Anda di halaman 1dari 8

Referat Mini

PSORIASIS VULGARIS

Oleh :
Muhammad Adhim Alwi
C 111 08 166
Pembimbing : dr. Ramona Utami

DIBAWAKAN DALAM MENYELESAIKAN TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

Daftar Isi
Halaman Pengesahan
Daftar Isi

Pendahuluan 2
Definisi

Etiologi

Patogenesis

Diagnosis

Diagnosis Banding

Penatalaksanaan

Daftar Pustaka

I.

Pendahuluan
Psoriasis vulgaris adalah penyakit terkait gangguan pada HLA dan proses
inflamasi yang menyerang sekitar 2% dari ras kaukasoid. Ditandai dengan
karakteristik dari tipe lesi kulit berupa plak berwarna merah, berbatas tegas, ukuran
2

bervariasi, dan dilapisi oleh skuama yang tebal. Pada beberapa keadaan tertentu,
psoriasis vulgaris dapat mengenai sendi dan dapat mengarah ke arhtritis yang berat(1).
Insidensi psoriasis sulit diperkirakan, prevalensi beragam di seluruh dunia,
diantara 0.1% sampai 0.3%. Diperkirakana menyerang sekitar 1.5 2% dari populasi
di negara negara kawasan industri barat(1).
Onset usia dini : puncak insedensi terjadi pada usia 22 tahun ( pada anak, ratarata usia dari onset adalah 8 tahun). Onset lambat : pada usia 55 tahun. Pada early
onset diprediksikan lebih berat dan lama dan biasanya terdapat riwayat keluarga yang
juga menderita psoriasis. Jumlah insidens pada pria dan wanita sama, insidensi rendah
pada afrika barat, jepang dan terendah atau bahkan tidak ada pada amerika utara dan
selatan atau indian (2).
II.

Definisi
Psoriasis Vulgaris adalah suatu kondisi umum yang merusak kulit yang
disebabkan oleh inflamasi dan proliferasi pada kulit secara kronis yang disebabkan
baik secara genetik maupun pengeruh lingkungan. Karakteristik yang paling khas
pada lesi berupa bercak merah, berskuama, berbatas tegas, plak yang berindurasi, dan
skuama muncul pada permukaan ekstensor dan kulit kepala. Penyakit ini bervariasi
dalam durasi, periode dan tingkat penyakit. Morfologi yang bervariasi juga biasa
ditemukan(3).

III. Etiologi
Psoriasis merupakan penyakit kronik yang erat kaitannya dengan faktor
genetik, ditandai dengan perubahan kompleks yang terjadi pada pertumbuhan dan
diferensiasi epidermis, biokimia, imunologis, dan kelainan vaskular. Penyebab utama
belum diketahui. Dahulu psoriasis dikenal sebagai penyakit gangguan keratinosit
primer. Penelitian pada psoriasis mendapatkan aktivitas sel T spesifik, cyclosporin A
(CsA) yang meningkat, oleh sebab itu banyak ilmuwan saat yang fokus pada
penyebab imunologis dari psoriasis(4).
Faktor genetik berperan. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis, risiko
mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah satu orang tuanya menderita psoriasis
risiko meningkat sekitar 34 39 %. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe
psoriasis : psoriasis tipe I dengan awitan lambat dengan awitan dini bersifat familial,
psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat non-familial. Hal lain yang menyokong
adanya faktor genetik ialah psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I
berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan
dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLAB27(4).
IV.

Patogenesis
Gambaran utama pada kulit dengan psoriasis berupa hiperproliferasi epidermis
dengan hilangnya diferensiasi, dilatasi dan proliferasi pembuluh darah pada dermis,
dan akumulasi sel inflamasi, khususnya netrofil dan limfosit T(3).
1. Lesi awal
3

Ditandai dengan edema dan infiltrasi sel mononuklear yang ditemukaan


pada lapisan dermis bagian atas. Epidermis menjadi spongiotik, dengan
hilangnya lapisan granular. Venula yang terdapat pada dermis bagian atas
menjadi dilatasi dan dikelilingi oleh infiltrasi sel
mononuklear.
2. Lesi berkembang
Peningkatan aktifitas metabolik dari sel
epidermis, termasuk stratum korneum, peningkatan
sintesis DNA, dan peningkatan jumlah sel mast dan
makrofag pada kulit, dan penignkatan degranulasi
sel mast. Kemudian terbentuk marginal zone
yang terletak di tengah lesi, dengan penebalan
epidermis ditepinya, parakeratosis meningkat,
elongasi kapiler, dan infiltrasi limfosit dan
makrofag perivaskuler, tanpa eksudasi pada
epidermis.
3. Lesi matang
Ditandai dengan elongasi rete ridge dengan
penipisan lapisan epidermis yang menutupi dermis.
Massa pada epidermis meningkat tiga hingga lima
kali dan lebih banyak mitosis pada lapisan basal.
Sekitar 10% dari basal keratinosit pada kulit
normal, sedangkan pada kulit psoriasis meningkat
hingga 100%

Gbr.1 : Perkembangan lesi


psoriasis

V.

Diagnosis
Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi
eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada skalp,
perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku
serta lutut, dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak ertitema yang meninggi (plak) dengan
skuama di atasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di
pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta
transparan. Besar kelainan bervariasi ; lentikular,numular atau plakat, dapat
berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis gutata,
biasanya pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut oleh
Streptococcus(5).

Gbr.2 Psoriasis

Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin Auspitz dan Kobner (isomorfik).
fenomena Auspitz lebih khas, sedangkan Kobner tidak khas, hanya kira-kira 47%
yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka
plana juvenilis.

Gbr.3 Auspitz sign

Gbr.4 Kobner phenomenon

Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak kira-kira 50%, yang
agak khas ialah yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan
miliar(5).
5

VI.

Diagnosis banding
1. Discoid/nummular eczema
Plak berbentuk koin, berbatas tegas plak terdiri dari gabungan papul
atau papulovesikel,ukuran plak 1 3 cm. Kulit sekitar plak normal namun
kadang xerosis, gatal ringan hingga berat(6).

Gbr.5 Eczema nummular

2. Cutaneus T-Cell Lymphoma (mycosis fungoides)


Bercak, plak, stadium tumor, pasien secara simultan memiliki lesi
yang berbeda. Pada stadium awal, bercak eritematous, makula berskuama
dan ukuran bercak bervariasi, warna lesi bervariasi, orange hingga ungukemerahan. Tempat predileksi biasanya pada area yang sering terpapar
sinar matahari.

Gbr.6 mycosis fungoides

3. Tinea corporis
Lesi annular dengan disertai skuama dan tepi eritematous, tepi lesi
biasanya vesicular dan sentrifugal, di tengah lesi biasanya berskuama. Pada
Lesi yang tipikal berbentuk annular dan serpiginosa (ring-worm like).

Gbr.7 tinea corporis tipikal dengan ring-worm like

VII.

Penatalaksanaan
a. Pengobatan topikal
- Steroid topikal, sangat efektif sebagai pengobatan jangka pendek.
Diberikan steroid potensi tinggi yaitu 10.000-foid pada daerah terinfeksi
dua kali sehari dalam dua sampai empat minggu. Setelah membaik, dosis
diturunkan perlahan lahan kemudian diberi dosis pemeliharaan.
- Vitamin D analog, baik dikombinasikan dengan steroid topikal, diberikan
calcipotreine 0,005% di daerah terinfeksi dua kali sehari.
- Tazarotene, memiliki efek anti proliferasi utamanya epidermis, dosis
tersedia 0,05% dan 0,1%. Kedua formula ini diberikan dalam bentuk krim
dan gel, digunakan setiap malam padaarea terinfeksi.
- Calcineurin inhibitor, berguna dalam menurunkan potensi sitokin untuk
bertranskripsi, digunakan di area terinfeksi dua kali sehari. Efektif untuk
pengobatan pada psoriasis fasial dan fleksural(4).
b. Pengobatan sistemik(4)
- Cyclosporin A, sangat efektif pada pembersihan lesi hingga 90%. Dosis
tinggi yaitu 5 mg/kgbb per hari kemudian hari berikutnya dosis mulai
dikurangi. Sedangkan dosis rendah yaitu 2,5 mg/kgbb perhari, dosis
dinaikkan setiap dua sampai empat minggu hingga 5 mg/kgbb.
- Methotrexate, menurunkan derajat beratnya psoriasis sekitar 50% hingga
lebih dari 70%. Dosis dimulai 2,5 mg dan kemudian dosis dinaikkan
hingga level terapi tercapai, sekitar 10 15 mgtiap minggu, maksimal
hingga 25 30 mg perminggu.
- Acitretin,sebagai pengobatan untuk normalisasi keratinisasi dan
proliferasi epidermis. Dosis mulai 25 30 mg per hari.
- Asam fumarat ester, mengurangi derajat berat psoriasis hingga 80%. Dosis
dimulai dengan dosis rendah per minggu. Setelah respon pengobatan
tercapai, dosis harus disesuaikan, dsis maksimal 1,2 gr/hari.
- Hydroxyurea, menghambat sintesis DNA dalam ploriferasi sel. Dosis 500
mg/hari, dinaikkan 1,0-1,5 gr setiap hari, sesuai dengan respon dan
toleransi pada pasien.
- 6-Thioguanine, mempengaruhi siklus sel dan keberhasilan pengobatan
sekitar 90%. Dosis dimulai 80mg/2x seminngu, dengan kenaikan 20mg
setiap 2-4 minggu. Dosis dimulai 160mg 3x dalam 1 minggu.
- Mycophenolate mofetil, digunakan pada psoriasis yang sudah berat. Dosis
sering dimulai pada 500-750mg dan dinaikkan 1,0-1,5gr.
- Sulfasalizine, obat anti inflamasi. Dosis dimulai 500mg 2x sehari. Jika
dalam 3 hari toleransinya baik, dosis dinaikkan 1gr 2x sehari. Jika 6
minggu toleransinya masih baik, dosis dinaikkan 1gr 4x sehari.
c. Pengobatan fototerapi
Terdapat beberapa jenis pengobatan fototerapi pada penderita psoriasis,
yaitu Narrowband UVB, Broadband UVB, Psoralen dan Uva Light (PUVA),
dan Excimer Laser(4).

VIII.

Daftar Pustaka

1.
Prinz JC. Psoriasis Vulgaris and Arthopathica 2nd ed. Hertl M, editor. United
Kingdom: Taylor & Francis e-Library; 2005. 291-306 p.
2.
Wolff K, Richard JA. Psoriasis in Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology
Sixth ed. Wolff K, Richard JA, editors. New York: McGraw Hill Medical; 2009. 53-67
p.
3.
C.E.M. Griffiths, R.D.R. Camp, Barker JNWN. Psoriasis In: Burns T, editor.
Rook's Textbook of Dermatology. 7th ed. Massachussests: Blackwell Science Ltd;
2004. p. 1734-94.
4.
Gudjohnson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. I. Seventh ed. USA:
McGraw Hill; 2003. p. 169-93.
5.
Juanda A. Dermatitis Eritroskuamosa,Psoriasis dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. 6 (cetakan kedua) ed. Juanda A, editor. Jakarta: FKUI; 2011. 189-94
p.
6.
Burgin S. Nummular Eczema. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, editors.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. I. USA: McGraw Hill; 2003. p. 15060.

Anda mungkin juga menyukai