Anda di halaman 1dari 17

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS


A. DEFINISI
BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan
urine (urethra).
Benigna prostat hipertropi (BPH) pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat
meliputi

jaringan

kelenjar/jaringan

fibromuskuleryang

menyebabkan

penyumbatan urethra pars prostatika.


Hiperplasia prostat benigna (HPB) adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun )
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius.
B. ETIOLOGI
Penyebab BPH belum jelas, namun terdapat faktor resiko umur dan hormon
androgen. Ada beberapa hipotesis yang menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dehidrotestosteron (DHT) dan proses anging (menjadi
tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat adalah :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen
pada usia lanjut.
2. Peranan dari growth faktor sebagai pemicu pertembuhan stroma kelenjar
prostat.
3. Meningkatnya lama hidup sel sel prostatkarena berkurangnya sel yang
mati.
4. Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
yang berlebihan.
Pada umumnya dikemukakan beberapa teori :
1.

Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh karena
suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau

faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat,
2.

sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.


Teori kedua adalah teori Reawekering, menyebutkan bahwa jaringan
kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi sehingga

3.

jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.


Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan
bahwa dengan bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya produksi

testoteron dan terjadinya konversi testoteron menjadi setrogen.


C. PATOFISIOLOGI
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron
estrogen, karena produksi testoteron menurun dan terjadi konversi testoteron
menjadi

estrogen pada

jaringan adiposa

diperifer. Bila

perubahan

mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomik.


Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher
vesika dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal.
Penonjolan serat detrusor kedalam kandung kemih dengan sistoskopi akan
terlihat seperti balok yang disebut tuberkulasi. Fase penebalan detrusor ini
disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila kedaan ini berlanjut maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi berkontraksi sehingga terjadi retensi urine.
Biasanya ditemukan gejala obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi
karena

detrusor

gagal

berkontraksi

sehingga

kontraksi

menjadi

terputus.Gejala iritasi terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak


sempurna saat miksi atau pembesaran prostat yang menyebabkan rangsangan
pada kandung kemih, vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sihingga
pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine dalam kandung kemih dan
timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada
suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi
miksi.
Karena produksi urine terus terjadi maka vesika tidak mampu lagi
menampung urine sehingga tekanan intra vesika terus meningkat melebihi
tekanan tekanan sfingter dan obstruksi sehingga menimbulkan inkontinensia

paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroueter,


hidronefrosis dan gagal ginjal. Prose kerusakan ginjal dipercepat apabila
terjadi infeksi. Sisa urine yang terjasi selama miksi akan menyebabkan
terbentuknya batu endapan yang dapat menyebabkan hematuria, sistisis dan
pielonefritis.
D. TANDA DAN GEJALA
Walaupun hyperplasi prostat selalu terjadi pada orangtua, tetapi tidak selalu
disertai gejala-gejala klinik.
Gejala klinik terjadi terjadi oleh karena 2 hal, yaitu :
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
2. Retensi air kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan dilatasi
kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
Gejala klinik dapat berupa :
1. Frekuensi berkemih bertambah
2. Berkemih pada malam hari.
3. Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih.
4. Air kemih masih tetap menetes setelah selesai berkemih.
5. Rasa nyeri pada waktu berkemih.
Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak
dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.
Selain gejala-gejala di atas oleh karena air kemih selalu terasa dalam
kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selanjutnya
kerusakan ginjal yaitu hydroneprosis,pyelonefritis.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan
urin.
2. Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning,
cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan
apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans
abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain
untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula

menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urine dan keadaan patologi


lain seperti difertikel, tumor dan batu.
3. Prostatektomi Retro Pubis
Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak
dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui
insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.
5. Urinalisa
Warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang (Berdarah),
penampilan keruh, pH 7 atau lebih besar (Menunjukkan infeksi), bakteria,
SDP, SDM mungkin ada secara mikroskopis.
6. Kultur urine
Dapat

menunjukkan

staphylococcus

aureus,

proteus,

klebsiella,

pseudomonas atau escherichia coli


7. Sitologi urine
Untuk mengesampingkan kanker kandung kemih
8. BUN / Kreatinin
Meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi
9. Asam fosfat serum / Antigen khusus prostatik
Peningkatan karena pertumbuhan selular dan pengaruh hormonal pada
kanker prostat (Dapat mengidentifikasi metastase tulang)
10. SDP
Mungkin lebih besar dari 11.000, mengindikasikan infeksi bila pasien
tidak imunosupresi.
11. Penentuan kecepatan aliran urine
Mengkaji derajat obstruksi kandung kemih
12. IVP dengan film pasca berkemih
Menunjukkan pelambatan pengosongan kandung kemih, membedakan
derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostat,
divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.

13. Sistouretrografi berkemih


Digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi kandung kemih dan
uretra karena ini menggunakan bahan kontras lokal
14. Sistogram
Mengukur tekanan dan volume dalam kandungan vesika urinaria untuk
mengidentifikasi disfungsi yang tidak berhubungan dengan HPB
15. Sistouretroskopi
Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan perubahan dinding
kandung kemih (Kontraindikasi pada adanya ISK akut sehubungan dengan
resiko sepsis gram negatif)
16. Sistometri
Mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya
17. Ultrasound transrectal
Mengukur ukuran prostat, jumlah residu urine, melokalisasi lesi yang tidak
berhubungan HPB.
F.

KOMPLIKASI
1. Hemoragie
2. Pembentukan bekuan
3. Obstruksi kateter
4. Disfungsi seksual
5. Impotensi
6. Aterosclerosis
7. Infark jantung
8. Haemoragik post operasi
9. Fistula

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium
dari gambaran klinis
1.

Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah,
diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor
alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek
positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses

hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak


dianjurkan untuk pemakaian lama.
2.

Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)

3.

Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai
dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan
terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.

4.

Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita
dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah
itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis,
kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan
dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan
memberikan

obat

penghambat

adrenoreseptor

alfa.

Pengobatan

konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan


produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada
BPH dapat dilakukan dengan:
1.

Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan,
kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing
dan colok dubur.

2.

3.

Medikamentosa
a. Mengharnbat adrenoreseptor
b. Obat anti androgen
c. Penghambat enzim -2 reduktase
d. Fisioterapi
Terapi Bedah

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan


fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran
kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
a.

TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)


Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat
melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.

b.

Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat
pada kandung kemih.

c.

Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen
bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung
kemih.

d.

Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi
diantara skrotum dan rektum.

e.

Prostatektomi retropubis radikal


Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula
seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada
abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung
kemih pada kanker prostat.

4.

Terapi Invasif Minimal


a. Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang
disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang
melalui/pada ujung kateter.
b.

Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy

(TULIP)
c. Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
H. PROGNOSIS
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diperidiksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak

segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang


menjadi kanker prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kaner
pembunuh nomor 2 pada pria setelah kanker paru-paru. BPH yang telah
diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan
bagi penderita.

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
Tanda :
a. Peninggian tekanan darah (Efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi
Gejala :
a. Penurunan kekuatan / dorongan aliran urine, tetesan
b. Keraguan pada awal berkemih
c. Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan
lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih
d. Nokturia, disuria, hematuria
e. Duduk untuk berkemih
f. ISK berulang, riwayat batu ( Stasis urinaria )
g. Konstipasi ( Protusi prostat ke dalam rectum )
Tanda :

a. Massa padat dibawah abdomen bawah ( Distensi kandung kemih ),


nyeri tekan kandung kemih
b. Hernia inguinalis, hemorroid ( Mengakibatkan peningkatan tekanan
abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih, mengatasi
tahanan )
3. Makanan / Cairan
Gejala :
a. Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan
4. Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
a. Nyeri suprapubis, panggul atau punggung, tajam, kuat ( Pada
prostatitis akut )
b. Nyeri punggung bawah
5. Keamanan
Gejala :
a.

Demam

6. Seksualitas
Gejala :
a.

Masalah tentang efek kondisi / terapy pada kemampuan seksual

b.

Takut inkontinensia / menetes selama hubungan intim

c.

Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi

Tanda :
a.

Pembesaran, nyeri tekan prostat

7. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala :
a. Riwayat keluarga kanker, hipotensi, penyakit ginjal
b. Penggunaan anti hipertensi atau anti depresan, antibiotik urinaria atau
agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu / alergi obat
mengandung simpatomimetik
8. Pertimbangan Rencana Pemulangan :
a.

Memerlukan bantuan dalam manajemen terapy, contoh kanker

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik, pembesaran prostat,
dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi dengan adekuat.
2. Nyeri (akut) b/d iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal,
infeksi urinaria, terapy radiasi
3. Risiko tinggi

terhadap kekurangan volume cairan b/d pascaobstruksi

diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara
kronis, endokrin, ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi ginjal).
4. Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih.
5. Kurang pengetahuan tentang faktor berhubungan dengan masalah dan
protokol pengobatan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik, pembesaran prostat,
dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi dengan adekuat.
NOC:
a. Urinary elimination
b. Urinary Contiunence
Indikator (Kriteria Hasil)
a. Berkemih dengan jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung
Kemih
b. Menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml, dengan tidak
adanya tetesan/ kelebighan aliran.
Intervensi (NIC)
a. Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
Rasional: Meminimalkan retensi urine, distensi berlebihan pada
kandung kemih.
b. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan
Rasional : Mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi
c. Awasi dan catat waktu serta jumlah tiap berkemih

Rasional:

Retensi

urine meningkatkan

tekanan

dalam saluran

perkemihan atas, yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal.


d. Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung,
bila diindikasikan
Rasional: Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan
membersihkan ginjal serta kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
e. Berikan /dorong kateter lain dan perawatan perineal
Rasional : Menurunkan resiko infeksi asenden
f. Berikan rendam duduk sesuai indikasi
Rasional: Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema dan
meningkatkan upaya berkemih.
g. Berikan obat sesuai indikasi Antispamodik, spt : oksibutinin klorida
(ditropan)
Rasional : Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan iritasi
oleh kateter
Antibiotik/ antibakteri
Rasional : Untuk melawan infeksi, mungkin digunakan secara
profilaksis
Fenoksibenzamin (dibenzyline)
Rasional : Memudahkan untuk berkemih dengan relaksasi otot polos
prostat dan menurunkan tahanan terhadap aliran urine.
2. Nyeri (akut) b/d iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal,
infeksi urinaria, terapy radiasi
NOC:
a. Pain Level,
b. Pain control,
c. Comfort level
Indikator (Kriteria Hasil)
a. Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol
b. Tampak rileks
c. Mampu untuk tidur/ istirahat dengan tepat
Intervensi (NIC)

a. Kaji tingkat nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan


lamanya nyeri.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan
pilihan/ keefektifan intervensi
b. Plester slang drainase pada paha dan kateter pada abdomen (bila traksi
tidak diperlukan)
Rasional : Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan
penis-scrotal
c. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
Rasional: Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase
retensi akut. Namun, ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih
normal dan menghilangkan nyeri kolik
d. Berikan tindakan kenyamanan, spt : pijatan punggung, bantu klien
melakukan posisi yang nyaman, relaksasi/ latihan napas dalam
Rasional: Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan
dapat meningkatkan kemampuan koping.
e. Dorong menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk perineum
Rasional: Meningkatkan relaksasi otot
f. Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase
Rasional: Pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan dan
kepekaan kelenjar.
g. Lakukan massase prostat
Rasional:

Membantu

dalam

evakuasi

ductus

kelenjar

untuk

menghilangkan kongesti.
h. Berikan obat sesuai indikasi
Narkotik, spt : eperidin (demerol)
Rasional : Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan
relaksasi fisik dan mental
Antispamodik dan sedatif kandung kemih spt : flavoksat (urispas),
oksibutinin (ditropan)
Rasional :Menghilangkan kepekaan kandung kemih

3. Risiko tinggi

terhadap kekurangan volume cairan b/d pascaobstruksi

diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara
kronis, endokrin, ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi ginjal)
NOC:
a. Fluid balance
b. Hydration
c. Nutritional Status : Food and Fluid Intake

Indikator (Kriteria Hasil)


a. Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda-tanda vital
stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik dan membran mukosa
lambat
Intervensi (NIC)
a. Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan
keluaran 100 200 ml/ jam
Rasional : Diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total
cairan karena ketidakcukupan jumlah natrium yang diabsorbsi dalam
tubulus ginjal
b. Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu
Rasional : Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol
gejala urinaria, homeostatik pengurangan cadangan dan peningkatan
resiko dehidrasi/ hipovolemia
c. Awasi tekanan darah, nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler
dan membran mukosa oral
Rasional : Deteksi dini/ intervensi hipovolemik sistemik
d. Tingkatkan tirah baring dengan kepala ditinggikan
Rasional : Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostasis
sirkulasi
e. Awasi elektrolit, khususnya natrium

Rasional : Bila pengumpulan cairan terkumpul dari area ekstraseluler,


natrium dapat mengikuti perpindahan, menyebabkan hiponatremia
f. Berikan cairan I.V (Garam faal hipertonik) sesuai kebutuhan
Rasional : Menggantikan kehilangan cairan dan natrium untuk
mencegah/ memperbaiki hipovolemia
4. Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih.
NOC:
a. Kontrol kecemasan
b. Koping
Indikator (Kriteria Hasil)
a. Pasien mengatakan cemasnya berkurang.
b. Pasein mengatakan sudah dapat berkemih.
c. Pasien tanpak tenang dan rilex.
d. Tanda vital stabil (T, N, S, RR).
Intervensi (NIC)
a. Lakukan pendekatan pada pasien dan keluarga dengan komunikasi
terapentik.
Rasional: Komunikasi terapeutik untuk menciptakan hubungan yang
bersifat potensional dan rasa saling percaya.
b. Kaji tingkat kecemasam pasien.
Rasional: Mengkaji kecemasan untuk membantu pemberian asuhan
keperawatan yang tepat.
c. Berikan penjelasan kepada pasein tentang penyebab ketidakmampuan
untuk berkemih.
Rasional: Penjelasan / informasi yang tepat dapat membantu
mengurangi ansietas pada pasien
d. Pantau pola berkemih pasien.
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan atau kelainan yang terjadi
secara dini

e. Pasang karakter indweling jika pasien mengalami retensi urin kontinue


atau jika pemeriksaan laborat menunjukkan azotemia (sampah produk
nitrogen dalam darah).
Rasional: Karakter dapat mendekompresi kandung kemih selama
beberapa hari.
f. Observasi TTV (T, N, S, RR).
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasien
g. Kolaborasi dengan tim dokter terapi yang tepat.
Rasional: Untuk membantu mengatasi tingkat kecemasan pasien.
5. Kurang pengetahuan tentang faktor berhubungan dengan masalah dan
protokol pengobatan
NOC:
a. Pasien mengerti tentang pratakol pengobatan.
Indikator (Kriteria Hasil)
a. Pasien mengatakan mengerti tentang prosedur pengobatan setelah
mendapat penjelasan.
b. Pasien tidak bertanya-tanya lagi.
c. TTV stabil
Intervensi (NIC)
a. Lakukan komunikasi terapeutik pada klien dan keluarga.
Rasional: Komunikasi terapeutik untuk menciptakan hubungan
profesional dan rasa saling percaya antara tenaga kesehatan dengan
pasien dan keluarga.
b. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur pengobatan yang
benar (prosedur diinformasikan sesuai kebutuhan pasien dan pasien
sesuai dengan pertanyaan pasien).
Rasional: Penjelasan yang benar kepada pasien dan keluarga dapat
mengurangi dan menghilangkan kesalahpahaman tentang prosedur
pengobatan yang benar.

c. Motivasi pasien dan keluarga untuk mematuhi prosedur / tindakan


keperawatan yang diberikan.
Rasional: Motivasi sangat penting bagi pasien karena dapat menambah
keyakinan pasien tentang sharapan kesembuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2007, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 3, EGC,
Jakarta.
Corwin, J. Elizabeth, 2006, Buku Saku Pathofisiologi, EGC, Jakarta.
Doenges, Moorhouse & Geissler, 2007, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit
EGC, Jakarta.
Hardjowidjoto S. (2006).Benigna Prostat Hiperplasia.Airlangga University Press.
Surabaya
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2007, Ilmu Bedah, Penerbit EGC, Jakarta.
Price & Wilson, 2005, Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Penerbit EGC, Jakarta.
www.sumberilmu.blogspot.com/2008/askep-bph-benigna-prostat-hiperplasia.
Diakses tanggal 31 Desember 2014
www.disiniwinny.blogspot.com/2012/benigna-prostat-hiperplasia
Diakses tanggal 31 Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai