Anda di halaman 1dari 343

GEOLOGI DAN STUDI LINGKUNGAN PENGENDAPAN

SATUAN BATUPASIR SAMBIPTU


DAERAH PUTAT DAN SEKITARNYA,KECAMATAN PATUK,
KABUPATEN GUNUNG KIDUL
PROVINSI D.I.YOGYAKARTA

SKRIPSI

Oleh :
PANDITA PURBACARAKA
111.060.059

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

23

YOGYAKARTA
2011

GEOLOGI DAN STUDI LINGKUNGAN PENGENDAPAN SATUAN


BATUPASIR SAMBIPITU
DAERAH PUTAT DAN SEKITARNYA ,KECAMATAN PATUK ,KABUPATEN
GUNUNG KIDUL,
PROVINSI D.I.YOGYAKARTA

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

Oleh :

PANDITA PURBACARAKA
111.060.059

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2011

24

PENGESAHAN
GEOLOGI DAN STUDI LINGKUNGAN PENGENDAAN SATUAN
BATUPASIR SAMBIPITU
DAERAH PUTAT,KECAMATAN PATUK,KABUPATEN GUNUNG KIDUL,
PROVINSI D.I.YOGYAKARTA

SKRIPSI
Oleh :

PANDITA PURBACARAKA
111.060.059

Yogyakarta,13 September 2011


Menyetujui,
Dosen Pembimbing I,

Dr.Ir.C. Prasetyadi,M.sc.
NPY. 19581104 1987030 1 001

Dosen Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Sutanto, DEA.


NPY.19540907 19831 1 001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Geologi

Ir.H. Sugeng Raharjo ,M.T


NPY. 19581208 199203 1 001

25

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat diberikan kecerahan berfikir dan
daya juang untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu tanpa adanya
suatu halangan yang berarti.
Skripsi dengan judul Geologi dan Studi Lingkungan Pengendapan
Satuan Batupasir Sambipitu Daerah Putat Dan Sekitarnya, Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul,Provinsi D.I.Yogyakarta disusun sebagai syarat
dalam meraih gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi
Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta dan juga
merupakan salah satu titik yang menarik dalam perjalanan hidup penulis dalam
proses memahami dan menghayati suatu tahapan belajar dan berfikir

guna

mengetahui cermin kebenaran alam.


Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari peran dan dukungan serta
motivasi dari berbagai pihak, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada :
1. Kedua Orang tua tercinta n atas semangat yang tak terhingga.
2. Bpk. Ir. H. Sugeng Raharjo, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Geologi,
Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta.
3. Bpk. Dr. Ir. C. Prasetyadi, MSc., selaku Dosen Pembimbing I.
4. Bpk.Prof.Dr. Ir. Sutanto,DEA selaku Dosen Pembimbing II.
5. Keluarga besar Bpk. Samijo atas bantuan fasilitas selama kegiatan
pemetaan berlangsung.
6. Tim Pemetaan Nglegi Bersatu (Anindyo Widiasworo, Alexandro Johan,
Albi Daniel) atas kerjasama dan kinerja yang solid selama kegiatan
lapangan berlangsung.

26

7. Rizki Silvia Megaputri atas dorongan dan semangatnya.


8. Keluarga Besar North Hill dan Pangea 2006.
9.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu - persatu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga
skripsi ini dapat terselesaikan.

Menyadari tidak adanya manusia yang sempurna di dunia ini, begitu pula
dalam penulisan skripsi ini, apa yang tertulis di dalamnya masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
bersifat membangun dari para pembaca agar tercapainya kesempurnaan dalam
penulisan ilmiah berikutnya.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan berguna untuk
dipahami bagi para pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya
serta dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta,13 September 2011


Penulis,

PANDITA PURBACARAKA

27

MOTTO
Pergunakan setiap nafas dengan semaksimal mungkin karena hidup ini tidaklah lama
dan matilah dengan senang karena telah tidak menyia-nyiakan satu nafaspun.

PERSEMBAHAN
Segala rasa syukur tiada henti terucap kepada Allah S.W.T yang telah memberikan
kesempatan, nikmat akal sehat, daya juang, serta rezeki yang berlimpah.
Spesial teruntuk Keluarga (Bapak,Ibu,kakak) yang telah memberikan semangat tiada
henti.
Ibuku yang selalu mengingatkan agar bias menjadi manusia yang terbaik.
Ayahku yang tiada henti memberi support dalam bentuk apapun
Rizki Silvia Megaputri atas segala inspirasi dan motivasi yang telah kamu berikan
Anindyo Widiasworo Pols sebagai koki terbaik.
Alexandro Jamin Johan sebagai teman tertawa terbaik
Albi Daniel sebagai teman nekad terbaik
North Hill PANGEA dalam kebersamaan PANGEA 2006
Ujang seperangkat komputer tua yang tiada henti membantu mewujudkan ide
dalam setiap karyaku
Bumpy yang telah mengantarkanku ke setiap tujuanku.

28

GEOLOGI DAN ANALISA LINGKUNGAN PENGENDAPAN


SATUAN BATUPASIR SABIPITU
DAERAH NGLIPAR DAN SEKITARNYA
KECAMATAN NGLIPAR, KABUPATEN GUNUNG KIDUL
PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SARI

Daerah telitian secara administratif terletak di daerah Nglipar dan sekitarnya,


Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D. I. Yogyakarta. Secara
geografis berada pada koordinat 445900 451900 UTM dan 912790 913290 UTM
yang tercakup dalam lembar Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D. I.
Yogyakarta, lembar peta nomor 1408 - 311 dengan skala 1 : 20.000 dengan luas
daerah telitian 5 x 6 km2.
Secara geomorfik, daerah telitian dibagi menjadi dua satuan bentukan asal,
yaitu bentukan asal Fluvial yang terdiri dari Subsatuan Geomorfik Dataran Banjir
(F1) Tubuh Sungai (F2) dan Dataran Dataran Alluvial (F3) dan Bentukan Asal
Struktural yang terdiri dari : Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin (S1) ,dan
Subsatuan Geomorfik Dataran Homoklin (S2). Pola pengaliran yang berkembang
pada daerah telitian yaitu Subdendritik perkembangan dari pengaruh struktural yang
bekerja dengan stadia Geomorfologi yang telah mencapai tahapan dewasa.
Stratigrafi daerah telitian terdiri dari lima satuan batuan dan satu satuan pasir
lepas, dari tua ke muda adalah Satuan Batupasir Semilir yang berumur Miosen Awal
yang diendapkan pada Bathial Atas (Barker, 1960), selanjutnya diendapkan Satuan
Breksi Nglanggran berumur Miosen Awal yang diendapkan pada Bathial Atas dan
mempunyai hubungan selaras dengan Satuan Batupasir Sambipitu berumur Miosen
Awal Tengah yang memiliki hubungan selaras dengan Batugamping Oyo yang
berumur Pliosen Awal dan diendapkan pada Neritik Tengah. Selanjutnya diendapkan
Satuan Pasir Lepas berumur Holosen diatas Satuan Batugamping Oyo dengan
hubungan tidak selaras.
Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian berupa Sessar naik
yang memiliki kedududkan bidang sesar N080E/56, plunge 42 bearing N232E
rake 47, dan sesar mendatar yang memiliki kedudukan bidang sesar N201E/82,
plunge 18 bearing N017E rake 56
Satuan Batupasir mempunyai lingkungan pengendapan submarine fan yang
terletak pada upper fan dan middle fan dengan pencirinya berupa fasies classical
turbidites,massive sandstone, debris flow, conglomerates, dan pebbly sandstone.

29

DAFTAR ISI

Halaman Judul... i
Halaman Pengesahan..... ii
Kata Pengantar... iii
Halaman Motto & Persembahan.. v
Sari..................... vi
Daftar Isi.......................

vii

Daftar Gambar... xi
Daftar Tabel.....................

xv

Daftar Lampiran xvi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang. 1

1.2

Maksud dan Tujuan. 2

1.3

Letak dan Luas, Kesampaian Daerah Telitian, dan Waktu Penelitian.......

1.4

1.3.1

Letak dan Luas Daerah Telitian....................................................

1.3.2

Kesampaian Daerah. 3

1.3.3

Waktu Penelitian. 4

Pokok Permasalahan... 4
1.4.1

Permasalahan Geologi. 4
1.4.1.1 Permasalahan Geomorfologi 4
1.4.1.2 Permasalahan Stratigrafi.. 5
1.4.1.3 Permasalahan Struktur Geologi 5
1.4.1.4 Permasalahan Sejarah Geologi. 5

1.4.2

Permasalahan Studi.. 6
1.4.2.1 Permasalahan Fasies. 6

1.5

Tahapan dan Metode Penelitian... 6


1.5.1

Penelitian Pendahuluan 6
1.5.1.1 Penelitian Terdahulu. 6

1.5.2

Penelitian Lapangan. 7

30

1.5.2.1 Tahap Pra-Mapping. 8


1.5.2.2 Tahap Pemetaan (Mapping). 8

1.6

BAB 2
2.1

1.5.3

Pengolahan Data.. 9

1.5.4

Penyusunan Laporan 9

1.5.5

Hasil Penelitian 10

Manfaat Penelitian... 10
1.6.1

Manfaat Keilmuan 10

1.6.2

Manfaat Institusi... 10

GEOLOGI PEGUNUNGAN SELATAN


Fisiografi Pulau Jawa... 11
2.1.1

Zona Pegumungan Selatan 13

2.2

Tatanan Tektonik Pegunungan Selatan 15

2.3

Stratigrafi Regional.. 18
2.3.1

Stratigrafi Daerah Pegunungan Selatan 18

2.3.2 Stratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Barat (Batuan dasar PraTersier).

BAB 3

19

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1 Geomorfologi 23
3.1.1

Dasar Pembagian Bentuk Lahan... 23

3.1.2

Pola Pengaliran Daerah Telitian 26

3.1.3

Stadia Erosi Daerah Penelitian.. 27

3.1.4

Geomorfologi Daerah Penelitian.. 28


3.1.4.1 Satuan Geomorfik Bentukan Asal Struktural... 29
3.1.4.1.1 Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin (S1) 30
3.1.4.1.2 Subsatuan Geomorfik Datarn Homoklin (S2).. 30
3.1.4.2 Satuan Geomorfik Bentukan Asal Fluvial 37
3.1.4.2.1 Subsatuan Geomorfik Dataran Banjir (F1).. 37
3.1.4.2.2 Subsatuan Geomorfik Tubuh Sungai (F2) 38
3.1.4.2.3 Subsatuan Geomorfik Dataran Aluvial (F3) 38

31

3.2 Stratigrafi Daerah Telitian 39


3.2.1

Satuan Breksi Nglanggeran... 42

3.2.2

Satuan Batupasir Sambipitu.. 48

3.2.3

Satuan Batugamping Oyo. 55

3.2.4

Satuan Pasir Lepas.... 61

3.3 Struktur Geologi 62


3.3.1

Struktur Sesar 64
3.3.1.1 Struktur Sesar Daerah Beji.... 64
3.3.1.2 Struktur Sesar Daerah Bubung.. 66
3.3.1.3 Struktur Sesar Nglegi 68

3.4 Sejarah Geologi. 69


3.4.1

Fase I. 69

3.4.2

Fase II.... 70

3.4.3

Fase III... 71

3.4.4

Fase IV.. 72

3.4.5

Fase V.... 73

BAB 4
ANALISA LINGKUNGAN PENGENDAPAN SATUAN BATUPASIR
SAMBIPITU
4.1 Dasar Teori
4.1.1

Dasar Penentuan Analisa Lingkungan Pengendapan. 74


4.1.1.1 Aspek Fisika.. 75
4.1.1.1.1 Model Kipas Bawah Laut Walker.. 77
4.1.1.2 Aspek Kimia.. 82
4.1.1.2.1 Analisa asosiasi litologi dan mineral.. 82
4.1.1.3 Aspek Biologi 82

4.2.

Analisa Lingkungan Pengendapan Satuan Batupasir Sambipitu.. 83


4.2.1. Hasil Analisa Satuan Batupasir Sambipitu 84
4.2.2

Analisa Profil Formasi Sambipitu 86


4.2.2.1 Profil Bagian Atas.... 87
4.2.2.2 Profil Bagian Bawah. 90

32

4.2.2.2.1 Profil Ngepung 90


4.2.2.2.2 Profil Beji 94
4.2.2.2.3 Profil Ngasinan.. 98
4.2.3. Lintasan Terukur (Measuring Section) Sungai Widoro 102
4.3 Pembahasan109

BAB 5
5.1

4.3.1

Aspek Kimia.. 109

4.3.2

Aspek Biologi 109

4.3.3

Aspek Fisika.. 109

POTENSI GEOLOGI
Potensi Positif 111
5.1.1

Geomorfologi Perbukitan..

111
5.2

Potensif Negatif 112


5.2.1

Gerakan Tanah..

112
BAB 6

KESIMPULAN..............................................................................................
113

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

33

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Pembangian klasifikasi kelerengan menurut Van Zuidam, (1979)...................
24
Tabel 4.1. Tabel kedalaman menurut Grimsdale dan Mark Hoven (1950)..
82

34

DAFTAR LAMPIRAN

A. Lampiran dalam teks


1. Analisis Petrografi (AP)
2. Analisis Paleontologi (AF)
3. Analisis Etsa (AE)

B. Lampiran dalam kantong


1. Peta Lintasan dan Lokasi Pengamatan
2. Peta Geomorfologi
3. Peta Geologi
5. Profil Lintasan
6. Penampang Stratigrafi Terukur (Measuring Section)

35

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Geologi Pulau Jawa te1ah banyak dipe1ajari dan bahkan hampir keseluruhan

wilayah telah dipetakan secara sistematik. Penyelidikan geo1ogi, baik untuk


kepentingan eksplorasi migas, mineral ataupun untuk kepentingan ilmiah te1ah banyak
dilakukan. Namun demikian pemahaman secara menyeluruh tentang geologi Jawa
masih terbatas. Banyak aspek yang masih perlu dikaji tentang perkembangan Pulau
Jawa, baik masalah stratigrafi, sedimentasi dan perkembangan cekungan maupun
tektonik dan volkanisme.
Geologi wilayah Putat dipilih sebagai daerah pemetaan geologi karena Daerah
telitian sebagai laboratorium alam merupakan daerah yang secara geologi cukup
menarik untuk dilakukan penelitian. Hal ini disebabkan karena daerah tersebut
mempunyai suatu tatanan geologi yang kompleks baik secara stratigrafi, struktur

36

geologi, tektonika, maupun morfogenesa serta proses proses geologi yang sangat
menarik untuk dipelajari guna menerapkan ilmu-ilmu geologi lapangan berdasarkan
hukum-hukum geologi yang telah diperoleh di bangku perkuliahan dan juga
dikarenakan masih kurangnya penelitian yang dilakukan didaerah ini khususnya dari
segi geologinya.
Hal - hal tersebut yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian pada
daerah Semin Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DI Yogyakarta
dengan judul Geologi dan Studi Lingkungan Pengendapan Satuan Batupasir
Formasi Sambipitu Daerah Putat dan Sekitarnya Kecamatan Patuk, Kabupaten
Gunung Kidul,Provinsi DI Yogyakarta.

1.2.

Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah sebagai tugas akhir dalam memenuhi

persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Geologi (S1) Jurusan
Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Yogyakarta.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kondisi dan perkembangan
geologi daerah telitian yang meliputi aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi
dan sejarah geologi dalam satu kesatuan ruang dan waktu (time & space) geologi. Serta
mempelajari karakteristik fasies pada Formasi Sambipitu yang berguna dalam
menyusun urutan waktu pengendapan sedimen serta mengetahui perkembangan
perubahan lingkungan pengendapan yang pernah terjadi dari waktu ke waktu.

1.3.

Letak dan Luas, Kesampaian Daerah Telitian, dan Waktu Penelitian

1.3.1. Letak dan Luas Daerah Telitian


Daerah pemetaan secara administrasi meliputi terletak di kecamatan Patuk
kabupaten Gunung Kidul provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah utara daerah
telitian dibatasi oleh dusun Nglarang, sebelah timur dibatasi oleh Desa Nglegi, sebelah

37

selatan dibatasi oleh Desa Bunder sari, dan sebelah barat dibatasi oleh dusun Tambul.
Luas daerah telitian adalah 5 x 6 km (lihat gambar 1.2).

1.3.2. Kesampaian Daerah


Daerah telitian dapat dijangkau dengan transportasi darat maupun transportasi
sungai yang terletak terletak 45 km ke arah timur Yogyakarta dan dapat dicapai
dengan kendaraan bermotor roda empat atau roda dua selama 45 menit dari kota
Yogyakarta, sedangkan untuk lokasi pengamatan dapat dicapai dengan kendaraan
bermotor roda dua kecuali dibeberapa tempat yang hanya dapat dicapai dengan berjalan
kaki, (lihat Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Lokasi daerah telitian

38

Gambar 1.2. Peta rupa bumi daerah telitian (tanpa skala).


1.3.3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian berlangsung selama kurang lebih dua bulan di lapangan
terhitung dari awal Januari 2010 hingga akhir Februari 2011 yang bersifat mandiri
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pengolahan data serta analisis data dan
pembuatan laporan penelitian sebagai sistematika selama kegiatan penelitian berlansung,
kegiatan tahap lanjut ini memakan waktu 3 hingga 4 bulan.
1.4.

Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan yang diangkat penulis meliputi permasalahan geologi

secara umum meliputi geologi regional, stratigrafi, struktur geologi, geomorfologi dan
sejarah geologi.
Adapun permasalahan khusus yang diangkat oleh penulis

mengenai fasies

turbidit Formasi Sambipitu.


Permasalahan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa
bagian, yaitu :
1.4.1. Permasalahan Geologi
Permasalahan permasalahan geologi yang diuraikan dalam penelitian ini,
meliputi :
1.4.1.1.Permasalahan Geomorfologi

39

Dari interpretasi dan analisa peta topografi serta pengamatan kenampakan


morfologi di lapangan, dijumpai kenampakan pola aliran, bukit, lembah, kelurusan
punggungan serta pengaruh litologi dan struktur geologi, sehingga menimbulkan
beberapa pertanyaan sebagai berikut :
a. Berapa macam satuan geomorfik pada daerah telitian?
b. Faktor apa saja yang mengontrol bentuk dan penyebaran bentang alam daerah
telitian?
c. Jenis pola aliran yang terbentuk dan apa faktor pengontrolnya?
d. Sejauh mana proses erosi yang telah berlangsung di daerah telitian?
e. Bagaimana perkembangan tahapan geomorfologinya?

1.4.1.2.Permasalahan Stratigrafi
Perbedaan relief dan dimensi bentang alam akan memberikan pengaruh terhadap
geometri suatu batuan sehingga akan menimbulkan permasalahan berupa :
a. Apa saja jenis litologi yang ada pada daerah telitian? dan Bagaimana variasinya?
b. Bagaimana penyebaran dan ketebalan batuan?
c. Bagaimana kandungan fosil dan umurnya?
d. Bagaimana urutan satuan batuan dari tua ke muda?
e. Bagaimana hubungan antar satuan batuan?
f. Bagaimana mekanisme dan lingkungan pengendapannya?
g. Apa nama formasi batuannya?

1.4.1.3Permasalahan Struktur Geologi


Deformasi pada batuan akibat proses tektonik yang bekerja akan menghasilkan
struktur geologi yang terkait oleh beberapa hal, yaitu :
a. Jenis struktur apa saja yang berkembang di daerah telitian?
b. Bagaimana pola dan kedudukan struktur tersebut?
c. Berapa dimensi atau ukuran dan arah struktur tersebut?
d. Bagaimana mekanisme, pola dan arah gaya yang membentuknya?
e. Kapan unsur unsur struktur tersebut terbentuk? dan Bagaimana hubungannya
dengan sejarah tektonik yang bekerja pada daerah telitian?

40

1.4.1.4.Permasalahan sejarah geologi


Dari seluruh kajian geologi yang dilakukan dari pengamatan lapangan,
pengumpulan data hingga tahap analisis, akan menimbulkan permasalahan mengenai
perkembangan geologi dari waktu ke waktu yang meliputi :
a. Bagaimana mekanisme dan perkembangan proses pengendapan tiap formasi
pada daerah telitian dalam ruang dan waktu geologi?
b. Bagaimana perkembangan tahapan tektonik yang terjadi di daerah telitian dalam
ruang dan waktu geologi sehingga membentuk pola struktur seperti sekarang?
1.4.2. Permasalahan Studi
Permasalahan yang akan diuraikan penulis dalam studi khususnya, meliputi :
1.4.2.1 Permasalahan Fasies
Beberapa permasalahan yang terkait dengan studi fasies yang akan diuraikan
penulis dalam penelitian ini, meliputi :
a. Ada berapa jenis fasies batuan pada Formasi Sambipitu?
b. Bagaimana hubungan antara butiran dengan pembentukan litofasies
c. Bagaimana mekanisme pada saat pembentukan litofasies
d. Bagaimana hubungan antar fasies pada Formasi Sambipitu?
e. Bagaimana lingkungan pengendapan dari fasies fasies yang ada pada Formasi
Sambipitu?
1.5.

Tahapan dan Metode Penelitian


Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul pada daerah telitian,

penulis melakukan berbagai tahapan dan metoda penelitian dalam pendekatan masalah
(lihat Gambar 1.2), baik secara historis, deskriptif maupun analisis yang meliputi :

1.5.1. Penelitian Pendahuluan


Penelitian pendahuluan meliputi studi pustaka yang dilakukan berdasarkan pada
publikasi dari penelitian-penelitian ahli geologi terdahulu yang dipublikasikan dan
terkait dengan geologi regional daerah penelitian, sedangkan studi literatur dilakukan
terhadap hal - hal yang terkait dengan pemahaman konsep geologi yang mendukung
judul penelitian guna menyelesaikan permasalahan permasalahan yang bersifat
mendasar. Studi pustaka dan literatur ini kemudian dijadikan sebagai bahan acuan bagi
penulis dalam pembuatan proposal.

41

1.5.1.1. Penelitian Terdahulu


Beberapa peneliti terdahulu yang pernah melakukan studi yang terkait dengan
daerah telitian penulis secara lokal maupun secara regional, meliputi :
a. Van Bemmelen (1949), mengelompokkan geologi regional Pulau jawa
berdasarkan fisiografi menjadi beberapa zona, salah satunya adalah Zona
Pegunungan Selatan dimana daerah penelitian penulis tercakup didalamnya.
b. Rahardjo ( 1977 ), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi
pegunungan selatan secara lengkap meliputi aspek sedimentologi dan
paleontologi dengan penekanan untuk memperoleh kejelasan umur pembentukan
dan lingkungan pengendapannya.
c. Martodjojo ( 1984 ), Merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari peneliti
sebelumnya dalam penyusunan stratigrafi pegunungan selatan.
d. Surono (1992), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi
pegunungan selatan secara lengkap.
e. Samodra ( 1992 ), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi
pegunungan selatan secara lengkap.
f. Surono, B. Toha, I. Sudarno, dan S. Wiryosujono ( 1992 ), Penyusunan Peta
Geologi Lembar Surakarta-Giritontro pada Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jendral Geologi dan
Sumber Daya Manusia.
g. Gendut Hartono ( 2010 ), Melakukan Penelitian Peran Paleovolkanisme Dalam
Tataan Produk Batuan Gunung Api Tersier Di Gunung Gajahmungkur,
Wonogiri, Jawa Tengah sebagai desrtasinya untuk memperoleh gelar doktor.
1.5.2. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan secara umum dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pramapping dan tahap pemetaan (mapping).

42

1.5.2.1. Tahap Pra-Mapping


Tahap pra-mapping berupa kegiatan observasi dan survey lapangan guna
menentukan lokasi dan luas daerah penelitian yang sesuai dengan topik judul yang akan
diambil penulis, baik sebagai secara studi umum (geologi) maupun untuk studi khusus
(fasies). Setelah lokasi penelitian didapatkan pada tahap ini juga dilakukan perijinan dan
penyiapan peta dasar guna memperlancar proses pelaksanaan tahapan kerja berikutnya.

1.5.2.2. Tahap Pemetaan (Mapping)


Tahap pemetaan berupa kegiatan pengumpulan data lapangan yaitu dengan
melakukan tahapan kerja berupa : penentuan koordinat serta pengeplotan lokasi
pengamatan, pengamatan dan deskripsi singkapan batuan pada peta topografi (lihat
gambar 1.3), pembuatan sketsa singkapan batuan, pengukuran kedudukan lapisan
batuan, pengambilan foto singkapan dan sampel batuan, pengamatan geomorfologi dan
struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian serta melakukan pengukuran
penampang stratigrafi terukur (profil).

Gambar 1.3. Peta topografi daerah penelitian(tanpa skala).


Dalam menunjang penelitian lapangan diatas beberapa alat dan perlengkapan
yang dipergunakan penulis dalam membantu pengambilan data di lapangan antara lain :

43

a. Peta dasar, berupa peta topografi dengan skala 1 : 20.000.


b. Palu geologi, berupa palu pantat pipih dengan merek estwing.
c. Kompas geologi dengan merek Brunton.
d. Lup dengan perbesaran 20X.
e. GPS (Global Positioning System) dengan merek Garmin.
f. Komparator batuan sedimen.
g. Plastik sampel ukuran 2 kg dan larutan HCl 0,1 N.
h. Meteran dengan ukuran 30 m.
i. Buku catatan lapangan.
j. Alat tulis.

1.5.3. Pengolahan Data


Tahap pengolahan data yaitu dengan melakukan penggabungan dari hasil studi
pustaka dan literatur yang dilakukan di studio dengan hasil

pengamatan serta

pengambilan data lapangan yang didukung oleh analisis laboratorium, yang meliputi :
analisa kemiringan lereng, analisis paleontologi, analisis petrografi, analisis struktur
geologi dan analisis kandungan mineral.
Data-data

lapangan

berupa

pengukuran

penampang

stratigrafi

terukur

(profil/MS) dianalisis berdasarkan aspek fasies batuan guna mengetahui lingkungan


pengendapan berdasarkan pendekatan model-model yang telah dibuat oleh beberapa
ahli .
1.5.4. Penyusunan Laporan
Tahap akhir dari seluruh kegiatan penelitian yang telah dilakukan disajikan
dalam bentuk laporan dan peta yang merangkum semua permasalahan yang diangkat
penulis beserta hasil analisis guna menjawab permasalahan diatas (lihat gambar 1.4).

1.5.5 Hasil Penelitian


Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi geologi daerah telitian
beserta fasies pengendapan khususnya pada Formasi Sambipitu sehingga output dari
penelitian ini dapat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.
1.6 Manfaat Penelitian

44

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari beberapa sudut
pandang berupa :
1.6.1.Manfaat Keilmuan
Manfaat penelitian ini bagi bidang keilmuan adalah :
a. Menambah khazanah pengetahuan mengenai studi geologi dan fasies
khususnya pada Formasi Sambipitu.
b. Memperkuat pemahaman mengenai penerapan aplikasi metoda geologi
lapangan yang riil dalam kaitannya dengan kerangka berfikir yang
disesuaikan dengan konsep konsep serta kaidah kaidah geologi yang
berlaku.
c. Kemampuan untuk dapat mengintegrasikan antar data geologi, baik yang
diperoleh di lapangan maupun dari hasil analisis laboratorium.
1.6.2.Manfaat Institusi
Manfaat penelitian yang dilakukan penulis bagi pihak institusi berupa :
a. Melengkapi dan menambah hasil studi maupun data data yang belum
terlengkapi dari penelitian terdahulu, khususnya yang terkait dengan daerah
penelitian penulis.
b. Memberikan masukan mengenai studi fasies gunung api khususnya pada
Formasi Sambipitu.
c. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memajukan dunia pendidikan yang
terkait dengan ilmu kebumian, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi
Mineral,

Universitas

Pembangunan

Nasional

Veteran

Yogyakarta

umumnya dan bagi kemajuan bangsa dan negara pada khususnya.

45

Gambar 1.4. Diagram alir tahapan dan metode penelitian

BAB 1
PENDAHULUAN
1.6.

Latar Belakang
Geologi Pulau Jawa te1ah banyak dipe1ajari dan bahkan hampir keseluruhan

wilayah telah dipetakan secara sistematik. Penyelidikan geo1ogi, baik untuk


kepentingan eksplorasi migas, mineral ataupun untuk kepentingan ilmiah te1ah
banyak dilakukan. Namun demikian pemahaman secara menyeluruh tentang geologi
Jawa masih terbatas. Banyak aspek yang masih perlu dikaji tentang perkembangan
Pulau Jawa, baik masalah stratigrafi, sedimentasi dan perkembangan cekungan
maupun tektonik dan volkanisme.
Geologi wilayah Putat dipilih sebagai daerah pemetaan geologi karena
Daerah telitian sebagai laboratorium alam merupakan daerah yang secara geologi
cukup menarik untuk dilakukan penelitian. Hal ini disebabkan karena daerah
tersebut mempunyai suatu tatanan geologi yang kompleks baik secara stratigrafi,
struktur geologi, tektonika, maupun morfogenesa serta proses proses geologi yang
sangat menarik untuk dipelajari guna menerapkan ilmu-ilmu geologi lapangan
berdasarkan hukum-hukum geologi yang telah diperoleh di bangku perkuliahan dan
juga dikarenakan masih kurangnya penelitian yang dilakukan didaerah ini
khususnya dari segi geologinya.

46

Hal - hal tersebut yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian pada
daerah Semin Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DI Yogyakarta
dengan judul Geologi dan Studi Lingkungan Pengendapan Satuan Batupasir
Formasi Sambipitu Daerah Putat dan Sekitarnya Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul,Provinsi DI Yogyakarta.

1.7.

Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah sebagai tugas akhir dalam memenuhi

persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Geologi (S1) Jurusan
Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Yogyakarta.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kondisi dan perkembangan
geologi daerah telitian yang meliputi aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur
geologi dan sejarah geologi dalam satu kesatuan ruang dan waktu (time & space)
geologi. Serta mempelajari karakteristik fasies pada Formasi Sambipitu yang
berguna dalam menyusun urutan waktu pengendapan sedimen serta mengetahui
perkembangan perubahan lingkungan pengendapan yang pernah terjadi dari waktu
ke waktu.

1.8.

Letak dan Luas, Kesampaian Daerah Telitian, dan Waktu Penelitian

1.8.1. Letak dan Luas Daerah Telitian


Daerah pemetaan secara administrasi meliputi terletak di kecamatan Patuk
kabupaten Gunung Kidul provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah utara
daerah telitian dibatasi oleh dusun Nglarang, sebelah timur dibatasi oleh Desa
Nglegi, sebelah selatan dibatasi oleh Desa Bunder sari, dan sebelah barat dibatasi
oleh dusun Tambul. Luas daerah telitian adalah 5 x 6 km (lihat gambar 1.2).

1.8.2. Kesampaian Daerah

47

Daerah telitian dapat dijangkau dengan transportasi darat maupun transportasi


sungai yang terletak terletak 45 km ke arah timur Yogyakarta dan dapat dicapai
dengan kendaraan bermotor roda empat atau roda dua selama 45 menit dari kota
Yogyakarta, sedangkan untuk lokasi pengamatan dapat dicapai dengan kendaraan
bermotor roda dua kecuali dibeberapa tempat yang hanya dapat dicapai dengan
berjalan kaki, (lihat Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Lokasi daerah telitian

48

Gambar 1.2. Peta rupa bumi daerah telitian (tanpa skala).


1.3.3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian berlangsung selama kurang lebih dua bulan di lapangan
terhitung dari awal Januari 2010 hingga akhir Februari 2011 yang bersifat mandiri
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pengolahan data serta analisis data dan
pembuatan laporan penelitian sebagai sistematika selama kegiatan penelitian
berlansung, kegiatan tahap lanjut ini memakan waktu 3 hingga 4 bulan.
1.9.

Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan yang diangkat penulis meliputi permasalahan geologi

secara umum meliputi geologi regional, stratigrafi, struktur geologi, geomorfologi


dan sejarah geologi.
Adapun permasalahan khusus yang diangkat oleh penulis mengenai fasies
turbidit Formasi Sambipitu.
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa
bagian, yaitu :
1.9.1. Permasalahan Geologi
Permasalahan permasalahan geologi yang diuraikan dalam penelitian ini,
meliputi :
1.4.1.1.Permasalahan Geomorfologi

49

Dari interpretasi dan analisa peta topografi serta pengamatan kenampakan


morfologi di lapangan, dijumpai kenampakan pola aliran, bukit, lembah, kelurusan
punggungan serta pengaruh litologi dan struktur geologi, sehingga menimbulkan
beberapa pertanyaan sebagai berikut :
f. Berapa macam satuan geomorfik pada daerah telitian?
g. Faktor apa saja yang mengontrol bentuk dan penyebaran bentang alam daerah
telitian?
h. Jenis pola aliran yang terbentuk dan apa faktor pengontrolnya?
i. Sejauh mana proses erosi yang telah berlangsung di daerah telitian?
j. Bagaimana perkembangan tahapan geomorfologinya?

1.4.1.2.Permasalahan Stratigrafi
Perbedaan relief dan dimensi bentang alam akan memberikan pengaruh
terhadap geometri suatu batuan sehingga akan menimbulkan permasalahan berupa :
h. Apa saja jenis litologi yang ada pada daerah telitian? dan Bagaimana
variasinya?
i. Bagaimana penyebaran dan ketebalan batuan?
j. Bagaimana kandungan fosil dan umurnya?
k. Bagaimana urutan satuan batuan dari tua ke muda?
l. Bagaimana hubungan antar satuan batuan?
m. Bagaimana mekanisme dan lingkungan pengendapannya?
n. Apa nama formasi batuannya?

1.4.1.3Permasalahan Struktur Geologi


Deformasi pada batuan akibat proses tektonik yang bekerja akan
menghasilkan struktur geologi yang terkait oleh beberapa hal, yaitu :
f. Jenis struktur apa saja yang berkembang di daerah telitian?
g. Bagaimana pola dan kedudukan struktur tersebut?
h. Berapa dimensi atau ukuran dan arah struktur tersebut?
i. Bagaimana mekanisme, pola dan arah gaya yang membentuknya?
j. Kapan unsur unsur struktur tersebut terbentuk? dan Bagaimana
hubungannya dengan sejarah tektonik yang bekerja pada daerah telitian?

50

1.4.1.4.Permasalahan sejarah geologi


Dari seluruh kajian geologi yang dilakukan dari pengamatan lapangan,
pengumpulan data hingga tahap analisis, akan menimbulkan permasalahan mengenai
perkembangan geologi dari waktu ke waktu yang meliputi :
c. Bagaimana mekanisme dan perkembangan proses pengendapan tiap formasi
pada daerah telitian dalam ruang dan waktu geologi?
d. Bagaimana perkembangan tahapan tektonik yang terjadi di daerah telitian
dalam ruang dan waktu geologi sehingga membentuk pola struktur seperti
sekarang?
1.9.2. Permasalahan Studi
Permasalahan yang akan diuraikan penulis dalam studi khususnya, meliputi :
1.4.2.2 Permasalahan Fasies
Beberapa permasalahan yang terkait dengan studi fasies yang akan diuraikan
penulis dalam penelitian ini, meliputi :
f. Ada berapa jenis fasies batuan pada Formasi Sambipitu?
g. Bagaimana hubungan antara butiran dengan pembentukan litofasies
h. Bagaimana mekanisme pada saat pembentukan litofasies
i. Bagaimana hubungan antar fasies pada Formasi Sambipitu?
j. Bagaimana lingkungan pengendapan dari fasies fasies yang ada pada
Formasi Sambipitu?
1.10.

Tahapan dan Metode Penelitian


Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul pada daerah

telitian, penulis melakukan berbagai tahapan dan metoda penelitian dalam


pendekatan masalah (lihat Gambar 1.2), baik secara historis, deskriptif maupun
analisis yang meliputi :

1.10.1. Penelitian Pendahuluan


Penelitian pendahuluan meliputi studi pustaka yang dilakukan berdasarkan
pada publikasi dari penelitian-penelitian ahli geologi terdahulu yang dipublikasikan
dan terkait dengan geologi regional daerah penelitian, sedangkan studi literatur
dilakukan terhadap hal - hal yang terkait dengan pemahaman konsep geologi yang

51

mendukung judul penelitian guna menyelesaikan permasalahan permasalahan yang


bersifat mendasar. Studi pustaka dan literatur ini kemudian dijadikan sebagai bahan
acuan bagi penulis dalam pembuatan proposal.

1.5.1.1. Penelitian Terdahulu


Beberapa peneliti terdahulu yang pernah melakukan studi yang terkait dengan
daerah telitian penulis secara lokal maupun secara regional, meliputi :
h. Van Bemmelen (1949), mengelompokkan geologi regional Pulau jawa
berdasarkan fisiografi menjadi beberapa zona, salah satunya adalah Zona
Pegunungan Selatan dimana daerah penelitian penulis tercakup didalamnya.
i. Rahardjo ( 1977 ), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi
pegunungan selatan secara lengkap meliputi aspek sedimentologi dan
paleontologi

dengan

penekanan untuk

memperoleh kejelasan umur

pembentukan dan lingkungan pengendapannya.


j. Martodjojo ( 1984 ), Merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari peneliti
sebelumnya dalam penyusunan stratigrafi pegunungan selatan.
k. Surono (1992), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi
pegunungan selatan secara lengkap.
l. Samodra ( 1992 ), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi
pegunungan selatan secara lengkap.
m. Surono, B. Toha, I. Sudarno, dan S. Wiryosujono ( 1992 ), Penyusunan
Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat
Jendral Geologi dan Sumber Daya Manusia.
n. Gendut Hartono ( 2010 ), Melakukan Penelitian Peran Paleovolkanisme
Dalam

Tataan

Gajahmungkur,

Produk
Wonogiri,

Batuan

Gunung

Api

Tersier

Jawa

Tengah

sebagai

Di

desrtasinya

Gunung
untuk

memperoleh gelar doktor.


1.10.2. Penelitian Lapangan

52

Penelitian lapangan secara umum dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pramapping dan tahap pemetaan (mapping).

1.5.2.1. Tahap Pra-Mapping


Tahap pra-mapping berupa kegiatan observasi dan survey lapangan guna
menentukan lokasi dan luas daerah penelitian yang sesuai dengan topik judul yang
akan diambil penulis, baik sebagai secara studi umum (geologi) maupun untuk studi
khusus (fasies). Setelah lokasi penelitian didapatkan pada tahap ini juga dilakukan
perijinan dan penyiapan peta dasar guna memperlancar proses pelaksanaan tahapan
kerja berikutnya.

1.5.2.2. Tahap Pemetaan (Mapping)


Tahap pemetaan berupa kegiatan pengumpulan data lapangan yaitu dengan
melakukan tahapan kerja berupa : penentuan koordinat serta pengeplotan lokasi
pengamatan, pengamatan dan deskripsi singkapan batuan pada peta topografi (lihat
gambar 1.3), pembuatan sketsa singkapan batuan, pengukuran kedudukan lapisan
batuan, pengambilan foto singkapan dan sampel batuan, pengamatan geomorfologi
dan struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian serta melakukan
pengukuran penampang stratigrafi terukur (profil).

53

Gambar 1.3. Peta topografi daerah penelitian(tanpa skala).


Dalam menunjang penelitian lapangan diatas beberapa alat dan perlengkapan
yang dipergunakan penulis dalam membantu pengambilan data di lapangan antara
lain :
k. Peta dasar, berupa peta topografi dengan skala 1 : 20.000.
l. Palu geologi, berupa palu pantat pipih dengan merek estwing.
m. Kompas geologi dengan merek Brunton.
n. Lup dengan perbesaran 20X.
o. GPS (Global Positioning System) dengan merek Garmin.
p. Komparator batuan sedimen.
q. Plastik sampel ukuran 2 kg dan larutan HCl 0,1 N.
r. Meteran dengan ukuran 30 m.
s. Buku catatan lapangan.
t. Alat tulis.

1.5.3. Pengolahan Data


Tahap pengolahan data yaitu dengan melakukan penggabungan dari hasil
studi pustaka dan literatur yang dilakukan di studio dengan hasil pengamatan serta
pengambilan data lapangan yang didukung oleh analisis laboratorium, yang meliputi
: analisa kemiringan lereng, analisis paleontologi, analisis petrografi,

analisis

struktur geologi dan analisis kandungan mineral.


Data-data lapangan berupa pengukuran penampang stratigrafi terukur
(profil/MS) dianalisis berdasarkan aspek fasies batuan guna mengetahui lingkungan
pengendapan berdasarkan pendekatan model-model yang telah dibuat oleh beberapa
ahli .
1.5.4. Penyusunan Laporan
Tahap akhir dari seluruh kegiatan penelitian yang telah dilakukan disajikan
dalam bentuk laporan dan peta yang merangkum semua permasalahan yang diangkat
penulis beserta hasil analisis guna menjawab permasalahan diatas (lihat gambar 1.4).

54

1.6.5 Hasil Penelitian


Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi geologi daerah telitian
beserta fasies pengendapan khususnya pada Formasi Sambipitu sehingga output dari
penelitian ini dapat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.
1.7 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari beberapa
sudut pandang berupa :
1.6.1.Manfaat Keilmuan
Manfaat penelitian ini bagi bidang keilmuan adalah :
d. Menambah khazanah pengetahuan mengenai studi geologi dan fasies
khususnya pada Formasi Sambipitu.
e. Memperkuat pemahaman mengenai penerapan aplikasi metoda geologi
lapangan yang riil dalam kaitannya dengan kerangka berfikir yang
disesuaikan dengan konsep konsep serta kaidah kaidah geologi yang
berlaku.
f. Kemampuan untuk dapat mengintegrasikan antar data geologi, baik yang
diperoleh di lapangan maupun dari hasil analisis laboratorium.
1.6.2.Manfaat Institusi
Manfaat penelitian yang dilakukan penulis bagi pihak institusi berupa :
d. Melengkapi dan menambah hasil studi maupun data data yang belum
terlengkapi dari penelitian terdahulu, khususnya yang terkait dengan
daerah penelitian penulis.
e. Memberikan masukan mengenai studi fasies gunung api khususnya pada
Formasi Sambipitu.
f. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memajukan dunia pendidikan
yang terkait dengan ilmu kebumian, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Yogyakarta umumnya dan bagi kemajuan bangsa dan negara pada
khususnya.

55

Gambar 1.4. Diagram alir tahapan dan metode penelitian

56

BAB 3
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1.

Geomorfologi
Pengertian geomorfologi adalah studi yang menguraikan bentuk lahan dan

proses yang mempengaruhi pembentukannya serta menyelidiki hubungan timbal


balik antara bentuk lahan dengan proses dalam tatanan keruangan (Van Zuidam,
1979).
Dalam pembagian satuan geomorfologi daerah telitian penulis mengacu pada
klasifikasi morfologi menurut Van Zuidam, (1983).

3.1.1. Dasar Pembagian Bentuk Lahan


Dalam pembagian bentuk lahan penulis juga memperhatikan faktor - faktor
yang mempengaruhi proses pembentukan bentang alam suatu daerah yang terdiri
dari:
a. Morfologi: studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum, meliputi:
-

Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada di permukaan bumi,
bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuk lahan, antara lain lembah, bukit,
perbukitan, dataran, pegunungan, teras sungai, beting pantai, kipas aluvial,
plato dan lain-lain.

57

Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara lain
kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk
lembah dan pola pengaliran. Dalam analisa kelerengan dapat diukur besaran
kelerengan dengan rumus sebagai (klasifikasi kemiringan lereng,lihat tabel 3.1)
berikut:

Tabel 3.1. Pembangian klasifikasi kelerengan menurut Van Zuidam, (1979).


b. Morfogenesa: asal usul pembentukan dan perkembangan bentuk lahan serta
proses-proses geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalah struktur geologi,
litologi penyusun dan proses dan proses geomorfologi. Morfogenesa meliputi:
-

Morfostruktur aktif, berupa tenaga endogen seperti pengangkatan, perlipatan


dan pensesaran. Dengan kata lain, bentuk lahan yang berkaitan erat dengan

58

hasil gaya endogen yang dinamis termasuk gunung api, tektonik (lipatan dan
sesar), misal : gunungapi, pegunungan antiklin dan gawir sesar.
-

Morfostruktur pasif, bentuk lahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe batuan


maupun struktur batuan yang ada kaitannya dengan denudasi misalnya messa,
cuesta, hogback dan kubah.

Morfodinamik, berupa tenaga eksogen yang berhubungan dengan tenaga air,


es, gerakan masa dan kegunungapian. Dengan kata lain, bentuk lahan yang
berkaitan erat dengan hasil kerja gaya eksogen (air, es, angin dan gerakan
tanah), misal gumuk pasir, undak sungai, pematang pantai dan lahan kritis.

Secara garis besar susunan pembuatan peta geomorfologi berdasarkan aspek


geomorfologi yang telah ada dapat dijelaskan dalam bagan alir penentuan satuan
geomorfik berikut ini ( Gambar 3.1) :

Gambar 3.1. Bagan alir penentuan satuan geomorfik.

3.1.2. Pola Pengaliran Daerah Penelitian


Pola pengaliran adalah kumpulan jalur-jalur pengaliran hingga bagian
terkecilnya pada batuan yang mengalami pelapukan atau tidak, ditempati oleh sungai
secara permanen. (Arthur Davis Howard, 1966).
Berdasarkan sifat alirannya sungai di daerah telitian termasuk dalam sungai
eksternal, yakni aliran air yang berada dipermukaan yang membentuk sungai
maupun danau, kemudian berdasarkan genesanya pada derah telitian tergolong
sebagai sungai dengan aliran subsekuen, yaitu sungai yang mengalir sepanjang jurus
perlapisan batuan dan membentuk lembah sepanjang daerah lunak, seperti pada
Sungai Gebang,Sungai Oyo.

59

Berdasarkan klasifikasi Arthur Davis Howard, (1966), maka di daerah


penelitian terdapat dua jenis pola pengaliran, yaitu :
1. Pola pengaliran subdendritik .

3.1.2.1 Pola pengaliran subdendritik .


Pola pengaliran subdendritik (Gambar 3.2) merupakan perkembangan dari
pola dasar dendritik, karena pengaruh dari topografi yang memiliki kemiringan
lereng antara landai hingga miring dan resistensi batuan dan tanah yang relatif
seragam, sehingga dihasilkan bentukan pola pengaliran menyerupai cabang pohon,
kemudian

faktor pengontrol berupa struktur juga mempengaruhi, namun tidak

dominan.

Gambar 3.2. Pola pengaliran ubahan subdendritik (A.D. Howard,1966)


Pola pengaliran subdendritik ini mencakup secara keseluruhan (100%) dari
pola pengaliran daerah penelitian.

SD
60

Gambar 3.3. Peta pola pengaliran daerah tenelitian dimana SD : Pola Pengaliran
Sub Dendritik dan P : Pola pengaliran Parallel.
3.1.3. Stadia Erosi Daerah Penelitian
Secara genetik pembentukan stadia erosi dipengaruhi oleh faktor iklim, relief
(kelerengan), sifat resistensi batuan , siklus fluviatil, serta proses denudasional yang
berlangsung. Perubahan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan topografi yang
akhirnya membentuk topografi seperti sekarang.Proses pengerosian pada daerah
penelitian diinterpretasikan sedang, dibuktikan dengan masih adanya punggungan
dan masih adanya perbukitan dengan lereng yang curam, kemudian bentuk lembah di
daerah penelitian berbentuk U,selain itu pada daerah telitian juga ditemukan
banyak percabangan sungai berukuran kecil , selain percabangan sungai kecil ,sungai
besar juga terdapat pada daerah penelitian (Gambar 3.4) seperti pada Sungai Widoro
dengan lebar sungai sekitar 15 M.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka dapat disimpulkan bahwa stadia daerah
penelitian adalah stadia dewasa (Gambar 3.1).

61

Gambar 3.4. Foto udara daerah telitian(tanpa skala).

3.1.4. Geomorfologi Daerah Penelitian


Pada hasil pengamatan daerah telitian dan interpretasi peta lembar Surakarta
dari peneliti terdahulu S. Asikin, bahwa daerah telitian merupakan sayap antiklin
bagian selatan. Hal ini tercermin dari kedudukan lapisan yang relatif ke arah selatan
(homoklin). Ini mengindikasikan bahwa geomorfologi daerah telitian dikontrol oleh
proses struktur geologi. Hasil dari proses struktur geologi ini adalah adanya
perbukitan serta lembah homoklin. Proses erosi yang intensif membentuk, bukit dan
sungai yang berbentuk U, dengan morfologi yang hampir datar. Hubungan dengan
litologi daerah telitian bahwa daerah yang relatif menonjol atau curam mempunyai
intensitas tingkat resistensi yang lebih kuat daripada daerah yang mempunyai
tingkatan resistensi batuan yang tidak kuat yang ada di daerah yang lebih landai dan
datar. Melihat dari fakta dan data ada bahwa daerah telitian ini dapat dikategorikan
sebagai stadia geomorfik tingkat dewasa yang dikontrol oleh kemiringan
lereng,resistensi batuan dan struktur geologi yang mempengaruhinya.
Berdasarkan aspek-aspek geomorfologi tersebut dengan disertai klasifikasi
menurut Van Zuidam, (1983), maka bentuk lahan pada daerah penelitian dapat
diklasifikasikan menjadi 2 satuan geomorfik (Lampiran Peta Geomorfologi) yaitu :
1.

Satuan Geomorfik Bentukan Asal Struktural


1.1 Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin (S1)
1.2 Subsatuan Geomorfik Dataran Homoklin (S2)

2.

Satuan Geomorfik Bentukan Asal Fluvial


2.1 Subsatuan Geomorfik Dataran Banjir (F1)
2.2 Subsatuan Geomorfik Tubuh Sungai (F2)
2.3 Subsatuan Geomorfik Dataran Alluvial (F3)

3.1.4.1. Satuan Geomorfik Bentukan Asal Struktural

62

Bentukan asal struktural pada hal ini merupakan bentukan morfologi suatu
daerah yang memiliki suatu bentukan yang khas yang sangat dipengaruhi oleh
aktifitas struktur geologi yang berkembang pada daerah tersebut yang berasal dari
tenaga endogen sehingga menghasilkan bentukan morfologi tertentu.Pada daerah
telitian struktur geologi sangat mempengaruhi pembentukan morfologi,dimana dapat
diketahui bahwa struktur geologi

yang mengontrol pada daerah telitian,

yaitu

berupa struktur yang terpengaruh oleh proses pemiringan atau tilting yang terjadi
karena daerah telitian merupakan sayap selatan antiklin yang kemudian patah dengan
sejumlah step Fault dan Flexure yang kemudian membentuk blok blok sesar
antithetic.
Bentukan asal struktural pada daerah telitian terbagi menjadi 2 subsatuan
geomorfik yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
3.1.4.1.1.Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin (S1)
Subsatuan goemorfik ini merupakan bentukan morfologi suatu perbukitan
yang terletak pada daerah tinggian dimana memiliki kemiringan lerengnya tidak
sama sebagai akibat dari kedudukan lapisan-lapisan batuan pembentuknya yang
landai. (Gambar 3.5).Bentukan morfologi ini tersebar di bagian utara daerah telitian,
tersebar dari bagian barat hingga bagian timur dengan kemiringan lereng relatif
miring (8-13%) dan menempati sekitar 50% daerah telitian.Batuan penyusun
morfologi ini berupa Satuan Breksi Nglanggeran serta memiliki pola pengalira
subdendritik.

Gambar 3.5. Subsatuan geomorfik Perbukitan Homoklin (S1), gambar diambil pada
Daerah Pedutan.Koordinat X:446515 ; Y:9130185.Arah kamera N012E, cuaca
cerah.

3.1.3.4.2 Subsatuan Geomorfik Dataran Homoklin (S2)

63

Subsatuan geomorfik Dataran Homoklin (Gambar 3.6) menempati 30% dari


seluruh daerah penelitian dengan relief yang relatif jauh lebih datar menempati
daerah selatan dan melampar dari barat hingga timur daerah telitian, dengan
topografi yang landai dan kemiringan lereng landai (3-7%), lereng searah,
mempunyai pola kontur yang renggang, mempunyai kisaran elevasi 125-200 m dpal,
dengan komposisi lithologi terdari dari Batupasir vulkanik dengan sisipan Batupasir
gampingan yang memiliki kemiringan lapisan kearah selatan pula. Subsatuan
geomorfik ini miliki pola pengaliran subdendritk yang menunjukan arah kemiringan
lereng yang relatif seragam,alasan mengapa daerah ini termasuk dalam subsatuan
geomorfik dataran homoklin dikarenakan topografinya yang relatif landai dengan
kedudukan lapisan yang relatif seragam pula, yaitu ke arah selatan.

Gambar 3.6. Subsatuan geomorfik Dataran Homoklin (S2), gambar diambil pada Daerah
Pedutan.Koordinat X:446515 ; Y:9130185.Arah kamera N012E, cuaca cerah.

64

3.1.4.2. Satuan Geomorfik Bentukan Asal Fluvial


Satuan geomorfik bentukan asal fluvial ini dikontrol oleh adanya proses
pengerosian, sehingga dengan adanya proses erosi, maka akan dihasilkan bentukan
morfologi yang mencirikan adanya proses erosi yang bekerja pada daerah tersebut
seperti adanya tubuh sungai yang berukuran besar pada daerah telitian serta adanya
dataran banjir di yang terbentuk akibat banyaknya material erosi yang tertransport
dan mengendap pada sisi tubuh sungai utama.
3.1.4.2.1. Subsatuan Geomorfik Dataran Banjir (F1)
Subsatuan geomorfik dataran banjir yang menempati luasan 5% dari seluruh
daerah penelitian, relief berupa dataran, dengan kelerengan datar/hampir datar (02%) , mempunyai kisaran elevasi antara 175-200 mdpl. Sub satuan geomorfik ini
tersusun dari material lepas hasil erosi dan pelapukan dari batuan yang berukuran
lempung, pasir, kerikil, hingga bongkah yang terendapkan disekitar daerah aliran
sungai utama. Subsatuan geomorfik ini terletak di bagian selatan daerah penelitian
yaitu pada daerah sepanjang aliran sungai Bubung (Gambar 3.7).

Gambar 3.7.Subsatuan geomorfik dataran banjir (F1), gambar diambil pada Daerah Bunder,
Koordinat X:449545 ; Y:9129545.Arah kamera N345E, cuaca cerah.

3.1.4.2.2. Subsatuan Geomorfik Tubuh Sungai (F2)


Subsatuan geomorfik tubuh sungai, menempati luasan 5% dari seluruh daerah
penelitian, merupakan tubuh sungai pada Sungai Bubung yang terletak di daerah

23

Tenggara lokasi penelitian lebar sungai mencapai lebih dari 15 meter (Gambar 3.5),
mengalir relative dari uatara menuju selatan daerah penelitian Bentuk tubuh sungai
relatif berkelok-kelok (meandering) yang merupakan bedrock stream yaitu sungai
yang mengalir diatas batuan penyusunnya dengan genesa pembentukannya termasuk
pada sungai subsekuen, yaitu sungai yang mengalir sepanjang jurus perlapisan
batuan, mempunyai elevasi kurang dari 150 mdpl.

Gambar 3.8. Subsatuan geomorfik tubuh sungai (F2), gambar diambil pada Daerah
Sambidemang, memperlihatkan tubuh sungai kali Bubung. Koordinat X:450012 ;
Y:9129514.Arah kamera N340E, cuaca cerah.

3.1.4.2.3. Subsatuan Geomorfik Dataran alluvial (F3)


Subsatuan geomorfik dataran alluvial, menempati luasan 10% dari seluruh daerah
penelitian, merupakan daerah dengan reliaef yang relatif datar. Subsatuan ini disusun
oleh material lepas hasil pelapukan dari batuan asal yang berupa soil (tanah),
kemiringan lereng 0 - 8% (hampir datar - miring), menempati sebagian kecil dari
daerah telitian. Kemiringan lereng pada subsatuan ini adalah hampir datar sampai
dengan datar. (Gambar 3.9).

24

Proses pengendapan pada subsatuan geomorfik pada daerah ini disebabkan


oleh pelapukan dari batuan asalnya.

Gambar 3.9. Subsatuan geomorfik dtaaran alluvial (F3), gambar diambil pada Daerah
Sambidemang, memperlihatkan tubuh sungai kali Bubung. Koordinat X:450180 ;
Y:9129535.Arah kamera N035E, cuaca cerah.

3.2

Stratigrafi Daerah Telitian

Berdasarkan pada pemetaan geologi permukaan yang telah dilakukan pada


daerah penelitian, terdapat 4 macam satuan batuan yang berumur dari Miosen awal
hingga Holosen, disebutkan dari tua hingga ke muda, yaitu:
1. Satuan Breksi Nglanggeran ( Miosen Awal )
2. Satuan Batupasir Sambipitu ( Miosen Tengah )
3. Satuan Batugamping Oyo ( Miosen Tengah - Miosen Akhir )
4. Satuan Pasir lepas ( Holosen )
Penamaan satuan batuan diatas, diambil berdasarkan dari kemiripan
karakteristik litologi, termasuk tekstur batuan, struktur sedimen, komposisi mineral,
dan kandungan fosil. Adapun hubungan stratigrafi antara satuan batuan yang satu
dengan yang lain berdasarkan pada posisi stratigrafi, hasil analisa fosil dan bukti
keadaan kontak satuan batuan di lapangan yang ditemukan yakni adalah selaras.
Kandungan fosil telah digunakan untuk mengetahui kisaran umur batuan.
Identifikasi lingkungan pengendapan berdasarkan beberapa aspek yaitu, fisik (tekstur
dan struktur sedimen), kimia (komposisi litologi), dan biologi (kandungan fosil).
Berdasarkan analisa umur batuan tidak didapatkan perbedaan umur yang jauh antara
Satuan Batupasir Sambipitu dengan Satauan Batugampig Oyo, oleh karena itu

25

penulis menyimpulkan bahwa kedua satuan batuan tersebut terendapkan seara


selaras.
Untuk satuan Batugamping Oyo dengan Satuan pasir lepas juga terdapat
ketidakselarasan karena perbedaan umur yang jauh antara kedua setaun batuan.

Sesuai dengan kaidah hukum superposisi maka stratigrafi tersebut dapat


dijelaskan melalui suatu kolom stratigrafi daerah pelitian seperti pada Gambar 3.10.

26

Gambar 3.10. Stratigrafi daerah penelitian (penulis,2011).

3.2.1. Satuan Breksi Nglanggran


Formasi ini berlokasi tipe di gunung Nglanggeran di pematang baturagung sebelah
utara Wonosari. Satuan Breksi termasuk dalam Formasi Nglanggran. Berdasarkan ciri
litologi yang dijumpai, breksi tersebut merupakan breksi monomik yang terdiri dari satu
macam fragmen (andesit) dengan ukuran 2-50cm, terdapat juga terdapat juga tuff berlapis
dan batupasir epiklastik yang hadir seempat sebagi sisipan. satuan breksi nglanggeran ini
menempati daerah utara dan melampar dari timur ke barat daerah telitian.
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas formasi sambipitu dan hadir menjari
di beberapa lokasi. Formasi ini tidak mengandung fosil sedangkan umurnya diperkirakan
adalah Miosen awal-Miosen Tengah (Samususastro, 1956)
Penyebaran singkapan Satuan Breksi Nglanggran di daerah telitian hampir
menempati 50 % dari seluruh luas daerah telitian. Singkapan pada satuan ini dijumpai
pada utara dari telitian dan menyebar secara barat timur daerah telitian. Secara spesifik,
Satuan Breksi Nglanggran tersebar didaerah Nglanggeran, Patuk, Bubung, dan. Berdasarkan
pengukuran penampang geologi sayatan A A diperoleh ketebalan 455 meter.
Berikut adalah beberapa foto kenampakan singkapan dari Satuan Breksi
Nglanggeran pada daera telitian.

27

Gambar 3.11.Singkapan Satuan Breksi Nglanggeran pada daerah telitian,


struktur:masif, ub:krakal, dpm:buruk, kemas:terbuka (LP65),diambil dari
Desa Sendangsari dengan koordinat X : 449002,Y : 9131514 arah kamera N
075E,cuaca cerah.

Gambar 3.12.Singkapan Satuan Breksi Nglanggeran pada daerah telitian,


struktur:masif, ub:krakal, dpm:buruk, kemas:terbuka (LP85),diambil dari
Desa Nglanggeran dengan koordinat X : 447502,Y : 9131535 arah kamera
N 225E,cuaca cerah.

28

Gambar 3.13.Close up Breksi Nglanggeran pada daerah telitian, struktur:masif,


ub:krakal, dpm:buruk, kemas:terbuka (LP110),diambil dari Desa Kedu
dengan koordinat X : 450521,Y : 9131542 arah kamera N 080E,cuaca
cerah.

Gambar

3.14.Singkapan Batupasir vulkanik pada formasi Nglanggeran,


struktur:masif, ub:krakal, dpm:buruk, kemas:terbuka (LP110),diambil dari
Desa Kedu dengan koordinat X : 450521,Y : 9131542 arah kamera N
080E,cuaca cerah.

29

Gambar 3.15.Singkapan berupa kontak selaras breksi Nglanggeran dengan


Batupasir Sambipitu pada daerah telitian, pada daerah Putat dengan
koordinat X : 447035,Y : 9130502 arah kamera N 95E,cuaca cerah.

Analisa Petrografi
Selain deskripsi batuan secara megaskopis di lapangan,juga dilakukan analisa
petrografi berupa deskripsi batuan secara mikroskopis dengan menggunakan sayatan
batuan pada beberapa sample Satuan Breksi Nglanggeran guna mengetahui jenis dan
nama batuan tersebut dalam kaitannya pada studi ini.

30

Secara keseluruhan analisa petrografi ini dilakukan pada enam sample Satuan
Batupasir Sambipitu.Berikut adalah beberapa contoh deskripsi secara mikroskopis
sample Satuan Breksi Nglanggeran dengan perbesaran mikroskop 40 kali (Gambar
3.10 dan 3.11):

Pada analisa sample Lp 46 secara mikroskopis dijelaskan deskripsi batuan sebagai


berikut :
Sayatan Tipis batuan sedimen, warna hitam, tekstur klastik, UB : 0,1 1,5 mm,
menyudut tanggung - membundar tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun
oleh Plagioklas (45%), Piroxene (16%), Olivine (10%), K.Feldspar (11%), Mineral
Opak (7%), Masa Gelas (11%).
Nama Batuan : Andesit Piroksin (Gilbert,1954)
A

// - Nicol

10

X Nicol

0.5 9mm9

0.5 mm

10

10

10

Gambar 3.19. Sayatan tipis fragmen Breksi Nglanggeran


nikol sejajar (kiri) dan nikol silang
XPL
XPL
PPL
(kanan) pada sample Lp 46.

Pada analisa sample Lp 110 secara mikroskopis dijelaskan deskripsi batuan sebagai
berikut :
Sayatan Tipis batuan sedimen, warna hitam, tekstur klastik, UB : 0,05 1,8 mm,
menyudut tanggung - membundar tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun
oleh Kuarsa (9%), Mineral Opak (2%), Piroxene (3%), Masa Gelas (85%), Klorit
(2%), Plagioklas (75%).
Nama Batuan : Vitric Tuff (Gilbert,1954)
A

10

10

10

10

31

// - Nicol
0

0.5 mm

X Nicol

0.5 mm

Gambar 3.19. Sayatan tipis matriks Breksi Nglanggeran nikol sejajar (kiri) dan nikol silang
(kanan) pada sample Lp 110.

3.2.2 Satuan Batupasir Sambipitu (Miosen Awal)


Formasi ini berlokasi tipe di Desa Sambipitu. Formasi ini tersusun oleh
perselingan antara batupasir tufaan, serpih dan batulanau, yang memperlihatkan ciri
endapan turbidit. Di bagian atas dijumpai adanya struktur slump skala besar. Satuan
ini selaras di atas Formasi Nglanggeran, dan merupakan endapan lingkungan laut
pada Miosen Awal bagian tengah Miosen awal bagian akhir (N6 - N8).
Secara umum, Satuan Batupasir Sambipitu terdiri dari endapan tebal
batupasir, dengan sisipan Batulanau, dan Batulempung yang sangat mencerminkan
karakteristik

turbidit dengan hadirnya struktur-struktur sedimen penciri, seperti:

slump, gradded bedding, ripple, convolute, current ripple, dan laminasi. Berbeda
dari formasi sebelumnya dalam komposisi material vulkaniknya. Pada formasi
sambipitu material vulkanik cukup mendominasi. Pada sungai widoro (lokasi
pengambilan data MS), keterdapatan material vulkanik masih sering dijumpai pada
bagian atas formasi, semakin mengarah ke bagian muda (yaitu pada bagian tengahatas formasi), material-material vulkanik ini mulai tergantikan oleh dominasi unsurunsur karbonat. Terkadang dijumpai juga fragmen-fragmen koral dan foram besar.
Hal ini mengindikasikan adanya proses pencampuran material karbonat dari laut
dangkal pada saat formasi ini terendapkan.

32

Pada dasarnya Satuan Batupasir Sambipitu ini memiliki arah kemiringan


lapisan yang seragam yaitu kearah selatan akan tetapi dibeberapa tempat ditemukan
lapisan dengan arah kemiringan yang berbeda yaitu ke arah tenggara dan baratdaya
hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari gejala struktur geologi pada daerah telitian
yaitu adanya beberapa sesar mendatar dengan arah dominan utara selatan.
Berikut adalah salah satu kenampakan singkapan dari Satuan Batupasir
Sambipitu pada daera telitian ( Gambar 3.16,3.17 ) .

Gambar 3.16.Singkapan Satuan Batupasir Sambipitu pada daerah telitian,diambil


dari Desa Sambidemang dengan koordinat X : 450465,Y : 9129254 arah
kamera N 083E,cuaca cerah.

33

Gambar 3.17.Singkapan Satuan Batupasir Sambipitu pada daerah telitian,diambil


pada daerah Beji dengan koordinat X : 446018,Y : 9129035 arah kamera N
156E,cuaca cerah.
Analisa Petrografi
Selain deskripsi batuan secara megaskopis di lapangan,juga dilakukan analisa
petrografi berupa deskripsi batuan secara mikroskopis dengan menggunakan sayatan
batuan pada beberapa sample Satuan Batupasir Sambipitu guna mengetahui jenis dan
nama batuan tersebut dalam kaitannya pada studi ini.
Secara keseluruhan analisa petrografi ini dilakukan pada enam sample Satuan
Batupasir Sambipitu.Berikut adalah beberapa contoh deskripsi secara mikroskopis
sample Satuan Batupasir Sambipitu dengan perbesaran mikroskop 40 kali (Gambar
3.10 dan 3.11):

Pada analisa sample Lp 36 secara mikroskopis dijelaskan deskripsi batuan sebagai


berikut :
Sayatan Tipis batuan sedimen, coklat , tekstur klastik, mud supported, UB : 0,4 1
mm, subangular - subrounded, terpilah buruk,kemas terbuka, disusun oleh Mineral
kuarsa (14%), plagioklas (25%), k.feldspar (9%), piroksen (5%), kuarsit (7%), kalsit
(18%), lumpur karbonat (20%), fosil foram kecil (5%).
Nama Batuan : Calcareous Arkosic Wacke (Gilbert,1954)
A

34

// - Nicol

X Nicol

0.5 mm

0.5 mm

Gambar 3.19. Sayatan tipis Batupasir Sambipitu nikol sejajar (kiri) dan nikol silang (kanan)
pada sample Lp 36.

Pada analisa sample Lp 57 secara mikroskopis dijelaskan deskripsi batuan sebagai


berikut :
Sayatan Tipis batuan sedimen, tak berwarna , tekstur klastik, di dukung oleh lumpur,
UB : 0,1 1,5 mm, menyudut tanggung - membundar tanggung, terpilah
buruk,kemas terbuka, disusun oleh Mineral lumpur (35%), kuarsa (25%),litik tuff
(25%),feldspar (12%), mineral opak (3%).
Nama Batuan : Volkanic wacke (Gilbert,1954)
A

8
9
10

// - Nicol
0

0
0.5 mm

0.5 mm
9
9
10

X Nicol

10

Gambar 3.20. Sayatan tipis Batupasir Sambipitu nikol sejajar (kiri) dan nikol silang (kanan)
XPL
XPL
PPL
pada sample Lp 57.

Berdasarkan hasil analisa batuan secara mikroskopis, satuan batupasir


Sambipitu mempunyai dua karakteristik batuan yang berbeda anatar bagian utara dan
bagian selatan. Pada formasi Sambipitu bagian utara daerah telitian mempunyai

35

10

karakteristik silika yang dominan Volkanic wacke Gilbert,1954). Sedangkan pada


formasi Sambipitu bagian selatan daerah telitian memiliki karakteristik gampingan
(Wackstone Gilbert,1954)

Penyebaran:
Tingginya aktifitas vulkanisme yang terjadi daerah telitian menghasilkan
tebalnya lapisan Satuan Batupasir Sambipitu ini dengan cakupan daerah persebaran
yang cukup luas.
Satuan Batupasir Sambipitu pada daerah penelitian menempati 30 % dari
daerah penelitian dan menghampar dari utara keselatan pada daerah penelitian yang
meliputi

Beberapa

Daerah,

yaitu

daerah

Putat,

Plosokerep,

Plumbungan,Sambidemang, Nglegi, Nglampar, Kerjan, Beji, Gunungan, Gumawang,


dan desa Sambipitu sebagai lokasi tipe.Satuan Batupasir Sambipitu berdasarkan
sayatan penampang geologi A-A ini memiliki ketebalan sekitar 500 M pada daerah
telitian yang meliputi daerah tinggian maupaun daerah lembahan yang tampak
melalui penampang sayatan geologi (Lampiran Peta Geologi).
Umur:
Dari beberapa sample Batupasir Sambipitu telah diambil untuk dilakukan
analisa paleontologi mikro guna mendapatkan umur relatif untuk Satuan Batupasir
Sambipitu yakni dilakukan pada sample batuan Lp 30, Lp 39, dan Lp 91 yang
kemudian didapatkan beberapa umur pada masing masing sample yang di ujicoba
tersebut yaitu :

Pada prepararasi sample Lp 30 ditemukan beberapa fosil mikroplankton yaitu :


Globoquadrina

altispira,

Globoquadrina

dehiscens

,Orbulina

universa,

Globigerinoides trilobus, Globigerina seminulina, Praebulina transitoria ,


Orbulina bilobata.
Dari hasil analisis fosil mikroplankton pada sampel batuan Lp 30 tersebut
didapatkan kisaran umur Satuan Batupasir Sambipitu tersebut adalah Miosen Tengah
( N9 ) menurut Blow,1969.

36

Pada prepararasi sample Lp 39 ditemukan beberapa fosil mikroplankton yaitu :


Globigerina

praebulloides,

Globigerinoides

Globorotalia

subquadratus,

bermudezi,

Globigerinoides

Orbulina

trilobus,

Universa,

Globoquadrina

altispira,Globigerina venezuelana.
Dari hasil analisis fosil mikroplankton pada sampel batuan Lp 39 tersebut
didapatkan kisaran umur Satuan Batupasir Sambipitu tersebut adalah Miosen Tengah
( N9-N10 ) menurut Blow,1969.

Pada prepararasi sample Lp 91 ditemukan beberapa fosil mikroplankton yaitu :


Globoquadrina altispira, Orbulina bilobata, Orbulina universa, Globigerinoides
trilobus, Globigerina venezuelana, Globorotalia lenguaensis, Globorotalia obesa,
Sphaeroidinella subdehiscens, Globigerinoides subquadratus.
Dari hasil analisis fosil mikroplankton pada sampel batuan Lp 91 tersebut
didapatkan kisaran umur Satuan Batupasir Sambipitu tersebut adalah Miosen Tengah
( N13 ) menurut Blow,1969.

Dari hasil analisa paleontologi mikro dari beberapa samle batuan diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Satuan Batupasir Sambipitu memiliki kisaran umur relatif
Miosen Awal ( N9-N13 ) menurut Blow,1969.
Lingkungan Pengendapan:
Berdasarkan kenampakan lapangan dan hasil analisa beberapa penampang
profil (lampiran Penampang Profil) pada Satuan Batupasir Sambipitu yang
didominasi oleh Batupasir vulkanik dengan sisipan Batulempung dibeberapa tempat
menunjukan penciri endapan turbidit pada lingkungan laut dangkal-dalam. Hal ini
juga diperkuat dengan data asosiasi perubahan ketebalan, hadirnya unsur karbonat
pada bagian atas, perubahan ukuran butir serta asosiasi kehadiran struktur sedimen
pada daerah telitian serta kehadiran struktur pada interval sekuen Bouma .

Penentuan lingkungan pengendapan juga dilakukan berdasarkan kandungan


fosil foraminifera bentonik pada beberapa sample batuan yaitu pada Lp 39 dan Lp 91

37

yang kemudian didapatkan beberapa lingkungan bathimetri pada masing masing


sample yang di ujicoba tersebut diantaranya :

Pada prepararasi sample Lp 39 ditemukan beberapa fosil benthos yaitu :


Nodosaria inflexa, Elphidium macellum, Dentalina subsulota, Amphistegina quoyii
Dari hasil analisis fosil benthos pada sampel batuan Lp 39 tersebut didapatkan
kisaran lingkungan bathimetri terendapkannya Satuan Batupasir Sambipitu tersebut
adalah pada kedalaman Neritik tengah-Bathial bawah atas,menurut Barker,1960.

Pada prepararasi sample Lp 91 ditemukan beberapa fosil benthos yaitu :


Dentalina

subsulota,

Sphoeninella

coluta,

Eponides

umbonatus,

Cibicides

subhaedingerii, Vavulinenia bradyi, Cassidulina pacifica


Dari hasil analisis fosil benthos

pada sampel batuan Lp 91 tersebut

didapatkan kisaran lingkungan bathimetri terendapkannya Satuan Batupasir


Sambipitu tersebut adalah pada kedalaman bathial atas bathial bawah,menurut
Barker,1960.
Berdasarkan hasil analisa data lapangan dan dari preparasi benthos pada
beberapa sampel yang diambil di Satuan Batupasir Vulkanik Sambipitu, menunjukan
bahwa satuan batuan ini terendapkan pada fase yang relatif stabil yaitu pada
kedalaman Neritk tengah Bathial bawah.

3.2.2 Satuan Batugamping Oyo (Miosen Tengah-Miosen Akhir)


Formasi ini berlokasi tipe di kali Oyo dan terendapkan secara selaras di atas
formasi sambipitu.. Didominasi oleh batugamping berlapis, umumnya kalkarenit, dan
di beberapa tempat dijumpai onggokan terumbu dengan tekstur yang masih cukup
jelas. Formasi ini umumnya menunjukkan perlapisan yang baik namun juga dijumpai
batugamping masif secara setempat, umumnya pada daerah tinggian.
Berdasarkan analisa paleontologi didapati bahwa formasi Oyo terendapakan
di daerah neritik/laut dangkal (150-200m) dibawah pengaruh agitasi ombak yang

38

cukup tenang, serta terendapkan secara selaras di atas formasi sambipitu dengan
menunjukkan umur Miosen Tengah-Miosen Akhir (NN14-N15).
Berikut adalah salah satu kenampakan singkapan dari Satuan Batupasir
Sambipitu pada daera telitian

Gambar 3.21.SGambar singkapan Batugamping masif formasi Oyo pada daerah


telitian,diambil dari Kemuning dengan koordinat X : 447502,Y : 9128255
arah kamera N 012E,cuaca cerah.

39

Gambar 3.22.Gambar singkapan Batugamping berlapis formasi Oyo pada daerah


telitian,diambil pada daerah Kemuning dengan koordinat X : 447515,Y :
9128524 arah kamera N 075E,cuaca cerah.
Penyebaran:
Terjadinya proses transgresi menyebabkan pertumbuhan koral dan terumbu
pada daerah telitian meningkat. Hal ini berimbas pada peningkatan unusr-unsur
karbonat di daerah telitian. Dominasi karbonat menjadi tinggi pada fase ini, Sehingga
terbentulah formasi Oyo yang terdiri dari batugamping berlapis, batugamping masif.
Keterdapatan batugamping berlapis dan batugamping masif adalah salah satu bukti
aktifitas tersebut.
Satuan Batugamping Oyo pada daerah penelitian menempati 10 % dari
daerah penelitian dan menghampar dari barat hingga timur daerah penelitian yang
meliputi Beberapa Daerah, yaitu daerah Kemuning, Desa Bunder, dan Desa
Nglegi.Satuan Batugamping Oyo ini Ketebalannya kurang dapat dipastikan karena
hanya sebagian kecil dari formasi ini yang masuk daerah telitian .

Analisa Petrografi

Pada analisa sample Lp 65 secara mikroskopis dijelaskan deskripsi batuan sebagai


berikut :

40

Sayatan Tipis batuan sedimen, tak berwarna , tekstur klastik, di dukung oleh lumpur,
UB : 0,1 1,5 mm, menyudut tanggung - membundar tanggung, terpilah
buruk,kemas terbuka, disusun oleh Lumpur Karbonat (20%), Fosil Foram Kecil
(5%),kalsit (18%),Kuarsit (7%), Piroksin (5%), K.Feldspar (9%), Plagioklas (22%),
Kuarsa (14%)
Nama Batuan : Calcareous Arcosic Wacke(Gilbert,1954)

0.5 mm
0.5 mm

X Nicol

Gambar
3.20. Sayatan tipis Batugamping Oyo nikol
sejajar (kiri) dan nikol silang (kanan)
8
8
pada sample Lp 65.
9
9
9
8

10

10

10

8
9
10

XPL

XPL
PPL
Umur:

Dari beberapa sample Batugamping Oyo telah diambil untuk dilakukan


analisa paleontologi mikro guna mendapatkan umur relatif untuk Satuan Batupasir
Sambipitu yakni dilakukan pada sample batuan Lp 30, Lp 39, dan Lp 91 yang
kemudian didapatkan beberapa umur pada masing masing sample yang di ujicoba
tersebut yaitu :

Pada prepararasi sample Lp 99 ditemukan beberapa fosil mikroplankton yaitu :


Globorotalia siakensis, Orbulina universa, Globorotalia immaturus, Globigerina
nepenthes, Globigerinoides sacculiferus, Globoquadrina altispira, Orbulina bilobata
Dari hasil analisis fosil mikroplankton pada sampel batuan Lp 99 tersebut
didapatkan kisaran umur Satuan Batugamping Oyotersebut adalah Miosen TengahMiosen Akhir ( N14-N15 ) menurut Blow,1969.

// 6- Nicol
07

Pada prepararasi sample Lp 21 ditemukan beberapa fosil mikroplankton yaitu :

41

Globorotalia siakensis, Globoquadrina altispira, Globigerinoides immaturus,


Orbulina bilobata, Globigerinoides trilobus, Orbulina universa.

Dari hasil analisis fosil mikroplankton pada sampel batuan Lp 39 tersebut


didapatkan kisaran umur Satuan Batugamping Oyotersebut adalah Miosen TengahMiosen Akhir ( N14-N15 ) menurut Blow,1969.

Pada prepararasi sample Lp 91 ditemukan beberapa fosil mikroplankton yaitu :


Globigerinoides

immaturus,

Orbulina

universa,

Globigerinoides

diminutus,

Globoquadrina altispira, Hastigerina aequilateralis, Globorotalia siakensis,


Orbulina bilobata.

Dari hasil analisis fosil mikroplankton pada sampel batuan Lp 91 tersebut


didapatkan kisaran umur Satuan Batugamping Oyotersebut adalah Miosen TengahMiosen Akhir ( N14-N15 ) menurut Blow,1969.

Dari hasil analisa paleontologi mikro dari beberapa samle batuan diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Satuan Batugamping Oyotersebut adalah Miosen TengahMiosen Akhir ( N14-N15 ) menurut Blow,1969.

Lingkungan Pengendapan:
Berdasarkan kenampakan kondisi di lapangan bahwa keterdapatan suatu
lapisan batugamping dikarenakan adanya gejala kenaikan muka air laut,dan pada
hakikatnya batugamping hanya dapat terendapkan pada lingkungan kedalaman laut
yakni neritik hingga bathial atas.
Kemudian dilihat dari ukuran butiran dari Satuan Batugamping Oyo yang
relatif berupa pasir halus pasir kasar mengidikasikan bahwa Satuan ini berada pada
lingkungan bathimetri yang tidak terlalu dalam yakni sekitar daerah neritik sehingga
masih dipengaruhi oleh perubahan pasang surut air laut,hal ini diperkuat dengan
ditemukannya lapisan Batugamping terumbu sebagai ciri khas Satuan Batugamping
Wonosari.

42

Dari semua kenampakan lapangan yang ada dapat dilihat bahwa Satuan
Batugamping Oyo ini terendapkan pada lingkungan tepi paparan atau daerah
carbonate platform.
Penentuan lingkungan pengendapan juga dilakukan berdasarkan kandungan
fosil foraminifera bentonik pada beberapa sample batuan yaitu pada Lp21, Lp 99 dan
Lp 89 yang kemudian didapatkan beberapa lingkungan bathimetri pada masing
masing sample yang di ujicoba tersebut diantaranya :
Penentuan lingkungan pengendapan dilakukan berdasarkan kandungan fosil
foraminifera bentonik pada beberapa sample batuan yaitu pada Lp 99, Lp 21, dan 89
yang kemudian didapatkan beberapa lingkungan bathimetri pada masing masing
sample yang di ujicoba tersebut diantaranya :

Pada prepararasi sample Lp 99 ditemukan beberapa fosil benthos yaitu :


Loxostomum

limbatum,

pileolina

opercularis,

Fissurina

bradii,

Cibicides

praecinclus.
Dari hasil analisis fosil benthos pada sampel batuan Lp 99 tersebut didapatkan
kisaran lingkungan bathimetri terendapkannya Satuan Batugamping Oyo tersebut
adalah pada kedalaman Neritik tengah-Bathial atas,menurut Barker,1960.

Pada prepararasi sample Lp 21 ditemukan beberapa fosil benthos yaitu :


Oolina apiculata, Bucella frigida, Parafissurina lateralis, Frondicularia hiensis
Dari hasil analisis fosil benthos

pada sampel batuan Lp 21 tersebut

didapatkan kisaran lingkungan bathimetri terendapkannya Satuan Batugamping Oyo


tersebut adalah pada kedalaman Neritik luar, menurut Barker,1960.

Pada prepararasi sample Lp89 ditemukan beberapa fosil benthos yaitu :


Bucella frigida, Bigenerina cylindrica, Parafissurina lateralis, Textularia sp.,
Amphistegina quoyii.
Dari hasil analisis fosil benthos

pada sampel batuan Lp 89 tersebut

didapatkan kisaran lingkungan bathimetri terendapkannya Satuan Batugamping Oyo


tersebut adalah pada kedalaman Neritik tengah, menurut Barker,1960.

43

Berdasarkan hasil analisa data lapangan dan dari preparasi benthos pada
beberapa sampel yang diambil di Satuan Batupasir Vulkanik Sambipitu, menunjukan
bahwa satuan batuan ini terendapkan pada fase yang relatif stabil yaitu pada
kedalaman Neritk tengah Bathial bawah, menurut Barker,1960.

3.2.3 Satuan Pasir Lepas (Holosen)


Litologi:
Satuan Pasir Lepas ini merupakan endapan aluvial kuerter yang terdapat pada
daerah telitian yang merupakan material hasil pelapukan dari batuan yang telah ada
terlebih dahulu oleh karena itu satuan ini tersusun oleh material berukuran pasir
halus hingga sangat kasar juga dijumpai adanya material kerikil dan keseluruhan dari
satuan ini belum mengalami proses diagenesa seperti kompaksi sehingga masih
berwujud sebagai material lepas yang belum terkonsolidasi yang memiliki total
ketebalan satuan yaitu + 50M.
Penyebaran:
Untuk penyebaran dari satuan ini masih terbatas pada daerah aliran sungai
pada daerah telitian khususnya Sungai Widoro sebagai material dataran banjir karena
masih merupakan material lepas yang tertransport melalui media aliran sungai, dan
pada daerah sambidemang karena sudah menjadi kawasan ramai penduduk dan
persawahan.
Umur:
Dari kenampakan lapangan yang ditemukan kenampakan satuan ini masih
berupa material lepas yang belum terkonsolidasi dan terdapat pada lapisan teratas
pada daerah telitian maka dapat disimpulkan bahwa material ini merupakan lapisan
termuda dan berumur Holosen.

44

3.3.

Struktur Geologi
Kompleks Pegunungan Selatan berupa sebuah blok yang miring ke arah

Samudera Indonesia (selatan), dimana pada bagian utaranya terdapat gawirgawir yang memanjang relatif barat-timur. Hal ini terjadi karena adanya evolusi
tektonik yang terjadi di Pulau Jawa pada zaman Kapur hingga sekarang
sedangakan adanya trend dengan arah relative barat laut tenggara dikarenakan
adanya imbas tektonik dari pola meratus.
Pembentukan struktur geologi daerah penelitian dimulai pada Miosen yang
ditandai dengan terbentuk sesar mendatar.

Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian diidentifikasi


berdasarkan bukti langsung di lapangan berupa adanya beberapa sesar minor dan
dikombinasikan dengan interpretasi topografi apabila struktur yang ditunjukkan oleh
adanya kelurusan morfologi, kemudian ditemukan indikasi indikasi adanya lapisan
tegak, kelurusan kedudukan batuan yang berbeda diantara sekitarnya,dan dengan
interpretasi peta sebaran lithologi, hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya
pengaruh struktur geologi yang mengontrol daerah tersebut. Berdasarkan metode ini,
ada beberapa daerah yang menjadi lokasi sebaran dari sesar tersebut yang kemudian
dilakukan penamaan sesar menurut klasifikasi Rickard, 1972 (Gambar 3.23).

45

Gambar 3.23 Diagram klasifikasi sesar menurut Rickard, 1972.


Keterangan gambar 3.8 :
1. Thrust Slip Fault

12. Lag Slip Fault

2. Reverse Slip Fault

13. Normal Slip Fault

3. Right Thrust Slip Fault

14. Left Lag Slip Fault

4. Thrust Right Slip Fault

15. Lag Left Slip Fault

5. Reverse Right Slip Fault

16. Normal Left Slip Fault

6. Right Reverse Slip Fault

17. Left Normal Slip Fault

7. Right Slip Fault

18. Left Slip Fault

8. Lag Right Slip Fault

19. Thrust Left Slip Fault

9. Right Lag Slip Fault

20. Left Thrust Slip Fault

10. Right Normal Slip Fault

21. Left Reverse Slip Fault

11. Normal Right Slip Fault

22. Reverse Left Slip Fault

46

3.3.1. Struktur Sesar


3.3.1.1. Struktur Sesar Daerah Bubung.
Berdasarkan hasil pengamatan keadaan lapangan diketahui dari data
kedudukan batuan yang ada ditemukan arah kedudukan batuan yang menunjukan
suatu kelurusan jurus berarah utara-selatan selain itu bukti lain tentang aktifitas
tektonik pada daerah telitian dijelaskan dengan ditemukan adannya kekar- kekar
yang berpasangan pada Daerah Kerjan , Daerah Gedah,juga pada daerah

Beji

wetan.Dari keadaan tersebut sudah dapat disimpulkan bahwa pada daerah ini terdapat
adanya aktifitas tektonik berupa pergerakan sesar.
Dari hasil pengukuran kekar kekar yang ditemukan pada Daerah Beji
wetan didapatkan data kedudukan kekar yang kemudian akan dilakukan analisa
struktur untuk mengetahui jenis serta arah dari sesar tersebut.Berikut adalah data
kedudukan kekar pada Daerah Beji wetan:
Tabel 3.2 Kedudukan kekar pada Satuan Batupasir Semilir pada Daerah Beji wetan.

Tabel 3.2. Data Gash

Strike
N 155E
N 160E
N 150E
N 148E
N 171E
N 152E
N 149E
N 156E
N 149E
N 156E
N 165E
N 156E
N 174E
N 185E
N 184E

Dip
70
77
82
68
63
57
73
70
70
75
80
76
73
83
54

fracture sesar Beji

47

Gambar 3.24 Analaisa Stereonet Sesar daerah Beji


3.3.1.2. Struktur Sesar Daerah Bubung.
Pada Daerah Bubung ini juga ditemukan adannya bidang sesar yang cukup
jelas dengan offset sebagai batas lithologi kontak antara Breksi Nglanggeran dengan
Batupasir Sambipitu, sebagai bukti lain yang menunjukan adanya aktifitas tektonik
pada daerah ini kembali ditemukan adannya kenampakan kekar yang berpasangan
yang mempunyai kedudukan sebagai berikut :
Tabel 3.2 Kedudukan kekar pada Satuan Batupasir Semilir pada Daerah Bubung.
Strike
N 300E
N 285E
N 305E
N 273E
N 299E
N 292E
N 303E
N 288E
N 295E
N 310E
N 275E
N 289E

Dip
65
55
60
63
63
71
75
55
74
70
73
76

48

N 298E
N 300E
N 301E

73
68
54

Tabel 3.2. Data Gash fracture sesar Bubung

49

Gambar 3.25 Analaisa Stereonet Sesar daerah Bubung

3.3.1.3. Struktur Sesar Nglegi.


Pada sesar Nglegi tidak tidak dilakukan analisa khusus untuk penarikan sesar,
bidang sesar hanya bersifat interpretatif, berdasarkan peta regional dan pola sebaran
lithologi yang mengindikasikan adanya gangguan struktur.
Sesar mendatar Nglegi ini diduga adalah manifestasi dari sesar regional yang
berarah hampir sama dengan sesar Beji yaitu barat daya-timur laut.

3.4. Sejarah Geologi

3.4.1. Fase I

50

Pada Miosen Awal, Satuan Batupasir Semilir terendapkan. Satuan ini


terendapkan berupa batupasir vulkanik yang berukuran sedang hingga kasar dan juga
batulempung yang mengandung tuff pada beberapa tempat. Pada fase ini, terjadi fase
pengrusakan akibat dari letusan Gunung Api Semilir.

Gambar 3.26 Diagram Blok Proses Pengendapan Batupasir Semilir

3.3.3. Fase II

Setelah Satuan Batupasir semilir selesai diendapkan. Terendapkan

juga

Satuan Breksi Nglanggeran pada akhir pengendapan Satuan Batupasir Sambipitu dari

51

sumber yang berbeda, sehingga dibeberapa tempat ditemukan adanya sebuah


fenomena beda fasies menjari, tetapi fenomena ini tidak dijumpai pada daerah
telitian.. Satuan Breksi Nglanggran yang terendapkan dari hasil vulkanisme hasil
gunung Nglanggran berupa breksi monomik. Terdapat juga beberapa perselingan
batupasir.

Gambar 3.27 Diagram Blok Proses Pengendapan Breksi Nglanggeran

3.3.4. Fase III

Setelah fase pengangkatan, terjadilah sebuah fase trensgresi yang kemudian


mengendapkan Satuan Batupasir Sambipitu.

Satuan ini terendapkan berupa

52

batupasir yang mengalami perselingan dengan batulempung dan pada beberapa


tempat terdapat batupasir yang mengandung semen karbonat. Satuan ini terendapkan
pada Miosen Awal.

Gambar 3.28 Diagram Blok Proses Pengendapan Batupasir Sambipitu

3.3.5. Fase IV

Setelah fase pengendapan Satuan Batupasir Sambipitu selesai, terjadi sebuah


proses pengangkatan yang dikarenakan kompresi yang mengakibatkan Formasi-

53

formasi sebelumnya terangkat ke permukaan, setelah itu terjadi pelepasan energi


yang mengakibatkan terjadinya subsidence atau penurunan cekungan. Keadaan ini
mengaktifkan proses transgresi yang membuat batas air laut naik terhadap
permukaan daratan, sehingga mempengaruhi sifat fisik dan kimia dari Formasi
Sambipitu karena proses transgresi ini juga membentuk material material sedimen
laut berupa batugamping sehingga terbentuklah Satuan Batugamping Oyo pada
Miosen Akhir di atas Satuan Batupasir Sambipitu.

Gambar 3.29 Diagram Blok Proses Terjadinya Batugamping Oyo

3.3.5. Fase V
Setelah Batugamping Oyo selesai mengendap pada Miosen Akhir, tidak terjadi
pengendapan material sedimen lagi, baik dari material darat maupun laut. Akan tetapi Kala
Holosen, diendapkan Satuan Pasir Lepas secara tidak selaras diatas Satuan Batugamping

54

Oyo yang berasal dari hasil endapan erosional dari hasil pengerosian sungai sungai besar
daerah telitian.

Gambar 3.30 Diagram Blok Proses Pengerosian dan terangkatnya batuan-batuan


pada daerah telitian

55

BAB 4
ANALISA LINGKUNGAN PENGENDAPAN
SATUAN BATUPASIR SAMBIPITU

4.1. Dasar Teori


Perlu disampaikan disini beberapa acuan tentang lingkungan pengendapan
yang ditulis ulang sebagai berikut :
Lingkungan pengendapan tempat terakumulasinya suatu sedimen yang
mempunyai aspek fisika, kimia dan biologi tertentu (Krumbein and Sloss, 1963).
Lingkungan pengendapan merupakan keadaan yang komplek disebabkan oleh
interaksi antara faktor-faktor fisika, kimia dan biologi dimana sedimen tersebut
diendapkan (Krumbein, 1958 vide Koesoemadinata, 1981).
Analisa suatu lingkungan pengendapan sedimen masa lampau pada
prinsipnya merupakan analisa tentang geomorfik dalam hal ini pengenalan
kedalaman satuan geomorfik melalui jejak proses-proses yang telewatkan di dalam
sedimen yang bersangkutan (Reineck and Singh, 1973).
Secara ringkas pembagian lingkungan pengendapan didasarkan pada
pemahaman yang umum dipakai seperti, tempat sedimen diendapkan beserta kondisikondisi fisis, kimiawi dan biologis yang saling berpengaruh selama pembentukan
batuan (genesa batuan).

4.1.1 Dasar Penentuan Analisa Lingkungan Pengendapan


Dalam penentuan analisa lingkungan pengendapan dengan menggunakan tiga
aspek yaitu, aspek fisik, kimia dan biologi. Aspek fisika suatu sedimen akan
tercermin dalam tekstur dan struktur sedimennya, aspek kimia akan ditunjukkan oleh

56

komposisi kimia batuan, sedangkan aspek biologi akan ditunjukkan oleh fosil-fosil
yang terkandung dalam sedimen yang bersangkutan. Hal inilah yang menjadi dasar
penulis dalam menganalisa lingkungan pengendapan Batupasir Sambipitu.
Dari ketiga parameter yang dijelaskan diatas termasuk juga membahas fauna
dan flora pengendapan, cuaca, temperature, salinitas dan sistem perairan sekarang.
Dalam pembahasan analisa lingkungan pengendapan nantinya, kita akan membahas
juga sedikit tentang sedimentary facies, hal ini adalah suatu bagian dari hasil
lingkungan pengendapan, atau lebih tepatnya bagian khusus dari lingkungan
pengendapan sedimen. Hubungan antara lingkungan pengendapan dengan fasies
sedimen. (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Hubungan antara lingkungan pengendapan sedimen dengan fasies sedimen

Beberapa faktor utama yang secara umum akan mempengaruhi lingkungan


pengendapan antara lain faktor fisis, kimia dan biologis. Menurut Krubein and Sloss
(1963), faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendapan adalah :
a. Media Lingkungan, seperti air, es, angin dan lainnya.
b. Keadaan sekitar batuan diendapkan (Boundary Condition).
c. Tenaga yang bekerja, misalnya arus, angin dan gelombang.
d. Keadaan biologis, yaitu flora dan fauna serta kelimpahannya, serta juga
diamati adanya, struktur pertumbuhan, cangkang sebagai sedimen,
material organic dan struktur galian (burrow).

4.1.1.1 Aspek Fisika

57

Dalam penentuan lingkungan pengendapan secara fisik, dilakukan dengan


metode menganalisa dari struktur sedimen dan tekstur sedimen pada litologi atau
formasi batuan yang akan dianalisa, dan dilihat bagaimana proses sedimentasi pada
saat struktur tersebut terjadi. Apakah hal tersebut pada indeks energi yang mekanis
yang tenang, rendah atau tinggi.
Banyak klasifikasi lingkungan pengendapan yang dibuat dari lingkungan
pengendapan masa lampau sampai lingkungan pengendapan sekarang, tetapi pada
dasarnya lingkungan pengendapan secara garis besar dibagi atas tiga yaitu
lingkungan pengendapan darat (Terrestrial), transisi dan marine. Dari ketiga
lingkungan pengendapan ini dibagi atas beberapa sub-lingkungan pengendapan,
untuk lebih jelas lihat dibawah ini ; (Gambar 4.2).

Terrestrial (land)
Alluvial Fan dan Fan Delta, Alluvial, Lacustrine, Glacial dan Aeolian.

Transitional (part land, part ocean)


Deltaic, Litoral, Lagoon, Tidal dan Estuarine.

Marine (ocean, sea)


Sublitoral (marine shelf, including a host carbonate depositing environments),
Bathyal Marine Fan dan Abbysal Plain.

58

Gambar 4.2. Klasifikasi Lingkungan Pengendapan Klastik, Christopher G. St. C. Kendall (2001)

Adapun dalam pembahasan ini, penulis akan lebih menekankan kepada


lingkungan pengendapan Laut dan lebih spesifiknya adalah kipas bawah laut.
Adapun pembagian atau rekonstruksi dari lingkungan ini, seperti yang tampak
Gambar 4.3 dibawah ini.

Gambar 4.3. Rekonstruksi dari Suatu Kipas Bawah Laut ( Walker 1978 ).

4.1.1.1.1 Model Kipas Bawah Laut Walker


Menurut Walker 1978, secara garis besar kipas bawah laut dibagi menjadi 3
bagian, yaitu : kipas atas (upper fan), kipas tengah (middle fan), dan kipas bawah
(lower fan).
a)

Kipas Atas (upper fan)

59

Kipas atas merupakan pengendapan pertama dari suatu sistem kipas laut
dalam, yang merupakan tempat dimana aliran gravitasi itu terhenti oleh perubahan
kemiringan. Oleh karena itu, seandainya aliran pekat (gravitasi endapan ulang) ini
membawa fragmen ukuran besar, maka tempat fragmen kasar tersebut diendapkan
adalah bagian ini. Fragmen kasar dapat berupa batupasir dan konglomerat yang dapat
digolongkan ke dalam fasies A,B dan F.
Bentuk lembah-lembah pada kipas atas ini bermacam-macam, bisa bersifat
meander, bisa juga hampir berkelok (low sinuosity). Mungkin hal ini berhubungan
dengan kemiringan dan kecepatan arus melaluinya, ukuran kipas atas ini cukup besar
dan bervariasi tergantung besar dan kecilnya kipas itu sendiri. Lebarnya bisa
mencapai mulai dari ratusan meter sampai beberapa kilometer, dengan kedalaman
dari puluhan sampai ratusan meter. Alur-alur pada kipas atas berukuran cukup besar.
Walker (1978) memberikan model urutan macam sedimen kipas atas ke
bawah. Bagian teratas ditandai oleh fragmen aliran (debris flow) berstruktur
longsoran (slump), jika sedimennya berupa konglomerat, maka umumnya letak
semakin ke bawah pemilahannya makin teratur, mengakibatkan bentuk lapisan
tersusun terbalik ke bagian atas dan berubah menjadi lapisan normal bagian bawah.
b)

Kipas tengah (middle fan)


Bagian tengah kipas laut dalam adalah yang paling menarik dan sering

diperdebatkan. Letak kipas tengah berada di bawah aliran kipas atas.


Morfologi kipas laut dalam bagian tengah berumur Resen, dapat dibagi
menjadi 2, yaitu suprafan dan suprafan lobes, disamping ketinggian dari lautan, juga
morfologi di dalamnya. Suprafan umumnya ditandai lembah yang tidak mempunyai
tanggul alam (Nomark, 1978) dimana lembah tersebut saling menganyam (braided),
sehingga dalam profil seismic berbentuk bukit-bukit kecil. Relief ini sebenarnya
merupakan bukit-bukit dan lembah yang dapat mempunyai relief 90 meter. Lembah
dapat berisi pasir sampai kerakal (Nomark,1980), kadang-kadang dapat menunjukan
urutan Bouma (1962).
Bagian suprafan sebenarnya lebih merupakan model yang kadang-kadang di
lapangan sulit untuk diterapkan. Masalah dasar tmbuhnya model bagian ini adalah
adanya urutan batuan yang cirinya sangat menyerupai kipas luar, tetapi masih

60

menunjukan bentuk-bentuk torehan, dimana cirri terakhir ini menurut Walker (1978)
adalah kipas Suprafan.
Asosiasi fasies kipas bagian tengah berupa tubuh-tubuh batupasir dengan
sedikit konglomerat yang berbentuk lensa yang lebih lebar dan luas. Batupasir dan
Konglomerat tergolong ke dalam fasies A, B, dan F. Fasies-fasies itu disisipi juga
oleh lapisan-lapisan sejajar dari fasies D dan E, kadang-kadang juga fasies C.
Asosiasi fasies ini berbeda dengan asosiasi fasies yang terdapat di kipas
bagian dalam, yaitu :

c)

Tubuh batupasir dan konglomerat dimensinya kecil

Geometrinya kurang cembung ke bawah

Adanya sisipan-sisipan perselingan dari batupasir-batulempung.

Kipas Bawah (Lower Fan)


Kipas bawah terletak pada bagian luar dari system laut dalam, Umumnya

mempunyai morfologi yang datar sangat landai (Nomark,1978). Kipas bawah


merupakan endapan paling akhir dari system paket atau aliran gravitasi tersebut yang
paling mungkin mencapai bagian kipas adalah system aliran dari arus kenyang.
Ukuran yang paling mungkin di daerah kipas luar adalah berukuran halus.
Serta menunjukan urutan vertical , Bouma (1962). Asosiasi fasies kipas
bawah disusun oleh lensa-lensa butiran di dalam batulempung, perselingan batupasir
dan batulanau yang berlapis tebal. Lnesa-lensa batupasir dari fasies B dan C,
sedangkan batuan-batuan yang mengapitnya dari fasies D .
Karakteristik asosiasi fasies fasies kipas bagian bawah ditandai oleh :

Langkanya batuan-batuan yang diendapkan di dalamnya pasitan (channel


deposit)

Penampang geometrinya berbentuk lensa.

Di bagian puncak sekuen, kadang-kadang didapatkan juga endapan paritan


dan amalgamasi.

Sering kali sekuennya memperlihatkan penebalan lapisan ke bagian atas.

61

Fasies yang berasosiasi dengan Kipas Bawah Laut ( submarine fans ) Walker
(1978) terbagi menjadi 5 fasies, yaitu :
1)

Fasies Turbidit Klasik (Classical Turbidite, CT)

Fasies ini pada umumnya terdiri dari perselingan antara batupasir dan
serpih/batulempung dengan perlapisan sejajar tanpa endapan channel. Struktur
sedimen yang sering dijumpai adalah perlapisan bersusun, perlapisan sejajar, dan
laminasi, konvolut atau a,b,c Bouma (1962), lapisan batupasir menebal ke arah atas.
Pada bagian dasar batupasir dijumpai hasil erosi akibat penggerusan arus turbid (sole
mark) dan dapat digunakan untuk menentukan arus turbid purba. Dicirikan oleh
adanya CCC (Clast, Convolution, Climbing ripples). Climbing ripples dan convolut
merupakan hasil dari pengendapan suspensi, sedangkan clast merupakan hasil erosi
arus turbid (Walker, 1985).
2)

Fasies Batupasir masif (Massive Sandstone, MS)

Fasies ini terdiri dari batupasir masif, kadang-kadang terdapat endapan


channel, ketebalan 0,5-5 meter, struktur mangkok/dish structure. Fasies ini
berasosiasi dengan kipas laut bagian tengah dan atas.
3)

Fasies Batupasir Kerakalan (Pebbly Sandstone, PS)

Fasies ini terdiri dari batupasir kasar, kerikil-kerakal, struktur sedimen


memperlihatkan perlapisan bersusun, laminasi sejajar, tebal 0,5 5 meter.
Berasosiasi dengan channel, penyebarannya secara lateral tidak menerus, penipisan
lapisan batupasir ke arah atas dan urutan Bouma tidak berlaku.
4)

Fasies Konglomeratan (Clast Supported Conglomerate, CGL)

Fasies ini terdiri dari batupasir sangat kasar, konglomerat, dicirikan oleh perlapisan
bersusun, bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung, pemilahan buruk,
penipisan lapisan batupasir ke arah atas, tebal 1-5 m. Fasies ini berasosiasi dengan
sutrafanlobes dari kipas tengah dan kipas atas. Fasies Lapisan yang didukung oleh
aliran debris flow dan lengseran (Pebbly mudstone, debris flow, slump and slides,
SL).

62

63

Gambar 4.4 Hipotesa Sikuen kipas bawah laut yang dapat berkembang
selama proses progradasi kipas bawah laut. C.U adalah sikuen
penebalan dan pengkasaran ke atas, F.U adalah sikuen penipisan
dan penghalusan ke atas. CT adalah fasies classical turbidite, PS
adalah

fasies

batupasir

kerikilan,

CGL

adalah

fasies

konglomerat, DF adalah fasies debris flow dan SL adalah fasies


slump (Walker,1978).

4.1.1.2 Aspek Kimia


Dalam penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan kimia, dilakukan
berdasarkan komposisi dari batuan tersebut, ataupun bias dengan mengukur Eh dan
pH, salinitas,konsentrasi kelarutan karbonat dan temperature.

4.1.1.2.1

Analisa asosiasi litologi dan mineral

Ini merupakan cara yang biasa dipergunakan untuk penentuan lingkungan


pengendapan. Berbagai macam kriteria dipergunakan, dari jenis-jenis litologi serta
assosiasinya dan juga beberapa mineral authigenik yang terdapat dalam suatu paket
lapisan sedimen.
Metode ini memerlukan banyak data, yang saling berhubungan dan
menunjang, tetapi kadang-kadang saling melemahkan. Struktur sedimenpun dapat
membantu dan melengkapi untuk analisa lingkungan pengendapan. Pada daerah
telitian, penulis sangat sulit dalam menemukan asosiasi litologi yang sesuai dengan
studi analisa yang akan dilakukan, dikarenakan singkapan sedimen yang baik sangat
sulit untuk ditentukan, sehingga analisa litologi dan mineral tidak terlalu dibahas.

4.1.1.3 Aspek Biologi

64

% Ratio Plankton

Kedalaman (m)

1 10

0 70

10 20

0 70

20 30

60 120

30 40

100 600

40 50

100 600

50 60
Lingkungan Pengendapan Bentos
60 70
Neritik Tepi

550 700
Kedalaman
680 825
0 20

% Ratio

Neritik Tengah

20 100

20 50

Neritik Atas

100 200

20 50

Bathyal Atas

200 500

30 50

Bathyal Bawah

500 - 2000

50 - 100

0 20

Dalam penentuan lingkungan pengendapan secara biologis, dilakukan dengan


metode menggunakan ratio Plankton / Bentos dan dengan menggunakan
Foraminifera kecil benthonik.
Adapun tabel kedalaman dari Grimsdale dan Mark Hoven (1950).

Tabel 4.1. Tabel kedalaman menurut Grimsdale dan Mark Hoven (1950).

65

70 80

700 1100

80 90

900 1200

90 - 100

1200 - 2000

4.2. Analisa Lingkungan Pengendapan Satuan Batupasir Sambipitu


Berdasarkan peneliti terdahulu bahwa Formasi ini terdiri atas dari
perselingan,batupasir tufaan, batulempung, serpih dan batupasir gampingan. Formasi
ini merupakan hasil dari endapan aliran gravitasi di lingkungan laut dalam.
Sedangkan Formasi Sambipitu didaerah penelitian mempunyai variasi litologi
yang mudah dikenali yaitu perselingan antara batupasir gapingan dengan
batulempung. Batupasir pada Formasi ini memiliki struktur sedimen berupa
perlapisan dan laminasi. Pada bebrapa bagian ditemukan struktur gradded bedding.
Berdasarkan pengamatan lapangan, Formasi Sambipitu secara umum
didominasi oleh litologi satuan batupasir gampingan yang kemudian penulis detilkan
sehingga menjadi Batupasir Sambipitu. Penentuan analisa lingkungan pengendapan
dilakukan berdasarkan pengamatan dari setiap singkapan yang berada pada setiap
batupasir dengan memperhatikan ciri khas litologi tersebut yang membedakannya
dengan litologi yang lain, hal ini dilakukan penulis berdasarkan pengukuran profil.
Dan untuk mengetahui kedalaman dari lingkungan pengendapan penulis mengadakan
analisa ratio plankton / benthos menurut klasifikasi Grimsdale dan Mark Hoven
(1950).
Penulis melakukan empat pengukuran profil yang terbagi menjadi tiga bagian
yaitu bagian atas, bagian bawah, dan bagian tengah. Hal ini akan dijelaskan pada
sub-bab selanjutnya.

66

4.2.1. Hasil Analisa Satuan Batupasir Sambipitu


Dalam penganalisaan lingkungan pengendapan penulis menggunakan
parameter analisa fisik, kimia dan biologis, yaitu ;
-

Parameter Fisik
Pada litologi ini merupakan litologi batupasir berwarna coklat, dengan
struktur perlapisan dan laminasi, dan dibeberapa tempat ditemukan struktur
sedimen biosturbasi. Adapun deskripsinya warna: coklat ; struktur: laminasi
dan perlapisan ; ukuran butir: sedang - halus ; agak menyudut- agak
membundar, terpilah baik, kemas terbuka; Fragmen: kuarsa, matrik: lempung,
semen : karbonat.
Pada sungai Widoro (lokasi pengambilan data MS), terdapat suatu
sruktur

sediment

slump

yang

merupakan

penciri

dari

mekanisme

pengendapan turbidite.

Gambar 4.5.Singkapan Formasi Sambipitu, perselingan antara pasir dan lempung pada Lp1,
gambar diambil pada daerah Putat, .Arah kamera N256E, cuaca cerah.

67

Gambar 4.6.Closeup singkapan Formasi Sambipitu pada Lp1, gambar diambil pada daerah
Putat, .Arah kamera N205E, cuaca cerah.

Gambar 4.7.Struktur sedimen slump pada lokasi MS,sungai Widoro,.Arah kamera N205E,
cuaca cerah.

4.2.1. Analisa Profil Formasi Sambipitu

68

Pada daerah telitian penulis membagi analisa profil menjadi 2 bagian besar,
yaitu profil bagian atas dan bagian bawah. Pada profil bagian atas ( Profil
1,Nglampar ) diambil dari 2 lokasi pengamatan yaitu Lp.30,Lp32. Pada profil bagian
tengah yaitu ( Profil 4, Ngasinan ) diambil dari 2 lokasi pengamatan, yaitu Lp.15,
Lp.17. Sedangkan pada profil bagian bawah yaitu ( Profil 2, Ngepung ) diambil dari
2 lokasi pengamatan yaitu Lp.37, Lp.39, sedangkan ( Profil, Beji ) diambil dari
Lp.93,Lp.43,Lp.96,dan Lp.94.(gambar 4.8)

Gambar 4.8. Peta lintasan tanpa skala dengan lokasi pengambilan data profil

4.2.1.1 Profil Bagian Atas


4.2.1.1.1 Profil Nglegi

69

Profil Satuan Batupasir Sambipitu bagian atas diambil pada daerah


Nglampar, Desa Nglegi, Kecamatan Patuk pada lokasi pengamatan nomor 30 dan 32.
Pada singkapan ini terdapat susunan batu pasir dengan ukuran butir dari pasir
sedang-krikilan, tidak didapati sisiapn batulempung. Struktur sedimen yang
mendominasi adalah perlapisan dan laminasi sejajar yang merupakan penciri dari
fasies Massive Sandstone. Terdapat juga batupasir krikilan yang merupakan penciri
dari fasies pebbly sandstone ( Walker, 1978 ).
Dilihat dari fasies yang ada dan juga asosiasi struktur sedimennya, maka
penulis menyimpulkan bahwa Batupasir Sambipitu bagian timur terendapkan pada
daerah Channelled Portion of Suprafan Lobes ( Walker, 1978 ).
Profil lokasi pengamatan ini dapat dilihat pada Lembar Analisa Profil Nglegi
(Lampiran Profil 1).

70

Gambar 4.9. Analisa profil LP 30 yang menunjukkan kenampakkan lingkungan pengendapan


channeled portion of suprafan lobes on mid fan.

71

Gambar 4.10.Singkapan batupasir sambipitu pada lokasi pengamatan 32,sungai


Nglamapr,.Arah kamera N125E, cuaca cerah.

Gambar 4.11.Pasir krikilan pada singkapan batupasir sambipitu pada lokasi pengamatan
32,sungai Nglamapar,.Arah kamera N125E, cuaca cerah

4.2.1.2 Profil Bagian Tengah


4.2.1.2.1 Profil Ngasinan

72

Lokasi profil Ngasinan ini teletak pada desa Ngasinan, kecamatan patuk,
tepatnya pada lokasi pengamatan 37 dan 39.
Pada lokasi pengamatan 37 didapati adanya batupasir gampingan dengan
struktur sedimen yang berkembang adalah gradded bedding dan perlapisan sejajar.
Ukuran butirnya berkisar anatara pasir halus-sangat kasar dengan sedikit sisipan
lempung. Profil pada lokasi pengamatan ini menunjukkan pola mengkasar kea rah
atas, dengan demikian penulis menginterpretasikan bahwa fasies pada lokasi ini
adalah classical turbidite dengan adanya interval a pada deret sikuen Bouma. Tebal
dari singkapan ini adalah sekitar 100cm.
Pada lokasi pengamatan 39 didapati singkapan berupa batupasir gampingan
dengan struktur sedimen penciri aktifitass turbidite yang cukup lengkap, diantaranya
gradded bedding, laminasi sejajar, ripple, dan endapan pelagic berupa batulempung.
Singkapan ini menguatkan pendapat para peneliti terdahulu bahwa formasi
Sambipitu terendapakan dengan mekanisme turbidite.
Fasies yang berlangsung pada daerah ini adalah fasies classical turbidites.
Dilihat dari fasies yang terjadi pada daerah ini, maka dapat disimpulkan bahwa
batupasir gampingan pada daerah

lokasi pengambilan data profil Ngasinan ini

adalah Smooth to channeled Portion of Suprafan Lobes (Walker, 1978). Profil dari
Lokasi Pengamatan Nomor 37, dan 39 dapat dilihat pada Lembar Analisa Profil
Ngasinan (Lampiran Profil 4).
Berikut adalah gambar profil daerah Ngasinan beserta foto.

73

Gambar 4.12. Analisa profil 2( Ngepung) LP 39, dan 37 yang menunjukkan kenampakkan
lingkungan pengendapan smooth to channeled portion of suprafan lobes on mid fan

4.2.1.2.3 Profil Ngeasinan

74

Profil Satuan Batupasir Sambipitu bagian tengah diambil pada daerah


Ngepung tepatnya pada lokasi pengamatan 17, dan 15 batupasir pada lokasi
pengamatan ini sudah menunjukkan hadirnya kandungan karbonat.
Pada bagian paling timur dari daerah telitian, penulis mengambil lintasan
profil pada Lokasi Pengamatan nomor 17. Disini ditemukan singkapan berupa
batupasir gampingan berwarna coklat dengan struktur sedimen yang berkembang
adalah perlapisan sejajar, laminasi sejajar ,ripple dan gradded bedding dengan
ukuran butir berkisar antara pasir halus hingga pasir sangat kasar, terdapat juga
beberapa sisipan lempung.
Fasies yang berkembang pada daerah ini adalah fasies classical turbidites dan
Massive Sandstone. Dilihat dari fasies yang terjadi pada daerah ini, maka dapat
disimpulkan bahwa batupasir gampingan pada daerah lokasi pengamatan nomor 37
ini, terendapkan pada daerah Smooth To Channeled Portion Of Suprafan Lobes On
Middle Fan (Walker, 1978).
Pada bagian sebelah utara terdapat lokasi pengamatan nomor 39. Disini
ditemukan singkapan batupasir gampingan yang memiliki struktur sedimen yang
mendominasi adalah perlapisan sejajar dan gradded bedding.
Fasies yang berkembang pada daerah ini adalah fasies classical turbidites.
Dilihat dari fasies yang terjadi pada daerah ini, maka dapat disimpulkan bahwa
batupasir gampingan pada daerah lokasi pengamatan nomor 17 ini, seperti halnya
lokasi pengamatan nomor 15, juga terendapkan pada daerah Smooth Portion Of
Suprafan Lobes On Middle Fan (Walker, 1978).
Profil dari Lokasi Pengamatan Nomor 17, dan 15 dapat dilihat pada Lembar
Analisa Profil Ngepung(Lampiran Profil 2).

75

Gambar 4.22. Analisa profil LP 37 dan 39 pada daerah Ngasinan yang menunjukkan kenampakkan
lingkungan pengendapan smooth portion of suprafan lobes on mid fan

76

Gambar 4.23..Singkapan Formasi Sambipitu pada Lp37 yang menunjukkan fasies Massive
Sandstone, gambar diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N175E, cuaca
cerah.

Gambar .4.24.Sloseup struktur laminasi singkapan Formasi Sambipitu pada Lp37, gambar
diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N145E, cuaca cerah.

77

Gambar 4.25.Singkapan Formasi Sambipitu, menunjukkan fasies classical turbidite pada


Lp39, gambar diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N006E, cuaca cerah.

Gambar 4.26..Closeup sisipan lempung singkapan Formasi Sambipitu pada Lp37, gambar
diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N145E, cuaca cerah.

4.2.1.3 Profil Bagian Bawah


4.2.1.3.1 Profil Beji

78

Lokasi profil Beji ini teletak pada desa Beji, kecamatan patuk, tepatnya pada
lokasi pengamatan 93, 43, 96, dan 94.
Singkapan pada lokasi pengamatan 94 terdiri dari batupasir gamipngan
dengan ukuran butir dari halus-kasar dengan struktur sedimen yang berkembang
adalah perlapisan sejajar. Batupasir pada lokasi pengamatan ini sedikit berbeda dari
yang lain karena hadir dengan warna cenderung lebih cerah. Hal ini disebabkan
karena batuan pada lokasi pengamatan ini cenderung lebih banyak dominasi karbonat
disbanding silica.
Lokasi pengamatan berikutnya yaitu Lp 96 menunjukkan adanya perselangselingan antara batupasir dengan batulempung yang masih didominasi unsure
karbonat. Struktur sedimen yang berkembang tidak jauh berbeda dari lokasi
pengamatan sebelumnya yaitu perlapisan sejajar. Menunjkkan pola pengasaran ke
arah atas atau thickening up yang menunjukkan adanya peningkatan enerji pada saat
pengendapan.
Singkapan pada lokasi pengamatan 43 adalah berupa batupasir gampingan
dengan ukuran butir berkisar antara pasir sedang-sangat kasar. Struktur sedimen yang
berkembang adalah laminasi, dan perlapisan sejajar.
Terakhir adalah lokasi pengamatan 93 dengan komposisi batuannya adalah
batupasir gampingan dengan sisipan batulempung. Struktur sedimen yang
berkembang pada lokasi ini adalah perlapisan sejajar dan laminasi sejajar.
Menunjukkan pola pengasaran ke atas atau thickening up merupakan penciri dari
fasies Massive Sandstone (walker,1978).
Fasies yang berlangsung pada daerah ini adalah Massive Sandstone. Dilihat
dari fasies yang terjadi pada daerah ini, maka dapat disimpulkan bahwa batupasir
gampingan pada daerah lokasi pengambilan data profil Beji ini adalah Smooth Portion
of Suprafan Lobes On Midfan

(Walker, 1978).

Profil dari Lokasi Pengamatan Nomor 93, 43, 96, dan 94 dapat dilihat pada
Lembar Analisa Profil(Lampiran Profil 3).

79

Gambar 4.17. Analisa profil 3 (Beji) LP 94, 43, 96, 94 pada daerah Beji yang menunjukkan
kenampakkan lingkungan pengendapan smooth portion of suprafan lobes on mid fan
(walker,1978).

80

Gambar 4.18.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp94, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N275E, cuaca cerah.

Gambar 4.19.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp96, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N084E, cuaca cerah.

81

Gambar 4.20.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp43, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N178E, cuaca cerah.

Gambar 4.21.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp93, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N195E, cuaca cerah.

4.2.2 Lintasan Terukur (Measuring Section)

82

Lintasan Terukur (Measuring section) pada Satuan Batupasir Sambipitu


bagian bawah sampai dengan bagian tengah diambil pada lintasan terukur 1 daerah
Widoro tepatnya berada di sungai Widoro (lampiran MS).
Pada

Lintasan Terukur 1, ditemukan singkapan batupasir dengan kontak

dengan breksi pada bagian bawah dan batugamping pada bagian atas. Batupasir ini
mempunyai karakteristik gampingan pada bagian atas dan silika pada bagian bawah.
Batu pasir ini memiliki struktur sedimen antara lain berupa laminasi, perlapisan,
perlapisan besusun (graded bedding), masif dan di beberapa lokasi didapatkan
inerval bouma tidak lengkap seperti Base cut out sequence, dan Truncated Sequence.
Terdapat juga perselingan antar batupasir dengan batulempung.
Fasies yang berlangsung pada daerah ini adalah fasies massive sandstone,
fasies classical turbidites, Conglomerates, Debris Flow, dan fasies pebble sandstone.
Fasies massive sandstone pada Lintasan Terukur 1 ini dicirikan dari
perselingan batubasir yang menghalus keatas (thin up) dengan ukuran butir sangat
kasar sangat halus, struktur sedimen yang mendominasi adalah perlapisan,
perlapisan bersusun dan sedikit struktur sedimen masif.
Fasies classical turbidites pada Lintasan Terukur 1 ini dicirikan dari
perselingan batupasir yang menebal keatas (thick up) dengan ukuran butir halus
lempung, struktur sedimen yang mendominasi adalah perlapisan, laminasi dan juga
beberapa interval Bouma.
Fasies pebble sandstone pada Lintasan Terukur 1 ini dicirikan dari batubasir
yang menipis keatas (thin up) dengan ukuran butir sangat kasar krikilan, struktur
sedimen yang mendominasi adalah masif.
Fasies Debris Flow, dan Conglomerates pada daerah ini dicirian oleh adanya
endapan-endapan arus pekat dengan fragmen berukuran besar dan cenderung
Nampak mengapung di atas matriksnya. Ukuran butirnya berkisar antara Bongkah
hingga Kerakal. Fasies ini terdapat pada bagian bawah( bagian yang lebih tua )
daerah pengambilan data lintasan terukur.
Dilihat dari fasies yang terjadi pada Lintasan Terukur 1 ini, maka dapat
disimpulkan bahwa batupasir pada daerah Lintasan Terukur 1 ini, terendapkan pada
daerah (Suprafan Lobes On Middle Fan (Smooth Portion of Suprafan Lobes
),Walker, 1978) dan (Suprafan Lobes On Middle Fan (Smooth to Channelled Portion

83

of Suprafan Lobes ),Walker, 1978). Dimana pada Lintasan terukur 1 pada daerah
(Suprafan Lobes On Middle Fan (Smooth Portion of Suprafan Lobes)) yang dicirikan
oleh fasies classical turbidites dan fasies massive sandstone. Sedangakn pada
lingkungan pengendapan (Suprafan Lobes On Middle Fan (Channelled Portion of
Suprafan Lobes ) dicirikan oleh fasies massive sandstone,. Sedangakn pada
lingkungan pengendapan (Suprafan Lobes On Middle Fan (Upper Fan Channel Fill )
dicirikan oleh Fasies Conglomerates, dan Debris Flow. Lintasan Terukur 1 (MS)
dapat dilihat pada Lembar Analisa Lintasan Terukur 1 (Lampiran 6).

84

Gambar 4.28. Analisa lintasan terukur (MS) yang menunjukkan kenampakan lingkungan
pengendapan ((Suprafan Lobes On Middle Fan (Upper Fan Channel Fill hingga Smooth to Channeled
Portion of Suprafan Lobes ) Walker 1978)

85

Gambar 4.29.Fasies Debris Flow pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi Sambipitu
.Arah kamera N076E, cuaca cerah.

Gambar 4.30. Fasies Pebbly Sandstone pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu .Arah kamera N057E, cuaca cerah.

86

Gambar 4.31. Fasies Conglomerates pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu .Arah kamera N096E, cuaca cerah.

Gambar 4.32. Fasies Classical Turbidites pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu. Arah kamera N076E, cuaca cerah.

87

Gambar 4.33. Analisa lintasan terukur (MS) yang menunjukkan kenampakkan lingkungan
pengendapan ((Suprafan Lobes On Middle Fan (Channeled Portion hingga Smooth Portion of
Suprafan Lobes ) Walker 1978)

88

Gambar 4.34. Fasies Classical Turbidites pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu bagian atas,Arah kamera N176E, cuaca cerah.

Gambar 4.35. Fasies Massive Sandstone pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu bagian atas Arah kamera N176E, cuaca cerah.

4.3.

Pembahasan

4.3.1 Aspek Kimia

89

Parameter ini diamati pada saat dilapangan dengan menggunakan senyawa


HCl, pada bagian atas formasi bereaksi dengan senyawa HCl, sedangkan semakin ke
bawah reaksinya berangsur menghilan atau sudah tidak bereaksi terhadap senyawa
HCl.
Hal ini menandakan bahwa formasi ini diendapkan pada daerah neritik tepi
sampai bathyal tengah.

4.3.2. Aspek Biologis


Dari hasil analisa paleontologi terdapat adanya kumpulan foram benthos yang
berupa Nodosaria inflexa, Elphidium macellum, Dentalina subsulota, Amphistegina
quoyii,Sphoininella
Valvulinenia

coluta,

brudyi,

Eponides

Cassidulina

umbonatus,

pacifica

yang

Cibicides

subhaedingerii,

menunjukan

lingkungan

pengendapan Neritik tengah hingga Bathial bawah (Lampiran PF-09).

4.3.3. Aspek Fisika


Dari hasil analisa profil yang terbagi menjadi dua bagian yaitu profil bagian
atas dan profil bagian bawah, maka didapatkan data sebagai berikut, :
-

Pada profil bagian atas, sebagaimana hasil analisa profil 1 lokasi pengamatan
nomor 30, maka dapat disimpulkan bahwa bagian bawah dari Batupasir
Sambipitu diendapkan pada daerah Channelled Portion of Suprafan Lobes
Smooth Portion Of Suprafan Lobes ( Walker, 1978 ).

Pada profil bagian tengah, sebagaimana hasil analisa profil nomor 2,dan 4
maka dapat disimpulkan bahwa bagian tengah dari Batupasir Sambipitu
diendapkan pada daerah Smooth To Channeled Portion Of Suprafan Lobes
On Middle Fan ( Walker, 1978 )

Pada profil bagian bawah, sebagaimana hasil analisa profil nomor 3 maka
dapat disimpulkan bahwa bagian atas dari Batupasir Sambipitu diendapkan
pada daerah Smooth Portion Of Suprafan Lobes On Middle Fan ( Walker,
1978 )
Dilihat dari hasil analisa di atas, maka penulis mendapatkan sebuah

kesimpulan besar, bahwa Batupasir Sambipitu, menurut analisa profil terendapkan


pada daerah Suprafan Lobes On Middle Fan (Walker, 1978).

90

Dari hasil interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan data Penampang


Stratigrafi Terukur (MS) didapatkan data sebagai berikut:
-

Pada Penampang bagian paling bawah dapat disimpulkan bahwa Formasi


Sambipitu diendapkan pada daerah Upper Fan Channel Fill Of Suprafan
Lobes On Middle Fan ( Walker, 1978 ).

Pada penampang bagian bawah dapat disimpulkan bahwa Formasi Sambipitu


diendapkan pada daerah Channeled Portion Of Suprafan Lobes On Middle
Fan ( Walker, 1978 ).

Pada penampang bagian tengah dapat disimpulkan bahwa Formasi Sambipitu


diendapkan pada daerah Smooth to Channeled Portion Of Suprafan Lobes On
Middle Fan ( Walker, 1978 ).

Pada penampang bagian atas dapat disimpulkan bahwa Formasi Sambipitu


diendapkan pada daerah Smooth Portion Of Suprafan Lobes On Middle Fan (
Walker, 1978 ).

Dari beberapa analisa di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan besar
bahwa satuan batupasir Formasi Sambipitu diendapkan pada suatu lingkungan kipas
bawah laut(Sub-marine Fan).

91

Gambar 4.36. Hasil interpretasi lingkungan pengendapan bawah laut Batupasir Sambipitu
pada suatu kipas bawah laut (Walker,1978)

BAB 5
POTENSI GEOLOGI
Potensi geologi ialah kemampuan alam untuk dapat menghasilkan suatu
produk dari hasil proses proses geologi yang bekerja, baik produk yang dapat
menimbulkan dampak manfaat (positif)

maupun juga produk yang dapat

menimbulkan kerugikan (negatif) bagi umat manusia. Berdasarkan kedua aspek


manfaat diatas maka potensi geologi pada daerah telitian dapat dibagi seperti
dibawah ini.
5.1. Potensi Positif
5.1.1. Geomorfologi Perbukitan
Bentuk geomorfologi daerah telitian yang berbentuk perbukitan serta terdapat
banyak perbedaan topografi yang mencolok maka pada daerah penilitian sangatlah
berpotensi digunakan sebagai tempat pariwisata minat khusus. Seperti anjat tebng,
flying fox , serta jelajah dengan menggunakan motor trail. Tetapi hal ini masih
kurang bisa dimaksimalkan oleh warga setempat karena keterbatasan modal dan
akses yang masih sangat kurang.

92

Gambar 5.1 Salah satu gambar perbukitan yang dapat digunakan sebagai lokasi wisata.

5.2. Potensi Negatif


5.2.1. Gerakan Tanah

Tingkat curah hujan yang tinggi pada daerah telitian menyebabkan tingkat
pelapukan yang tinggi, sehingga pada litologi litologi yang kurang resisten dengan
sudut kelerengan yang besar dapat berpotensi menimbulkan adanya gerakan tanah.
Pada daerah telitian gerakan tanah dijumpai pada derah telitian yaitu pada Satuan
Batupasir Sambipitu.
Pada Satuan Batupasir Sambipitu terjadi jenis gerakan tanah berupa rockfall .

93

Gambar 5.2. Gerakan tanah tipe rockfall yang terjadi pada daerah telitian..

BAB 6
KESIMPULAN

Dari pembahasan setiap bab yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Secara geomorfik, daerah telitian dibagi menjadi dua satuan bentukan asal,
yaitu Bentukan Asal Fluvial Subsatuan Geomorfik Tubuh Sungai (F2),

94

Dataran alluvial (F3) dan Dataran Limpah Banjir (F1) dan Bentukan Asal
Struktural yang terdiri dari : Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin
(S1), Subsatuan Geomorfik Dataran Homoklin (S2), dan Pola pengaliran
yang berkembang pada daerah telitian yaitu Sub dendritik sebagai
perkembangan dari pengaruh struktural yang bekerja dengan stadia
geomorfologi yang telah mencapai tahapan dewasa.
2. Stratigrafi daerah telitian terdiri dari tiga satuan batuan dan satu Satuan Pasir
Lepas, dari tua ke muda adalah Satuan Breksi Nglanggran berumur Miosen
Awal yang diendapkan pada Bathial Atas dan mempunyai hubungan selaras
dengan Batupasir Sambipitu berumur Miosen Awal Tengah yang memiliki
hubungan selaras dengan Batugamping Oyo yang berumur Miosen Tengah
Miosen Akhir dan diendapkan pada Neritik Tengah. Selanjutnya diendapkan
Satuan Pasir Lepas berumur Holosen diatas Satuan Batugamping Oyo dengan
hubungan tidak selaras.
3. Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian berupa Sesar normal
yang memiliki kedududkan bidang sesar N080E/72, plunge 42 bearing
232 rake 47, dengan kekar-kekar gash berarah umum N294E/70, dan
sesar mendatar kiri yang memiliki kedudukan bidang N201E/82, plung 17,
rake 18, bearing N018E dengan aah umum gash N153E/71.
4. Satuan Batupasir Sambiitu mempunyai litologi berupa batupasir gampingan
berwarna kuning abu-abu, sedikit keras, struktur perlapisan laminasi,
berukuran butir pasir sangat halus sedang dan dibeberapa tempat berbutir
kasar, terpilah baik, semen karbonat.
5. Satuan Batupasir Sambiitu mempunyai lingkungan pengendapan submarine
fan yang terletak pada middle fan dan upper fan dengan pencirinya berupa
fasies classical turbidites dan slumps.
6. Potensi geologi yang ada pada daerah telitian terdiri dari potensi positif
berupa morfologi perbukitan sebagai sarana pariwisata. Sedangkan potensi
negatif berupa gerakan tanah (Longsor).

95

No Sampel
A

: LP69 (Satuan Breksi Nglanggran)


E

Pembesaran 40x
B

96

// - Nicol
0

0.5 mm

X Nicol

0.5 mm

Sayatan Tipis batuan piroklastik, warna putih, bertekstur nonklastik, ukuran butir 0,05 0,2
mm, bentuk butiran subrounded rounded.
Komp.Mineral ;
Kuarsa
(9%) : Berwarna putih, bentuk butiran subrounded, hadir
merata dalam sayatan sebagai crystal. (L2)
Opak
(2%) : Berwarna hitam, bentuk butiran rounded, hadir
setempat-tempat dalam sayatan sebagai crystal. (K10)
Piroksin
(3%) : Berwarna oranye, bentuk butiran subangular, hadir
setempat-tempat dalam sayatan sebagai crystal. (I6)
Massa Dasar Gelas (85%) : Berwarna putih, bentuk butiran subrounded, hadir
setempat-tempat, dalam sayatan sebagai crystal.
Klorit
(2%) : Berwarna hijau, hadir merata, dalam sayatan sebagai
glass. (G8)
Plagioklas
(75%) : Berwarna putih, bentuk butiran subangular, hadir
setempat dalam sayatan sebagai glass. (J4)
Nama Batuan : Vitric Tuff (Menurut Klasifikasi Wiliam,1954)

No Sampel

: LP70 (Satuan Breksi Nglanggran)

Pembesaran 40x

97

//6 - Nicol

0.5 mm

X Nicol

7
7
07
0.5 mm
Sayatan Tipis batuan beku Intermediet Vulkanik, warna hitam, indeks warna 26%,
8
8
8
kristalinitas hipokristalin, granularitas fanerik halus F-sedang, bentuk Kristal subhedral
9
9
anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,8 mm, relasi 9inequrgranular
porfiritik.
10
10
10
Komp.Mineral ;
XPL relief rendah, bentuk Kristal subhedral,
XPL
PPL
Plagioklas
(45%) : Berwarna putih,
indek bias nm > nkb menunjukkan kembaran albit, pada
fenokris berukuran 0,8 1,2 mm dengan An-45 jenis
andesin, dan pada mikrolit berukuran 0,01 0,05 mm
dengan An-39 jenis Andesin, hadir merata dalam
sayatan. (F1)
Piroksin
(16%) : Berwarna oranye, relief sedang, menunjukkan adanya
belahan 1 arah, bentuk Kristal subeuhedral, hadir merata
dalam sayatan. (F9)
Olivine
(10%) : Berwarna oranye, relief tinggi, menunjukkan adanya
belahan mess struktur, bentuk Kristal subhedral, hadir
merata dalam sayatan. (M7)
K. Feldspar
(11%) : Berwarna putih, relief rendah, bentuk Kristal
subahedral. (B6)
Opak
(7%) : Berwarna hitam, relief tinggi, hadir merata dalam
sayatan. (F8)
Massa Dasar Gelas (11%)

Nama Batuan : Andesit Piroksin (Menurut Klasifikasi Wiliam,1954)

98

7
8
9
10

No Sampel
A

: LP74 (Satuan Breksi Nglanggran)


E

Pembesaran 40x
B

//6 - Nicol

0.5 mm

X Nicol

7
7
7
0.5 mm
8 kecoklatan, bertekstur klastik, butiran di 8
8 Sayatan Tipis batuan sedimen, warna abu-abu
8
dukung
oleh
butiran
(grain
supported),
ukuran
butir
0,1 4 mm, bentuk butiran subangular - 9
9
9
9
angular, terpilah buruk, kemas tertutup.
10
10
10
10
Komp.Mineral ;
XPL
XPL
PPL
Lithic piroksen
(30%) : Berwarna hitam, ukuran butir 0,5 4 mm, bentuk
butiran subangular - angular, hadir merata dalam sayatan
sebagai fragmen. (L3)
Feldspar
(25%) : Tak berwarna, ukuran butir 0,05 1 mm, bentuk butiran
subangular, hadir merata dalam sayatan sebagai
fragmen. (C4)
Kuarsa
(18%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,05 0,8 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir merata dalam sayatan sebagai
fragmen. (F2)
Oksida besi
(2%) : Berwarna oranye, ukuran butir 0,01 0,3 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (D7)
Piroksin
(10%) : Berwarna oranye - coklat, ukuran butir 0,1 0,4 mm,
bentuk butiran subangular, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (A1)
Opak
(6%) : Berwarna hitam, ukuran butir 0,1 0,5 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (G2)
Mud
(9%) : Tak berwarna coklat muda, ukuran butir <1/256 mm,
hadir merata dalam sayatan sebagai matriks.

07

Nama Batuan : Volcanic Arenite (Menurut Klasifikasi Gilbert,1954)

99

No Sampel
A

: LP83 (Satuan Breksi Nglanggran)


E

Pembesaran 40x
B

//6 - Nicol
07

0.5 mm
0.5 mm

X Nicol

Sayatan
Tipis batuan beku Intermediet Vulkanik,
warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
10
10
10
hipokristalin, granularitas: F-halus F-sedang, bentuk
Kristal
subhedral anhedral, ukuran
XPL
XPL
PPL
Kristal 0,05 1,5 mm, relasi inequrgranular porfiritik.
Komp.Mineral ;
Plagioklas
(58%) : Berwarna putih, relief rendah, bentuk Kristal subhedral,
indek bias nm > nkb menunjukkan kembaran albit, pada
fenokris berukuran 0,5 1,2 mm dengan An-56 jenis
labradorit, dan pada mikrolit berukuran 0,05 0,15 mm
dengan An-40 jenis Andesin hadir merata. (E7)
K. Feldspar
(12%) : Berwarna putih, relief rendah, bentuk Kristal subhedral,
hadir setempat-tempat dalam sayatan. (L5)
Piroksin
(1%) : Berwarna oranye biru, relief sedang, menunjukkan
adanya belahan 1 arah, bentuk Kristal anhedral, hadir
setempat dalam sayatan. (B9)
Massa Dasar Gelas (29%) : Berwarnahitam kecoklatan , relief tinggi, hadir merata
dalam sayatan.
Nama Batuan : Andesit (Menurut Klasifikasi Wiliam,1954)

100

10

No Sampel
A

: LP23 (Satuan Batugamping Oyo)


E

Pembesaran 40x
B

//6 - Nicol
07

0.5 mm
0.5 mm

X Nicol

Sayatan
Tipis batuan sedimen, warna coklat muda,
bertekstur klastik, butiran di dukung oleh
10
10
10
lumpur (mud supported), ukuran butir 0,05 0,1 mm, bentuk butiran rounded subrounded,
XPL
XPL
PPL
terpilah baik, kemas tertutup.
Komp.Mineral ;
Kalsit
(45%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir 0,01 0,05 mm,
bentuk butiran rounded, hadir merata dalam sayatan
sebagai allochem dan mikrit. (C6)
Kuarsa
(1%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,05 0,08 mm, bentuk
butiran rounded, hadir setempat dalam sayatan sebagai
allochem. (J6)
Fosil Foram Kecil (7%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir 0,05 0,1 mm,
bentuk butiran rounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai allochem (E3)
Mud
(Lumpur Karbonat) (40%) : Berwarna coklat muda, ukuran but
zir <1/256 mm, hadir merata dalam sayatan sebagai mikrit dan sparit.

Nama Batuan : Wackstone (Menurut Klasifikasi Dunham,1962)

101

10

GEOLOGI DAN STUDI LINGKUNGAN PENGENDAPAN


SATUAN BATUPASIR SAMBIPTU
DAERAH PUTAT DAN SEKITARNYA,KECAMATAN PATUK,
KABUPATEN GUNUNG KIDUL
PROVINSI D.I.YOGYAKARTA

SKRIPSI

Oleh :
PANDITA PURBACARAKA
111.060.059

102

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2011

GEOLOGI DAN STUDI LINGKUNGAN PENGENDAPAN SATUAN


BATUPASIR SAMBIPITU
DAERAH PUTAT DAN SEKITARNYA ,KECAMATAN PATUK ,KABUPATEN
GUNUNG KIDUL,
PROVINSI D.I.YOGYAKARTA

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

Oleh :

103

PANDITA PURBACARAKA
111.060.059

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2011

PENGESAHAN
GEOLOGI DAN STUDI LINGKUNGAN PENGENDAAN SATUAN
BATUPASIR SAMBIPITU
DAERAH PUTAT,KECAMATAN PATUK,KABUPATEN GUNUNG KIDUL,
PROVINSI D.I.YOGYAKARTA

SKRIPSI
Oleh :

PANDITA PURBACARAKA
111.060.059

104

Yogyakarta,13 September 2011


Menyetujui,
Dosen Pembimbing I,

Dosen Pembimbing II,

Dr.Ir.C. Prasetyadi,M.sc.
NPY. 19581104 1987030 1 001

Prof. Dr. Ir. Sutanto, DEA.


NPY.19540907 19831 1 001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Geologi

Ir.H. Sugeng Raharjo ,M.T


NPY. 19581208 199203 1 001

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat diberikan kecerahan berfikir dan
daya juang untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu tanpa adanya
suatu halangan yang berarti.
Skripsi dengan judul Geologi dan Studi Lingkungan Pengendapan
Satuan Batupasir Sambipitu Daerah Putat Dan Sekitarnya, Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul,Provinsi D.I.Yogyakarta disusun sebagai syarat
dalam meraih gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi

105

Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta dan juga


merupakan salah satu titik yang menarik dalam perjalanan hidup penulis dalam
proses memahami dan menghayati suatu tahapan belajar dan berfikir

guna

mengetahui cermin kebenaran alam.


Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari peran dan dukungan serta
motivasi dari berbagai pihak, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada :
10. Kedua Orang tua tercinta n atas semangat yang tak terhingga.
11. Bpk. Ir. H. Sugeng Raharjo, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Geologi,
Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta.
12. Bpk. Dr. Ir. C. Prasetyadi, MSc., selaku Dosen Pembimbing I.
13. Bpk.Prof.Dr. Ir. Sutanto,DEA selaku Dosen Pembimbing II.
14. Keluarga besar Bpk. Samijo atas bantuan fasilitas selama kegiatan
pemetaan berlangsung.
15. Tim Pemetaan Nglegi Bersatu (Anindyo Widiasworo, Alexandro Johan,
Albi Daniel) atas kerjasama dan kinerja yang solid selama kegiatan
lapangan berlangsung.
16. Rizki Silvia Megaputri atas dorongan dan semangatnya.
17. Keluarga Besar North Hill dan Pangea 2006.
18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu - persatu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
Menyadari tidak adanya manusia yang sempurna di dunia ini, begitu pula
dalam penulisan skripsi ini, apa yang tertulis di dalamnya masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
bersifat membangun dari para pembaca agar tercapainya kesempurnaan dalam
penulisan ilmiah berikutnya.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan berguna untuk
dipahami bagi para pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya
serta dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.

106

Yogyakarta,13 September 2011


Penulis,

PANDITA PURBACARAKA

MOTTO
Pergunakan setiap nafas dengan semaksimal mungkin karena hidup ini tidaklah lama
dan matilah dengan senang karena telah tidak menyia-nyiakan satu nafaspun.

107

PERSEMBAHAN
Segala rasa syukur tiada henti terucap kepada Allah S.W.T yang telah memberikan
kesempatan, nikmat akal sehat, daya juang, serta rezeki yang berlimpah.
Spesial teruntuk Keluarga (Bapak,Ibu,kakak) yang telah memberikan semangat tiada
henti.
Ibuku yang selalu mengingatkan agar bias menjadi manusia yang terbaik.
Ayahku yang tiada henti memberi support dalam bentuk apapun
Rizki Silvia Megaputri atas segala inspirasi dan motivasi yang telah kamu berikan
Anindyo Widiasworo Pols sebagai koki terbaik.
Alexandro Jamin Johan sebagai teman tertawa terbaik
Albi Daniel sebagai teman nekad terbaik
North Hill PANGEA dalam kebersamaan PANGEA 2006
Ujang seperangkat komputer tua yang tiada henti membantu mewujudkan ide
dalam setiap karyaku
Bumpy yang telah mengantarkanku ke setiap tujuanku.
GEOLOGI DAN ANALISA LINGKUNGAN PENGENDAPAN
SATUAN BATUPASIR SABIPITU
DAERAH NGLIPAR DAN SEKITARNYA
KECAMATAN NGLIPAR, KABUPATEN GUNUNG KIDUL
PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SARI

Daerah telitian secara administratif terletak di daerah Nglipar dan sekitarnya,


Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D. I. Yogyakarta. Secara
geografis berada pada koordinat 445900 451900 UTM dan 912790 913290 UTM
yang tercakup dalam lembar Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D. I.
Yogyakarta, lembar peta nomor 1408 - 311 dengan skala 1 : 20.000 dengan luas
daerah telitian 5 x 6 km2.
Secara geomorfik, daerah telitian dibagi menjadi dua satuan bentukan asal,
yaitu bentukan asal Fluvial yang terdiri dari Subsatuan Geomorfik Dataran Banjir
(F1) Tubuh Sungai (F2) dan Dataran Dataran Alluvial (F3) dan Bentukan Asal
Struktural yang terdiri dari : Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin (S1) ,dan
Subsatuan Geomorfik Dataran Homoklin (S2). Pola pengaliran yang berkembang
pada daerah telitian yaitu Subdendritik perkembangan dari pengaruh struktural yang
bekerja dengan stadia Geomorfologi yang telah mencapai tahapan dewasa.

108

Stratigrafi daerah telitian terdiri dari lima satuan batuan dan satu satuan pasir
lepas, dari tua ke muda adalah Satuan Batupasir Semilir yang berumur Miosen Awal
yang diendapkan pada Bathial Atas (Barker, 1960), selanjutnya diendapkan Satuan
Breksi Nglanggran berumur Miosen Awal yang diendapkan pada Bathial Atas dan
mempunyai hubungan selaras dengan Satuan Batupasir Sambipitu berumur Miosen
Awal Tengah yang memiliki hubungan selaras dengan Batugamping Oyo yang
berumur Pliosen Awal dan diendapkan pada Neritik Tengah. Selanjutnya diendapkan
Satuan Pasir Lepas berumur Holosen diatas Satuan Batugamping Oyo dengan
hubungan tidak selaras.
Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian berupa Sessar naik
yang memiliki kedududkan bidang sesar N080E/56, plunge 42 bearing N232E
rake 47, dan sesar mendatar yang memiliki kedudukan bidang sesar N201E/82,
plunge 18 bearing N017E rake 56
Satuan Batupasir mempunyai lingkungan pengendapan submarine fan yang
terletak pada upper fan dan middle fan dengan pencirinya berupa fasies classical
turbidites,massive sandstone, debris flow, conglomerates, dan pebbly sandstone.

DAFTAR ISI

Halaman Judul... i
Halaman Pengesahan..... ii
Kata Pengantar... iii
Halaman Motto & Persembahan.. v
Sari..................... vi
Daftar Isi.......................

vii

Daftar Gambar... xi
Daftar Tabel.....................

xv

Daftar Lampiran xvi

BAB 1
1.1

PENDAHULUAN
Latar Belakang. 1

109

1.2

Maksud dan Tujuan. 2

1.3

Letak dan Luas, Kesampaian Daerah Telitian, dan Waktu Penelitian.......

1.4

1.3.1

Letak dan Luas Daerah Telitian....................................................

1.3.2

Kesampaian Daerah. 3

1.3.3

Waktu Penelitian. 4

Pokok Permasalahan... 4
1.4.1

Permasalahan Geologi. 4
1.4.1.1 Permasalahan Geomorfologi 4
1.4.1.2 Permasalahan Stratigrafi.. 5
1.4.1.3 Permasalahan Struktur Geologi 5
1.4.1.4 Permasalahan Sejarah Geologi. 5

1.4.2

Permasalahan Studi.. 6
1.4.2.1 Permasalahan Fasies. 6

1.5

Tahapan dan Metode Penelitian... 6


1.5.1

Penelitian Pendahuluan 6
1.5.1.1 Penelitian Terdahulu. 6

1.5.2

Penelitian Lapangan. 7
1.5.2.1 Tahap Pra-Mapping. 8
1.5.2.2 Tahap Pemetaan (Mapping). 8

1.6

BAB 2
2.1

1.5.3

Pengolahan Data.. 9

1.5.4

Penyusunan Laporan 9

1.5.5

Hasil Penelitian 10

Manfaat Penelitian... 10
1.6.1

Manfaat Keilmuan 10

1.6.2

Manfaat Institusi... 10

GEOLOGI PEGUNUNGAN SELATAN


Fisiografi Pulau Jawa... 11
2.1.1

Zona Pegumungan Selatan 13

2.2

Tatanan Tektonik Pegunungan Selatan 15

2.3

Stratigrafi Regional.. 18

110

2.3.1

Stratigrafi Daerah Pegunungan Selatan 18

2.3.2 Stratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Barat (Batuan dasar PraTersier).

BAB 3

19

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1 Geomorfologi 23
3.1.1

Dasar Pembagian Bentuk Lahan... 23

3.1.2

Pola Pengaliran Daerah Telitian 26

3.1.3

Stadia Erosi Daerah Penelitian.. 27

3.1.4

Geomorfologi Daerah Penelitian.. 28


3.1.4.1 Satuan Geomorfik Bentukan Asal Struktural... 29
3.1.4.1.1 Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin (S1) 30
3.1.4.1.2 Subsatuan Geomorfik Datarn Homoklin (S2).. 30
3.1.4.2 Satuan Geomorfik Bentukan Asal Fluvial 37
3.1.4.2.1 Subsatuan Geomorfik Dataran Banjir (F1).. 37
3.1.4.2.2 Subsatuan Geomorfik Tubuh Sungai (F2) 38
3.1.4.2.3 Subsatuan Geomorfik Dataran Aluvial (F3) 38

3.2 Stratigrafi Daerah Telitian 39


3.2.1

Satuan Breksi Nglanggeran... 42

3.2.2

Satuan Batupasir Sambipitu.. 48

3.2.3

Satuan Batugamping Oyo. 55

3.2.4

Satuan Pasir Lepas.... 61

3.3 Struktur Geologi 62


3.3.1

Struktur Sesar 64
3.3.1.1 Struktur Sesar Daerah Beji.... 64
3.3.1.2 Struktur Sesar Daerah Bubung.. 66
3.3.1.3 Struktur Sesar Nglegi 68

3.4 Sejarah Geologi. 69


3.4.1

Fase I. 69

3.4.2

Fase II.... 70

3.4.3

Fase III... 71

111

3.4.4

Fase IV.. 72

3.4.5

Fase V.... 73

BAB 4
ANALISA LINGKUNGAN PENGENDAPAN SATUAN BATUPASIR
SAMBIPITU
4.1 Dasar Teori
4.1.1

Dasar Penentuan Analisa Lingkungan Pengendapan. 74


4.1.1.1 Aspek Fisika.. 75
4.1.1.1.1 Model Kipas Bawah Laut Walker.. 77
4.1.1.2 Aspek Kimia.. 82
4.1.1.2.1 Analisa asosiasi litologi dan mineral.. 82
4.1.1.3 Aspek Biologi 82

4.2.

Analisa Lingkungan Pengendapan Satuan Batupasir Sambipitu.. 83


4.2.1. Hasil Analisa Satuan Batupasir Sambipitu 84
4.2.2

Analisa Profil Formasi Sambipitu 86


4.2.2.1 Profil Bagian Atas.... 87
4.2.2.2 Profil Bagian Bawah. 90
4.2.2.2.1 Profil Ngepung 90
4.2.2.2.2 Profil Beji 94
4.2.2.2.3 Profil Ngasinan.. 98

4.2.3. Lintasan Terukur (Measuring Section) Sungai Widoro 102


4.3 Pembahasan109

BAB 5
5.1

4.3.1

Aspek Kimia.. 109

4.3.2

Aspek Biologi 109

4.3.3

Aspek Fisika.. 109

POTENSI GEOLOGI
Potensi Positif 111
5.1.1

Geomorfologi Perbukitan..

111
5.2

Potensif Negatif 112

112

5.2.1

Gerakan Tanah..

112
BAB 6

KESIMPULAN..............................................................................................
113

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Pembangian klasifikasi kelerengan menurut Van Zuidam, (1979)...................
24

113

Tabel 4.1. Tabel kedalaman menurut Grimsdale dan Mark Hoven (1950)..
82

114

DAFTAR LAMPIRAN

A. Lampiran dalam teks


1. Analisis Petrografi (AP)
2. Analisis Paleontologi (AF)
3. Analisis Etsa (AE)

B. Lampiran dalam kantong


1. Peta Lintasan dan Lokasi Pengamatan
2. Peta Geomorfologi
3. Peta Geologi
5. Profil Lintasan
6. Penampang Stratigrafi Terukur (Measuring Section)

115

BAB 1
PENDAHULUAN
1.11.

Latar Belakang
Geologi Pulau Jawa te1ah banyak dipe1ajari dan bahkan hampir keseluruhan

wilayah telah dipetakan secara sistematik. Penyelidikan geo1ogi, baik untuk


kepentingan eksplorasi migas, mineral ataupun untuk kepentingan ilmiah te1ah banyak
dilakukan. Namun demikian pemahaman secara menyeluruh tentang geologi Jawa
masih terbatas. Banyak aspek yang masih perlu dikaji tentang perkembangan Pulau
Jawa, baik masalah stratigrafi, sedimentasi dan perkembangan cekungan maupun
tektonik dan volkanisme.
Geologi wilayah Putat dipilih sebagai daerah pemetaan geologi karena Daerah
telitian sebagai laboratorium alam merupakan daerah yang secara geologi cukup
menarik untuk dilakukan penelitian. Hal ini disebabkan karena daerah tersebut
mempunyai suatu tatanan geologi yang kompleks baik secara stratigrafi, struktur
geologi, tektonika, maupun morfogenesa serta proses proses geologi yang sangat
menarik untuk dipelajari guna menerapkan ilmu-ilmu geologi lapangan berdasarkan
hukum-hukum geologi yang telah diperoleh di bangku perkuliahan dan juga
dikarenakan masih kurangnya penelitian yang dilakukan didaerah ini khususnya dari
segi geologinya.
Hal - hal tersebut yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian pada
daerah Semin Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DI Yogyakarta
dengan judul Geologi dan Studi Lingkungan Pengendapan Satuan Batupasir
Formasi Sambipitu Daerah Putat dan Sekitarnya Kecamatan Patuk, Kabupaten
Gunung Kidul,Provinsi DI Yogyakarta.

116

1.12. Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah sebagai tugas akhir dalam memenuhi
persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Geologi (S1) Jurusan
Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Yogyakarta.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kondisi dan perkembangan
geologi daerah telitian yang meliputi aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi
dan sejarah geologi dalam satu kesatuan ruang dan waktu (time & space) geologi. Serta
mempelajari karakteristik fasies pada Formasi Sambipitu yang berguna dalam
menyusun urutan waktu pengendapan sedimen serta mengetahui perkembangan
perubahan lingkungan pengendapan yang pernah terjadi dari waktu ke waktu.

1.13. Letak dan Luas, Kesampaian Daerah Telitian, dan Waktu Penelitian
1.13.1. Letak dan Luas Daerah Telitian
Daerah pemetaan secara administrasi meliputi terletak di kecamatan Patuk
kabupaten Gunung Kidul provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah utara daerah
telitian dibatasi oleh dusun Nglarang, sebelah timur dibatasi oleh Desa Nglegi, sebelah
selatan dibatasi oleh Desa Bunder sari, dan sebelah barat dibatasi oleh dusun Tambul.
Luas daerah telitian adalah 5 x 6 km (lihat gambar 1.2).

1.13.2. Kesampaian Daerah


Daerah telitian dapat dijangkau dengan transportasi darat maupun transportasi
sungai yang terletak terletak 45 km ke arah timur Yogyakarta dan dapat dicapai
dengan kendaraan bermotor roda empat atau roda dua selama 45 menit dari kota
Yogyakarta, sedangkan untuk lokasi pengamatan dapat dicapai dengan kendaraan
bermotor roda dua kecuali dibeberapa tempat yang hanya dapat dicapai dengan berjalan
kaki, (lihat Gambar 1.1).

117

Gambar 1.1. Lokasi daerah telitian

Gambar 1.2. Peta rupa bumi daerah telitian (tanpa skala).


1.3.3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian berlangsung selama kurang lebih dua bulan di lapangan
terhitung dari awal Januari 2010 hingga akhir Februari 2011 yang bersifat mandiri
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pengolahan data serta analisis data dan
pembuatan laporan penelitian sebagai sistematika selama kegiatan penelitian berlansung,
kegiatan tahap lanjut ini memakan waktu 3 hingga 4 bulan.
1.14. Pokok Permasalahan

118

Pokok permasalahan yang diangkat penulis meliputi permasalahan geologi


secara umum meliputi geologi regional, stratigrafi, struktur geologi, geomorfologi dan
sejarah geologi.
Adapun permasalahan khusus yang diangkat oleh penulis

mengenai fasies

turbidit Formasi Sambipitu.


Permasalahan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa
bagian, yaitu :
1.14.1. Permasalahan Geologi
Permasalahan permasalahan geologi yang diuraikan dalam penelitian ini,
meliputi :
1.4.1.1.Permasalahan Geomorfologi
Dari interpretasi dan analisa peta topografi serta pengamatan kenampakan
morfologi di lapangan, dijumpai kenampakan pola aliran, bukit, lembah, kelurusan
punggungan serta pengaruh litologi dan struktur geologi, sehingga menimbulkan
beberapa pertanyaan sebagai berikut :
k. Berapa macam satuan geomorfik pada daerah telitian?
l. Faktor apa saja yang mengontrol bentuk dan penyebaran bentang alam daerah
telitian?
m. Jenis pola aliran yang terbentuk dan apa faktor pengontrolnya?
n. Sejauh mana proses erosi yang telah berlangsung di daerah telitian?
o. Bagaimana perkembangan tahapan geomorfologinya?

1.4.1.2.Permasalahan Stratigrafi
Perbedaan relief dan dimensi bentang alam akan memberikan pengaruh terhadap
geometri suatu batuan sehingga akan menimbulkan permasalahan berupa :
o. Apa saja jenis litologi yang ada pada daerah telitian? dan Bagaimana variasinya?
p. Bagaimana penyebaran dan ketebalan batuan?
q. Bagaimana kandungan fosil dan umurnya?
r. Bagaimana urutan satuan batuan dari tua ke muda?
s. Bagaimana hubungan antar satuan batuan?
t. Bagaimana mekanisme dan lingkungan pengendapannya?
u. Apa nama formasi batuannya?

119

1.4.1.3Permasalahan Struktur Geologi


Deformasi pada batuan akibat proses tektonik yang bekerja akan menghasilkan
struktur geologi yang terkait oleh beberapa hal, yaitu :
k. Jenis struktur apa saja yang berkembang di daerah telitian?
l. Bagaimana pola dan kedudukan struktur tersebut?
m. Berapa dimensi atau ukuran dan arah struktur tersebut?
n. Bagaimana mekanisme, pola dan arah gaya yang membentuknya?
o. Kapan unsur unsur struktur tersebut terbentuk? dan Bagaimana hubungannya
dengan sejarah tektonik yang bekerja pada daerah telitian?

1.4.1.4.Permasalahan sejarah geologi


Dari seluruh kajian geologi yang dilakukan dari pengamatan lapangan,
pengumpulan data hingga tahap analisis, akan menimbulkan permasalahan mengenai
perkembangan geologi dari waktu ke waktu yang meliputi :
e. Bagaimana mekanisme dan perkembangan proses pengendapan tiap formasi
pada daerah telitian dalam ruang dan waktu geologi?
f. Bagaimana perkembangan tahapan tektonik yang terjadi di daerah telitian dalam
ruang dan waktu geologi sehingga membentuk pola struktur seperti sekarang?
1.14.2. Permasalahan Studi
Permasalahan yang akan diuraikan penulis dalam studi khususnya, meliputi :
1.4.2.3 Permasalahan Fasies
Beberapa permasalahan yang terkait dengan studi fasies yang akan diuraikan
penulis dalam penelitian ini, meliputi :
k. Ada berapa jenis fasies batuan pada Formasi Sambipitu?
l. Bagaimana hubungan antara butiran dengan pembentukan litofasies
m. Bagaimana mekanisme pada saat pembentukan litofasies
n. Bagaimana hubungan antar fasies pada Formasi Sambipitu?
o. Bagaimana lingkungan pengendapan dari fasies fasies yang ada pada Formasi
Sambipitu?
1.15.

Tahapan dan Metode Penelitian

120

Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul pada daerah telitian,


penulis melakukan berbagai tahapan dan metoda penelitian dalam pendekatan masalah
(lihat Gambar 1.2), baik secara historis, deskriptif maupun analisis yang meliputi :

1.15.1. Penelitian Pendahuluan


Penelitian pendahuluan meliputi studi pustaka yang dilakukan berdasarkan pada
publikasi dari penelitian-penelitian ahli geologi terdahulu yang dipublikasikan dan
terkait dengan geologi regional daerah penelitian, sedangkan studi literatur dilakukan
terhadap hal - hal yang terkait dengan pemahaman konsep geologi yang mendukung
judul penelitian guna menyelesaikan permasalahan permasalahan yang bersifat
mendasar. Studi pustaka dan literatur ini kemudian dijadikan sebagai bahan acuan bagi
penulis dalam pembuatan proposal.

1.5.1.1. Penelitian Terdahulu


Beberapa peneliti terdahulu yang pernah melakukan studi yang terkait dengan
daerah telitian penulis secara lokal maupun secara regional, meliputi :
o. Van Bemmelen (1949), mengelompokkan geologi regional Pulau jawa
berdasarkan fisiografi menjadi beberapa zona, salah satunya adalah Zona
Pegunungan Selatan dimana daerah penelitian penulis tercakup didalamnya.
p. Rahardjo ( 1977 ), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi
pegunungan selatan secara lengkap meliputi aspek sedimentologi dan
paleontologi dengan penekanan untuk memperoleh kejelasan umur pembentukan
dan lingkungan pengendapannya.
q. Martodjojo ( 1984 ), Merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari peneliti
sebelumnya dalam penyusunan stratigrafi pegunungan selatan.
r. Surono (1992), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi
pegunungan selatan secara lengkap.
s. Samodra ( 1992 ), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi
pegunungan selatan secara lengkap.

121

t. Surono, B. Toha, I. Sudarno, dan S. Wiryosujono ( 1992 ), Penyusunan Peta


Geologi Lembar Surakarta-Giritontro pada Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jendral Geologi dan
Sumber Daya Manusia.
u. Gendut Hartono ( 2010 ), Melakukan Penelitian Peran Paleovolkanisme Dalam
Tataan Produk Batuan Gunung Api Tersier Di Gunung Gajahmungkur,
Wonogiri, Jawa Tengah sebagai desrtasinya untuk memperoleh gelar doktor.
1.15.2. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan secara umum dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pramapping dan tahap pemetaan (mapping).

1.5.2.1. Tahap Pra-Mapping


Tahap pra-mapping berupa kegiatan observasi dan survey lapangan guna
menentukan lokasi dan luas daerah penelitian yang sesuai dengan topik judul yang akan
diambil penulis, baik sebagai secara studi umum (geologi) maupun untuk studi khusus
(fasies). Setelah lokasi penelitian didapatkan pada tahap ini juga dilakukan perijinan dan
penyiapan peta dasar guna memperlancar proses pelaksanaan tahapan kerja berikutnya.

1.5.2.2. Tahap Pemetaan (Mapping)


Tahap pemetaan berupa kegiatan pengumpulan data lapangan yaitu dengan
melakukan tahapan kerja berupa : penentuan koordinat serta pengeplotan lokasi
pengamatan, pengamatan dan deskripsi singkapan batuan pada peta topografi (lihat
gambar 1.3), pembuatan sketsa singkapan batuan, pengukuran kedudukan lapisan
batuan, pengambilan foto singkapan dan sampel batuan, pengamatan geomorfologi dan
struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian serta melakukan pengukuran
penampang stratigrafi terukur (profil).

122

Gambar 1.3. Peta topografi daerah penelitian(tanpa skala).


Dalam menunjang penelitian lapangan diatas beberapa alat dan perlengkapan
yang dipergunakan penulis dalam membantu pengambilan data di lapangan antara lain :
u. Peta dasar, berupa peta topografi dengan skala 1 : 20.000.
v. Palu geologi, berupa palu pantat pipih dengan merek estwing.
w. Kompas geologi dengan merek Brunton.
x. Lup dengan perbesaran 20X.
y. GPS (Global Positioning System) dengan merek Garmin.
z. Komparator batuan sedimen.
. Plastik sampel ukuran 2 kg dan larutan HCl 0,1 N.
bb. Meteran dengan ukuran 30 m.
cc. Buku catatan lapangan.
dd. Alat tulis.

1.5.3. Pengolahan Data


Tahap pengolahan data yaitu dengan melakukan penggabungan dari hasil studi
pustaka dan literatur yang dilakukan di studio dengan hasil

pengamatan serta

pengambilan data lapangan yang didukung oleh analisis laboratorium, yang meliputi :
analisa kemiringan lereng, analisis paleontologi, analisis petrografi, analisis struktur
geologi dan analisis kandungan mineral.
Data-data

lapangan

berupa

pengukuran

penampang

stratigrafi

terukur

(profil/MS) dianalisis berdasarkan aspek fasies batuan guna mengetahui lingkungan

123

pengendapan berdasarkan pendekatan model-model yang telah dibuat oleh beberapa


ahli .
1.5.4. Penyusunan Laporan
Tahap akhir dari seluruh kegiatan penelitian yang telah dilakukan disajikan
dalam bentuk laporan dan peta yang merangkum semua permasalahan yang diangkat
penulis beserta hasil analisis guna menjawab permasalahan diatas (lihat gambar 1.4).

1.7.5 Hasil Penelitian


Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi geologi daerah telitian
beserta fasies pengendapan khususnya pada Formasi Sambipitu sehingga output dari
penelitian ini dapat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.
1.8 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari beberapa sudut
pandang berupa :
1.6.1.Manfaat Keilmuan
Manfaat penelitian ini bagi bidang keilmuan adalah :
g. Menambah khazanah pengetahuan mengenai studi geologi dan fasies
khususnya pada Formasi Sambipitu.
h. Memperkuat pemahaman mengenai penerapan aplikasi metoda geologi
lapangan yang riil dalam kaitannya dengan kerangka berfikir yang
disesuaikan dengan konsep konsep serta kaidah kaidah geologi yang
berlaku.
i. Kemampuan untuk dapat mengintegrasikan antar data geologi, baik yang
diperoleh di lapangan maupun dari hasil analisis laboratorium.
1.6.2.Manfaat Institusi
Manfaat penelitian yang dilakukan penulis bagi pihak institusi berupa :
g. Melengkapi dan menambah hasil studi maupun data data yang belum
terlengkapi dari penelitian terdahulu, khususnya yang terkait dengan daerah
penelitian penulis.

124

h. Memberikan masukan mengenai studi fasies gunung api khususnya pada


Formasi Sambipitu.
i. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memajukan dunia pendidikan yang
terkait dengan ilmu kebumian, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi
Mineral,

Universitas

Pembangunan

Nasional

Veteran

Yogyakarta

umumnya dan bagi kemajuan bangsa dan negara pada khususnya.

Gambar 1.4. Diagram alir tahapan dan metode penelitian

BAB 1
PENDAHULUAN
1.16.

Latar Belakang
Geologi Pulau Jawa te1ah banyak dipe1ajari dan bahkan hampir keseluruhan

wilayah telah dipetakan secara sistematik. Penyelidikan geo1ogi, baik untuk


kepentingan eksplorasi migas, mineral ataupun untuk kepentingan ilmiah te1ah
banyak dilakukan. Namun demikian pemahaman secara menyeluruh tentang geologi

125

Jawa masih terbatas. Banyak aspek yang masih perlu dikaji tentang perkembangan
Pulau Jawa, baik masalah stratigrafi, sedimentasi dan perkembangan cekungan
maupun tektonik dan volkanisme.
Geologi wilayah Putat dipilih sebagai daerah pemetaan geologi karena
Daerah telitian sebagai laboratorium alam merupakan daerah yang secara geologi
cukup menarik untuk dilakukan penelitian. Hal ini disebabkan karena daerah
tersebut mempunyai suatu tatanan geologi yang kompleks baik secara stratigrafi,
struktur geologi, tektonika, maupun morfogenesa serta proses proses geologi yang
sangat menarik untuk dipelajari guna menerapkan ilmu-ilmu geologi lapangan
berdasarkan hukum-hukum geologi yang telah diperoleh di bangku perkuliahan dan
juga dikarenakan masih kurangnya penelitian yang dilakukan didaerah ini
khususnya dari segi geologinya.
Hal - hal tersebut yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian pada
daerah Semin Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DI Yogyakarta
dengan judul Geologi dan Studi Lingkungan Pengendapan Satuan Batupasir
Formasi Sambipitu Daerah Putat dan Sekitarnya Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul,Provinsi DI Yogyakarta.

1.17. Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah sebagai tugas akhir dalam memenuhi
persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Geologi (S1) Jurusan
Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Yogyakarta.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kondisi dan perkembangan
geologi daerah telitian yang meliputi aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur
geologi dan sejarah geologi dalam satu kesatuan ruang dan waktu (time & space)
geologi. Serta mempelajari karakteristik fasies pada Formasi Sambipitu yang
berguna dalam menyusun urutan waktu pengendapan sedimen serta mengetahui

126

perkembangan perubahan lingkungan pengendapan yang pernah terjadi dari waktu


ke waktu.

1.18. Letak dan Luas, Kesampaian Daerah Telitian, dan Waktu Penelitian
1.18.1. Letak dan Luas Daerah Telitian
Daerah pemetaan secara administrasi meliputi terletak di kecamatan Patuk
kabupaten Gunung Kidul provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah utara
daerah telitian dibatasi oleh dusun Nglarang, sebelah timur dibatasi oleh Desa
Nglegi, sebelah selatan dibatasi oleh Desa Bunder sari, dan sebelah barat dibatasi
oleh dusun Tambul. Luas daerah telitian adalah 5 x 6 km (lihat gambar 1.2).

1.18.2. Kesampaian Daerah


Daerah telitian dapat dijangkau dengan transportasi darat maupun transportasi
sungai yang terletak terletak 45 km ke arah timur Yogyakarta dan dapat dicapai
dengan kendaraan bermotor roda empat atau roda dua selama 45 menit dari kota
Yogyakarta, sedangkan untuk lokasi pengamatan dapat dicapai dengan kendaraan
bermotor roda dua kecuali dibeberapa tempat yang hanya dapat dicapai dengan
berjalan kaki, (lihat Gambar 1.1).

127

Gambar 1.1. Lokasi daerah telitian

Gambar 1.2. Peta rupa bumi daerah telitian (tanpa skala).


1.3.3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian berlangsung selama kurang lebih dua bulan di lapangan
terhitung dari awal Januari 2010 hingga akhir Februari 2011 yang bersifat mandiri
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pengolahan data serta analisis data dan
pembuatan laporan penelitian sebagai sistematika selama kegiatan penelitian
berlansung, kegiatan tahap lanjut ini memakan waktu 3 hingga 4 bulan.
1.19. Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan yang diangkat penulis meliputi permasalahan geologi
secara umum meliputi geologi regional, stratigrafi, struktur geologi, geomorfologi
dan sejarah geologi.
Adapun permasalahan khusus yang diangkat oleh penulis mengenai fasies
turbidit Formasi Sambipitu.
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa
bagian, yaitu :
1.19.1. Permasalahan Geologi

128

Permasalahan permasalahan geologi yang diuraikan dalam penelitian ini,


meliputi :
1.4.1.1.Permasalahan Geomorfologi
Dari interpretasi dan analisa peta topografi serta pengamatan kenampakan
morfologi di lapangan, dijumpai kenampakan pola aliran, bukit, lembah, kelurusan
punggungan serta pengaruh litologi dan struktur geologi, sehingga menimbulkan
beberapa pertanyaan sebagai berikut :
p. Berapa macam satuan geomorfik pada daerah telitian?
q. Faktor apa saja yang mengontrol bentuk dan penyebaran bentang alam daerah
telitian?
r. Jenis pola aliran yang terbentuk dan apa faktor pengontrolnya?
s. Sejauh mana proses erosi yang telah berlangsung di daerah telitian?
t. Bagaimana perkembangan tahapan geomorfologinya?

1.4.1.2.Permasalahan Stratigrafi
Perbedaan relief dan dimensi bentang alam akan memberikan pengaruh
terhadap geometri suatu batuan sehingga akan menimbulkan permasalahan berupa :
v. Apa saja jenis litologi yang ada pada daerah telitian? dan Bagaimana
variasinya?
w. Bagaimana penyebaran dan ketebalan batuan?
x. Bagaimana kandungan fosil dan umurnya?
y. Bagaimana urutan satuan batuan dari tua ke muda?
z. Bagaimana hubungan antar satuan batuan?
. Bagaimana mekanisme dan lingkungan pengendapannya?
bb. Apa nama formasi batuannya?

1.4.1.3Permasalahan Struktur Geologi


Deformasi pada batuan akibat proses tektonik yang bekerja akan
menghasilkan struktur geologi yang terkait oleh beberapa hal, yaitu :
p. Jenis struktur apa saja yang berkembang di daerah telitian?
q. Bagaimana pola dan kedudukan struktur tersebut?
r. Berapa dimensi atau ukuran dan arah struktur tersebut?

129

s. Bagaimana mekanisme, pola dan arah gaya yang membentuknya?


t. Kapan unsur unsur struktur tersebut terbentuk? dan Bagaimana
hubungannya dengan sejarah tektonik yang bekerja pada daerah telitian?

1.4.1.4.Permasalahan sejarah geologi


Dari seluruh kajian geologi yang dilakukan dari pengamatan lapangan,
pengumpulan data hingga tahap analisis, akan menimbulkan permasalahan mengenai
perkembangan geologi dari waktu ke waktu yang meliputi :
g. Bagaimana mekanisme dan perkembangan proses pengendapan tiap formasi
pada daerah telitian dalam ruang dan waktu geologi?
h. Bagaimana perkembangan tahapan tektonik yang terjadi di daerah telitian
dalam ruang dan waktu geologi sehingga membentuk pola struktur seperti
sekarang?
1.19.2. Permasalahan Studi
Permasalahan yang akan diuraikan penulis dalam studi khususnya, meliputi :
1.4.2.4 Permasalahan Fasies
Beberapa permasalahan yang terkait dengan studi fasies yang akan diuraikan
penulis dalam penelitian ini, meliputi :
p. Ada berapa jenis fasies batuan pada Formasi Sambipitu?
q. Bagaimana hubungan antara butiran dengan pembentukan litofasies
r. Bagaimana mekanisme pada saat pembentukan litofasies
s. Bagaimana hubungan antar fasies pada Formasi Sambipitu?
t. Bagaimana lingkungan pengendapan dari fasies fasies yang ada pada
Formasi Sambipitu?
1.20.

Tahapan dan Metode Penelitian


Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul pada daerah

telitian, penulis melakukan berbagai tahapan dan metoda penelitian dalam


pendekatan masalah (lihat Gambar 1.2), baik secara historis, deskriptif maupun
analisis yang meliputi :

1.20.1. Penelitian Pendahuluan

130

Penelitian pendahuluan meliputi studi pustaka yang dilakukan berdasarkan


pada publikasi dari penelitian-penelitian ahli geologi terdahulu yang dipublikasikan
dan terkait dengan geologi regional daerah penelitian, sedangkan studi literatur
dilakukan terhadap hal - hal yang terkait dengan pemahaman konsep geologi yang
mendukung judul penelitian guna menyelesaikan permasalahan permasalahan yang
bersifat mendasar. Studi pustaka dan literatur ini kemudian dijadikan sebagai bahan
acuan bagi penulis dalam pembuatan proposal.

1.5.1.1. Penelitian Terdahulu


Beberapa peneliti terdahulu yang pernah melakukan studi yang terkait dengan
daerah telitian penulis secara lokal maupun secara regional, meliputi :
v. Van Bemmelen (1949), mengelompokkan geologi regional Pulau jawa
berdasarkan fisiografi menjadi beberapa zona, salah satunya adalah Zona
Pegunungan Selatan dimana daerah penelitian penulis tercakup didalamnya.
w. Rahardjo ( 1977 ), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi
pegunungan selatan secara lengkap meliputi aspek sedimentologi dan
paleontologi

dengan

penekanan untuk

memperoleh kejelasan umur

pembentukan dan lingkungan pengendapannya.


x. Martodjojo ( 1984 ), Merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari peneliti
sebelumnya dalam penyusunan stratigrafi pegunungan selatan.
y. Surono (1992), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi
pegunungan selatan secara lengkap.
z. Samodra ( 1992 ), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi
pegunungan selatan secara lengkap.
aa. Surono, B. Toha, I. Sudarno, dan S. Wiryosujono ( 1992 ), Penyusunan
Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat
Jendral Geologi dan Sumber Daya Manusia.

131

bb. Gendut Hartono ( 2010 ), Melakukan Penelitian Peran Paleovolkanisme


Dalam

Tataan

Gajahmungkur,

Produk

Batuan

Gunung

Api

Jawa

Tengah

sebagai

Wonogiri,

Tersier

Di

desrtasinya

Gunung
untuk

memperoleh gelar doktor.


1.20.2. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan secara umum dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pramapping dan tahap pemetaan (mapping).

1.5.2.1. Tahap Pra-Mapping


Tahap pra-mapping berupa kegiatan observasi dan survey lapangan guna
menentukan lokasi dan luas daerah penelitian yang sesuai dengan topik judul yang
akan diambil penulis, baik sebagai secara studi umum (geologi) maupun untuk studi
khusus (fasies). Setelah lokasi penelitian didapatkan pada tahap ini juga dilakukan
perijinan dan penyiapan peta dasar guna memperlancar proses pelaksanaan tahapan
kerja berikutnya.

1.5.2.2. Tahap Pemetaan (Mapping)


Tahap pemetaan berupa kegiatan pengumpulan data lapangan yaitu dengan
melakukan tahapan kerja berupa : penentuan koordinat serta pengeplotan lokasi
pengamatan, pengamatan dan deskripsi singkapan batuan pada peta topografi (lihat
gambar 1.3), pembuatan sketsa singkapan batuan, pengukuran kedudukan lapisan
batuan, pengambilan foto singkapan dan sampel batuan, pengamatan geomorfologi
dan struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian serta melakukan
pengukuran penampang stratigrafi terukur (profil).

132

Gambar 1.3. Peta topografi daerah penelitian(tanpa skala).


Dalam menunjang penelitian lapangan diatas beberapa alat dan perlengkapan
yang dipergunakan penulis dalam membantu pengambilan data di lapangan antara
lain :
bb. Peta dasar, berupa peta topografi dengan skala 1 : 20.000.
ff. Palu geologi, berupa palu pantat pipih dengan merek estwing.
gg. Kompas geologi dengan merek Brunton.
hh. Lup dengan perbesaran 20X.
ii. GPS (Global Positioning System) dengan merek Garmin.
jj. Komparator batuan sedimen.
hh. Plastik sampel ukuran 2 kg dan larutan HCl 0,1 N.
ll. Meteran dengan ukuran 30 m.
mm.

Buku catatan lapangan.

nn. Alat tulis.

1.5.3. Pengolahan Data


Tahap pengolahan data yaitu dengan melakukan penggabungan dari hasil
studi pustaka dan literatur yang dilakukan di studio dengan hasil pengamatan serta
pengambilan data lapangan yang didukung oleh analisis laboratorium, yang meliputi
: analisa kemiringan lereng, analisis paleontologi, analisis petrografi,

analisis

struktur geologi dan analisis kandungan mineral.


Data-data lapangan berupa pengukuran penampang stratigrafi terukur
(profil/MS) dianalisis berdasarkan aspek fasies batuan guna mengetahui lingkungan

133

pengendapan berdasarkan pendekatan model-model yang telah dibuat oleh beberapa


ahli .
1.5.4. Penyusunan Laporan
Tahap akhir dari seluruh kegiatan penelitian yang telah dilakukan disajikan
dalam bentuk laporan dan peta yang merangkum semua permasalahan yang diangkat
penulis beserta hasil analisis guna menjawab permasalahan diatas (lihat gambar 1.4).

1.8.5 Hasil Penelitian


Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi geologi daerah telitian
beserta fasies pengendapan khususnya pada Formasi Sambipitu sehingga output dari
penelitian ini dapat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.
1.9 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari beberapa
sudut pandang berupa :
1.6.1.Manfaat Keilmuan
Manfaat penelitian ini bagi bidang keilmuan adalah :
j. Menambah khazanah pengetahuan mengenai studi geologi dan fasies
khususnya pada Formasi Sambipitu.
k. Memperkuat pemahaman mengenai penerapan aplikasi metoda geologi
lapangan yang riil dalam kaitannya dengan kerangka berfikir yang
disesuaikan dengan konsep konsep serta kaidah kaidah geologi yang
berlaku.
l. Kemampuan untuk dapat mengintegrasikan antar data geologi, baik yang
diperoleh di lapangan maupun dari hasil analisis laboratorium.
1.6.2.Manfaat Institusi
Manfaat penelitian yang dilakukan penulis bagi pihak institusi berupa :
j. Melengkapi dan menambah hasil studi maupun data data yang belum
terlengkapi dari penelitian terdahulu, khususnya yang terkait dengan
daerah penelitian penulis.

134

k. Memberikan masukan mengenai studi fasies gunung api khususnya pada


Formasi Sambipitu.
l. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memajukan dunia pendidikan
yang terkait dengan ilmu kebumian, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Yogyakarta umumnya dan bagi kemajuan bangsa dan negara pada
khususnya.

Gambar 1.4. Diagram alir tahapan dan metode penelitian

135

BAB 3
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1.

Geomorfologi
Pengertian geomorfologi adalah studi yang menguraikan bentuk lahan dan

proses yang mempengaruhi pembentukannya serta menyelidiki hubungan timbal


balik antara bentuk lahan dengan proses dalam tatanan keruangan (Van Zuidam,
1979).
Dalam pembagian satuan geomorfologi daerah telitian penulis mengacu pada
klasifikasi morfologi menurut Van Zuidam, (1983).

3.1.1. Dasar Pembagian Bentuk Lahan

136

Dalam pembagian bentuk lahan penulis juga memperhatikan faktor - faktor


yang mempengaruhi proses pembentukan bentang alam suatu daerah yang terdiri
dari:
c. Morfologi: studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum, meliputi:
-

Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada di permukaan bumi,
bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuk lahan, antara lain lembah, bukit,
perbukitan, dataran, pegunungan, teras sungai, beting pantai, kipas aluvial,
plato dan lain-lain.

Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara lain
kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk
lembah dan pola pengaliran. Dalam analisa kelerengan dapat diukur besaran
kelerengan dengan rumus sebagai (klasifikasi kemiringan lereng,lihat tabel 3.1)
berikut:

137

Tabel 3.1. Pembangian klasifikasi kelerengan menurut Van Zuidam, (1979).


d. Morfogenesa: asal usul pembentukan dan perkembangan bentuk lahan serta
proses-proses geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalah struktur geologi,
litologi penyusun dan proses dan proses geomorfologi. Morfogenesa meliputi:
-

Morfostruktur aktif, berupa tenaga endogen seperti pengangkatan, perlipatan


dan pensesaran. Dengan kata lain, bentuk lahan yang berkaitan erat dengan
hasil gaya endogen yang dinamis termasuk gunung api, tektonik (lipatan dan
sesar), misal : gunungapi, pegunungan antiklin dan gawir sesar.

Morfostruktur pasif, bentuk lahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe batuan


maupun struktur batuan yang ada kaitannya dengan denudasi misalnya messa,
cuesta, hogback dan kubah.

Morfodinamik, berupa tenaga eksogen yang berhubungan dengan tenaga air,


es, gerakan masa dan kegunungapian. Dengan kata lain, bentuk lahan yang
berkaitan erat dengan hasil kerja gaya eksogen (air, es, angin dan gerakan
tanah), misal gumuk pasir, undak sungai, pematang pantai dan lahan kritis.

Secara garis besar susunan pembuatan peta geomorfologi berdasarkan aspek


geomorfologi yang telah ada dapat dijelaskan dalam bagan alir penentuan satuan
geomorfik berikut ini ( Gambar 3.1) :

Gambar 3.1. Bagan alir penentuan satuan geomorfik.

3.1.2. Pola Pengaliran Daerah Penelitian

138

Pola pengaliran adalah kumpulan jalur-jalur pengaliran hingga bagian


terkecilnya pada batuan yang mengalami pelapukan atau tidak, ditempati oleh sungai
secara permanen. (Arthur Davis Howard, 1966).
Berdasarkan sifat alirannya sungai di daerah telitian termasuk dalam sungai
eksternal, yakni aliran air yang berada dipermukaan yang membentuk sungai
maupun danau, kemudian berdasarkan genesanya pada derah telitian tergolong
sebagai sungai dengan aliran subsekuen, yaitu sungai yang mengalir sepanjang jurus
perlapisan batuan dan membentuk lembah sepanjang daerah lunak, seperti pada
Sungai Gebang,Sungai Oyo.
Berdasarkan klasifikasi Arthur Davis Howard, (1966), maka di daerah
penelitian terdapat dua jenis pola pengaliran, yaitu :
2. Pola pengaliran subdendritik .

3.1.2.1 Pola pengaliran subdendritik .


Pola pengaliran subdendritik (Gambar 3.2) merupakan perkembangan dari
pola dasar dendritik, karena pengaruh dari topografi yang memiliki kemiringan
lereng antara landai hingga miring dan resistensi batuan dan tanah yang relatif
seragam, sehingga dihasilkan bentukan pola pengaliran menyerupai cabang pohon,
kemudian

faktor pengontrol berupa struktur juga mempengaruhi, namun tidak

dominan.

Gambar 3.2. Pola pengaliran ubahan subdendritik (A.D. Howard,1966)


Pola pengaliran subdendritik ini mencakup secara keseluruhan (100%) dari
pola pengaliran daerah penelitian.

139

SD
Gambar 3.3. Peta pola pengaliran daerah tenelitian dimana SD : Pola Pengaliran
Sub Dendritik dan P : Pola pengaliran Parallel.
3.1.3. Stadia Erosi Daerah Penelitian
Secara genetik pembentukan stadia erosi dipengaruhi oleh faktor iklim, relief
(kelerengan), sifat resistensi batuan , siklus fluviatil, serta proses denudasional yang
berlangsung. Perubahan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan topografi yang
akhirnya membentuk topografi seperti sekarang.Proses pengerosian pada daerah
penelitian diinterpretasikan sedang, dibuktikan dengan masih adanya punggungan
dan masih adanya perbukitan dengan lereng yang curam, kemudian bentuk lembah di
daerah penelitian berbentuk U,selain itu pada daerah telitian juga ditemukan
banyak percabangan sungai berukuran kecil , selain percabangan sungai kecil ,sungai
besar juga terdapat pada daerah penelitian (Gambar 3.4) seperti pada Sungai Widoro
dengan lebar sungai sekitar 15 M.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka dapat disimpulkan bahwa stadia daerah
penelitian adalah stadia dewasa (Gambar 3.1).

140

Gambar 3.4. Foto udara daerah telitian(tanpa skala).

3.1.4. Geomorfologi Daerah Penelitian


Pada hasil pengamatan daerah telitian dan interpretasi peta lembar Surakarta
dari peneliti terdahulu S. Asikin, bahwa daerah telitian merupakan sayap antiklin
bagian selatan. Hal ini tercermin dari kedudukan lapisan yang relatif ke arah selatan
(homoklin). Ini mengindikasikan bahwa geomorfologi daerah telitian dikontrol oleh
proses struktur geologi. Hasil dari proses struktur geologi ini adalah adanya
perbukitan serta lembah homoklin. Proses erosi yang intensif membentuk, bukit dan
sungai yang berbentuk U, dengan morfologi yang hampir datar. Hubungan dengan
litologi daerah telitian bahwa daerah yang relatif menonjol atau curam mempunyai
intensitas tingkat resistensi yang lebih kuat daripada daerah yang mempunyai
tingkatan resistensi batuan yang tidak kuat yang ada di daerah yang lebih landai dan
datar. Melihat dari fakta dan data ada bahwa daerah telitian ini dapat dikategorikan
sebagai stadia geomorfik tingkat dewasa yang dikontrol oleh kemiringan
lereng,resistensi batuan dan struktur geologi yang mempengaruhinya.

141

Berdasarkan aspek-aspek geomorfologi tersebut dengan disertai klasifikasi


menurut Van Zuidam, (1983), maka bentuk lahan pada daerah penelitian dapat
diklasifikasikan menjadi 2 satuan geomorfik (Lampiran Peta Geomorfologi) yaitu :
3.

Satuan Geomorfik Bentukan Asal Struktural


3.1 Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin (S1)
3.2 Subsatuan Geomorfik Dataran Homoklin (S2)

4.

Satuan Geomorfik Bentukan Asal Fluvial


4.1 Subsatuan Geomorfik Dataran Banjir (F1)
4.2 Subsatuan Geomorfik Tubuh Sungai (F2)
4.3 Subsatuan Geomorfik Dataran Alluvial (F3)

3.1.4.1. Satuan Geomorfik Bentukan Asal Struktural


Bentukan asal struktural pada hal ini merupakan bentukan morfologi suatu
daerah yang memiliki suatu bentukan yang khas yang sangat dipengaruhi oleh
aktifitas struktur geologi yang berkembang pada daerah tersebut yang berasal dari
tenaga endogen sehingga menghasilkan bentukan morfologi tertentu.Pada daerah
telitian struktur geologi sangat mempengaruhi pembentukan morfologi,dimana dapat
diketahui bahwa struktur geologi

yang mengontrol pada daerah telitian,

yaitu

berupa struktur yang terpengaruh oleh proses pemiringan atau tilting yang terjadi
karena daerah telitian merupakan sayap selatan antiklin yang kemudian patah dengan
sejumlah step Fault dan Flexure yang kemudian membentuk blok blok sesar
antithetic.
Bentukan asal struktural pada daerah telitian terbagi menjadi 2 subsatuan
geomorfik yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
3.1.4.1.1.Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin (S1)
Subsatuan goemorfik ini merupakan bentukan morfologi suatu perbukitan
yang terletak pada daerah tinggian dimana memiliki kemiringan lerengnya tidak
sama sebagai akibat dari kedudukan lapisan-lapisan batuan pembentuknya yang
landai. (Gambar 3.5).Bentukan morfologi ini tersebar di bagian utara daerah telitian,
tersebar dari bagian barat hingga bagian timur dengan kemiringan lereng relatif
miring (8-13%) dan menempati sekitar 50% daerah telitian.Batuan penyusun

142

morfologi ini berupa Satuan Breksi Nglanggeran serta memiliki pola pengalira
subdendritik.

Gambar 3.5. Subsatuan geomorfik Perbukitan Homoklin (S1), gambar diambil pada
Daerah Pedutan.Koordinat X:446515 ; Y:9130185.Arah kamera N012E, cuaca
cerah.

3.1.3.4.2 Subsatuan Geomorfik Dataran Homoklin (S2)


Subsatuan geomorfik Dataran Homoklin (Gambar 3.6) menempati 30% dari
seluruh daerah penelitian dengan relief yang relatif jauh lebih datar menempati
daerah selatan dan melampar dari barat hingga timur daerah telitian, dengan
topografi yang landai dan kemiringan lereng landai (3-7%), lereng searah,
mempunyai pola kontur yang renggang, mempunyai kisaran elevasi 125-200 m dpal,
dengan komposisi lithologi terdari dari Batupasir vulkanik dengan sisipan Batupasir
gampingan yang memiliki kemiringan lapisan kearah selatan pula. Subsatuan
geomorfik ini miliki pola pengaliran subdendritk yang menunjukan arah kemiringan
lereng yang relatif seragam,alasan mengapa daerah ini termasuk dalam subsatuan
geomorfik dataran homoklin dikarenakan topografinya yang relatif landai dengan
kedudukan lapisan yang relatif seragam pula, yaitu ke arah selatan.

143

Gambar 3.6. Subsatuan geomorfik Dataran Homoklin (S2), gambar diambil pada Daerah
Pedutan.Koordinat X:446515 ; Y:9130185.Arah kamera N012E, cuaca cerah.

144

3.1.4.2. Satuan Geomorfik Bentukan Asal Fluvial


Satuan geomorfik bentukan asal fluvial ini dikontrol oleh adanya proses
pengerosian, sehingga dengan adanya proses erosi, maka akan dihasilkan bentukan
morfologi yang mencirikan adanya proses erosi yang bekerja pada daerah tersebut
seperti adanya tubuh sungai yang berukuran besar pada daerah telitian serta adanya
dataran banjir di yang terbentuk akibat banyaknya material erosi yang tertransport dan
mengendap pada sisi tubuh sungai utama.
3.1.4.2.1. Subsatuan Geomorfik Dataran Banjir (F1)
Subsatuan geomorfik dataran banjir yang menempati luasan 5% dari seluruh
daerah penelitian, relief berupa dataran, dengan kelerengan datar/hampir datar (0-2%)
, mempunyai kisaran elevasi antara 175-200 mdpl. Sub satuan geomorfik ini tersusun
dari material lepas hasil erosi dan pelapukan dari batuan yang berukuran lempung,
pasir, kerikil, hingga bongkah yang terendapkan disekitar daerah aliran sungai utama.
Subsatuan geomorfik ini terletak di bagian selatan daerah penelitian yaitu pada daerah
sepanjang aliran sungai Bubung (Gambar 3.7).

Gambar 3.7.Subsatuan geomorfik dataran banjir (F1), gambar diambil pada Daerah Bunder,
Koordinat X:449545 ; Y:9129545.Arah kamera N345E, cuaca cerah.

3.1.4.2.2. Subsatuan Geomorfik Tubuh Sungai (F2)


Subsatuan geomorfik tubuh sungai, menempati luasan 5% dari seluruh daerah
penelitian, merupakan tubuh sungai pada Sungai Bubung yang terletak di daerah
Tenggara lokasi penelitian lebar sungai mencapai lebih dari 15 meter (Gambar 3.5),
mengalir relative dari uatara menuju selatan daerah penelitian Bentuk tubuh sungai
145

relatif berkelok-kelok (meandering) yang merupakan bedrock stream yaitu sungai


yang mengalir diatas batuan penyusunnya dengan genesa pembentukannya termasuk
pada sungai subsekuen, yaitu sungai yang mengalir sepanjang jurus perlapisan batuan,
mempunyai elevasi kurang dari 150 mdpl.

Gambar 3.8. Subsatuan geomorfik tubuh sungai (F2), gambar diambil pada Daerah
Sambidemang, memperlihatkan tubuh sungai kali Bubung. Koordinat X:450012 ;
Y:9129514.Arah kamera N340E, cuaca cerah.

3.1.4.2.3. Subsatuan Geomorfik Dataran alluvial (F3)


Subsatuan geomorfik dataran alluvial, menempati luasan 10% dari seluruh daerah
penelitian, merupakan daerah dengan reliaef yang relatif datar. Subsatuan ini disusun
oleh material lepas hasil pelapukan dari batuan asal yang berupa soil (tanah),
kemiringan lereng 0 - 8% (hampir datar - miring), menempati sebagian kecil dari
daerah telitian. Kemiringan lereng pada subsatuan ini adalah hampir datar sampai
dengan datar. (Gambar 3.9).
Proses pengendapan pada subsatuan geomorfik pada daerah ini disebabkan
oleh pelapukan dari batuan asalnya.

146

Gambar 3.9. Subsatuan geomorfik dtaaran alluvial (F3), gambar diambil pada Daerah
Sambidemang, memperlihatkan tubuh sungai kali Bubung. Koordinat X:450180 ;
Y:9129535.Arah kamera N035E, cuaca cerah.

3.2

Stratigrafi Daerah Telitian

Berdasarkan pada pemetaan geologi permukaan yang telah dilakukan pada


daerah penelitian, terdapat 4 macam satuan batuan yang berumur dari Miosen awal
hingga Holosen, disebutkan dari tua hingga ke muda, yaitu:
5. Satuan Breksi Nglanggeran ( Miosen Awal )
6. Satuan Batupasir Sambipitu ( Miosen Tengah )
7. Satuan Batugamping Oyo ( Miosen Tengah - Miosen Akhir )
8. Satuan Pasir lepas ( Holosen )
Penamaan satuan batuan diatas, diambil berdasarkan dari kemiripan
karakteristik litologi, termasuk tekstur batuan, struktur sedimen, komposisi mineral,
dan kandungan fosil. Adapun hubungan stratigrafi antara satuan batuan yang satu
dengan yang lain berdasarkan pada posisi stratigrafi, hasil analisa fosil dan bukti
keadaan kontak satuan batuan di lapangan yang ditemukan yakni adalah selaras.
Kandungan fosil telah digunakan untuk mengetahui kisaran umur batuan.
Identifikasi lingkungan pengendapan berdasarkan beberapa aspek yaitu, fisik (tekstur
dan struktur sedimen), kimia (komposisi litologi), dan biologi (kandungan fosil).
Berdasarkan analisa umur batuan tidak didapatkan perbedaan umur yang jauh antara
Satuan Batupasir Sambipitu dengan Satauan Batugampig Oyo, oleh karena itu penulis
menyimpulkan bahwa kedua satuan batuan tersebut terendapkan seara selaras.
Untuk satuan Batugamping Oyo dengan Satuan pasir lepas juga terdapat
ketidakselarasan karena perbedaan umur yang jauh antara kedua setaun batuan.

147

Sesuai dengan kaidah hukum superposisi maka stratigrafi tersebut dapat


dijelaskan melalui suatu kolom stratigrafi daerah pelitian seperti pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10. Stratigrafi daerah penelitian (penulis,2011).

148

3.2.1. Satuan Breksi Nglanggran


Formasi ini berlokasi tipe di gunung Nglanggeran di pematang baturagung sebelah
utara Wonosari. Satuan Breksi termasuk dalam Formasi Nglanggran. Berdasarkan ciri litologi
yang dijumpai, breksi tersebut merupakan breksi monomik yang terdiri dari satu macam
fragmen (andesit) dengan ukuran 2-50cm, terdapat juga terdapat juga tuff berlapis dan
batupasir epiklastik yang hadir seempat sebagi sisipan.

satuan breksi nglanggeran ini

menempati daerah utara dan melampar dari timur ke barat daerah telitian.
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas formasi sambipitu dan hadir menjari
di beberapa lokasi. Formasi ini tidak mengandung fosil sedangkan umurnya diperkirakan
adalah Miosen awal-Miosen Tengah (Samususastro, 1956)
Penyebaran singkapan Satuan Breksi Nglanggran di daerah telitian hampir
menempati 50 % dari seluruh luas daerah telitian. Singkapan pada satuan ini dijumpai pada
utara dari telitian dan menyebar secara barat timur daerah telitian. Secara spesifik, Satuan
Breksi Nglanggran tersebar didaerah Nglanggeran, Patuk, Bubung, dan. Berdasarkan
pengukuran penampang geologi sayatan A A diperoleh ketebalan 455 meter.
Berikut adalah beberapa foto kenampakan singkapan dari Satuan Breksi
Nglanggeran pada daera telitian.

149

Gambar 3.11.Singkapan Satuan Breksi Nglanggeran pada daerah telitian,


struktur:masif, ub:krakal, dpm:buruk, kemas:terbuka (LP65),diambil dari
Desa Sendangsari dengan koordinat X : 449002,Y : 9131514 arah kamera N
075E,cuaca cerah.

Gambar 3.12.Singkapan Satuan Breksi Nglanggeran pada daerah telitian,


struktur:masif, ub:krakal, dpm:buruk, kemas:terbuka (LP85),diambil dari
Desa Nglanggeran dengan koordinat X : 447502,Y : 9131535 arah kamera N
225E,cuaca cerah.

Gambar 3.13.Close up Breksi Nglanggeran pada daerah telitian, struktur:masif,


ub:krakal, dpm:buruk, kemas:terbuka (LP110),diambil dari Desa Kedu
dengan koordinat X : 450521,Y : 9131542 arah kamera N 080E,cuaca
cerah.
150

Gambar

3.14.Singkapan Batupasir vulkanik pada formasi Nglanggeran,


struktur:masif, ub:krakal, dpm:buruk, kemas:terbuka (LP110),diambil dari
Desa Kedu dengan koordinat X : 450521,Y : 9131542 arah kamera N
080E,cuaca cerah.

Gambar 3.15.Singkapan berupa kontak selaras breksi Nglanggeran dengan Batupasir


Sambipitu pada daerah telitian, pada daerah Putat dengan koordinat X :
447035,Y : 9130502 arah kamera N 95E,cuaca cerah.

151

Analisa Petrografi
Selain deskripsi batuan secara megaskopis di lapangan,juga dilakukan analisa
petrografi berupa deskripsi batuan secara mikroskopis dengan menggunakan sayatan
batuan pada beberapa sample Satuan Breksi Nglanggeran guna mengetahui jenis dan
nama batuan tersebut dalam kaitannya pada studi ini.
Secara keseluruhan analisa petrografi ini dilakukan pada enam sample Satuan
Batupasir Sambipitu.Berikut adalah beberapa contoh deskripsi secara mikroskopis
sample Satuan Breksi Nglanggeran dengan perbesaran mikroskop 40 kali (Gambar
3.10 dan 3.11):

Pada analisa sample Lp 46 secara mikroskopis dijelaskan deskripsi batuan sebagai


berikut :
Sayatan Tipis batuan sedimen, warna hitam, tekstur klastik, UB : 0,1 1,5 mm,
menyudut tanggung - membundar tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun
oleh Plagioklas (45%), Piroxene (16%), Olivine (10%), K.Feldspar (11%), Mineral
Opak (7%), Masa Gelas (11%).
Nama Batuan : Andesit Piroksin (Gilbert,1954)
A

// - Nicol

9
10

0.5 9mm9
0.5 mm

10

X Nicol

10

10

Gambar 3.19. Sayatan tipis fragmen Breksi Nglanggeran


nikol sejajar (kiri) dan nikol silang
XPL
XPL
PPL
(kanan) pada sample Lp 46.

152

Pada analisa sample Lp 110 secara mikroskopis dijelaskan deskripsi batuan sebagai
berikut :
Sayatan Tipis batuan sedimen, warna hitam, tekstur klastik, UB : 0,05 1,8 mm,
menyudut tanggung - membundar tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun
oleh Kuarsa (9%), Mineral Opak (2%), Piroxene (3%), Masa Gelas (85%), Klorit
(2%), Plagioklas (75%).
Nama Batuan : Vitric Tuff (Gilbert,1954)
A

// - Nicol

9
10

9
0.59 mm

0.5 mm

10

X Nicol

10

10

Gambar 3.19. Sayatan tipis matriks Breksi Nglanggeran


nikol sejajar (kiri) dan nikol silang
XPL
XPL
PPL
(kanan) pada sample Lp 110.

3.2.2 Satuan Batupasir Sambipitu (Miosen Awal)


Formasi ini berlokasi tipe di Desa Sambipitu. Formasi ini tersusun oleh
perselingan antara batupasir tufaan, serpih dan batulanau, yang memperlihatkan ciri
endapan turbidit. Di bagian atas dijumpai adanya struktur slump skala besar. Satuan
ini selaras di atas Formasi Nglanggeran, dan merupakan endapan lingkungan laut
pada Miosen Awal bagian tengah Miosen awal bagian akhir (N6 - N8).
Secara umum, Satuan Batupasir Sambipitu terdiri dari endapan tebal batupasir,
dengan sisipan Batulanau, dan Batulempung yang sangat mencerminkan karakteristik
turbidit dengan hadirnya struktur-struktur sedimen penciri, seperti: slump, gradded
153

bedding, ripple, convolute, current ripple, dan laminasi. Berbeda dari formasi
sebelumnya dalam komposisi material vulkaniknya. Pada formasi sambipitu material
vulkanik cukup mendominasi. Pada sungai widoro (lokasi pengambilan data MS),
keterdapatan material vulkanik masih sering dijumpai pada bagian atas formasi,
semakin mengarah ke bagian muda (yaitu pada bagian tengah-atas formasi), materialmaterial vulkanik ini mulai tergantikan oleh dominasi unsur-unsur karbonat.
Terkadang dijumpai juga fragmen-fragmen koral dan foram besar. Hal ini
mengindikasikan adanya proses pencampuran material karbonat dari laut dangkal
pada saat formasi ini terendapkan.
Pada dasarnya Satuan Batupasir Sambipitu ini memiliki arah kemiringan
lapisan yang seragam yaitu kearah selatan akan tetapi dibeberapa tempat ditemukan
lapisan dengan arah kemiringan yang berbeda yaitu ke arah tenggara dan baratdaya
hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari gejala struktur geologi pada daerah telitian
yaitu adanya beberapa sesar mendatar dengan arah dominan utara selatan.
Berikut adalah salah satu kenampakan singkapan dari Satuan Batupasir
Sambipitu pada daera telitian ( Gambar 3.16,3.17 ) .

Gambar 3.16.Singkapan Satuan Batupasir Sambipitu pada daerah telitian,diambil


dari Desa Sambidemang dengan koordinat X : 450465,Y : 9129254 arah
kamera N 083E,cuaca cerah.

154

Gambar 3.17.Singkapan Satuan Batupasir Sambipitu pada daerah telitian,diambil


pada daerah Beji dengan koordinat X : 446018,Y : 9129035 arah kamera N
156E,cuaca cerah.
Analisa Petrografi
Selain deskripsi batuan secara megaskopis di lapangan,juga dilakukan analisa
petrografi berupa deskripsi batuan secara mikroskopis dengan menggunakan sayatan
batuan pada beberapa sample Satuan Batupasir Sambipitu guna mengetahui jenis dan
nama batuan tersebut dalam kaitannya pada studi ini.
Secara keseluruhan analisa petrografi ini dilakukan pada enam sample Satuan
Batupasir Sambipitu.Berikut adalah beberapa contoh deskripsi secara mikroskopis
sample Satuan Batupasir Sambipitu dengan perbesaran mikroskop 40 kali (Gambar
3.10 dan 3.11):

Pada analisa sample Lp 36 secara mikroskopis dijelaskan deskripsi batuan sebagai


berikut :
Sayatan Tipis batuan sedimen, coklat , tekstur klastik, mud supported, UB : 0,4 1
mm, subangular - subrounded, terpilah buruk,kemas terbuka, disusun oleh Mineral
kuarsa (14%), plagioklas (25%), k.feldspar (9%), piroksen (5%), kuarsit (7%), kalsit
(18%), lumpur karbonat (20%), fosil foram kecil (5%).
Nama Batuan : Calcareous Arkosic Wacke (Gilbert,1954)
A

155

// - Nicol

X Nicol

0.5 mm

0.5 mm

Gambar 3.19. Sayatan tipis Batupasir Sambipitu nikol sejajar (kiri) dan nikol silang (kanan)
pada sample Lp 36.

Pada analisa sample Lp 57 secara mikroskopis dijelaskan deskripsi batuan sebagai


berikut :
Sayatan Tipis batuan sedimen, tak berwarna , tekstur klastik, di dukung oleh lumpur,
UB : 0,1 1,5 mm, menyudut tanggung - membundar tanggung, terpilah buruk,kemas
terbuka, disusun oleh Mineral lumpur (35%), kuarsa (25%),litik tuff (25%),feldspar
(12%), mineral opak (3%).
Nama Batuan : Volkanic wacke (Gilbert,1954)
A

8
9
10

// - Nicol
0

0
0.5 mm

0.5 mm
9
9
10

X Nicol

10

Gambar 3.20. Sayatan tipis Batupasir Sambipitu nikol sejajar (kiri) dan nikol silang (kanan)
XPL
XPL
PPL
pada sample Lp 57.

Berdasarkan hasil analisa batuan secara mikroskopis, satuan batupasir


Sambipitu mempunyai dua karakteristik batuan yang berbeda anatar bagian utara dan
bagian selatan. Pada formasi Sambipitu bagian utara daerah telitian mempunyai
karakteristik silika yang dominan Volkanic wacke Gilbert,1954). Sedangkan pada
formasi Sambipitu bagian selatan daerah telitian memiliki karakteristik gampingan
(Wackstone Gilbert,1954)

156

10

Penyebaran:
Tingginya aktifitas vulkanisme yang terjadi daerah telitian menghasilkan
tebalnya lapisan Satuan Batupasir Sambipitu ini dengan cakupan daerah persebaran
yang cukup luas.
Satuan Batupasir Sambipitu pada daerah penelitian menempati 30 % dari
daerah penelitian dan menghampar dari utara keselatan pada daerah penelitian yang
meliputi

Beberapa

Daerah,

yaitu

daerah

Putat,

Plosokerep,

Plumbungan,Sambidemang, Nglegi, Nglampar, Kerjan, Beji, Gunungan, Gumawang,


dan desa Sambipitu sebagai lokasi tipe.Satuan Batupasir Sambipitu berdasarkan
sayatan penampang geologi A-A ini memiliki ketebalan sekitar 500 M pada daerah
telitian yang meliputi daerah tinggian maupaun daerah lembahan yang tampak melalui
penampang sayatan geologi (Lampiran Peta Geologi).
Umur:
Dari beberapa sample Batupasir Sambipitu telah diambil untuk dilakukan
analisa paleontologi mikro guna mendapatkan umur relatif untuk Satuan Batupasir
Sambipitu yakni dilakukan pada sample batuan Lp 30, Lp 39, dan Lp 91 yang
kemudian didapatkan beberapa umur pada masing masing sample yang di ujicoba
tersebut yaitu :

Pada prepararasi sample Lp 30 ditemukan beberapa fosil mikroplankton yaitu :


Globoquadrina

altispira,

Globoquadrina

dehiscens

,Orbulina

universa,

Globigerinoides trilobus, Globigerina seminulina, Praebulina transitoria ,


Orbulina bilobata.
Dari hasil analisis fosil mikroplankton pada sampel batuan Lp 30 tersebut
didapatkan kisaran umur Satuan Batupasir Sambipitu tersebut adalah Miosen Tengah
( N9 ) menurut Blow,1969.

Pada prepararasi sample Lp 39 ditemukan beberapa fosil mikroplankton yaitu :


Globigerina

praebulloides,

Globigerinoides

Globorotalia

subquadratus,

bermudezi,

Globigerinoides

Orbulina

trilobus,

Universa,

Globoquadrina

altispira,Globigerina venezuelana.
157

Dari hasil analisis fosil mikroplankton pada sampel batuan Lp 39 tersebut


didapatkan kisaran umur Satuan Batupasir Sambipitu tersebut adalah Miosen Tengah
( N9-N10 ) menurut Blow,1969.

Pada prepararasi sample Lp 91 ditemukan beberapa fosil mikroplankton yaitu :


Globoquadrina altispira, Orbulina bilobata, Orbulina universa, Globigerinoides
trilobus, Globigerina venezuelana, Globorotalia lenguaensis, Globorotalia obesa,
Sphaeroidinella subdehiscens, Globigerinoides subquadratus.
Dari hasil analisis fosil mikroplankton pada sampel batuan Lp 91 tersebut
didapatkan kisaran umur Satuan Batupasir Sambipitu tersebut adalah Miosen Tengah
( N13 ) menurut Blow,1969.

Dari hasil analisa paleontologi mikro dari beberapa samle batuan diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Satuan Batupasir Sambipitu memiliki kisaran umur relatif
Miosen Awal ( N9-N13 ) menurut Blow,1969.
Lingkungan Pengendapan:
Berdasarkan kenampakan lapangan dan hasil analisa beberapa penampang
profil (lampiran Penampang Profil) pada Satuan Batupasir Sambipitu yang didominasi
oleh Batupasir vulkanik dengan sisipan Batulempung dibeberapa tempat menunjukan
penciri endapan turbidit pada lingkungan laut dangkal-dalam. Hal ini juga diperkuat
dengan data asosiasi perubahan ketebalan, hadirnya unsur karbonat pada bagian atas,
perubahan ukuran butir serta asosiasi kehadiran struktur sedimen pada daerah telitian
serta kehadiran struktur pada interval sekuen Bouma .

Penentuan lingkungan pengendapan juga dilakukan berdasarkan kandungan


fosil foraminifera bentonik pada beberapa sample batuan yaitu pada Lp 39 dan Lp 91
yang kemudian didapatkan beberapa lingkungan bathimetri pada masing masing
sample yang di ujicoba tersebut diantaranya :

Pada prepararasi sample Lp 39 ditemukan beberapa fosil benthos yaitu :


Nodosaria inflexa, Elphidium macellum, Dentalina subsulota, Amphistegina quoyii
Dari hasil analisis fosil benthos

pada sampel batuan Lp 39 tersebut didapatkan

kisaran lingkungan bathimetri terendapkannya Satuan Batupasir Sambipitu tersebut


adalah pada kedalaman Neritik tengah-Bathial bawah atas,menurut Barker,1960.

158

Pada prepararasi sample Lp 91 ditemukan beberapa fosil benthos yaitu :


Dentalina

subsulota,

Sphoeninella

coluta,

Eponides

umbonatus,

Cibicides

subhaedingerii, Vavulinenia bradyi, Cassidulina pacifica


Dari hasil analisis fosil benthos pada sampel batuan Lp 91 tersebut didapatkan
kisaran lingkungan bathimetri terendapkannya Satuan Batupasir Sambipitu tersebut
adalah pada kedalaman bathial atas bathial bawah,menurut Barker,1960.
Berdasarkan hasil analisa data lapangan dan dari preparasi benthos pada
beberapa sampel yang diambil di Satuan Batupasir Vulkanik Sambipitu, menunjukan
bahwa satuan batuan ini terendapkan pada fase yang relatif stabil yaitu pada
kedalaman Neritk tengah Bathial bawah.

3.2.2 Satuan Batugamping Oyo (Miosen Tengah-Miosen Akhir)


Formasi ini berlokasi tipe di kali Oyo dan terendapkan secara selaras di atas
formasi sambipitu.. Didominasi oleh batugamping berlapis, umumnya kalkarenit, dan
di beberapa tempat dijumpai onggokan terumbu dengan tekstur yang masih cukup
jelas. Formasi ini umumnya menunjukkan perlapisan yang baik namun juga dijumpai
batugamping masif secara setempat, umumnya pada daerah tinggian.
Berdasarkan analisa paleontologi didapati bahwa formasi Oyo terendapakan di
daerah neritik/laut dangkal (150-200m) dibawah pengaruh agitasi ombak yang cukup
tenang, serta terendapkan secara selaras di atas formasi sambipitu dengan
menunjukkan umur Miosen Tengah-Miosen Akhir (NN14-N15).
Berikut adalah salah satu kenampakan singkapan dari Satuan Batupasir
Sambipitu pada daera telitian

159

Gambar 3.21.SGambar singkapan Batugamping masif formasi Oyo pada daerah


telitian,diambil dari Kemuning dengan koordinat X : 447502,Y : 9128255
arah kamera N 012E,cuaca cerah.

Gambar 3.22.Gambar singkapan Batugamping berlapis formasi Oyo pada daerah


telitian,diambil pada daerah Kemuning dengan koordinat X : 447515,Y :
9128524 arah kamera N 075E,cuaca cerah.
Penyebaran:
Terjadinya proses transgresi menyebabkan pertumbuhan koral dan terumbu
pada daerah telitian meningkat. Hal ini berimbas pada peningkatan unusr-unsur
karbonat di daerah telitian. Dominasi karbonat menjadi tinggi pada fase ini, Sehingga
160

terbentulah formasi Oyo yang terdiri dari batugamping berlapis, batugamping masif.
Keterdapatan batugamping berlapis dan batugamping masif adalah salah satu bukti
aktifitas tersebut.
Satuan Batugamping Oyo pada daerah penelitian menempati 10 % dari
daerah penelitian dan menghampar dari barat hingga timur daerah penelitian yang
meliputi Beberapa Daerah, yaitu daerah Kemuning, Desa Bunder, dan Desa
Nglegi.Satuan Batugamping Oyo ini Ketebalannya kurang dapat dipastikan karena
hanya sebagian kecil dari formasi ini yang masuk daerah telitian .

Analisa Petrografi

Pada analisa sample Lp 65 secara mikroskopis dijelaskan deskripsi batuan sebagai


berikut :
Sayatan Tipis batuan sedimen, tak berwarna , tekstur klastik, di dukung oleh lumpur,
UB : 0,1 1,5 mm, menyudut tanggung - membundar tanggung, terpilah buruk,kemas
terbuka, disusun oleh Lumpur Karbonat (20%), Fosil Foram Kecil (5%),kalsit
(18%),Kuarsit (7%), Piroksin (5%), K.Feldspar (9%), Plagioklas (22%), Kuarsa
(14%)
Nama Batuan : Calcareous Arcosic Wacke(Gilbert,1954)

// 6- Nicol
07

0.5 mm
0.5 mm

X Nicol

8
Gambar
3.20. Sayatan tipis Batugamping Oyo nikol
sejajar
(kiri) dan nikol silang (kanan)
8
8
pada
sample
Lp
65.
9
9
9

10
XPL
PPL
Umur:

10

10

8
9
10

XPL

Dari beberapa sample Batugamping Oyo telah diambil untuk dilakukan analisa
paleontologi mikro guna mendapatkan umur relatif untuk Satuan Batupasir Sambipitu
yakni dilakukan pada sample batuan Lp 30, Lp 39, dan Lp 91

yang kemudian

161

didapatkan beberapa umur pada masing masing sample yang di ujicoba tersebut
yaitu :

Pada prepararasi sample Lp 99 ditemukan beberapa fosil mikroplankton yaitu :


Globorotalia siakensis, Orbulina universa, Globorotalia immaturus, Globigerina
nepenthes, Globigerinoides sacculiferus, Globoquadrina altispira, Orbulina bilobata
Dari hasil analisis fosil mikroplankton pada sampel batuan Lp 99 tersebut
didapatkan kisaran umur Satuan Batugamping Oyotersebut adalah Miosen TengahMiosen Akhir ( N14-N15 ) menurut Blow,1969.

Pada prepararasi sample Lp 21 ditemukan beberapa fosil mikroplankton yaitu :


Globorotalia siakensis, Globoquadrina altispira, Globigerinoides immaturus,
Orbulina bilobata, Globigerinoides trilobus, Orbulina universa.

Dari hasil analisis fosil mikroplankton pada sampel batuan Lp 39 tersebut


didapatkan kisaran umur Satuan Batugamping Oyotersebut adalah Miosen TengahMiosen Akhir ( N14-N15 ) menurut Blow,1969.

Pada prepararasi sample Lp 91 ditemukan beberapa fosil mikroplankton yaitu :


Globigerinoides
Globoquadrina

immaturus,
altispira,

Orbulina

Hastigerina

universa,

Globigerinoides

aequilateralis,

Globorotalia

diminutus,
siakensis,

Orbulina bilobata.

Dari hasil analisis fosil mikroplankton pada sampel batuan Lp 91 tersebut


didapatkan kisaran umur Satuan Batugamping Oyotersebut adalah Miosen TengahMiosen Akhir ( N14-N15 ) menurut Blow,1969.

Dari hasil analisa paleontologi mikro dari beberapa samle batuan diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Satuan Batugamping Oyotersebut adalah Miosen TengahMiosen Akhir ( N14-N15 ) menurut Blow,1969.

Lingkungan Pengendapan:

162

Berdasarkan kenampakan kondisi di lapangan bahwa keterdapatan suatu


lapisan batugamping dikarenakan adanya gejala kenaikan muka air laut,dan pada
hakikatnya batugamping hanya dapat terendapkan pada lingkungan kedalaman laut
yakni neritik hingga bathial atas.
Kemudian dilihat dari ukuran butiran dari Satuan Batugamping Oyo yang
relatif berupa pasir halus pasir kasar mengidikasikan bahwa Satuan ini berada pada
lingkungan bathimetri yang tidak terlalu dalam yakni sekitar daerah neritik sehingga
masih dipengaruhi oleh perubahan pasang surut air laut,hal ini diperkuat dengan
ditemukannya lapisan Batugamping terumbu sebagai ciri khas Satuan Batugamping
Wonosari.
Dari semua kenampakan lapangan yang ada dapat dilihat bahwa Satuan
Batugamping Oyo ini terendapkan pada lingkungan tepi paparan atau daerah
carbonate platform.
Penentuan lingkungan pengendapan juga dilakukan berdasarkan kandungan
fosil foraminifera bentonik pada beberapa sample batuan yaitu pada Lp21, Lp 99 dan
Lp 89 yang kemudian didapatkan beberapa lingkungan bathimetri pada masing
masing sample yang di ujicoba tersebut diantaranya :
Penentuan lingkungan pengendapan dilakukan berdasarkan kandungan fosil
foraminifera bentonik pada beberapa sample batuan yaitu pada Lp 99, Lp 21, dan 89
yang kemudian didapatkan beberapa lingkungan bathimetri pada masing masing
sample yang di ujicoba tersebut diantaranya :

Pada prepararasi sample Lp 99 ditemukan beberapa fosil benthos yaitu :


Loxostomum limbatum, pileolina opercularis, Fissurina bradii, Cibicides praecinclus.
Dari hasil analisis fosil benthos

pada sampel batuan Lp 99 tersebut didapatkan

kisaran lingkungan bathimetri terendapkannya Satuan Batugamping Oyo tersebut


adalah pada kedalaman Neritik tengah-Bathial atas,menurut Barker,1960.

Pada prepararasi sample Lp 21 ditemukan beberapa fosil benthos yaitu :


Oolina apiculata, Bucella frigida, Parafissurina lateralis, Frondicularia hiensis
Dari hasil analisis fosil benthos pada sampel batuan Lp 21 tersebut didapatkan
kisaran lingkungan bathimetri terendapkannya Satuan Batugamping Oyo tersebut
adalah pada kedalaman Neritik luar, menurut Barker,1960.

163

Pada prepararasi sample Lp89 ditemukan beberapa fosil benthos yaitu :


Bucella frigida, Bigenerina cylindrica, Parafissurina lateralis, Textularia sp.,
Amphistegina quoyii.
Dari hasil analisis fosil benthos pada sampel batuan Lp 89 tersebut didapatkan
kisaran lingkungan bathimetri terendapkannya Satuan Batugamping Oyo tersebut
adalah pada kedalaman Neritik tengah, menurut Barker,1960.

Berdasarkan hasil analisa data lapangan dan dari preparasi benthos pada
beberapa sampel yang diambil di Satuan Batupasir Vulkanik Sambipitu, menunjukan
bahwa satuan batuan ini terendapkan pada fase yang relatif stabil yaitu pada
kedalaman Neritk tengah Bathial bawah, menurut Barker,1960.

3.2.3 Satuan Pasir Lepas (Holosen)


Litologi:
Satuan Pasir Lepas ini merupakan endapan aluvial kuerter yang terdapat pada
daerah telitian yang merupakan material hasil pelapukan dari batuan yang telah ada
terlebih dahulu oleh karena itu satuan ini tersusun oleh material berukuran pasir halus
hingga sangat kasar juga dijumpai adanya material kerikil dan keseluruhan dari satuan
ini belum mengalami proses diagenesa seperti kompaksi sehingga masih berwujud
sebagai material lepas yang belum terkonsolidasi yang memiliki total ketebalan satuan
yaitu + 50M.
Penyebaran:
Untuk penyebaran dari satuan ini masih terbatas pada daerah aliran sungai
pada daerah telitian khususnya Sungai Widoro sebagai material dataran banjir karena
masih merupakan material lepas yang tertransport melalui media aliran sungai, dan
pada daerah sambidemang karena sudah menjadi kawasan ramai penduduk dan
persawahan.
Umur:
164

Dari kenampakan lapangan yang ditemukan kenampakan satuan ini masih


berupa material lepas yang belum terkonsolidasi dan terdapat pada lapisan teratas
pada daerah telitian maka dapat disimpulkan bahwa material ini merupakan lapisan
termuda dan berumur Holosen.

3.3.

Struktur Geologi
Kompleks Pegunungan Selatan berupa sebuah blok yang miring ke arah

Samudera Indonesia (selatan), dimana pada bagian utaranya terdapat gawir-gawir


yang memanjang relatif barat-timur. Hal ini terjadi karena adanya evolusi
tektonik yang terjadi di Pulau Jawa pada zaman Kapur hingga sekarang
sedangakan adanya trend dengan arah relative barat laut tenggara dikarenakan
adanya imbas tektonik dari pola meratus.
Pembentukan struktur geologi daerah penelitian dimulai pada Miosen yang
ditandai dengan terbentuk sesar mendatar.

Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian diidentifikasi


berdasarkan bukti langsung di lapangan berupa adanya beberapa sesar minor dan
dikombinasikan dengan interpretasi topografi apabila struktur yang ditunjukkan oleh
adanya kelurusan morfologi, kemudian ditemukan indikasi indikasi adanya lapisan
tegak, kelurusan kedudukan batuan yang berbeda diantara sekitarnya,dan dengan
interpretasi peta sebaran lithologi, hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya
pengaruh struktur geologi yang mengontrol daerah tersebut. Berdasarkan metode ini,
ada beberapa daerah yang menjadi lokasi sebaran dari sesar tersebut yang kemudian
dilakukan penamaan sesar menurut klasifikasi Rickard, 1972 (Gambar 3.23).

165

Gambar 3.23 Diagram klasifikasi sesar menurut Rickard, 1972.


Keterangan gambar 3.8 :
1. Thrust Slip Fault

12. Lag Slip Fault

2. Reverse Slip Fault

13. Normal Slip Fault

3. Right Thrust Slip Fault

14. Left Lag Slip Fault

4. Thrust Right Slip Fault

15. Lag Left Slip Fault

5. Reverse Right Slip Fault

16. Normal Left Slip Fault

6. Right Reverse Slip Fault

17. Left Normal Slip Fault

7. Right Slip Fault

18. Left Slip Fault

8. Lag Right Slip Fault

19. Thrust Left Slip Fault

9. Right Lag Slip Fault

20. Left Thrust Slip Fault

10. Right Normal Slip Fault

21. Left Reverse Slip Fault


166

11. Normal Right Slip Fault

22. Reverse Left Slip Fault

3.3.1. Struktur Sesar


3.3.1.1. Struktur Sesar Daerah Bubung.
Berdasarkan hasil pengamatan keadaan lapangan diketahui dari data
kedudukan batuan yang ada ditemukan arah kedudukan batuan yang menunjukan
suatu kelurusan jurus berarah utara-selatan selain itu bukti lain tentang aktifitas
tektonik pada daerah telitian dijelaskan dengan ditemukan adannya kekar- kekar yang
berpasangan pada Daerah Kerjan , Daerah Gedah,juga pada daerah Beji wetan.Dari
keadaan tersebut sudah dapat disimpulkan bahwa pada daerah ini terdapat adanya
aktifitas tektonik berupa pergerakan sesar.
Dari hasil pengukuran kekar kekar yang ditemukan pada Daerah Beji wetan
didapatkan data kedudukan kekar yang kemudian akan dilakukan analisa struktur
untuk mengetahui jenis serta arah dari sesar tersebut.Berikut adalah data kedudukan
kekar pada Daerah Beji wetan:
Tabel 3.2 Kedudukan kekar pada Satuan Batupasir Semilir pada Daerah Beji wetan.

Tabel 3.2. Data Gash

Strike
N 155E
N 160E
N 150E
N 148E
N 171E
N 152E
N 149E
N 156E
N 149E
N 156E
N 165E
N 156E
N 174E
N 185E
N 184E

Dip
70
77
82
68
63
57
73
70
70
75
80
76
73
83
54

fracture sesar Beji

167

Gambar 3.24 Analaisa Stereonet Sesar daerah Beji


3.3.1.2. Struktur Sesar Daerah Bubung.
Pada Daerah Bubung ini juga ditemukan adannya bidang sesar yang cukup
jelas dengan offset sebagai batas lithologi kontak antara Breksi Nglanggeran dengan
Batupasir Sambipitu, sebagai bukti lain yang menunjukan adanya aktifitas tektonik
pada daerah ini kembali ditemukan adannya kenampakan kekar yang berpasangan
yang mempunyai kedudukan sebagai berikut :
Tabel 3.2 Kedudukan kekar pada Satuan Batupasir Semilir pada Daerah Bubung.
Strike
N 300E
N 285E
N 305E
N 273E
N 299E
N 292E
N 303E
N 288E
N 295E
N 310E
N 275E
N 289E
N 298E
N 300E

Dip
65
55
60
63
63
71
75
55
74
70
73
76
73
68
168

N 301E

54

Tabel 3.2. Data Gash fracture sesar Bubung

169

Gambar 3.25 Analaisa Stereonet Sesar daerah Bubung

3.3.1.3. Struktur Sesar Nglegi.


Pada sesar Nglegi tidak tidak dilakukan analisa khusus untuk penarikan sesar,
bidang sesar hanya bersifat interpretatif, berdasarkan peta regional dan pola sebaran
lithologi yang mengindikasikan adanya gangguan struktur.
Sesar mendatar Nglegi ini diduga adalah manifestasi dari sesar regional yang
berarah hampir sama dengan sesar Beji yaitu barat daya-timur laut.

3.4. Sejarah Geologi

3.4.1. Fase I

Pada Miosen Awal, Satuan Batupasir Semilir terendapkan. Satuan ini


terendapkan berupa batupasir vulkanik yang berukuran sedang hingga kasar dan juga
batulempung yang mengandung tuff pada beberapa tempat. Pada fase ini, terjadi fase
pengrusakan akibat dari letusan Gunung Api Semilir.

170

Gambar 3.26 Diagram Blok Proses Pengendapan Batupasir Semilir

3.3.3. Fase II

Setelah Satuan Batupasir semilir selesai diendapkan. Terendapkan

juga

Satuan Breksi Nglanggeran pada akhir pengendapan Satuan Batupasir Sambipitu dari
sumber yang berbeda, sehingga dibeberapa tempat ditemukan adanya sebuah
fenomena beda fasies menjari, tetapi fenomena ini tidak dijumpai pada daerah
telitian.. Satuan Breksi Nglanggran yang terendapkan dari hasil vulkanisme hasil
gunung Nglanggran berupa breksi monomik. Terdapat juga beberapa perselingan
batupasir.

171

Gambar 3.27 Diagram Blok Proses Pengendapan Breksi Nglanggeran

3.3.4. Fase III

Setelah fase pengangkatan, terjadilah sebuah fase trensgresi yang kemudian


mengendapkan Satuan Batupasir Sambipitu. Satuan ini terendapkan berupa batupasir
yang mengalami perselingan dengan batulempung dan pada beberapa tempat terdapat
batupasir yang mengandung semen karbonat. Satuan ini terendapkan pada Miosen
Awal.

172

Gambar 3.28 Diagram Blok Proses Pengendapan Batupasir Sambipitu

3.3.5. Fase IV

Setelah fase pengendapan Satuan Batupasir Sambipitu selesai, terjadi sebuah


proses pengangkatan yang dikarenakan kompresi yang mengakibatkan Formasiformasi sebelumnya terangkat ke permukaan, setelah itu terjadi pelepasan energi yang
mengakibatkan terjadinya subsidence atau penurunan cekungan. Keadaan ini
mengaktifkan proses transgresi yang membuat batas air laut naik terhadap permukaan
daratan, sehingga mempengaruhi sifat fisik dan kimia dari Formasi Sambipitu karena
proses transgresi ini juga membentuk material material sedimen laut berupa
batugamping sehingga terbentuklah Satuan Batugamping Oyo pada Miosen Akhir di
atas Satuan Batupasir Sambipitu.
173

Gambar 3.29 Diagram Blok Proses Terjadinya Batugamping Oyo

3.3.5. Fase V
Setelah Batugamping Oyo selesai mengendap pada Miosen Akhir, tidak terjadi
pengendapan material sedimen lagi, baik dari material darat maupun laut. Akan tetapi Kala
Holosen, diendapkan Satuan Pasir Lepas secara tidak selaras diatas Satuan Batugamping Oyo
yang berasal dari hasil endapan erosional dari hasil pengerosian sungai sungai besar
daerah telitian.

174

Gambar 3.30 Diagram Blok Proses Pengerosian dan terangkatnya batuan-batuan


pada daerah telitian

175

BAB 4
ANALISA LINGKUNGAN PENGENDAPAN
SATUAN BATUPASIR SAMBIPITU

4.1. Dasar Teori


Perlu disampaikan disini beberapa acuan tentang lingkungan pengendapan
yang ditulis ulang sebagai berikut :
Lingkungan pengendapan tempat terakumulasinya suatu sedimen yang
mempunyai aspek fisika, kimia dan biologi tertentu (Krumbein and Sloss, 1963).
Lingkungan pengendapan merupakan keadaan yang komplek disebabkan oleh
interaksi antara faktor-faktor fisika, kimia dan biologi dimana sedimen tersebut
diendapkan (Krumbein, 1958 vide Koesoemadinata, 1981).
Analisa suatu lingkungan pengendapan sedimen masa lampau pada prinsipnya
merupakan analisa tentang geomorfik dalam hal ini pengenalan kedalaman satuan
geomorfik melalui jejak proses-proses yang telewatkan di dalam sedimen yang
bersangkutan (Reineck and Singh, 1973).
Secara ringkas pembagian lingkungan pengendapan didasarkan pada
pemahaman yang umum dipakai seperti, tempat sedimen diendapkan beserta kondisikondisi fisis, kimiawi dan biologis yang saling berpengaruh selama pembentukan
batuan (genesa batuan).

4.1.1 Dasar Penentuan Analisa Lingkungan Pengendapan


Dalam penentuan analisa lingkungan pengendapan dengan menggunakan tiga
aspek yaitu, aspek fisik, kimia dan biologi. Aspek fisika suatu sedimen akan tercermin
dalam tekstur dan struktur sedimennya, aspek kimia akan ditunjukkan oleh komposisi
kimia batuan, sedangkan aspek biologi akan ditunjukkan oleh fosil-fosil yang
terkandung dalam sedimen yang bersangkutan. Hal inilah yang menjadi dasar penulis
dalam menganalisa lingkungan pengendapan Batupasir Sambipitu.
Dari ketiga parameter yang dijelaskan diatas termasuk juga membahas fauna
dan flora pengendapan, cuaca, temperature, salinitas dan sistem perairan sekarang.
Dalam pembahasan analisa lingkungan pengendapan nantinya, kita akan membahas
juga sedikit tentang sedimentary facies, hal ini adalah suatu bagian dari hasil
lingkungan pengendapan, atau lebih tepatnya bagian khusus dari lingkungan
176

pengendapan sedimen. Hubungan antara lingkungan pengendapan dengan fasies


sedimen. (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Hubungan antara lingkungan pengendapan sedimen dengan fasies sedimen

Beberapa faktor utama yang secara umum akan mempengaruhi lingkungan


pengendapan antara lain faktor fisis, kimia dan biologis. Menurut Krubein and Sloss
(1963), faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendapan adalah :
e. Media Lingkungan, seperti air, es, angin dan lainnya.
f. Keadaan sekitar batuan diendapkan (Boundary Condition).
g. Tenaga yang bekerja, misalnya arus, angin dan gelombang.
h. Keadaan biologis, yaitu flora dan fauna serta kelimpahannya, serta juga
diamati adanya, struktur pertumbuhan, cangkang sebagai sedimen,
material organic dan struktur galian (burrow).

4.1.1.1 Aspek Fisika

Dalam penentuan lingkungan pengendapan secara fisik, dilakukan dengan


metode menganalisa dari struktur sedimen dan tekstur sedimen pada litologi atau
formasi batuan yang akan dianalisa, dan dilihat bagaimana proses sedimentasi pada
saat struktur tersebut terjadi. Apakah hal tersebut pada indeks energi yang mekanis
yang tenang, rendah atau tinggi.
Banyak klasifikasi lingkungan pengendapan yang dibuat dari lingkungan
pengendapan masa lampau sampai lingkungan pengendapan sekarang, tetapi pada
dasarnya lingkungan pengendapan secara garis besar dibagi atas tiga yaitu lingkungan
pengendapan darat (Terrestrial), transisi dan marine. Dari ketiga lingkungan
177

pengendapan ini dibagi atas beberapa sub-lingkungan pengendapan, untuk lebih jelas
lihat dibawah ini ; (Gambar 4.2).

Terrestrial (land)
Alluvial Fan dan Fan Delta, Alluvial, Lacustrine, Glacial dan Aeolian.

Transitional (part land, part ocean)


Deltaic, Litoral, Lagoon, Tidal dan Estuarine.

Marine (ocean, sea)


Sublitoral (marine shelf, including a host carbonate depositing environments),
Bathyal Marine Fan dan Abbysal Plain.

Gambar 4.2. Klasifikasi Lingkungan Pengendapan Klastik, Christopher G. St. C. Kendall (2001)

Adapun dalam pembahasan ini, penulis akan lebih menekankan kepada


lingkungan pengendapan Laut dan lebih spesifiknya adalah kipas bawah laut. Adapun
pembagian atau rekonstruksi dari lingkungan ini, seperti yang tampak Gambar 4.3
dibawah ini.

178

Gambar 4.3. Rekonstruksi dari Suatu Kipas Bawah Laut ( Walker 1978 ).

4.1.1.1.1 Model Kipas Bawah Laut Walker


Menurut Walker 1978, secara garis besar kipas bawah laut dibagi menjadi 3
bagian, yaitu : kipas atas (upper fan), kipas tengah (middle fan), dan kipas bawah
(lower fan).
d)

Kipas Atas (upper fan)


Kipas atas merupakan pengendapan pertama dari suatu sistem kipas laut

dalam, yang merupakan tempat dimana aliran gravitasi itu terhenti oleh perubahan
kemiringan. Oleh karena itu, seandainya aliran pekat (gravitasi endapan ulang) ini
membawa fragmen ukuran besar, maka tempat fragmen kasar tersebut diendapkan
adalah bagian ini. Fragmen kasar dapat berupa batupasir dan konglomerat yang dapat
digolongkan ke dalam fasies A,B dan F.
Bentuk lembah-lembah pada kipas atas ini bermacam-macam, bisa bersifat
meander, bisa juga hampir berkelok (low sinuosity). Mungkin hal ini berhubungan
dengan kemiringan dan kecepatan arus melaluinya, ukuran kipas atas ini cukup besar
dan bervariasi tergantung besar dan kecilnya kipas itu sendiri. Lebarnya bisa

179

mencapai mulai dari ratusan meter sampai beberapa kilometer, dengan kedalaman
dari puluhan sampai ratusan meter. Alur-alur pada kipas atas berukuran cukup besar.
Walker (1978) memberikan model urutan macam sedimen kipas atas ke
bawah. Bagian teratas ditandai oleh fragmen aliran (debris flow) berstruktur
longsoran (slump), jika sedimennya berupa konglomerat, maka umumnya letak
semakin ke bawah pemilahannya makin teratur, mengakibatkan bentuk lapisan
tersusun terbalik ke bagian atas dan berubah menjadi lapisan normal bagian bawah.
e)

Kipas tengah (middle fan)


Bagian tengah kipas laut dalam adalah yang paling menarik dan sering

diperdebatkan. Letak kipas tengah berada di bawah aliran kipas atas.


Morfologi kipas laut dalam bagian tengah berumur Resen, dapat dibagi
menjadi 2, yaitu suprafan dan suprafan lobes, disamping ketinggian dari lautan, juga
morfologi di dalamnya. Suprafan umumnya ditandai lembah yang tidak mempunyai
tanggul alam (Nomark, 1978) dimana lembah tersebut saling menganyam (braided),
sehingga dalam profil seismic berbentuk bukit-bukit kecil. Relief ini sebenarnya
merupakan bukit-bukit dan lembah yang dapat mempunyai relief 90 meter. Lembah
dapat berisi pasir sampai kerakal (Nomark,1980), kadang-kadang dapat menunjukan
urutan Bouma (1962).
Bagian suprafan sebenarnya lebih merupakan model yang kadang-kadang di
lapangan sulit untuk diterapkan. Masalah dasar tmbuhnya model bagian ini adalah
adanya urutan batuan yang cirinya sangat menyerupai kipas luar, tetapi masih
menunjukan bentuk-bentuk torehan, dimana cirri terakhir ini menurut Walker (1978)
adalah kipas Suprafan.
Asosiasi fasies kipas bagian tengah berupa tubuh-tubuh batupasir dengan
sedikit konglomerat yang berbentuk lensa yang lebih lebar dan luas. Batupasir dan
Konglomerat tergolong ke dalam fasies A, B, dan F. Fasies-fasies itu disisipi juga
oleh lapisan-lapisan sejajar dari fasies D dan E, kadang-kadang juga fasies C.
Asosiasi fasies ini berbeda dengan asosiasi fasies yang terdapat di kipas bagian
dalam, yaitu :

f)

Tubuh batupasir dan konglomerat dimensinya kecil

Geometrinya kurang cembung ke bawah

Adanya sisipan-sisipan perselingan dari batupasir-batulempung.

Kipas Bawah (Lower Fan)


180

Kipas bawah terletak pada bagian luar dari system laut dalam, Umumnya
mempunyai morfologi yang datar sangat landai (Nomark,1978). Kipas bawah
merupakan endapan paling akhir dari system paket atau aliran gravitasi tersebut yang
paling mungkin mencapai bagian kipas adalah system aliran dari arus kenyang.
Ukuran yang paling mungkin di daerah kipas luar adalah berukuran halus.
Serta menunjukan urutan vertical , Bouma (1962). Asosiasi fasies kipas bawah
disusun oleh lensa-lensa butiran di dalam batulempung, perselingan batupasir dan
batulanau yang berlapis tebal. Lnesa-lensa batupasir dari fasies B dan C, sedangkan
batuan-batuan yang mengapitnya dari fasies D .
Karakteristik asosiasi fasies fasies kipas bagian bawah ditandai oleh :

Langkanya batuan-batuan yang diendapkan di dalamnya pasitan (channel


deposit)

Penampang geometrinya berbentuk lensa.

Di bagian puncak sekuen, kadang-kadang didapatkan juga endapan paritan dan


amalgamasi.

Sering kali sekuennya memperlihatkan penebalan lapisan ke bagian atas.

Fasies yang berasosiasi dengan Kipas Bawah Laut ( submarine fans ) Walker
(1978) terbagi menjadi 5 fasies, yaitu :
5)

Fasies Turbidit Klasik (Classical Turbidite, CT)

Fasies ini pada umumnya terdiri dari perselingan antara batupasir dan
serpih/batulempung dengan perlapisan sejajar tanpa endapan channel. Struktur
sedimen yang sering dijumpai adalah perlapisan bersusun, perlapisan sejajar, dan
laminasi, konvolut atau a,b,c Bouma (1962), lapisan batupasir menebal ke arah atas.
Pada bagian dasar batupasir dijumpai hasil erosi akibat penggerusan arus turbid (sole
mark) dan dapat digunakan untuk menentukan arus turbid purba. Dicirikan oleh
adanya CCC (Clast, Convolution, Climbing ripples). Climbing ripples dan convolut
merupakan hasil dari pengendapan suspensi, sedangkan clast merupakan hasil erosi
arus turbid (Walker, 1985).
181

6)

Fasies Batupasir masif (Massive Sandstone, MS)

Fasies ini terdiri dari batupasir masif, kadang-kadang terdapat endapan


channel, ketebalan 0,5-5 meter, struktur mangkok/dish structure. Fasies ini berasosiasi
dengan kipas laut bagian tengah dan atas.
7)

Fasies Batupasir Kerakalan (Pebbly Sandstone, PS)

Fasies ini terdiri dari batupasir kasar, kerikil-kerakal, struktur sedimen


memperlihatkan perlapisan bersusun, laminasi sejajar, tebal 0,5 5 meter. Berasosiasi
dengan channel, penyebarannya secara lateral tidak menerus, penipisan lapisan
batupasir ke arah atas dan urutan Bouma tidak berlaku.
8)

Fasies Konglomeratan (Clast Supported Conglomerate, CGL)

Fasies ini terdiri dari batupasir sangat kasar, konglomerat, dicirikan oleh perlapisan
bersusun, bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung, pemilahan buruk,
penipisan lapisan batupasir ke arah atas, tebal 1-5 m. Fasies ini berasosiasi dengan
sutrafanlobes dari kipas tengah dan kipas atas. Fasies Lapisan yang didukung oleh
aliran debris flow dan lengseran (Pebbly mudstone, debris flow, slump and slides,
SL).

182

Gambar 4.4 Hipotesa Sikuen kipas bawah laut yang dapat berkembang
selama proses progradasi kipas bawah laut. C.U adalah sikuen
penebalan dan pengkasaran ke atas, F.U adalah sikuen penipisan
dan penghalusan ke atas. CT adalah fasies classical turbidite, PS
adalah fasies batupasir kerikilan, CGL adalah fasies konglomerat,
DF adalah fasies debris flow dan SL adalah fasies slump
(Walker,1978).

4.1.1.2 Aspek Kimia


Dalam penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan kimia, dilakukan
berdasarkan komposisi dari batuan tersebut, ataupun bias dengan mengukur Eh dan
pH, salinitas,konsentrasi kelarutan karbonat dan temperature.

4.1.1.2.1

Analisa asosiasi litologi dan mineral


183

Ini merupakan cara yang biasa dipergunakan untuk penentuan lingkungan


pengendapan. Berbagai macam kriteria dipergunakan, dari jenis-jenis litologi serta
assosiasinya dan juga beberapa mineral authigenik yang terdapat dalam suatu paket
lapisan sedimen.
Metode ini memerlukan banyak data, yang saling berhubungan dan
menunjang, tetapi kadang-kadang saling melemahkan. Struktur sedimenpun dapat
membantu dan melengkapi untuk analisa lingkungan pengendapan. Pada daerah
telitian, penulis sangat sulit dalam menemukan asosiasi litologi yang sesuai dengan
studi analisa yang akan dilakukan, dikarenakan singkapan sedimen yang baik sangat
sulit untuk ditentukan, sehingga analisa litologi dan mineral tidak terlalu dibahas.

4.1.1.3 Aspek Biologi


Dalam penentuan lingkungan pengendapan secara biologis, dilakukan dengan
metode menggunakan ratio Plankton / Bentos dan dengan menggunakan Foraminifera
kecil benthonik.
Adapun tabel kedalaman dari Grimsdale dan Mark Hoven (1950).

Tabel 4.1. Tabel kedalaman menurut Grimsdale dan Mark Hoven (1950).

Lingkungan Pengendapan Bentos

Kedalaman

% Ratio

Neritik Tepi

0 20

0 20

Neritik Tengah

20 100

20 50

Neritik Atas

100 200

20 50

Bathyal Atas

200 500

30 50

Bathyal Bawah

500 - 2000

50 - 100

184

% Ratio Plankton

Kedalaman (m)

1 10

0 70

10 20

0 70

20 30

60 120

30 40

100 600

40 50

100 600

50 60

550 700

60 70

680 825

70 80

700 1100

80 90

900 1200

90 - 100

1200 - 2000

4.2. Analisa Lingkungan Pengendapan Satuan Batupasir Sambipitu


Berdasarkan peneliti terdahulu bahwa Formasi ini terdiri atas dari
perselingan,batupasir tufaan, batulempung, serpih dan batupasir gampingan. Formasi
ini merupakan hasil dari endapan aliran gravitasi di lingkungan laut dalam.
Sedangkan Formasi Sambipitu didaerah penelitian mempunyai variasi litologi
yang mudah dikenali yaitu perselingan antara batupasir gapingan dengan
batulempung. Batupasir pada Formasi ini memiliki struktur sedimen berupa
perlapisan dan laminasi. Pada bebrapa bagian ditemukan struktur gradded bedding.
Berdasarkan pengamatan lapangan, Formasi Sambipitu secara umum
didominasi oleh litologi satuan batupasir gampingan yang kemudian penulis detilkan
sehingga menjadi Batupasir Sambipitu. Penentuan analisa lingkungan pengendapan
dilakukan berdasarkan pengamatan dari setiap singkapan yang berada pada setiap
batupasir dengan memperhatikan ciri khas litologi tersebut yang membedakannya
185

dengan litologi yang lain, hal ini dilakukan penulis berdasarkan pengukuran profil.
Dan untuk mengetahui kedalaman dari lingkungan pengendapan penulis mengadakan
analisa ratio plankton / benthos menurut klasifikasi Grimsdale dan Mark Hoven
(1950).
Penulis melakukan empat pengukuran profil yang terbagi menjadi tiga bagian
yaitu bagian atas, bagian bawah, dan bagian tengah. Hal ini akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.
4.2.1. Hasil Analisa Satuan Batupasir Sambipitu
Dalam penganalisaan

lingkungan

pengendapan penulis

menggunakan

parameter analisa fisik, kimia dan biologis, yaitu ;


-

Parameter Fisik
Pada litologi ini merupakan litologi batupasir berwarna coklat, dengan struktur
perlapisan dan laminasi, dan dibeberapa tempat ditemukan struktur sedimen
biosturbasi. Adapun deskripsinya warna: coklat ; struktur: laminasi dan
perlapisan ; ukuran butir: sedang - halus ; agak menyudut- agak membundar,
terpilah baik, kemas terbuka; Fragmen: kuarsa, matrik: lempung, semen :
karbonat.
Pada sungai Widoro (lokasi pengambilan data MS), terdapat suatu
sruktur sediment slump yang merupakan penciri dari mekanisme pengendapan
turbidite.

186

Gambar 4.5.Singkapan Formasi Sambipitu, perselingan antara pasir dan lempung pada Lp1,
gambar diambil pada daerah Putat, .Arah kamera N256E, cuaca cerah.

Gambar 4.6.Closeup singkapan Formasi Sambipitu pada Lp1, gambar diambil pada daerah
Putat, .Arah kamera N205E, cuaca cerah.

187

Gambar 4.7.Struktur sedimen slump pada lokasi MS,sungai Widoro,.Arah kamera N205E,
cuaca cerah.

4.2.1. Analisa Profil Formasi Sambipitu


Pada daerah telitian penulis membagi analisa profil menjadi 2 bagian besar,
yaitu profil bagian atas dan bagian bawah. Pada profil bagian atas ( Profil 1,Nglampar
) diambil dari 2 lokasi pengamatan yaitu Lp.30,Lp32. Pada profil bagian tengah yaitu
( Profil 4, Ngasinan ) diambil dari 2 lokasi pengamatan, yaitu Lp.15, Lp.17.
Sedangkan pada profil bagian bawah yaitu ( Profil 2, Ngepung ) diambil dari 2 lokasi
pengamatan yaitu Lp.37, Lp.39, sedangkan ( Profil, Beji ) diambil dari
Lp.93,Lp.43,Lp.96,dan Lp.94.(gambar 4.8)

188

Gambar 4.8. Peta lintasan tanpa skala dengan lokasi pengambilan data profil

4.2.1.1 Profil Bagian Atas


4.2.1.1.1 Profil Nglegi
Profil Satuan Batupasir Sambipitu bagian atas diambil pada daerah Nglampar,
Desa Nglegi, Kecamatan Patuk pada lokasi pengamatan nomor 30 dan 32.
Pada singkapan ini terdapat susunan batu pasir dengan ukuran butir dari pasir
sedang-krikilan, tidak didapati sisiapn batulempung. Struktur sedimen yang
mendominasi adalah perlapisan dan laminasi sejajar yang merupakan penciri dari
fasies Massive Sandstone. Terdapat juga batupasir krikilan yang merupakan penciri
dari fasies pebbly sandstone ( Walker, 1978 ).
Dilihat dari fasies yang ada dan juga asosiasi struktur sedimennya, maka
penulis menyimpulkan bahwa Batupasir Sambipitu bagian timur terendapkan pada
daerah Channelled Portion of Suprafan Lobes ( Walker, 1978 ).
189

Profil lokasi pengamatan ini dapat dilihat pada Lembar Analisa Profil Nglegi
(Lampiran Profil 1).

190

Gambar 4.9. Analisa profil LP 30 yang menunjukkan kenampakkan lingkungan pengendapan


channeled portion of suprafan lobes on mid fan.

191

Gambar

4.10.Singkapan batupasir sambipitu pada


Nglamapr,.Arah kamera N125E, cuaca cerah.

lokasi

pengamatan

32,sungai

Gambar 4.11.Pasir krikilan pada singkapan batupasir sambipitu pada lokasi pengamatan
32,sungai Nglamapar,.Arah kamera N125E, cuaca cerah

4.2.1.2 Profil Bagian Tengah


4.2.1.2.1 Profil Ngasinan
Lokasi profil Ngasinan ini teletak pada desa Ngasinan, kecamatan patuk,
tepatnya pada lokasi pengamatan 37 dan 39.
192

Pada lokasi pengamatan 37 didapati adanya batupasir gampingan dengan


struktur sedimen yang berkembang adalah gradded bedding dan perlapisan sejajar.
Ukuran butirnya berkisar anatara pasir halus-sangat kasar dengan sedikit sisipan
lempung. Profil pada lokasi pengamatan ini menunjukkan pola mengkasar kea rah
atas, dengan demikian penulis menginterpretasikan bahwa fasies pada lokasi ini
adalah classical turbidite dengan adanya interval a pada deret sikuen Bouma. Tebal
dari singkapan ini adalah sekitar 100cm.
Pada lokasi pengamatan 39 didapati singkapan berupa batupasir gampingan
dengan struktur sedimen penciri aktifitass turbidite yang cukup lengkap, diantaranya
gradded bedding, laminasi sejajar, ripple, dan endapan pelagic berupa batulempung.
Singkapan ini menguatkan pendapat para peneliti terdahulu bahwa formasi Sambipitu
terendapakan dengan mekanisme turbidite.
Fasies yang berlangsung pada daerah ini adalah fasies classical turbidites.
Dilihat dari fasies yang terjadi pada daerah ini, maka dapat disimpulkan bahwa
batupasir gampingan pada daerah lokasi pengambilan data profil Ngasinan ini adalah
Smooth to channeled Portion of Suprafan Lobes (Walker, 1978). Profil dari Lokasi
Pengamatan Nomor 37, dan 39 dapat dilihat pada Lembar Analisa Profil Ngasinan
(Lampiran Profil 4).
Berikut adalah gambar profil daerah Ngasinan beserta foto.

193

Gambar 4.12. Analisa profil 2( Ngepung) LP 39, dan 37 yang menunjukkan kenampakkan
lingkungan pengendapan smooth to channeled portion of suprafan lobes on mid fan

4.2.1.2.3 Profil Ngeasinan

194

Profil Satuan Batupasir Sambipitu bagian tengah diambil pada daerah


Ngepung tepatnya pada lokasi pengamatan 17, dan 15 batupasir pada lokasi
pengamatan ini sudah menunjukkan hadirnya kandungan karbonat.
Pada bagian paling timur dari daerah telitian, penulis mengambil lintasan
profil pada Lokasi Pengamatan nomor 17. Disini ditemukan singkapan berupa
batupasir gampingan berwarna coklat dengan struktur sedimen yang berkembang
adalah perlapisan sejajar, laminasi sejajar ,ripple dan gradded bedding dengan ukuran
butir berkisar antara pasir halus hingga pasir sangat kasar, terdapat juga beberapa
sisipan lempung.
Fasies yang berkembang pada daerah ini adalah fasies classical turbidites dan
Massive Sandstone. Dilihat dari fasies yang terjadi pada daerah ini, maka dapat
disimpulkan bahwa batupasir gampingan pada daerah lokasi pengamatan nomor 37
ini, terendapkan pada daerah Smooth To Channeled Portion Of Suprafan Lobes On
Middle Fan (Walker, 1978).
Pada bagian sebelah utara terdapat lokasi pengamatan nomor 39. Disini
ditemukan singkapan batupasir gampingan yang memiliki struktur sedimen yang
mendominasi adalah perlapisan sejajar dan gradded bedding.
Fasies yang berkembang pada daerah ini adalah fasies classical turbidites.
Dilihat dari fasies yang terjadi pada daerah ini, maka dapat disimpulkan bahwa
batupasir gampingan pada daerah lokasi pengamatan nomor 17 ini, seperti halnya
lokasi pengamatan nomor 15, juga terendapkan pada daerah Smooth Portion Of
Suprafan Lobes On Middle Fan (Walker, 1978).
Profil dari Lokasi Pengamatan Nomor 17, dan 15 dapat dilihat pada Lembar
Analisa Profil Ngepung(Lampiran Profil 2).

195

Gambar 4.22. Analisa profil LP 37 dan 39 pada daerah Ngasinan yang menunjukkan kenampakkan
lingkungan pengendapan smooth portion of suprafan lobes on mid fan

196

Gambar 4.23..Singkapan Formasi Sambipitu pada Lp37 yang menunjukkan fasies Massive
Sandstone, gambar diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N175E, cuaca
cerah.

Gambar .4.24.Sloseup struktur laminasi singkapan Formasi Sambipitu pada Lp37, gambar
diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N145E, cuaca cerah.

197

Gambar 4.25.Singkapan Formasi Sambipitu, menunjukkan fasies classical turbidite pada


Lp39, gambar diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N006E, cuaca cerah.

Gambar 4.26..Closeup sisipan lempung singkapan Formasi Sambipitu pada Lp37, gambar
diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N145E, cuaca cerah.

4.2.1.3 Profil Bagian Bawah


4.2.1.3.1 Profil Beji
Lokasi profil Beji ini teletak pada desa Beji, kecamatan patuk, tepatnya pada
lokasi pengamatan 93, 43, 96, dan 94.
198

Singkapan pada lokasi pengamatan 94 terdiri dari batupasir gamipngan dengan


ukuran butir dari halus-kasar dengan struktur sedimen yang berkembang adalah
perlapisan sejajar. Batupasir pada lokasi pengamatan ini sedikit berbeda dari yang lain
karena hadir dengan warna cenderung lebih cerah. Hal ini disebabkan karena batuan
pada lokasi pengamatan ini cenderung lebih banyak dominasi karbonat disbanding
silica.
Lokasi pengamatan berikutnya yaitu Lp 96 menunjukkan adanya perselangselingan antara batupasir dengan batulempung yang masih didominasi unsure
karbonat. Struktur sedimen yang berkembang tidak jauh berbeda dari lokasi
pengamatan sebelumnya yaitu perlapisan sejajar. Menunjkkan pola pengasaran ke
arah atas atau thickening up yang menunjukkan adanya peningkatan enerji pada saat
pengendapan.
Singkapan pada lokasi pengamatan 43 adalah berupa batupasir gampingan
dengan ukuran butir berkisar antara pasir sedang-sangat kasar. Struktur sedimen yang
berkembang adalah laminasi, dan perlapisan sejajar.
Terakhir adalah lokasi pengamatan 93 dengan komposisi batuannya adalah
batupasir gampingan dengan sisipan batulempung. Struktur sedimen yang
berkembang pada lokasi ini adalah perlapisan sejajar dan laminasi sejajar.
Menunjukkan pola pengasaran ke atas atau thickening up merupakan penciri dari
fasies Massive Sandstone (walker,1978).
Fasies yang berlangsung pada daerah ini adalah Massive Sandstone. Dilihat
dari fasies yang terjadi pada daerah ini, maka dapat disimpulkan bahwa batupasir
gampingan pada daerah lokasi pengambilan data profil Beji ini adalah Smooth Portion
of Suprafan Lobes On Midfan

(Walker, 1978).

Profil dari Lokasi Pengamatan Nomor 93, 43, 96, dan 94 dapat dilihat pada
Lembar Analisa Profil(Lampiran Profil 3).

199

Gambar 4.17. Analisa profil 3 (Beji) LP 94, 43, 96, 94 pada daerah Beji yang menunjukkan
kenampakkan lingkungan pengendapan smooth portion of suprafan lobes on mid fan
(walker,1978).

200

Gambar 4.18.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp94, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N275E, cuaca cerah.

Gambar 4.19.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp96, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N084E, cuaca cerah.

201

Gambar 4.20.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp43, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N178E, cuaca cerah.

Gambar 4.21.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp93, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N195E, cuaca cerah.

4.2.2 Lintasan Terukur (Measuring Section)


Lintasan Terukur (Measuring section) pada Satuan Batupasir Sambipitu
bagian bawah sampai dengan bagian tengah diambil pada lintasan terukur 1 daerah
Widoro tepatnya berada di sungai Widoro (lampiran MS).
202

Pada

Lintasan Terukur 1, ditemukan singkapan batupasir dengan kontak

dengan breksi pada bagian bawah dan batugamping pada bagian atas. Batupasir ini
mempunyai karakteristik gampingan pada bagian atas dan silika pada bagian bawah.
Batu pasir ini memiliki struktur sedimen antara lain berupa laminasi, perlapisan,
perlapisan besusun (graded bedding), masif dan di beberapa lokasi didapatkan inerval
bouma tidak lengkap seperti Base cut out sequence, dan Truncated Sequence.
Terdapat juga perselingan antar batupasir dengan batulempung.
Fasies yang berlangsung pada daerah ini adalah fasies massive sandstone,
fasies classical turbidites, Conglomerates, Debris Flow, dan fasies pebble sandstone.
Fasies massive sandstone pada Lintasan Terukur 1 ini dicirikan dari
perselingan batubasir yang menghalus keatas (thin up) dengan ukuran butir sangat
kasar sangat halus, struktur sedimen yang mendominasi adalah perlapisan,
perlapisan bersusun dan sedikit struktur sedimen masif.
Fasies classical turbidites pada Lintasan Terukur 1 ini dicirikan dari
perselingan batupasir yang menebal keatas (thick up) dengan ukuran butir halus
lempung, struktur sedimen yang mendominasi adalah perlapisan, laminasi dan juga
beberapa interval Bouma.
Fasies pebble sandstone pada Lintasan Terukur 1 ini dicirikan dari batubasir
yang menipis keatas (thin up) dengan ukuran butir sangat kasar krikilan, struktur
sedimen yang mendominasi adalah masif.
Fasies Debris Flow, dan Conglomerates pada daerah ini dicirian oleh adanya
endapan-endapan arus pekat dengan fragmen berukuran besar dan cenderung Nampak
mengapung di atas matriksnya. Ukuran butirnya berkisar antara Bongkah hingga
Kerakal. Fasies ini terdapat pada bagian bawah( bagian yang lebih tua ) daerah
pengambilan data lintasan terukur.
Dilihat dari fasies yang terjadi pada Lintasan Terukur 1 ini, maka dapat
disimpulkan bahwa batupasir pada daerah Lintasan Terukur 1 ini, terendapkan pada
daerah (Suprafan Lobes On Middle Fan (Smooth Portion of Suprafan Lobes ),Walker,
1978) dan (Suprafan Lobes On Middle Fan (Smooth to Channelled Portion of
Suprafan Lobes ),Walker, 1978). Dimana pada Lintasan terukur 1 pada daerah
(Suprafan Lobes On Middle Fan (Smooth Portion of Suprafan Lobes)) yang dicirikan
oleh fasies classical turbidites dan fasies massive sandstone. Sedangakn pada
lingkungan pengendapan (Suprafan Lobes On Middle Fan (Channelled Portion of
Suprafan Lobes ) dicirikan oleh fasies massive sandstone,. Sedangakn pada
203

lingkungan pengendapan (Suprafan Lobes On Middle Fan (Upper Fan Channel Fill )
dicirikan oleh Fasies Conglomerates, dan Debris Flow. Lintasan Terukur 1 (MS)
dapat dilihat pada Lembar Analisa Lintasan Terukur 1 (Lampiran 6).

204

Gambar 4.28. Analisa lintasan terukur (MS) yang menunjukkan kenampakan lingkungan pengendapan
((Suprafan Lobes On Middle Fan (Upper Fan Channel Fill hingga Smooth to Channeled Portion of
Suprafan Lobes ) Walker 1978)

205

Gambar 4.29.Fasies Debris Flow pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi Sambipitu
.Arah kamera N076E, cuaca cerah.

Gambar 4.30. Fasies Pebbly Sandstone pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu .Arah kamera N057E, cuaca cerah.

206

Gambar 4.31. Fasies Conglomerates pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu .Arah kamera N096E, cuaca cerah.

Gambar 4.32. Fasies Classical Turbidites pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu. Arah kamera N076E, cuaca cerah.

207

Gambar 4.33. Analisa lintasan terukur (MS) yang menunjukkan kenampakkan lingkungan
pengendapan ((Suprafan Lobes On Middle Fan (Channeled Portion hingga Smooth Portion of
Suprafan Lobes ) Walker 1978)

208

Gambar 4.34. Fasies Classical Turbidites pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu bagian atas,Arah kamera N176E, cuaca cerah.

Gambar 4.35. Fasies Massive Sandstone pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu bagian atas Arah kamera N176E, cuaca cerah.

4.4.

Pembahasan

4.3.1 Aspek Kimia


Parameter ini diamati pada saat dilapangan dengan menggunakan senyawa
HCl, pada bagian atas formasi bereaksi dengan senyawa HCl, sedangkan semakin ke
209

bawah reaksinya berangsur menghilan atau sudah tidak bereaksi terhadap senyawa
HCl.
Hal ini menandakan bahwa formasi ini diendapkan pada daerah neritik tepi
sampai bathyal tengah.

4.3.4. Aspek Biologis


Dari hasil analisa paleontologi terdapat adanya kumpulan foram benthos yang
berupa Nodosaria inflexa, Elphidium macellum, Dentalina subsulota, Amphistegina
quoyii,Sphoininella

coluta,

Eponides

umbonatus,

Cibicides

subhaedingerii,

Valvulinenia brudyi, Cassidulina pacifica yang menunjukan lingkungan pengendapan


Neritik tengah hingga Bathial bawah (Lampiran PF-09).

4.3.5. Aspek Fisika


Dari hasil analisa profil yang terbagi menjadi dua bagian yaitu profil bagian
atas dan profil bagian bawah, maka didapatkan data sebagai berikut, :
-

Pada profil bagian atas, sebagaimana hasil analisa profil 1 lokasi pengamatan
nomor 30, maka dapat disimpulkan bahwa bagian bawah dari Batupasir
Sambipitu diendapkan pada daerah Channelled Portion of Suprafan Lobes
Smooth Portion Of Suprafan Lobes ( Walker, 1978 ).

Pada profil bagian tengah, sebagaimana hasil analisa profil nomor 2,dan 4
maka dapat disimpulkan bahwa bagian tengah dari Batupasir Sambipitu
diendapkan pada daerah Smooth To Channeled Portion Of Suprafan Lobes On
Middle Fan ( Walker, 1978 )

Pada profil bagian bawah, sebagaimana hasil analisa profil nomor 3 maka
dapat disimpulkan bahwa bagian atas dari Batupasir Sambipitu diendapkan
pada daerah Smooth Portion Of Suprafan Lobes On Middle Fan ( Walker,
1978 )
Dilihat dari hasil analisa di atas, maka penulis mendapatkan sebuah

kesimpulan besar, bahwa Batupasir Sambipitu, menurut analisa profil terendapkan


pada daerah Suprafan Lobes On Middle Fan (Walker, 1978).
Dari hasil interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan data Penampang
Stratigrafi Terukur (MS) didapatkan data sebagai berikut:

210

Pada Penampang bagian paling bawah dapat disimpulkan bahwa Formasi


Sambipitu diendapkan pada daerah Upper Fan Channel Fill Of Suprafan
Lobes On Middle Fan ( Walker, 1978 ).

Pada penampang bagian bawah dapat disimpulkan bahwa Formasi Sambipitu


diendapkan pada daerah Channeled Portion Of Suprafan Lobes On Middle
Fan ( Walker, 1978 ).

Pada penampang bagian tengah dapat disimpulkan bahwa Formasi Sambipitu


diendapkan pada daerah Smooth to Channeled Portion Of Suprafan Lobes On
Middle Fan ( Walker, 1978 ).

Pada penampang bagian atas dapat disimpulkan bahwa Formasi Sambipitu


diendapkan pada daerah Smooth Portion Of Suprafan Lobes On Middle Fan (
Walker, 1978 ).

Dari beberapa analisa di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan besar
bahwa satuan batupasir Formasi Sambipitu diendapkan pada suatu lingkungan kipas
bawah laut(Sub-marine Fan).

Gambar 4.36. Hasil interpretasi lingkungan pengendapan bawah laut Batupasir Sambipitu
pada suatu kipas bawah laut (Walker,1978)

211

BAB 5
POTENSI GEOLOGI
Potensi geologi ialah kemampuan alam untuk dapat menghasilkan suatu
produk dari hasil proses proses geologi yang bekerja, baik produk yang dapat
menimbulkan dampak manfaat (positif)

maupun juga produk yang dapat

menimbulkan kerugikan (negatif) bagi umat manusia. Berdasarkan kedua aspek


manfaat diatas maka potensi geologi pada daerah telitian dapat dibagi seperti dibawah
ini.
5.1. Potensi Positif
5.1.1. Geomorfologi Perbukitan
Bentuk geomorfologi daerah telitian yang berbentuk perbukitan serta terdapat
banyak perbedaan topografi yang mencolok maka pada daerah penilitian sangatlah
berpotensi digunakan sebagai tempat pariwisata minat khusus. Seperti anjat tebng,
flying fox , serta jelajah dengan menggunakan motor trail. Tetapi hal ini masih kurang
bisa dimaksimalkan oleh warga setempat karena keterbatasan modal dan akses yang
masih sangat kurang.

Gambar 5.1 Salah satu gambar perbukitan yang dapat digunakan sebagai lokasi wisata.

5.2. Potensi Negatif


212

5.2.1. Gerakan Tanah

Tingkat curah hujan yang tinggi pada daerah telitian menyebabkan tingkat
pelapukan yang tinggi, sehingga pada litologi litologi yang kurang resisten dengan
sudut kelerengan yang besar dapat berpotensi menimbulkan adanya gerakan tanah.
Pada daerah telitian gerakan tanah dijumpai pada derah telitian yaitu pada Satuan
Batupasir Sambipitu.
Pada Satuan Batupasir Sambipitu terjadi jenis gerakan tanah berupa rockfall .

Gambar 5.2. Gerakan tanah tipe rockfall yang terjadi pada daerah telitian..

213

BAB 6
KESIMPULAN

Dari pembahasan setiap bab yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan :
7. Secara geomorfik, daerah telitian dibagi menjadi dua satuan bentukan asal,
yaitu Bentukan Asal Fluvial Subsatuan Geomorfik Tubuh Sungai (F2),
Dataran alluvial (F3) dan Dataran Limpah Banjir (F1) dan Bentukan Asal
Struktural yang terdiri dari : Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin (S1),
Subsatuan Geomorfik Dataran Homoklin (S2), dan Pola pengaliran yang
berkembang pada daerah telitian yaitu Sub dendritik sebagai perkembangan
dari pengaruh struktural yang bekerja dengan stadia geomorfologi yang telah
mencapai tahapan dewasa.
8. Stratigrafi daerah telitian terdiri dari tiga satuan batuan dan satu Satuan Pasir
Lepas, dari tua ke muda adalah Satuan Breksi Nglanggran berumur Miosen
Awal yang diendapkan pada Bathial Atas dan mempunyai hubungan selaras
dengan Batupasir Sambipitu berumur Miosen Awal Tengah yang memiliki
hubungan selaras dengan Batugamping Oyo yang berumur Miosen Tengah
Miosen Akhir dan diendapkan pada Neritik Tengah. Selanjutnya diendapkan
Satuan Pasir Lepas berumur Holosen diatas Satuan Batugamping Oyo dengan
hubungan tidak selaras.
9. Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian berupa Sesar normal
yang memiliki kedududkan bidang sesar N080E/72, plunge 42 bearing 232
rake 47, dengan kekar-kekar gash berarah umum N294E/70, dan sesar
mendatar kiri yang memiliki kedudukan bidang N201E/82, plung 17, rake
18, bearing N018E dengan aah umum gash N153E/71.
10. Satuan Batupasir Sambiitu mempunyai litologi berupa batupasir gampingan
berwarna kuning abu-abu, sedikit keras, struktur perlapisan laminasi,
berukuran butir pasir sangat halus sedang dan dibeberapa tempat berbutir
kasar, terpilah baik, semen karbonat.
11. Satuan Batupasir Sambiitu mempunyai lingkungan pengendapan submarine
fan yang terletak pada middle fan dan upper fan dengan pencirinya berupa
fasies classical turbidites dan slumps.

214

12. Potensi geologi yang ada pada daerah telitian terdiri dari potensi positif
berupa morfologi perbukitan sebagai sarana pariwisata. Sedangkan potensi
negatif berupa gerakan tanah (Longsor).

215

No Sampel
A

: LP69 (Satuan Breksi Nglanggran)


E

Pembesaran 40x
B

//6 - Nicol
07
8
9

0.5 mm
0.5 mm

X Nicol

Sayatan Tipis batuan piroklastik, warna putih, bertekstur nonklastik, ukuran butir 0,05 0,2
10
10
10
mm, bentuk butiran subrounded rounded.
XPL
XPL
PPL
Komp.Mineral
;
Kuarsa
(9%) : Berwarna putih, bentuk butiran subrounded, hadir
merata dalam sayatan sebagai crystal. (L2)
Opak
(2%) : Berwarna hitam, bentuk butiran rounded, hadir
setempat-tempat dalam sayatan sebagai crystal. (K10)
Piroksin
(3%) : Berwarna oranye, bentuk butiran subangular, hadir
setempat-tempat dalam sayatan sebagai crystal. (I6)
Massa Dasar Gelas (85%) : Berwarna putih, bentuk butiran subrounded, hadir
setempat-tempat, dalam sayatan sebagai crystal.
Klorit
(2%) : Berwarna hijau, hadir merata, dalam sayatan sebagai
glass. (G8)
Plagioklas
(75%) : Berwarna putih, bentuk butiran subangular, hadir
setempat dalam sayatan sebagai glass. (J4)
Nama Batuan : Vitric Tuff (Menurut Klasifikasi Wiliam,1954)

216

10

No Sampel
A

: LP70 (Satuan Breksi Nglanggran)


E

Pembesaran 40x
B

//6 - Nicol

0.5 mm

X Nicol

7
7
07
0.5 mm
Sayatan Tipis batuan beku Intermediet Vulkanik, warna hitam, indeks warna 26%,
8
8
8
kristalinitas hipokristalin, granularitas fanerik halus F-sedang, bentuk Kristal subhedral
9
9
anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,8 mm, relasi 9inequrgranular
porfiritik.
10
10
10
Komp.Mineral
;
XPL relief rendah, bentuk Kristal subhedral,
XPL
PPL
Plagioklas
(45%) : Berwarna putih,
indek bias nm > nkb menunjukkan kembaran albit, pada
fenokris berukuran 0,8 1,2 mm dengan An-45 jenis
andesin, dan pada mikrolit berukuran 0,01 0,05 mm
dengan An-39 jenis Andesin, hadir merata dalam
sayatan. (F1)
Piroksin
(16%) : Berwarna oranye, relief sedang, menunjukkan adanya
belahan 1 arah, bentuk Kristal subeuhedral, hadir merata
dalam sayatan. (F9)
Olivine
(10%) : Berwarna oranye, relief tinggi, menunjukkan adanya
belahan mess struktur, bentuk Kristal subhedral, hadir
merata dalam sayatan. (M7)
K. Feldspar
(11%) : Berwarna putih, relief rendah, bentuk Kristal
subahedral. (B6)
Opak
(7%) : Berwarna hitam, relief tinggi, hadir merata dalam
sayatan. (F8)
Massa Dasar Gelas (11%)

Nama Batuan : Andesit Piroksin (Menurut Klasifikasi Wiliam,1954)

217

7
8
9
10

No Sampel
A

: LP74 (Satuan Breksi Nglanggran)


E

Pembesaran 40x
B

//6 - Nicol

0.5 mm

X Nicol

7
7
7
0.5 mm
Sayatan
Tipis
batuan
sedimen,
warna
abu-abu
kecoklatan,
bertekstur
klastik,
butiran
di
8
8
8
8
dukung
oleh
butiran
(grain
supported),
ukuran
butir
0,1

4
mm,
bentuk
butiran
subangular
9
9
9
9
angular,
terpilah
buruk,
kemas
tertutup.
10
10
10
10
Komp.Mineral ;
XPL
XPL
PPL
Lithic piroksen
(30%) : Berwarna hitam, ukuran butir 0,5 4 mm, bentuk
butiran subangular - angular, hadir merata dalam sayatan
sebagai fragmen. (L3)
Feldspar
(25%) : Tak berwarna, ukuran butir 0,05 1 mm, bentuk butiran
subangular, hadir merata dalam sayatan sebagai
fragmen. (C4)
Kuarsa
(18%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,05 0,8 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir merata dalam sayatan sebagai
fragmen. (F2)
Oksida besi
(2%) : Berwarna oranye, ukuran butir 0,01 0,3 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (D7)
Piroksin
(10%) : Berwarna oranye - coklat, ukuran butir 0,1 0,4 mm,
bentuk butiran subangular, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (A1)
Opak
(6%) : Berwarna hitam, ukuran butir 0,1 0,5 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (G2)
Mud
(9%) : Tak berwarna coklat muda, ukuran butir <1/256 mm,
hadir merata dalam sayatan sebagai matriks.

07

Nama Batuan : Volcanic Arenite (Menurut Klasifikasi Gilbert,1954)

218

No Sampel
A

: LP83 (Satuan Breksi Nglanggran)


E

Pembesaran 40x
B

//6 - Nicol
07
8
9

0.5 mm
0.5 mm

X Nicol

Sayatan
Tipis batuan beku Intermediet Vulkanik,
warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
10
10
10
hipokristalin, granularitas: F-halus F-sedang, bentuk
Kristal subhedral anhedral, ukuran
XPL
XPL
PPL
Kristal 0,05 1,5 mm, relasi inequrgranular porfiritik.
Komp.Mineral ;
Plagioklas
(58%) : Berwarna putih, relief rendah, bentuk Kristal subhedral,
indek bias nm > nkb menunjukkan kembaran albit, pada
fenokris berukuran 0,5 1,2 mm dengan An-56 jenis
labradorit, dan pada mikrolit berukuran 0,05 0,15 mm
dengan An-40 jenis Andesin hadir merata. (E7)
K. Feldspar
(12%) : Berwarna putih, relief rendah, bentuk Kristal subhedral,
hadir setempat-tempat dalam sayatan. (L5)
Piroksin
(1%) : Berwarna oranye biru, relief sedang, menunjukkan
adanya belahan 1 arah, bentuk Kristal anhedral, hadir
setempat dalam sayatan. (B9)
Massa Dasar Gelas (29%) : Berwarnahitam kecoklatan , relief tinggi, hadir merata
dalam sayatan.
Nama Batuan : Andesit (Menurut Klasifikasi Wiliam,1954)

219

10

No Sampel
A

: LP23 (Satuan Batugamping Oyo)


E

Pembesaran 40x
A

//6 - Nicol
07
8
9

0.5 mm
0.5 mm

X Nicol

Sayatan
Tipis batuan sedimen, warna coklat muda,
bertekstur klastik, butiran di dukung oleh
10
10
10
lumpur (mud supported), ukuran butir 0,05 0,1 mm, bentuk butiran rounded subrounded,
XPL
XPL
PPL
terpilah baik, kemas tertutup.
Komp.Mineral ;
Kalsit
(45%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir 0,01 0,05 mm,
bentuk butiran rounded, hadir merata dalam sayatan
sebagai allochem dan mikrit. (C6)
Kuarsa
(1%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,05 0,08 mm, bentuk
butiran rounded, hadir setempat dalam sayatan sebagai
allochem. (J6)
Fosil Foram Kecil (7%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir 0,05 0,1 mm,
bentuk butiran rounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai allochem (E3)
Mud
(Lumpur Karbonat) (40%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir <1/256 mm, hadir
merata dalam sayatan sebagai mikrit dan sparit.

Nama Batuan : Wackstone (Menurut Klasifikasi Dunham,1962)

220

10

No Sampel
A

: LP136
E

(Satuan Batugamping Oyo)


I

Pembesaran 40x
D

//6 - Nicol

0.5 mm

X Nicol

7
7
7
0 7Sayatan Tipis batuan sedimen,
0.5 mmwarna coklat,
bertekstur klastik, butiran di dukung oleh
8
8
8
8
lumpur (mud supported), ukuran butir 0,4 1 mm, bentuk butiran subangular subrounded,
9
9
9
9
terpilah sedang, kemas terbuka.
10
10
10Komp.Mineral ;
10
XPL
XPL
PPL
Kuarsa
(14%) : Berwarna putih,
ukuran butir 0,3 1,1 mm, bentuk
butiran subrounded subangular, hadir merata-rata
dalam sayatan sebagai fragmen. (M2)
Plagioklas
(22%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,5 1,6 mm, bentuk
butiran subangular, hadir merata dalam sayatan sebagai
fragmen. (K8)
K. Feldspar
(9%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,3 0,8 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (J9)
Piroksin
(5%) : Berwarna oranye hitam, ukuran butir 0,4 0,8 mm,
bentuk butiran subangular, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (O3)
Kuarsit
(7%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,3 0,6 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (H2)
Kalsit
(18%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir 0,4 0,8 mm,
bentuk butiran subrounded, hadir setempat dalam
sayatan sebagai fragmen dan matriks. (A5)
Lumpur Karbonat (20%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir <1/256 mm, hadir
merata dalam sayatan sebagai matriks.
Fosil Foram kecil (5%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir 0,1 0,3 mm,
bentuk butiran subrounded, hadir setempat-tempat dalam
sayatan sebagai fragmen. (L5)

Nama Batuan : Calcareous Arcosic Wacke (Menurut Klasifikasi Gilbert,1954)

221

No Sampel
A

: LP1 (Satuan Batupasir Sambipitu)


E

Pembesaran 40x
B

//6 - Nicol

0.5 mm

X Nicol

7
7
7
0.5 mm
bertekstur klastik, butiran di dukung oleh 8
8
8 Sayatan Tipis batuan sedimen, warna coklat 8muda,
lumpur
(grain
supported),
ukuran
butir
0,05

1 mm, bentuk butiran subrounded - 9


9
9
9
subangular, terpilah sedang, kemas terbuka. 10 10
10
10
Komp.Mineral ;
XPL
XPL
PPL
Kuarsa
(7%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,04 0,2 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir merata dalam sayatan sebagai
fragmen. (G10)
Feldspar
(9%) : Tak berwarna, ukuran butir 0,05 0,1 mm, bentuk
butiran subangular - subrounded, hadir setempat-tempat
dalam sayatan sebagai fragmen. (M8)
Kuarsit
(6%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,05 0,1 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat-tempat dalam
sayatan sebagai fragmen. (K2)
Lithic tuff
(17%) : Berwarna hitam keabuan, ukuran butir 0,1 0,3 mm,
bentuk butiran subangular, hadir merata dalam sayatan
sebagai fragmen. (F8)
Opak
(12%) : Berwarna hitam, ukuran butir 0,1 0,5 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat-tempat dalam
sayatan sebagai fragmen. (C8)
Oksida besi
(16%) : Berwarna oranye, ukuran butir 0,1 0,8 mm, bentuk
butiran subangular subrounded, hadir setempat-tempat
dalam sayatan sebagai fragmen dan matriks. (N3)
Mud
(33%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir <1/256 mm, hadir
merata dalam sayatan sebagai matriks.

07

Nama Batuan : Lithic Wacke (Menurut Klasifikasi Gilbert,1954)

222

No Sampel
A

: LP45 (Satuan Batupasir Sambipitu)


E

Pembesaran 40x
C

//6 - Nicol
07
8
9

0.5 mm
0.5 mm

X Nicol

Sayatan Tipis batuan sedimen, warna coklat keabuan, bertekstur klastik, butiran di dukung
10
10
10
10
oleh lumpur (mud supported), ukuran butir 0,1 1 mm, bentuk butiran subrounded XPL
XPL
PPL
subangular,
terpilah baik, kemas tertutup.
Komp.Mineral ;
Kuarsa
(22%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,01 0,8 mm, bentuk
butiran subrounded subangular, hadir merata dalam
sayatan sebagai fragmen. (E8)
Feldspar
(26%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,05 0,8 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir merata dalam sayatan sebagai
fragmen. (N7)
Opak
(7%) : Berwarna hitam, ukuran butir 0,05 0,5 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat. (A7)
Mineral Lempung (5%) : Berwarna coklat kehitaman, ukuran butir 0,1 0,2 mm,
bentuk butiran subrounded, hadir setempat dalam
sayatan sebagai fragmen. (F10)
Mud
(40%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir <1/256 mm, hadir
merata dalam sayatan sebagai matriks.

Nama Batuan : Arkosik Wacke (Menurut Klasifikasi Gilbert,1954)

223

No Sampel
A

: LP102
E

(Satuan Batupasir Sambipitu)


I

Pembesaran 40x
E

//6 - Nicol
07
8
9

0.5 mm
0.5 mm

X Nicol

Sayatan Tipis batuan piroklastik, warna putih,10ukuran butir 0,5 3 mm, bentuk butiran 10
10
10
subrounded subangular.
XPL
XPL
PPL
Komp.Mineral
;
Litik tuff
(28%) : Berwarna coklat hitam, ukuran butir 0,5 2,5 mm,
bentuk butiran subrounded subangular, hadir merata.
(L3)
Kuarsa
(12%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,5 1,5 mm, bentuk
butiran subrounded subangular, hadir merata dalam
sayatan sebagai crystal. (I5)
Piroksin
(7%) : Berwarna oranye, ukuran butir 0,3 0,8 mm, bentuk
butiran subangular, hadir setempat dalam sayatan
sebagai crystal. (D6)
Opak
(3%) : Berwarna hitam, ukuran butir 0,2 0,6 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai crystal. (F6)
Gelas
(7%) : Tak berwarna, ukuran butir <1/256 mm, hadir merata
dalam sayatan sebagai glass.
Nama Batuan : Crystal Tuff (Menurut Klasifikasi Wiliam,1954)

224

225

TABULASI DATA HARIAN


LP

KOORDINAT

LOKASI KEDUDUKAN
KETERANGAN
Perlapisan
Beji
N 096 E/ 21 Batupasir; coklat; pasir halus-sedang;
prlapisan; membundar; sortasi baik; kemas
tertutup; komposisi kuarsa; semen: silika

FOTO

(UTM Zone 51) administrasi

X:0446965
Y:9129658

N 197 E

N 287 E

226

X: 0446180
Y: 9129346

Gedali

N 070 E/ 15 Batupasir; coklat; pasir halus-sedang;


prlapisan; membundar; sortasi baik; kemas
tertutup; komposisi kuarsa; semen: silika

N 197 E

N 287 E
3

X: 0446532
Y: 9129413

Beji

N 040 E/ 16 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 062 E

227

N 063 E
4

X: 0449340
Y: 9130433

Plumbungan N 083 E/ 19 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 170 E

N 134 E

228

X: 0448326
Y: 9130199

Gumawang N 090 E/ 30 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 134 E

N 134 E
6

X: 0448144
Y: 9130112

Gumawang

Breksi; warna: abu-abu terang; ukuran butir


: pasir sangat kasar-kerakal (1-64 mm);
Derajat pemilahan buruk; Derajat
pembundaran: menyudut tanggung; Kemas:
terbuka;

N 143 E

229

N 140 E
7

X: 0447914
Y: 9130139

Gumawang N 129 E/ 27 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 280 E

N 275 E

230

X: 0447589
Y: 9130127

Putat

Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; masif; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 031 E

N 028 E
9

X: 0446970
Y: 9129341

Beji

N 089 E/ 12 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 291 E

231

N 282 E
10

X: 0447769
Y: 9128938

Kerjan

N 122 E/ 12 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 285 E

N 275 E

232

11

X: 0449514
Y: 9129834

Gambiran

lava basalt dengan struktur lava bantal

N 285 E

N 254 E
12

X: 0451141
Y: 9128947

Klepu

N 116 E/ 16 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: karbonat

N 191 E

233

N 120 E
13

X: 0451141
Y: 9128947

Klepu

N 095 E/ 14 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 230 E

N 200 E

234

14

X: 0450817
Y: 9128761

Miri

N 064 E/ 12 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: karbonat

N 185 E

N 210 E
15

X: 0450390
Y: 9128630

Miri

N 045 E/ 26 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 158 E

235

N 165 E
16

X: 0450364
Y: 9128605

Miri

N 076 E/ 32 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 126 E

N 115 E

236

17

X: 0449931
Y: 9128268

Bunder

N 100 E/ 17 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: karbonat

N 224 E

N 230 E
18

X: 0449146
Y: 9128807

Ngepung

N 089 E/ 18 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: karbonbat

N 151 E

237

N 155 E
19

X: 0448986
Y: 9128700

Ngepung

N 055 E/ 25 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: karbonat,
Terdapat sesar mendatar dengan bidang:
N 187 E/ 52

N 259 E

N 285 E

238

20

X: 0448473
Y: 9128194

Bunder

N 092 E/ 19

Sedimen klastik, abu-abu, perlapisan, arenit


(sedang), rounded, baik, terbuka, A =
pecahan cangkang, m = lumpur karbonat, s
= kalsit, kalkarenit.

N 133 E

N 128 E
21

X: 0448261
Y: 9128105

Bunder

N 108 E/ 31

Sedimen klastik, abu-abu, perlapisan, arenit


(sedang), rounded, baik, terbuka, A =
pecahan cangkang, m = lumpur karbonat, s
= kalsit, kalkarenit.
Terdapat juga batugamping dengan struktur
masif dengan kenampakan terumbu yang
cukup jelas.
N 237 E

239

N 245 E

N 088 E

N 105 E

240

22

X: 0448266
Y: 9128055

Bunder

N 095 E/ 17

Sedimen klastik, abu-abu, perlapisan, arenit


(sedang), rounded, baik, terbuka, A =
pecahan cangkang, m = lumpur karbonat, s
= kalsit, kalkarenit.

N 230 E

N 245 E
23

X: 0447967
Y: 9128133

Bunder

N 075 E/ 14

Sedimen klastik, abu-abu, perlapisan, arenit


(sedang), rounded, baik, terbuka, A =
pecahan cangkang, m = lumpur karbonat, s
= kalsit, kalkarenit.

N 192 E

241

N 201 E
24

X: 0447824
Y: 9128045

Bunder

N 090 E/ 10

Sedimen klastik, abu-abu, perlapisan, arenit


(sedang), rounded, baik, terbuka, A =
pecahan cangkang, m = lumpur karbonat, s
= kalsit, kalkarenit.

N 230 E

N 235 E

242

25

X: 0447379
Y: 9127940

Bunder

Sedimen klastik, abu-abumasif, arenit


(sedang), rounded, baik, terbuka, A =
pecahan cangkang, m = lumpur karbonat, s
= kalsit, kalkarenit.

N 245 E

N 230 E
26

X: 0447206
Y: 9128230

Kemuning

N 090 E/ 10

Sedimen klastik, abu-abu, masif, arenit


(sedang), rounded, baik, terbuka, A =
pecahan cangkang, m = lumpur karbonat, s
= kalsit, kalkarenit.

N 235 E

243

N 224 E
27

X: 0447180
Y: 9128260

Bunder

Sedimen klastik, abu-abu, masif, arenit


(sedang), rounded, baik, terbuka, A =
pecahan cangkang, m = lumpur karbonat, s
= kalsit, kalkarenit.

N 230 E

N 220 E

244

28

X: 0447513
Y: 9128665

Beji

N 130 E/ 16

Sedimen klastik, abu-abu, perlapisan, arenit


(sedang), rounded, baik, terbuka, A =
pecahan cangkang, m = lumpur karbonat, s
= kalsit, kalkarenit.

N 263 E

N 255 E
29

X: 0451044
Y: 9130092

Nglampar

N 130 E/ 16 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: karbonat

N 204 E

245

N 184 E
30

X: 0451026
Y: 9130030

Nglegi

N 085 E/ 32 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 165 E

N 161 E

246

N 159 E
31

X: 0450932
Y: 9130186

Nglegi

N 118 E/ 22 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 269 E

N 245 E

247

33

X: 0450602
Y: 9130332

Glepung

N 084 E/ 41 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 265 E

N 270 E
34

X: 0450111
Y: 9129907

Sambidemang N 098 E/ 21 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir

halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;


sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 345 E

248

35

X: 0449817
Y: 9129810

Gambiran

N 084 E/ 22 Merupakan kontak antara batupasir


sambipitu dan breksi nglanggeran.
Terdapat sesar mendatar dengan bidang:
N 201 E/ 82

N 216 E

N 180 E
36

X: 0449658
Y: 9129493

Widoro
Wetan

N 118 E/ 13 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 265 E

249

N 259 E
37

X: 0448480
Y: 9129213

Dawung

N 090 E/ 14 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 287 E

N 298 E

250

38

X: 0448491
Y: 9129222

Dawung

N 090 E/ 20 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 114 E

N 118 E
39

X: 0448540
Y: 9129184

Dawung

N 075 E/ 20 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 190 E

251

N 175 E
40

X: 0449112
Y: 9128958

Dawung

N 066 E/ 25 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 070 E

N 073 E

252

41

X: 0448386
Y: 9128890

Dawung

N 066 E/ 14 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 356 E

N 353 E
42

X: 0448109
Y: 9128772

Dawung

N 098 E/ 18 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 196 E

253

N 201 E
43

X: 0448449
Y: 9128717

Dawung

N 114 E/ 13 Merupakan kontak anatar batupasir


sambipitu dengan batugamping oyo

N 222 E

N 220 E

254

44

X: 0448713
Y: 9128850

Dawung

N 109 E/ 16 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 105 E

N 180 E
45

X: 0449164
Y: 9128972

Dawung

N 090 E/ 18 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

255

N 171 E

N 165 E
46

X: 0450042
Y: 9128859

Sambipitu

N 116 E/ 21 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 189 E

256

N 182 E
47

X: 0449539
Y: 9129291

Widoro
Wetan

N 066 E/ 18 Batupasir; coklat; pasir sangat halus-pasir


halus-sedang-kasar; prlapisan; membundar;
sortasi baik; kemas tertutup; komposisi
kuarsa; semen: silika

N 256 E

N 259 E

257

48

X: 0449832
Y: 9130225

Bubung

N 081 E/ 15 Kontak antara pasir sambipitu dengan breksi


nglanggeran

N 285 E
Terdapat sesar normal sebagai batas kontak
dengan bidang: N 080 E/ 72

N 285 E
49

X: 0449157
Y: 9132418

Nglanggeran
Wetan

Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya :
Batuan beku Intermediet Vulkanik, warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas: F-halus Fsedang, bentuk Kristal subhedral anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,5 mm, relasi
inequrgranular porfiritik,andesite.
N 108 E

258

N 104 E
50

X: 0448952
Y: 9132321

Nglanggeran
Wetan

Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya :
Batuan beku Intermediet Vulkanik, warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas: F-halus Fsedang, bentuk Kristal subhedral anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,5 mm, relasi
inequrgranular porfiritik,andesite.
N 289 E

N 270 E

259

51

X: 0448952
Y: 9132321

Nglanggeran
Wetan

Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya :
Batuan beku Intermediet Vulkanik, warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas: F-halus Fsedang, bentuk Kristal subhedral anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,5 mm, relasi
inequrgranular porfiritik,andesite.
N 187 E

N 189 E
52

X: 0448827
Y: 9132166

Nglanggeran
Wetan

Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya :
Batuan beku Intermediet Vulkanik, warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas: F-halus Fsedang, bentuk Kristal subhedral anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,5 mm, relasi
inequrgranular porfiritik,andesite.
N 207 E

260

N 235 E
53

X: 0448740
Y: 9132140

Nglanggeran
Wetan

Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya :
Batuan beku Intermediet Vulkanik, warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas: F-halus Fsedang, bentuk Kristal subhedral anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,5 mm, relasi
inequrgranular porfiritik,andesite.
N 254 E

N 256 E

261

54

X: 0448492
Y: 9132247

Gunung Butak

Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya :
Batuan beku Intermediet Vulkanik, warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas: F-halus Fsedang, bentuk Kristal subhedral anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,5 mm, relasi
inequrgranular porfiritik,andesite.
N 345 E

N 348 E
55

X: 0448379
Y: 9132233

Gunung Butak

Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya