Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SKRIPSI
Oleh :
PANDITA PURBACARAKA
111.060.059
23
YOGYAKARTA
2011
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Oleh :
PANDITA PURBACARAKA
111.060.059
24
PENGESAHAN
GEOLOGI DAN STUDI LINGKUNGAN PENGENDAAN SATUAN
BATUPASIR SAMBIPITU
DAERAH PUTAT,KECAMATAN PATUK,KABUPATEN GUNUNG KIDUL,
PROVINSI D.I.YOGYAKARTA
SKRIPSI
Oleh :
PANDITA PURBACARAKA
111.060.059
Dr.Ir.C. Prasetyadi,M.sc.
NPY. 19581104 1987030 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Geologi
25
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat diberikan kecerahan berfikir dan
daya juang untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu tanpa adanya
suatu halangan yang berarti.
Skripsi dengan judul Geologi dan Studi Lingkungan Pengendapan
Satuan Batupasir Sambipitu Daerah Putat Dan Sekitarnya, Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul,Provinsi D.I.Yogyakarta disusun sebagai syarat
dalam meraih gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi
Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta dan juga
merupakan salah satu titik yang menarik dalam perjalanan hidup penulis dalam
proses memahami dan menghayati suatu tahapan belajar dan berfikir
guna
26
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu - persatu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
Menyadari tidak adanya manusia yang sempurna di dunia ini, begitu pula
dalam penulisan skripsi ini, apa yang tertulis di dalamnya masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
bersifat membangun dari para pembaca agar tercapainya kesempurnaan dalam
penulisan ilmiah berikutnya.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan berguna untuk
dipahami bagi para pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya
serta dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
PANDITA PURBACARAKA
27
MOTTO
Pergunakan setiap nafas dengan semaksimal mungkin karena hidup ini tidaklah lama
dan matilah dengan senang karena telah tidak menyia-nyiakan satu nafaspun.
PERSEMBAHAN
Segala rasa syukur tiada henti terucap kepada Allah S.W.T yang telah memberikan
kesempatan, nikmat akal sehat, daya juang, serta rezeki yang berlimpah.
Spesial teruntuk Keluarga (Bapak,Ibu,kakak) yang telah memberikan semangat tiada
henti.
Ibuku yang selalu mengingatkan agar bias menjadi manusia yang terbaik.
Ayahku yang tiada henti memberi support dalam bentuk apapun
Rizki Silvia Megaputri atas segala inspirasi dan motivasi yang telah kamu berikan
Anindyo Widiasworo Pols sebagai koki terbaik.
Alexandro Jamin Johan sebagai teman tertawa terbaik
Albi Daniel sebagai teman nekad terbaik
North Hill PANGEA dalam kebersamaan PANGEA 2006
Ujang seperangkat komputer tua yang tiada henti membantu mewujudkan ide
dalam setiap karyaku
Bumpy yang telah mengantarkanku ke setiap tujuanku.
28
SARI
29
DAFTAR ISI
Halaman Judul... i
Halaman Pengesahan..... ii
Kata Pengantar... iii
Halaman Motto & Persembahan.. v
Sari..................... vi
Daftar Isi.......................
vii
Daftar Gambar... xi
Daftar Tabel.....................
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang. 1
1.2
1.3
1.4
1.3.1
1.3.2
Kesampaian Daerah. 3
1.3.3
Waktu Penelitian. 4
Pokok Permasalahan... 4
1.4.1
Permasalahan Geologi. 4
1.4.1.1 Permasalahan Geomorfologi 4
1.4.1.2 Permasalahan Stratigrafi.. 5
1.4.1.3 Permasalahan Struktur Geologi 5
1.4.1.4 Permasalahan Sejarah Geologi. 5
1.4.2
Permasalahan Studi.. 6
1.4.2.1 Permasalahan Fasies. 6
1.5
Penelitian Pendahuluan 6
1.5.1.1 Penelitian Terdahulu. 6
1.5.2
Penelitian Lapangan. 7
30
1.6
BAB 2
2.1
1.5.3
Pengolahan Data.. 9
1.5.4
Penyusunan Laporan 9
1.5.5
Hasil Penelitian 10
Manfaat Penelitian... 10
1.6.1
Manfaat Keilmuan 10
1.6.2
Manfaat Institusi... 10
2.2
2.3
Stratigrafi Regional.. 18
2.3.1
BAB 3
19
3.1 Geomorfologi 23
3.1.1
3.1.2
3.1.3
3.1.4
31
3.2.2
3.2.3
3.2.4
Struktur Sesar 64
3.3.1.1 Struktur Sesar Daerah Beji.... 64
3.3.1.2 Struktur Sesar Daerah Bubung.. 66
3.3.1.3 Struktur Sesar Nglegi 68
Fase I. 69
3.4.2
Fase II.... 70
3.4.3
Fase III... 71
3.4.4
Fase IV.. 72
3.4.5
Fase V.... 73
BAB 4
ANALISA LINGKUNGAN PENGENDAPAN SATUAN BATUPASIR
SAMBIPITU
4.1 Dasar Teori
4.1.1
4.2.
32
BAB 5
5.1
4.3.1
4.3.2
4.3.3
POTENSI GEOLOGI
Potensi Positif 111
5.1.1
Geomorfologi Perbukitan..
111
5.2
Gerakan Tanah..
112
BAB 6
KESIMPULAN..............................................................................................
113
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
33
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Pembangian klasifikasi kelerengan menurut Van Zuidam, (1979)...................
24
Tabel 4.1. Tabel kedalaman menurut Grimsdale dan Mark Hoven (1950)..
82
34
DAFTAR LAMPIRAN
35
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Geologi Pulau Jawa te1ah banyak dipe1ajari dan bahkan hampir keseluruhan
36
geologi, tektonika, maupun morfogenesa serta proses proses geologi yang sangat
menarik untuk dipelajari guna menerapkan ilmu-ilmu geologi lapangan berdasarkan
hukum-hukum geologi yang telah diperoleh di bangku perkuliahan dan juga
dikarenakan masih kurangnya penelitian yang dilakukan didaerah ini khususnya dari
segi geologinya.
Hal - hal tersebut yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian pada
daerah Semin Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DI Yogyakarta
dengan judul Geologi dan Studi Lingkungan Pengendapan Satuan Batupasir
Formasi Sambipitu Daerah Putat dan Sekitarnya Kecamatan Patuk, Kabupaten
Gunung Kidul,Provinsi DI Yogyakarta.
1.2.
persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Geologi (S1) Jurusan
Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Yogyakarta.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kondisi dan perkembangan
geologi daerah telitian yang meliputi aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi
dan sejarah geologi dalam satu kesatuan ruang dan waktu (time & space) geologi. Serta
mempelajari karakteristik fasies pada Formasi Sambipitu yang berguna dalam
menyusun urutan waktu pengendapan sedimen serta mengetahui perkembangan
perubahan lingkungan pengendapan yang pernah terjadi dari waktu ke waktu.
1.3.
37
selatan dibatasi oleh Desa Bunder sari, dan sebelah barat dibatasi oleh dusun Tambul.
Luas daerah telitian adalah 5 x 6 km (lihat gambar 1.2).
38
Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan yang diangkat penulis meliputi permasalahan geologi
secara umum meliputi geologi regional, stratigrafi, struktur geologi, geomorfologi dan
sejarah geologi.
Adapun permasalahan khusus yang diangkat oleh penulis
mengenai fasies
39
1.4.1.2.Permasalahan Stratigrafi
Perbedaan relief dan dimensi bentang alam akan memberikan pengaruh terhadap
geometri suatu batuan sehingga akan menimbulkan permasalahan berupa :
a. Apa saja jenis litologi yang ada pada daerah telitian? dan Bagaimana variasinya?
b. Bagaimana penyebaran dan ketebalan batuan?
c. Bagaimana kandungan fosil dan umurnya?
d. Bagaimana urutan satuan batuan dari tua ke muda?
e. Bagaimana hubungan antar satuan batuan?
f. Bagaimana mekanisme dan lingkungan pengendapannya?
g. Apa nama formasi batuannya?
40
penulis melakukan berbagai tahapan dan metoda penelitian dalam pendekatan masalah
(lihat Gambar 1.2), baik secara historis, deskriptif maupun analisis yang meliputi :
41
42
43
pengamatan serta
pengambilan data lapangan yang didukung oleh analisis laboratorium, yang meliputi :
analisa kemiringan lereng, analisis paleontologi, analisis petrografi, analisis struktur
geologi dan analisis kandungan mineral.
Data-data
lapangan
berupa
pengukuran
penampang
stratigrafi
terukur
44
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari beberapa sudut
pandang berupa :
1.6.1.Manfaat Keilmuan
Manfaat penelitian ini bagi bidang keilmuan adalah :
a. Menambah khazanah pengetahuan mengenai studi geologi dan fasies
khususnya pada Formasi Sambipitu.
b. Memperkuat pemahaman mengenai penerapan aplikasi metoda geologi
lapangan yang riil dalam kaitannya dengan kerangka berfikir yang
disesuaikan dengan konsep konsep serta kaidah kaidah geologi yang
berlaku.
c. Kemampuan untuk dapat mengintegrasikan antar data geologi, baik yang
diperoleh di lapangan maupun dari hasil analisis laboratorium.
1.6.2.Manfaat Institusi
Manfaat penelitian yang dilakukan penulis bagi pihak institusi berupa :
a. Melengkapi dan menambah hasil studi maupun data data yang belum
terlengkapi dari penelitian terdahulu, khususnya yang terkait dengan daerah
penelitian penulis.
b. Memberikan masukan mengenai studi fasies gunung api khususnya pada
Formasi Sambipitu.
c. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memajukan dunia pendidikan yang
terkait dengan ilmu kebumian, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi
Mineral,
Universitas
Pembangunan
Nasional
Veteran
Yogyakarta
45
BAB 1
PENDAHULUAN
1.6.
Latar Belakang
Geologi Pulau Jawa te1ah banyak dipe1ajari dan bahkan hampir keseluruhan
46
Hal - hal tersebut yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian pada
daerah Semin Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DI Yogyakarta
dengan judul Geologi dan Studi Lingkungan Pengendapan Satuan Batupasir
Formasi Sambipitu Daerah Putat dan Sekitarnya Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul,Provinsi DI Yogyakarta.
1.7.
persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Geologi (S1) Jurusan
Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Yogyakarta.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kondisi dan perkembangan
geologi daerah telitian yang meliputi aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur
geologi dan sejarah geologi dalam satu kesatuan ruang dan waktu (time & space)
geologi. Serta mempelajari karakteristik fasies pada Formasi Sambipitu yang
berguna dalam menyusun urutan waktu pengendapan sedimen serta mengetahui
perkembangan perubahan lingkungan pengendapan yang pernah terjadi dari waktu
ke waktu.
1.8.
47
48
Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan yang diangkat penulis meliputi permasalahan geologi
49
1.4.1.2.Permasalahan Stratigrafi
Perbedaan relief dan dimensi bentang alam akan memberikan pengaruh
terhadap geometri suatu batuan sehingga akan menimbulkan permasalahan berupa :
h. Apa saja jenis litologi yang ada pada daerah telitian? dan Bagaimana
variasinya?
i. Bagaimana penyebaran dan ketebalan batuan?
j. Bagaimana kandungan fosil dan umurnya?
k. Bagaimana urutan satuan batuan dari tua ke muda?
l. Bagaimana hubungan antar satuan batuan?
m. Bagaimana mekanisme dan lingkungan pengendapannya?
n. Apa nama formasi batuannya?
50
51
dengan
penekanan untuk
Tataan
Gajahmungkur,
Produk
Wonogiri,
Batuan
Gunung
Api
Tersier
Jawa
Tengah
sebagai
Di
desrtasinya
Gunung
untuk
52
Penelitian lapangan secara umum dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pramapping dan tahap pemetaan (mapping).
53
analisis
54
55
56
BAB 3
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1.
Geomorfologi
Pengertian geomorfologi adalah studi yang menguraikan bentuk lahan dan
Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada di permukaan bumi,
bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuk lahan, antara lain lembah, bukit,
perbukitan, dataran, pegunungan, teras sungai, beting pantai, kipas aluvial,
plato dan lain-lain.
57
Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara lain
kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk
lembah dan pola pengaliran. Dalam analisa kelerengan dapat diukur besaran
kelerengan dengan rumus sebagai (klasifikasi kemiringan lereng,lihat tabel 3.1)
berikut:
58
hasil gaya endogen yang dinamis termasuk gunung api, tektonik (lipatan dan
sesar), misal : gunungapi, pegunungan antiklin dan gawir sesar.
-
59
dominan.
SD
60
Gambar 3.3. Peta pola pengaliran daerah tenelitian dimana SD : Pola Pengaliran
Sub Dendritik dan P : Pola pengaliran Parallel.
3.1.3. Stadia Erosi Daerah Penelitian
Secara genetik pembentukan stadia erosi dipengaruhi oleh faktor iklim, relief
(kelerengan), sifat resistensi batuan , siklus fluviatil, serta proses denudasional yang
berlangsung. Perubahan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan topografi yang
akhirnya membentuk topografi seperti sekarang.Proses pengerosian pada daerah
penelitian diinterpretasikan sedang, dibuktikan dengan masih adanya punggungan
dan masih adanya perbukitan dengan lereng yang curam, kemudian bentuk lembah di
daerah penelitian berbentuk U,selain itu pada daerah telitian juga ditemukan
banyak percabangan sungai berukuran kecil , selain percabangan sungai kecil ,sungai
besar juga terdapat pada daerah penelitian (Gambar 3.4) seperti pada Sungai Widoro
dengan lebar sungai sekitar 15 M.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka dapat disimpulkan bahwa stadia daerah
penelitian adalah stadia dewasa (Gambar 3.1).
61
2.
62
Bentukan asal struktural pada hal ini merupakan bentukan morfologi suatu
daerah yang memiliki suatu bentukan yang khas yang sangat dipengaruhi oleh
aktifitas struktur geologi yang berkembang pada daerah tersebut yang berasal dari
tenaga endogen sehingga menghasilkan bentukan morfologi tertentu.Pada daerah
telitian struktur geologi sangat mempengaruhi pembentukan morfologi,dimana dapat
diketahui bahwa struktur geologi
yaitu
berupa struktur yang terpengaruh oleh proses pemiringan atau tilting yang terjadi
karena daerah telitian merupakan sayap selatan antiklin yang kemudian patah dengan
sejumlah step Fault dan Flexure yang kemudian membentuk blok blok sesar
antithetic.
Bentukan asal struktural pada daerah telitian terbagi menjadi 2 subsatuan
geomorfik yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
3.1.4.1.1.Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin (S1)
Subsatuan goemorfik ini merupakan bentukan morfologi suatu perbukitan
yang terletak pada daerah tinggian dimana memiliki kemiringan lerengnya tidak
sama sebagai akibat dari kedudukan lapisan-lapisan batuan pembentuknya yang
landai. (Gambar 3.5).Bentukan morfologi ini tersebar di bagian utara daerah telitian,
tersebar dari bagian barat hingga bagian timur dengan kemiringan lereng relatif
miring (8-13%) dan menempati sekitar 50% daerah telitian.Batuan penyusun
morfologi ini berupa Satuan Breksi Nglanggeran serta memiliki pola pengalira
subdendritik.
Gambar 3.5. Subsatuan geomorfik Perbukitan Homoklin (S1), gambar diambil pada
Daerah Pedutan.Koordinat X:446515 ; Y:9130185.Arah kamera N012E, cuaca
cerah.
63
Gambar 3.6. Subsatuan geomorfik Dataran Homoklin (S2), gambar diambil pada Daerah
Pedutan.Koordinat X:446515 ; Y:9130185.Arah kamera N012E, cuaca cerah.
64
Gambar 3.7.Subsatuan geomorfik dataran banjir (F1), gambar diambil pada Daerah Bunder,
Koordinat X:449545 ; Y:9129545.Arah kamera N345E, cuaca cerah.
23
Tenggara lokasi penelitian lebar sungai mencapai lebih dari 15 meter (Gambar 3.5),
mengalir relative dari uatara menuju selatan daerah penelitian Bentuk tubuh sungai
relatif berkelok-kelok (meandering) yang merupakan bedrock stream yaitu sungai
yang mengalir diatas batuan penyusunnya dengan genesa pembentukannya termasuk
pada sungai subsekuen, yaitu sungai yang mengalir sepanjang jurus perlapisan
batuan, mempunyai elevasi kurang dari 150 mdpl.
Gambar 3.8. Subsatuan geomorfik tubuh sungai (F2), gambar diambil pada Daerah
Sambidemang, memperlihatkan tubuh sungai kali Bubung. Koordinat X:450012 ;
Y:9129514.Arah kamera N340E, cuaca cerah.
24
Gambar 3.9. Subsatuan geomorfik dtaaran alluvial (F3), gambar diambil pada Daerah
Sambidemang, memperlihatkan tubuh sungai kali Bubung. Koordinat X:450180 ;
Y:9129535.Arah kamera N035E, cuaca cerah.
3.2
25
26
27
28
Gambar
29
Analisa Petrografi
Selain deskripsi batuan secara megaskopis di lapangan,juga dilakukan analisa
petrografi berupa deskripsi batuan secara mikroskopis dengan menggunakan sayatan
batuan pada beberapa sample Satuan Breksi Nglanggeran guna mengetahui jenis dan
nama batuan tersebut dalam kaitannya pada studi ini.
30
Secara keseluruhan analisa petrografi ini dilakukan pada enam sample Satuan
Batupasir Sambipitu.Berikut adalah beberapa contoh deskripsi secara mikroskopis
sample Satuan Breksi Nglanggeran dengan perbesaran mikroskop 40 kali (Gambar
3.10 dan 3.11):
// - Nicol
10
X Nicol
0.5 9mm9
0.5 mm
10
10
10
Pada analisa sample Lp 110 secara mikroskopis dijelaskan deskripsi batuan sebagai
berikut :
Sayatan Tipis batuan sedimen, warna hitam, tekstur klastik, UB : 0,05 1,8 mm,
menyudut tanggung - membundar tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun
oleh Kuarsa (9%), Mineral Opak (2%), Piroxene (3%), Masa Gelas (85%), Klorit
(2%), Plagioklas (75%).
Nama Batuan : Vitric Tuff (Gilbert,1954)
A
10
10
10
10
31
// - Nicol
0
0.5 mm
X Nicol
0.5 mm
Gambar 3.19. Sayatan tipis matriks Breksi Nglanggeran nikol sejajar (kiri) dan nikol silang
(kanan) pada sample Lp 110.
slump, gradded bedding, ripple, convolute, current ripple, dan laminasi. Berbeda
dari formasi sebelumnya dalam komposisi material vulkaniknya. Pada formasi
sambipitu material vulkanik cukup mendominasi. Pada sungai widoro (lokasi
pengambilan data MS), keterdapatan material vulkanik masih sering dijumpai pada
bagian atas formasi, semakin mengarah ke bagian muda (yaitu pada bagian tengahatas formasi), material-material vulkanik ini mulai tergantikan oleh dominasi unsurunsur karbonat. Terkadang dijumpai juga fragmen-fragmen koral dan foram besar.
Hal ini mengindikasikan adanya proses pencampuran material karbonat dari laut
dangkal pada saat formasi ini terendapkan.
32
33
34
// - Nicol
X Nicol
0.5 mm
0.5 mm
Gambar 3.19. Sayatan tipis Batupasir Sambipitu nikol sejajar (kiri) dan nikol silang (kanan)
pada sample Lp 36.
8
9
10
// - Nicol
0
0
0.5 mm
0.5 mm
9
9
10
X Nicol
10
Gambar 3.20. Sayatan tipis Batupasir Sambipitu nikol sejajar (kiri) dan nikol silang (kanan)
XPL
XPL
PPL
pada sample Lp 57.
35
10
Penyebaran:
Tingginya aktifitas vulkanisme yang terjadi daerah telitian menghasilkan
tebalnya lapisan Satuan Batupasir Sambipitu ini dengan cakupan daerah persebaran
yang cukup luas.
Satuan Batupasir Sambipitu pada daerah penelitian menempati 30 % dari
daerah penelitian dan menghampar dari utara keselatan pada daerah penelitian yang
meliputi
Beberapa
Daerah,
yaitu
daerah
Putat,
Plosokerep,
altispira,
Globoquadrina
dehiscens
,Orbulina
universa,
36
praebulloides,
Globigerinoides
Globorotalia
subquadratus,
bermudezi,
Globigerinoides
Orbulina
trilobus,
Universa,
Globoquadrina
altispira,Globigerina venezuelana.
Dari hasil analisis fosil mikroplankton pada sampel batuan Lp 39 tersebut
didapatkan kisaran umur Satuan Batupasir Sambipitu tersebut adalah Miosen Tengah
( N9-N10 ) menurut Blow,1969.
Dari hasil analisa paleontologi mikro dari beberapa samle batuan diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Satuan Batupasir Sambipitu memiliki kisaran umur relatif
Miosen Awal ( N9-N13 ) menurut Blow,1969.
Lingkungan Pengendapan:
Berdasarkan kenampakan lapangan dan hasil analisa beberapa penampang
profil (lampiran Penampang Profil) pada Satuan Batupasir Sambipitu yang
didominasi oleh Batupasir vulkanik dengan sisipan Batulempung dibeberapa tempat
menunjukan penciri endapan turbidit pada lingkungan laut dangkal-dalam. Hal ini
juga diperkuat dengan data asosiasi perubahan ketebalan, hadirnya unsur karbonat
pada bagian atas, perubahan ukuran butir serta asosiasi kehadiran struktur sedimen
pada daerah telitian serta kehadiran struktur pada interval sekuen Bouma .
37
subsulota,
Sphoeninella
coluta,
Eponides
umbonatus,
Cibicides
38
cukup tenang, serta terendapkan secara selaras di atas formasi sambipitu dengan
menunjukkan umur Miosen Tengah-Miosen Akhir (NN14-N15).
Berikut adalah salah satu kenampakan singkapan dari Satuan Batupasir
Sambipitu pada daera telitian
39
Analisa Petrografi
40
Sayatan Tipis batuan sedimen, tak berwarna , tekstur klastik, di dukung oleh lumpur,
UB : 0,1 1,5 mm, menyudut tanggung - membundar tanggung, terpilah
buruk,kemas terbuka, disusun oleh Lumpur Karbonat (20%), Fosil Foram Kecil
(5%),kalsit (18%),Kuarsit (7%), Piroksin (5%), K.Feldspar (9%), Plagioklas (22%),
Kuarsa (14%)
Nama Batuan : Calcareous Arcosic Wacke(Gilbert,1954)
0.5 mm
0.5 mm
X Nicol
Gambar
3.20. Sayatan tipis Batugamping Oyo nikol
sejajar (kiri) dan nikol silang (kanan)
8
8
pada sample Lp 65.
9
9
9
8
10
10
10
8
9
10
XPL
XPL
PPL
Umur:
// 6- Nicol
07
41
immaturus,
Orbulina
universa,
Globigerinoides
diminutus,
Dari hasil analisa paleontologi mikro dari beberapa samle batuan diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Satuan Batugamping Oyotersebut adalah Miosen TengahMiosen Akhir ( N14-N15 ) menurut Blow,1969.
