Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

Pada An. I dengan NYERI


DI RUANG SHOFA
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
DEPARTEMEN KEPERAWATAN DASAR

DI SUSUN OLEH:
ISWATUN ULFAH
201510461011056

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
LEMBAR PEGESAHAN
Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini dibuat
dalam

rangka

PRAKTIK

PROFESI

Ners

Mahasiswa

S1

keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang di Ruang


Anak

Rumah

Sakit

Muhammadiyah

Lamongan

mulai

tanggal 28 September sampai 3 Oktober 2015.

Malang,

September

2015
Nama Mahasiswa (Ners Muda)

ISWATUN ULFAH
201510461011056

Mengetahui

Pembimbing Institusi
Pembimbing Lahan

(.....)

(.....

.)

PEMBAHASAN

A. Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensiri dan emosional yang
tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial.
Nyeri merupakan sensasi yang rumut, unik universal, dan
bersifat individual karena respon individu terhadap sensasi
nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu sama lain
(Asmadi, 2008).
Nyeri merupakan keadaan ketika individu mengalami
sensasi ketidaknyaman dalam meerespons suatu rangsangan
yang tidak menyenangkan (Lynda Juall, 2012).
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan
untuk melindungi diri. Ketika suatu jaringan mengalami
cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan
bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti
serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin,
dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri
(Kozier dkk, 2009).
B. Fisiologi
Nyeri merupakan
perilaku.

Proses

campuran reaksi fisik, emosi

fisiologi

terkait

nyeri

dapat

dan

disebut

nosisepsi. Potter & Perry (2006) menjelaskan proses tersebut


sebagai berikut :
1. Resepsi

Semua kerusakan seluler yang disebabkan oleh


stimulus termal, mekanik, kimiawi atau stimulus listrik
menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan
nyeri. Stimulus tersebut kemudian memicu pelepasan
mediator biokimia (misalnya prostaglandin,

bradikinin,

histamin, substansi P yang mensensitisasi nosiseptor.


Nosiseptor berfungsi untuk memulai transmisi neural yang
dikaitkan dengan nyeri.

2. Transmisi
Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian. Bagian
pertama nyeri merambat dari bagian serabut saraf perifer
ke medulla spinalis. Bagian kedua adalah transmisi nyeri
dari medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus
melalui

jaras

spinotalamikus.

Bagian

ketiga,

sinyal

tersebut diteruskan ke korteks sensori somatik tempat


nyeri dipersepsikan. Impuls yang ditransmisikan tersebut
mengaktifkan respon otonomi.
3. Persepsi
Persepsi

merupakan

titik

kesadaran

seseorang

terhadap nyeri. Persepsi akan menyadarkan individu dan


mengartikan nyeri itu sehingga individu dapat bereaksi.
4. Reaksi
Fase ini dapat disebut juga sistem desenden. Reaksi
terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku
yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. apabila nyeri
berlangsung terus menerus, berat atau dalam dan secara

taktil melibatkan organ fiseral, sistem saraf parasimpatis


menghasilkan suatu aksi. Respon fisiologis terhadap nyeri
dapat sangat membahayakan individu, pada kasus traumatik
berat, yang menyebabkan individu mengalami syok.
C. Etiologi
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua
golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik
dan psikis (Ramli, 2015).
1. Secara Fisik
a. Trauma
1) Trauma mekanik
Menimbulkan nyeri

karena

ujung

saraf-saraf

bebas mengalami kerusakan akibat benturan,


gesekan, atau pun luka.
2) Trauma termis
Menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor
mendapat rangsangan akibatpanas dingin.
3) Trauma kimiawi
Terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang
kuat.
4) Trauma elektrik
Dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran
listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
b. Neoplasma
Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya
tekanan atau kerusakan jaringan yang mengandung
reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan, atau
metastasa.
c. Peradangan
Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan
ujung-ujung

saraf

reseptor

akibat

adanya

peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nyeri
yang disebabkan oleh factor fisik berkaitan dengan
terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.
2. Secara Psikis

Penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya


trauma

psikologis.

Nyeri

yang

disebabkan

factor

psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan


karena penyebab organic melainkan akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Ini dapt
dijumpai

pada

psikomatik.

Nyeri

kasus

yang

karena

termasuk

factor

ini

kategori

disebut

pula

psychogenic pain.
D. Manifestasi Klinis
1) Gangguam tidur
2) Posisi menghindari nyeri
3) Gerakan meng hindari nyeri
4) Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
5) Perubahan nafsu makan
6) Tekanan darah meningkat
7) Nadi meningkat
8) Pernafasan meningkat
9) Depresi,frustasi
E. Patofisiologi
Proses rangsangan yang menimbulkan nyeri bersifat
destruktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut
saraf penghantar impuls nyeri. Serabut saraf ini disebut juga
serabut nyeri, sedangkan jaringan tersebut disebut jaringan
peka

nyeri.

Bagaimana

seseorang

menghayati

nyeri

tergantung pada jenis jaringan yang dirangsang, jenis serta


sifat rangsangan, serta pada kondisi mental dan fisiknya.
Reseptor untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor
adalah ujung saraf tidak bermielin A delta dan ujung saraf C
bermielin. Distribusi nosiseptor bervariasi di seluruh tubuh
dengan jumlah terbesar terdapat di kulit. Nosiseptor terletak
di jaringan subkutis, otot rangka, dan sendi. Nosiseptor yang
terangsang oleh stimulus yang potensial dapat menimbulkan
kerusakan jaringan. Stimulus ini disebut sebagai stimulus
noksius. Selanjutnya stimulus noksius ditransmisikan ke
sistem syaraf pusat, yang kemudian menimbulkan emosi dan

perasaan tidak menyenanggan

sehingga timbul rasa nyeri

dan reaksi menghindar. Antara stimulus cedera jaringan dan


pengalaman subjektif terdapat empat proses tersendiri:
transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
a. Proses transduksi
Transduksi nyeri adalah rangsang nyeri (noksius)
diubah menjadi depolarisasi membran reseptor yang
kemudian

menjadi

impuls

saraf

reseptor

nyeri.

Rangsangan ini dapat berupa rangsang fisik (tekanan),


suhu (panas), atau kimia. Adanya rangsang noksius ini
menyebabkan pelepasan asam amino eksitasi glutamat
pada sarafafferent nosisepsi terminal menempati reseptor
AMPA

(alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-D-aspartate),

akibat penempatan pada reseptor menyebabkan ion Mg2+


pada saluran Ca2+ terlepas masuk ke dalam sel, demikian
juga ion Ca2+, K+, dan H+. Terjadi aktivasi protein kinase
c dan menghasilkan NO yang akan memicu pelepasan
substansi p dan terjadi hipersensitisasi pada membran
kornu dorsalis. Kerusakan jaringan karena trauma, dalam
hal

ini

odontektomi,

menyebabkan

dikeluarkannya

berbagai senyawa biokimiawi antara lain: ion H, K,


prostalglandin dari sel yang rusak, bradikinin dari plasma,
histamin dari sel mast, serotonin dari trombosit dan
substansi P dari ujung saraf. Senyawa biokimiawi ini
berfungsi sebagai mediator yang menyebabkan perubahan
potensial

nosiseptor

elektrobiokimiawi

sehingga

sepanjang

akson.

terjadi
Kemudian

arus
terjadi

perubahan patofisiologis karena mediator-mediator ini


mempengaruhi juga nosiseptor di luar daerah trauma
sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya terjadi
proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang
rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator

tersebut di atas dan penurunan pH jaringan. Akibatnya


nyeri dapat timbul karena rangsang yang sebelumnya
tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi
perifer ini mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi
sentral yaitu hipereksitabilitas neuron pada korda spinalis,
terpengaruhnya

neuron

simpatis,

dan

perubahan

intraselular yang menyebabkan nyeri dirasakan lebih


lama.
b. Proses Transmisi
Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari
nosiseptor saraf perifer melewati kornu dorsalis menuju
korteks serebri. Saraf sensoris perifer yang melanjutkan
rangsang ke terminal di medula spinalis disebut neuron
aferen primer. Jaringan saraf yang naik dari medula
spinalis ke batang otak dan talamus disebut neuron
penerima

kedua. Neuron

yang menghubungkan

dari

talamus ke korteks serebri disebut neuron penerima


ketiga.
c. Proses Modulasi
Proses modulasi

adalah

proses

dimana

terjadi

interaksi antara sistem analgesi endogen yang dihasilkan


oleh tubuh dengan impuls nyeri yang masuk ke kornu
posterior medula spinalis. Sistem analgesi endogen ini
meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin
memiliki efek yang dapat menekan inpuls nyeri pada
kornu posterior medula spinaslis. Proses modulasi ini
dapat dihambat oleh golongan opioid.
d. Proses Persepsi
Proses persepsi merupakan hasil

akhir

proses

interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses


transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya
menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal
sebagai persepsi nyeri.

F. Pathway

Pasien tidak nyaman


Tidur terganggu karena nyeri

GANGGUAN POLA
TIDUR

Aktivitas berkurang
HAMBATAN MOBILITAS
FISIK

Patway Nyeri Pada Invaginasi


Infeksi virus
adeno

Pembengkakan bercak jaringan


limfoid
Peristaltik usus
meningkat
Usus berinvaginasi
ke dalam usus
didalamnya
Edema dan
perdarahan
mukosa
Sumbatan/
obstruksi usus
Akumulasi gas dan
cairan di dalam lumen
sebelah proksimal dari
letak obstruksi
Disten
si
Munta
h
Kehilangan
cairan dan
elekrolit
Volume ECF
menurun
Syok
hipovolemik

Peregangan
usus
Pemajanan
reseptor nyeri
Nyeri

G. Klasifikasi
Klasifikasi nyeri menurut Prasetyo (2010) di bagi menjadi
beberapa macam, yaitu:
1. Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu atau
durasi 1 detik sampai dengan kurang dari 6 bulan. Nyeri
akut biasanya menghilang dengan sendirinya dengan atau
tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan menyembuh.
2. Nyeri Kronik
Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih
dari 6 bulan. Nyeri kronis umumnya timbul tidak teratur,
intermitten, atau bahkan persisten. Nyeri ini menimbulkan
kelelahan mental dan fisik bagi penderitanya.
Perbedaan nyeri akut dan kronis

N Karakteri Nyeri Akut

Nyeri Kronis

o stik

1. Pengalama Suatu kejadian

Situasi, status eksistensi

2.

3. Serangan

Sebab eksternal atau Tidak

di

ketahui

penyakit dalam

pengobatan terlalu lama

Mendadak

Bisa

mendadak,

atau

berkembang,

dan terselubung

4. Waktu

Sampai 6 bulan

Lebih

dari

bertahun-tahun

bulan

samai

5. Pertanyaan Daerah nyeri tidak di Daerah


nyeri

ketahui secara pasti

nyeri

sulit

dibedakan

intensitasnya sehingga sulit di


evaluasi (perubahan perasaan)

6. Gejala
klinis

Pola

respon

yang Pola

respon

yang

bervariasi

khas dengan gejala dengan sedikit gejala (adaptasi)


yang lebih terbatas

7. Perjalanan Biasanya

berlangsung terus menerus

berkurang Penderita

beberapa saat

meningkat

setelah

beberapa saat

3. Nyeri kutaneus/superficial (cutaneus pain)


Nyeri superficial dapat dirasakan pada seluruh permukaan
tubuh atau kulit klien.
4. Nyeri somatis dalam (deep somatic pain)
Nyeri somatis dalam biasanya bersifat difus (menyebar)
berbeda dengan nyeri superficial yang mudah untuk
dilokalisir.
5. Nyeri visceral
Istilah nyeri visceral biasanya mengacu pada bagian
viscera abdomen, walaupun sebenarnya kata viscus (jamak
dari viscera) berarti setiap organ tubuh bagian dalam yang
lebar dan mempunyai ruang seperti cavitas tengkorak,
cavitas thorak, cavitas abdominal dan cavitas pelvis.
Penyebab nyeri viceral adalah semua rangsangan yang
dapat menstimulasi ujung saraf nyeri didaerah visceral.
H. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah
nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri
sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri
dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh

dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda.


Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin

adalah

menggunakan

respon

fisiologik

tubuh

terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan


tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Pengkajian karakteristik umum nyeri membantu perawat
mengetahui pola nyeri dan tipe terapi yang digunakan untuk
menangani nyeri. Karakteristik nyeri meliputi awitan dan
durasi, lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan tindakan
yang memperberat atau memperingan nyeri (Potter and
Perry 2006). Smletzer dan Barre (2002) menjelaskan bahwa
ada banyak instrument pengukuran nyeri diantaranya yang
dikemukakan oleh Agency for Health Care Policy and
Research (AHCPR) : (1) skala analog visual,(2) skala
numerical rating scale dan, (3) skala intensitas deskriptif.
I. Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk
menentukan terapi nyeri paska pembedahan yang efektif.
Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan
untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai
sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan
menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan (Wilkinson,
2002).
Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang
ini:
1. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi
yang berbeda, dimulai dari senyuman sampai menangis
karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan
gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua,
pasien yang kebingungan atau pada pasien yang tidak
mengerti dengan bahasa lokal setempat.

Gambar: Wong Baker Faces Pain Rating Scale


2. Verbal Rating Scale (VRS)
Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang
dirasakan berdasarkan skala lima poin ; tidak nyeri,
ringan, sedang, berat dan sangat berat.

3. Numerical Rating Scale (NRS)


Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada
tahun 1978, dimana pasien ditanyakan tentang derajat
nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0 5
atau 0 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri
dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat.

4. V
i
s
u
a
l Analogue Scale (VAS)
Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele
pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan garis
lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada
nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien

diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk


mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan skala
VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami
oleh

penderita

dibandingkan

dengan

skala

lainnya.

Penggunaan VAS telah direkomendasikan oleh Coll dkk


karena selain telah digunakan secara luas, VAS juga
secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga
penggunaannya

realtif

mudah,

hanya

dengan

menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak


menjadi permasalahan. Willianson dkk juga melakukan
kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik
kesimpulan

bahwa

VAS

secara

statistik

paling

kuat

rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk


rasio. Nilai VAS antara 0 4 cm dianggap sebagai tingkat
nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk
tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri
sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak
nyaman

sehingga

perlu

diberikan

obat

analgesic

penyelamat (rescue analgetic).

J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan
a) Monitor gejala cardinal/ tanda-tanda vital.
b) Kaji adanya infeksi atau peradangan di sekitar nyeri.

c) Beri rasa aman.


d) Sentuhan therapeutic
Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat
mempunyai

keseimbangan

energy

antara

tubuh

dengan lingkungan luar. Orang sakit berarti ada


ketidakseimbangan

energi,

dengan

memberikan

sentuhan pada pasien, diharapkan ada transfer energy.


e) Akupressure Pemberian tekanan pada pusat-pusat
nyeri.
f) Guided imagery
Meminta pasien berimajinasi membayangkan hal-hal
yang menyenangkan, tindakan ini memerlukan suasana
dan ruangan yang terang, serta konsentrasi dari
pasien.
g) Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk
nyeri ringan sampai sedang. Distraksi visual (melihat
TV atau ertandingan bola), distraksi audio (mendengar
musik),

distraksi

sentuhan

massage,

memegang

mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle).


h) Anticipatory guidance
Memodifikasi
secara
langsung
cemas
yang
berhubungan dengan nyeri.
i) Hipnotis Membantu persepsi nyeri melalui pengaruh
sugesti positif.
j) Biofeedback
Terapi prilaku yang dilakukan dengan memberikan
individu informasi tentang respon nyeri fisiologis dan
cara untuk melatih control volunter terhadap respon.
Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan
migren dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
2. Penatalaksanaan medis
a) Pemberian analgesik
Obat golongan analgesik akan merubah persepsi dan
interprestasi nyeri dengan jalan mendpresi sistem
saraf

pusat

pada

thalamus

dan

korteks

serebri.

Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien

merasakan nyeri yang berat dibandingkan setelah


mengeluh nyeri. Contoh obat analgesik yani asam
salisilat (non narkotik), morphin (narkotik), dll.
b) Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung
komponen obat analgesik seperti gula, larutan garam/
normal saline, atau air. Terapi ini dapat menurunkan
rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan
pasien.
Obat
Aspirin
Asetaminofet
a. Nyeri

Dosis
325 - 650 mg

Jadwal
4 jam sekali

325 - 650 mg

4 - 6 jam sekali

ringan

(farmakologi II)
- Ibuprofen
- Sodium
-

Ketoproten
-

200 mg
awalan 440 mg

jam

selanjutnya 220

sekali
8 - 12

Jam

mg
12, 5 mg

sekali
-

jam

sekali
b. Nyeri
(farmakologi

Sedang
tingkat

III)
- Asetaminofen
- Ibuprofen
- Sodium Naproksen

jam

sekali
4 - 6

jam

sekali
8 - 12

jam

sekali
c. Nyeri
(farmakologi

Sedang
tingkat

VI)
- Tramadol

d. Nyeri Berat
(farmakologi

VII)

50 - 100 mg

sekali
tingkat

bila terapi non


narkotik

tidak

jam

efektif
Dan ada riwayat
terapi

narkotik

untuk nyeri.

K. Pengkajian
Pengkajian

nyeri

yang

akurat

penting

untuk

upaya

pelaksanaan nyeri yang efektif. Karena nyeri merupakan


pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda
pada masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji
semua factor yang mempengaruhi nyeri seperti factor
fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural.
Pengkajian nyeri terdiri atas dua kompenen utama yaitu :
1. Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien.
2. Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis
klien.
Tujuan

pengkajian

pemahaman

objektif

adalah
terhadap

untuk

mendapatkan

pengalaman

subjektif.

Mnemonic untuk pengkajian nyeri.

Provoking atau pemicu yaitu factor yang memicu

Q
R
S

timbulnya nyeri
Quality atau kualitas nyeri
Region atau daerah perjalanan ke daerah lain
Severity atau keganasan, yaitu intensitasnya
Time atau waktu, yaitu serangan, lamanya,

kekerapan, dan sebab

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Gangguan pola tidur

3. Hambatan mobilitas fisik

No
1.

Diagnosa Keperawatan
NYERI AKUT
Definisi : sensori yang
tidak menyenangkan dan
pengalaman emosional
yang muncul secara
aktual atau potensial,
kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya
kerusakan.

Batasan karakteristik :

Laporan secara verbal

atau non verbal


Fakta dan observasi

Gerakan melindungi
Tingkah laku berhati-hati

Gangguan tidur (mata

sayu, tampak capek,


sulit atau gerakan

kacau, menyeringai)
Tingkah laku distraksi
(jalan-jalan, menemui
orang lain, aktivitas
berulang-ulang)
Respon autonom
(diaphoresis, perubahan

tekanan darah,
perubahan pola nafas,
nadi dan dilatasi pupil)

Tingkah laku ekspresif

(gelisah, marah,

menangis, merintih,

waspada, napas

panjang, iritabel)
Berfokus pada diri sendiri

Tujuan/NOC
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ...... x24 jam
pasien dapat mengontrol nyeri
dengan indikator:
Mengenali faktor penyebab
Mengenali onset (lamanya sakit)
Menggunakan metode pencegahan
Menggunakan metode nonanalgetik
untuk mengurangi nyerI.
Menggunakan analgetik sesuai
kebutuhan
Mencari bantuan tenaga kesehatan
Melaporkan gejala pada tenaga
kesehatan
Menggunakan sumber-sumber yang
tersedia
Mengenali gejala-gejala nyeri
Mencatat pengalaman nyeri
sebelumnya
Melaporkan nyeri sudah terkontrol
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama
...... x24 jam pasien dapat
mengetahui tingkatan nyeri dengan
indikator:
Melaporkan adanya nyeri
Luas bagian tubuh yang terpengaruh
Frekuensi nyeri
Panjangnya episode nyeri
Pernyataan nyeri
Ekspresi nyeri pada wajah
Posisi tubuh protektif
Kurangnya istirahat
Ketegangan otot

MANA
Definis
menur
dirasa
Interv
Lakuk
komp
karak
kuali
observ
ketid
gunak
terap
peng
kaji ku
respo
evalua
lamp
evalua
keseh
ketid
lamp
bantu
menc
duku
kontro
mem
ruan
kebis
kurang
pilih d
(farm
inter
kaji tip
mene
ajarka

Muka topeng
Fokus menyempit
(penurunan persepsi
pada waktu, kerusakan
proses berfikir,
penurunan interaksi
dengan orang dan
lingkungan)
Perubahan nafsu makan
dan minum
Faktor yang
berhubungan : Agen
injury (fisik, biologis,
psikologis)

Perubahan pada frekuensi


pernafasan
Perubahan nadi
Perubahan tekanan darah
Perubahan ukuran pupil
Keringat berlebih
Kehilangan selera makan

farm
- berika
nyeri
- evalua
- tingka
- kolabo
keluh
berh

2.

NYERI KRONIS
Definisi: serangan
mendadak atau pelan
intensitsnya dari ringan
sampai berat, konstan
atau berulang tanpa

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama ...... x24 jam
pasien dapat mengontrol nyeri
dengan indikator:
Mengenali faktor penyebab
Mengenali onset (lamanya sakit)

ANAL
Definis
farmak
atau m
Interv
tentuk
kuali
pemb
cek ins
obat,
cek riw
pilih a
komb
pemb
tentuk
terga
tentuk
pemb
pilih ru
untuk
terat
monito
sesud
perta
berika
terut
evalua
dan g
MANA
Definis
menur
dirasa
Interv
lakuka

akhir yang dapat

diantisipasi/siprediksi

dan durasi waktunya


lebig dari 6 bulan.

Batasan karakteristik:
Perubahan berat badan

Laporan secara verbal


dan non verbal atau
fakta dari observasi atas
tingkah laku

melindungi, tingkah
laku berjaga-jaga, muka

Menggunakan metode pencegahan


Menggunakan metode nonanalgetik
untuk mengurangi nyeri
Menggunakan analgetik sesuai
kebutuhan
Mencari bantuan tenaga kesehatan
Melaporkan gejala pada tenaga
kesehatan
Menggunakan sumber-sumber yang
tersedia
Mengenali gejala-gejala nyeri
Mencatat pengalaman nyeri
sebelumnya
topeng, ritabilitas, fokus

Melaporkan
nyeri sudah terkontrol
pada diri sendiri,
gelisah, depresi
Setelah dilakukan tindakan
Atropi yang melibatkan
keperawatan selama ...... x24 jam
beberapa otot
pasien dapat mengetahui tingkatan
Perubahan pola tidur
nyeri dengan indikator:
Takut cedera kembali
Berkurangnya interaksi melaporkan adanya nyeri
luas bagian tubuh yang terpengaruh
dengan orang
Ketidakmampuan untuk frekuensi nyeri
panjangnya episode nyeri
melanjutkan aktivitas
pernyataan nyeri
sebelumnya
ekspresi nyeri pada wajah
Memperantarai respon
posisi tubuh protektif
simpatik (contoh:
kurangnya istirahat
temperatur dingin,
perubahan posisi tubuh, ketegangan otot
perubahan pada frekuensi
hipersensitifitas)
pernafasan
Anoreksia
Faktor yang berhubungan perubahan nadi
: ketidak mampuan fisik perubahan tekanan darah
perubahan ukuran pupil
kronis/psiksosial
keringat berlebih
kehilangan selera makan

komp
karak
kuali
observ
ketid
gunak
terap
peng
kaji ku
respo
evalua
lamp
evalua
keseh
ketid
lamp
bantu
menc
duku
kontro
mem
ruan
kebis
kurang
pilih d
(farm
inter
kaji tip
mene
ajarka
farm
berika
nyeri
evalua
tingka
kolabo
keluh
berh

ANAL
Definis
farmak
atau m

3.

Setelah dilakukan tindakan


GANGGUAN POLA
keperawatan selama ...... x24 jam
TIDUR
pasien dapat mengontrol pola tidur
Definisi: gangguan
dengan indikator:
kualitas dan kuantitas
waktu tidur akibat faktor Anxiety reduction
eksternal.
Comfort level
Pain level
Rest: Extent and Pattern
Batasan karakteristik
Sleep: Extent and Pattern
perubahan pola tidur
normal
Kriteria hasil:
penurunan kemampuan
Jumlah jam tidur dalam batas normal berfungsi
ketidakpuasan tidur
6-8 jam/hari
menyatakan tidak
Pola tidur, kualitas dalam batas
mengalami kesulitan
normal
Perasaan segar sesudah tidur atau
tidur
menyatakan tidak merasa
istirahat
Mampu mengidentifikasi hal-hal yang
cukup istirahat
Faktor yang
meningkatkan tidur.

Interv
tentuk
kuali
pemb
cek ins
obat,
cek riw
pilih a
komb
pemb
tentuk
terga
tentuk
pemb
pilih ru
untuk
terat
monit
sesud
perta
berika
terut
evalua
dan g
SLEEP
Determ
terha
Jelaska
adek
Fasilit
aktiv
Cipata
Kolabo
Diskus
kelua
pasie
Instru
pasie
Monito
deng
Monito
pasie

4.

berhubungan
kelembaban lingkungan
sekitar
suhu lingkungan sekitar
tanggung jawab memberi
asuhan
perubahan pajanan
terhadap cahaya gelap
gangguan (mis. Untuk
tujuan terapeutik,
pemantauan
pemeriksaan
laboratorium)
kurang kontrol tidur
kurang privasi,
pencahayaan
bising, bau gas
restrain fisik, teman tidur
tidak familier dengan
prabot tidur

Setelah dilakukan tindakan


HAMBATAN
keperawatan sesuai dengan kondisi
MOBILITAS FISIK
pasien ...x24 jam, dapat dilihat sesuai
Definisi : keterbatasan
indikator:
pada pergerakan fisik
tubuh atau satu atau
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
lebih ekstremitas secara Mengerti tujuan dari peningkatan

mandiri dan terarah.


mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam
Batasan karakteristik:

meningkatkan kekuatan dan


kemampuan berpindah
Penurunan waktu reaksi

Memperagakan
penggunaan alat
Kesulitan membolak-balik
Bantu untuk mobilisi (walker)

posisi
Melakukan aktivitas lain
sebagai pengganti

pergerakan (mis:
meningkatkan perhatian

pada aktivitas orang


lain, mengendalikan
perilaku, fokus pada

ketunadayaan/aktivitas

EXER
AMBU
Monito
sebe
respo
Konsu
tenta
deng
Bantu
saat
cede
Ajarka
keseh
ambu
Kaji ke
mobi
Latih p
kebu
sesua
Berika
mem

sebelum sakit)
Dipsnea setelah
beraktivitas
Perubahan cara berjalan
Gerakan bergetar
Keterbatasan
kemampuan melakukan
keterampilan motorik
halus
Keterbatasan melakukan
keterampilan motorik
kasar
Keterbatasan rentang
pergerakan sendi
Tremor akibat
pergerakan
Ketidakstabilan postur
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak
terkoordinasi

Faktor yang
berhubungan:
Intoleransi aktivitas
Perubahan metabolisme
selular
Ansietas
Indeks msa tubuh diatas
parentil ke 75 sesuai
usia
Gangguan kognitif
Konstraktur
Kepercayaan budaya
tentang aktivitas sesuai
usia
Fisik tidak bugar
Penurunan ketahanan
tubuh
Penurunan kendali otot
Malnutrisi
Gangguan
muskuloskeletal, nyeri

Ajarka
posis
diper

Agens obat
Penurunan kekuatan otot
Kurang pengetahuan
tentang aktivitas fisik
Keadaan mood depresif
Keterlambatan
perkembangan
Ketidaknyamanan
Disuse, kaku sendi
Kurang dukungan
lingkungan (mis, fisik
atau sosial)
Keterbatasan ketahanan
kardiovaskular
Kerusakan integritas
struktur tulang
Program pembatasan
gerak
Keengganan memulai
pergerakan
Gaya hidup monoton
Gangguan sensori
perseptual

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
Edisi 8. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC.
Kozier, Barbara, Glenora Erb, Audrey Berman, Shirlee J. Snyder.
2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta : EGC.
Prasetyo, S. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Volume 2.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Potter, P.A & Perry, A,G. 2006.

Buku Ajar Fundamental

Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta : EGC.


Ramli, Abdurrachman. 2015.
http://abdurrachmanramli.blogspot.co.id/2015/03/laporanpendahuluan-pasien-dengan.html.

Di

akses

tanggal

29

September 2015.
Smeltzer, S. C & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Tamsuri, A. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan nyeri. Jakarta :
EGC.
Wilkinson,judith.2002.Buku Saku Diagnosis Keperawatan NIC
NOC Edisi 7.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai