Anda di halaman 1dari 20

ANATOMI TELINGA

Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral
dari membran timpani (Lee K.J,1995; Mills JH et al, 1997).
Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke
arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga
lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang
melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan
berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan panjang
sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz (Mills
JH et al, 1997).
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga tengah
terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas dari
batas atas membran timpani, mesotimpanum disebut juga kavum timpani terletak
medial dari membran timpani dan hipotimpanum terletak kaudal dari membran
timpani (Liston SL et al,1989; Pickles JO,1991).
Organ konduksi di dalam telinga tengah ialah membran timpani, rangkaian
tulang pendengaran, ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan tingkap bundar
(Liston SL et al,1989; Pickles JO,1991; Mills JH et al, 1997).
Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah
anteromedial, mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam, sehingga
besar energi suara yang masuk dibatasi (Liston SL et al,1989; Pickles JO,1991; Mills
JH et al, 1997).
Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari
telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi akan
diamplifikasi melalui perbedaan ukuran membran timpani dan tingkap lonjong, daya
ungkit tulang pendengaran dan bentuk spesifik dari membran timpani. Meskipun
bunyi yang diteruskan ke dalam koklea mengalami amplifikasi yang cukup besar,

namun efisiensi energi dan kemurnian bunyi tidak mengalami distorsi walaupun
intensitas bunyi yang diterima sampai 130 dB (Mills JH et al, 1997).
Aktifitas dari otot stapedius disebut juga reflek stapedius pada manusia akan
muncul pada intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam bentuk reflek bilateral dengan
sisi homolateral lebih kuat. Reflek otot ini berfungsi melindungi koklea, efektif pada
frekuensi kurang dari 2 khz dengan masa latensi 10 mdet dengan daya redam 5-10 dB.
Dengan demikian dapat dikatakan telinga mempunyai filter terhadap bunyi tertentu,
baik terhadap intensitas maupun frekuensi (Liston SL et al,1989; Pickles JO,1991;
Mills JH et al, 1997; Wright A, 1997).
Telinga dalam terdiri dari organ kesimbangan dan organ pendengaran. Telinga
dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena bentuknya
yang kompleks. Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah sempurna dan
hanya mengalami pembesaran seiring dengan pertumbuhan tulang temporal. Telinga
dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin
tulang merupakan susunan ruangan yang terdapat dalam pars petrosa os temporalis
( ruang perilimfatik) dan merupakan salah satu tulang terkeras. Labirin tulang terdiri
dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan kohlea (Santi PA, 1993; Lee KJ, 1995;
Wright A, 1997; Mills JH et al, 1998).
Vestibulum merupakan bagian yang membesar dari labirin tulang dengan
ukuran panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm. Dinding medial menghadap ke
meatus akustikus internus dan ditembus oleh saraf. Pada dinding medial terdapat dua
cekungan yaitu spherical recess untuk sakulus dan eliptical recess untuk utrikulus. Di
bawah eliptical recess terdapat lubang kecil akuaduktus vestibularis yang
menyalurkan duktus endolimfatikus ke fossa kranii posterior diluar duramater (Santi
PA, 1993; Lee KJ, 1995; Wright A, 1997; Mills JH et al, 1998).
Di belakang spherical recess terdapat alur yang disebut vestibular crest. Pada
ujung bawah alur ini terpisah untuk mencakup recessus kohlearis yang membawa
serabut saraf kohlea kebasis kohlea. Serabut saraf untuk utrikulus, kanalis
semisirkularis superior dan lateral menembus dinding tulang pada daerah yang
berhubungan dengan N. Vestibularis pada fundus meatus akustikus internus. Di
dinding posterior vestibulum mengandung 5 lubang ke kanalis semisirkularis dan

dinding anterior ada lubang berbentuk elips ke skala vestibuli kohlea (Mills JH et al,
1998; Santi PA, 1993).
Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior
dan lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum. Bentuknya seperti dua
pertiga lingkaran dengan panjang yang tidak sama tetapi dengan diameter yang
hampir sama sekitar 0,8 mm. Pada salah satu ujungnya masing-masing kanalis ini
melebar disebut ampulla yang berisi epitel sensoris vestibular dan terbuka ke
vestibulum (Wright A., 1997). Ampulla kanalis superior dan lateral letaknya
bersebelahan pada masing-masing ujung anterolateralnya, sedangkan ampulla kanalis
posterior terletak dibawah dekat lantai vestibulum. Ujung kanalis superior dan inferior
yang tidak mempunyai ampulla bertemu dan bersatu membentuk crus communis yang
masuk vestibulum pada dinding posterior bagian tengah. Ujung kanalis lateralis yang
tidak memiliki ampulla masuk vestibulum sedikit dibawah cruss communis
(Ballenger, 1996).
Kanalis lateralis kedua telinga terletak pada bidang yang hampir sama yaitu
bidang miring ke bawah dan belakang dengan sudut 30 derajat terhadap bidang
horizontal bila orang berdiri. Kanalis lainnya letaknya tegak lurus terhadap kanal ini
sehingga kanalis superior sisi telinga kiri letaknya hampir sejajar dengan posterior
telinga kanan demikian pula dengan kanalis posterior telinga kiri sejajar dengan
kanalis superior teling kanan (Mills JH, 1998).
Koklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang
sekitar 35 mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala
timpani dan skala vestibuli berisi cairan perilimfa dengan konsentrasi K+ 4 mEq/l dan
Na+ 139 mEq/l. Skala media berada dibagian tengah, dibatasi oleh membran reissner,
membran basilaris, lamina spiralis dan dinding lateral, berisi cairan endolimfa dengan
konsentrasi K+ 144 mEq/l dan Na+ 13 mEq/l. Skala media mempunyai potensial
positif (+ 80 mv) pada saat istirahat dan berkurang secara perlahan dari basal ke apeks
(Ballenger JJ, 1996).
Organ corti terletak di membran basilaris yang lebarnya 0.12 mm di bagian
basal dan melebar sampai 0.5 mm di bagian apeks, berbentuk seperti spiral. Beberapa
komponen penting pada organ corti adalah sel rambut dalam, sel rambut luar, sel

penunjang Deiters, Hensens, Claudius, membran tektoria dan lamina retikularis


(Santi PA, 1993; Wright A, 1997; Mills JH et al, 1998).
Sel-sel rambut tersusun dalam 4 baris, yang terdiri dari 3 baris sel rambut luar
yang terletak lateral terhadap terowongan yang terbentuk oleh pilar-pilar Corti, dan
sebaris sel rambut dalam yang terletak di medial terhadap terowongan. Sel rambut
dalam yang berjumlah sekitar 3500 dan sel rambut luar dengan jumlah 12000
berperan dalam merubah hantaran bunyi dalam bentuk energi mekanik menjadi energi
listrik (Ballenger JJ, 1996).
Vaskularisasi telinga dalam
Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A. Cerebelaris
anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis. Arteri ini masuk ke
meatus akustikus internus dan terpisah menjadi A. Vestibularis anterior dan A.
Kohlearis communis yang bercabang pula menjadi A. Kohlearis dan A.
Vestibulokohlearis. A. Vestibularis anterior memperdarahi N. Vestibularis, urtikulus
dan sebagian duktus semisirkularis. A.Vestibulokohlearis sampai di mediolus daerah
putaran basal kohlea terpisah menjadi cabang terminal vestibularis dan cabang
kohlear. Cabang vestibular memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis
semisirkularis dan ujung basal kohlea. Cabang kohlear memperdarahi ganglion
spiralis, lamina spiralis ossea, limbus dan ligamen spiralis. A. Kohlearis berjalan
mengitari N. Akustikus di kanalis akustikus internus dan didalam kohlea mengitari
modiolus (Santi PA, 1993; Lee K.J, 1995).
Vena dialirkan ke V.Labirintin yang diteruskan ke sinus petrosus inferior atau sinus
sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan kohlearis ke sinus
petrosus superior dan inferior (Santi PA, 1993 ; Lee K.J, 1995).
Persarafan telinga dalam
N.Vestibulokohlearis (N.akustikus) yang dibentuk oleh bagian kohlear dan
vestibular, didalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi lateral akar N.Fasialis
dan masuk batang otak antara pons dan medula. Sel-sel sensoris vestibularis

dipersarafi oleh N.Kohlearis dengan ganglion vestibularis (scarpa) terletak didasar


dari meatus akustikus internus.
Sel-sel sensoris pendengaran dipersarafi N.Kohlearis dengan ganglion spiralis corti
terletak di modiolus (Santi PA,1993; Wright A, 1997; Mills JH et al,1998).
Telinga merupakan indra pendengaran, terbagi atas beberapa bagian seperti:
telinga luar, tengah, dan dalam.

I. Telinga Luar => merupakan bagian paling luar dari telinga.


Terdiri dari :
1. Daun telinga / Pinna/ Aurikula=> merupakan daun kartilago=> fungsinya :
menangkap gelombang bunyi dan menjalarkannya ke kanal auditori eksternal
(lintasan sempit yang panjangnya sekitar 2,5 cm yang merentang dari aurikula
sampai membran timpani).

2. Membran timpani (gendang telinga)=> merupakan perbatasan telinga bagian luar


dengan tengah. Berbentuk kerucut, dilapisi kulit pada permukaan eksternal, dilapisi
mukosa pada permukaan internal.=>memiliki ketegangan, ukuran, dan ketebalan
yang sesuai untuk menghantarkan gelombang bunyi secara mekanis.Bagianbagiannya :

Bagian atas atau Pars Flaksid (membran shrapnell), terdiri dari 2 lapisan :
o luar : lanjutan epitel telinga
o dalam : epitel kubus bersilia
Terdapat bagian yang diseut dengan atik. Ditempat ini terdapat auditus ad
antrum berupa lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum
mastoid.
Bagian bawah atau Pars tensa(membran propria), terdiri dari 3 lapisan :
o tengah : terdiri dari serat kolangen dan sedikit serat elastin.
3. Bayangan penonjolan bagian bawah malleus pada membran timpani disebut dengan
umbo. Dari umbo, bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah,
yaitu pukul 7 pada membran timpani kiri dan pukul 5 pada membran timpani
kanan. Pada membran timpani terdapat 2 serat, sirkuler dan radier. Serabut inilah
yang mengakibatkan adanya refleks cahaya kerucut. Bila refleks cahaya datar,
maka dicurigai ada kelainan pada tuba eustachius.Membran timpani dibagi atas 4
kuadran untuk menentukan tempat adanya perforasi :

atas depan
atas belakang
bawah depan
bawah belakang => tempat dilakukannya miringotomi

II. Telinga Tengah => terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus (canalis
facialis) tulang temporal
Terdiri dari :
1. Tuba Eustachius=> menghubungkan telinga tengah dengan faring=> normalnya
tuba ini menutup dan akan terbuka saat menelan, mengunyah, dan menguap.=>
berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.
Bila tuba membuka => suara akan teredam.
2. Osikel auditori (tulang pendengaran) => terdiri dari 3 tulang, yaitu : Maleus (martil)
, Inkus (anvill), Stapes (sanggurdi) => MIS.=> berfungsi sebagai penghantar
getaran dari membran timpani ke fenesta vestibuli
3. Otot=> bantu mekanisme kompensasi tubuh untuk melawan suara dengan nada
tinggi (peredam bunyi).

m. stapedius => berkontraksi => stapes jadi kaku => suara dipantulkan
m. tensor timpani => menegangkan gendang telinga => suara teredam

III. Telinga dalam => berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal
Terdiri dari
1.

LabirinTerdiri dari:

Labirin tulang => ruang berliku berisi perilimfe (cairan yang serupa dengan
cairan

serebrospinal).

Terdiri dari 3 bagian:


o Vestibular => bagian sentral labirin tulang yang menghubungkan koklea
dengan saluran semisirkular.
o Saluran semisirkularis
- S. semisirkular anterior(superior) dan posterior mengarah pada bidang
vertikal di setiap sudut kanannya.
- S. semisirkular lateral => terletak horizontal
o Koklea => membentuk 2,5 putaran di sekitar inti tulang, mengandung
reseptor pendengaran (cabang N VIII = vestibulokoklear, pemb. darah.
Frekuensi tertinggi berada di bagian depan. Sekat membagi koklea
menjadi 3 bagian :
- duktus koklear (skala medial) => bagian labirin membranosa yang
terhubung ke sakulus, berisi cairan endolimfe dua bagian labirin tulang
yang terletak di atas dan di bawah skala media => skala vestibuli dan
skala timpani => mengandung cairan perilimfe dan terus memanjang
melalui lubang pada apeks koklea yang disebut helikotrema.
- membran reissner (membran vestibuler) => pisahkan skala media dari
skala vestibuli yang berhubungan dengan fenestra vestibuli
- membran basilar => pisahkan skala media dengan skala timpani,
berhubungan dengan fenestra koklear
- skala organ korti=> terletak pada membran basilar, terdiri dari reseptor
yang disebut sel rambut dan sel penunjang. Sel rambut tidak memiliki
akson dan langsung bersinaps dengan ujung saraf koklear.

Labirin membranosa => serangkaian tuba berongga dan kantong yang


terletak di dalam labirin tulang berisi cairan endolimfe (cairan yang
serupa dengan cairan intraseluler). Merupakan awal 2 kantong (utrikulus
dan sakulus) yang dihubungkan dengan duktus endolimfe. Setiap duktus
mengandung reseptor untuk ekuilibrium statis ( bagaimana kepala
berorientasi terhadap ruang bergantung gaya grafitasi) dan ekuilibrium
dinamis (apakah kepala bergerak atau diam, berapa kecepatan serta arah
gerakan).Utrikulus

terhubung

dengan

duktus

terhubung dengan duktus koklear di dalam koklea.

semilunarisSakulus

2.

Nervus
o Nervus vestibular
o Nervus koklear
Ekuilibrium dan aparatus vestibular
Aparatus vestibular merupakan istilah yang digunakan untuk utrikulus, sakulus, dan
duktus

semisirkularis

yang

mengandung

reseptor

untuk

ekuilibrium

dan

keseimbangan.
1. Ekuilibrium Statis=> kesadaran akan posisi kepala terhadap gaya gravitasi jika tubuh
tidak bergerak. Ini juga merupakan kesadaran untuk merespon perubahan dalam
percepatan linear seperti kecepatan dan arah pergerakan kepala dan garis tubuh dalam
suatu garis lurus.
o Makula adalah reseptor ekuilibrium statis. Satu makula terletak di dinding
utrikulus dan satu lagi terletak pada sakulus
o Setiap makula terdapat sel rambut yang mengandung endapan kalsium yang
disebut otolit (otokonia, statokonia).
o Aktivitas reseptor ditransmisikan ke ujunga saraf vestibular (CN VIII) yang
melilit di sekeliling dasar sel rambut.

2. Ekuilibrium Dinamis => kesadaran akan posisi kepala saat respon gerakan angular
atau rotasi
o Ampula merupakan reseptor untuk ekuilibrium dinamis. Setiap saluran
semisirkularis mengandung suatu bidang pembesaran, ampula, yang berisi krista
(teridiri dari sel penunjang dan sel rambut menonjol yang membentuk lapisan
gelatin = disebut kupula)
Fisiologi Pendengaran
Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran adalah
membran tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga struktur penting
tersebut sangat berperan dalam proses mendengar. Pada bagian apikal sel rambut
sangat kaku dan terdapat penahan yang kuat antara satu bundel dengan bundel
lainnya, sehingga bila mendapat stimulus akustik akan terjadi gerakan yang kaku
bersamaan. Pada bagian puncak stereosillia terdapat rantai pengikat yang
menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan stereosilia yang lebih rendah,
sehingga pada saat terjadi defleksi gabungan stereosilia akan mendorong gabungan-

gabungan yang lain, sehingga akan menimbulkan regangan pada rantai yang
menghubungkan stereosilia tersebut. Keadaan tersebut akan mengakibatkan
terbukanya kanal ion pada membran sel, maka terjadilah depolarisasi. Gerakan yang
berlawanan arah akan mengakibatkan regangan pada rantai tersebut berkurang dan
kanal ion akan menutup. Terdapat perbedaan potensial antara intra sel, perilimfa dan
endolimfa yang menunjang terjadinya proses tersebut. Potensial listrik koklea disebut
koklea mikrofonik, berupa perubahan potensial listrik endolimfa yang berfungsi
sebagai pembangkit pembesaran gelombang energi akustik dan sepenuhnya
diproduksi oleh sel rambut luar (May, Budelis, & Niparko, 2004).
Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan dengan
amplitudo maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi stimulus yang
diterima. Gerak gelombang membran basilaris yang timbul oleh bunyi berfrekuensi
tinggi (10 kHz) mempunyai pergeseran maksimum pada bagian basal koklea,
sedangkan stimulus berfrekuensi rendah (125 kHz) mempunyai pergeseran
maksimum lebih kearah apeks. Gelombang yang timbul oleh bunyi berfrekuensi
sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian apeks, sedangkan bunyi berfrekuensi
sangat rendah dapat melalui bagian basal maupun bagian apeks membran basilaris.
Sel rambut luar dapat meningkatkan atau mempertajam puncak gelombang berjalan
dengan meningkatkan gerakan membran basilaris pada frekuensi tertentu. Keadaan ini
disebut sebagai cochlear amplifier.
Skema proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
telinga luar, lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan ketelinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran tersebut
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan akan
diteruskan ke telinga dalam dan di proyeksikan pada membran basilaris, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan

menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus


auditorius sampai ke korteks pendengaran. (Keith, 1989).

ANALISIS MASALAH
1. Bagaimana klasifikasi pembagian kebisingan?
Jawab :
Menurut Babba (2007), kebisingan di tempat kerja diklasifikasikan ke dalam
dua jenis golongan, yaitu :
Kebisingan yang tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu :
Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise).
Kebisingan ini merupakan nada-nada murni pada frekuensi yang

beragam. Contohnya suara mesin, suara kipas dan sebagainya.


Kebisingan tetap (Broad band noise), kebisingan dengan frekuensi
terputus dan Brod band noise sama-sama digolongkan sebagai
kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah broad band noise

terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi.


Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu :

Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu

berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.


Intermitent noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat

berubah-ubah. Contoh kebisingan lalu lintas.


Kebisingan impulsif (Impulsive noise), kebisingan ini dihasilkan oleh
suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu
relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata dan alat-alat sejenisnya.

Tingkat kebisingan dapat diklasifikasikan berdasarkan intensitas yang diukur dengan


satuan decibel (dB) seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat dan Sumber Bunyi pada Skala Kebisingan tertentu

Tingkat Bising

Sumber Bunyi

Skala intensitas

0 20

Gemerisik daun Suara gemerisik

Sangat tenang

20 40

Perpustakaan, Percakapan

Tenang

dB (A)

40 -60

60 - 80

80 - 100

100 - 120

>120

Radio pelan, Percakapan keras Rumah, gaduh


Kantor

Perusahaan, Radio keras, Jalan

Peluit polisi, Jalan raya Pabrik tekstil, Pekerjaan


Mekanis

Sedang

Keras

Sangat keras

Ruang ketel, Mesin turbin uap, Mesin diesel besar, Sangat amat
Kereta bawah tanah

keras

Ledakan bom, Mesin jet Mesin roket

Menulikan

Sumber : Suharsono (1991)


Sumamur (1993), mengemukakan bahwa selain dibedakan menurut tingkatannya
kebisingan juga dibedakan menurut jenisnya sebagai berikut:
I.

Kebisingan kontinyu yaitu kebisingan dengan spektrum berfrekuensi luas


seperti suara yang timbul oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar serta
spektrum yang berfrekuensi sempit, contoh: suara gergaji sirkuler, katup gas.

II.

Kebisingan terputus-putus, seperti suara lalu lintas, suara pesawat udara yang
tinggal landas.

III.

Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) seperti: pukulan martil,


tembakan senapan, ledakan meriam dan lain-lain.

.
-

Bagaimana penyebab dan mekanisme dari telinga seperti berdenging?


Jawab :
Tinitus dapat dibagi atas 2, yaitu :
Tinitus obyektif, bila suara tersebut dapat juga didengar oleh pemeriksa atau
dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus obyektif bersifat vibritorik, berasal

dari transmisi vibrasi sistem vaskuler atau kardoivaskuler di sekitar telinga.


Tinitus subjektif, bila suara tersebut hanya didengar oleh pasien sendiri, jenis
ini sering terjadi. Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh
proses iritatif atau perubahan degeneratif traktus auditorius mulai dari sel-sel
rambut getar koklea sampai pusat saraf pendengar (Husnul, 2009).

PENYEBAB
Tinnitus dapat timbul dimana saja dari empat bagian-bagian telinga: telinga
bagian luar, telinga bagian tengah, telinga bagian dalam, dan otak. Beberapa tinnitus
atau bunyi kepala adalah normal. Jika seseorang pergi kedalam kamar yang kedap
suara dan bunyi luar yang normal dikurangi, maka ia menjadi sadar atas suara-suara
normal ini. Kita biasanya tidak sadar atas suara-suara tubuh yang normal ini, karena
bunyi luar menyembunyikan mereka. Apa saja, seperti wax atau benda asing di luar
telinga, yang menghalangi suara-suara latarbelakang ini akan menyebabkan kita lebih
sadar atas suara-suara kepala kita sendiri. Cairan, infeksi, atau penyakit dari tulang-

tulang telinga tengah atau gendang telinga (tympanic membrane) dapat juga
menyebabkan tinnitus.
Satu dari penyebab-penyebab yang paling umum dari tinnitus adalah
kerusakan pada ujung-ujung mikroskopik dari syaraf pendengaran didalam telinga
bagian dalam. Usia yang berlanjut umumnya disertai oleh jumlah tertentu dari
perburukan syaraf pendengaran, dan sebagai konsekwensi tinnitus. Sekarang ini,
paparan bunyi yang keras adalah penyebab yang sangat umum dari tinnitus, dan ia
seringkali juga merusak pendengaran. Sayangnya, banyak orang-orang tidak perduli
terhadap efek-efek yang merugikan dari bunyi-bunyi keras yang berlebihan, dari
senjata-senjata api, dan musik intensitas tinggi. Beberapa obat-obat (contohnya,
aspirin) dan penyakit-penyakit lain dari telingan bagian dalam (Meniere's syndrome)
dapat menyebabkan tinnitus. Tinnitus dapat pada situasi-situasi yang jarang menjadi
gejala dari persoalan-persoalan yang begitu serius seperti aneurysm atau tumor otak
(acoustic tumor).
PATOFISIOLOGI :
Pada tinitus terjadi aktifitas elektrik pada area auditorius yang menimbulkan
perasaan adanya bunyi, namun implus yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal
yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber implus abnormal di dalam
tubuh pasien sendiri. Implus abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan
telinga. Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah,
seperti bergemuruh atau nada tinggi, seperti berdengung. Tinitus dapat terus menerus
atau hilang timbul terdengar. Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural
dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh
gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan
inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsasi). Tinitus dengan nada
rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga
karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media, otosklerosis, dan lain-lain. Tinitus
dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala
dini yang penting pada tumor glomus jugulare. Tinitus objektif sering ditimbulkan
oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada
aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus
objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernafas membran timpani

bergerak dan terrjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus
stapedius, serta otot-otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif.
Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotidbody tumour), maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga. Pada tuli
sensorineural, biasanya timbul tinitus subjektif nada tinggi (sekitar 4000 Hz). Pada
intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomysin, dehidro-streptomysin, garamysin,
digitalis, kanamysin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atau hilang
timbul. Pada hipertensi endolimfatik seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus
pada nada rendah dan tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung.
Ganguan ini disertai dengan tuli sensorineural dan vertigo.
Gangguan vaskuler koklea terminalis yang terjadi pada pasien yang stres
akibat

gangguan

keseimbangan

endokrin,

seperti

menjelang

menstruasi,

hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus atau gangguan tersebut
akan hilang bila keadaannya sudah kembali normal.
.

Bagaimana cara pemeriksaan Penala?


Jawab :

Ada beberapa tes garpu tala untuk memeriksa daya pendengaran, yaitu:

Tes Schwabach
Membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan
pemeriksa yang pendengarannya normal.Penala digetarkan, tangkai penala
diletakkan pada processus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya
normal. Bila pemeriksa masing mendengar disebut Schwabach memendek,
bila pemeriksa tidak dapat mendengar lagi pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya yaitu penala diletakkan pada processus mastoideus pemeriksa lebih
dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach
memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira- kira sama mendengarnya

disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.


Uji Rinne
Uji ini membandingkan hantaran udara dengan hantaran tulang. Tiap
telinga diperiksa secara terpisah. Pemeriksa memukulkan garpu tala 512 Hz
pada telapak tangannya dan meletakkan tangkainya pada ujung mastoid.

Pasien kemudian ditanya apakah ia mendengar bunyinya dan diminta untuk


memberitahukan kapan ia tidak dapat mendengarkan lagi. Kalau pasien sudah
tidak dapat mendengarkan lagi, gigi garpu tala yang sedang bergetar diletakan
di depan meatus auditorius eksternus telinga yang sama, dan pasien ditanya
apakah ia masih mendengarnya. Gigi garpu tala yang sedang bergetar tidak
boleh menyentuh rambut karena pasien mungkin menderita gangguan
pendengaran tetapi masih dapat merasakan getarannya.
Dalam keadaan normal, hantaran udara lebih baik daripada hantaran
tulang dan pasien akan dapat mendengar garpu tala pada meatus auditorius
eksternus setelah ia tidak dapat mendengarnya lagi pada ujung mastoid; ini
adalah uji Rinne positif (hantaran udara lebih baik daripada hantaran tulang).
Tetapi pasien dengan tuli konduksi mempunyai hantaran tulang yang lebih
baik daripada hantaran udara (Uji Rinne negatif). Pasien dengan tuli
sensorineural mengalami gangguan pada hantaran udara dan tulang, tetapi uji

Rinne positif.
Uji Weber
Uji Weber membandingkan hantaran tulang pada kedua telinga.
Berdirilah di depan pasien dan letakkan garpu tala 512 Hz yang sedang
bergetar dengan kuat pada bagian tengah dahi pasien. Mintalah kepada pasien
untuk menunjukkan apakah ia mendengar atau merasa bunyi pada telinga
kanan, telinga kiri atau dibagian tengah dahinya (Gambar 6). Mendengar
bunyi atau merasakan getarannya pada bagian tengah adalah respon normal.
Jika bunyi tersebut tidak terdengar dibagian tengah, bunyi tersebut dikatakan
mengalami lateralisasi dan ada gangguan pendengaran. Bunyi akan
dilateralisasikan pada sisi yang terganggu pada tuli konduktif.
Penjelasan untuk uji Weber didasarkan atas efek menutupi bising di
latar belakang. Dalam keadaan normal, ada bising di latar belakang yang
cukup berarti yang mencapai membrane timpani dengan hantaran udara. Hal
ini cenderung menutupi bunyi yang dihasilkan oleh garpu tala yang terdengar
dengan hantaran tulang. Pada telinga dengan tuli konduktif, hantaran udara
berkurang dan oleh karena itu efek menutupinya juga berkurang. Jadi telinga
yang terganggu akan mendengar dan merasai getaran garpu tala lebih baik
ketimbang telinga normal. Pada pasien dengan tuli sensorineural unilateral
bunyi tersebut tidak akan terdengar pada sisi yang terganggu tetapi akan
terdengar oleh atau terlokalisasi pada telinga telinga yang tidak terganggu.

Untuk menguji reliabilitas respons pasien, sebaiknya pemeriksa


sesekali memukulkan garpu tala tersebut pada telapak tangan dan
memegangnya sejenak untuk menghentikan getarannya. Kedua tes ini
kemudian sesuai dengan yang diuraikan di atas. Untuk mempermudah
interpretasi secara klinis dipakai tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach
secara bersamaan.
.
.

Apa saja pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan pada kasus?


Jawab
:
audiometri
otoskopi
tes penala
SISI (Short Increment Sensitivity Index)
ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance)
Speed Audiometri
Bagaimana penatalaksanaan pada kasus?
Jawab :
Sesuai

dengan

penyebab

ketulian,

penderita

sebaiknya

dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin


dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga yaitu berupa sumbat telinga
(ear plugs), tutup telinga (ear muffs).
Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli saraf koklea yang bersifat menetap
(irreversible),

bila

gangguan

pendengaran

sudah

mengakibatkan

kesulitan

berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu
dengar (ABD). Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan
memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu dilakukan
psikoterapi supaya pasien dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran
(auditory training) juga dapat dilakukan agar pasien dapat menggunakan sisa
pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip
reading), mimik dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat
berkomunikasi.
.

Bagaimana prognosis pada kasus?


Jawab :
Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang

sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun

pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah
pencegahan terjadinya ketulian.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soetirto I. Tuli akibat bising ( Noise induced hearing loss ). Dalam : Soepardi
EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI, 1990. h. 37-9.
2. Soetirto I, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran akibat bising. Disampaikan
pada Simposium Penyakit THT Akibat Hubungan Kerja & Cacat Akibat
Kecelakaan Kerja, Jakarta, 2 Juni, 2001.
3. Stach BA. Clinical audiology an introduction. San Diego : Singular Publishing
Group Inc, 1998. h.137-41.
4. Oetomo A, Suyitno S. Studi kasus gangguan pendengaran akibat bising di
beberapa pabrik di kota Semarang. Disampaikan pada PIT Perhati, Bukit
Tinggi, 28-30 Oktober,1993.

5. Moore GF, Ogren FP, Yonkers AJ. Anatomy and embryology of the ear. Dalam
: Lee KJ, Ed. Textbook of otolaryngology and head and neck surgery. New
York : Elsevier Science Publishing,1989.h.10-20.
6. Adenan A. Kumpulan kuliah telinga. Bagian THT FK USU/RS Dr.Pirngadi.
Medan.
7. Hadjar E. Gangguan keseimbangan dan kelumpuhan nervus fasial.Dalam :
Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1990. h. 75-7.
8. Oedono RMT. Penatalaksanaan penyakit akibat lingkungan kerja dibidang
THT. Disampaikan pada PIT Perhati, Batu-Malang, 27-29 Oktober, 1996.
9. Nasution AK. Pengaruh kebisingan pada pendengaran pandai besi. Skripsi.
Bagian THT FK USU.1991.

Anda mungkin juga menyukai