Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
WHO mendefinisikan kesehatan adalah kondisi fisik, mental dan sosial
yang sempurna, bukan hanya ketidakhadiran penyakit belaka. Jika definisi ini
dikaji lebih jauh, tidak banyak manusia yang benar-benar sakit. Tetapi hal ini
bukan berarti bahwa semua manusia selalu mempunyai penyakit. (Soekidjo
Natoatmodjo. 2007)
Sedangkan penyakit menurut Cunningham dan Saigo (2001), Penyakit
merupakan perubahan yang mengganggu kondisi tubuh sebagai respon dari
faktor lingkungan yang mungkin berupa nutrisi, kimia, biologi atau psikologi.
Dalam hal ini lingkungan paling berpengaruh pada terjadinya penyakit.
H.L Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan faktor
determinan timbulnya masalah kesehatan. Keempat faktor tersebut terdiri dari
faktor perilaku/gaya hidup (life style), faktor lingkungan (sosial, ekonomi,
politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya)
dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut saling berinteraksi
yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat.
Salah satu penyakit yang terkait dengan faktor determinan di atas
adalah TB (Tuberkulosis) yang merupakan suatu penyakit yang di dapat dari
fenomena alam dan lingkungan yang menyerang organ paru-paru, dan di
sebabkan oleh bakteri.
Penyakit Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah
satu penyakit infeksi kronis menular yang menjadi masalah kesehatan.
Penyakit yang sudah cukup lama ada ini merupakan masalah global di dunia
dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini.
Hal-hal yang menjadi penyebab semakin meningkatnya penyakit TBC di
dunia antara lain karena kemiskinan, meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan struktur usia manusia yang hidup, perlindungan kesehatan yang
1

tidak mencukupi di negara-negara miskin, tidak memadainya pendidikan


mengenai TBC di antara para dokter, kurangnya biaya untuk obat, sarana
diagnostik dan pengawasan kasus TBC serta adanya epidemi HIV terutama di
Afrika dan Asia.
Di negara maju dapat dikatakan penyakit TBC dapat dikendalikan,
namun adanya peningkatan kasus penyakit HIV merupakan ancaman yang
sangat potensial dalam peningkatan kasus penyakit TBC baru. Pada tahun
1995 di seluruh dunia terdapat 17 juta kasus infeksi HIV dan kira - kira ada 6
juta kasus AIDS pada orang dewasa dan anak sejak timbulnya pandemi HIV.
Kira-kira sepertiga dari semua orang yang terinfeksi HIV juga teinfeksi
tuberkulosis, Dari jumlah ini 70% berada di Afrika, 20% di Asia dan 80% di
Amerika latin.
WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC pada tahun
1993, karena di sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak
terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita TBC yang tidak berhasil
disembuhkan.
Di negara-negara miskin kematian TBC merupakan 25% dari seluruh
kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Daerah Asia Tenggara menanggung
bagian yang terberat dari beban TBC global yakni sekitar 38% dari kasus
TBC dunia.
Pada tahun 1995, ada sekitar 9 juta pasien TBC baru dan 3 juta
kematian akibat TBC di dunia. Diperkirakan 7-8 juta yang terkena TBC di
negara berkembang, ini terjadi karena tidak ada peningkatan yang signifikan
di

dalam

upaya

pencegahannya

dalam

tahun

1999-2020.

WHO

memperkirakan dalam dua dekade pertama di abad 20, satu miliar orang akan
terinfeksi per 200 orang berkembang menjadi TBC aktif dan 70 juta orang
akan mati akibat penyakit ini. Penyebab kematian wanita akibat TBC lebih
banyak daripada akibat kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien
TBC adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50
tahun). Diperkirakan seorang pasien TBC dewasa, akan kehilangan rata-rata
waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 - 30 %. Jika meninggal

akibat TBC, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain


merugikan secara ekonomis, TBC juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Jumlah pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah
India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien
TBC didunia.
Survei prevalensi TBC yang di lakukan di enam provinsi pada tahun
1983-1993. Menunjukan bahwa pravelensi TBC di indonesia berkisar antara
0,2 0,65 %. Sedangkan menurut laporan penanggulangan TBC Global yang
di keluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insiden TBC pada tahun
2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46 % di
antaranya di perkirakan merupakan kasus baru.
Hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes RI tahun 1992,
menunjukan bahwa Tuberkulosis merupakan penyakit kedua penyebab
kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian
keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveilance memperkirakan di
indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis baru pertahun dengan
262.000 BTA positif atau insiden rate kira-kira 130 per 100.000. penduduk.
Kematian akibat Tuberkulosis di perkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap
tahun.
Jumlah penderita TBC dari tahun ke tahun di indonesia terus
meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan
setiap dua menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di indonesia.
Di wilayah Provinsi Gorontalo khususnya di Kabupaten Gorontalo
dimana dari 21 Puskesmas terdapat beberapa kasus penyakit TBC yang
merupakan salah satu penyakit dari sepuluh penyakit terbesar yang di derita
masyarakat setempat, dari hasil data penyakit TBC dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Gorontalo pada tahun 2013 wilayah yang banyak menderita
penyakit TBC yaitu di wilayah kerja puskesmas Tibawa, terjadi peningkatan
penderita dengan jumlah kasus 54 orang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan surveilans
penyakit TBC di puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Gorontalo pada tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui pelaksanaan

surveilans

yang

menyangkut

pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data penyakit


TBC di puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Gorontalo pada tahun 2013.
b) Untuk mengetahui gambaran penyakit TBC berdasarkan tempat
(puskesmas) di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo
pada tahun 2013.
c) Untuk mengetahui gambaran penyakit TBC berdasarkan umur di
puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo pada
tahun 2013.
d) Untuk mengetahui gambaran penyakit TBC berdasarkan jenis kelamin
di puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo
pada tahun 2013.
e) Untuk mengetahui gambaran penyakit TBC berdasarkan waktu
kejadian (perbulan) di puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Gorontalo pada tahun 2013.
C. Manfaat
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo; Sebagai masukan dalam
perencanaan program kesehatan untuk masyarakat dan penyusunan
program pemberantasan penyakit TBC secara dini.
2. Bagi Masyarakat; Memberikan informasi tentang bahaya terhadap
penyakit TBC kepada masyarakat luas.
3. Bagi Peneliti; Untuk menambah wawasan, khususnya tentang hal-hal yang
berhubungan dengan penyakit TBC.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Umum Surveilans

Istilah surveilans berasal dari bahasa Prancis, yaitu surveillance, yang


berarti mengamati tentang sesuatu. Meskipun konsep surveilans telah
berkembang cukup lama, tetapi seringkali timbul kerancuan dengan kata
surveillance dalam bahasa inggris, yang berarti mengawasi perorangan
yang sedang dicurigai. Sebelum tahun 1950, surveilans memang diartikan
sebagai upaya pengawasan secara ketat kepada penderita penyakit menular,
sehingga penyakitnya dapat ditemukan sedini mungkin dan diisolasi
secepatnya serta dapat diambil langkah-langkah pengendalian seawal
mungkin. Selanjutnya, pengertian surveilans epidemiologi yaitu kegiatan
untuk memonitor frekuensi dan distribusi penyakit di masyarakat.
1. Definisi Surveilans
Surveilans adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terusmenerus terhadap suatu penyakit dengan cara pengumpulan (host, agent,
environment dan determinan), pengolahan, analisis, interpretasi, sampai
dengan diseminasi informasi kepada unit terkait yang membutuhkan untuk
mengambil tindakan.
2. Ciri-ciri Surveilans
Ciri-ciri surveilans secara garis besar ada 5 yaitu sebagai berikut:
a) Adanya keteraturan, dalam pengumpulan dan interpretasi data
b) Adanya upaya terus menerus
c) Kesederhanaan, artinya mudah didapat dan dikerjakan
d) Harus ada kemudahan untuk dimengerti
e) Ada indikator yang dapat mengukur keberhasilan kegiatan surveilans
3. Tujuan Surveilans Epidemiologi
Tujuan surveilans epidemiologi adalah tersedianya data dan
informasi epidemiologi sebagai dasar pengambilan keputusan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program dan peningkatan
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
2. Tinjauan Umum Penyakit TBC
Penyakit TBC Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. Kuman
tuberculosis pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Jenis
kuman

tersebut

adalah

Mycobacterium

tuberculosis,

Mycobacterium

africanum dan Mycobacterium bovis. Basil tuberkulosis termasuk dalam


genus Mycobacterium, suatu anggota dari family dan termasuk ke dalam ordo

Actinomycetales.

Mycobacterium

tuberculosis

menyebabkan

sejumlah

penyakit berat pada manusia dan juga penyebab terjadinya infeksi tersering.
Basil-basil tuberkel di dalam jaringan tampak sebagai mikroorganisme
berbentuk batang, dengan panjang bervariasi antara 1-4 mikron dan diameter
0,3-0,6 mikron. Bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti
manik-manik atau bersegmen. Basil tuberculosis dapat bertahan hidup selama
beberapa minggu dalam sputum kering, ekskreta lain dan mempunyai
resistensi tinggi terhadap antiseptik, tetapi dengan cepat menjadi inaktif oleh
cahaya matahari, sinar ultraviolet atau suhu lebih tinggi dari 600C.
Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui
saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer.
Selanjutnya menyebar ke getah bening setempat dan terbentuklah primer
kompleks. Infeksi primer dan primer kompleks dinamakan TB primer, yang
dalam perjalanan lebih lanjut sebagian besar akan mengalami penyembuhan.
1. Proses Kejadian Penyakit
a.

