasi pada daya ingat, menyebabkan perhatian lebih atau timbulnya perasaan atau
memori yang negatif (Willner & Neiva, 1986). Hal ini seperti pengamatan terhadap orangorang yang depresi, yang menderita oleh karena ingatan yang negatif dan sepertinya lebih
mampu mengingat ingatan yang kurang mengenakkan (Fogarty & Hemsley, 1983). Dilain
pihak, Bell et al. (1984) menemukan bahwa kebisingan bercampur dengan ingatan
berlangsung entah pada saat pembelajaran atau tahap mengingat. Pengaruh dari stressor pada
gangguan ingatan yang singkat ini dan pengruhnya terhadap ingatan yang negatif menyajikan
sesuatu yang penting untuk penelitian kedepannya.
Salah satu penelitian terbaru meneliti pengaruh fluktuasi suara latar dari kipas
ventilasi terhadap seberapa lelahnya siswa selama proses pembelajaran yang lama (Persinger,
Tiller, & Koren, 1999). Selama empat pelajaran tanpa henti, data dikumpulkan setelah setiap
jam menunjukkan kelelahan siswa dan kemampuan untuk berkonsentrasi. Setelah setengah
dari seluruh pelajaran tersebut, kipas ventilasi di ruang belajar dijalankan, menghasilkan
bunyi yang lebih kurangnya terus menerus dan rata-rata sekitar 60-65 dB. Selama sisa
pelajaran, kipas tersebut dimatikan. Pengaruh dari suara tambahan tersebut dramatis: Para
siswa menunjukkan kelelahan yang tinggi ketika kipas angina berjalan, dan ini mungkin
mempengaruhi kemampuan mereka untuk berkonsentrasi. Siswa lainnya menujukkan
pengaruh dari suara latar pada kondisi kerja, yang mana akan kita bahas setelahnya.
Akibat yang Datang Kemudian
Kebisingan memiliki lebih dari efek langsung terhadap prestasi. Pada Bab 1 kita menjelaskan
sebuah bentuk tugas untuk mengukur toleransi kekecewaan dimana setiap individu mencoba
untuk memecahkan puzzle paper-and-pencil yang sebenarnya tak terpecahkan; jumlah
percobaan untuk memecahkan puzzle seperti itu berfungsi sebagai indeks toleransi dari
kekecewaan, atau ketekunan (Figur 5-8). Pada satu penelitian yang terkenal, sebuah
kelompok terpapar 108 dB suara yang tak terprediksi dan terkontrol sebelum mengerjakan
tugas menunjukkan setengah hingga sepertiga toleransi dari kekecewaan. Sample ini juga
lebih banyak melakukan pengkoreksian terhadap kesalahan dibandingkan dengan grup
kontrol dan dengan grip yang terpapar sebelum tugas diberikan apakah dengan suara yang
terprediksi atau terkontrol (Glass, Singer, & Friedman, 1969). Tampaknya, akibat yang
datang kemudian dari kebisingan dapat menjadi parah separah pengaruh selama mendengar
kebisingan tersebut. Pada penelitian yang serupa, ditemukan bahwa akibat yang datang
kemudian bergantung pada jumlah kontrol dari penerimaan (Sherrod et al., 1977). Peneliti
tersebut memberikan sampel kontrol terhadap suara permulaan, dan tetap saja yang lainnya
mengontrol membunyikan atau mematikan suara tersebut. Grup lainnya tidak memiliki kuasa
terhadap suara tersebut. Hasil menunjukkan bahwa semakin besar kontrol penerimaan yang
ada, semakin bersikerasnya seseorang bekerja untuk menyelesaikan puzzle ketika kebisingan
berhenti.

Akibat yang datang kemudian seperti itu juga diteliti oleh pendekatan teoritis yang
dibahas sebelumnya. Sebagai contoh, gairah tetap meningkat sewaktu-waktu setelah sebuah
stimulus gairah (seperti kebisingan) mereda. Sehingga, gairah yang terbawa ini dapat
terhitung sebagai akibat yang datang kemudian. Pendekatan beban lingkungan juga
menyatakan bahwa sewaktu suara yang menyita perhatian berhenti, pengaruh kelelahan
terjadi kemudian, dan membutuhkan waktu untuk mengembalikan cukup perhatian untuk
mengerjakan sebuah pekerjaan yang membutuhkan mental. Jika kebisingan timbul dengan
kontrol yang dirasakan, sedikit perhatian dibutuhkan untuk itu, sehingga waktu untuk
mengembalikannya juga sedikit, dan potensi untuk ketidakmampuan juga dikurangi.
PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP ANAK-ANAK: MENGAPA JOHNNY
TIDAK BISA MEMBACA?
Banyak anak-anak menghabiskan waktunya di rumah atau di sekolah dekat dengan daerah
transportasi yang bising. Sayangnya, penelitian menunjukkan bahwa kebisingan dari jalan
raya, sistem kereta api, dan pesawat memiliki efek yang substansial pada prestasi kelas dan
tingkat stress anak-anak. Sebagai contoh, Hambrick-Dixon (1986) mempelajari anak-anak di
pusat penitipan anak yang dekat dengan jalur kereta api bawah tanah yang berisik dan
selebihnya yang jauh dari jalur kereta bawah tanah. Prestasi kegiatan psikomotor terganggu
dari kebisingan buatan di laboratorium, tetapi anak-anak dari tempat penitipan yang bising
lebih berprestasi ketika terpapar kebisingan dari pada tidak, sementara anak-anak dari tempat
yang lebih tenang menunjukkan prestasi yang buruk dibawah kondisi bising. Pada penelitian
lainnya, Damon (1977) menemukan bahwa anak-anak yang tinggal di rumah dimana
kebisingan lalulintas tinggi lebih sering tidak ke sekolah.
Cohen, Glass, dan Singer (1973) berteori bahwa kebisingan perkotaan mungkin
merusak perkembangan pendidikan anak-anak jika sudah cukup parah. Meneliti sebuah
kompleks apartment besar dengan situasi jalan raya bising di Kota New York (lihat figur 5-9),
peneliti menemukan bahwa paparan kebisingan di lantai bawah dari kompleks tersebut lebih
parah dari pada yang di lantai atas. Sementara dengan hari-hari mengontrol faktor lain seperti
tingkat sosial dan polusi udara, yang mungkin beragam pada tiap lantai dari bangunan
tersebut, para peneliti menemukan bahwa anak-anak pada lantai bawah yang lebih berisik
memiliki perbedaan pendengaran yang buruk dari anak-anak yang berada pada lantai atas.
Bahkan, masalah pendengaran dari anak-anak di lantai bawah mungkin telah mempengaruhi
kemampuan membaca mereka, karena ditemukan bahwa mereka memiliki kemampuan
membaca yang lebih buruk dari anak-anak di lantai atas. Pada penelitian lainnya, Bronzaft
dan McCarthy (1975) membandingkan kemampuan membaca anak-anak dari dua sisi
bangunan sekolah. Satu sisi bangunan bersebelahan dengan jalur kereta api, tapi sisi lainnya
jauh lebih tenang. Ditemukan bahwa 11% dari waktu mengajar hilang di ruang kelas yang
bersebelahan dengan jalur kereta yang bising. Tidak heran, kemampuan membaca anak-anak
yang berada di sisi yang lebih tenang lebih bagus dari mereka yang berada di sisi yang rebut
(lihat juga Crook & Langdon, 1974). Tentu saja, Evans dan Maxwell (1997) menyimpulkan
bahwa kebanyakan dari kekurangan prestasi akademik yang ditunjukkan oleh anak-anak yang
terpapar kebisingan yang parah, termasuk kebisingan pesawat, dapat menyebabkan
kurangnya daya terima Bahasa mereka. Kebisingan dapat mengganggu kemampuan untuk
membedakan antara suara-suara yang serupa (misalnya huruf b dan d), menimbulkan
lambatnya perkembangan kemampuan membaca dan verbal.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa kebisingan pesawat memiliki efek penanda
pada prestasi anak-anak. Cohen et al. (1986) mempelajari anak-anak yang menghadiri
sekolah di dekat Bandara Internasional Los Angeles. Beberapa bersekolah di tempat yang
mana suara pesawat sangat keras (di atas 95 dB), sementara yang lainnya bersekolah di
tempat yang dirasa kurang bising. Setelah mengontrol pengaruh sosial ekonomi dan

menghitung perbedaannya pada penurunan pendengaran, hasil dari perhitungan menunjukkan


bahwa anak-anak di sekolah yang lebih bising lebih sulit untuk memecahkan masalah rumit.
Anak-anak di sekolah yang lebih bising juga cenderung memecahkan masalah yang mudah
terpecahkan dari pada anak-anak dari sekolah yang lebih tenang dan cenderung akan
menyerah. Data ini menunjukkan bahwa siswa-siswa dari sekolah yang bising sederhananya
kurang bisa menyelesaikan tugas kognitif, oleh karena mereka lebih cenderung menyerah
sebelum menyelesaikan tugas tersebut. penelitian ini juga meneliti prestasi sekolah dan
gangguan di antara siswa-siswa. Dalam waktu yang berlebihan, pengaruh dari paparan
kebisingan pesawat yang parah tidak lenyap, yang berarti, pengaruh tidak berkurang atau
pergi dengan sendirinya. Sebagai gantinya, para siswa sepertinya lebih terganggu semakin
lama mereka menghadiri kelas di bawah kondisi yang berisik. Prestasi sekolah lebih
dipengaruhi oleh tingkat kebisingan di rumah dari pada di sekolah.
KEBISINGAN PESAWAT:
Mengapa sangat bising dan Mengganggu?
Salah satu dari teknologi canggih marvel adalah pesawat supersonic dan kehadiran
transportasi supersonic (SST) untuk penumpang komersial. Versi Amerika dari SST
dibatalkan dengan alasan ekonomi dan lingkungan. Namun, Pesawat Conorde BritishFrench, tetap diproduksi dan menjadi kontroversi sejak itu, tetapi, juga, telah dijadwalkan
untuk ditutup. Pada masalahnya terhadap kebisingan. Mesin dari sebuah SST harus
ramping dan rapi untuk penerbangan yang lebih baik. Oleh karena diameter mesin
berkurang dan kecepatan bertambah, suara pembuangan menjadi lebih besar, sehingga
mengapa mesin yang tua dan ramping ini ditiadakan dan diganti dengan pesawat subsonic
yang lebih lebar dan baru. Suara dari pesawat Concorde di landasan berkisar antara 100
hingga 120 dB, tergantung jaraknya dari pesawat. Hal tersebut lebih besar 10 hingga 20 dB
dari pesawat subsonic. Penelitian menunjukkan bahwa sekali penerbangan dari pesawat 10
dB lebih keras dari 10 penerbangan yang menghasilkan gangguan yang sama dari pesawat
yang kurang bising.
Masalah kebisingan lainnya dari SST adalah ledakan sonicnya. Suara yang
menggemuruh ini dihasilkan oleh setiap pesawat supersonic. Suara melintas dengan
kecepatan 334 m/s (747 mil/jam). SST bergerak lebih cepat dari suara yang dihasilkannya
(oleh karena penumpang berada di atas suara tersebut, mereka tidak terlalu mendengarnya
seperti orang-orang yang berada di bawah). Konsekuensinya, gelombang suara bertumpuk
bersamaan, menambah tekanannya dan menyebabkan ledakan sonic. Ekor pesawat
meninggalkan sebagian ruang kosong, menurnkan tekanan saat lewat. Hasilnya adalah
peningkatan tekanan diikuti oleh penurunan. Perubahan tekanan ini bergerak dari mesin jet
dengan pola kerucut (Gambar 5-10), sehingga orang-orang yang berada di bawah di antara
dua kerucut tersebut mendengar ledakannya. Jika pesawat cukup lama, perubahan tekanan
positif dan negatif mungkin terdengar sebagai dua suara yang berbeda. Ledakannya terus
menerus dari saat pesawat menghasilkan suara hingga kembali ke kecepatan subsonic,
tetapi seseorang yang berada di bawah mendengarnya hanya 0,1 hingga 0,5 detik.
Sehingga, seluruh wilayah yang dilewati oleh SST pada kecepatan supersonic akan
mendengarkan ledakan sonic tersebut. Dengan alasan ini, SST dilarang untuk terbang pada
kecepatan supersonic termasuk di wilayah Amerika Serikat. Oleh karena pesawat tersebut
hanya diperbolehkan untuk terbang dalam kecepatan supersonic di lautan (misalnya New
York ke London), membuatnya memakan banyak biaya untuk dioperasikan.
Kebisingan pesawat sangat mengganggu, oleh karena sangat berisik dan berselang
lama di daratan (Kryter, 1994). Dalam satu penelitian, Bronzaft et al. (1998) menemukan
bahwa sekitar 70% orang-orang yang tinggal di jalur penerbangan bandara terganggu oleh

suara pesawat. Pada Bab 13 kita akan melihat bagaimana kebisingan pesawat pariwisata
merupakan salah satu dari sumber paling mengganggu pada keluhan pengunjung di taman
nasional yang terkenal (Mace et al., 1999).
Penelitian yang terbaru mengenai paparan kebisingan pesawat yang parah dilakukan
di dekat Bandara Internasional Munich di Jerman (Evans, Hygge, & Bullinger, 1995). Satu
kelompok dengan jumlah 135 dari siswa kelas tiga dan empat yang tinggal di dekat bandara
atau di wilayah perkotaan yang lebih tenang belajar dengan pendingin ruangan, trailer
peredam suara yang parker di dekat sekolah siswa. Pengukuran mengumpulkan termasuk
tekanan darah, tingkat hormon stress, dan beberapa indeks dari beragam kemampuan kognitif
dan prestasi kerja. Anak-anak yang tinggal di dekat bandara menunjukkan ciri-cici stress
ketika dibandingkan dengan siswa-siswa dari wilayah yang lebih tenang, menunjukkan
tingkat hormon epineprin dan norepineprin yang tinggi di urin mereka, tekanan diastolic
darah yang tinggi, dan tekanan darah yang lebih tinggi selama melakukan tugas kognitif.
Paparan kebisingan yang parah tidak mempengaruhi prestasi pada beberapa tugas, oleh
karena tidak ditemukannya perbedaan pada reaksi dan tugas persepsi, tetapi prestasi terhadap
tugas-tugas membaca dan yang membutuhkan daya ingat lebih baik ditunjukkan oleh anakanak dari wilayah dengan kondisi yang lebih tenang. Para siswa yang tinggal di area lebih
berisik (dekat bandara) kurang termotivasi, menunjukkan sedikit toleransi kekecewaan, dan
lebih terganggu.
Studi mengenai ini menghadirkan dukungan kuat untuk siapa saja yang berargumen
bahwa paparan kronik dari kebisingan menyebabkan stress parah dan penurunan prestasi
kognitif. Penjelasan lain untuk pengaruh ini, seperti kerusakan pendengaran atau penurunan
pendengaran, di tunjukkan sepenuhnya pada penelitian di Munich, dan hasilnya konsisten
dengan penelitian lain pada paparan kebisingan bandara dan lalulintas dan kebisingan kelas
(Hygge, 1993). Masalah seperti berapa lama pengaruh dari paparan kebisingan ini
berlangsung ketika anak-anak tidak lagi terpapar (misalnya mereka pindah atau bandara
ditutup) masih sementara diteliti.
Dapatkah masalah seperi itu diperbaiki? Bronzaft (1985-86) menemukan bahwa
penambahan plafon peredam suara di ruang kelas dan bantalan untuk mengurangi bising pada
rek kereta mengurangi kebisingan kelas dan menuntun kepada pemulihan dari nilai membaca.
Dapatkah masalah seperti itu dihindari sedini mungkin? Sebuah laporan oleh Ward dan
Suedfeld (1973) menyatakan bahwa mereka dapat menghindarinya dengan fase yang teratur.
Dalam hal perencanaan jalur jalan raya di sebelah gedung kelas, peneliti memainkan rekaman
video dari lalu lintas pada level kebisingan yang setara dengan jalan raya yang sebenarnya.
Gangguan terhadap pembelajaran ditemukan sebelum pembangunan dimulai, menunjukkan
bahwa kita dapat merencanakan kedepannya guna menghindari masalah seperti ini.
PENGARUH DARI KEBISINGAN PADA SITUASI KANTOR DAN INDUSTRI
Seberapa seriuskah kebisingan kerja? Satu penelitian, survey dari 2.391 pekerja di kantor
sebelum dan sesudah renovasi kantor, ditemukan bahwa lebih dari sebagian melaporkan
bahwa kebisingan mengganggu mereka saat kerja (Sundstrom et al., 1994). Seperti yang
terlihat pada figur 5-11, perubahan dalam desain kantor yang berujung pada berkurangnya
kebisingan meningkatkan kepuasan terhadap kondisi baru, sementara perubahan yang
membuatnya lebih bising mengurangi kepuasan.
Salah satu dari masalah yang paling serius dari suara latar pada kondisi industri dan
komersil adalah gangguannya pada komunikasi. Ketika sejumlah sinyal audio berbeda
dihasilkan secara simultan, hal tersebut biasanya sulit bagi telinga manusia untuk
membedakan atau memilah-milahnya. Fenomena ini dikenal sebagai saling menutup, dan hal
ini termasuk kesulitan kita dalam mendengarkan pembicaraan orang lain pada saat suara latar

menjadi bising. Suara latar dalam penelitian Glass dan Singer (1972) terbentuk oleh
gabungan dari suara yang simultan dari mesin mimeograph (salah satu jenis mesin fotokopi),
kalkulator, mesin ketik, dua orang berbicara Bahasa spanyol, dan yang lainnya berbahasa
Armenia, dengan pengaruh finalnya sulitnya untuk memisah-misahkan diantara beragam
suara oleh karena saling menutupi. Suara latar yang tertiri dari percakapan biasanya
mengganggu (Banburry & Berry, 1998). Nampaknya, kita mencoba untuk mendengar
percakapan yang menjadi latar sebagai sebuah komunikasi, sehingga kira memberi banyak
perhatian kepadanya. Namun, Kebisingan nonkonvensional, kurang membutuhkan perhatian
tetapi tetap mengganggu usaha kita untuk berkomunikasi.
Kesulitan dalam mendengar sebuah komunikasi beragam bukan hanya sesuai dengan
amplitudo dan frekuensi dari suara latar (semakin sama frekuensi dari bunyi dan komunikasi,
semakin sulit gangguannya), tetapi juga sesuai dengan jarak antara sang pembicara dan
pendengar. Figur 5-12 memperlihatkan pengaruh gabungan dari amplitudo suara sekitar dan
jarak antarpribadi dalam komunikasi. Tingkat yang masuk akal ini dari suara latar
seringkali dianggap sebagai tingkat gangguan percakapan atau SILs. Penelitian terbatas
(Acton, 1970) mengindikasikan bahwa beberapa adaptasi percakapan terhadap suara latar
terjadi, sehingga kita dapat belajar untuk berkomunikasi secara efektif saat terdapat banyak
jenis dari suara latar. Sehingga, para pekerja industri yang terbiasa dengan lingkungan yang
berisik diketahui lebih efektif dalam berkomunikasi walaupun dengan suara latar yang berisik
dari pada para pekerja di lingkungan kampus yang terbiasa terhadap lingkungan yang lebih
tenang. Kebanyakan perancang dan pekerja bangunan saat ini menggunakan standar 55
hingga 70 dB sebagai yang dapat dimaklumi untuk kantor yang baik (Fraser, 1989; Kryter,
1994).
Penelitian terhadap pengaruh kebisingan dalam produktivitas pada kondisi industrial
umumnya menemukan tidak adanya pengaruh langsung dari kebisingan terhadap prestasi
nonaudiorial. Oleh karena penelitian tersebut dilakukan pada kondisi wilayah yang tidak
subyektif dengan kontrol laboratorium dengan berbagai macam variabel, hasilnya paling
meyakinkan. Pengurangan terhadap kebisingan, singkatnya, mungkin akan meningkatkan
moral pekerja (Sundstrom et al., 1994), yang mana, dalam hal ini, peningkatan produktivitas.
Dengan kata lain, menengahi variabel-variabel, seperti moral, kelelahan, atau kesulitan
komunikasi, akan lebih signifikan dari pengaruh langsung oleh kebisingan pada prestasi
(Kryter, 1994). Namun, jika kebisingan mempengaruhi produktivitas walaupun secara tidak
langsung, industri tentu saja akan memikirkan pengaruh tersebut dengan mendesain peralatan
dan lingkungan kerja dengan tingkat kebisingan yang diinginkan.
Perhatian terhadap produktivitas, moral, dan pengaruh kesehatan oleh kebisingan
telah menuntun banyak industri dan pemerintah untuk menekankan faktor-faktor yang
mengurangi kebisingan pada situasi kantor dan pabrik. Diantara kebanyakan prosedur
pengurangan yang umum adalah penggunaan karpet yang tebal, penggunaan plafon peredam
suara, material dinding peredam suara, gorden yang besar, dan bahkan tanaman. Pendekatan
lainnya melibatkan penggunaan mesin dengan tidak terlalu berisik, seperti menaruh selembar
kain tebal diantara mesin ketik dan meja, menutup printer dengan kain tebal, dan
memproduksi peralatan dengan komponen yang tidak terlalu berisik. Lalu pendekatan lainnya
adalah menutup kebisingan dengan peralatan dengan peredam suara atau mengecilkan suara
musik.
BAGAIMANA PENGARUH INI TERJADI?
Merujuk kepada semua pengaruh kebisingan yang telah dijelaskan, kita percaya bahwa akan
sangat membantu untuk mereview beberapa materi umum dalam hal bagaimana pengaruh ini
terjadi. Satu teori tentang bagaimana kebisingan mempengaruhi prestasi kerja yang
menutupi percakapan internal atau membuat lebih sulitnya orang lain mendengarkan kita

(Poulton, 1977). Ketika isi hari terhalang atau tidak dapat dikeluarkan, kebisingan memiliki
efek yang lebih negatif terhadap prestasi kerja (Wilding & Mohindra, 1980). Penelitian telah
menemukan beberapa bukti bahwa kebisingan menutupi kata hati dan ini menuntun kepada
kinerja yang buruk, tetapi bukti-bukti tersebut tidak menunjukkan bahwa hal tersebut adalah
salah satu pengaruh kebisingan terhadap kerja kita (Jones et al., 1979; Smith & Jones, 1992).
Teori lainnya menempatkan daya ingat atau daya tangkap sebagai korban utama dari
kebisingan, dan penelitian juga menyajikan beberapa dukungan untuk ide tersebut. Paparan
berkepanjangan terhadap kebisingan di tempat kerja menyebabkan penurunan daya ingat dan
ingatan, tetapi perhatian sepertinya kurang terpengaruh (Gomes, Martinho-Primenta, &
Castelo, 1999). Kebisingan juga timbul untuk mengurangi daya tangkap terhadap bahan
bacaan (Smith & Stansfield, 1986). Broadbent (1971) berargumen bahwa kebisingan dapat
mempengaruhi kinerja kerja dengan meningkatkan kemungkinan yang dominan atau yang
dikuasai, informasi yang tersedia akan digunakan dalam pengambilan keputusan. Dengan
kata lain, kebisingan menyebabkan orang-orang untuk kurang menggunakan informasi yang
tersedia dan untuk mengulangi atau mengingat respon yang umumnya dramatis, terkuasai,
atau mudah untuk dihasilkan. Beberapa penelitian telah menyediakan bukti dari fenomena
yang menyita perhatian ini, termasuk buruknya ingatan terhadap informasi yang kurang
relevan pada saat bekerja, atau buruknya kemampuan untuk mengakses informasi yang jarang
atau tidak umum digunakan (lihat Smith dan Jones, 1992).
Keseluruhan model dari pengaruh kebisingan ini terhadap kinerja memiliki kelemahan
atau bagian yang mana tidak menyediakan pendukung. Mengingat bahwa model ini dan
lainnya dari pengaruh kebisingan tidak sepenuhnya mengakomodasi dari apa yang telah kita
pelajari mengenai kebisingan dan kinerja kerja, bagaimana kita dapat menjelaskan mengapa
kebisingan mempengaruhi kinerja hanya pada kondisi tertentu?
Satu cara untuk menjawab pertanyaan ini adalah dengan beralih kepada pendekatan
teoritis yang dibahas pada bab 4. Hal ini juga mungkin berguna untuk meneliti sekali lagi
figur 5-2 yang menunjukkan model eklektik yang diterapkan terhadap kebisingan. Sebagai
contoh, teori tingkat adaptasi memprediksi variasi dalam kinerja pada berbagai tingkat
kemampuan, pengalaman, dan stimulus untuk setiap individu. Selanjutnga, hokum YerkesDodson dan teori gairah menyarankan bahwa kebisingan yang meningkat akan
mempengaruhi kinerja terhadap pekerjaan yang sederhana. Namun demikian, peningkatan
gangguan tingkat tinggi mempengaruhi kinerja pada pekerjaan yang rumit, dan peningkatan
gangguan tingkat yang sangat tinggi mempengaruhi kinerja pada pekerjaan yang sederhana.
Data dari penelitian terhadap kebisingan dan kinerja konsisten dengan penjelasan ini dan
menyarankan bahwa karakteristik gairah terhadap stress dapat mempengaruhi kemampuan
daya ingat, membaca dan pemecahan masalah.
Beban lingkungan dapat juga digunakan untuk menjelaskan beberapa penemuan
terhadap hubungan antara kebisingan dengan kinerja. Para peneliti berargumen bahwa
kebisingan yang tak terprediksi membutuhkan asupan perhatian yang lebih banyak dari pada
kebisingan yang bisa diprediksi, dan hal tersebut pasti lebih berpengaruh terhadap kinerja.
Untuk pekerjaan yang rumit, bahkan lebih banyak lagi perhatian yang dibutuhkan untuk
kinerja yang optimal, dan stimuls apa saja yang mengganggu kita atau memalingkan
perhatian kita terhadap pekerjaan tersebut akan melukai kinerja kita. Model pembatasan
prilaku dapat juga menjelaskan beberapa aspek dari paparan kebisingan, seperti mengapa
kurangnya kontrol pendengaran oleh karena kebisingan melukai kinerja: Ketika kontrol
hilang, lebih banyak lagi usaha yang diperlukan untuk mengembalikan kontrol dari pada
secara langsung melakukan pekerjaan, dan menghasilkan kinerja kerja yang buruk.
Salah satu cara dimana kebisingan mungkin menjadi penyebab masalah kesehatan
mental dan fisik sekaligus mengurangi kinerja dan suasana hati adalah gangguan tidur.
Kebisingan membangunkan kita dan membuat kita lebih sulit untuk tertidur. Kita semua tahu

dari pengalaman pribadi, dan penelitian telah membuktikan, bahwa kebisingan, walaupun
dalam kondisi seperti rumah sakit, dapat membuat stress dan kesulitan tidur (Topf, 1992a,
1992b). Pada penelitian lainnya, pengukuran obyektif terhadap paparan suara (misalnya
kebisingan) tidak berhubungan dengan tidur atau laporan kesehatan, tetapi pengukuran
subyektif terhadap paparan kebisingan (misalnya gangguan) berhubungan dengan tidur
(Nivison & Endresen, 1993). Kebanyakan orang-orang belajar untuk tidak menghiraukan
kebisingan yang terhadi secara terus menerus atau bertahap dan beradaptasi terhadap
kebisingan tersebut tanpa kesulitan untuk tidur; namun demikian, usaha diperlukan dan
sensitifitas seseorang terhadap kebisingan dapat mempengaruhi tidur dan kesehatan.
KEBISINGAN DAN PERILAKU SOSIAL
Jika kebisingan membuat stress, bergairah, perhatian dialihkan, atau mempengaruhi prilaku,
paparan terhadap hal tersebut akan mempengaruhi hubungan pribadi yang terpengaruh dari
penengah ini. Kita sekarang akan melihat kepada tiga hubungan sosial yang spesifik ini
penarikan diri, kurang perhatian terhadap diri sendiri (altruisme), dan perkelahian untuk
menentukan seperti apa kebisingan dapat mempengaruhi perilaku sosial. Kebanyakan dari hal
ini terdiri dari penelitian laboratorium yang dilakukan tiga dekade yang lalu atau lebih.
Kebisingan dan Daya Tarik
Seseorang mungkin menyangka suara yang bising, mengganggu memiliki efek yang
membahayakan terhadap perasaan suka terhadap orang lain. Bahwa, stimulus berbahaya yang
berhubungan dengan yang lainnya mungkin menuntun kepada perasaan kurang nyaman
terhadap orang lain. Satu cara untuk mengukur daya Tarik, seperti yang ditunjukkan oleh
penelitian terhadap wilayah pribadi, untuk meneliti jarak fisik antara diri kita dan orang lain;
kita berdiri atau duduk lebih dekat dengan orang-orang yang kita sukai dari pada yang kita
tidak sukai (lihat bab 8). Sehingga, jika jarak antarpribadi adalah indikator dari daya Tarik
dan jika kebisingan mengurangi daya Tarik, kita akan mengharpkan kebisingan akan
meningkatkan jarak antarpribadi. Untuk mendukung hipotesis tersebut, Mathews, Canon dan
Alexander (1974) menemukan bahwa bahkan sebuah suara dengan 80 dB meningkatkan jarak
yang setiap individu merasa nyaman satu sama lain. Juga, dalam penelitian yang
berhubungan, Appleyard dan Lintell (1972) menemukan kurangnya interaksi informal
diantara tetangga kita kebisingan lalu lintas lebih besar.
Peneliti lainnya telah menemukan hasil yang samar terhadap hubungan antara
kebisingan dan daya Tarik. Kenrick dan Johnson (1979), sebagai contoh, menemukan bahwa
diantara wanita, paparan kebisingan yang tidak disukai dapat meningkatkan daya Tarik
terhadap seseorang yang berbagi pengalaman yang tidak disukai tersebut dengan individu
tetapi dapat mengurangi daya Tarik terhadap seseorang yang tidak mendengarkan kebisingan
tersebut.
Satu penjelasan untuk beberapa pengaruh dari kebisingan terhadap daya tarik
melibatkan beban lingkungan: Kebisingan mempengaruhi sejumlah informasi yang orangorang kumpulkan tentang orang lain. Mungkin saja dalam menyebabkan pengalihan perhatian
dan fokus orang-orang terhadap sebagian kecil dari lingkungan sekitarnya, kebisingan
menyebabkan orang-orang untuk memberi perhatian terhadap sedikit karakteristik dari orang
lain. Sehingga, kebisingan dapat menyebabkan kekeliruan persepsi terhadap orang lain.
Penelitian oleh Siegel dan Steele (1980) menunjukkan bahwa ini mungkin masalahnya; para
peneliti ini menemukan bahwa kebisingan menuntun kepada penilaian yang lebih ekstrim dan
gegabah tentang orang lain tetapi tidak menyebabkan penilaian ini lebih negatif.
Kebisingan dan Keagresian Manusia

Penelitian pada pengaruh kebisingan terhadap perkelahian telah menjadi sangat lebih pasti
dari pada penelitian tentang kebisingan dan daya tarik. Teori dari agresi yang meningkatkan
posisinnya sebagai salah satu mediator (Anderson, Anderson & Deuser, 1996; Berkowitz,
1993) memprediksikan bahwa dibawah kondisi dimana perkelahian sepertinya akan terjadi,
peningkatan tingkat kegairahan individu juga akan meningkatkan intensitas prilaku agresi.
Sehingga, sampai pada saat kebisingan meningkatkan gaira, hal tersebut juga meningkatkan
agresi pada individu yang sudah cenderung marah.
Geen dan ONeal (1969) menguji hipotesis ini dengan pertama-tama menunjukkan
kepada sampel apakah film bertema olahraga yang keras atau beberapa film pertarungan yang
terkenal, dengan mengharapkan bahwa film yang keras tersebut akan mempengaruhi individu
untuk marah. Kemudian, para sampel diberikan kesempatan untuk marah kepada pelaku
penelitian yang bertugas sebagai korban dengan berpura-pura memberikan kejutan listrik
kepada sampel. Dalam penelitian tradisional di laboratorium terhadap perkelahian, sampel
diberikan kesempatan untuk mengejutkan pelaku penelitian atau korban yang sudah
ditentukan, dan tingkat kejutan (intensitas, durasi atau jumlah) yang mereka tentukan setara
dengan index agresi. Tidak ada kejutan yang sebenar-benarnya diperintahkan, walaupun para
sample, hingga akhir penelitian, dituntun untuk percaya bahwa merekalah yang memberikan
kejutan (Figur 5-13). Selama tahap kejutan pada penelitian tersebut, Geen dan ONeal
memaparkan kebisingan kepada sebahagian dari sampel dan sebagian lagi terpapar suara 60
dB secara terus menerus selama 2 menit (Frequency menyeluruh). Ditemukan bahwa suara
60 dB dapat meningkatkan tingkat agresi dari mereka yang menonton film kasar. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa baik film kasar dan kebisingan meningkatkan jumlah kejutan
yang diterima kepada korban. Selanjutnya, agresi yang besar terjadi dibawah kondisi yang
bergabung dengan film kasar dengan peningkatan kebisingan, telah diprediksi.
Penelitian tambahan pada kebisingan dan agresi dilakukan oleh Donnerstein dan
Wilson (1976). Mengingat bahwa Glass dan Singer (1972) menemukan suara yang tidak
terprediksi lebih mempengaruhi dari pada suara yang terprediksi. Sehingga dapat dipastikan
bahwa suara yang tidak terprediksi akan lebih menekan dan berkonsekuensi untuk menuntun
kearah peningkatan agresi, sesuai dengan respon dominan pada hipotesis di atas.
Menggunakan kejutan yang sama yang dihasilkan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
Donnerstein dan Wilson memaparkan setiap individu suara antara 55 dB atau 95 dB yang tak
terprediksi, 1 detik ledakan suara selama penelitian dan membuat sebagian dari sampel marah
terhadap penghinaan dari pelaku penelitian. Seperti yang sudah dipastikan, mereka yang ada
pada kelompok yang marah mengirimkan kejutan yang lebih intens dari pada sampel yang
berasal dari kelompok yang tidak marah. Selanjutnya, suara dengan 95-dB yang tidak
terprediksi meningkatkan kemarahan yang sama seperti suara tak terprediksi 55-dB hanya
pada mereka yang berada pada kondisi marah. Tingkat kebisingan tidak membuat perubahan
pada intensitas pemberian kejutan terhadap mereka yang dari kelompok yang tidak marah.
Serupa dengan penemuan Glass dan Singer bahwa suara yang terkontrol kurang
berpengaruh dan kuat dari pada suara yang tak terkontrol, kita mengharapkan bahwa kontrol
terhadap suara akan tidak terlalu berpengaruh dan kurang menyebabkan kemarahan.
Donnerstein dan Wilson menguji hipotesis ini dengan melakukan penelitian kedua dengan
sampel yang mengerjakan soal-soal matematika ketika terpapar apakah suara alami, 95 dB
yang tak terprediksi atau terkonrtol, atau suara tak terprediksi 95 dB dimana mereka percaya
dapat menghentikannya kapanpun (misalnya saat mereka terpapar mereka memiliki kontrol
terhadapnya). Semua suara diakhiri saat fase kejutan dari penelitian dimulai sehingga hanya
akibat yang datang kemudian dari kebisingan dapat mempengaruhi kemarahan. Seperti
penelitian sebelumnya, para sampel entah marah atau tidak marah terhadap korban, dalam hal
ini secara langsung setelah pekerjaan perhitungan. Lebih banyak intensitas kejutan yang
diberikan oleh grup yang marah dari pada grup yang tidak marah, dan untuk mereka dari

kelompok yang marah, suara yang tak terprediksi dan terkontrol meningkatkan kemarahan.
Suara 95-dB tidak berpengaruh terhadap kemarahan, namun, hanya ketika para sampel sadar
mereka memiliki kontrol terhadap suara tersebut.
Penemuan bahwa kebisingan meningkatkan kemarahan hanya ketika orang-orang
marah terhadap kebisingan yang dapat menyebabkan kemaran dari pada membuat atau
menyebabkan kemarahan secara langsung. Konecni (1975) juga menemukan hal ini sebagai
suatu masalah kebisingan meningkatkan kemarahan hanya pada kelompok yang telah
marah.
Penelitian ini menunjukkan, kemudian, bahwa dibawah kondisi dimana kebisingan
dipastikan akan meningkatkan tekanan atau ketika ada kecenderungan untuk marah (misalnya
ketika orang-orang marah), kemarahan akan meningkat. Namun demikian, ketika kebisingan
tidak sepenuhnya dapat meningkatkan tekanan (seperti ketika seorang individu memiliki
kontrol terhadapnya) atau ketika seorang individu tidak siap untuk marah, kebisingan
memiliki sedikit, jika ada, pengaruh terhadap kemarahan. Cohen dan Spacapan (1984) telah
memperdebatkan bahwa kebisingan menguatkan atau meningkatkan kemarahan tetapi tidak
bisa menimbulkannya. Agar supaya kebisingan mempengaruhi prilaku marah, prilaku
tersebut harus sudah ada oleh karena alasan lainnya.
Kebisingan dan Bantuan
Penelitian menunjukkan bahwa kebisingan mempengaruhi setidaknya satu lagi fenomena
sosial apakah bersedia atau tidak orang-orang membantu yang orang lain. Hal ini sangat
beralasan untuk disimpulkan bahwa suara yang tidak disukai yang membuat kita kesal atau
tidak nyaman akan kurang membuat kita untuk memberikan bantuan kepada seseorang yang
membutuhkan. Penelitian dalam psikologi sosial telah menemukan bahwa suasana hati yang
buruk dapat mengurangi kecenderungan kita untuk membantu orang lain (Cialdini &
Kenrick, 1976; Weyant, 1978). Alasan lain untuk berkurangnya keinginan membantu ini
ditunjukkan oleh pendekatan beban lingkungan yang telah dibahas pada bab 4. Oleh karena
kebisingan mengurangi perhatian kita terhadap stimulus yang kurang penting, dan jika kita
fokus pada pekerjaan yang penting, maka kebisingan seharunya membuat kita kurang sadar
pada tanda-tanda kesulitan yang ditunjukkan orang lain. Cohen dan Lezak (1977)
menunjukkan beberapa slide yang menggambarkan situasi sosial agak kurang diperhatikan
dibawah kondisi kebisingan dari pada di bawah kondisi yang lebih tenang ketika para sampel
di tugaskan untuk berkonsentrasi pada materi lain dari pada pada slide. Dibawah kondisi
tersebut, tanda-tanda sosial pada slide relatif tidak penting, sehingga kebisingan mengganggu
kehadiran tanda-tanda tersebut.
Dua buah penelitian, pertama dilakukan di laborarotium dan yang satunya di
lapangan, telah menunjukkan bahwa kebisingan benar-benar mengurangi frekuensi bantuan
(Mathews & Canon, 1975). Pada penelitian di laboratorium, para sampel terpapar suara
normal 48 dB, hingga suara 65 dB dari suara buatan yang dibunyikan melalui speaker
tersembunyi. Saat sampel tiba untuk penelitian, mereka disuruh untuk menunggu secara
bergiliran di laboratorium dalam waktu beberapa menit dengan orang lain (sebenarnya orang
yang disuruh), yang duduk dan membaca sebuah jurnal. Pada paha orang yang disuruh
tersebut ada jurnal lainnya, buku-buku dan kertas-kertas. Setelah beberapa menit, peneliti
memanggil orang suruhan tersebut yang mana saat berdiri, tidak sengaja menjatuhan
barang-barang yang ada dipangkuannya didepan sampel. Pengukuran dari bantuan
bergantung pada apakah atau tidak sampel tersebut membantu orang pesuruh tadi untuk
mengambil barang-barangnya yang jatuh. Hasil menunjukkan penurunan bantuan pada
kondisi suara yang bising: 72% membantu pada kondisi suara yang normal, 67% pada
kondisi 65dB, dan hanya 37% pada kondisi 85 dB.

Penelitian lapangan Mathews dan Canon menemukan hasil yang lebih menarik. Pada
penelitian ini, seorang pesuruh menjatuhkan sekotak buku-buku ketika keluar dari mobilnya.
Untuk lebih menunjukkan perlunya untuk dibantu dia mengenakan sesuatu di lengannya pada
sebagian kondisi penelitian. Kebisingan dimanipulasi dengan membuat pesuruh lainnya
menggunakan mesin pemotong rumput di dekatnya. Pada kondisi yang tidak terlalu bising,
mesin pemotong rumput tidak dijalankan, dan suara latar dari sumber suara normal terukur 50
dB. Pada kondisi yang bising, mesin pemotong rumput dijalankan tanpa pelindung,
mengeluarkan suara 87 dB. Sekali lagi, pengukuran akan pemberian pertolongan bergantung
pada seberapa banyak orang yang lewat berhenti untuk membantu pesuruh tadi mengambil
buku-buku yang jatuh. Hasil menunjukkan bahwa kebisingan memiliki pengaruh yang kecil
pada pemberian bantuan kepada orang yang perintah tadi saat tidak menggunakan sesuatu
pada lengannya (lebih tepatnya hanya 15% yang membantu). Tetapi ketika dia mengenakan
sesuatu di lengan (kondisi sangat membutuhkan bantuan), kebisingan mengurangi frekuensi
bantuan mulai dari 80% sampai 15%! Nampaknya, kebisingan menuntun orang-orang untuk
kurang peduli pada tanda-tanda (misalnya pengenaan benda pada lengan) yang mengindikasi
orang lain mebutuhkan pertolongan.
Satu penelitian oleh Page (1977) juga menunjukkan bukti bahwa kebisingan dapat
mengurangi keinginan orang-orang untuk membantu satu sama lain. Dalam satu penelitian,
sampel bertemu dengan seorang pesuruh yang dengan dipenuhi buku-buku di tangannya, dan
menjatuhkan satu pak kartu index. Satu dari tiga tingkatan kebisingan diberikan: 100 dB, 80
dB, atau 50 dB. Hasil menunjukkan bahwa kebisingan tingkat tinggi mengurangi bantuan,
walaupun pengaruhnya lemah (lihat juga Bell & Doyle, 1983).
Penelitian kedua dilaporkan oleh Page (1977) menemukan hasil yang kuat. Dalam
penelitian ini, sampel melihat seorang pesuruh menjatuhkan sebuah paket ketika berjalan
melewati area konstruksi, tingkat kebisingan ialah 92 dB; ketika peralatan tidak digunakan
tingkat kebisingan 72 dB. Orang-orang kurang cenderung menolong pesuruh ketika tingkat
kebisingan sampai 92 dB dari pada saat kurang bising 72 dB.
Hasil ini menunjukkan bahwa orang-orang yang merasakan kebisingan sederhananya
mungkin tidak memperhatikan bahwa seseorang butuh pertolongan. Page (1977) melakukan
satu lagi penelitian dimana orang-orang mendekati dan diminta secara langsung apakah akan
atau tidak bersedia bertukaran pada sebuah kota. Dalam konteks ini, orang-orang setidaknya
harus memberi perhatian pada permintaan tersebut, walaupun kebisingan dapat mengganggu.
Sekali lagi, kebisingan mengurangi kecenderungan orang-orang untuk merespon permintaan
tersebut.
Alasan kebisingan menekan prilaku membantu pada penelitian ini tidak terlalu
diketahui, tetapi kebanyakan penjelasan tetap saja memberi gagasan yang menarik
perhatian dan penjelasan keadaan hati. Namun, setiap dari hal tersebut tidak sesuai oleh
setidaknya satu penelitian. Sebuah penelitian yang bertolakbelakang dengan ide tersebut
adalah kebisingan mengurangi bantuan dengan menempatkan orang-orang pada suasana hati
yang kesal atau buruk yang dilaporkan oleh Yinon dan Bizman (1980). Sampel dipaparkan
oleh satu dari dua tingkat kebisingan (tinggi atau rendah) ketika melakukan sebuah pekerjaan,
dan kemudian mereka menerima umpan balik positif atau negatif terhadap kinerja mereka.
Para sampel kemudian bertemu seseorang yang meminta pertolongan kepada mereka. Salah
satu orang menggabungkan umpan balik yang negatif dan suara bising untuk mengurangi
suasana hati sampel dan menyebabkan mereka enggan untuk menolong. Namun, hal ini, tidak
seperti yang ditemukan. Di bawah kondisi kebisingan yang tinggi, tidak ada perbedaan pada
pemberian bantuan antara kelompok yang diberi umpan balik positif dan negatif yang
ditemukan. Hanya di bawah kebisingan rendah umpan balik menunjukkan perbedaan.
Nampaknya, suara yang berisik mengganggu orang untuk fokus pada umpan balik atau
memberikan sebuah alasan untuk pemberian umpan balik yang negatif. Walaupun masih tetap

mungkin bahwa suasana hati terlibat, fungsi mereka pada penelitian ini tidak nampak terlalu
penting.
Kita telah melihat sejauh ini bahwa kontrol terhadap suara yang berbahaya
mengurangi kelemahan kinerja dan menyebabkan kemarahan. Sebuah penelitian oleh Sherrod
dan Downs (1974) juga menunjukkan bahwa kontrol penerimaan dapat mengurangi pengaruh
tekanan dari kebisingan dalam prilaku membantu. Pada penelitian tersebut, sampel sibuk
dengan pekerjaan pengkoreksian kesalahan pada saar secara terus menerus mendengarkan
suara-suara acak dari pemutar audio. Tiga kondisi ditemukan (1) sebuah kontrol kondisi
dimana jumlah ditumpangkan pada suara-suara lembut dari pantai (misalnya suara ombak);
(2) kondisi suara yang rumit dimana ditumpangkan pada suara-suara musik jazz dan suara
orang membaca puisi; dan (3) kondisi kontrol penerimaan menggunakan rekaman yang sama
dengan kondisi suara rumit tetapi diberitahu bahwa mereka dapat mematikan suara
mengganggu tersebut jika mau. Setelah 20 menit pada salah satu kondisi ini, para sampel
meninggalkan laboratorium dan didekati oleh seseorang meminta tolong bantuan mereka
untuk mengisi form penelitian lain. Kebanyakan bantuan dengan sukarela oleh mereka yang
berada pada kondisi suara pantai, oleh karena suara tidak terlalu berisik. Mereka yang berada
pada kondisi kontrol penerimaan memberikan lebih banyak bantuan dari pada mereka yang
berada pada kondisi suara kompleks yang tidak terkontrol. Sehingga, pengaruh kebisingan
pada prilaku bantuan bergantung pada beberapa faktor, diantaranya kontrol penerimaan dari
kebisingan, volume dari suara, dan karakteristik stimulus dari seseorang yang membutuhkan
bantuan.
Mengurangi Kebisingan: Apakah benar-benar efektif?
Kita melihat pada bagian dimana kebisingan di lingkungan kantor yang mengurangi suara
meningkatkan kepuasan kerja (Sundstrom et al., 1994). Mengurangi kebisingan pada kondisi
lainnya sepertinya lebih bermanfaat, misalnya menambahkan pagar yang dapat mengurangi
kebisingan disepanjang jalan raya yang melewati area penduduk atau membangun jalur
keliling yang menjauh dari area yang sensitif (Figur 5-14). Griffiths and Raw (1987) telah
memperdebatkan bahwa perubahan pada tingkat kebisingan oleh karena intervensi seperti itu
dapat menyebabkan perubahan dalam tingkat kepuasan yang lebih besar dari pada yang kita
bayangkan daripada menghasilkan tingkat kebisingan dengan sendirinya.
DAPATKAH KEBISINGAN MENJADI PENGOBATAN?
Kita membahas tentang fenomena masking (menutup diri) pada bagian kebisingan di
kantor dan kondisi pabrik. Penutupan diri terjadi ketika sebuah suara yang meluas
menutupi suara sumber (misalnya suara seseorang). Dimana ini bisa menjadi sangat
mengganggu jika kita ingin mendengar sumber suara yang ditutupi, sebuah pengaplikasian
menarik untuk menggunakan penutupan diri untuk menutupi sebuah sumber suara yang
tidak diinginkan. Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi pengaruh negatif dari
kebisingan di tempat kerja adalah dengan menambahkan suara tambahan pada kondisi
tersebut. Menutupi kebisingan atau suara yang tetap dan teratur yang mengganggu atau
menghalangi suara yang lebih mengganggu mungkin mengurangi gangguan yang
berhubungan dengan kebisingan (Ellermeier & Hellbrueck, 1998). Pada Bab 12 kita akan
menjelaskan tentang penyakit Alzheimer, sebuah karakter kondisi yang disebabkan oleh
hilangnya ingatan, penolakan kognitif, dan kadang-kadang dikarenakan penempatan diri
pada tempat penitipan. Burgio et al. (1996) menjelaskan sebuah intervensi dimana
penghuni rumah penitipan gelisah terhadap pelemahan kognitif yang terpapar oleh pemutar
suara yang membunyikan suara aliran sungai di bebatuan atau ombak lautan di pinggir
pantai. Mereka dengan kondisi Alzheimer sangat mudah terganggu dan bingung oleh suara
seperti langkah kaki, atau suara vacuum cleaner (Elm, Warren & Madill, 1998), sehingga

rekaman didesain untuk menutupi kebisingan tersebut. Hasil menunjukkan 23%


berkurangnya kegelisahan verbal oleh karena intervensi penutupan!
Dengan kata lain, jika sebuah area dengan karakteristik suara sekitarnya pada tingkatan 80 dB
dan dikurangi menjadi 70dB dengan menuntun lalu lintas menjauh, menghasilkan gangguan
dan ketidakpuasan juga akan rendah dari pada di wilayah dengan karakteristik kebisingan
yang memang pada awalnya 70dB. Hal ini tidak timbul oleh karena perbedaan kondisi,
karena peningkatan kepuasan dapat terjadi oleh karena perubahan tingkat lalu lintas dalam
kurun waktu dua tahun (Griffiths & Raw, 1987; Kryter 1994).
Gangguan tidak selamanya berkurang ketika kita terlibat untuk mengurangi
kebisingan, tetapi hal tersebu sering berubah. Penelitian pada pengaruh penghalang suara
untuk mengurangi kebisingan lalu lintas tidak menunjukkan bukti yang kuat dari
pengurangan gangguan oleh karena kebisingan, tetapi penelitian yang memperhatikan metode
lain dari pengurangan suara, mungkin menunjukkan perubahan yang lebih substansial. Dalam
hal ini, pula, pengurangan kebisingan dapat menyebabkan perubahan lebih besar yang yang
diharapan melalui tingkat kebisingan yang lebih rendah (Kastka, 1980; Vallet, 1987).
Mengapa ini bisa terjadi? Ketika kita ingin mengurangi gangguan kebisingan, kita
mengetahui bahwa gangguan lebih tinggi jika kita percaya bahwa yang bertanggung jawab
atas kebisingan tersebut tidak peduli dengan kenyamanan kita atau jika kita percaya bahwa
kebisingan membahayakan kesehatan dan kondisi kita. Kita mungkin dapat menafsirkan
usaha pengurangan kebisingan terhadap orang lain dengan maksud mereka betul-betul
memperhatikan kenyamanan kita atau kesehatan kita terlindungi, dimana dalam hal ini
mengurangi kebisingan nampaknya memeliki pengaruh yang lebih besar. Di lain pihak, jika
kebisingan dikurangi dan kita masih tetap percaya bahwa mereka yang menimbulkannya
tidak peduli atau bahwa kesehatan kita dalam bahaya, kita mungkin masih menunjukkan
tingkat gangguan yang tinggi (Kryter, 1994). Bronzaft et al. (1998), sebagai contoh,
menemukan bahwa sekitar 70% dari mereka yang tinggal diantara jalur penerbangan bandara
terganggu oleh suara pesawat. Responden ini juga melaporkan bahwa suara pesawat
menggangu aktivitas sehari-hari mereka, dan mereka mengeluh mengenai kesulitan tidur dan
kesehatan yang buruk. Di bawah kondisi ini, pengurangan kebisingan mungkin tidak cukup
memadai untuk mengurangi gangguan.
Kita juga mengetahui sebelumnya bahwa Bronzaft, dkk. menemukan bahwa para
siswa yang berada di ruangan kelas yang berhadapan dengan jalur kereta bawah tanah di New
York memiliki kemampuan membaca yang cukup rendah dari pada para siswa yang berada
pada sekolah yang sama di ruangan kelas di wilayah yang lebih tenang (Bronzaft &
McCarthy, 1975; Bronzaft, 1981) dan mampu untuk membujuk pihak yang berwenang
mengambil langkah untuk mengurangi perpindahan suara di kelas tersebut (Bronzaft, 198586). Pemasangan plafon peredam suara di ruang kelas dan bantalan peredam suara pada rel
kereta mengurangi kebisingan secara signifikan dan menyebabkan pemulihan yang lumayan
dari nilai membaca; setelah intervensi, tidak ada lagi perbedaan yang signifikan di antara
kemampuan membaca antara para siswa yang berada di wilayah berhadapan dengan jalur
kereta dengan mereka yang berada di sisi lainnya (Bronzaft, 1985-86).
Pada umumnya, kebijaksanaan masyarakat terhadap kebisingan telah dibatasi, dan
dirancang untuk jumlah pengaruh gangguan atau pengaruh lainnya dari tingkat pengacuhan
terhadap kebisingan dan penyebab pengaruh dari kebisingan (Staples, 1997). Secara khusus,
terdapat sedikit perhatian tehadap variabel sosial dan psikologis yang mempengaruh respon
terhadap kebisingan atau dari konsekuensi gangguan psikologis dari paparan kebisingan
(misalnya gangguan tidur, kepercayaan bahwa kebisingan mempengaruhi kebisingan) lebih
berhubungan dekat dengan gangguan dari pada tingkat kebisingan itu sendiri, pembuat
kebijakan dan mereka yang bertanggungjawab untuk mengurangi pengaruh negatif dari
kebisingan perlu memperhatikan pengaruh tersebut secara sistematis.

Keperluan ini meluas ke beberapa area, termasuk masalah yang berhubungan dengan
masuknya kebisingan pada kondisi yang sebelumnya tenang (seperti yang diteliti oleh Evans,
dkk. saat bandara baru di Munich dibuka) atau pada pedesaan, area dengan populasi yang
jarang (Staples, 1997). Kebanyakan model didasari oleh wilayah yang telah dipengaruhi oleh
kebisingan atau diambil dari beberapa survey dari area yang perkembangan populasinya
padat (Kryter, 1994). Selanjutnya, data tersebut biasanya dikumpulkan dari orang-orang yang
dipilih yang tinggal di wilayah yang berisik oleh karena kita mengharapkan orang-orang yang
merasakan kebisingan tidak tertahankan untuk berpindah. Namun demikian, orang-orang
tidak selalu berpindah, dan kebisingan mungkin akan membuat rumah mereka sulit untuk
dijual; Kryter (1994) menyatakan penelitian menunjukkan bahwa kebisingan dapat
mengurangi nilai dari sebuah rumah hingga 1%/dB dari kebisingan!
Masyarakat mengeluh tentang kebisingan yang kebanyakan seringkali disebabkan
oleh lalu lintas darat dan pesawat. Oleh karena lingkungan masyarakat kita meluas ke areaarea dengan jalan raya atau sumber kebisingan lainnya yang telah ada, dan ketika kita
menambahkan sumber kebisingan baru (misalnya jalur baru pada bandara yang lama atau
baru, suara pembangunan dari renovasi gedung), kebutuhkan akan kesadaran dari pengaruh
kebisingan dan usaha untuk menguranginya akan menjadi lebih penting.
KESIMPULAN
Pada bab ini, kita membahas sifat alami dari kebisingan, darimana itu berasal, dan bagaimana
hal tersebut mempengaruhi kita. Seringkali, kebisingan merupakan stressor yang kurang
intens daripada beberapa yang akan kita teliti pada bab lainnya; hal ini tidak terlalu besar
seperti bencana dan tidak terlalu melemahkan secara singkat seperti zat kimia yang
berbahaya. Namun demikian, kebisingan hadir dengan memiliki banyak pengaruh.
Kebisingan dapat menuntun kearah peningkatan gairah, tekanan, pengalihan perhatian, dan
gangguan terhadap perilaku. Ketidaksukaan terhadap kebisingan ditentukan oleh volume,
prediksi, dan kontrol penerimaan. Dalam gabungannya dengan stressor lainnya, kebisingan
mungkin memiliki pengaruh yang merugikan pada kesehatan mental dan tubuh. Apakah
kebisingan melukai atau membantu prestasi ditentukan oleh jenis-jenis suara, kerumitan
pekerjaan, dan faktor individu seperti sifat dan tingkat adaptasi. Di ruangan kelas, kebisingan
mempengaruhi kemampuan Bahasa dan dapat meningkatkan tekanan darah. Kebisingan turut
campur dalam komunikasi verbal dan mungkin mempengaruhi produktivitas. tergantung pada
situasi dan jenis dari suara, kebisingan mungkin meningkatkan atau mengurangi ketertarikan,
menimbulkan kemarahan, atau turut campur dalam sikap tolong menolong. Apakah
kebisingan memiliki pengaruh ini, atau apakah kita sadar akan kebisingan, ditentukan oleh
sejumlah faktor. Namun demikian, tingkat pengaruhnya diteliti secara hati-hati, dan banyak
masalah yang menarik dan rumit tersisa untuk diteliti. Mengurangi kebisingan di tempat kerja
meningkatkan kepuasan kerja. Apakah pengurangan kebisingan dalam masyarakat juga
mengurangi gangguan bergantung pada faktor psiko-sosial seperti tanggapan dari
pengaruhnya terhadap kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai