Anda di halaman 1dari 6

TUGAS UJIAN

Disusun oleh :
Zahra Puspita
1102011301

Pembimbing :
dr. Asep Aminudin, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RSUD DR. DRAJAT PRAWIRANEGARA SERANG
PERIODE DESEMBER 2015

TUGAS UJIAN STASE BEDAH


1. Patogenesis Terjadinya Kista Ductus Tiroglosus
Kista duktus tiroglosus adalah salah satu massa kongenital tersering yang ditemukan
pada midline leher. Kista ini terbentuk akibat kegagalan involusi dari duktus tiroglossus. Pada
proses perkembangannya, kelenjar tiroid turun ke tempatnya yang seharusnya melalui suatu
duktus bernama tiroglossus. Normalnya, duktus ini akan berinvolusi. Patensi dari duktus ini
menimbulkan potensi besar terbentuknya kista duktus tiroglossus.
Terdapat beberapari teori yang dapat menyebabkan terjadinya kista duktus tiroglosus.
Kista ini terbentuk akibat kegagalan involusi dari duktus tiroglossus. Pada proses
perkembangan, Kelenjar thyroid berkembang mulai pada minggu keempat kehidupan fetal
dengan membentuk endoderm di medial, tumbuh ke bawah dari pangkal lidah. Proses tumbuh
ke bawah ini dengan cepat membentuk saluran yang disebut ductus thyroglossus. Saluran ini
bermuara pada lidah berhubungan dengan foramen secum. Ujung bawah terbelah menjadi
dua lobus dan akhirnya terletak berhubungan dengan trachea pada sekitar minggu ketujuh.
Ductus thyroglossus kemudian menghilang, tetapi bagian terbawah sering tetap ada dalam
bentuk lobus piramidalis kelenjar tiroid turun ke tempatnya yang seharusnya melalui suatu
duktus bernama tiroglossus. Secara normal, duktus ini akan berinvolusi dan menghilang.
Patensi dari duktus ini menimbulkan potensi besar terbentuknya sinus, fistula atau kista
duktus tiroglossus.
Infeksi tenggorok berulang akan merangsang sisa epitel traktus, sehingga mengalami
degenerasi kistik. Sumbatan duktus tiroglosus akan mengakibatkan terjadinya penumpukan
sekret sehingga membentuk kista. Teori lain mengatakan mengingat duktus tiroglosus terletak
di antara beberapa kelenjar limfe di leher, jika sering terjadi peradangan, maka epitel duktus
juga ikut meradang, sehingga terbentuklah kista.

2. Trigonum Regio Colli

Gambar 1. Trigonum Colli

Gambar 2. Pemukaan anterior trigonum coli anterior dan posterior dengan komponenkomponennya.

Pembagian Regio colli oleh m. sternomastoideus dibagi menjadi dua region colli anterior
yang terletak didepan (vetral) dan region colli posterior yang terletak di belakang (dorsal)
otot tersebut pada otot dikenal sebagai region sternomastoideus. Regio colli anterior dibagi
dalam beberapa region antara lain:
A. Trigonum colli anterior, oleh m.omohyodeus dibagi menjadi 4 trigonum :
1. Trigonum submentalis yang dibasi :

ventro cranial = mentum (dagu)


lateral = venter anterior m.digastricus kanan dan kiri
kaudal = os hyodeum

2. Trigonum submandibulans (= m.digastricus) yang dibatasi:

lateral = basis mandibulae


medial = venter anterior m.digastricus

dorsal = venter posterior digastricus


3. Trigonum caroticum yang dibatasi:
dorsal = n.sternomastoideus
ventrokranial = venter posterior m.digastricus

entrokaudal = venter superior m.omohyoideus

4. Trigonum musculare yang dibatasi:


Ventral = linea mediana
Kraniodorsal = venter superior m omohyoldeus.
Kaudodorsal = m.sternomastojdeus.
B. Trigonum colli posterior oleh venter inferior m.omohyoideus dibagi 2 bagian:
1. Trigonum occipitalis yang dibatasi oleh:

ventral = m.sternomastoideus
dorsal m.trapezius
kaudal venter inferior m.omohyoideus

2. trigonum suprasciavicularis yang dibatasi:

ventral = m.sternomastoideus
kranial = venter inferior momohyoideus

kaudal = clavicula

3. Terapi Non Farmakologis pada Limfadenitis TB


Terapi non farmakologis yang biasanya dilakukan yaitu melalui prosedur kemoterapi
ataupun pembedahan. Limfadenitis yang diakibatkan infeksi TB umumnya memberikan

respon yang baik terhadap pengobatan kemoterapi tuberkulosa yang diberikan sedangkan
prosedur pembedahan yang dilakukan antara lain:
1. Biopsi eksisional
Tindakan eksisi

bertujuan

sebagai

penanganan

definitif

sekaligus

untuk

mengkonfirmasi kuman penyebab dari limfadenitis. Tindakan ini umumnya lebih


dianjurkan pada jenis mikobakterium non tuberkulosa.
2. Aspirasi
Aspirasi memberikan hasil sekitar 50% penyembuhan
3. Insisi dan drainage
4. Kuretase
Terapi kuretasi memberikan hasil sekitar 70% kesembuhan
5. Eksisi komplit
Dilakukan dengan mengangkat seluruh kelenjar getah bening yang terinfeksi disertai
jaringan sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Amin Z, Bahar A. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pengobatan Tuberkulosis
Mutakhir. Ed 4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia
Anatomi leher dan kepala diakses dari elisa.ugm.ac.id tanggal 01 feb 2016

Susanto EA, Suaryana SN. Kista Ductus Tiroglosus. Vol 2 No 10, 2013. E-jurnal medika
udayana

Anda mungkin juga menyukai