Periode Pre-Patogenesis
1) Faktor Penyebab Penyakit (Agent)
Agent yang mempengaruhi penyakit tuberkulosis adalah
kuman Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor di antaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi.
Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk
menimbulkan penyakit pada host. Pathogenitas kuman tuberkulosis
paru termasuk pada tingkat rendah.
Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke
dalam tubuh host dan berkembangbiak di dalamnya. Infektifitas
kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah.
Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host.
Virulensi kuman tuberkulosis paru termasuk tinkat tinggi.
2) Faktor Pejamu (Host)
Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan penyakit
tuberkulosis paru adalah:
a) Jenis Kelamin

Tuberkulosis

paru

lebih

banyak

terjadi

pada

laki-laki

dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar


mempunyai
terjangkitnya

kebiasaan
TBC

merokok

paru

sehingga

dimana

memudahkan

Kebiasaan

merokok

meningkatkan resiko untuk terkena TBC paru sebanyak 2,2 kali.


b) Umur
Pada anak, kelompok umur yang paling rawan terinfeksi TBC
adalah tinggi untuk bayi usia kurang dari 1 tahun dan Anak
dibawah tiga tahun, sedang usia 10 tahun ke atas, dan rendah usia
5-9 tahun. Sedangkan Pada orang dewasa kelompok umur yang
paling rawan terinfeksi TBC adalah kelompok usia produktif
yaitu 15-50 tahun.
c) Kondisi Sosial Ekonomi
Menurut WHO tahun 2007 menyebutkan 90% penderita
tuberkulosis paru di dunia menyerang kelompok sosial ekonomi
lemah atau miskin. Masalah bagi kelompok sosial ekonomi yang
rendah dapat menyebabkan masalah kurang gizi dan rendahnya
kemampuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.

d) Kekebalan
Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu kekebalan alamiah
dan kekebalan buatan. Kekebalan alamiah didapatkan apabila
seseorang pernah menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah
tubuh

membentuk

antibodi,

sedangkan

kekebalan

buatan

diperoleh sewaktu seseorang diberi vaksin BCG (Bacillis


Calmette

Guerin).

Sistem

kekebalan

tubuh

yang

lemah

merupakan faktor penyebab seseorang dapat menderita penyakit


Tuberkulosis paru karena pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
dapat menghentikan perkembangan kuman TBC.
e) Status Gizi

Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh


cukup akan berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh
akan tahan terhadap infeksi kuman tuberkulosis paru. Namun
apabila keadaan gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan
tubuh terhadap penyakit ini, karena kekurangan kalori dan protein
serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberkulosis
paru.
f) Penyakit Infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan
tubuh seluler (cellular immunity) sehingga jika terjadi infeksi
oportunistik seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan
menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah
orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita
tuberkulosis paru akan meningkat, dengan demikian penularan
tuberkulosis paru akan meningkat.
3) Faktor Lingkungan (Environment)
Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam
penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat.
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan
pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. Adapun
syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang
berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain:
a) Kepadatan Penghuni Rumah
Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian
tuberkulosis paru. Semakin padat penghuni rumah akan semakin
cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran.
Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan berpengaruh
terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga kadar
uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di
udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh dan
berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis. Dengan

demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh


penghuni rumah melalui saluran pernafasan.
b) Kelembaban Rumah
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% 70% dan suhu
ruangan yang ideal antara 18 C 30 C. Hal ini perlu diperhatikan
0

karena

kelembaban

dalam

rumah

akan

mempermudah

berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri spiroke,


ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke
dalam tubuh melalui udara, selain itu kelembaban yang tinggi
dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering
sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme.
Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik
untuk Bakteri-bakteri termasuk bakteri tuberkulosis.
c) Ventilasi
Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar
masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar,
menjaga aliran udara di dalam rumah tetap segar. Ventilasi
berfungsi juga untuk membebaskan udara ruangan dari bakteribakteri terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis. Selain itu
luas

ventilasi

yang

tidak

memenuhi

syarat

kesehatan

mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran udara dan sinar


matahari yang masuk ke dalam rumah akibatnya kuman
tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut
terhisap bersama udara pernapasan.
d) Pencahayaan Sinar Matahari
Cahaya matahari selain berguna utuk menerangi ruang juga
mempunyai daya untuk membunuh bakteri. Sinar matahari dapat
dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru
karena kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun
lamanya dan mati bila terkena sinar matahari. Rumah yang tidak
masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis
3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar
matahari.
e) Lantai Rumah
9

Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai


kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran
terhadap proses kejadian tuberkulosis paru, melalui kelembaban
dalam ruangan, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga
dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya.
f) Dinding
Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan
maupun angin serta melindungi dari pengaruh panas dan debu
dari luar serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya.
Beberapa bahan pembuat dinding adalah dari kayu, bambu,
pasangan batu bata atau batu dan sebagainya. Tetapi dari beberapa
bahan tersebut yang paling baik adalah pasangan batu bata atau
tembok (permanen) yang tidk mudah terbakar dan kedap air
sehingga mudah dibersihkan.
b. Periode Patogenesis
Penularan biasanya melalui udara, yaitu secara inhalasi droplet
nucleus yang mengandung basil TB. Droplet dengan ukuran 1-5
mikron yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran
nafas kemudian mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus.
Karena di dalam tubuh pejamu belum ada kekebalan awal, hal ini
memungkinkan basil TB tersebut berkembang biak dan menyebar
melalui saluran limfe dan aliran darah.
Sebagian basil TB difagositosis oleh makrofag di dalam
alveolus tapi belum mampu membunuh basil tersebut, sehingga basil
dalam makrofag umumnya dapat tetap hidup dan berkembang biak.
Basil TB yang menyebar melalui saluran limfe mencapai kelenjar limfe
regional. Sedangkan yang melalui aliran darah akan mencapai berbagai
organ tubuh, dan di dalam organ tersebut akan terjadi proses dan
transfer antigen ke limfosit. Kuman TB hampir selalu dapat
berkembang biak secara luas, sedangkan basil TB di lapangan atas paru,
ginjal, tulang dan otak lebih mudah berkembang biak terutama sebelum
imunitas terbentuk.

10

Infeksi yang alami, setelah sekitar 4-8 minggu tubuh melakukan


mekanisme pertahanan secara cepat. Pada sebagian anak-anak atau
orang dewasa mempunyai pertahanan alami terhadap infeksi primer
sehingga secara perlahan dapat sembuh. Masa inkubasi yaitu waktu
antara terjadinya infeksi sampai terbentuknya kompleks primer adalah
4-6 minggu dan waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi
sakit diperkirakan sekitar 6 bulan. Tetapi kompleks primer ini dapat
lebih progresif dan membesar yang pada akhirnya akan muncul menjadi
penyakit tuberkulosis setelah 12 bulan. Kurang lebih 10% individu
yang terkena infeksi TB akan menderita penyakit TB dalam beberapa
bulan atau beberapa tahun setelah infeksi. Kemungkinan menjadi sakit
terutama pada balita, pubertas dan akil balig dan keadaan-keadaan yang
menyebabkan turunnya imunitas seperti infeksi HIV, penggunaan obatobat imunosupresan yang lama, diabetes melitus dan silikosis.
Fokus primer yang terjadi dapat melebur dan menghilang atau
terjadi perkejutan sentra yang terdiri atas otolitis sel yang tidak
sempurna. Lesi-lesi ini akan pulih spontan, melunak, mencair atau jika
multifikasi basil tuberkulosis dihambat oleh kekebalan tubuh dan
pengobatan yang diberikan, maka lesi akan dibungkus oleh fibroflas
dan serat kolagen. Proses terakhir yang terjadi adalah hialinasi dan
perkapuran. Jika lesi berkembang, maka darah perkejutan akan
membesar secara lambat dan seringkali terjadi perforasi ke dalam
bronkus, mengakibatkan pengosongan bahan setengah cair tersebut
sehingga terbentuk rongga di dalam paru-paru. Sebagian besar orang
yang telah terinfeksi (80-90%), belum tentu menjadi sakit tuberkulosis.
Untuk sementara, kuman yang ada dalam tubuh berada dalam keadaan
dormant (tidur), dan keberadaan kuman dormant tersebut diketahui
hanya dengan tes tuberkulin. Mereka menjadi sakit (menderita
tuberkulosis) paling cepat setelah 3 bulan setelah terinfeksi, dan mereka
yang tidak sakit tetap mempunyai risiko untuk menderita tuberkulosis
sepanjang hidupnya.
2. Manifestasi Klinis

11

Gejala penyakit tuberculosis paru ada dua yaitu gejala utama dan
sistemik:
a. Gejala Utama
1) Batuk produktif lebih dari 3 minggu dengan atau tanpa dahak
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk
produktif (menghasilkan sputum).
2) Batuk darah
Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding
bronkus.
3) Malaise (perasaan tidak enak)
4) Gejala flu
5) Demam derajat rendah
6) Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan
pleuritis).

b. Gejala Sistemik
1) Demam
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari
2) Menggigil
3) Keringat malam
4) Lemah
5) Hilangnya nafsu makan
6) Penurunan berat badan
3. Proses Penularan
a. Sumber Penularan:
Penderita TBC menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk
atau bersin dalam bentuk droplet

12

b. Cara Penularan:
1) Melalui Udara
Inhalasi masuknya kuman penyebab TBC ke dalam saluran
pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup
2) Kontak Langsung
Melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita pada saat
batuk, bersin dan berbicara kepada orang di sekitar penderita
c. Keadaan Pejamu:
1) Kekebalan Tubuh yang lemah
2)Status Gizi buruk yang akan mengurangi daya tahan tubuh
3)Penyakit Infeksi HIV yang mengakibatkan kerusakan luas sistem daya
tahan tubuh seluler
Individu yang beresiko tinggi untuk tertular TBC:
a) Mereka yang kontak dengan seseorang yang mempunyai TB aktif
b) Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker,
mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang
terinfeksi HIV).
c) Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
d) Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat
(tunawisma; etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah
usia 15 tahun dan dewasa muda antara yang berusia 15 sampai 44
tahun)
e) Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada
sebelumnya (misalnya: diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis,
penyimpangan gizi, bypass gastrektomi atau jejunoileal)
f)Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara,
Afrika, Amerika Latin, Karibia)
g) Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya: fasilitas
perawatan jangka panjang, institusi psikistarik, penjara)
h) Individu yang tinggal di daerah perumahan substandar kumuh
i) Petugas kesehatan
j) Orang dengan HIV/AIDS

13

4. Cara Pencegahan
Cara pencegahan penyakit TBC dibagi dalam 3 (tiga) metode
pencegahan, yaitu:
1. Pencegahan Primer atau pencegahan tingkat pertama yang meliputi
promosi kesehatan dan pencegahan khusus yang dapat ditujukan pada
host, agent dan lingkungan. Antara lain:

Pencegahan pada faktor penyebab tuberculosis (agent) bertujuan


mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh agent tuberculosis
yaitu mycobacterium tuberkulosa serendah mungkin dengan
melakukan isolasi pada penderita tuberkulosa selam menjalani
proses pengobatan.

Mengatasi faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan


tuberkulosis seperti meningkatkan kualitas pemukiman dengan
menyediakan ventilasi pada rumah dan mengusahakan agar sinar
matahari dapat masuk ke dalam rumah.

Meningkatkan daya tahan pejamu seperti meningkatkan status gizi


individu, pemberian imunisasi BCG terutama bagi anak.

Tidak membiarkan penderita tuberculosis tinggal serumah dengan


bukan penderita karena bisa menyebabkan penularan.

Meningkatkan

pengetahuan

individu

pejamu

(host)

tentang

tuberkulosis definisi, penyebab, cara untuk mencegah penyakit


tuberkulosis

paru

seperti

imunisasi

BCG,

dan

pengobatan

tuberkulosis paru.
2. Pencegahan Sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi
diagnosa dini dan pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya
penyakit, untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut serta mencegah
terjadinya komplikasi. Sasaran pencegahan ini ditujukan pada mereka
yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam
akan menderita tuberkulosa (masa tunas). Antara lain:

Pemberian obat anti tuberculosis (OAT) pada penderita tuberkulosis


paru sesuai dengan kategori pengobatan seperti isoniazid atau
rifampizin.
14

Penemuan kasus tuberkulosis

paru sedini mungkin dengan

melakukan diagnosa pemeriksaan sputum (dahak) untuk mendeteksi


BTA pada orang dewasa.

Diagnosa dengan tes tuberculin

Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya

Melakukan foto thorax

Melibatkan keluarga terdekat sebagai pengawas minum obat anti


tuberkulosis

c. Pencegahan tertier atau pencegahan tingkat ketiga dengan tujuan


mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanent,
mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian.
Dapat juga dilakukan rehbilitasi untuk mencegah efek fisik, psikologis
dan sosialnya. Antara lain:

Melakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara sistematis


dan berjenjang.

Memberikan penanganan bagi penderita yang mangkir terhadap


pengobatan.

Kadang kadang perlu dilakukan pembedahan dengan mengangkat


sebagian paru-paru untuk membuang nanah atau memperbaiki
kelainan bentuk tulang belakang akibat tulang belakang.
Upaya pencegahan dapat juga dilakukan dengan cara menjalankan

pola hidup sehat dan menjaga lingkungan yang sehat merupakan kunci
agar kita terhindar dari penyakit TBC seperti pengaturan syarat-syarat
rumah yang sehat di antaranya luas bangunan rumah, ventilasi,
pencahayaan dengan jumlah anggota keluarga, kebersihan lingkungan
tempat tinggal. Serta melalui pemberdayaan keluarga sehingga anggota
rumah yang lain dapat turut serta dan berperan dalam melakukan
pengawasan terhadap si penderita dalam minum obat.
Langkah-langkah pencegahan untuk meminimalisir penyebaran
penyakit TBC adalah sebagai berikut :

15

Tidak meludah di sembarang tempat upayakan meludah pada tempat


yang terkena sinar matahari atau ditempat khusus sperti tempat sampah.
Menutup mulut pada waktu ada orang batuk ataupun bersin.
Jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur karena kuman TBC
akan mati bila terkena sinar matahari.
Jaga kesehatan badan supaya sistem imun senantiasa terjaga dan kuat.
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang sehat
dan bergizi.
Hindari melakukan hal hal yang dapat melemahkan sistem imunitas
(sistem kekebalan tubuh), seperti begadang dan kurang istirahat.
Jaga jarak aman ketika berhadapan dengan penderita penyakit TBC.
Olahraga teratur untuk membantu menyehatkan tubuh.
Lakukan imunisasi pada bayi termasuk imunisasi untuk mencegah
penyakit TBC.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Deskriptif yang
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang keadaan yang berkaitan
dengan kesehatan masyarakat berdasarkan hasil pengamatan yang nyata di
lapangan.
B. Waktu dan Tempat Pengambilan Data
Pengambilan data ini dilaksanakan pada tanggal 21 November 2014 di
Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo.
C. Populasi dan Sampel
16

1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah seluruh puskesmas yang ada di wilayah
kerja Dinas Kesehatan kabupaten Gorontalo (21 Puskesmas) yang terdapat
penyakit TBC.
2. Sampel
Penderita penyakit TBC yang berobat di 21 Puskesmas wilayah kerja
Dinas Kesehatan kabupaten Gorontalo pada tahun 2013.
3. Sumber Data
Sumber data berasal dari data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan
cara menelaah dokumen seperti buku profil kesehatan Dinas Kesehatan
Kabupaten Gorontalo pada tahun 2013, dimana data sekunder ini dapat
mendukung data primer.
4. Pengolahan dan Penyajian data
Proses pengolahan data dengan menggunakan sistem komputerisasi
dengan program Microsoft Excel. Data yang telah diolah dianalisis secara
Deskriptif yaitu penyajian data dalam bentuk tabel dan grafik.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Pelaksanaan Surveilans
Surveilans di Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo berjalan
dengan baik selama tahun 2013. Kegiatan surveilans pertama dilakukan
dengan cara mengumpulkan data, pengamatan secara terus-menerus,
analisis/interpretasi data, penanggulangan dalam proses menjelaskan/
menyebarkan, serta memantau peristiwa kejadian penyakit khususnya
penyakit TBC yang ada di 21 Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Gorontalo.
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yaitu dengan menggunakan buku register (buku
catatan yang telah tercatat) sebagai penderita penyakit TBC di puskesmas

17

yang berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo


dimana dalam buku catatan tersebut memuat keterangan tentang Nama
Pasien, Jenis Kelamin, Umur, Bulan/Tahun Kejadian, dan Alamat.
Keterangan tersebut kemudian akan diinput ke komputer untuk
pengolahan dan analisis data.
3. Pengolahan Data
Pengolahan data penyakit TBC di puskesmas yaitu dengan
menggunakan komputer kemudian data yang telah diolah tersebut akan
menjadi bahan laporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo
kemudian dilaporkan lagi ke Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo yang
selanjutnya akan di laporkan ke Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
4. Analisis Data
Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi dan grafik, hasil analisis inilah yang digunakan oleh
petugas surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo untuk
mendeteksi adanya peningkatan kasus penyakit TBC berdasarkan orang,
tempat, dan waktu.
5. Laporan Data
Data yang telah dianalisis tersebut kemudian diolah dengan
menggunakan program komputer yang nantinya akan dilaporkan kepada
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo.
B. Distribusi Kasus Penyakit TBC
1. Distribusi Kasus Penyakit TBC Menurut Tempat (Puskesmas) Di Wilayah
Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo Pada Tahun 2013.
Tabel 4.1: Distribusi kasus penyakit TBC menurut Tempat (puskesmas) di
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo Pada
Tahun 2013.
NO
1
2
3
4
5
6

PUSKESMAS
Limboto
Limboto Barat
Tuladenggi
Mongolato
Tilote
Batudaa Pantai

JLH KASUS
n
43
41
6
30
7
0

%
6,06
5,77
0,84
4,23
0,98
0

18

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Batudaa
Bongomeme
Tibawa
Buhu
Pongongaila
Sidomulyo
Sukamakmur
Mootilango
Bilato
Bululi
Talaga Jaya
Molopatodu
Tabongo
Biluhu
Pilohayanga
J U M LAH

28
7
74
3
101
137
150
8
21
45
1
0
8
0
0
710

3,94
0,99
10,42
0,42
14,23
19,29
21,13
1,13
2,96
6,34
0,14
0
1,13
0
0
100

Interpretasi: Kasus penyakit TBC menurut tempat kejadian di puskesmas


wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo pada tahun 2013
jumlah kasus terbanyak yaitu pada daerah/pada Puskesmas Sukamakmur
yang berjumlah 150 orang/kasus (21,13 %).
Grafik 4.1: Distribusi kasus penyakit TBC menurut Tempat (puskesmas)
di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo
Pada Tahun 2013.

19

160

150
137

140
120

101

100
74

80
60
40
20
0

JLH KASUS

45

43 41
30
6

28
7

21
7

0 0

2. Distribusi Kasus Penyakit TBC Menurut Umur Di Puskesmas Wilayah


Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo Pada Tahun 2013.
Tabel 4.2: Distribusi Kasus Penyakit TBC Menurut Umur di Puskesmas
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo Pada
Tahun 2013.
NO
1
2
3
4
5
6

UMUR
0 7 Hari
8 28 Hari
< 1 Tahun
1 4 Tahun
5 9 Tahun
10 14 Tahun

JLH KASUS
n
0
0
1
0
3
21

%
0
0
0,14
0
0,42
2,96

20

7
8
9
10
11
12

15 19 Tahun
20 44 Tahun
45 54 Tahun
55 59 Tahun
60 69 Tahun
>70 Tahun
J U M LAH

53
312
157
58
79
26
710

7,47
43,94
22,11
8,17
11,13
3,66
100

Interpretasi: Kasus penyakit TBC menurut umur yang terjadi di puskesmas


Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo Pada Tahun 2013
jumlah kasus terbanyak yaitu pada umur 20 44 tahun yang berjumlah
312 orang/kasus (43,94 %).

Grafik 4.2: Distribusi Kasus Penyakit TBC Menurut Umur di Puskesmas


Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo Pada
Tahun 2013.

21

350
312
300
250
200
157
150
JLH KASUS
100

79
53

50
0

1
0

21

58
26

3. Distribusi Kasus Penyakit TBC Menurut Jenis Kelamin Di Puskesmas


Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo Pada Tahun 2013.
Tabel 4.3: Distribusi Kasus Penyakit TBC Menurut Jenis Kelamin di
Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Gorontalo Pada Tahun 2013.
NO
1
2

JENIS KELAMIN
Laki laki
Perempuan
J U M LAH

JLH KASUS
n
%
375
52,82
335
47,18
710
100

Interpretasi: Kasus penyakit TBC menurut jenis kelamin yang terjadi di


puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo Pada
Tahun 2013 jumlah kasus terbanyak yaitu pada Laki-laki yang berjumlah
375 orang/kasus (52,82 %).

22

Grafik 4.3: Distribusi Kasus Penyakit TBC Menurut Jenis Kelamin di


Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Gorontalo Pada Tahun 2013.
380

375

370
360
350
JLH KASUS

340

335

330
320
310
Laki-laki

Perempuan

4. Distribusi Kasus Penyakit TBC Menurut Waktu Kejadian Di Puskesmas


Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo Pada Tahun 2013.
Tabel 4.4: Distribusi Kasus Penyakit TBC Menurut Waktu Kejadian di
Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Gorontalo Pada Tahun 2013.

NO
1

BULAN
Januari

JLH KASUS
n
85

%
11,97
23

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
J U M LAH

130
59
75
101
17
35
82
60
37
6
23
710

18,31
8,31
10,56
14,23
2,39
4,93
11,55
8,45
5,21
0,85
3,24
100

Interpretasi: Kasus penyakit TBC menurut waktu kejadian yang terjadi di


puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo Pada
Tahun 2013 jumlah kasus terbanyak yaitu pada bulan Februari yang
berjumlah 130 orang/kasus (18,31 %).

Grafik 4.4: Distribusi Kasus Penyakit TBC Menurut Waktu Kejadian di


Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Gorontalo Pada Tahun 2013.

24

140

130

120
101

100
85

82
75

80
60

60

59

JLH KASUS
35

40
20

37
23

17
6

C. Pembahasan
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan secara periodik dengan menggunakan
buku register atau buku profil kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten
Gorontalo yang telah menderita Penyakit TBC di puskesmas wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo.
2. Pengolahan Data
Hasil pengolahan data dikeluarkan dalam bentuk laporan tahunan
kemudian hasil pengolahan data kasus penyakit disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik dengan menggunakan aplikasi program komputer
Microsoft Excel 2007, dan Microsoft Power Point 2007.
3. Analisis Data
Analisis data penyakit TBC di puskesmas wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Gorontalo yaitu bedasarkan tempat, umur, jenis
kelamin dan waktu kejadian pada laporan tahunan. Analisis dilakukan
dengan melihat jumlah kasus berdasarkan tempat (puskesmas), jumlah

25

kasus menurut umur, jumlah kasus menurut jenis kelamin dan jumlah
kasus menurut waktu kejadian (bulanan).
4. Distribusi Penyakit TBC
a) Distribusi kasus TBC menurut tempat (puskesmas) di Wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo.
Kasus penyakit TBC banyak ditemukan di Puskesmas Sukamakmur
yang berjumlah 150 orang/kasus (21,13 %). Hal ini disebabkan karena
pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang tinggi akan penyakit TBC
sehingga mereka mau memeriksakan diri dan setelah diperiksa mereka
mengidap penyakit ini.
b) Distribusi kasus TBC menurut Umur di Puskesmas Wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo.
Distribusi kasus TBC menurut Umur di Puskesmas Wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo, kebanyakan yang menderita
penyakit TBC yaitu mereka yang berumur 20 44 tahun yang
berjumlah 312 orang/kasus (43,94 %). Hal ini disebabkan karena pada
usia ini merupakan kelompok usia produktif dan berpengaruh terhadap
beberapa hal yang dapat meningkatkan jumlah penderita pada
kelompok ini antara lain karena kebiasaan merokok, pekerjaan, tingkat
pendidikan, status gizi, keadaan sosial ekonomi dan perilaku.
c) Distribusi kasus TBC menurut jenis kelamin di Puskesmas Wilayah
Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo.
Distribusi kasus TBC menurut Jenis Kelamin di Puskesmas Wilayah
Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo, kebanyakan yang
menderita penyakit TBC yaitu mereka yang berjenis kelamin Laki-laki
berjumlah 375 orang/kasus (52,82 %). Hal ini diduga disebabkan
mobilitas dan aktivitas laki-laki lebih tinggi daripada perempuan
sehingga dengan faktor tersebut laki-laki diyakini lebih mudah terpapar
bakteri penyebab penyakit TBC dan laki-laki sebagian besar
mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya
TBC paru dimana kebiasaan merokok meningkatkan risiko untuk
terkena TBC paru sebanyak 2,2 kali.
d) Distribusi kasus TBC menurut Waktu (perbulan) di Puskesmas Wilayah
Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo.
26

Kasus penyakit TBC dari bulan januari hingga bulan desember sangat
bervariasi. Peningkatan yang sangat jelas kelihatan yaitu pada bulan
Februari yang berjumlah 130 orang/kasus (18,31 %). Hal ini karena
upaya-upaya yang dilakukan pihak puskesmas di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Gorontalo mengalami keberhasilan. Adapun
upaya-upaya yang dilakukan adalah preventif dan promotif melalui
penyuluhan dan kuratif melalui pemeriksaan dahak. Dengan upayaupaya yang dilakukan oleh pihak puskesmas maka pengetahuan
masyarakat akan meningkat sehingga apabila ditemukan gejala-gejala
TBC, mereka langsung memeriksakan diri ke puskesmas sehingga
terjadi peningkatan terutama pada bulan februari tersebut.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Hasil data profil Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo dari bulan Januari
sampai dengan bulan Desember tahun 2013 yang menunjukkan angka
kasus penyakit TBC yang tertinggi diantaranya adalah :
a) Puskesmas Sukamakmur
Dari jumlah dua belas bulan, jumlah kasus untuk penyakit TBC pada
puskesmas Sukamakmur yaitu tertinggi pada bulan April berjumlah 38

27

kasus, bulan Februari dan September 33 kasus dan bulan Oktober 19


kasus.
b) Puskesmas Sidomulyo
Dari jumlah dua belas bulan, jumlah kasus untuk penyakit TBC pada
puskesmas Sidomulyo yaitu tertinggi pada bulan Desember berjumlah
16 kasus dan bulan Juli 12 kasus.
c) Puskesmas Pongongaila
Dari jumlah dua belas bulan, jumlah kasus untuk penyakit TBC pada
puskesmas Pongongaila yaitu tertinggi pada bulan Januari berjumlah 35
kasus dan bulan Agustus 34 kasus.
d) Puskesmas Tibawa
Dari jumlah dua belas bulan, jumlah kasus untuk penyakit TBC pada
puskesmas Tibawa yaitu tertinggi pada bulan Mei berjumlah 54 kasus
dan bulan November 4 kasus.
2. Hasil data profil Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo tahun 2013 yang
tidak menunjukkan adanya kasus penyakit TBC diantaranya adalah :
a) Puskesmas Batudaa Pantai
b) Puskesmas Molopatodu
c) Puskesmas Biluhu
d) Puskesmas Pilohayanga
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah:
1. Bagi Dinas Kesehatan
Kinerja Dinas Kesehatan sudah sangat baik dan tetap dipertahankan
ataupun lebih meningkatkan kinerjanya terutama untuk pelaporan data
surveilans sehingga tujuan dari pelaksanaan surveilans dapat tercapai.
2. Bagi Puskesmas
Kinerja Puskesmas sudah baik dalam membantu memberikan data
surveilans dan dapat meningkatkan lagi kinerjanya agar lebih baik
terutama dalam hal mendeteksi kasus yang terjadi dan rutin melaporkan ke
Dinas Kesehatan.
3. Bagi Masyarakat
Senantiasa menjaga kebersihan agar terhindar dari penyakit TBC.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Ali R. 2014. Bahan Ajar Mata Kuliah Praktek Surveilans Evaluasi Sistem
Surveilans. Universitas Gorontalo.
2. Binongko, Adhien. 2012. Laporan Surveilans Epidemiologi Penyakit
Tuberkulosis di Puskesmas Wajo Kota BauBau Tahun 2006-2010.
Unidayan BauBau Sulawesi Tenggara.
3. FKUI. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid I. Editor Mansjoer
Arif (et al.). Penerbit Media Aesculapius Jakarta.
4. Mokhtar KS, Rahman NHA, Shariff NM & Nor WAWM. 2012. Tuberculosis
in Malaysia: A Study on the Level of Societal Awareness and Stigma. IOSR
Journal of Humanities and Social Science. 1(4): 59-64.
5. Price, Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 2. Edisi 6. Editor Huriawati Hartanto(et al.). Penerbit Buku
Kedokteran EGC Jakarta.

29

6. Wijaya IMK, Murti B & Suriyasa P. 2013. Hubungan Pengetahuan, Sikap


dan Motivasi Kader Kesehatan dengan Aktivitasnya dalam Pengendalian
Kasus Tuberkulosis di Kabupaten Buleleng. Jurnal Magister Kedokteran
Keluarga. 1(1): 38-48.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah senantiasa melimpahkan


Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat
dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Penulis juga memanjatkan kehadiran
Allah SWT, karena hanya dengan keridhoan-Nya Makalah dengan judul
Penyakit TBC ini dapat terselesaikan.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk membantu mahasiswa untuk
mengetahui tentang penyakit TBC secara lebih jelas.
Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai
pihak, makalah ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu dengan segala kerendahan hati penulis berharap saran dan kritik demi
perbaikan-perbaikan lebih lanjut.
Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi yang membutuhkan.

30

Gorontalo,

November 2013

Penulis

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......

BAB I. PENDAHULUAN .....

A.

Latar

Belakang ..
B.

1
Tujuan

...
C.

4
Manfaat

. ...

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..

A. Tinjauan Umum Surveilans ..


B. Tinjauan Umum Penyakit TBC ....

5
6

BAB II. METODE PENELITIAN ..


A. Jenis Penelitian .....
B. Waktu dan Tempat Pengambilan Data .....
C. Populasi dan Sampel .....

17
17
17
17
31

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .....


A. Hasil .
B. Distribusi Kasus Penyakit TBC ....
C. Pembahasan ..

18
18
19
25

BAB V. PENUTUP ....

28

A. Kesimpulan ..
B. Saran ..
DAFTAR PUSTAKA ....

28
29
30

32

Anda mungkin juga menyukai