Lapsus Prom Okzzz
Lapsus Prom Okzzz
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Premature Rupture of Membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan, yaitu pada usia kehamilan aterm atau lebih dari 37 minggu,
dimana dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan (Valemhnska,
2009; Parry& Strauss, 1998). PROM merupakan salah satu komplikasi sering pada kehamilan,
yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal serta maternal (Parry& Strauss,
1998).Kejadian PROM berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran, dan
preterm terjadi
1% dari semuakehamilan, 70% kasus PROM terjadi pada kehamilan cukup bulan dan PROM
merupakan penyebab kelahiranprematur sebanyak 30% (Gofar, 2010; Miller, 2009).
Terjadinya ketuban yang pecah dalam proses persalinan secara umum disebabkan
oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Pecahnya selaput ketuban juga berkaitan
dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra selular amnion,
korion, dan apoptosis membran janin. Komplikasi yang disebabkan akibat PROM pada usia
kehamilan, antara lain infeksi maternal dan neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena
kompresi tali pusat, deformitas janin, gagalnya persalinan normal, atau meningkatnya insiden
seksio sesaria (Saifuddin, 2008).
Penegakan diagnosis pecahnya selaput ketuban pada kehamilan adalah dengan
adanya cairan ketuban di vagina.Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus
(Nitrazin test) yang menunjukkan perubahan warna menjadi warna biru. Selain itu, perlu
ditentukan pula usia kehamilan dan ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi. Penanganan pada
PROMtergantung pada diagnosis yang ditegakkan, yang terdiri dari penanganan konservatif
dan penanganan aktif (Saifuddin, 2008).
2
1.Rumusan Masalah
1.
Apa saja faktor predisposisi pada pasien ini sehingga terjadi PROM ?
2.
3.
4.
5.
3.
Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
Mengetahui alat kontrasepsi (KB) yang cocok digunakan untuk pasien ini.
4.
Manfaat
Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dokter
muda mengenai PROM dalam hal pelaksanaan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang,
penegakan diagnosis, penatalaksanaan, komplikasiserta monitoringPROM.
Bab II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ketuban
2.1.1 Anatomi Ketuban
Selaput ketuban secara mikroskopis terdiri dari lima lapisan. Lapisan terdalam yang
dibasahi cairan ketuban dibentuk oleh satu lapisan epithelial kuboidal yang melekat pada
membranbasalis yang melekat pada lapisan kompak aselular yang terdiri dari interstitial
kolagen.Di luar lapisan kompak ini terdapat lapisan sel mesenkimal.Lapisan terluar dari ketuban
adalah lapisan zona spongiosa.Lapisan terluar ketuban berhubungan langsung dengan lapisan
chorion.Umbilical amnion melapisi tali pusat (Parry & Strauss, 1998).
4
janin mulai bisa menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan
permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah diketahui bahwa cairan amnion
berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang memberikan ruang bagi janin untuk
bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan
trauma termal (Parry& Strauss, 1998).
Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki peptid
antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu. Cairan amnion adalah
98% air dan elektrolit, protein , peptide, hormon, karbohidrat, dan lipid. Pada beberapa
penelitian,
komponen-komponen
cairan
amnion
ditemukan
memiliki
fungsi
5
Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang
bervariasi.Insidensi PROM berkisar antara 8 10 % dari semua kehamilan. Hal yang
menguntungan dari angka kejadian PROM yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada
kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada
kehamilan tidak cukup bulan atau PROM pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua
kelahiran prematur (Parry& Strauss, 1998).
PROM merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan
mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang
bulan.Pengelolaan PROM pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan
untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS (Parry& Strauss, 1998).
6
terganggu secara ekstrim (restricted zone of extreme altered morphology) yang ditandai
dengan pembengkakan dan ganguan pada jaringan kolagen fibrilar pada lapisan jaringan ikat
amnion (compact, fibroblast, spongy layers).Karena zona ini tidak meliputi seluruh tempat
terjadinya ruptur, maka, zona ini dapat muncul sebelum terjadinya pecah ketuban dan
melambangkan titik awal pecahnya ketuban (Parry and Strauss, 1998; Jazayeri 2010).
Defisiensi nutrisi juga menjadi faktor resiko ibu memiliki struktur kolagen abnormal dan
telah dihubungkan dengan peningkatan resiko PPROM.Cross-links kolagen, yang dibentuk
melalui beberapa seri reaksi yang diinisiasi enzim lysyl oxidase, meningkatkan kekuatan
regangan dari kolagen fibrilar. Enzim lysyl oxidase diproduksi oleh sel mesenkim dari amnion.
Lysyl oxidase merupakan enzim yang tembaga dependen, dimana ibu dengan PROM memiliki
konsentrasi tembaga yang lebih rendah dalam serum ibu dan serum tali pusat dibandingkan
dengan ibu yang dilakukan amniotomi dalam persalinan. Hal yang serupa terjadi pada wanita
yang memiliki konsentrasi ascorbic acid yang rendah, yang mana dibutuhkan untuk
pembentukan struktur triple helical dari kolagen, memiliki insidensi PROM yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu dengan konsentrasi ascorbic acid yang normal(Parry and Strauss,
1998; Medina, 2006).
Faktor lainnya adalah merokok, yang secara sendirian dapat meningkatkan resiko
terjadinya PPROM.Merokok memiliki hubungan dengan menurunnya konsentrasi serum
ascorbic acid.Selain itu, kadmium dalam tembakau telah terbukti meningkatkan metallothionein,
protein pengikat logam, dalam trophoblast yang dapat menyebabkan sequestrasi dari
tembaga.Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa penurunan ketersediaan tembaga dan ascorbic
acid mungkin ikut berperan dalam pembentukan selaput ketuban yang abnormal pada perokok.
Secara keseluruhan, menurunnya cross-links dari kolagen, kemungkinan karena defisiensi
dalam diet ataupun gaya hidup dapat menjadi faktor resiko ibu untuk mengalami PROM (Parry
and Strauss, 1998).
7
Faktor resiko lainnya adalah infeksi. Sebenarnya, telah lama diperdebatkan infeksi
intrauterin merupakan penyebab atau konsekuensi dari PROM. Terdapat bukti tidak langsung
bahwa infeksi traktus genetalia mengawali pecah ketuban baik pada hewan dan manusia. Pada
penelitian menggunakan kelinci, inokulasi pada serviks dengan Escherichia coli (E. coli)
menghasilkan kultur cairan amnion yang positif pada 97% hewan coba dan persalinan preterm
pada separuh dari hewan coba. Sebagai perbandingan kontrasnya, inokulasi serviks dengan
salin tidak menyebabkan infeksi atau kelahiran preterm. Identifikasi mikroorganisme patologik
pada flora vagina ibu segera setelah terjadi pecah ketuban menyediakan bukti yang mendukung
konsep bahwa infeksi bakteri memiliki peranan dalam patogenesis PROM. Juga, data
epidemiologik menunjukkan hubungan antara kolonisasi traktus genetalia oleh streptococcus
grup
B,
Chlamydia
menyebabkan
trachomatis,
bakterial
Neisseria
vaginosis
gonorrhoeae,dan
(bakteri
anaerobik
mikroorganisme
vagina,
yang
Gardnerella
terdapat
sebagai
normal
flora
vagina,
termasuk
Streptococcus
grup
B,
8
metalloproteinase, dan prostaglandin pada daerah infeksi. Sitokin inflamasi, termasuk
interleukin-1 dan TNF (tumor necrosis factor ), yang diproduksi oleh monosit yang
terstimulasi, akan meningkatkan ekspresi MMP-1 dan MMP-3 pada level transkripsional dan
posttranslasi pada sel korion janin. Lebih lanjut, infeksi bakteri dan respon inflamasi pejamu
akan menginduksi produksi prostaglandin oleh selaput ketuban, yang mana dianggap
meningkatkan resiko terjadinya PPROM karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi
kolagen selaput ketuban. Strain tertentu dari bakteria vagina memproduksi fosfolipase A2 yang
melepaskan prekursor prostaglandin, arachidonic acid, dari membran fosfolipid amnion. Lebih
lanjut, seperti disebutkan diatas, respon imun pejamu terhadap infeksi bakteri termasuk
produksi sitokin oleh monosit teraktivasi yang meningkatkan produksi prostaglandin E2 oleh sel
korion.
Peningkatan
produksi
prostaglandin
E2
ini
tampaknya
melibatkan
induksi
cyclooxygenase II, enzim yang mengubah arachidonic acid menjadi prostaglandin. Walaupun
pengaturan tepatnya dari sintesis prostaglandin E2 dalam hubungannya dengan infeksi bakteri
dan respon inflamasi pejamu tidak dipahami, dan hubungan langsung antara produksi
prostaglandin dan PROM tidak dapat dikembangkan, tetapi prostaglandin (khususnya
prostaglandin E2dan prostaglandin F2) telah dianggap sebagai mediator dari persalinan pada
semua mamalia. Juga, diketahui bahwa prostaglandin E2 menyebabkan terhentinya sintesis
kolagen dalam selaput ketuban dan meningkatkan ekspresi MMP-1 dan MMP-3 pada fibroblast
manusia (Parry and Strauss, 1998).
Komponen
lainnya
dari
respon
pasien
terhadap
infeksi
adalah
produksi
9
produksi glukokortikoid sebagai respon terhadap stress akibat infeksi mikroba memfasilitasi
terjadinya PROM (Parry and Strauss, 1998).
Selain hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya, hormon juga ikut terlibat dalam proses
remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan reproduksi. Hormon progesteron dan estradiol
berperan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 dan meningkatkan konsentrasi inhibitor
metalloproteinase jaringan pada fibroblast serviks dari kelinci. Konsentrasi progesteron yang
tinggi menurunkan produksi kolagenase pada fibroblast serviks hewan coba, meskipun
konsentrasi progesteron dan estradiol yang rendah menstimulasi produksi kolagenase pada
hewan coba dengan kehamilan. Relaxin, sebuah hormon protein yang meregulasi remodeling
dari jaringan ikat, diproduksi secara lokal oleh desidua dan plasenta, yang melawan efek inhibisi
dari estradiol dan progesteron dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 pada selaput
ketuban. Ekspresi dari gen relaxin meningkat sebelum onset persalinan dalam selaput ketuban
janin yang aterm. Berdasarkan penjelasan ini, adalah penting untuk mempertimbangkan peran
estrogen, progesteron, dan relaxin dalam proses reproduksi meskipun keterlibatan hormonhormon ini dalam proses pecah ketuban masih harus dijelaskan lebih lanjut (Parry and Strauss,
1998).
Overdistensi
uterus
akibat
adanya
polihidramnion
atau
kehamilan
multifetus
menginduksi peregangan selaput ketuban yang pada akhirnya meningkatkan resiko terjadinya
PROM. Peregangan mekanik dari selaput ketuban menyebabkan terjadinya up-regulation dari
produksi beberapa faktor amnion, termasuk prostaglandin E2 dan interleukin-8. Peregangan
juga meningkatkan aktivitas MMP-1 selaput ketuban. Seperti telah disebutkan sebelumnya,
prostaglandin E2dapat meningkatkan iritabilitas uterus, menurunkan sintesis kolagen selaput
ketuban, dan meningkatkan produksi MMP-1 dan MMP-3 oleh fibroblast, sedangkan interleukin8, yang diproduksi oleh sel amnion dan korion, adalah bersifat kemotaktik bagi neutrofil dan
dapat menstimulasi aktivitas kolagenase. Produksi interleukin-8, yang terdapat dalam
konsentrasi rendah pada cairan amnion selama trimester kedua tetapi pada kehamilan lanjut
10
didapatkan dalam konsentrasi yang tinggi, dihambat oleh progesteron. Oleh karenanya,
produksi amnion berupa interleukin-8 dan prostaglandin E2 merupakan gambaran dari
perubahan biokimia pada selaput ketuban yang mungkin dapat diinisiasi dengan kekuatan fisik
(peregangan membran), merekonsiliasi hipotesis pecah ketuban yang diinduksi secara mekanik
dan biokimia (Parry and Strauss, 1998; Medina, 2006).
11
biru(Saifuddin, 2008). PH diatas 6,5 adalah konsisten dengan ketuban pecah. Hasil tes positif
palsu dapat terjadi dengan adanya darah, semen, atau bacterial vaginosis pada saat yang
bersamaan, sedangkan hasil negatif palsu dapat terjadi bila cairan yang ada terlalu sedikit
(American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynecologists,
2007). Penggunaan antiseptik alkalin juga dapat menaikkan pH vagina (Saifuddin, 2008; Divisi
Fetomaternal, 2008).
Tes lainnya meliputi pembentukan pola seperti bulu dari cairan vagina yang mengarah
pada adanya cairan amnion bukannya sekresi serviks. Cairan amnion akan mengkristal dan
membentuk pola seperti bulu akibat konsentrasi relatif dari natrium klorida, protein dan
karbohidrat. Deteksi alpha-fetoprotein pada vagina juga telah digunakan untuk mengidentifikasi
adanya cairan amnion oleh Yamada dan koleganya (1998). Identifikasi juga dapat dilakukan
sesudah injeksi indigo carmine ke dalam kantong amnion melalui abdominal amniosentesis
(Varney, 2004). Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan penggunaan ultrasound dimana
adanya PROM dapat dikonfirmasikan dengan adanya oligohidramnion (Saifuddin, 2008).
2.2.5 Penatalaksanaan
Berdasarkan Pedoman Diagnosis Fetomaternal RSSA, 2008, tata laksana Premature
Rupture of the Membrane:
-
FWB baik
12
-
Ampicillin 3x1gr
Gentamycin 2x80gr
Metronidazole 3x500mg.
Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm, baik dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.Bila terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan
posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi sujud.Kalau perlu
kepala janin didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin.Tali
pusat di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi plastik. Bila ada demam atau dikhawatirkan
terjadi infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti
penisilin prokain 1,2 juta IU IM tiap 12 jam dan ampisilin 1 g peroral diikuti 500 mg tiap 6 jam
atau eritromisin dengan dosis yang sama. (Saifuddin, 2008; Bruce 2010).
Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan lakukan
akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi persalinan bila ketuban
pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan
skor pelvik lebih dari 5, seksio sesarea bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor pelvik
kurang dari 5 (Saifuddin, 2008).
Induksi persalinan sendiri menggambarkan usaha menstimulasi kontraksi sebelum onset
persalinan spontan dengan ataupun tanpa adanya pecah ketuban.
persalinan adalah ketika keuntungan yang didapatkan, baik oleh ibu maupun fetus, melebihi
keuntungan yang didapatkan bila kehamilan dilanjutkan. Indikasinya termasuk kondisi yang
membutuhkan penanganan segera seperti ketuban pecah dengan korioamnionitis atau
preeklamsia berat. Indikasi yang lebih sering adalah PROM, hipertensi gestasional, status janin
13
yang mengkhawatirkan, kehamilan posterm, dan berbagai kondisi medis ibu seperti hipertensi
kronis dan diabetes (American College of Obstetricians and Gynecologists, 1999 dalam
Cunningham et al., 2010). Kontraindikasi dari induksi persalinan mirip dengan kontraindikasi
dari persalinan spontan. Faktor janin termasuk makrosomia, kehamilan kembar, hidrosefalus
berat, malpresentasi atau status janin yang mengkhawatirkan. Untuk beberapa faktor
kontraindikasi ibu berhubungan dengan tipe insisi uterin sebelumnya, panggul sempit atau
anatomi panggul yang berbeda, implatasi plasenta abnormal, dan kondisi seperti infeksi herpes
genital aktif atau kanker serviks (Saifuddin, 2008)
persalinan dalam 24 jam dan 95% dalam 72 jam. Dengan perkembangan klinis yang relatif
cepat kearah persalinan setelah
adalah meminimalkan resiko infeksi intrautein tanpa meningkatkan insidens sectio cesarian.
Karena, seperti telah dijelaskan sebelumnya, komplikasi yang mungkin timbul dari PROM
adalah infeksi maternal ataupun neonatal dan hipoksia karena kompresi tali pusat (Saifuddin,
2008; Bruce, 2010), meningkatnya insiden sectio cesarean, atau gagalnya persalinan normal.
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini yaitu dapat terjadi koriamnionitis
dan pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, dan omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.
Korioamnionitis merupakan keadaan pada ibu di mana korion, amnion, dan cairan
ketuban terkena infeksi bakteri, yang merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin
(Saifuddin,
2008).
Terdapat
berbagai
macam
organisme
yang
dapat
menyebabkan
korioamnionitis. Rute dari infeksi termasuk ascendinginfection dari traktus genetalia bagian
14
bawah, penyebaran hematogenous dari darah ibu, penyebaran langsung dari endometrium atau
tuba fallopi,
dan
kontaminasi
iatrogenik
selama prosedur
invasif.
15
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Reg
:11076496
Nama
:Ny. PWL
Umur
:20
Pekerjaan
Pendidikan
:9 tahun
Suami
:Tn. S
Umur
: 25 tahun
Pendidikan
: 12 tahun
Pekerjaan
:Pedagang
Alamat.
Status
: Menikah (1x)
Riwayat KB
: (-)
HPHT
Tgl MRS
1.
Subyektif
Keluhan utama: keluar cairan jernih dari jalan lahir
10 November 2012 pukul 09.00 pasien mengeluh keluar cairan dari jalan lahir disertai
kenceng-kenceng tapi jarang. Pasien pergi ke bidan, diperiksa dalam (VT) pembukaan
16
1 cm, ket (-), lalu dirujuk ke RSSA. Pasien berunding terlebih dahulu dengan suami dan
keluarga mengenai transportasi dan pembiayaan.
Pasien mengetahui dirinya hamil saat telat haid 1 bulan (April 2012) dengan tes kencing
yang dilakukan sendiri, kemudian pasien periksa ke bidan.
ANC dilakukan sebanyak 6 kali, pada bidan, terakhir tanggal 30 Oktober 2012.
Ini adalah kehamilan kedua, kehamilan pertama abortus pada usia kehamilan 3 bulan,
tidak dikuret pada bulan Agustus tahun 2011.
Riwayat anyang-anyangan (-), riwayat keputihan (+) sejak 1 minggu terakhir, warna
kekuningan, bau (+), gatal (+) pasien tidak berobat.
Riwayat minum jamu, obat-obatan disangkal, tidak ada riwayat hipertensi, diabetes.
3.
Objektif
STATUS INTERNA
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Tinggi badan
: 145 cm
Berat badan
: 50 kg
Tensi
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu rectal
: 36,7 C
Suhu axilla
: 36,4 C
: anemis / ,icterus /
pembesaran kelenjar leher /
Thorax
17
paru
vv
Rh - -
Wh - -
vv
--
--
vv
--
--
Abdomen
Ekstremitas
STATUS OBSTETRI
Abdomen
: 26 cm
Letak janin
: letak bujur U
: 160x / menit
: 2170 gram
His
: (+) jarang
Inspekulo : aliran ketuban (+) dari OUE, tampak genangan cairan ketuban di forniks
posterior. Dengan pemeriksaan kertas lakmus : didapatkan perubahan warna
Pemeriksaan Dalam
-
Pembukaan 1 cm
Effacement 50%
Hodge I
Presentasi kepala
18
Pelvic score
Dilatasi
=0
Effacement
=2
Station
=0
Posisi
=2
Konsistensi
=2
Total
=6
Urin Lengkap.
Hb
10,30
Leukosit
16.92
PCV
32 %
Trombosit.
339.000
pH.
6.5
Glukosa.
Negatif
Protein.
Trace
Keton.
3+
Bilirubin.
Negatif
Urobilinogen. 3+
Nitrit.
Negatif
Leukosit.
Negatif
Darah.
Negatif
40x
19
Kristal.
Ca Oksalat (+)
Bakteri.
249 x 103
Variability 5 1 bpm
Acceleration : (+)
Decceleration : (-)
USG
BPD.
: 32.6
AC.
: 282
FL.
: 67.4
EFW.
: 2173 gr
AFI.
: 8.64
4.
Assessment
G2 P0000 Ab100 gravida 34-36 mgg T/H
+ PPROM
5.
Planning
2.
PDx
20
3. PTx
Bed Rest
5.
Diet TKTP
6.
7.
8.
jam
9.
1x1
10. Jika perawatan konservatif gagal, pro expektatif pervaginam.
11. PMo
14. KIE
15. Follow Up
Tanggal
Subjekti
f
Objektif
Assessment
Planning
21
11/11/2012
Pk 24.00
Kencen
gkencen
g
semaki
n
sering.
KU : baik, CM
T : 120/80
N : 88x/menit
RR : 18x/menit
T rec : 36.7oC
T ax : 36.4oC
G2 P0000
Ab 100 part
34-36 mgg
T/H + Kala I
fase aktif +
partus
prematurus
+ riwayat
PPROM +
perawatan
konservatif
gagal
PDx : PTx :
Evaluasi 2 jam lagi, pro
expectative per vaginam
P Mo:
Vital sign, keluhan, his,
DJJ, kemajuan
Thorak :
persalinan
c/ S1, S2 single,
KIE :
regular
Subjektif
Objektif
Assessment
Planning
22
11/11/2012
Kencang
KU : baik, CM
Pk 02.00
-kencang
T : 120/70
teratur
N : 88x/menit
G2 P0000 Ab
100 part 3436 mgg T/H +
Kala I fase
aktif + partus
prematurus +
riwayat
PPROM +
perawatan
konservatif
gagal
RR : 18x/menit
T rec : 36.7oC
T ax : 36.4oC
PDx PTx:
Evaluasi 2 jam lagi
Pro expectative per
vaginam
P Mo:
Thorak :
c/ S1, S2 single,
kemajuan persalinan.
regular
P Ed : KIE
kepala,
17.
Tanggal
Subjektif
Objektif
Assessment
Planning
23
11/11/2012
Pk 04.00
Kencang
-kencang
teratur
KU : baik, CM
T : 120/70
N : 88x/menit
RR : 18x/menit
T rec : 36.7oC
T ax : 36.4oC
G2 P0000 Ab
100 part 3436 mgg T/H +
Kala I fase
aktif + partus
prematurus +
riwayat
PPROM +
perawatan
konservatif
gagal
PDx : PTx:
Evaluasi 2 jam lagi
Pro
expectative
per
vaginam
P Mo:
Thorak :
His, DJJ
c/ S1, S2 single,
Kemajuan Persalinan
regular
P Ed : KIE
24
Tindakan Spontan Belakang Kepala, tanggal 11 November 2012 05.00 - 05.05 WDDO
G2 P0000 Ab 100 part 34-36 mgg T/H + Kala II+ partus prematurus + riwayat PPROM +
perawatan konservatif gagal
Kala IV :
25
Keluhan (-).
KU : baik, CM
TD : 120/70, N : 80x/menit, RR : 20x/menit
Perdarahan 100 cc
Abdomen : TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus baik
GE : luka jahitan + bertaut, perdarahan aktif tidak ada.
26
BAB 4
PEMBAHASAN
1.
dari fetal membran intrapartum telah dihubungkan dengan melemahnya membran secara
menyeluruh akibat dari kontraksi dan peregangan yang berulang.melambangkan titik awal
pecahnya ketuban. Defisiensi nutrisi juga menjadi faktor resiko ibu memiliki struktur kolagen
abnormal dan telah dihubungkan dengan peningkatan resiko PPROM.Faktor lainnya adalah
merokok, yang secara sendirian dapat meningkatkan resiko terjadinya PPROM.Merokok
memiliki hubungan dengan menurunnya konsentrasi serum ascorbic acid.Selain itu, kadmium
dalam tembakau telah terbukti meningkatkan metallothionein, protein pengikat logam, dalam
trophoblast yang dapat menyebabkan sequestrasi dari tembaga (Parry and Strauss, 1998).
Faktor resiko lainnya adalah infeksi.Sebenarnya, telah lama diperdebatkan infeksi
intrauterin merupakan penyebab atau konsekuensi dari PROM. Mekanisme pecah selaput
ketuban dengan infeksi intrauterin sebagai faktor resiko melibatkan beberapa mekanisme, yang
mana setiap mekanisme menginduksi degradasi dari matriks ekstraseluler (Parry and Strauss,
1998)..
Overdistensi
uterus
akibat
adanya
polihidramnion
atau
kehamilan
multifetus
menginduksi peregangan selaput ketuban yang pada akhirnya meningkatkan resiko terjadinya
PROM. Peregangan mekanik dari selaput ketuban menyebabkan terjadinya up-regulation dari
produksi beberapa faktor amnion, termasuk prostaglandin E2 dan interleukin-8(Parry and
Strauss, 1998)..
Pada pasien ini, dari data anamnesis didapatkan bahwa pasien sering megeluh
keputihan setiap hari sejak minggu ke-7 kehamilan hingga saat pasien datang untuk diperiksa di
27
rumah sakit.Hal ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi yang mungkin disebabkan
hygiene pasien yang kurang baik.Kemungkinan faktor predisposisi terjadinya PROM pada
pasien ini adalah disebabkan adanya infeksi.
28
biasanya berkisar antara 7,0 sampai 7,5. Penggunaan indikator nitrazine untuk mengidentifikasi
pecahnya ketuban merupakan metode yang sederhana dan cukup dapat diandalkan. Kertas tes
diimpregnasi dengan pewarna, dan warna hasil reaksi strip kertas ini dengan cairan vagina
diintepretasi dengan bagan warna standar (tes lakmus, perubahan warna merah menjadi
biru(Saifuddin dkk., 2009). PH diatas 6,5 adalah konsisten dengan ketuban pecah. Hasil tes
positif palsu dapat terjadi dengan adanya darah, semen, atau bacterial vaginosis pada saat
yang bersamaan, sedangkan hasil negative palsu dapat terjadi bila cairan yang ada terlalu
sedikit (American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and
Gynecologists, 2007). Penggunaan antiseptic alkalin juga dapat menaikkan pH vagina
(Saifuddin dkk., 2009).
Perlu diperhatikn bahwa hasil tes kertas lakmus dapat terjadi hasil tes positif palsu
dengan adanya darah, semen, atau bakterial vaginosis pada saat yang bersamaan. Selain itu,
hasil negatif palsu dapat terjadi bila cairan yang ada terlalu sedikit (American Academy of
Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynecologists, 2007). Penggunaan
antiseptik alkalin juga dapat meningkatkan pH vagina (Saifuddin dkk., 2009).
FWB baik
29
PS<5 dilakukan ripening dengan misoprostol 50 g/6 jam sampai PS>5
dilanjutkan oksitosin drip.
-
Ampicillin 3x1gr
Gentamycin 2x80gr
Metronidazole 3x500mg.
Dari hasil pemeriksaan dalam pada tanggal 12 Mei 2011 jam 09.00, didapatkan
pembukaan: 1 cm, eff 30%, H 1, ketuban (-), jernih, presentasi kepala, denominator masih
tinggi, UPD dalam batas normal, sedangkan His belum adekuat dan NST dalam batas normal,
sehingga diberikan antibiotik gentamycin 80 mg iv dan dilakukan observasi terhadap pasien
tentang tanda-tanda inpartu atau pun tanda-tanda infeksi intra uterin. Penatalaksanaan ini, telah
sesuai dengan standar penatalaksanaan PROM di RSSA yaitu memberikan antibiotik profilaksis
pada kasus PROM dan melakukan observasi partus terhadap pasien.Lalu dilakukan rencana
pemeriksaan USG untuk mengetahui kondisi dari janin, placenta, dan sisa air ketuban yang
masih tersisa di dalam uterus.
Pada pukul 14.00, sebelum 12 jam pecah ketuban dilakukan evaluasi terhadap ibu dan
janin.Pada pemeriksaan fisik, didapatkan his adekuat. Pada pemeriksaan dalam didapatkan
pembukaan 4cm, eff 100%, H 1, ketuban (-), jernih, presentasi kepala, denominator masih
tinggi, UPD dalam batas normal, sehingga akhirnya di usulkan pro expectatice pervaginam..
Pada pukul 16.00, di evaluasi kembali untuk kemajuan persalinan.Pada pemeriksaan fisik,
didapatkan BJA dalam batas normal, dan his telah adekuat. Pada pemeriksaan dalam,
didapatkan pembukaan 8 cm, eff 100%, H III, ketuban (-), jernih, tidak berbau, presentasi
kepala, denominator UUK arah jam 01.00, UPD dalam batas normal.
30
Pada pukul 16.40, persalinan telah memasuki kala II, dimana ibu ingin mengejan, his
adekuat, dan pada saat dilakukan pemeriksaan dalam, di dapatkan pembukaan lengkap, maka
ibu mulai dipimpin persalinan.Pada saat kala II berlangsung, untuk menghindari robekan pada
perineum yang lebih parah, maka dilakukan episiotomi.Pada pukul 16.45, bayi telah lahir,
kemudian dilanjutkan ke kala III, untuk persalinan placenta.
Setelah bayi lahir, diberikan suntikan oxytocin 10 IU (intramuskular) untuk membantu
kontraksi uterus.Setelah menunggu 5 menit, plasenta mulai dilahirkan secara peregangan tali
pusat terkendali.Tali pusat diregangkan dengan tangan kanan penolong, sambil dilakukan
penekanan di atas abdomen ibu untuk menahan fundus. Setelah tali pusat keluar dan plasenta
telah terlihat akan keluar, dengan kedua tangan penolong melakukan pengeluaran plasenta
dengan memutar plasenta tersebut secara perlahan hingga plasenta tersebut lahir seluruhnya.
Kemudian dilakukan eksplorasi ke dalam uterus untuk memeriksa bagian plasenta jika ada
yang tertinggal di dalam uterus, sambil terus dilakukan pemijatan uterus melalui bagian atas
abdomen untuk merangsang kontraksi uterus.Setelah eksplorasi selesai dilakukan, dilanjutkan
dengan penjahitan luka episiotomi.
Setelah bayi dan plasenta telah selesai dilahirkan, pasien diobservasi setiap 15 menit
pada jam pertama. Kemudian dilanjutkan observasi setiap 30 menit pada jam kedua. Observasi
dilakukan terutama pada keadaan umum ibu, adanya perdarahan dari jalan lahir, dan tanda vital
ibu.
Langkah persalinan yang dilakukan pada pasien ini telah sesuai dengan teori.
4.4 Prognosis
Prognosis pasien pada kasus ini baik, oleh karena penatalaksanaan yang diberikan
telah sesuai dengan teori dan pedoman untuk penatalaksanaan kasus PROM dan tidak
didapatkan tanda-tanda adanya komplikasi pada ibu maupun bayi.
31
4.5 Alat kontrasepsi yang cocok digunakan untuk pasien
Kondisi kesehatan reproduksi pasien ini harus selalu diperhatikan, baik pada saat pasca
persalinan maupun selanjutnya. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien terdapat riwayat
mengalami keputihan sejak kehamilan minggu ke-7 sampai pasien datang untuk melakukan
pemeriksaan di rumah sakit. Hal ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi yang mungkin
disebabkan hygiene pasien yang kurang baik. Sehingga diperlukan edukasi tentang pentingnya
hygiene pasien dan pemberian terapi di saat keputihan terjadi dan menimbulkan keluhan
berkepanjangan.
Kontrasepsi merupakan usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha
tersebut dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Kontrasepsi yang ideal harus
memenuhi syarat-syarat antara lain dapat dipercaya, tidak menimbulkan efek yang
mengganggu kesehatan, daya kerja dapat diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan
gangguan sewaktu melakukan koitus, tidak memerlukan motivasi terus-menerus, mudah
pelaksanaannya, murah, dan dapat diterima oleh pasangan yang bersangkutan (Saifuddin,
2008).
Pasien ini merupakan wanita berusia 18 tahun, menikah satu kali selama 1 tahun, dan
baru memiliki 1 orang anak dari kehamilan pertama. Kemungkinan pasangan tersebut masih
ingin memiliki anak. Namun, perlu diperhatikan jarak antara anak pertama dengan anak
berikutnya agar kasih sayang dan perhatian tetap dapat diberikan kepada anak secara
seimbang. Sehingga pasangan ini perlu menggunakan alat kontrasepsi yang tepat.
Alat kontrasepsi yang dapat menjadi pilihan dari segi keamanan dan efektifitas adalah
pil hormonal (membutuhkan keteraturan dalam penggunaannya) atau IUD.
32
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Faktor predisposisi terjadinya PROM pada pasien ini adalah infeksi genital (vulvovaginitis).
2. Penegakan diagnosis PROM pada pasien ini sudah tepat. Dari anamnesa didapatkan
pasien merasakan adanya cairan jernih yang keluar dari jalan lahir tetapi tidak disertai
tanda-tanda inpartudan bayi dalam keadaan aterm. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
adanya cairan yang mengalir keluar dari OUE, tes lakmus merah berubah warna menjadi
biru, yang menunjukkan cairan bersifat basa.
3. Pilihan terapi pada pasien ini adalah dengan pemberian Gentamycin 80mg IV.
1. Prognosis pasien pada kasus ini baik, karena penatalaksanaan yang diberikan telah sesuai
dengan teori dan pedoman serta tidak didapatkan tanda-tanda adanya komplikasi pada ibu
maupun bayi.
5. Kondisi kesehatan reproduksi pasien ini harus selalu diperhatikan, baik pada saat pasca
persalinan maupun selanjutnya. Pilihan alat kontrasepsi (KB) yang digunakan berdasarkan
segi keamanan dan efektifitasnya adalah pil hormonal dan IUD.
5.2 Saran
1.
Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang hygiene supaya tidak
terjadi infeksi saat kehamilan.
2.
Pentingya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang mengalami
(Premature Rupture of Membrane) PROM untuk segera ke tempat pelayanan kesehatan
untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
33
DAFTAR PUSTAKA
Bruce,
Elizabeth.
2010.
Premature
rupture
of
the
Membrane.
Alhazar.
2010.
Premature
Rupture
of
Membranes.
Births.
The
Yale
Journal
of
Biology
and
Medicine
p241-
Journal
of
Medicine.
338:663-670.
34
of
Health
Sciences
Management
and
Public
Health.
35