Anda di halaman 1dari 6

I.

Keyword
1. Usia 25 tahun, dengan usia kehamilan 37 minggu
2. G1 P0000 Ab000
3. Keluhan keluar cairan berwarna keruh
4. Pemeriksaan cairan omnion
5. Tidak merasa ada his
6. Mengeluh demam, TD : 120/80 mmHg, N : 98x/menit, RR : 18 x/menit,
T : 37 0C , DJJ : 120 x/menit
7. Pasien tampak tegang, mengalami penurunan konsentrasi, pucat dan
gelisah
8. Jarang kontrol ke Puskesmas
Kata sulit :
- G1 P0000 Ab000
- His kontraksi
- Cairan omnion kantong air/ membran embrional fungsi :

II.

melindungi janin
- DJJ denyut jantung janin
Daftar pertanyaan
1. Berapa usia kehamilan yang dikatakan normal untuk melakukan
2.
3.
4.
5.

persalinan ?

Faktor penyebab keluarnya cairan keruh saat kehamilan ?


Apa penyebab keluarnya cairan berwarna keruh ?
Apa terdapat efek pada janin dan ibu dengan keluarnya cairan berwarna

keruh ?
6. Bagaimana hasil normal pemeriksaan amnion ?
7. Apa saja indikasi pemeriksaan amnion ?
8. Apa fungsi pemeriksaan amnion ?
9. Bagaimana peran perawat pada pemeriksaan amnion ?
10.Apa penyebab pasien tersebut demam ?
11.Apakah keadaan tersebut bisa membahayakan ibu dan janin saat

III.

IV.

persalinan ?
12.Berapakah nilai normal DJJ ? bagaimana cara menghitung DJJ ?
13.Dari keadaan tersebut apa pengaruh terhadap janin ?
14.Tindakan apa yang bisa diberikan dalam keadaan tersebut ?
15.Apa pengaruh terhadap janin jika jarang kontrol ?
16.Alasan mengapa pasien jarang kontrol ?
Pengelompokan
Penyebab ( 3,4,10,16 )
Proses ( 4 )
Akibat ( 5, 11,13, 15 )
Pemeriksaan ( 1, 6, 7, 8, 12 )
Tindakan (9, 14 )
Hipotesa
Penyebab ( 3,4,10,16 )
- 3 : penyebab keluarnya cairan biasanya akan melahirkan
-

tergantung pada usia kehamilan. Keadaan-keadaan lain misal jatuh.


4 : warna : hijau : misal ada infeksi
Merah : perdarahan

10 : kemungkinan terjadi infeksi dan inflamasi sehingga timbul respon


tubuh demam
Ketuban pecah stress transduksi sinyal simpatis mengaktifkan

hipotalamus suhu meningkat


16 : mungkin merasakan tubuhnya baik-baik saja, jarak puskesmas

jauh, dst
Proses ( 4 )
Akibat ( 5, 11,13, 15 )
- 5 : cairan merembes mulai waktu pagi kemarin, kemungkinan cepat
habis tidak bisa melumasi saat persalinan efek pada ibu
Bayi tidak bisa keluar efek pada bayi
Ketuban pecah port de entry infeksi pada janin bayi lahir
abnormal
Jika cairan amnion habis rongga amnion menyusut pergerakan
-

bayi terbatas
11 : demam membahayakan jika tidak segera ditangani
13 : (keyword 7) ibu hamil tidak boleh terlalu tegang TD meningkat
membahayakan ibu dan janin
Gelisah, pucat dan penurunan konsentrasi proses mengejan tidak

bisa maksimal
- 15 : tidak bisa mengetahui perkembangan janin
Pemeriksaan ( 1, 6, 7, 8, 12 )
- 1 : N : 36 mgg post date : 40 mgg pr
- 6 : warna : jernih, ph :kurang lebih 7, konsistensi : sedang-sedang , isi
kandungan omnion pr
- 7 : jika ditemukan keluar cairan tanpa ada his
- 8 : mengetahui keabnormalan cairan amnion
- 12 : nilai DJJ Normal :?..cara hitung DJJ : ?
Tindakan (9, 14 )
- 9 : membantu persiapan pasien, persiapan alat dan tempat
- 14 : memberi dukungan pada pasien, dirujuk ke dokter

Diagnosa medis : Premature Rupture of Membrane


SLO :
1. Definisi dan klasifikasi
2. Etiologi dan faktor resiko
3. Patofisiologi
4. Manifestasi klinis
5. Pemeriksaan diagnostik
6. Penatalaksanaan medis
7. Komplikasi
8. Asuhan keperawatan
DS:
1. Pasien
2. Pasien
3. Pasien
4. Pasien
5. Pasien

mengatakan keluar cairan


mengatakan tidak berani aktivitas dst
mengeluh demam
tidak merasakan adanya his
mengatakan jarang kontrol ke puskesmas

6. Usia 25 tahun
DO :
1. G1 P0000 Ab000
2. UK 37 minggu
3. Hasil TTV
4. DJJ 120 X/men
5. Hasil pemeriksaan amnion
6. Pasien tampak tegang dst
Diagnosa keperawatan :
1. Risiko gangguan hubungan ibu / janin bd penyulit kehamilan (ketuban
pecah dini)
Ds : 1, 4
Do : 1,2,4,5
2. Ansietas
Ds : 2, 1, 4,5
Do :6, 2, 1
3. Risiko infeksi
Ds : 1, 3
Do : 3, 5

Premature Rupture Of Membrane


1. Klasifikasi
a. Ketuban pecah dini saat preterm yaitu KPD pada usia < 37 minggu
Insiden : 2-4 % dari kehamilan tunggal dan 7-10 % dari kehamilan
kembar
Ketuban pecah dini usia < 37 minggu dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
- Ketuban pecah dini pada kehamilan > 35 minggu
- Ketuban pecah dini pada kehamilan 32-35 minggu
- Ketuban pecah dini pada kehamilan < 32 minggu
b. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm ( usia cukup bulan ) > 37

minggu
Insiden : 8-10 % dari kehamilan cukup bulan
( Errol Norwitz, 2007 )
2. Faktor resiko
Meskipun banyak publikasi tentang ketuban pecah dini (KPD), namun
penyebabnya secara langsung masih belum diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor
yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor
yang lebih berperan sulit diketahui (Sualman, 2009). Faktor-faktor
predisposisi itu antara lain adalah:
a. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).

Korioamnionitis

adalah

keadaan pada perempuan hamil dimana korion, amnion dan cairan

ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi


paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis
(Sarwono, 2008). Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan

viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi


maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah
disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik (Sualman, 2009).
Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan
amnionitis.

Selain

Staphylococcus

itu

Bacteroides

epidermidis

adalah

fragilis,

Lactobacilli

bakteri-bakteri

yang

dan
sering

ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteribakteri

tersebut

menyebabkan

dapat

kontraksi

melepaskan
uterus.

Hal

mediator
ini

inflamasi

menyebabkan

yang
adanya

perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban


(Sualman, 2009).
Jika terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya untuk
melahirkan janin sebaiknya pervaginam. Sayangnya, satu-satunya
indikator yang andal untuk menegakkan diagnosis ini hanyalah
demam; suhu tubuh 38C atau lebih, air ketuban yang keruh dan
berbau yang menyertai pecah ketuban yang menandakan infeksi
b.

(Cunningham, 2006).
Infeksi genitalia
Meskipun chlamydia trachomatis adalah patogen bakteri paling umum
yang ditularkan lewat hubungan seksual, tetapi kemungkinan pengaruh
infeksi serviks oleh organisme ini pada ketuban pecah dini dan
kelahiran preterm belum jelas. Pada wanita yang mengalami infeksi ini
banyak mengalami keputihan saat hamil juga mengalami ketuban
pecah

dini

kurang

dari

satu

jam

sebelum

persalinan

dan

mengakibatkan berat badan lahir rendah (Cunningham, 2006).


Infeksi akut yang sering menyerang daerah genital ini termasuk herpes
simpleks dan infeksi saluran kemih (ISK) yang merupakan infeksi paling
umumyang mengenai ibu hamil dan sering menjadi faktor penyebab
pada kelahiran preterm dan bayi berat badan rendah. Pecah ketuban
sebelum persalinan pada preterm dapat berhubungan dengan infeksi
maternal. Sekitar 30% persalinan preterm disebabkan oleh infeksi dan
mendapat komplikasi dari infeksi tersebut (Chapman, 2006).
c. Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia),
didasarkan

pada

mempertahankan

adanya

ketidakmampuan

kehamilan.

serviks

Inkompetensi

uteri

serviks

untuk
sering

menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini


dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti septum
uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari
trauma bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop
elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan
atau laserasi obstetrik (Sarwono, 2008)
d. Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah dini.
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari
frekuensi yang lebih dari 3 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami
diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50% memicu
terjadinya

ketuban

pecah

dini,

pemeriksaan

dalam,

maupun

amnosintesis dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini


karena biasanya disertai infeksi. Kelainan letak janin misalnya letak
lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran
bagian bawah (Sualman, 2009).
e. Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Primipara
adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik
mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang mengalami ketuban pecah
dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil,
gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan akan
f.

kehamilan (Cunninghan, 2006).


Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini
secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen
dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan
ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita
yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang
persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah
mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya
kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami
ketuban pecah dini sebelumnya, karena komposisi membran yang
menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun

pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006).


g. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya hidramnion dan gemeli.
h. Usia ibu yang 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan
keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan

mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia 35 tahun


tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu
primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini
3. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Lab :
a. Pemeriksaan Alpha- Fetoprotein ( AFP ). Konsentrasinya tinggi di dalam
cairan amnion tetapi tidak di semen dan urin
b. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur urin
c. Tes pakis
d. Tes lakmus ( Nitrazine test )
4. Penatalaksanaan
Bila penatalaksanaan dari yang telah disebutkan terdapat kontraindikasi
maka segera lahirkan janin ( antibiotik untuk karioamnionitis ; profilaksis
SGB intrapartum jika di indiksikan )
Kontraindikasinya antara lain :
- Gawat janin
- Perdarahan pervaginam tanpa diketahui penyebabnya
- Proses melahirkan aktif
- Korioamnionitis
( Errol Norwitz, 2007 )
Referensi :
Norwitz, Errol. 2007. Obstetry and Ginecology. Jakarta : EMS

Anda mungkin juga menyukai