Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
disusun oleh :
Dhia Shofi S
10614032
Kelompok 9
Asisten :
Annisa Rizkia
10613016
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Mengisolasi DNA plasmid pET 32 dengan metode alkali lisis
2. Mengamplifikasi Gen phoR dari DNA plasmid pET 32 yang diisolasi
dengan metode PCR
1. A1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plasmid
Plasmid merupakan molekul DNA kecil di dalam sel yang secara fisik
terpisah dari DNA kromosom dan bisa bereplikasi secara independen. Plasmid
biasanya ditemukan pada bakteri sebagai bentuk yang kecil, sirkular, double
stranded. Plasmid juga kadang ditemukan pada archaea dan organisme
eukariot. Plasmid bisa memiliki panjang dari 1 hingga 1000 kbp (Lederberg,
1952).
Plasmid digunakan sebagai vektor perbanyakan/ekspresi suatu gen. Gen
yang akan diamplifikasi disisipkan ke dalam plasmid. Setelah itu, plasmid
dimasukkan ke dalam bakteri melalui proses transformasi dan bakteri dikultur.
Selain untuk mengekspresikan gen tertentu, plasmid juga digunakan untuk
membuat protein dalam jumlah besar (Lederberg, 1952).
Perbedaan DNA plasmid dengan DNA genom ada pada ukuran, bentuk,
organisasi konformasi, dan kandungan yang dibawa. DNA plasmid memiliki
ukuran sekitar 1-1000 kbp, sementara DNA genom memiliki panjang 16012.200 kbp pada prokaryot. DNA plasmid berbentuk sirkular, sementara DNA
genom berbentuk linear pada eukaryot, namun bisa sirkular pada bakteri.
Organisasi dari DNA plasmid kebanyakan memiliki organisasi konformasi
supercoiled, sedangkan DNA genom memiliki organisasi konformasi
melingkar di sekitar histon. DNA genom mengandung informasi penting bagi
kehidupan organisme, sementara DNA plasmid mengandung informasi
tambahan bagi organisme tersebut (Tranbichler & Shapiro, 2006).
Pada percobaan isolasi DNA digunakan DNA plasmid pET-32b(+). DNA
plasmid pET-32b(+) memiliki panjang 5899 bp. Vektor ini memiliki peta
seperti pada gambar 2.1.
2. Relaxed circular DNA yang memiliki bentuk sirkular utuh, tidak terpotong
sama sekali kedua strandnya, namun telah direlaksasi secara enzimatik
(tidak supercoiled) (Kroll, et al., 2010)
3. Linear DNA yang memiliki ujung bebas, bisa jadi karena kedua strand
telah dipotong atau karena DNA linear in vivo (Kroll, et al., 2010)
4. Supercoiled (covalently closed-circular) dimana DNA memiliki kedua
strand yang tidak terpotong sama sekali dengan pilinan yang terintegrasi,
yang menghasilkan bentuk yang kompak (Kroll, et al., 2010)
5. Supercoiled denatured DNA, memiliki bentuk seperti supercoiled namun
memiliki area yang tidak berpasangan yang membuatnya jadi kurang
kompak yang bisa jadi terjadi karena suasana yang terlalu basa saat
preparasi plasmid (Kroll, et al., 2010)
Gambar 2.3 Siklus PCR dengan Suhu Optimum (Viljoen, et al., 2005)
2.3 Elektroforesis
Elektroforesis merupakan metode pemisahan partikel-partikel bermuatan
di dalam medan listrik yang homogen. Pada elektroforesis terdapat beberapa
komponen yakni chamber elektroforesis, sumber tegangan, gel, dan materi
yang akan dielektroforesis (protein, RNA, DNA). Materi yang akan
dielektroforesis seperti DNA ditaruh pada well di gel elektroforesis (agarosa /
polyacrilamide gel) yang berada dalam chamber berisi buffer. Kemudian
chamber dihubungkan dengan sumber tegangan. Prinsip kerja dari
elektroforesis ini adalah sumber tegangan akan menghasilkan suatu medan
listrik homogen, di dalam medan listrik ini, DNA akan mengalami gaya gerak
listrik (ggl) karena muatan yang dimilikinya dan tempatnya yang berada di
dalam medan listrik. DNA akan bergerak ke arah kutub medan yang memiliki
muatan berlawanan dengannya (Robyt & White, 1990).
Elektroforesis bisa memisahkan partikel-partikel karena perbedaan
kecepatan partikel tersebut dalam menempuh matriks elektroforesis (gel). Ada
beberapa hal yang dapat mempengaruhi kecepatan suatu partikel menempuh
gel elektroforesis yakni:
a. Ukuran DNA
Ukuran DNA menentukan kecepatan pergerakan pada gel. Molekul
DNA yang lebih besar akan lebih tertahan pada gel, sementara molekul
yang lebih kecil lebih tidak tertahan sehingga akan menempuh gel lebih
cepat (Lucotte & Baneyx, 1993).
b. Konformasi DNA
DNA yang memiliki konformasi supercoiled akan bergerak lebih
cepat daripada DNA relaxed. Hal ini dapat terjadi karena DNA
supercoiled tergulung secara ketat sehingga lebih kompak dan
memudahkan untuk bergerak lebih cepat (Lucotte & Baneyx, 1993).
c. Konsentrasi gel
Konsentrasi gel menentukan ukuran pori gel yang mempengaruhi
migrasi DNA. Jika konsentrasi gel semakin besar, pori pada gel akan
BAB III
METODOLOGI
Alat
Bahan
Mikropipet
Alat Sentrifugasi
Microtube
Alat Vortex
Tips
Mesin PCR
Et-OH 95%
Tabung Eppendorf
Et-OH 70%
Alat Pemanas
TE Buffer/Air Deion
Sumber Arus
PCR Mix
Primer
Agarosa
Buffer TAE
Etidium Bromida
dalam microtube dan diencerkan dengan air deion sampai total larutan 25 L.
Setelah itu larutan ditambahkan PCR mix sebanyak 10 L. Lalu larutan
dihomogenisasi
dan
kemudian
disentrifuga.
Setelah
itu,
microtube
dimasukkan ke dalam mesin PCR kemudian didenaturasi awal pada suhu 95oC
selama 5 menit. Setelah itu DNA memasuki siklus denaturasi pada suhu 95 oC
selama 30 detik, annealing pada suhu 65oC selama 30 detik, dan pemanjangan
primer pada suhu 72oC selama 7 menit 45 detik. Siklus dilakukan sebanyak
25x.
3.2.3
Elektroforesis
Agarosa dicampurkan dengan buffer TAE dengan volume sama dengan
agarosa hingga konsentrasi akhir 0.3%. Setelah itu agarosa dididihkan di atas
pemanas kemudian didinginkan. Selanjutnya campuran agarosa ini dituangkan
pada cetakan gel yang telah diletakkan comb di atasnya. Kemudian agarosa
didiamkan hingga mengeras. Sebelum mendingin, ditambahkan etidium
bromide kedalam agarosa. Setelah agarosa mengeras, comb dilepaskan dari
cetakan gel. Setelah itu cetakan gel diletakkan pada tangki elektroforesis.
Selanjutnya tangki elektroforesis ditambahkan buffer TAE sampai 1 mm di
atas gel. Kemudian, DNA target diambil sebanyak 10 L kemudian diletakkan
pada parafilm dengan mikropipet. Setelah itu, loading buffer diambil dengan
mikropipet sebanyak 2 L kemudian diletakkan di parafilm tepat di atas DNA
target yang diambil. Selanjutnya kedua larutan diresuspensi dengan cara
menarik dan mengeluarkan kembali kedua cairan dengan mikropipet hingga
homogen. Setelah larutan homogen, larutan dimasukkan ke dalam well
agarosa pada tangki elektroforesis dengan mikropipet. Setelah itu, tangki
elektroforesis dihubungkan dengan generator 100V dan DNA dielektroforesis
selama + 25 menit. Selanjutnya, generator dimatikan dan pencetak gel
dikeluarkan dari tangki elektroforesis. Terakhir, hasil elektroforesis gen dapat
dilihat di bawah sinar UV.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil pengamatan untuk isolasi DNA plasmid pET-32b(+) ditunjukkan
pada gambar 4.1. Untuk hasil elektroforesis gen phoR yang telah di-PCR
ditunjukkan pada gambar 4.2.
Kelompok 9
Gambar 4.1 Hasil Foto Elektroforesis DNA Plasmid pET-32b(+) (dokumentasi pribadi,
2015)
Kel 9
Gambar 4.2 Hasil Foto Elektroforesis Amplifikasi Gen phoR (dokumentasi pribadi,
2015)
4.2 Pembahasan
4.2.1
sehingga
sel
tidak
meledak.
Tris
atau
lengkapnya
4. Netralisasi
Pada tahap ini larutan ditambahkan larutan III yang berisi potassium
(kalium) asetat (CH3COOK). Tujuan dari penambahan larutan II ini adalah
untuk mengurangi alkalinitas dari larutan karena potassium asetat bersifat
asam dalam air. Dalam kondisi ini, hubungan antara basa-basa DNA single
stranded bisa terbentuk kembali sehingga ssDNA bisa berenaturasi menjadi
dsDNA. Bagian ini merupakan bagian yang selektif. DNA plasmid akan
mudah untuk merenaturasi karena ukurannya yang kecil, sementara DNA
kromosomal akan sulit terenaturasi karena ukurannya yang sangat besar. Pada
bagian ini untuk menghomogenisasi tidak boleh digunakan metode vortex,
sehingga microtube hanya dibolak-balik saja secara manual. Tujuannya adalah
untuk mencegah putusnya DNA kromosomal menjadi fragmen-fragmen kecil
yang bisa terenaturasi. Selain berfungsi untuk mengasamkan larutan, K+ dalam
potassium asetat berfungsi untuk menangkap ion dodecyl sulphate pada
larutan (Oswald, 2014).
dsPlasmid mudah larut dalam larutan, sementara DNA kromosomal, SDS,
protein terdenaturasi akan berinteraksi secara hidrofobik membentuk endapan.
Untuk mempermudah terbentuknya endapan, dilakukan sentrifugasi pada
larutan. Hasilnya adalah supernatan yang mengandung DNA genom dan pellet
yang mengandung DNA kromosom, SDS, dan protein terdenaturasi. Setelah
itu, supernatant dipisah dengan pellet dan diambil supernatannya (Oswald,
2014).
5. Pencucian
Bagian supernatant yang telah didapat dari proses netralisasi masih belum
mengandung DNA plasmid saja, tetapi masih mengandung garam-garam,
EDTA, RNase dan protein residual selular sehingga masih perlu dibersihkan.
Cara pembersihannya yaitu pertama-tama supernatan hasil sentrifugasi
ditambahkan isopropanol. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk melarutkan
protein-protein sisa yang bersifat nonpolar, sementara DNA yang bersifat
polar akan tertinggal di bawah. Setelah itu, diinkubasi pada suhu -80oC,
tujuannya adalah untuk mempercepat reaksi isopropanol dengan campuran.
mikropipet ataupun gel tidak seluruhnya masuk ke dalam well namun ada
yang terlepas ke larutan buffer karena kurang berhati-hati dalam prosedur.
4.2.2
Amplifikasi PCR
2. Tahap denaturasi
Tahap ini merupakan tahap siklus pertama yang terjadi pada temperatur
94-98oC selama 20-30 detik. Pada tahap ini terjadi DNA melting dimana
template DNA diganggu ikatan hidrogennya sehingga menghasilkan DNA
single stranded (Logan, et al., 2009).
3. Tahap annealing
Tahap ini terjadi pada temperatur 50-65oC selama 20-40 detik. Pada tahap
ini terjadi penempelan primer pada ssDNA template. Tahap annealing harus
berada pada temperatur yang cukup rendah untuk memungkinan hibridisasi
primer pada strand DNA, namun cukup tinggi agar hibridisasi bisa berjalan
secara spesifik, yakni primer hanya menempel pada area template yang
komplemen dengan primer. Jika temperatur terlalu rendah, primer tidak dapat
menempel dengan sempurna, namun jika terlalu tinggi, primer tidak dapat
menempel sama sekali. Biasanya temperatur untuk proses annealing adalah
sekitar 3-5oC dibawah titik leleh primer yang digunakan (Logan, et al., 2009).
4. Tahap ekstensi / elongasi
Temperatur tahap ini bergantung pada DNA polymerase yang digunakan,
Taq polymerase memiliki aktivitas optimum pada temperatur 75-80oC dan
biasanya temperatur yang digunakan adalah 72oC. Pada tahap ini, DNA
polymerase mensintesis strand DNA baru yang komplemen dengan template
DNA dengan menambahkan dNTPs dari arah 5 ke 3. Waktu ekstensi
berganung pada DNA polymerase yang digunakan dan panjang fragmen DNA
yang diamplifikasi (Logan, et al., 2009).
5. Elongasi final
Tahap ini biasanya dilakukan pada temperature 70-74oC selama 5-15 menit
setelah siklus PCR terakhir untuk memastikan setiap single stranded DNA
yang tersisa diekstensi secara utuh (Logan, et al., 2009).
6. Tahap penyimpanan
Temperatur tahap ini adalah 4-15oC untuk waktu yang tak terhingga. Tujuan
dari tahap ini adalah penyimpanan jangka pendek dari DNA yang telah
direaksikan (Logan, et al., 2009).
Gambar 4.4 menunjukkan proses molekuler yang terjadi pada siklus termal
PCR, sementara gambar 4.5 menunjukkan diagram siklus termal PCR.
Gambar 4.4 Proses molekuler siklus termal PCR (NIH History, 2010)
Gambar 4.5 Siklus PCR dengan Suhu Optimum (Viljoen, et al., 2005)
Pada hasil percobaan, didapatkan bahwa hasil elektroforesis PCR dari gen
phoR berada di sekitar 500bp. Selain itu, terlihat bahwa tidak ada zat lain yang
berada di bawah DNA yang dielektroforesis. Ini tidak sesuai dengan literatur
yang menunjukkan bahwa panjang protein dari gen phoR adalah 1740 bp
(Seki, et al., 1988). Hal ini bisa disebabkan karena DNA tidak seluruhnya
terambil ataupun masih tertinggal dalam microtube. Lalu, saat DNA ditaruh
pada gel bisa saja masih terdapat DNA yang tertinggal pada tips mikropipet
ataupun gel tidak seluruhnya masuk ke dalam well namun ada yang terlepas ke
larutan buffer karena kurang berhati-hati dalam prosedur. Selain itu, dapat
pula terjadi karena konsentrasi primer yang diberikan tidak terlalu tepat
sehingga DNA tidak tertranslasi secara benar.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah:
1.
2.
Pada percobaan dapat dilihat bahwa gen phoR berhasil diamplifikasi. Hasil
elektroforesis menunjukkan band yang didapat adalah 500 bp, sementara
jika berhasil seharusnya didapatkan panjang basa 1740 bp.
DAFTAR PUSTAKA
Alberts, B. et al., 2002. Molecular Biology of the Cell. 4th ed. New York: Garland
Science.
Bartlett, J. & Stirling, D., 2003. A Short History of the Polymerase Chain
Reaction. Methods in Molecular Biology, Volume 226, pp. 3-6.
Chien, A., Edgar, D. & Trella, J., 1976. "Deoxyribonucleic Acid Polymerase from
the Extreme Thermophile Thermus aquaticus". Journal of Bacterium, 127(3),
pp. 1550-1557.
Dahm, R., 2008. "Discovering DNA: Friedrich Miescher and the Early Years of
Nucleic Acid Research". Human Genetics, 122(6), pp. 565-581.
Focosi,
D.,
2014.
NUCLEIC
ACID
ANALYSIS
IN
VITRO.
http://www.ufrgs.br/imunovet/molecular_immunology/invitrocellfree_nucleic
acid.html. Diakses tanggal 16 November 2015.
Kroll, J., Klinter, S., Schneider, C. & Steinbuchel, A., 2010. "Plasmid Addiction
Systems: Perspectives and Applications in Biotechnology". Microbial
Biotechnology, 3(6), pp. 634-657.
LaVallie, E. et al., 1993. "pET-32a-c(+) Vectors". Bio/Technology, Volume 11, p.
187193.
Lederberg, J., 1952. "Cell Genetics and Hereditary Symbiosis". Physiol, 32(4), p.
403 430.
Lipps, G., 2008. Plasmids: Current Research and Future Trends.. Norfolk:
Caister Academic Press.
Logan, J., Edwards, K. & Saunders, N., 2009. Real-Time PCR: Current
Technology and Applications.. Norfolk: Caister Academic Press.
Lucotte, G. & Baneyx, F., 1993. Introduction to Molecular Cloning Techniques.
New York: Willey-Blackwell.
NIH
History,
2010.
Polymerase
Chain
Reaction
Test.
https://history.nih.gov/nihinownwords/assets/images/archive/polymerasechai
n_lg.jpg. Diakses tanggal 16 November 2015].
Oswald, N., 2014.
The
Basics: how Alkaline
Lysis Works.
http://bitesizebio.com/180/the-basics-how-alkaline-lysis-works/.
Diakses
tanggal 16 November 2015.
Robyt, J. F. & White, B. J., 1990. Biochemical Techniques Theory and Practice.
Waveland: Waveland Press.
Seki, T., Yoshikawa, H., Takahashi, H. & Saito, H., 1988. "Nucleotide Sequence
of the Bacillus subtilis phoR Gene". Journal of Bacteriology, 170(12), pp.
5935-5938.
Stock, S. P., Vandenberg, J., Glazer, I. & Boemare, N., 2009. Insect Pathogens:
Molecular Approaches and Techniques. Oxfordshire: MPG Books Group.
Tranbichler, M. & Shapiro, L., 2006. Chromosome Organization and Segregation
in Bacterial. Journal of Structural, 156(2), p. 292 303.
Viljoen, G. J., Nel, L. H. & Crowther, J. R., 2005. Molecular Diagnostic PCR
Handbook. USA: Springer.