I.
dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang dipahami sebagai akar kata dan
dasar dari pengertian gereja, yaitu:
Perjanjian Lama
Ada dua kata atau istilah yang digunakan dalam Perjanjian Lama yang menunjuk
kepada pengertian Gereja, yaitu:
Qahal Jahwe
Kata Qahal, secara harafiah berarti perhimpunan, perkumpulan, pertemuan. Kata ini
berasal dari kata Qal, yang berarti memanggil. Dari pengertian ini maka Qahal
menunjukkan bahwa adanya pertemuan , perhimpunan atau perkumpulan ini
dimungkinkan karena adanya panggilan, atau tindakan untuk berkumpulan itu karena
didorong oleh karena adanya panggilan. Pertemuan ini senantiasa bersifat actual. Kata
Qahal Yahwe dalam Perjanjian Lama diartikan sebagai : Jemaah TUHAN atau umat
Allah, tetapi secara gramatika sering dipakai sebagai kata sifat untuk menunjukan
kepada bangsa Israel sebagai Jemaah TUHAN atau ada yang mengusulkan sebaiknya
diterjemahkan sebagai ` keumat-Allahan` Israel. Jadi Israel sebagai Jemaah TUHAN
yang pada sifatnya adalah juga umat Allah. Dengan demikian kata umat Allah, `keumatAllahan` sudah melekat dalam diri Israel, menjadi identitas kebangsaan dan kepribadian
secara personal. Keumat-Allahan tersebut adalah semata-mata karya dan inisiatif Allah
yang telah memanggil Israel sebagai umatNya. Keumat-Allahan bangsa Israel berakar
pada pemilihan Allah atas Abraham (Kej.12:1-3), yang menjadi akar pemilihan Israel
sebagai keturunan Abraham. Israel sebagai umat Allah diteguhkan dalam Perjanjian
Allah di gunung Sinai (Ul.9:10, 10:4) dan kemudian perjanjian tsb berulang kali
diperbaharui (Ul.29:1, Yos.8:35, Neh.5:13).
1
Clowney menegaskan bahwa : Gods choosing of Israel to be his people flowed from
his call of Abraham. It Expressed the free love of God in Calling Israel to sonship
(Dt.7:7), and also Gods purpose that in Abraham all nations would be blessed
(Gen.12:1-3).
Qahal Jahwe adalah produk pengalaman dan relasi Israel dengan Allah, khususnya
sejak masa pendudukan tanah Kanaan sampai masa perjanjian yang diwujudnyatakan
oleh Allah bagi mereka. Artinya,` keumat-Allahan` Israel ditemukan, dihayati, dan
dialami sepanjang sejarah Israel, sebagai bangsa pengembara, yang pada akhirnya
,karena kemurahan dan kuasa Allah, memperoleh pemberian tanah Kanaan, sebagai
kelengkapan identitas kebangsaan Israel sebagai umat Allah.
Penggunaan kata Qahal, dalam pengertian umum, sebenarnya bukanlah merupakan
suatu persekutuan yang bersifat kultus, melainkan hanya menunjukkan suatu
perhimpunan yang biasa dan bersifat umum.
dipergunakan untuk macam-macam pengertian dan tujuan. Hal itu, selalu berkaitan
dengan kasus atau peristiwa, Misalnya: perkumpulan yang merencanakan kejahatan
(Kej.49:9), pertemuan masyarakat (Ayub 30:6), atau peperangan (hakim-hakim 20:2),
juga untuk kumpulan umat Allah dengan tujuan untuk mendengar perintah ( Ul 5:22),
larangan (Ul 23:3) dari Allah. Jadi dari tradisi pemakaian kata tersebut , dapat
dipastikan bahwa qahal adalah kata profane, yang biasa dipakai dalam kehidupan
sehari-hari, tetapi kemudian diadopsi menjadi kata peribadatan, sehingga mempunyai
makna sacral, yaitu bangsa Israel disebut sebagai jemaah Allah (bd. Maz.22:23,26,;
Kel.16:3). Hal itu lebih jelas tendensi ketika pada akhirnya kata `am Yahwe bangsa
Allah (lawan kata `am`arets non Israel, bangsa kafir) dipahami sebagai ungkapan
religious.
Kata Qahal Jahwe menjadi sangat popular di kalangan Israel sendiri, karena ada tiga
peristiwa yang membuat kata Qahal Jahwe sebagai ungkapan teknikus teologis, yaitu
pengalaman mereka bersama Allah pada masa perjalanan di gurun, masa pembuangan
Babel dan paska pembuangan Babel. Tradisi padang gurun ditandai dengan
tiga
peristiwa: pertama, karya pembebasan Allah bagi mereka dari perbudakan di Mesir,
2
kedua, pemberian hukum Allah bagi mereka di Sinai dan pemberian tanah Kanaan
sebagai perwujudan janji Allah kepada nenek moyang mereka, Abraham, Yakub dan
Ishak. Peristiwa-peristiwa tersebut menjadikan Qahal Jahwe menjadi bahasa resmi dan
teologis untuk menunjukan dan memastikan Israel sebagai bangsa Allah.
Ada beberapa ciri khas yang ditekankan pada pemahaman Qahal Jahwe- umat Allah:
a. Israel sebagai Qahal Jahwe adalah prakarsa dan inisiatif Allah
b. Dalam kehidupan Israel sebagai Qahal Jahwe realitas kehidupan social dan
spiritual (iman) menyatu secara utuh.
c. Qahal Jahwe menjadi basis keumatan Israel secara individu maupun secara
kolektif.
d. Keumat-Allahan mereka adalah senantiasa bersifat actual.
Karena itu, Israel sebagai Qahal Jahwe tidak membeda-bedakan kehidupan
social,politik, dan keagamaan, karena semua bidang kehidupan dipahami menyatu
dalam dirinya sebagai umat Allah. Keumat-Allahan mereka dalam segala aspek
kehidupan tersebut harus direfleksikan dan diaktualisasikan setiap saat.
Edhah
Kata Edhah berasal dari kata Yaadh , yang berarti Menetapkan, suatu pertemuan atau
perhimpunan yang ditetapkan. Ia juga berarti berkumpul atau berhimpun atau datang
berkumpul bersama-sama di tempat yang telah ditunjukkan atau ditetapkan. Kata ini
ketika digunakan untuk bangsa Israel maka hal itu menunjukkan bahwa bangsa Israel
adalah suatu bangsa yang telah ditentukan oleh Allah untuk menjadi bangsa pilihan
Allah atau umat Allah. Mereka dipanggil dan dipilih Allah untuk maksud tertentu yaitu
untuk memuliakan Allah (bd. Kel.19:5; Ul.4:20, 1 Petr.2:9). Bilamana kata Qahal
digabung dengan kata Edhah maka hal ini menunjukkan kepada bangsa Israel yang
sedang berhimpun, bersekutu untuk maksud tertentu.
Secara umum, Qahal dan Edhah hampir mempunyai arti yang sama, sehingga sering
dipergunakan secara bersama (bd. Amsl.5:14), di dalam kasus yang sama ( Bil.16:3),
hampir tanpa ada perbedaan. Walaupun demikian, kedua kata tersebut di dalam
Perjanjian Lama mempunyai pengertian yang berbeda (bd. Ul.23:1-3). Perbedaan
3
pengertian antara Qahal dan Edhah adalah bahwa Qahal adalah suatu perwakilan
hukum dari suatu perkumpulan, Edhah.
Colin Brown dalam DNTT menyatakan perbedaannya sbb: Edah is the unambiguous
and permanent term for the convenant community as a whole. On the other hand,
Qahal is the ceremonial expression for the assembly that result from the convenant, for
the Sinai community and, in the deuteronomistic sense, for the community in its present
form there is always something indefinable about the Qahal; for it embraces only
those who have heard the call and are following it. Edah, on the other hand, is the
permanent community into which one was born and in which one possessed, if one was
man, certain rights and duties in an exactly determined and defined measure.
Dengan demikian, Qahal senantiasa berkaitan dengan perkumpulan yang bersifat
actual sedangkan Edhah berkaitan dengan perhimpunan yang tetap atau
permanent; atau Qahal berkaitan dengan kondisi atau sifat pertemuannya
sedangkan Edhah berkaitan dengan masyarakat atau bangsa secara keseluruhan.
Jadi bila Qahal dihubungkan dengan bangsa Israel maka hal itu berbicara tentang
pertemuan bangsa Israel secara actual, secara khusus bertemu untuk beribadah dan
memuliakan Allah.
Bangsa Israel sering disebut sebagai Qahal Yahwe, hal ini menunjukkan bahwa sebagai
umat Allah maka bangsa Israel dalam segala aspek kehidupannya harus senantiasa
mengaktualisasikan dirinya sebagai bangsa yang beribadah dan memuliakan Allah.
Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru ada beberapa kata yang digunakan dalam kaitan dengan
pengertian Gereja, yaitu:
Ekklesia
4
Pada dasarnya kata ekklesia adalah kata yang bersifat profane dan bukan bersifat
kultus dan religious.
disebut ekkletoi. Pemahaman dan pemakaian kata ekklesia secara teknis religious,
dalam Perjanjian Baru, dapat dilihat dalam surat-surat Paulus terutama dalam surat
Kolose dan Efesus. Pauluslah yang menggandengkan kata ekklesia dengan Allah atau
dengan Kristus, sehingga menjadi ekklesia tou Theou atau ekklesia tou Kristou.
Paulus, yang dikenal sebagai penulis Kolose dan Efesus sudah mengembangkan kata
ekklesia dalam konteks pemahaman teologis. Ekklesia tou Theou-bentuk genitive, milik
Allah disebut sebagai tubuh Kristus soma tou Kristou (Kol 1:24; 1 Tes 1;1; 2:14; Gal
1:22.13:1,1 Kor 10:32; 15:9), di mana Kristus sendiri sebagai kefale, kepala dari tubuh
(Kol1:18). Itulah sebabnya hubungan Kristus dengan gereja di gambarkan sangat erat
dan tidak terpisahkan satu sama lain (Ef 3:21; dan 5:32).
Sebutan ekklesia tou Theou dan ekklesia tou Xristou bukan hanya sekedar pergantian
sebutan saja, karena sebutan baru itu di maknai juga sebagai kuriakon milik Kristus,
kepunyaan Allah. Dalam Perjanjian Baru kata inilah yang menggantikan Qahal Jahwe,
di mana orang-orang percaya kepada Yesus Kristus dipahami sebagai umat Allah,
sebagai Israel baru.
Didalam surat-suratnya, Paulus memakai kata ekklesia dalam berbagi bentuk. Hal itu
diperbuat untuk menunjukkan sifat, perbuatan dan pelayanan serta lokasi atau tempat
berkumpulnya orang-orang percaya.
1. Istilah Ekklesia sering menunjukkan kepada jemaat Allah yang terdapat di suatu
tempat tertentu atau sidang jemaat setempat. Misalnya: Jemaat di Tesalonika,
jemaat di Korintus (bd. 1 Tels.1:1; 1 Kort.1:2).
2. Selain itu dalam beberapa bagian Firman Tuhan yang lain, istilah ini dipakai
dalam bentuk tunggal untuk beberapa jemaat. Misalnya: Jemaat di seluruh
Yudea, Galatia, dan di Samaria. Jemaat Allah yang pernah mendapat
penganiayaan oleh Paulus saat ia belum bertobat (bd. Kis. Rasul 9:31).
3. Istilah ini juga dipakai dalam bentuk jamak untuk jemaat yang terdapat di satu
daerah. Misalnya: Jemaat-jemaat di Galatia, jemaat-jemaat di Makedonia,
jemaat-jemaat di Yudea (Gal.1:22; 1 Kort.16:1,19) .
5
4. Jemaat yang ada di rumah apakah itu hanya terdiri dari dua atau tiga orang yang
berkumpul bersama-sama, disebut Ekklesia ( Roma 16:5).
Melalui beberapa contoh tersebut di atas, dapatlah dikatakan bahwa pemakaian
istilah Ekklesia di dalam Perjanjian Baru mempunyai arti yang bermacam-macam. Ia
tidak hanya mencakup arti jemaat lokal atau jemaat Allah yang terdapat di suatu daerah
tertentu, tetapi juga mencakup jemaat sebagai suatu keseluruhan, yang bersifat
universal, dan jemaat yang berkumpul di salah satu rumah dari setiap anggotanya. Ia
adalah jemaat atau umat Allah yang berkumpul dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Inilah
yang diartikan dengan istilah Ekklesia dalam Perjanjian Baru.
Dengan demikian arti dan makna ekklesia tidak hanya terletak pada realitas adanya
perkumpulan orang percaya, melainkan pada cara dan pola hidup, perbuatan dan
tindakannya dalam kehidupan sehari-hari, yang dapat dilihat dalam diri orang percaya
secara pribadi, atau pada jemaat local secara kolektif, atau secara universal dalam
seluruh umat, orang pecaya kepada Kristus Yesus, bangsa Allah.
Koinonia
Arti kata koinonia dalam kehidupan social adalah to share something with some one.
Perhimpunan atau persekutuan untuk saling memberi. Arti pokoknya adalah adanya
partisipasi sesama orang yang bersekutu. Dengan kata lain, persekutuan yang di
dalamnya ada milik bersama, tujuan bersama dan hidup untuk masa depan bersama.
Makna koinonia itu sangat jelas kelihatan di dalam makna perjamuan kudus,
sebagaimana ditemukan dalam perjamuan kudus yang dilakukan gereja perdana.
Setiap orang yang akan mengikuti perjamuan kudus selalu membawa sesuatu untuk
diberikan kepada orang lain. Itulah sebabnya perjamuan itu disebut jamuan kasih,
sebagaimana Kristus memberikan tubuhnya untuk keselamatan manusia.
Berdasarkan kebiasaan itulah Agustinus menyebut persekutuan orang Kristen adalah
persekutuan Sakramen communia sacramentorum, persekutuan yang saling
membagi berdasarkan kasih Kristus. Oleh karena orang-orang percaya itu bersekutu
didalam persekutuan sakramen, yang memperoleh tubuh dan darah Kristus, maka
persekutuan itu dengan sendirinya menjadi communion santorum-persekutuan orang6
orang kudus. Dari pemahaman inilah lahir ungkapan koinonia ton hagion sebagaimana
kemudian dirumuskan dalam pengakuan iman rasuli.
Persekutuan
Kata koinonia diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan kata persekutuan,
yang secara etimologis tidak mempunyai hubungan dengan ekklesiologi. Kata
persekutuan berasal dari kata kutu, hama yang biasanya ada di rambut. Konon, ibuibu dari masyarakat tradisional, hampir seluruh suku di Indonesia, mempunyai
kebiasaan mencari kutu , karena rasa gatal di rambut sangat mengganggu. Sehingga
muncul ungkapan Ambilkan kutuku, nanti kuambi kutumu. Hal ini menjadi
cara
mereka mengatasi masalah kutu itu. Dari kebiasaan itu muncullah pemahaman
bersama, kutuku adalah kutumu, kutumu adalah kutuku. Oleh karena itu kita adalah
sekutu. Artinya, mempunyai masalah kutu bersama, yang harus dibasmi secara
bersama-sama. Dari pemahaman sekutu inilah lahir kata per-sekutu-an.
Jadi arti kata persekutuan adalah kumpulan orang orang yang mempunyai masalah
yang sama, untuk diatas bersama, dan dengan cara yang sama saling berupaya
mengatasi persoalan yang ada didalam anggota pekumpulan atau persekutuan yang
lain. Oleh karena itu, bila kata persekutuan dikenakan kepada perkumpulan
orang-orang percaya, seperti koinonia tou theou atau communion sancatorum,
maka di dalamnya harus terwujud makna persekutuan sesuai dengan arti
etimologinya,
yaitu
untuk
hidup
bersama
dan
bersama-sama
berusaha
Kristus
dan
kemuliaanNya.
Gereja
dalam
hidupnya
senantiasa
yang besar dari orang-orang yang sudah ditebus oleh Kristus, yang didalamnya
Ia berdiam, kepadanya dan melaluinya Allah dinyatakan.
2). Hubungan antar anggota tubuh Kristus
Dalam 1 Kor 12:12-27 rasul Paulus dengan bijaksana berusaha menjelaskan
tentang sikap yang harus dimiliki dari setiap anggota jemaat dalam hubungannya
dengan sesama anggota, khususnya dalam hal karunia-karunia Roh. Sikap
kurang benar terhadap karunia-karunia Roh dapat mendatangkan pertikaian dan
perpecahan di dalam jemaat. Paulus menjelaskan bahwa karunia-karunia Roh
asalnya dari satu Roh. Seluruh karunia, pelayanan dan perbuatan ajaib berasal
dari satu Roh, satu Tuhan dan satu Allah. Hal tersebut diberikan kepada tiaptiap anggota jemaat seperti dikehendakiNya, untuk kepentingan bersama dalam
mendewasakan jemaat, serta untuk membangun dan meneguhkan jemaat
sebagai tubuh Kristus. Untuk lebih jelas lagi Paulus membandingkannya dengan
tubuh manusia. Sebagaimana tubuh manusia terdiri dari banyak anggota yang
berbeda tetapi bekerja sama untuk kebaikan segenap tubuh, demikian juga
keadaan yang harus dimiliki oleh jemaat. Perbedaan antar anggota tubuh bukan
terjadi perpecahan, tetapi untuk saling menunjang dan saling memperhatikan
satu dengan yang lain.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh rasul Paulus dalam Ef 4:3-7, bahwa
jemaat harus tetap memelihara kesatuan Roh di antara anggota-anggota jemaat
dan mengetahui tempat mereka masing-masing di dalam jemaat Kristus.
Maksudnya, Paulus ingin menyadarkan jemaat bahwa segala perbedaan dan
keanekaragaman di dalam jemaat tidak hanya dimungkinkan, melainkan juga
dibutuhkan. Karena melalui keanekaragaman tersebut justru menyadarkan
setiap anggota jemaat, bahwa mereka saling membutuhkan satu dengan yang
lain. Karena mereka dipanggil bukan untuk hidup bagi diri sendiri, melainkan
mereka dipanggil dan diperlengkapi untuk membangun diri bersama di dalam
kasih, dan untuk bertumbuh bersama-sama di dalam segala hal ke arah Kristus.
Gagasan yang demikian, terdapat juga di dalam surat rasul Paulus kepada
jemaat di Roma. Segala nasehat Paulus itu adalah untuk menghindari terjadinya
persekutuan yang individualistis di dalam jemaat. Sebagai tubuh Kristus, jemaat
dipanggil untuk hidup di dalam kesatuan, yaitu kesatuan jemaat yang konkrit.
Karena di dalam satu Roh jemaat telah dibaptis sebagai satu tubuh. Dalam Roh
Kudus tubuh Kristus mendapat wujudnya yang konkrit, yaitu persekutuan orangorang percaya. Wujud persekutuan ini sama seperti persekutuan anggotaanggota tubuh manusia, yang tidak mungkin dapat dipisah-pisahkan satu dengan
yang lain dan sekaligus tidak dapat berdiri sendiri. Kesatuan ini tidak lagi
merupakan suatu pengharapan, melainkan telah dianugerahkan terlebih dahulu
kepada jemaat oleh Kristus melalui Roh Kudus. Oleh sebab itu, Paulus
senantiasa menasehati dan mendorong jemaat untuk mewujudkan kesatuan
tersebut secara nyata di dalam kehidupan dan pergaulan mereka berjemaat.
Dengan demikian ungkapan rasul Paulus tentang jemaat sebagai tubuh Kristus
adalah menunjukkan kepada Kesatuan gereja, baik secara lokal maupun universal,
dan khususnya kenyataan bahwa kesatuan ini bersifat organis dan bahwa organism
gereja mempunyai hubungan hidup dengan Yesus Kristus sebagai Kepalanya yang
mulia.
2 . Gereja sebagai tiang penopang dan dasar kebenaran
Kesaksian Paulus tentang gereja sebagai tiang penopang dan dasar kebenaran
hanya terdapat dalam I Tim 3:15. Walaupun demikian hal itu mempunyai arti yang
10
11
percaya,
sehingga
dengan
demikian
ia
menjadi
pusat
ibadah
dan
terbatas pada apa yang diberlakukan oleh jemaat dalam gedung gereja, melainkan
juga melingkupi segala sesuatu yang diberlakukan oleh tiap-tiap anggota jemaat
dalam kehidupannya di tengah-tengah masyarakat atau dunia ini. Melalui ibadah ini,
mereka dapat membawa setiap orang yang berdosa dari segala suku bangsa, segala
tempat segala waktu dan keadaan kepada persekutuan dengan Kristus oleh Roh
Kudus dan di bawah Allah Bapa.
4. Gereja sebagai bangunan Allah
Selain sebagai Bait Allah, gereja juga disebut sebagai bangunan Allah yang
dibangun oleh Allah di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus sebagai
batu penjuru. Paulus menyebut jemaat sebagai bangunan Allah adalah untuk
menunjukkan kepada jemaat Korintus, yang saat itu mengalami satu krisis
perpecahan, bahwa mereka bukan milik manusia tetapi milik Allah. Apollos dan
Paulus hanya sebagai pelayan-pelayan Allah yang dipercayakan untuk membangun
bangunan Allah. Mereka hanya kawan sekerja dari bangunan Allah. Mereka berdua
bukan pemilik Gereja, mereka hanya hamba-hamba Kristus yang dipanggil untuk
membangun dan melayani gereja. Gereja hanya dimungkinkan sebagai bangunan
Allah, apabila ia dibangun pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus.
Bangunan tersebut ditentukan oleh karya penebusan Kristus. Kristus adalah batu
penjuru bangunan itu, batu yang menentukan berdirinya bangunan itu. Tanpa Kristus
menjadi batu penjuru, tanpa Allah Bapa mempercayakan pembangunan bangunan
tersebut pada Paulus dan Apollos, dan tanpa penyertaan Allah di dalam
pembangunan, maka gereja tidak dapat berdiri sebagai bangunan Allah. Gereja
adalah milik Allah dan dibangun untuk Allah. Sebagaimana satu bangunan
membutuhkan proses penyelesaian, demikian juga gereja. Dengan lain kata,
sebagai bangunan Allah, gereja harus senantiasa bertumbuh dan berkembang serta
bertambah-tambah menjadi Bait Allah. Oleh sebab itu, menjadi bagian bangunan itu
berarti menjadi tenaga yang hidup dan bertumbuh berkembang.
Sebagai bangunan Allah yang diletakkan pada batu penjuru yaitu Yesus
Kristus, gereja harus membangun dirinya di dalam KasihNya, dalam pengajaranNya,
dalam hikmatNya dan pengetahuanNya, menuju kepada kepenuhan hidup dalam
Kristus. Supaya di dalam Kristus, segala pertentangan ada pemisahan yang
13
Namun demikian, hal itu tidak berarti gereja harus menutup dirinya terhadap
dunia, justru ia dipilih dan dipanggil untuk menyatakan kedudukanNya kepada
dunia. ia harus membawa ke dalam dunia pengaruh kehidupannya dalam Kristus.
Gereja di dalam persekutuannya harus terbuka dan mengundang seluruh umat
manusia untuk dapat merasakan dan menghayati persekutuannya dengan Kristus,
agar dengan demikian mereka dapat menerima keselamatan yang ada di dalam
Kristus. Hal ini tidak saja disaksikannya dengan perkataan, tetapi juga dengan
perbuatan. Oleh sebab itu, sebagai Pengantin Kristus, gereja tidak dipanggil untuk
menjadi persekutuan yang hidup bagi dirinya sendiri dan tertutup bagi dunia, karena
sikap yang demikian dapat membawa akibat buruk bagi perkembangan gereja itu
sendiri. Gereja yang hanya memandang dirinya secara ke dalam tidak mempunyai
masa depan. Ia tidak akan berkembang, tetapi menjadi beku dan mati. Karena itu,
sebagai Pengantin Kristus, gereja dipanggil untuk senantiasa memperhadapkan
serta menampakkan persekutuannya dengan Allah dalam Kristus kepada dunia. ia
dipanggil untuk menyatakan rahasia persekutuannya dengan Kristus, persekutuan
yang mempunyai keinginan rohani, supaya melaluinya dunia mengetahui bahwa
kerajaan Allah telah datang ke dunia di dalam Kristus.
Dengan demikian, apabila Paulus menyebut gereja sebagai Pengantin Kristus,
hal itu berarti, bahwa gereja adalah persekutuan-murni orang-orang yang terikat
kepada Kristus oleh Roh Kudus. Gereja adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik
gereja. Kedua-duanya tidak dapat dipisah-pisahkan, sebab antara gereja dan
Kristus terdapat suatu kesatuan yang erat sekali. Begitu erat sehingga tidak dapat
dimengerti oleh manusia. Itulah rahasia gereja sebagai Pengantin Kristus.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan:
1. Di dalam dunia ini, gereja hidup sebagai suatu persekutuan.
Persekutuan orang-orang kudus yang dipanggil dari antara segala bangsa,
zaman dan tempat, keluar dari hidup yang lama, terpisah dari kegelapan dunia,
dan dipanggil kepada Allah sendiri menjadi umat yang baru, umat pilihan Allah,
keluarga Allah, warga kerajaan Allah. Dengan kata lain, gereja adalah
persekutuan orang-orang beriman dari segala bangsa, zaman dan tempat, yang
16
Kristus,
gereja
ada
satu,
satu
di
dalam
keperbedaan
dan
keanekaragaman.
4. Memasuki persekutuan dengan Bapa dan AnakNya, Yesus Kristus berarti masuk
dan melibatkan diri dalam karya penyelamatan Allah bagi dunia ini. Oleh sebab
itu, sebagai milik Allah, gereja bukan persekutuan yang tertutup dan hidup bagi
dirinya sendiri, tetapi ia dipanggil untuk menjadi alat di tangan Tuhan untuk
memberitakan kabar keselamatan yang ada di dalam Kristus kepada dunia.
Gereja dipanggil untuk melibatkan dirinya dalam misi Kristus untuk keselamatan
dunia ini.
W.E. Best mengemukakan mengenai asal usul gereja dari komunitas para murid yag
dipanggl dan dilatih, serta diutus, dan meneruskan pekerjaan Kristus dalam konteks
Gereja. Pada permulaan buku keepat dari Institutionya Calvin, khususnya pasal 1
dan 2, Calvin mengemukakan mengenai dua jenis gereja, gereja yang palsu dan
gereja yang benar. Gereja yang benar dipahami dalam konteks komunitas umat
pilihan yang bersifat catholic atau universal. Komunitas orang piihan dimengerti
sebagai invisible church, yaitu orang percaya yang sejati. Komuitas orang pilihan ini
ditandai oleh adanya pemberitaan Firman dan pelaksanaan sakramen yang benar.
17
keputusan dan menyelesaikan beberapa kemelut yang dihadapi jemaat (Kis 11:28;
13:1; 15:32). Akan tetapi sesuai dengan perkembangan jemaat, para rasul tidak
cukup waktu
ibadah dan menjalankan disiplin, terlebih melayani meja untuk kaum janda dan
kaum miskin yang dikenal sebagai diaken.(Kis 6:1-6).
Pelayanan gereja terus bertumbuh seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan
gereja yang terus berlanjut. Ada dua jabatan gereja yang di pakai untuk
melaksanakan tugas pelayanan dalam gereja perdana itu, yaitu prebuteros dan
episkopos. Jabatan prebuteros diambil dari kebiasaan sinagoge Yahudi. Setiap
sinagoge selalu mempunyai badan atau majelis penatua, penatua, yang sebenarnya
terdiri dari para pemimpin, ahli-ahli taurat, imam-imam besar (Kis 4:5; 8:23). Dewan
penatua itu bertugas sebagai badan peradilan agama dan pemimpin pemerintahan.
Istilah penatua dalam bentuk jamak pertama sekali digunakan pada lingkungan
Kristen adalah pada jemaat Yerusalem (Kis 11:30). Tugasnya menerima bantuan
dari jemaat Antiokia dan menyalurkannya kepada yang membutuhkannya. Beberapa
tahun kemudian dilaporkan bahwa para penatua ikut dalam sidah di Yerusalem
bersama-sama dengan para rasul (Kis 15:6 dst). Lambat laun istilah penatua dipakai
juga dijemaat non Yahudi, seperti djemaat di Efesus (Kis 20:17 dst).
Sedangkan epikopos diambil dari lingkungan Yunani, yang ditemukan dalam
lembaga-lembaga kemasyarakat. Tugasnya mengawasi, mengontrol dan mengamati
untuk kelancaran tugas fungsionalnya. Episkopos memimpin jemaat suatu jemaat,
sebagai gembala sidang.
Pada perkembangan selanjutnya lahirlah jabatan uskup yang diambil dari
kepemimpinan kemasyrakatan duniawi. Dalam kelembagaan di masyarakat Yunani,
tugas seorang uskup mengurusi masalah keuangan dan kepemimpinan. Tugas itu
diadopsi ke dalam kehidupan gereja dengan memberlakukan jabatan gerejawi,
sehingga seorang uskup bertanggung-jawab untuk mengurusi masalah sosial,
pemanfaatan dana, mengawasi dan mengkoordinasi pelayanan social didalam
19
kehidupan beberapa jemaat. Dikemudian hari, tugas seorang uskup dikenal sebagai
memimpin beberapa jemaat.
Disiplin Gereja
Salah satu sifat gereja adalah kudus. Disamping keuniversalannya, gereja juga
memilki kekhususanya yaitu kekudusan, kesucian. Sekalipun kekudusan gereja itu
tidak pernah sempurna, namun gereja terus berusaha memelihara kekudusannya,
melalui disiplin,siasat atau hukum gereja, sampai kedatangan Kristus yang kedua
kalinya. Gereja purba memiliki aturan, yang disebut disiplin gereja untuk menjaga
kekudusan, keuniversalan dan kekhususan gereja. Disiplin diperlukan untuk
membentuk perilaku, karakter dan hidup spiritual warga jemaat. Tujuan akhir dari
disiplin gereja adalah untuk membimbing dan mengarahkan warga jemaat sampai
akhir tujuan hidup. Disiplin gereja sudah dirasakan perlu sejak awal kehadirannya.
Hal itu disebabkan realitas yang dihadapi gereja, dimana warga berada ditengahtengah bangsa kafir, penguasa dunia yang cenderung melakukan perpecahan
didalam tubuh gereja. Ada warga jemaat yang terpengaruh sehingga melakukan halhal yang tidak sesuai denga firman Tuhan, bahkan akhirnya murtad meninggalkan
Tuhan. Supaya warga jemaat tidak terpengaruh, maka perlu disiplin sebagai
pedoman kehidupan. Didalam disiplin itu ada nasehat atau peringatan yang harus
ditaati warga jemaat. Berbagai nasehat dan larangan untuk membentuk karakter
dan perilaku yang benar dapat ditemukan di dalam surat-surat Paulus dalam kita
Wahyu.
Sidang Gereja
Gereja purba sudah mengadakan sidang pertama, sekali dilakukan di Yerusalem
(Kis 15). Peserta sidang bukan hanya rasul dan penatua tetapi ikut juga warga
jemaat. Dengan demikian jemaat turut mengambil keputusan untuk kepentingan
gereja. Salah satu yang terpenting dalam sidang gereja itu adalah keputusan yang
diambil adalah pernyataan sidang itu, sebab keputusan Roh Kudus dan keputusan
kami (Kis 15:28). Sidang gereja ternyata dan seharusnya dihadiri Roh Kudus
sehingga keputusannyapun menjadi keputusan semua peserta sidang , termasuk
20
keputusan Roh Kudus. Kekeliruan yang sering terjadi adalah ketika pelayan gereja
memahami rapat, sidang, konsili, sinode adalah bagian kegiatan organisasi atau
kelembagaan gereja dan bukan sebagi ibadah. Beribadah itu dapat dilakukan
dengan memuji Tuhan, mendengar firmanNya, berdoa dan bertukar pikiran, seperti
yang kita lakukan didalam sidang, atau rapat-rapat gereja.
Allah yang didalamnya Allah memerintah sebagai Raja, dan olehnya, Allah
memerintah dunia ini sebagai Pencipta dan Raja yang menopang segala
ciptaanNya. Gereja adalah warga Kerajaan Allah dan bukan sebagai Kerajaan
Allah. Ia adalah hasil karya keselamatan dan milik Yesus Kristus, Raja Kerajaan
Allah. Dalam relasi dengan Kristus, yang adalah Raja Kerajaan Allah, maka gereja
yang adalah persekutuan orang percaya selain kepunyaan Kerajaan Allah juga
Kerajaan ini adalah kepunyaan mereka, tetapi sekali lagi mereka bukan Kerajaan
Allah itu sendiri. Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah, sedangkan gereja
adalah komunitas orang percaya, warga Kerajaan Allah.
Sebagai warga
Gereja adalah satu-satunya alat Kerajaan Allah dalam pelayanan misi untuk
memberitakan Kerajaan Allah. Melaluinya Allah Tritunggal bekerja mewujudkan
rencanaNya yang Agung bagi keselamatan dunia ini. Bahkan Yesus sendiri
menyatakan bahwa Ia tidak akan datang kembali sebelum Amanat AgungNya
dilaksanakan oleh gereja secara bertanggung jawab. Relasi antara ringkasan dari
sepuluh Hukum Allah (Mat.22) dan Amanat Agung (Mat.28) telah menghasilkan
pelayanan Kristiani yang holistic, karena pelayanan yang holistic adalah sifat dari
Kerajaan Allah. Sebenarnya yang menjadi pusat perhatian gereja adalah kehadiran
Kerajaan Allah. Gereja adalah agen pembaharuan dari Kerajaan Allah yang
ditempatkan di dunia untuk membaharui dunia ini. Dengan demikian, masa depan
dunia juga ditentukan oleh gereja. Tanggung jawab gereja dalam pelayanan misi
menjadi sedemikian besar dan harus dilaksanakan dalam kurun waktu yang
ditetapkan oleh Allah sendiri. Peranan Roh Kudus dan peran serta dari semua umat
Allah dalam melaksanakan pembaharuan dunia ini merupakan kata kunci dari
Kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah damai sejahtera. Di dalam Kerajaan ini, Allah
memerintah dengan kuasa, kebenaran, kekudusan dan keadilan. Allah akan
mewujudkan kerajaanNya melalui Yesus Kristus AnakNya. Dasar pemerintahan
Allah adalah anugerah karena iman (Ef.2:8,9). Dari Perjanjian Lama sampai
Perjanjian Baru, melalui para hambaNya, Allah memberitakan kedatangan tahun
rahmat yang didalamnya terkandung berita anugerah, kebenaran, kekudusan dan
keadilan. Allah tidak akan berkolusi dengan kejahatan dan juga tidak akan
kompromi dengan dosa. Kerajaan Allah adalah kudus, barangsiapa masuk ke
dalamnya harus melalui proses pengudusan. Allah selalu akan menepati janjiNya
bahwa Ia akan memerintah dengan adil dan benar. Ia juga akan membebaskan
orang-orang tawanan, mencelikkan orang buta dan membebaskan orang yang
tertindas (Yes.61:1-2). Keselamatan Allah bukan hanya untuk Israel atau gereja,
tetapi untuk seluruh umat ciptaanNya. Dengan demikian masa depan dunia ini
tergantung sepenuhnya kepada Allah, Sang Pencipta dunia ini. Namun demikian,
harus dimengerti bahwa Kerajaan Allah bukan suatu Negara yang mempunyai
wilayah atau perencanaan yang dapat dicapai dengan manajemen manusia.
Kerajaan Allah atau pemerintahan Allah adalah hasil karya dinamika kuasa Allah
23
turut
bertanggung
jawab
dalam
pembangunan
bangsa,
milikinya. Tugas
gereja adalah menggali dan mengembangkan karunia setiap anggota jemaat agar
dapat didayagunakan untuk pelayanan misi dan pembangunan tubuh Kristus.
Gereja sedapat mungkin memperjuangkan persekutuan dan persatuan umat
Kristen, baik secara denominasional maupun interdenominasional untuk menjadi
kesaksian bagi dunia dan dengan demikian menarik sebanyak mungkin orang
untuk bertemu dengan Kristus sebagai Juruselamatnya. Tugas kedua, Marturia,
yaitu panggilan Gereja untuk melakukan tugas kesaksian dan pemberitaan Injil
Kerajaan Allah kepada semua manusia, karena Injil adalah satu-satunya kuasa
Allah yang dapat menyelamatkan manusia dari kuasa dosa, kuasa maut dan kuasa
iblis. Kesaksian Injil dalam konteks pelayanan secara holistic dan terpadu akan
24
mampu menyentuh semua aspek kehidupan manusia: tubuh, jiwa dan roh. Tugas
ketiga, Diakonia, yaitu mewujudkan kasih Allah kepada manusia pada umumnya,
baik di dalam maupun di luar gereja. Tugas dan panggilan ini harus dilaksanakan
bersama dalam konsep tubuh Kristus, secara local (jemaat), sinodal, maupun
interdenominasional. Gereja tidak hanya dipanggil untuk penatalayanan ke dalamwarga jemaat sendiri, tetapi juga dipanggil keluar gereja kepada sesama manusia.
ereri..
IV.
Konsep teologis ekklesiologis gereja purba yang mengambil istilah komunitas social,
seperti koinonia atau persekutuan, yang kemudian menjadi istilah teologis
menunjukan perkembangan pemahaman dari pengertian profane telah menjadi
pemahaman sakral dan sorgawi. Pemahaman itu juga kita temukan dari
perkembangan makna persekutuan penerima sakramen menjadi persekutuan
orang-orang kudus. Itu berarti ekklesia, dalam pengertiani ek-kaleo, sebagai
persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil dari dunia dan diutus kedunia
secara lambat laun tetapi pasti menjadi suatu persekutuan eskatologis, persekutuan
yang bergerak menuju masa depan.
Ada tiga elemen teologis di dalam kehidupan gereja yang menjadikannya sebagai
persekutuan eskatolgis:
1. Ekklesia Kristologis
25
persekutuan-gereja,
baik
sebagai
wujud
persekutuan di dalam dan oleh Kristus maupun sebagai wujud tubuh Kristus
mensifatkan dua hal: persekutuan dengan sesama orang percaya dan
persekutuan vertical dengan Kristus. Kedua sifat persekutuan ibarat dua mata
koin, yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Persekutuan secara
horizontal tidak mungkin terjadi tanpa persekutuan vertical, demikian
sebaliknya. Kedua sisi persekutuan tersebut, horizontal dan vertical, hanya
dapat terjadi melalui peranan dan Kuasa Roh Kudus. Kasus yang terjadi di
jemaat Korintus adalah ketika pemahaman persekutuan horizontal dipahami
terpisah dari persekutuan vertical (band I Kor 12,13,14). Itu berarti bahwa
ekklesia Kristologis juga bermakna ekklesia Pneumatologis.
Gereja adalah karya Roh Kudus, karena lahir, bertumbuh,berkembang dan
dibimbing didalam dan oleh Roh Kudus menuju kesempurnaan Kristus (bd.
26
yang
eskatologis itu. Gereja bergerak tidak didorong oleh masa lalunya, atau oleh
keberadaan masa kininya, tetapi ditarik oleh pengharapan masa depannya.
Oleh karena itu, gereja sebagai persekutuan eskatologis bergerak menuju
masa depan, yang tidak harus menyesuaikan diri dengan masa kini, tetapi
harus turut membentuk arah perjalanan zaman ini menuju masa depan yang
eskatologis itu lewat kuasa Roh kudus .
3. Ekklesia soteriologis
Pemahaman klasik tentang gereja mengatakan: salus extra ekklesiam non
est (Cyprianus) diluar gereja tidak ada keselamatan. Ungkapan Cyprianus
ini sebenarnya adalah dalam konteks gereja Kristologis yang direalisasikan
dalam ritus communion sacramentorum. Artinya, keselamatan itu hanya ada
didalam dan oleh Kristus, yang secara ritus dan liturgis diterima melalui
perjamuan
kudus.
Sementara
pemahaman
tentang
Kristus
itu
dan
pelaksanaan tentang sakramen itu hanya ada didalam gereja, tidak ada diluar
gereja, sehingga diluar gereja tidak ada keselamatan. Calvin juga
mengungkap hal yang sama dalam penekanan bahwa di luar Gereja, yang
mengajarkan pengajaran para Rasul, maka tidak aka nada keselamatan. Jadi
hanya dalam Gereja, yang mengajarkan kebenaran Firman Tuhan, manusia
dapat menerima keselamatan Kristus.
Gereja sebagai persekutuan di dalam dan oleh Kristus yang bergerak
sebagai persekutuan eskatologis adalah dalam rangka keselamatan. Gereja
sebagai persekutuan soteriologis harus menjadi kathos Xristos-sama seperti
Kristus (I Yoh 2:6) atau mengikuti jejak Kristus (I Pet. 2:21). Gereja harus
meniru keteladanan Kristus supaya sama seperti Kristus. Pemahaman inilah
yang berkembang dengan pemahaman bahwa gereja adalah prolongatus
Christi dan imitation Christi-perpanjangan Kristus dan meniru Kristus. Atas
dasar pemahaman tersebut, para reformator merumuskan dan mengatakan
27
gereja sebagai prolongatus Christi dan imatatio Christi adalah gereja yang
bersaksi, yang mengaku iman dan berbuat, sebagaimana Kristus. Kesaksian
iman menjadi bukti gereja dan orang percaya sebagai oknum yang meniru
dan sama seperti Kristus. Pengakuan iman gereja ini menjadi tolak ukur
penilaian terhadap gereja itu sendiri apakah ia berjalan sesuai dengan
hakekatnya sebagai milik Kristus. Jatuh bangunnya gereja selalu ditentukan
kesaksiannya, verbal atau action, sebagai wujud dari tindakan dan perbuatan
dalam mengikuti Kristus untuk menyelamatkan manusia dari akibat
keberdosaannya.
4. Ekklesia eschatologis
Apa yang membuat gereja terus bertahan dan berkesinambungan dari masa
lalu, masa kini sampai masa depan? Kesinambungan gereja sebagai
persekutuan eskatologis terletak pada pengharapan eskatologis yang
didasarkan pada peristiwa kebangkitan Yesus Kristus dari kematian.
Penderitaan,
kematian
dan
kebangkitan
merupakan
rangkaian
dan
kematian
Kristus
baru
mempunyai
makna
ketika
kebangkitan itu terjadi dan menjadi kenyataan. Oleh karena itu kebangkitan
menjadikan penderitaan dan kematian mempunyai makna pengharapan, dan
dimana
ada
pengharapan
disana
ada
masa
depan.
Itulah
makna
eskatologis,
walaupun
harus
melewati
segala
tantangan
dan
28
melalui
pemahaman
makna
sakramen.
Sakramen
..
V.
Gereja Katolikisme:
Perkembangan Otoritas Hierarchis Struktural Monolitik
Lahirnya gereja, yang dipanggil untuk bersekutu oleh Yesus Kristus, didalam dan
oleh Yesus Kristus, pada awalnya tidak dipersiapkan untuk hidup dengan
kelembagaan dan secara organisatoris yang memiliki struktur dan hierarchis dan
memiliki system mekanisme pelayanan dan pengambilan keputusan,maka hal
tersebut adalah konsekuensi dari berbagai realitas yang ditemukan dalam
kehidupan gereja sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan gereja itu sendiri.
Proses terjadinya struktur hierarchis dan system mekanisme pelayanan dan
pengambilan keputusan adalah sbb:
1. Keterlambatan parousia Kristus
Keterlambatan parousia Kristus menjadi titik tolak ukur pemahaman baru
tentang ekklesiologi, tadinya, menantikan kedatangan Kristus yang kedua
kalinya
mendesak
adalah
keterlambatan
memberitakan
parousia
akhirnya
injil.
Akan
memberi
tetapi
kesadaran
perhatian
akan
terhadap
primus
interpares tadi. Sejak abad 5, setiap Uskup di Roma disebut sebagai Paus,
bapa, dan menganggap diri sebagai orang yang terpanggil oleh Tuhan Yesus
menjadi kepala gereja.
Posisi Paus lambat laun semakin bertambah. Paus Innocentius III (11981218) terkenal sebagai Paus yang termulia. Hal
ucapannya, Paus itu kurang besar dari Allah tetapi lebih besar dari
manusia dalam konsili Lateran (1215), Paus ditetapkan selaku satu-satunya
penguasa gereja. Dialah pemimpin dan hakim tertinggi, yang berhak
menetapkan
ekskomunika-
segala
dan
perundang-undangan.
menghukum
dengan
Ia
berhak
mengutuk-
interdik-menetapkan
suatu
31
VI.
Disamping sistem Papalisme yang dianut gereja Roma Katholik, ada empat sistem
kepemimpinan gereja yang lazim ditemukan pada gereja setelah reformasi Martin
Luther sampai keberadaan gereja modern sekarang ini.
a. Sistem Presbyterian
Pengambilan keputusan tertinggi pada sidang senat atau dewan presbuteroipara penatua. Sistem presbyterial merupakan kritik langsung kepada sistem
papalisme yang dianut gereja Roma Katholik, dimana kekuasaan tertinggi
berada ditangan seorang Paus. Kuasa yang ada pada tangan seorang Paus
32
itu
terdiri
dari
beberapa
unsur.
Menurut
Yohanes
Calvin,
yang
dengan
jerih
payah
berkhotbah
dan
mengajar.
Makna atau arti presbuteros Penatua dalam PB tidak lagi sama dengan
makna atau arti Penatua dalam gereja modern sekarang ini.
b. Sistem Episkopal
Pemerintahan gereja dan keputusan tertinggi berada ditangan sidang para
uskup. Seorang uskup, sebagai penilik, koordinator pelayanan antar jemaat
lokal, memimpin beberapa gereja lokal disuatu wilayah. Pada awalnya sistem
episkopal ini terwujud dengan adanya dewan
berbagai gereja modern sekarang ini, gereja dapat dipimpin seorang uskup
atau bishop, atau beberapa uskup atau bishop. Diantara para bishop itu,
diangkatlah seorang pemimpin untuk membawahi semua keuskupan yang ada,
yang lazim disebut Archbishop.
c. Sistem Congregational
Keputusan tertinggi berada pada keputusan jemaat. Dasar teologinya: jemaat
adalah tubuh Kristus. Kepemimpinan berada ditangan Kristus, yang dijalankan
melalui rapat-rapat jemaat setempat atau sidang para orang percaya. Otoritas
33
jemaat itu diperoleh dari Kristus, karena gereja yang sebenarnya adalah jemaat
yang berkumpul, dan menjadi tubuh Kristus. dengan demikian dipahami bahwa
Kristuslah yang memberikan wewenang kepada jemaat-jemaat lokal untuk
mengatur dirinya sendiri. sementara itu para pejabat gereja, seperti Pendeta
dan Penatua, dipahami bukan sebagai pemimpin melainkan sebagai pelayan,
yakni pelayan firman Tuhan.
d. Sistem Sinodal
Keputusan tertinggi berada pada keputusan sinode, segala aturan, kebijakan,
dan kegiatan-kegiatan yang telah dijalankan dalam gereja ditetapkan
berdasarkan keputusan sinode. Untuk menjalankan kepemimpinan sehari-hari
diserahkan kepada seorang pelayan yang dipilih oleh sinode itu sendiri, akan
tetapi tidak semua yang mempunyai sinode memiliki sistem kepimimpinan
sinodal. Dalam gereja yang bersifat congregational ada juga memiliki sinode,
yang pesertanya terdiri dari utusan-utusan jemaat setempat. Tujuannya untuk
mengambil musyawarah tentang kegiatan pelayanan yang akan dikerjakan
secara bersama-sama. Namun keputusan sinode tersebut tidak mengikat
jemaat lokal. Sedangkan gereja yang memakai sistem kepemimpinan sinodal,
keputusan-keputusan yang diambil didalam sinodenya mengikat dan harus
dijalankan jemaat lokal. Dalam gereja yang bersifat presbyterial ada juga
mengenal adanya sinode, namun sifat sinode tersebut hanya merupakan
sidang majelis penatua yang diperluas. Pokok-pokok yang dibahas di sinode
dengan sistem presbyterial tersebut menyangkut hal-hal yang umum.
Sedangkan hal-hal yang khusus biasanya dibahas dan diputuskan didalam
rapat majelis jemaat setempat.
Perlu dicatat
adalah produk pergumulan gereja di barat/Eropah. Oleh karena itu gerejagereja muda di Indonesia tidak memiliki keharusan untuk memilih salah satu
diantaranya. Bahkan ada beberapa gereja yang mencampur dua atau tiga
bahkan ke-empat sistem tersebut didalam struktural hierarchi gereja misalnya
pengambilan keputusan. Artinya dalam mengatur mekanisme pelayan dan
pengambil keputusan keempat sistem tersebut ditemukan sesuai dengan
34
yang
dianutnya
dengan
tetap
mempedomani
sistem
VII.
yang
dimotori
Marthin
Luther,
gerakan
Pietisme
dan
gerakan
gerakan
reformasi.
Sementara
gerakan
Pentakosta-
Pentacostal
akhirnya
menyeret
gereja
dan
pimpinan
ke
dalam
berbagai
untuk
melepaskan
seorang
dari
api
penyiksaan
dan
2. Reformasi Luther
36
diri
sebagai
pemilik
wewenang
membaca
dan
menafsirkannya. Untuk merealisasikan gagasan ini, diterbitkan traktattraktat teologis, diterjemahkan Alkitab kedalam bahasa Jerman. Akibatnya
terjadi
perubahan
drastis,
jemaat
mengetahui
isi
Alkitab
dengan
rohani
hidup
kembali.
Gerakan
ini
mensinyalir
terjadinya
39
kekudusan, hidup
40
usaha
manusia melainkan karena karya Roh Kudus yang turun atas diri
seseorang.
Kemudian gerakan Pentakosta ini menyebar ke Amerika Serikat dengan nama
baru, kadang-kadang disebut Neopentacostal Movement, kemudian disebut
juga Fundamentalism Movement dan akhirnya disebut, dan inilah yang lebih
umum, Charismatic
Movement.
Sementara
gerakan
Kharismatik
menekankan
diri
sebagai
gereja
interdenominasional
atau
transdenominasional.
Komentar (Formulasi Pribadi) 7
41
VIII.
Ekklesiologi Kontemporer:
itu
adalah
adanya
perbedaan
hermeneutics
atas Alkitab
dan
pengimplementasian suatu dogma didalam suatu konteks dimana gereja itu lahir,
bertumbuh dan berkembang. Perbedaan secara dogmatis tersebut melahirkan 3
jenis:
1. Bidat: suatu kelompok tanpa anggota atau pemimpin formal, yang memiliki
ajaran yang berbeda, yang dikategorikan menyimpang dari ajaran yang lazim
dan yang dipahami secara umum, sehingga disebut ajaran sesat.
2. Sekte: suatu persekutuan yang teroganisir, dengan adanya anggota dan
pemimpin formal, yang memiliki ajaran yang berbeda dan menyimpang
sehingga dikategorikan sebagai ajaran sesat.
3. Denominasi: suatu gereja yang memiliki ajaran atau penekanan pokok ajaran
tertentu sebagai ciri khasnya, sehingga disebut sebagai mazhab atau aliran,
yang tidak menyalahi dan tidak merupakan penyimpangan terhadap ajaran
kekristenan secara umum.
Keanekaragaman denominasi gereja pada satu sisi dapat dipahami sebagai
kekayaan sudut pandang terhadap tradisi, dogma dan isi Alkitab, tetapi dapat pula
sebagai suatu ancaman terhadap keberadaan dan hakekat gereja yang esa itu.
Namum demikian, setiap perbedaan itu harus dikenal, dipelajari dan dipahami
satupersatu, sehingga dapat dimengerti dan dapat dipakai sebagai masukan
didalam meningkatkan kualitas kehidupan bergereja yang actual dan kontekstual.
42
Melaksanakan
ketimpangan
kelima
didalam
model
ini
kehidupan
secara
terpisah-pisah
bergereja.
Oleh
akan
karena
menimbulkan
itu
sebaiknya
IX.
1. Vatikan II
Konsili adalah pertemuan para uskup dengan seluruh gereja Roma Katholik
dibawah dan bersama Paus sebagai suatu dewan, mengajar dan mengeluarkan
keputusan gereja. Keputusan yang diambil berkaitan dengan dogma, iman dan
kesusilaan yang dipahami diwahyukan Tuhan kepada gereja sehingga tidak
dapat salah.
Rencana pengadaan konsili vatikan II dicetuskan Paus Yohanes XXIII pada akhir
1958, tetapi baru dapat terlaksana beberapa tahun kemudian. Konsili Vatikan II
diadakan 4 sesi, yang dimulai 9 oktober 1962 dan berakhir 8 Desember 1965.
Ada tiga pokok isi Vatikan II:
a. Pembaharuan rohani dalam cahaya Injil
44
Ada 16 dokumen yang dihasilkan. Setiap dokumen tidak sama otoritas dalam
mengatur dan acuan teologis dan hidup praktis gereja:
Pertama, ada 4 tentang konstitusi constitution, berfungsi sebagai pedoman
dogmatic yaitu:
Sacrasantum Concilium Tentang Liturgy;
Lumen Gentium Dogma Gereja;
Dei Verbum tentang Firman Tuhan
Gaudium et Spes - Sikap Pastoral Gereja terhadap Dunia
Kedua, Sembilan Dekrit tentang upaya komunikasi social gereja:
Komunikasi social inter mirifica;
Gereja gereja Katholik timur Orientalium Ecclesiarum;
Ekumenisme Unitas Redintegratio;
Tugas pastoral Uskup dan Gereja Christus Dominus;
Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religious Perfectae Caritatis;
Pembinaan Iman Optatam Totius;
Kerasulan Awam Apostolicam Actuositatem;
Kegiatan Misi Ad Gentes
Dan tentang pelayanan dan kehidupan Iman Presbyterorum Ordanis.
Yang terakhir adalah 3 Pernyataan:
Pendidikan Kristen Gravissimum Educationis;
Hubungan gereja dengan agama agama bukan Kristen Nostra Aetate.
45
persiapan dan gambaran akan suatu perjanjian dalam Kristus yang akan
membentuk suatu Umat Allah yang baru, yang satu, bukan dalam daging, tetapi
dalam Roh, yang disebut sebagai Gereja Kristus (Lumen Gentium, 9). Semua
orang dipanggil sebagai milik Gereja. Tidak semua orang sepenuhnya tergabung
dalam Gereja, tetapi "Gereja mengerti bahwa ia terhubung dalam berbagai cara
dengan semua orang yang dibaptiskan, semua yang diterima di dalam nama
Kristus, namun demikian tidak menyatakan iman Katolik dalam keseluruhannya
atau tidak berada dalam satu kesatuan atau persekutuan di bawah penerus
Santo Petrus" (Lumen Gentium, 15). Dan bahkan hubungan dengan "semua
yang belum menerima Injil" di antara kaum Yahudi dan Muslim juga disebutkan
secara eksplisit (Lumen Gentium, 16). Gagasan membuka diri kepada kaum
Protestan telah menyebabkan kontroversi besar sekali di antara kelompok
Tradisionalis Katolik.
Secara implicit ungkapan ini hendak mengakui bahwa gereja Kristus ada juga di
dalam gereja lainnya. Konsili juga melakukan perubahan sikap teologis yang
sangat besar dimana dibukanya partisipasi dan penyesuaian diri terhadap
budaya setempat didalam berteologi. Peranan budaya setempat terbuka untuk
ikut serta dalam penyusunan liturgy, ibadah dan perumusan teologi. Dampak dari
konsili Vatikan II : gereja Roma Katholik berusaha secara simultan dan terus
menerus melakukan pembaharuan atas dirinya sendiri, mengenai sikap
teologisnya dan berusaha mereformulasi rumusan teologis yang dimilikinya.
Judul bab ketiga "Susunan Hirarkis Gereja" secara tegas menggambarkan isinya
yang menguraikan peranan para uskup dan Paus di Roma.
Pada bab-bab berikutnya mengenai kaum awam: ajakan akan hidup kudus,
religius, peziarahan iman, dan Bunda Gereja. Bab mengenai ajakan akan hidup
kudus merupakan bab yang signifikan karena mengindikasikan bahwa
kekudusan bukanlah hanya menjadi bagian dari para imam tetapi bahwa semua
orang Kristen dipanggil untuk hidup kudus. Tentu saja masalah ini selalu menjadi
47
topik ajaran Gereja, tetapi banyak dari para Bapa Konsili merasa bahwa hal ini
telah semakin hilang di kalangan jemaat.
Liturgi
Salah satu isu pertama yang dipertimbangkan dalam konsili dan masalah yang
segera memiliki efek terhadap kehidupan individu Katholik adalah revisi atas
liturgi/tata cara ibadah. Gagasan umumnya adalah (dari Konstitusi mengenai
Liturgi Suci):
"Bunda Gereja sangat menginginkan, supaya semua orang percaya dibimbing ke
arah
keikutsertaan
yang
sepenuhnya
dalam
perayaan-perayaan
Liturgi.
50
Salah satu respon yang berasal dari para Katolik konservatif arus utama
terhadap kritikan tersebut adalah bahwa pengajaran sesungguhnya dari Konsili
dan interpretasi resmi dari dokumen-dokumennya harus dipisahkan dari
perubahan yang lebih radikal yang telah dilakukan atau diajukan oleh para
anggota gereja yang liberal selama 40 tahun dalam "semangat Vatikan II".
Mereka menyetujui bahwa perubahan-perubahan tersebut adalah bertentangan
dengan hukum kanon dan tradisi Gereja. Sebagai contoh, seorang Katolik
konservatif arus utama kemungkinan setuju bahwa para imam liberal yang
memperkenalkan elemen-elemen baru non-Katolik pantas dikutuk, tetapi mereka
juga akan sekaligus memberi catatan bahwa penyalahgunaan ini adalah
pelanggaran terhadap Dekrit tentang Liturgi Suci dan dokumen resmi Gereja
akan perayaan Misa.
Pada 22 Desember 2005, Paus Benediktus XVI dalam kotbahnya di hadapan
Kuria Romawi menentang mereka yang menginterpretasikan dokumen-dokumen
Konsili sebagai "tidak berkelanjutan dan rapuh". Interpretasi yang benar,
menurutnya, adalah bahwa sebagaimana dinyatakan pada awal dan akhir Konsili
oleh Paus Yohanes XXIII dan Paus Paulus VI. Pada awal konsili, Paus Yohanes
XXIII menyatakan bahwa Konsili dimaksudkan untuk "menyebarkan doktrindoktrin
secara
murni
dan
menyeluruh,
tanpa
pengurangan
maupun
penyimpangan", dan ia juga menambahkan "Adalah tugas kita untuk tidak hanya
menjaga harta yang berharga ini, seakan-akan ini adalah barang kuno, tetapi
juga kita harus setia, siap sedia, dan tanpa takut berkarya sesuai dengan
kebutuhan zaman kita. Doktrin yang pastinya tidak perlu diubah ini, yang harus
dihormati dengan setia, harus dipelajari secara mendalam dan dihadirkan dalam
bentuk yang cocok dengan zaman kita. Kebenaran doktrin yang mulia adalah
satu hal, dan bagaimana caranya doktrin itu dilaksanakan supaya tetap utuh dan
sama-adalah hal lainnya." Setelah mengutip pendahulunya ini, Paus Benediktus
kemudian menyatakan: "Di manapun interpretasi ini telah menjadi pedoman yang
disambut oleh Konsili, hidup baru telah bertumbuh dan buah-buah telah menjadi
matang. ... Hari ini kita melihat bahwa benih yang baik, walaupun tumbuh
51
perlahan-lahan, tetaplah bertumbuh, dan biarlah syukur kita yang amat besar
bagi karya kerja Konsili juga tetap bertumbuh demikian."
Komentar (Formulasi Pribadi) 9
2. Isu-isu Ekklesiologis
a. Ekklesiosentris
Ekklesiosentris maksudnya berpusat kepada gereja secara institusional.
Semua program pelayanan didasarkan pada
liturgis
jemaat
yang
bersikap
Churchless
Christianity.
tentang adanya Allah, bahkan sebagai pencipta segala sesuatu. Akan tetapi
dipahaminya Allah tersebut tidak lagi ada hubungannya dengan kelanjutan
kehidupan ciptaanNya. Allah sudah berada diluar kehidupan ciptaan-Nya.
Sebagai sikap lanjutan dari dues ex machine ini, maka muncullah sikap
mencari Allah Alternatif. Banyak orang beragama, termasuk orang Kristen,
dalam mengatasi persoalan hidupnya memahami bahwa Allah tidak cukup
kuat mengatasi personal hidup ini. Your God is too small di tengah arena
perjuangan hidup ini, sehingga timbullah minat mencari Allah Alternatif, yang
diharapkan lebih tangguh, lebih perkasa. Sikap kepercayaan seperti itu
masih terus mewabah di kalangan jemaat kita.
f. Kekristenan Tradisional
Seorang Kristen tradisioanl adalah seorang yang menjadi Kristen karena
kelahirannya. Imannya adalah karena telah kudengar dari ayahku iman
kekristenannya tidak dipergumulkan, tidak dihayati, tetapi yang dilakukan
sesuai dengan tradisi. Semua aktifitas yang dilakukannya, seperti berdoa,
beribadah hanya merupakan tradisi. Penghayatan iman seperti ini tidak akan
pernah menjadi seorang Kristen yang benar.
g. Kekristenan Formalitas
Hampir sama dengan kekristenan tradisional, ada juga kekristenan
formalitas artinya semua aktifitas kekristenannya hanyalah formalitas belaka,
tidak yang sesungguhnya. Atribut dan symbol kekristenan yang dimiliki
hanya sebagai assesori kehidupan, sehingga tidak berdampak kepada
kehidupan spritualitasnya.
h. Kekristenan Misioner
Gereja yang benar adalah gereja yang missioner, yang terdiri dari keluarga
yang missioner, dan yang anggota jemaatnya missioner. Seorang yang
missioner adalah jemaat yang dewasa dalam iman, yang tahu tanggung
jawabnya dan tugas panggilannya sebagai pengikut Kristus. Seorang Kristen
yang missioner bukanlah seorang Kristen susu, melainkan seorang yang
54
mampu memakan makanan keras, yang tahu membedakan baik dan yang
jahat, mampu melakukan yang baik dan menolak yang jahat. (Ibr 5:13-14).
Komentar (Formulasi Pribadi) 10
X.
Penutup
55