Anda di halaman 1dari 6

Beberapa Permasalah Kerumahtanggaan

Al Khilaf, Perselisihan antara Suami dan


Isteri

Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam dikrinya terdapat sifat-sifat positif
maupun negatif. Dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, terkadang muncul
kebaikan dari sifat positif yang dimiliki namun bisa pula muncul keburukan karena dia
memiliki sisi negatif. Tatkala sifat positif yang mendominasi, mereka akan hidup dalam
keteraturan dan keserasian, sebaliknya jika sifat negatif yang mendominasi akan
memunculkan disharmoni dan perselisihan.
Perselisihan di dalam masyarakat, kecilnya bisa berbentuk ketidakenakan
hubungan, saling mendiamkan atau bahkan pertengkaran. Besarnya bisa berbentuk
tawuran antar warga masyarakat, atau perkelahian massal antar kampung, antar suku,
atau antar kepentingan yang berbeda, yang menelan korban jiwa dan kerugian material.
Demikian pula dalam kehidupan rumah tangga. Perselisihan bisa terjadi antara suami
dengan isteri, dalam bentuk ringan sampai ke tingkat yang berat.
Perselisihan antara suami dan isteri bentuk ringannya bisa berupa pertengkaran,
saling menaruh ketidakpercayaan, dan kecurigaan yang berlebihan. Sedangkan beratnya
bisa berbentuk perceraian, bahkan pembunuhan yang dilakukan satu pihak kepada pihak
lainnya. Islam memberikan beberapa peringatan kepada kita berkenaan dengan
perselisihan antara suami dengan isteri ini, di antaranya adalah:
1. Perselisihan Suami dan Isteri merupakan Gangguan Iblis
Rasulullah saw memberitahukan kepada kita bahwa perselisihan yang akhirnya
berdampak perceraian adalah salah satu manviestasi gangguan iblis.
Jabir ra berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda, Sesungguhnya iblis
meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia mengirimkan pasukannya. Maka
yang paling dekat kepadanya ialah yang paling besar fitnahnya. Maka datanglah salah
seorang dari mereka seraya berkata: aku telah berbuat begini dan begini. Sang iblis

menjawab: Kamu belum berbuat apa-apa. Kemudian datang satu lagi dan melapor: Aku
tidak membiarkan dia hingga aku ceraikan antara dia dan isterinya. Lalu sang iblis
mendekat seraya berkata: Bagus kamu (HR. Muslim).
Hal ini menandakan bahwa perselisihan antara suami dan isteri yang
membuahkan perceraian adalah sebiuah gangguan yang sangat hebat nilainya, sehingga
iblis memuji anak huahnya yang berhasil mempengaruhi manusia untuk bercerai.
1. Islam Mencegah Perbuatan yang Bisa Menyebabkan Perselisihan Suami dan Isteri
Karena perselisihan antara suami dan isteri adalah sebiuah tindakan yang tercela,
maka Islam melarang aktivitas yang akan menghantarkan terjadinya perselisihan tersebut.
Orang ketiga yang menyebablkan terjadinya pertikaian antara suami dan isteri dikecam
keras oleh Nabi saw:
Tidaklah termasuk golonganku orang yang merusak hubungan wanita dengan
suaminya (HR. Abu Dawud).
Bisa jadi seseorang menyampaikan sebuah cerita atau pernyataan yang memicu
pertengkaran antara suami dengan isterinya, seperti ungkapan, Saya melihat suami kamu
kemarin asyik berbincang dengan wanita teman sekantornya. Ungkapan seperti ini
penuh bias, terutama pada kata asyik berbincang sehingga menimbulkan kesan sedang
mengobrol berdua-duaan. Padahal ketika ditanyakan kepada suami, yang terjadi adalah
rapat di perusahaan, dimana dihadiri oleh seluruh staf baik yang laki-laki maupun
perempuan sehingga mereka saling berbincang tentang urusan kantor dengan sedemikian
antusias.
Perilaku yang sengaja memicu pertengkartan suami isteri seperti inilah yang
menyebabkan pelakunya dianggap laisa minna, yaitu bukan dari golongan Nabi saw.
Dengan demikian umat islam dicegah agar tidak melakukan suatu tindakan atau
mengelauarkan suatu pernytaan yang bisa menyulut ketidakenakan hubungan antara
suami dengan isteri.
2. Perselisihan Suami dan Isteri Harus segera Diselesaikan
Jangan dibiarkan perselisihan antara suami dengan isteri menjadi berlarut-larut.
Secepatnya harus segera dicarikan solusi agar terselesaikan secara tuntas sehingga tidak
membesar dan membahayakan kehidupan kerumahtanggaan. Kadang-kadang perselisihan
itu bermula dari hal yang sederhana dan remeh, misalnya gurauan yang tidak

proporsional atau cara komunikasi yang toidak tepat, akan tetapi apabila hal itu yterjadi
dalam waktu yang lama dan terus menurs, akan cenderung membesar menjadi tumpukan
masalah berat byang sulit dipecahkan.
Dalam kaitan dengan upaya penyelesaian masalah tatkala muncul perselisihan
antara suami dengan isteri ini, ada beberapa tuntunan yang harus diperhatikan.
a. Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati
Prinsip ini mengajarkan kepada kita berpikir dan bertindak antisipatif. Memang
ada perlunya berprinsip Sedia Obat Sebelum Sakit, akan tetapi lebih utama untuk
berperilaku hidup sehat sehingga tidak muncul penyakit. Apabila suami dan isteri
senantiasa berada\dalam suasana komunikasi yang mengenakkan dan melegakan kedua
belah pihak, maka akan lebih mudah untulk menghindari dan mencegah kemungkinan
munculnya perselisihan yang berat.
Sikap keterbukaan dan berbaik sangka yang ditradisikan antara kedua belah pihak
akan sangat membantu terjadinya suasana yang nyaman dal;am berinteraksi. Kedua belah
pihak senantiasa berusaha membangun komunikasi yang efektif dan saling memahami
datu dengan yang lainnya dalam berbagai permasalahan. Dengan cara ini pencegahan
bisa dilakjukan sejak dini. Kalaupun muncul konflik, hanyalh sebatas kesalahpahaman
keciil yang mudah diselesaikan, dan dalam batas kewajaran bagi sebuah keluarga.
Rasulullah saw memberikan pengarahan:
Demi Allah, sungguh salah seorang di antara kamu bersikeras dengan bersumpah
tidak mau mengalah terhadap isterinya itu lebih berat dosanya daripada ia membayar
kafarat yang diwajibkan Allah atasnya (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits di atas memberikan pondasi awal yang sangat kokoh dalam memahami
perselisihan., hendaklah ada sikap saling mengalkah dari awalnya., tidak saling
bersitegang dan bersikeras mempertahankaijn pendapatnya sendiri dengan menganggap
dirinya lebih baik dan lebih benar daripada pasangannya.
b. Suami dan Isteri Berusaha Menyelesaikan Masalah Mereka Sendiri
Sebaiknya suami dan isteri yang mengalami perselisihan segera mengambil
inisiatif untuk segera menyelesaikan tanpa melibatkan pihak ketiga. Hal ini lebih utama
untuk menjaga perasaan kedua belah pihak, sehingga berbagai kekurangan atau
kelemahan tidak akan diketahui orang lain. Tidak ada keluarga yang tidak pernah

mengalami perselisihan, hanya kadarnya saja yang berbeda-beda, dan cara mensikapi
yang juga berbeda.
Sikap merasa benar sendiri sehingga mengacuhkan perasaan dan kondisi yang lain
sangatlah btidak terpuji. Sikap yang lkebih utama adalah mengevaluasi diri sendiri,
mencari kelemahan dan kesalahn diri sendiri, serta tidak melemparkannya kepada pihak
lain. Akan sangat mudah mencari-carei kelemahan pihak lain, karena setiap orang
memang memiliki kelemahan. Namun sangat sulit mencari dan mengakui kelemahan
apalagi kesalahan diri sendiri untuk kemudian memperbaikinya.
Sikap merasa benar sendiri inilah yang menyulitkan usaha penyelesaian
perselisihan, karena ada pihak yang tidak mau membuka diri terhadap kemungkinan
dirinya bersalah. Padahal dalam usaha penyelesaian masalah ini tidak mesti berpikir
salah dan benar, sehingga harus ada pihak yang dikatakan sebagai benar dan ada yang
disalahkan. Pemikiran hitam putih seperti ini tidak mesti menyelesaikan masalah, bahkan
tidak jarang semakin memperuncing dan merumitkan masalah.
Dengan sikap saling mkengalah dan mencari kesalahan serta kelemahan diri,
bersuaha memahami pasangan dan menerima kekurangannya, akan lebih cepat
menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara suami dan isteri. Allah Taala telah
memberikan pengarahan:
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari
suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarbenarnya. Dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menururt
tabiatnya kikir. Akan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara
dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh) maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan (An Nisa: 128).
Ayat di atas memberikan pengarahan agar suami dan isteri menempuh jalan
perdamaian di antara mereka dalam menyelesaikan permasalahan di antara keduanya.
c. Menghadirkan Pihak Ketiga
Kadang permasalahan antara suami dan isteri tidak mampu mereka selesaikan
sendiri. Bisa jadi karena kadar permasalahannya yang memang sudah berat, atau karena
sikap salah seorang di antara keduanya yang tidak mau menyelesaikan masalah karena

merasa tidak ada masalah. Pada kondisi seperti ini diperlukan pihak ketiga untuk
menyelesaikan masalah atau mendamaiakan di antara keduanya.
Rasulullah saw pernah menawarkan bantuan untuk menyelesaikan masalah suami
dan isteri dari kalangan sahabat. Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa suami
Barirah adalah seorang hbudak bernama Mughits. Suatu ketika tampak seolah-olah
Mughits sedang berputar-putar di belakang Barirah sambil menangis dan air matanya
membasahi janghutnya. Nabi saw bersabda:
Alangkah baiknya kalau engkau kembali kepadanya.
Ya Rasulallah, apakah engkau memerintahkan aku? tanya Barirah.
Aku hanya memberi bantuan, jawab Nabi saw.
Aku tidak membutuhkannya, kata Barirah.
Kisah di atas memberikan gambaran bolehnya pihak ketiga terlibat dalam urusan
perselisihan suami ister apabila mendapatkan keizinan dari kedua belah pihak. Sebaiknya
kedua belah pihak mensepkati personal yang akan dilibatkan dalam penyelesaian
perselisihan mereka, misalnya dari kerabat atau teman kepercayaan, atau seorang ustadz
dan ulama yang terpercaya.
Pihak ketiga yang dipilih hendaklah seorang yang amanah, bisa menjaga rahasia,
dan memiliki kapabilitas untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh suami
dan isteri tersebut. Artinya, tidak sekedar asal menunjuk orang yang ternyata tidak
amanah, atau tidak memiliki kapabilitas untuk memberikan kontribusi penyelesaian
masalah. Keterlibatan pihak ketiga baru akan bermanfaat dan membawa maslahat apabila
orangnya tepat, dan pada akhirnya bisa memberikan solusi.
c. Menghadirkan Hakam
Ketika perselisihan sudah sedemikian berat, dan berbagai usaha yang disebutkan
di depan tidak membawa hasil, maka yang harus dilakukan adalah menghadirkan hakam
(juru damai), sebagaimana disebutkan Allah dalam firmanNya:
Dan jika kamu mengkhawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimkanlah seorang hakam (juru pendamai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberikan taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal (An Nisa: 35).

Al Hafizh Ibnu Katsir memberikan komentar mengenai ayat di atas sebagai


berikut:
Apabila perkara mereka sudah gawat dan perselisihan sudah panjang, maka
kirimkanlah seorang hakam (juru pendamai) yang dapat dipecaya dari keluarga wanita
dan seorang hakam yang dapat dipercaya dari keluarga laki-laki untuk berunding dan
mempertimbangkan urusan mereka serta melakukan apa yang maslahat bagi mereka,
apakah mereka berpendapat bahwa kedua suami isteri itu lebih maslahat dipisahkan atau
dipersatukan, tetapi Pembuat Syariat memberi pandangan untuk bersatu.
Ali bin Abi Thalib pernah didatangi seorang wanita bersama suaminya yang
masing-masing diikuti oleh sejumlah orang. Lalu dari pihak wanita mengajukan seorang
hakam demikian pula dari pihak laki-laki mengajukan seorang hakam. Ali berkata kepada
kedua hakam tersebut, Apakah kalian tahu wewenang kalian? Jika kalian memandang
perlu menyatukan mereka kembali, maka satukanlah.
Dengan demikian, keputusan harus diambil oleh kedua hakam dari kedua belah
pihak secara adil dengan mempertimbangkan banyak kepentingan. Hakam dari kedua
belah pihak bisa membicarakan permasalahan secara baik-baik dan kekeluargaan,
sehingga mencapai kata sepakat untuk menyatukan suami dan isteri itu kembali atau
memisahkan mereka dengan jalan perceraian.
Hendaknya langkah mendatangkan hakam ini menjadi alternatif teralkhir dalam
penyelesaian perselisihan suami dan isteri. Artinya, langkah-langkah antisipatif harus
dilakukan terlebih dahulu dan masing-masing pihak darei suami dan isteri harus meyakini
bahwa mereka lebih mengerti akar persoalan daripada orang lain, sehingga berusaha
untuk menyelesaikan snediri perkara mereka. Barulah jika berbagai langkah sebagaimana
dijelaskan didepan tidak memnbuahkan hasil, mereka bisa mendatangkan hakam yang
terpercaya.
Demikianlah beberapa langkah menyelesaikan perselisihan antara suami dengan
isteri. Semoga kita semua terhindar dari perselisihan yang membahayakan kehidupan
rumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai