Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot
leher terkontraksi disertai perputaran leher.1 Tortikolis dapat terjadi sejak lahir,
congenital Muscular Torticollis (CMT), atau didapat saat dewasa, acquired
torticollis. Congenital muscular torticollis (CMT) merupakan kelainan
musculoskeletal kongenital terbanyak ketiga setelah dislokasi panggul dan
clubfoot.7 Kelainan kongenital ini ditandai dengan pemendekan otot
sternokleidomastoideus unilateral.4
Insidensi CMT kurang dari 2% dan diyakini disebabkan oleh trauma lokal
pada jaringan lunak leher sebelum atau selama persalinan, khususnya pada
persalinan dengan presentasi bokong dan persalinan sulit yang dibantu dengan
forceps. Sedangkan, pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau trauma tulang
servikal bisa menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor (tegangan/regangan),
fraktur, dislokasi, dan subluxasi, sering menyebabkan spasme dari otot leher.2
Manifestasi klinis yang didapat dari pemeriksaan yaitu kepala miring ke
arah yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti anomali tulang,
diskitis, limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian yang
fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata dan garis bahu
membentuk sudut (normalnya sejajar), perkembangan muka dapat menjadi
asimetris, dan terdapat benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua
caput sternocledomastoideus.4,6
Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya. Pada
usia anak dibawah satu tahun, pengobatan secara konservatif menunjukkan hasil
yang memuaskan. Sedangkan, waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 14 tahun.4,7 Mengingat pentingnya diagnosa sedini mungkin pada pasien dengan
tortikolis, maka penting bagi para calon dokter umum untuk mengetahui
mengenai penyakit ini lebih jauh. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas
mengenai tortikolis.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot
leher terkontraksi disertai perputaran leher.1 Tortikolis bisa juga diartikan sebagai
istilah umum untuk berbagai kondisi dystonia kepala dan leher , yang
menampilkan variasi tertentu dalam gerakan kepala ( komponen phasic ) ditandai
dengan arah gerakan (horizontal , seolah-olah mengatakan " tidak" , atau vertikal ,
seolah-olah mengatakan " iya "). Tortikolis berasal dari bahasa Latin , tortus ,
berarti memutar dan collum , berarti leher .2
2.2 Anatomi Otot Leher
Otot leher ada yang melekat pada tulang hyoid dan ada yang tidak melekat pada
tulang hyoid. Otot yang tidak melekat pada tulang hyoid yaitu : (1) Musculus
Sternocleidomastoideus, origo di manubrium sterni dan clavicula (1/3 medial)
serta insersio di processus mastoideus os temporalis. Adapun aksinya yakni
bilateral-flexi kepala, rotasi unilateral kepala, memalingkan wajah ke sisi
sebaliknya. Otot ini dipersarafi oleh nervus accessorius (N XI); (2) Musculus
scalenus anterior dan scalenus medius, origo di processus transverses vertebra
cervicalis bagian atas dan insersio di costa 1. Aksinya adalah fleksi leher dan
elevasi costa 1. Otot ini dipersarafi oleh ramus ventralis nervus cervicalis
(Gambar 2.1 dan Gambar 2.2).3

Gambar 2.1 Otot leher ( Tampak lateral)3

Gambar 2.2 Otot leher ( Tampak anterior)3

Otot leher yang melekat pada hyoid terbagi menjadi dua yaitu suprahyoid dan
infrahyoid. Otot yang berada infrahyoid yaitu : (1) Musculus Omohyoid (otot ini
memiliki dua belly yang dihubungkan dengan tendon intermediet), origo untuk
inferior belly dari scapula-medial ke suprascapular notch (tendon intermediet
dihubungkan ke klavikula dan rib 1. Insersionya pada tulang hyoid. Aksinya yaitu
untuk menekan tulang hyoid. Omohyoid dipersarafi oleh ansa cervicalis; (2)
Musculus Sternohyoid , origonya berasal dari sternum-manubrium klavikula dan
insersionya di tulang hyoid. Aksinya untuk mendepresi tulang hyoid. Sternohyoid
dipersarafi ansa cervicalis; (3) Musculus Sternothyroid, origonya dari sternummanubrium dan insersionya di kartilago tiroidea. Aksinya adalah untuk depresi
kartilago tiroidea, depresi tulang hyoid dan laring secara indirek. Sternothyroid
dipersarafi oleh ansa cervicalis; (4) Musculus Thyrohyoid, origo dari kartilago
tiroidea dan insersio di tulang hyoid. Aksinya untuk depresi tulang hyoid dan
elevasi laring. Thyrohyoid dipersarafi oleh C1 dan Nervus hipoglossus ( N X11)
(Gambar 2.3 dan Gambar 2.4).3

Gambar 2.3 Otot Infrahyoid dan suprahyoid3

Otot leher yang berada suprahyoid yaitu : (1) Musculus Digastricus (memiliki dua
belly), origo posterior belly dari tulang temporal-mastoid notch (medial terhadap
processus mastoideus) sedangkan origo anterior belly dari bagian dalam
mandibula. Insersionya pada tulang hyoid melalui tendon intermediet. Aksinya
untuk elevasi tulang hyoid dan depresi mandibula. Posterior belly dipersarafi oleh
nervus facialis ( N VII) dan anterior belly dipersarafi oleh nervus trigeminus (N
V3); (2) Muculus Stylohyoid, origo di tulang temporal-processus styloideus dan
insersio di tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan dipersarafi oleh
nervus facialis (N VII); (3) Musculus mylohyoid, origo dari mandibula-mylohyoid
line dan insersio di tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid serta
mengangkat dasar mulut selama menelan. Otot ini dipersarafi ileh nervus
trigeminus (N V3); (4) Musculus Geniohyoid, origonya dari bagian dalam
mandibula dan insersio di tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan
membawa hyoid ke depan. Otot ini dipersarafi oleh C1, nervus hypoglossus ( N
XII) (Gambar 2.3 dan Gambar 2.4).3

Gambar 2.4 Otot Infrahyoid dan Suprahyoid serta aksinya3

2.3 Etiologi2
Etiologi tortikolis terbagi menjadi etiologi lokal, etiologi kompensasi, dan
etiologi sentral. Masing-masing akan dijelaskan dibawah ini.
a.

Etiologi lokal

Pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau trauma tulang servikal bisa
menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor (tegangan/regangan), fraktur,
dislokasi, dan subluxasi, sering menyebabkan spasme dari otot leher. Penyebab
lainnya yakni infeksi, spondylosis, tumor, jaringan parut. Selain itu, infeksi
saluran nafas bagian atas dan infeksi jaringan lunak di leher bisa menyebabkan
tortikolis sekunder terhadap kontraktur otot atau adenitis.
Pada anak usia 2-4 tahun biasanya tortikolis sering disebabkan oleh abses
retrofaringeal. Tortikolis juga bisa terjadi akibat infeksi yang mengikuti trauma
atau infeksi di sekitar jaringan atau struktur leher termasuk faringitis, tonsillitis,
epiglottitis, sinusitis, otitis media, mastoiditis, abses nasofaring, dan pneumonia
lobus atas.

b.

Etiologi kompensasi

Tortikolis sering merupakan mekanisme kompensasi dari penyakit atau symptom


lain seperti strabismus dengan parese nervus IV, nistagmus kongenital, dan tumor
fossa posterior.
c.

Etiologi sentral

Tortikolis sering juga disebabkan oleh reaksi distonia sekunder terhadap obatobatan seperti phenotiazin, metoclopramide, haloperidol, carbamazepine,
phenytoin, and terapi L-dopa. Pada wamita usia 30-60 tahun idiopatik spasmodic
tortikolis meningkat. Sedangkan, pada anak etiologinya torsion dystonia, druginduced dystonia, dan cerebral palsy.

2.4 Patofisiologi
2.4.1 Congenital Torticollis
Tortikolis kongenital jarang dijumpai (insidensi <2%) dan diyakini disebabkan
oleh trauma lokal pada jaringan lunak leher sebelum atau selama persalinan.
Trauma otot sternokleidomastoideus saat proses persalinan menyebabkan fibrosis
atau malposisi intrauterine yang menyebabkan pemendekan dari otot
sternokleidomastoideus. Bisa juga terjadi hematom yang diikuti dengan
kontraktur otot. Biasanya anak-anak seperti ini lahir dengan persalinan sungsang
atau menggunakan forseps. Penyebab lain yang mungkin yakni herediter dan
oklusi arteri atau vena yang menyebabkan fibrosis jaringan didalam otot
sternokleidomastoideus.2,4,5
2.4.2 Acquired Torticollis
Patofisiologi dari torticollis yang didapat adalah tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Spasme dari otot leher yang menyebabkan tortikolis merupakan
hasil dari injury atau inflamasi dari otot cervical atau nervus kranialis dari proses
penyakit yang berbeda.2
Tortikolis akut bisa disebabkan oleh trauma tumpul pada kepala dan leher atau
dari kesalahan posisi saat tidur. Tortikolis akut biasanya akan sembuh dengan
sendirinya dalam beberapa hari dampai minggu atau setelah menghentikan obat
pada tortikolis akut yang disebabkan oleh obat-obatan seperti dopamine reseptor
blocker, metoclopramide, phenytoin, carbamazepin.2
Atlantoaxial rotary subluxation (AARS) C1 pada C2 memiliki gejala klinis yang
sama dengan tortikolis, biasanya terjadi pada anak-anak dan setelah trauma minor,
operasi faring, proses inflamasi, atau infeksi saluran nafas bagian atas. Hal ini

diduga dipicu oleh edema retropharyngeal menyebabkan kelemahan ligamen dan


struktur di tingkat atlantoaxial, memungkinkan deformitas rotasi. Berbeda dengan
tortikolis otot kongenital, kepala miring jauh dari otot sternokleidomastoideus
yang terkena. Dikenal sebagai posisi "cock robin", kepala rotasi ke sisi yang
berlawanan dengan dislokasi dan lateral fleksi ke arah yang berlawanan. Pasien
juga dapat mengeluh sakit oksipital unilateral.2
Idiopatik spasmodik tortikolis (IST) adalah bentuk tortikolis yang dan progresif ,
diklasifikasikan sebagai dystonia fokus. Etiologi tidak jelas, meskipun diduga ada
lesi thalamus. Hal ini ditandai dengan etiologi nontraumatic terdiri dari episodik
tonik dan / atau kontraksi involunter klonik otot leher. Gejala berlangsung lebih
dari 6 bulan dan menghasilkan cacat somatic dan psikologis.2
Benign paroxysmal tortikolis adalah kondisi pada bayi yang ditandai dengan
episode berulang dari kepala miring dengan muntah, pucat, irritabilitas, ataksia,
atau mengantuk dan biasanya terjadi dalam beberapa bulan pertama kehidupan
dan akan sembuh dengan sendirinya. 2
Sebagai penyakit neurodegeneratif, tortikolis, atau cervical dystonia idiopatik,
diyakini muncul dari kelainan sirkuit ganglia basalis yang berasal dari kerentanan
selektif struktur ini untuk proses biokimia abnormal yang mengarah ke disfungsi
neuronal. Beberapa indikasi keterlibatan sirkuit dopamine-secreting berasal dari
temuan rendahnya tingkat metabolit dopamin dalam cairan serebrospinal (CSF).2

2.5 Diagnosis
Pada tortikolis kongenital, penegakkan diagnosis tortikolis harus
berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan fisik infant (Gambar
2.5) . Didapati riwayat kelahiran sukar atau sungsang serta trauma pada proses
persalinan seperti fraktur klavikula pada tortikolis kongenital. Selain itu, perinatal
asfiksia, jaundice, kejang, penggunaan obat-obatan, gastroesofageal reflux disease
(GERD), atau sindrom Sandifer juga turut menjadi penyebabnya. Manifestasi
klinis yang didapat dari pemeriksaan yaitu kepala miring ke arah yang sakit
(setelah menyingkirkan penyebab lain seperti anomali tulang, diskitis,
limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian yang fibrosis,
di sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata dan garis bahu
membentuk sudut (normalnya sejajar), perkembangan muka dapat menjadi
asimetris, dan terdapat benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua
caput sternocledomastoideus. Benjolan ini bersifat firm, tidak nyeri, terdiri dari
jaringan fibrotic dengan deposit kolagen dan migrasi fibroblast disekitar serat
sternokleidomastoideus yang atrofi.4,6

Gambar 2.5 Pemeriksaan klinis tortikolis4

Selanjutnya, tipe dari deformitas harus diselidiki, sebagaimana kombinasi


dan fleksi dan rotasi, apakah deformitas tersebut rigid atau fleksibel, dan apakah
bisa sembuh dengan sendirinya atau tidak. Kondisi kelainan musculoskeletal
lainnya seperti hip dysplasia harus diperiksa. Selain itu, pemeriksaan optalmologi
perlu dilakukan karena dapat mengetahui ketidakseimbangan dari otot ekstra
ocular yang merupakan faktor penyebab dari tortikolis.4
Pemeriksaan ultrasonografi berguna sebagai alat diagnostik yang penting
dan untuk menentukan prognosis. Hal ini ditandai dengan sensitivitas (95.83%)
dan spesifisitas (83.33%) dan dapat membedakan staging dari tortikolis
kongenital. Pemeriksaan penunjang yang lebih modern dan canggih ialah dengan
menggunakan magnetic resonance imaging (MRI). Pada beberapa studi
dilaporkan bahwa hasil temuan dari MRI memiliki korelasi dengan hasil
histopatologi.4

2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Terapi Fisik
Peregangan secara pasif dan manual pada otot sternokleidomastoideus sebelum
usia 12 bulan adalah terapi fisik yang paling efektif. Hal ini dapat dilakukan oleh
orang tua dengan cara satu tangan berada pada kepala anak dan bahu ipsilateral,
kemudian fleksi lateral dari kepala anak dilakukan berbarengan dengan rotasi ke
arah yang berlawanan. Cara ini dilakukan setidaknya dua kali dalam satu hari,
dilakukan 10-15 peregangan, dengan waktu dilatasi mencapai 30 detik. Dengan

latihan yang dilakukan secara benar dan teratur setiap hari, didapatkan hasil yang
memuaskan yakni lebih dari 90%, dan rekurensi 2%. 4
Selain itu, dapat juga dilakukan terapi fisik berupa terapi paraphino dan
thermoterapi, serta iontophoresis dan terapi microcurrent. Terapi fisik yang lain
yaitu dengan masase pada otot leher dan jaringan subkutan yang kaku dapat
mengurangi nyeri, mobilisasi sendi, dan terapi kraniosakral. Pada anak yang lebih
besar dapat digunakan penyangga (torticollis brace) yang bersifat membantu
terapi.4
2.6.2 Toksin Botulinum
Pada beberapa studi dilaporkan penggunaan Injeksi toksin botulinum untuk segala
jenis distonia servikal. Metode ini aman dan efektif pada anak dan remaja. Toksin
ini akan menurunkan spasme dan dapat meregangkan otot yang kaku secara
manual. Beberapa kasus tortikolis dewasa berhasil diatasi dengan toksin
botulinum ini. Akan tetapi, tidak ada bukti ilmiah yang adekuat untuk keamanan
dan efisiensi dari pengobatan modern ini.4
2.6.3 Operasi
Penatalaksanaan operatif dianjurkan untuk anak dengan usia diatas 12-18 bulan
yang tidak berhasil dengan penatalaksanaan secara konservatif atau dijumpai
wajah yang asimetris dan plagiocephaly (Gambar 2.6). Operasi untuk
memanjangkan otot sternokleidomastoideus yang kontraktur dijumpai pada 3%
kasus. Operasi sangat direkomendasikan jika didapati keterbatasan gerakan
sampai 30 derajat serta pada kasus deformitas tulang wajah yang kompleks.4

Gambar 2.6 Penatalaksanaan tortikolis secara operatif 4

Menurut Ling et al, waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 1-4
tahun. Hal ini didasari pada kebanyakan anak-anak dibawah usia 1 tahun respon
terhadap terapi konservatif. Namun demikian, untuk kasus pada dewasa dengan
tortikolis kongenital yang terabaikan, dapat dilakukan reseksi unipolar pada ujung
distal dari otot sternikleidomastoideus. Hasilnya didapati jarak dari gerakan leher
dan kemiringan kepala meningkat dan secara kosmetik tampilannya membaik
(Gambar 2.7).7

Gambar 2.7 Gambaran preoperatif dan postoperatif


pada pasien tortikolis dewasa7

2.7 Prognosis
Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya. Hasil
yang positif didapatkan pada sekitar 90% kasus yang melakukan latihan
peregangan setiap hari dengan cara yang benar. Rekurensinya sekitar diaras 2%.
Faktor prognostik yang negatif didapati pada kasus yang terdapat massa pada
sternokleidomastoideus, rotasi awal dari posisi netral lebih dari 15 derajat, serta
pengobatannya baru dimulai setelah usia satu tahun.4,6
Komplikasi dari operasi adalah cedera nervus aksesorius. Angka relapsnya
mencapai 1.2%. Pada suatu studi didapatkan hasil setelah operasi 88.1% sangat
baik, 8.3% baik, dan 3.6% cukup baik sampai kurang baik. Hasil operasi ini
dipengaruhi oleh usia dan jarak rotasi leher. Waktu yang optimal untuk operasi
adalah antara 1-4 tahun, meskipun hasil yang baik juga didapati pada usia pasien
di atas 10 tahun saat operasi.7

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot
leher terkontraksi disertai perputaran leher.1 Tortikolis dapat terjadi sejak lahir,
congenital muscular torticollis (CMT), atau didapat saat dewasa, acquired
torticollis.7 Kelainan kongenital ini ditandai dengan pemendekan otot
sternokleidomastoideus unilateral.4
Etiologi tortikolis terbagi menjadi etiologi lokal, etiologi kompensasi, dan etiologi
sentral. Patofisiologinya dapat terjadi secara bawaan atau didapat, tergantung dari
penyakit yang mendasarinya.2 Manifestasi klinisnya berupa kepala miring ke arah
yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti anomali tulang, diskitis,
limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian yang fibrosis,
di sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata dan garis bahu
membentuk sudut (normalnya sejajar), perkembangan muka dapat menjadi
asimetris, dan terdapat benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua
caput sternocledomastoideus. Selain dari pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi
USG dan MRI dapat digunakan sebagai penunjang.4,6
Pengobatan tortikolis yang utama adalah terapi konservatif, pada tortikolis
kongenital. Terapi fisik berupa peregangan otot yang dilakukan setiap hari
memiliki dampak yang bagus. Sedangkan, untuk kasus yang gagal dengan terapi
konservatif dapat dilakukan tindakan operasi, tenotomi. Hasil operasi dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien, akan tetapi hal ini sangat dipengaruhi oleh
usia pasien.4,7

DAFTAR PUSTAKA

1.
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta : EGC.
h 1104
2.
Kruer, M.C., et al. Torticollis. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1152543-overview# [Accesed 16th May
2015]
3.

Netter. Interactive Atlas of Human Anatomy. Elsevier. p 91-96

4.
Angoules, et al. 2013. Congenital Muscular Torticollis: An Overview.
Available at http://dx.doi.org/10.4172/2329-9126.1000105 [Accesed 16th May
2015]
5.
The Pediatric Orthopaedic Society of North America. 2015. Torticollis.
Available at http://www.posna.org/education/StudyGuide/torticollis.asp [Accesed
16th May 2015]
6.
Apley, A. Graham dkk. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur. Jakarta :
Widya Medika
7.
Chang et al. 2013. Case report: A Surgical Treatment for Adult Muscular
Torticollis. Hindawi. Available at
http://www.hindawi.com/journals/crior/2013/965693/ [Accesed 16th May 2015]

Anda mungkin juga menyukai