PENDAHULUAN
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan, bukan
oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena
dan kapiler. Perdarahan intraserebral merupakan 10% dari semua jenis stroke, tetapi
persentase kematian lebih tinggi disebabkan oleh stroke. Sekitar 60% terjadi di
putamen dan kapsula interna, dan masing-masing 10% pada substansia alba, batang
otak, serebelum dan talamus. Pada usia 60 tahun, PIS lebih sering terjadi dibandingkan
subarachnoid hemorrhage (PSA). 1
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau
amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan perdarahan sementara. Pada
beberapa orangtua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di
arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat
menyebabkan perdarahan. 1
Umumnya tidak banyak penyebabnya, termasuk ketidaknormalan pembuluh
darah yang ada ketika lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis),
gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi.
Gangguan perdarahan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian
dari perdarahan intraserebral.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang
disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dalam dapat
terjadi di bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di
ruang antara otak dan selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi
hanya pada satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi
pada struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep
intracerebral hemorrhage).1
B. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20 kasus
per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan intraserebral
lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun,
dan dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang. Selama periode
20 tahun studi The National Health and Nutrition Examination Survey Epidemiologic
menunjukkan insiden perdarahan intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per
100.000, dua kali insiden orang kulit putih. Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan
tingkat pendidikan berhubungan dengan perbedaan risiko. Peningkatan risiko terkait
dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah mungkin terkait dengan kurangnya
kesadaran akan pencegahan primer dan akses ke perawatan kesehatan. Insiden
perdarahan intraserebral di Jepang yaitu 55 per 100.000 jumlah ini sama dengan orang
2
kulit hitam. Tingginya prevalensi hipertensi dan pengguna alkohol pada populasi
Jepang dikaitkan dengan insiden. Rendahnya observasi kadar kolesterol serum pada
populasi ini juga dapat meningkatkan resiko perdarahan intraserebral. Usia rata-rata
pada umur 53 tahun, interval 40 75 tahun. Insiden pada laki-laki sama dengan pada
wanita. Angka kematian 60 90 %.1,2
C. ANATOMI
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi
neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar
1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50%
glukosa yang ada di dalam darah arterial. Otak harus menerima lebih kurang satu liter
darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat
istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah
arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan
darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum anterior. Yang
kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut
sebagai sirkulasi arteri cerebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri cerebrum
anterior bertemu dengan sirkulasi arteri cerebrum posterior membentuk suatu sirkulus
willisi.
D. ETIOLOGI
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral
spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan
diskrasia darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis,
pengobatan dengan antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau
trombositopenia, serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :3,4,13
1. Hipertensi
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang
memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur
intima dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan
mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan
aneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang
pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.
2. Cerebral Amyloid Angiopathy
Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik
ditandai oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika
adventisia pada arteri kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri
yang terkena biasanya adalah arteri-arteri kortical superfisial dan arteri-arteri
leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di daerah subkortikal lobar
ketimbang daerah basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding arteri
menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan intraserebral.
5
diikuti adanya edema dalam jaringan otak di sekitar hematom. Akibatnya terjadi
diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan edema pada struktur sekitar,
termasuk pembuluh darah otak dan penyempitan atau penyumbatannya sehingga
terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya, maka gejala klinis yang timbul
bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi pembuluh darah otak / iskemia dan
akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.4
F. GEJALA KLINIS
Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi
darah di dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur
sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut. Biasanya
disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan
derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan
minimal terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan
dengan adanya perluasan perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan
prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya bervariasi.
Tetapi hanya 36% kasus yang disertai dengan sakit kepala sedang muntah didapati pada
44% kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan PIS,
sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung diagnosis PIS atau perdarahn
subarakhnoid sebab hanya 10% kasus stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang
jarang dijumpai pada saat onset PIS.5
G. PEMERIKSAAN FISIK
Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus PIS. Tingginya frekuensi
hipertensi berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi
sistemik seperti hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus
okuli pada kasus yang diduga PIS mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya
tanda-tanda retinopati hipertensif dan mencari adanya perdarahan subhialoid (adanya
darah di ruang preretina, yang merupakan tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid)
yang mempunyai korelasi dengan ruptur aneurisma. Kaku kuduk terdapat pada 48%
kasus PIS. 5,6
Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah
lesi, sedang pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal
mata dengan deviation conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat
kelumpuhan gerak mata atas (upward gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan
kedua mata melihat ke arah hidung. Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak
horisontal mata dengan ocular bobbing. 5,6
Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus
maka pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan
berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi
pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga
sering dijumpai pada herniasi transtentorial. Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint
pupils bilateral tetapi masih terdapat reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca
pembesar.5,6
8
lalukoma, variasi respirasi, pupil tak berreaksi yang berdilatasi, hilangnya gerak
ekstra-okuler, postur motor abnormal, dan respons Babinski bilateral.6
Gejala muntah terjadi hampir setengah daripada penderita. Sakit kepala adalah
gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah perdarahan yang
banyak, penderita dapat segera masuk kepada kondisi stupor dengan hemiplegi dan
kondisi penderita akan tampak memburuk dengan berjalannya masa. Walau
bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh dengan sakit kepala atau
gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam waktu beberapa menit wajah
penderita akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel atau aphasia, lemas tangan
dan tungkai dan bola mataakan cenderung berdeviasi menjauhi daripada ekxtremitas
yang lemah. Hal ini terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam di mana
sangat kuat mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi
semakin memburuk dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya
dapat muncul unilateral dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi
flaksid, stimulasi nyeri menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan tingkat
kesadaran stupor. Karekteristik tingkat keparahan paling parah adalah dengan tanda
kompresi batang otak atas (koma); tanda Babinski bilateral; respirasi dalam,
irregular atau intermitten; pupil dilatasi dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan
biasanya adanya kekakuan yang deserebrasi.6
10
2. Thalamic Hemorrhage
Sindroma klinis akibat perdarahan talamus sudah dikenal. Umumnya
perdarahan talamus kecil menyebabkan defisit neurologis lebih berat dari
perdarahan putaminal. Seperti perdarahan putaminal, hemiparesis kontralateral
terjadi bila kapsula internal tertekan. Namun khas dengan hilangnya hemisensori
kontralateral yang nyata yang mengenai kepala, muka, lengan, dan tubuh.
Perluasan perdarahan ke subtalamus dan batang otak berakibat gambaran okuler
klasik yaitu terbatasnya gaze vertikal, deviasi mata kebawah, pupil kecil namun
11
bereaksi baik atau lemah. Anisokoria, hilangnya konvergensi, pupil tak bereaksi,
deviasi serong, defisit lapang pandang, dan nistagmus retraksi juga tampak.
Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan sisi kanan dan gangguan bicara
yang berhubungan dengan lesi sisi kiri tidak jarang terjadi. Nyeri kepala terjadi
pada 20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat terjadi akibat penekanan jalur CSS.6
12
13
14
5. Perdarahan Lober
Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan Davis. Hipertensi
kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien yang koma saat datang.
Perdarahan oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar mata ipsilateral dan
hemianopsia yang jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada
atau dekat bagian anterior telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran
yang buruk namun repetisi relatif baik. Perdarahan frontal menyebabkan
kelemahan lengan kontralateral berat, kelemahan muka dantungkai ringan, dan
nyeri kepala frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri kepala temporal
anterior ('temple') serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh ke garis
tengah. Evolusi gejala yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun tidak
seketika bersama dengan satu dari sindroma tersebut membantu membedakan
perdarahan lober dari stroke jenis lain. Kebanyakan AVM dan tumor memiliki
lokasi lober.6
6. Perdarahan intraserebral akibat trauma
Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom intraserebral
pascatraumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera
regangan
atau
robekan
rasional
terhadap
pembuluh-pembuluh
darah
15
perdarahan lebih dari 5 ml dalam substansi otak (hemoragi yang lebih kecil
dinamakan punctate atau petechial/bercak).6
I. DIAGNOSIS
Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan stroke
non hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar
sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat
membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.7
Metode abc menggunakan formula (a x b x c)/2, dimana a dalah diameter
terbesar dari hematoma pada slice CT dengan area terbesar dari ICH; b adalah diameter
terbesar dari perdarahan perpendicular pada garis a; dan c adalah jumlah slice dengan
hematoma dikalikan dengan ketebalan slice; formula lapangan hematoma ini dalam
cm3.12
Kimia darah
Lumbal punksi
16
EEG
CT scan
Arteriografi
Stroke hemoragik
17
19
tekanan
perfusi
serebral.
Awalnya,
usaha
dilakukan
untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik sekitar 160 mmHg pada pasien yang sadar dan
sekitar 180 mmHg pada pasien koma, walau nilai ini tidak mutlak dan akan bervariasi
tergantung masing-masing pasien. Pasien dengan hipertensi berat dan tak terkontrol
mungkin diperkenankan untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya di atas 180
20
mmHg, namun biasanya di bawah 210 mmHg, untuk mencegah meluasnya perdarahan
oleh perdarahan ulang. Pengelolaan awal hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu
antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2 kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin perlu untuk
kasus tertentu. 9
Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-basa. Bila
jalan nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intrakranial pada pasien
koma atau obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik
yang akan meninggikan TIK seperti oksida nitro. Agen anestetik aksi pendek lebih
disukai. Bila diduga ada peninggian TIK, dilakukan hiperventilasi untuk
mempertahankan PCO2 sekitar 25-30 mmHg, dan setelah kateter Foley terpasang,
diberikan mannitol 1,5 g/kg IV. Tindakan ini juga dilakukan pada pasien dengan
perburukan neurologis progresif seperti perburukan hemiparesis, anisokoria progresif,
atau penurunan tingkat kesadaran. Dilakukan elektrokardiografi, dan denyut nadi
dipantau. 9
Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung
platelet, elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu.
Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala tanpa
kontras. Sekali diagnosis PIS ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan
pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi
atau ke bangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta
etiologi perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang
21
dan mengurangi efek massa, sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan
medikal umum serta pencegahan komplikasi.9
Pencegahan atas Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang jarang pada perdarahan hipertensif. Saat pasien sampai di
dokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti. Risiko perdarahan ulang dari AVM
dan tumor juga jarang. Tindakan utama yang dilakukan adalah mengontrol tekanan
darah seperti dijelaskan di atas. Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko
perdarahan ulang lebih tinggi. Pertahankan tekanan darah 10-20 % di atas tingkat
normotensif untuk mencegah vasospasme, namun cukup rendah untuk menekan risiko
perdarahan. Beberapa menganjurkan asam aminokaproat, suatu agen antifibrinolitik.
Namun manfaat serta indikasinya tetap belum jelas.9
Kasus dengan koagulasi abnormal, risiko perdarahan ulang atau perdarahan
yang berlanjut sangat nyata kecuali bila koagulopati dikoreksi. Pasien dengan kelainan
perdarahan lain dikoreksi sesuai dengan penyakitnya.9
Mengurangi Efek Massa
Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah. Pasien
dengan peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa, usaha
nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral
sekunder dan kompresi batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk
mengurangi peninggian TIK antara lain :9
1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.
22
2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam untuk
mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).
3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus
cairan koloid bila perlu.
4.
Ventrikulostomi
dengan
pemantauan
TIK
serta
drainase
CSS
untuk
24
kadar fenitoin serum dalam jangkauan terapeutik (10-20 g/ml) dan pasien bebas
kejang.
Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali sehari,
kadar terapeutik darah 20-40 g/ml) dan Carbamazepin (200 mg oral, 3-4 kali sehari,
kadar terapeutik 4-12 g/ml). Kejang bisa bersamaan dengan peninggian dramatik TIK
dan tekanan darah sistemik, yang dapat menyebabkan perdarahan, karenanya harus
dicegah. Selain itu hipoksia dan asidosis sering tampak selama aktifitas kejang,
potensial untuk menambah cedera otak sekunder.
Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan PIS. Status
cairan, elektrolit serum, dan fungsi renal harus ditaksir berulang, terutama pada pasien
dengan restriksi cairan, mendapat manitol atau diuretika lain, atau tidak makan. Nutrisi
memadai adalah esensial.
PENGOBATAN DENGAN CARA OPERASI
Untuk menentukan pasien mana yang harus dioperasi adalah suatu masalah
yang sulit. Ada beberapa pandangan yang dapat dijadikan patokan atau pedoman :
1. Dari seluruh penderita PISH hanya sedikit kasus yang harus dioperasi.
2. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-norma
kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus terfokus terhadap
quality of survival yang dapat diterima oleh pasien, keluarganya dan masyarakat.
Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis
tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan
mencegah pendarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera kepala
25
harus
mengekspos otak dan mengeluarkan bekuan. Karena peningkatan risiko pada otak,
teknik ini biasanya digunakan hanya ketika hematoma tertutup pada permukaan otak
26
atau jika berkaitan dengan arteriovenous malformation (AVM) atau tumor yang harus
dikeluarkan.13
Penggunaan manitol
Pada gangguan neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis
diuretik yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent
yang digunakan dengan segera meningkat. Volume plasma untuk meningkatkan aliran
darah otak dan menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M,
2005). Ini merupakan salah satu alasan manitol sampai saat ini masih digunakan untuk
mengobati klien menurunkan peningkatan tekanan intrakranial. Manitol selalu dipakai
untuk terapi edema otak, khususnya pada kasus dengan Hernisiasi. Manitol masih
merupakan obat magic untuk menurunkan tekanan intrakranial, tetapi jika hanya
digunakan sebagai mana mestinya. Bila tidak semestinya akan menimbulkan toksisitas
dari pemberian manitol, dan hal ini harus dicegah dan dimonitor.
Indikasi dan dosis pada terapi menurunkan tekanan intrakranial.
Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial
dimulai bilamana tekanan Intrakranial 20-25 mmHg. Management penatalaksanaan
peningkatan tekanan Intrakranial salah satunya adalah pemberian obat diuretik osmotik
(manitol), khususnya pada keadaan patologis edema otak. Tidak direkomendasikan
untuk penatalaksanaan tumor otak. Seperti yang telah dijelaskan di atas, diuretik
osmotik (manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari kation total tubuh sehingga
menurunkan volume cairan intraseluler.
27
mencapai efek yang diinginkan, lalu 1 kapsul atau . kaplet/hari. Inj IM atau IV 1 g
3x/hari. Pemberian obat : sesudah makan. Kontra indikasi : Kerusakan ginjal parah,
hipersensitif. Efek samping : Keguguran, lekas marah, sukar tidur, gelisah,
gemetar, agitasi, lelah, gangguan GI, mengantuk.
Mekanisme kerja : piracetam adalah suatu nootropic agent.
Rencana edukasi :
Oleh karena piracetam seluruhnya dieliminasi melalui ginjal, peringatan harus
diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal, oleh karena itu dianjurkan
melakukan pengecekan fungsi ginjal.
Oleh karena efek piracetam pada agregasi platelet, peringatan harus diberikan
pada penderita dengan gangguan hemostatis atau perdarahan hebat.
2. Injeksi Citicoline
Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera serebral,
trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral. Mempercepat rehabilitasi tungkai
atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi.
Dosis : Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak 100-500 mg 12x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan kesadaran karena infark serebral
1000 mg 1x/hari secara injeksi IV. Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hari secara
oral atau injeksi IV.
Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu makan. Efek
samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.
29
Mekanisme kerja :
Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak, terutama
sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang berhubungan dengan
kesadaran.
Citicoline mengaktifkan sistem pyramidal dan memperbaiki kelumpuhan sistem
motoris.
Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki metabolisme otak.
L. PROGNOSIS
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis
meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm,
dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas
berkisar dari 6-30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter
hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20
mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60 mm3.
Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk
prognosis pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi
63%. Mortalitas juga meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada
fossa posterior atau yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Felmann E mengatakan
bahwa 45% pasien meninggal bila disertai perdarahan intraventrikular. Suatu penilaian
dilakukan untuk memperkirakan mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan
30
menggunakan 3 variabel pada saat masuk rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale
(GCS), ukuran perdarahan dan tekanan nadi. Perdarahan kecil bila ukurannya kurang
dari satu lobus, sedangkan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari satu lobus. Bila
GCS lebih dari 9, perdarahannya kecil, tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka
probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi bila pasien koma,
perdarahannya besar dan tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg, maka probabilitas
hidupnya dalam waktu 30 hari hanya 8%. Pada PIS hipertensif jarang terjadi
perdarahan ulang.8
31
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan fokal dari pembuluh darah
dalam parenkim otak. Penyebabnya biasanya hipertensi kronis. Gejala umum termasuk
defisit neurologis fokal, seringkali dengan onset mendadak sakit kepala, mual, dan
penurunan kesadaran. Kebanyakan perdarahan intraserebral juga dapat terjadi ganglia
basal, lobus otak, otak kecil, atau pons. Perdarahan intraserebral juga dapat terjadi di
bagian lain dari batang otak atau otak tengah. Aada sindroma utama yang menyertai
stroke hemoragik menurut Smith dapat dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu
putaminal hemorrhage, thalamic hemorrhage, pontine hemorrhage, cerebellar
hemorrhage, lobar hemorrhage. Pemeriksaan penunjang dengan lumbal pungsi, CTscan, MRI, serta angiografi. Adapun penatalaksanannya di ruang gawat darurat
(evaluasi cepat dan diagnosis, terapi umum, stabilisasi jalan napas dan pernapasan,
stabilisasi hemodinamik, pemeriksaan awal fisik umum, pengendalian peninggian TIK,
pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh, pemeriksaan penunjang) kemudian
penatalaksanaan di ruang rawat inap (cairan, nutrisi, pencegahan dan mengatasi
komplikasi, penatalaksanaan medik yang lain. Penatalaksanaan stroke perdarahan
intraserebral (PIS) meliputi terapi medik pada PIS akut (terapi hemostatik, reversal of
anticoagulation) dan tindakan operatif. Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan
stroke, lokasi dan volume perdarahan. Semakin rendah nilai GCS, maka prognosis
semakin buruk dan tingkat mortalitasnya tinggi. Semakin besar volume perdarahan
32
maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah di dalam ventrikel berhubungan
dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan
angka kematian sebanyak 2 kali lipat.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage.
In:Youmans JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB
Saunders Company; 2006 .p. 1890-1913.
2. Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors.
Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719.
3. Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu Bedah
Saraf Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Medan Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September
2006.
4. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
5. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
6. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode
1984- 1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang
Ilmu Penyakit Saraf. 2000.
7. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples
of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
8. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline
Stroke 2007. Jakarta.
9. Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition.
New York : Thieme. 2005.
10. El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,.2008. Intracerebral Hemorrhage. The Internet
Journal of Advanced Nursing Practice.
11. Rohkamm Reinhard. Color Atlas of Neurology. New York : Thieme. 2004
12. Kase Carlos, J. P. Mohr, and Louis RC. Intracerebral Hemorrhage. New York:
2004 diunduh dari
34
http://www.us.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9780443066009/978044
3066009.pdf
13. Zuccarello Mario. Intracerebral Hemorrhage (ICH). Mayfield Clinic and Spine
Institute. University of Cincinnati Department of Neurosurgery, Ohio: 2013
35