Anda di halaman 1dari 15

TRIGER

Ny.P , usia 25 tahun , G 1P0000 Ab000 , usia kehamilan 37 minggu datang ke rumah
sakit dengan keluhan keluar cairan berwarna keruh merembes dari jalan lahir
sejak kemarin pagi. Pasien mengatakan sejak keluar cairan darijalan lahir Ny.
Ptidak berani beraktivitas berat. Pasien hanya tiduran sepanjang hari. Pasien
mengeluh badannya demam. Saat di rumah sakit hasil pemeriksaan perawat
didapat

TD

120/80

mmHg,

RR:

18x/menit,

N:

98x/menit

T:

37 OC,

DJJ:120x/menit.Pasien tidak merasa adanya his. Hasil pemeriksaan amnion


menunjukkan pH netral dan warnanya keruh. Pasien tampak tegang, penurunan
konsentrasi, pucat dan gelisah. Berdasar anamnesa pasien mengatakan jarang
kontrolkehamilan ke puskesmas
I.Keyword
1. Usia 25 tahun, dengan usia kehamilan 37 minggu
2. G1 P0000 Ab000
3. Keluhan keluar cairan berwarna keruh
4. Pemeriksaan cairan omnion
5. Tidak merasa ada his
6. Mengeluh demam, TD : 120/80 mmHg, N : 98x/menit, RR : 18 x/menit,
T : 37 0C , DJJ : 120 x/menit
7. Pasien tampak tegang, mengalami penurunan konsentrasi, pucat dan
gelisah
8. Jarang kontrol ke Puskesmas
Kata sulit :
- G1 P0000 Ab000
- His kontraksi
- Cairan omnion kantong air/ membran embrional fungsi :

II.

melindungi janin
- DJJ denyut jantung janin
Daftar pertanyaan
1. Berapa usia kehamilan yang dikatakan normal untuk melakukan
2.
3.
4.
5.

persalinan ?

Faktor penyebab keluarnya cairan keruh saat kehamilan ?


Apa penyebab keluarnya cairan berwarna keruh ?
Apa terdapat efek pada janin dan ibu dengan keluarnya cairan berwarna

keruh ?
6. Bagaimana hasil normal pemeriksaan amnion ?
7. Apa saja indikasi pemeriksaan amnion ?
8. Apa fungsi pemeriksaan amnion ?
9. Bagaimana peran perawat pada pemeriksaan amnion ?
10.Apa penyebab pasien tersebut demam ?
11.Apakah keadaan tersebut bisa membahayakan ibu dan janin saat
persalinan ?
12.Berapakah nilai normal DJJ ? bagaimana cara menghitung DJJ ?
13.Dari keadaan tersebut apa pengaruh terhadap janin ?

III.

IV.

14.Tindakan apa yang bisa diberikan dalam keadaan tersebut ?


15.Apa pengaruh terhadap janin jika jarang kontrol ?
16.Alasan mengapa pasien jarang kontrol ?
Pengelompokan
Penyebab ( 3,4,10,16 )
Proses ( 4 )
Akibat ( 5, 11,13, 15 )
Pemeriksaan ( 1, 6, 7, 8, 12 )
Tindakan (9, 14 )
Hipotesa
Penyebab ( 3,4,10,16 )
- 3 : penyebab keluarnya cairan biasanya akan melahirkan
-

tergantung pada usia kehamilan. Keadaan-keadaan lain misal jatuh.


4 : warna : hijau : misal ada infeksi
Merah : perdarahan
10 : kemungkinan terjadi infeksi dan inflamasi sehingga timbul respon
tubuh demam
Ketuban pecah stress transduksi sinyal simpatis mengaktifkan

hipotalamus suhu meningkat


16 : mungkin merasakan tubuhnya baik-baik saja, jarak puskesmas

jauh, dst
Proses ( 4 )
Akibat ( 5, 11,13, 15 )
- 5 : cairan merembes mulai waktu pagi kemarin, kemungkinan cepat
habis tidak bisa melumasi saat persalinan efek pada ibu
Bayi tidak bisa keluar efek pada bayi
Ketuban pecah port de entry infeksi pada janin bayi lahir
abnormal
Jika cairan amnion habis rongga amnion menyusut pergerakan
-

bayi terbatas
11 : demam membahayakan jika tidak segera ditangani
13 : (keyword 7) ibu hamil tidak boleh terlalu tegang TD meningkat
membahayakan ibu dan janin
Gelisah, pucat dan penurunan konsentrasi proses mengejan tidak

bisa maksimal
- 15 : tidak bisa mengetahui perkembangan janin
Pemeriksaan ( 1, 6, 7, 8, 12 )
- 1 : N : 36 mgg post date : 40 mgg pr
- 6 : warna : jernih, ph :kurang lebih 7, konsistensi : sedang-sedang , isi
kandungan omnion pr
- 7 : jika ditemukan keluar cairan tanpa ada his
- 8 : mengetahui keabnormalan cairan amnion
- 12 : nilai DJJ Normal :?..cara hitung DJJ : ?
Tindakan (9, 14 )
- 9 : membantu persiapan pasien, persiapan alat dan tempat
- 14 : memberi dukungan pada pasien, dirujuk ke dokter

Diagnosa medis : Premature Rupture of Membrane

SLO :
1. Definisi dan klasifikasi
2. Etiologi dan faktor resiko
3. Patofisiologi
4. Manifestasi klinis
5. Pemeriksaan diagnostik
6. Penatalaksanaan medis
7. Komplikasi
8. Asuhan keperawatan
DS:
1. Pasien mengatakan keluar cairan
2. Pasien mengatakan tidak berani aktivitas dst
3. Pasien mengeluh demam
4. Pasien tidak merasakan adanya his
5. Pasien mengatakan jarang kontrol ke puskesmas
6. Usia 25 tahun

DO :
1. G1 P0000 Ab000
2. UK 37 minggu
3. Hasil TTV
4. DJJ 120 X/men
5. Hasil pemeriksaan amnion
6. Pasien tampak tegang dst
Diagnosa keperawatan :
1. Risiko gangguan hubungan ibu / janin bd penyulit kehamilan (ketuban
pecah dini)
Ds : 1, 4
Do : 1,2,4,5
2. Ansietas
Ds : 2, 1, 4,5
Do :6, 2, 1
3. Risiko infeksi
Ds : 1, 3
Do : 3, 5

1. DEFINISI dan KLASIFIKASI


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu 1 jam sebelum terjadi inpartu. Waktu sejak ketuban
pecah sampai terjadinya kontraksi rahim disebut periode laten. Hal ini bisa
membahayakan karena dapat terjadi infeksi asenden intrauterine. (Manuaba,
2009)
Klasifikasi
a. Ketuban pecah dini saat preterm yaitu KPD pada usia < 37 minggu
Insiden : 2-4 % dari kehamilan tunggal dan 7-10 % dari kehamilan
kembar
Ketuban pecah dini usia < 37 minggu dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
- Ketuban pecah dini pada kehamilan > 35 minggu
- Ketuban pecah dini pada kehamilan 32-35 minggu
- Ketuban pecah dini pada kehamilan < 32 minggu
b. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm ( usia cukup bulan ) > 37

minggu
Insiden : 8-10 % dari kehamilan cukup bulan
( Errol Norwitz, 2007 )
PROM diklasifikasikan berdasarkan usia kehamilan :
Preterm PROM PROM yang terjadi setelah 28 minggu usia kehamilan

dan sebelum 37 minggu


Term PROM PROM yang terjadi setelah 37 minggu usia kehamilan,
termasuk kasus post-term yang terjadi setelah 40 minggu

Preterm dan term PROM akan diklasifikasikan lagi menjadi :

Early PROM cairan telah keluar selama <12 jam


Prolonged PROM cairan telah keluar selama 12 jam atau lebih

2. ETIOLOGI dan FAKTOR RISIKO


Penyebab KPD menurut Mansjoer (1999) belum diketahui. Namun dikatakan
pula bahwa faktor predisposisi KPD antara lain infeksi genetalia, serviks
inkompeten, gemeli, hidramnion, kehamilan preterm, dan disporposi sefalo
pelvik.
Meskipun banyak publikasi tentang ketuban pecah dini (KPD), namun
penyebabnya secara langsung masih belum diketahui dan tidak dapat

ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang


berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor yang lebih
berperan sulit diketahui (Sualman, 2009). Faktor-faktor predisposisi itu antara
lain adalah:
a. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis). Korioamnionitis adalah keadaan
pada perempuan hamil dimana korion, amnion dan cairan ketuban terkena
infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi
ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis (Sarwono, 2008).

Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila


jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan
menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas
enzim kolagenolitik (Sualman, 2009).
Grup B streptococcus mikroorganisme

yang

sering

menyebabkan

amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan Staphylococcus


epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan
ketuban

pada

kehamilan

preterm.

Bakteri-bakteri

tersebut

dapat

melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal


ini menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan
pecahnya selaput ketuban (Sualman, 2009).
Jika terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya untuk
melahirkan

janin

sebaiknya

pervaginam.

Sayangnya,

satu-satunya

indikator yang andal untuk menegakkan diagnosis ini hanyalah demam;


suhu tubuh 38C atau lebih, air ketuban yang keruh dan berbau yang
b.

menyertai pecah ketuban yang menandakan infeksi (Cunningham, 2006).


Infeksi genitalia
Meskipun chlamydia trachomatis adalah patogen bakteri paling umum
yang ditularkan lewat hubungan seksual, tetapi kemungkinan pengaruh
infeksi serviks oleh organisme ini pada ketuban pecah dini dan kelahiran
preterm belum jelas. Pada wanita yang mengalami infeksi ini banyak
mengalami keputihan saat hamil juga mengalami ketuban pecah dini
kurang dari satu jam sebelum persalinan dan mengakibatkan berat badan
lahir rendah (Cunningham, 2006).
Infeksi akut yang sering menyerang daerah genital ini termasuk herpes
simpleks dan infeksi saluran kemih (ISK) yang merupakan infeksi paling
umumyang mengenai ibu hamil dan sering menjadi faktor penyebab pada
kelahiran preterm dan bayi berat badan rendah. Pecah ketuban sebelum
persalinan pada preterm dapat berhubungan dengan infeksi maternal.

Sekitar 30% persalinan preterm disebabkan oleh infeksi dan mendapat


komplikasi dari infeksi tersebut (Chapman, 2006).
c. Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan
pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk mempertahankan
kehamilan.

Inkompetensi

serviks

sering

menyebabkan

kehilangan

kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan


kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan bikornis. Sebagian
besar kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada serviks pada
konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks
pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik (Sarwono, 2008)
d. Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah dini.
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari
frekuensi yang lebih dari 3 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas
dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50% memicu
terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya
disertai infeksi. Kelainan letak janin misalnya letak lintang, sehingga tidak
ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah (Sualman, 2009).
e. Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Primipara adalah
wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu
bertahan hidup. Ibu primipara yang mengalami ketuban pecah dini
berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan
fisiologis
f.

seperti

emosi

dan

termasuk

kecemasan

akan

kehamilan

(Cunninghan, 2006).
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini
secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam
membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban
pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang
mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang persalinan
maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban
pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari
pada wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebelumnya,
karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan
kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya (Cunningham,
2006).

g. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi


uterus) misalnya hidramnion dan gemeli.
h. Usia ibu yang 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan
keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan
mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia 35 tahun
tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu
i.

primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini.


Defisiensi asam askorbat dan vitamin C
Kekurangan asam askorbat dan vitamin C dapat menyebabkan
pembentukan kolagen pada selaput ketuban yang tidak bagus, sehingga
selaput ketuban yang terbentuk tidak maksimal dan mudah pecah.

3. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)
4. MANIFESTASI KLINIS

Keluar ketuban warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau / kecoklatan

sedikit / banyak
Dapat di sertai demam bila sudah ada infeksi
Janin mudah teraba, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada , air ketuban sudah kering
Inspeksikula, tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan
air ketuban ketuban sudah kering ( arief mansjoer, dkk,2001 : 310 )

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Lab :
a. Pemeriksaan Alpha- Fetoprotein ( AFP ). Konsentrasinya tinggi di dalam
cairan amnion tetapi tidak di semen dan urin
b. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur urin
c. Tes pakis
Dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan Kristal cairan amnion dan
gambaran daun pakis.
d. Tes lakmus ( Nitrazine test )
Jika kertas lakmus erah berubah menjadi biru, menunjukkan adanya air
ketuban (alkali), Ph ait ketuban adalah 7-7,5 , darah dan infeksi vagina
adapat menghasilkan tes yang positif palsu.
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri.Pada kasus ketuban pecah dini terlihat jumlah air ketuban yang
sedikit (oligohidramnion/ anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan
hasil

anamnesa

dari

pasien

bisa

menegakkan

diagnosis,

tapi

bukan

menegakkan diagnosisi rupturnya membran fetal. USG dapat mengidentifikasi


kehamilan ganda, janin yang tidak normal atau melokalisasi kantong cairan
amnion pada amniosentesisdan sering digunakan dalam mengevaluasi janin.
Pemeriksaan USG bergunauntuk menegakkan diagnosis KPD.
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Kortikosteroid
Menekan morbiditas dan mortalitas perinatal pasca ketuban pecah dini
preterm, menurunkan terjadinya sindrom distres pernafasan, hemoraghi
intraventrikular, enterokolitis dan ekrotikans. Rekomendasi sebagian besar
menggunakan betametasone IM 12 mg/ 24 jam selama 2 hari. National
Institute of Health merekomendasikan kortikosteroid sebelum masagestasi
30-33 minggu dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra
amniotik. Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi 34 minggu masih
kontroversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada bukti imaturitas paru
melalui pemeriksaan amniosentesis.
b. Agen Tokolitik
Memperpanjang periode latensi tetapi tidak memperbaiki luaran neonatal.
Pemberian jangkapanjang tidak diperkenankan.
c. Antibiotik
Menekan infeksi neonatal dan memperpanjang periode latensi.Sejumlah
antibiotik yang digunakan ialah ampisilin 2 gr dengan kombinasi erotromisin
250 mg tiap 6 jam selama 48 jam, diikuti amoksisilin 250 mg dengan
eritromisin 333 mg tiap 8 jamuntuk 5 hari. Pasienyang mendapat kombinasi
ini dimungkinkan dapat mempertahankan kandungan selamatiga minggu
setelah penghentian pemberian antibiotik selama tujuh hari.
Penatalaksanaan berdasarkan masa gestasinya :
< dari 37 minggu

>dari 37 minggu

Infeksi

Tidak ada

Infeksi

Amoxilin

Diberikan

infeksi
Diberikan
penicillin,

eritromicin

gentamicin, dan

untuk 7 hari

metronidazol
Lahirkan
bayi

Steroid
untuk
pematangan

penicillin,

Tidak
ada Infeksi
Lahirkan
bayi

gentamicin, dan
metronidazol
Lahirkan
bayi

Berikan
penicillin
ampicillin

atau

paru
Antibiotika Setelah Persalinan
Profilaksis
Infeksi
Stop
Lanjutkan
antibiotik

untuk
jam

Tidak ada infeksi


Tidak perlu antibiotik

24-48
setelah

bebas pana
7. KOMPLIKASI

Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala infeksi, tetapi janin mungkin
sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi
sebelum gejala pada ibu dirasakan, Jadi akan meninggikan mortalitas dan

morbiditas perinatal.
Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi, apalagi bila terlalu
sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis
(nifas) dan peritonits. Ibu Akan merasa lelah karena terbaring ditempat
tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan

nampaklah gejala-gejala infeksi.


8. ASUHANKEPERAWATAN
Pengkajian
1) Identitas klien
Nama
: Ny.P
Usia
: 25 tahun
Jenis Kelamin
: perempuan
Usia kehamilan
: 37 minggu
2) Status kesehatan saat ini
Keluhan utama
: keluar cairan berwarna keruh merembes dari
jalan lahir
Lama keluhan
: >24 jam (sejak kemarin pagi)
Kualitas keluhan
: berat
Faktor pencetus
: tidak diketahui secara pasti
Faktor pemberat
: terlambat dibawa ke RS
Diagnose medis
: KPD
3) Riwayat kesehatan saat ini
Pasien datang ke RS dengan keluhan keluar cairan berwarna keruh
merembes dari jalan lahir sejak kemarin pagi. Pasien mengatakan tidak
berani beraktivitas berat sejak keluarnya cairan. Pasien mengeluh
badannya demam dan tidak merasakan his. Pasien tampak tegang,
penurunan konsentrasi, pucat, dan gelisah.
4) Pemeriksaan fisik
Kesadaran : composmentis
TTV

TD
: 120/80 mmHg
N
: 98 x/menit
RR
: 18 x/menit
T
: 37 derajat celcius
DJJ
: 120 x/menit
5) Hasil pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan cairan amnion
: pH netral dan warnanya keruh
Analisa Data
N
o.
1
.

Pengelompoka
n Data
DS

mengatakan

Etiologi

pasien
keluar

Faktor
infeksi/serviks

Diagnnosa
risiko

inkompeten

cairan berwarna keruh

/dlldilatasi serviks berlebih

dari jalan lahir , pasien

selaput krtuban menonjol

tidak

danmudah pecah KPD

merasakan

Keperawatan
Risiko
gangguan hubungan
ibu/janin

air ketuban keluar risiko

adanya his.
DO : G1P0000 Ab000

terjadi

gangguan

pada

UK: 37 minggu, DJJ :

kehamilan risiko gangguan

120x/menit,

hubungan ibu/janin

hasil

pemeriksaan amnion :
2
.

Ph netral, warna keruh


DS
:
pasien
mengatakan

Ansietas
perubahan

cairan berwarna keruh

/dlldilatasi serviks berlebih

kesehatan

dari jalan lahir, pasien

selaput krtuban menonjol

mengatakan

sejak

danmudah pecah KPD

keluar cairan dari jalan

air ketuban terlalu banyak

lahir Ny. P tidak beran

yang keluar kecemasan ibu

berkativitas

terhadap keselamatan janin

berat,
tiduran

sepanjang hari, pasien


tidak merasa adanya
his,

pasien

mengatakan

jarang

kontrol

kehamilannya

ke puskesmas
DO : G1P0000 Ab000
,

UK:

37

minggu,

infeksi/serviks

risiko

inkompeten

hanya

keluar

Faktor

dan dirinya ansietas

b.d
status

pasien tampak tegang,


penurunan
konsentrasi, pucat dan
3

gelisah
DS

pasien

mengatakan

keluar

infeksi

proses

biomekanik

bakteri

cairan berwarna keruh

mengeluarkan

dari jalan lahir, pasien

proteolitik sel ketuban tipis

mengeluh

dan mudah pecah KPD

badannya

demam
DO

Tidak
:

TD

120/80 mmHg
18x/menit
98x/menit

Risiko Infeksi

enzim

adanya

pelindung

dunia luar

RR =
N

T= 37OC

DJJ = 120 x/menit, hasil


pemeriksaan amnion :
Ph netral, warna keruh
Rencana Keperawatan
N
o.
1
.

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Intervensi

Keperawatan
Risiko

Hasil
Setelah dilakukan tindakan

Keperawatan
NIC : Intrapartal Care

gangguan

keperawatan 1x24 jam tidak

1. Ajarkan

hubungan ibu/janin

terjadi risiko gangguan

dalam,

hubungan ibu /janin dengan


kriteria hasil :
NOC : Fetal status :

visualisasi
Lakukan

3.

vaginal
Tetap lakukanauskultasi

cairan

amnion
( putih agak

pengkajian

30-60 menit sekali


4.
Kolaborasi pemberian
analgetik

untukmeningkatkan

120-160
x/menit
Warn

dan

terutama pada DJJ setiap

tor
DJJ ->

relaksasi,

nafas

2.

intraparum
Indika

teknik

kenyamanan
5. Observasi efek medikasi
6.

terhadap ibu dan janin


Auskultasi DJJ setelah

7.

pemeriksaan amnion
Evaluasi kembali posisi

janin

keruh atauu
sesuai UK)
jumla
h

8.

setelah

pemeriksaan amnion
Dokumentasi
karakteristik

cairan

cairan,

amnion

setelah

(1000-1500

secara berkala

ml

pd

terjadi

DJJ
KPD

UK

aterm)

2 Ansietas
.

perubahan
kesehatan

b.d
status

Setelah dilakukan tindakan

NIC : Anxiety reduction


1. Kaji
tanda-tanda

keperawatan 1x6 jam tingkat

ansietasbaik

ansietas klien menurun

maupunnon verbal
2. Anjurkan supaya keluarga

dengan kriteria hasil :

tetap

berada

di

dekat

klien
3. Berikan semua informasi

NOC : Anxiety level


Indik

verbal

ator

yang

akurat

mengenai

diagnosis,terapi

dan

prognosanya

Gelisa

Pucat
Penur

NIC : Relaxation teraphy


1. Ciptakan suasana tenag ,

bebas
dari
gangguan

unan
konsentrasi

dengan penerangan yang


cukup dan suhu ruangan
yang nyaman
2. Demonstrasikan

dan

lakukan teknik relaksasi


bersama dengan klien
3. Kembangkan tipe teknik
relaksasi

yang

dapat

digunakan oleh klien


4. Evaluasi
dan
dokumentasi
3
.

Risiko
Infeksi

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3x24
jam resiko infeksi pada klien

respon

terhadap terapi relaksasi


NIC : Infection Control
1. Lakukan
sebelum

cuci
dan

tangan
sesudah

dengan criteria hasil:

tindakan
2. Dengan

NOC : Risk control : Infection

dengan

dopler 1-4 jam


3. Jangan
terlalu

Process
Indik

ator
Tida
k

DJJ

ada

melakukan

pemeriksaan

pervagina
4. Kolaborasikan
dokter

sering

dengan
pemberian

antibiotic
5. Gunakan

tandatanda

sabun

antimikroba, bila perlu


6. Batasi pengunjung, bila

infeksi
Kead

aan umum
klien baik
Pers
alinan
normal

perlu
7. Anjurkan

meningkatkan

intake nutrisi
8. Anjurkan meningkatkan
intake cairan
9. Ajarkan tanda dan gejala
infeksi

Daftar Pustaka
Departeman Kesehatan. 1996. Kedaruratan Kebidanan Buku Ajar Untuk
Program Pendidikan Bidan. Jakarta : Penerbit Departemen Kesehatan.
Kumboyo,Doddy A, dkk. 2001. Standar Pelayanan Medik SMF Obstetri dan
Ginekologi. RSU Mataram. Mattaram
Manuaba, ida bagus Gde.2007. pengantar kuliah obstruksi. Jakarta: EGC
Medina, Tanya M and Hill D. Ashley. 2006. Preterm Premature Rupture of
Membrane: Diagnosis and Management. American Familiy Physician. Orlando
Florida.
Norwitz, Errol. 2007. Obstetry and Ginecology. Jakarta : EMS
Prawihardjo, S, dkk. 2001. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Ratnawati S, dkk.2010. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Hamil Dengan
Kejadian Ketuban Pecah Dini Di URJ Dr. Soetomo Surabaya, Jurnal Penelitian
Kesehatan Suara Forikes Vol I No. 3 Juli 2010 issn: 2086-3098

PBL

LAPORAN KELOMPOK 6
COLLABORATIVE LEARNING
PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANE

Disusun oleh :
Heri Eny Suryani

115070200111013

Arfianita Ramadhani

115070200111015

Dwi Handayani Sundoro

115070200111017

Triana Novitasari

115070201111027

Rika Ayu Kusuma Hasyim

115070201111029

Trian Agus Hartanto

115070200111001

Edwina Narulita Sari A

115070200111005

Ade Rumondang Megawati H

115070201111003

Eka Fitri Cahyani

115070201111001

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

Anda mungkin juga menyukai