Lingkungan Pengendapan:
Berdasarkan kenampakan kondisi di lapangan bahwa keterdapatan suatu
lapisan batugamping dikarenakan adanya gejala kenaikan muka air laut,dan pada
hakikatnya batugamping hanya dapat terendapkan pada lingkungan kedalaman laut
yakni neritik hingga bathial atas.
Kemudian dilihat dari ukuran butiran dari Satuan Batugamping Oyo yang
relatif berupa pasir halus pasir kasar mengidikasikan bahwa Satuan ini berada pada
lingkungan bathimetri yang tidak terlalu dalam yakni sekitar daerah neritik sehingga
masih dipengaruhi oleh perubahan pasang surut air laut,hal ini diperkuat dengan
ditemukannya lapisan Batugamping terumbu sebagai ciri khas Satuan Batugamping
Wonosari.
42
Dari semua kenampakan lapangan yang ada dapat dilihat bahwa Satuan
Batugamping Oyo ini terendapkan pada lingkungan tepi paparan atau daerah
carbonate platform.
Penentuan lingkungan pengendapan juga dilakukan berdasarkan kandungan
fosil foraminifera bentonik pada beberapa sample batuan yaitu pada Lp21, Lp 99 dan
Lp 89 yang kemudian didapatkan beberapa lingkungan bathimetri pada masing
masing sample yang di ujicoba tersebut diantaranya :
Penentuan lingkungan pengendapan dilakukan berdasarkan kandungan fosil
foraminifera bentonik pada beberapa sample batuan yaitu pada Lp 99, Lp 21, dan 89
yang kemudian didapatkan beberapa lingkungan bathimetri pada masing masing
sample yang di ujicoba tersebut diantaranya :
limbatum,
pileolina
opercularis,
Fissurina
bradii,
Cibicides
praecinclus.
Dari hasil analisis fosil benthos pada sampel batuan Lp 99 tersebut didapatkan
kisaran lingkungan bathimetri terendapkannya Satuan Batugamping Oyo tersebut
adalah pada kedalaman Neritik tengah-Bathial atas,menurut Barker,1960.
43
Berdasarkan hasil analisa data lapangan dan dari preparasi benthos pada
beberapa sampel yang diambil di Satuan Batupasir Vulkanik Sambipitu, menunjukan
bahwa satuan batuan ini terendapkan pada fase yang relatif stabil yaitu pada
kedalaman Neritk tengah Bathial bawah, menurut Barker,1960.
44
3.3.
Struktur Geologi
Kompleks Pegunungan Selatan berupa sebuah blok yang miring ke arah
Samudera Indonesia (selatan), dimana pada bagian utaranya terdapat gawirgawir yang memanjang relatif barat-timur. Hal ini terjadi karena adanya evolusi
tektonik yang terjadi di Pulau Jawa pada zaman Kapur hingga sekarang
sedangakan adanya trend dengan arah relative barat laut tenggara dikarenakan
adanya imbas tektonik dari pola meratus.
Pembentukan struktur geologi daerah penelitian dimulai pada Miosen yang
ditandai dengan terbentuk sesar mendatar.
45
46
Beji
wetan.Dari keadaan tersebut sudah dapat disimpulkan bahwa pada daerah ini terdapat
adanya aktifitas tektonik berupa pergerakan sesar.
Dari hasil pengukuran kekar kekar yang ditemukan pada Daerah Beji
wetan didapatkan data kedudukan kekar yang kemudian akan dilakukan analisa
struktur untuk mengetahui jenis serta arah dari sesar tersebut.Berikut adalah data
kedudukan kekar pada Daerah Beji wetan:
Tabel 3.2 Kedudukan kekar pada Satuan Batupasir Semilir pada Daerah Beji wetan.
Strike
N 155E
N 160E
N 150E
N 148E
N 171E
N 152E
N 149E
N 156E
N 149E
N 156E
N 165E
N 156E
N 174E
N 185E
N 184E
Dip
70
77
82
68
63
57
73
70
70
75
80
76
73
83
54
47
Dip
65
55
60
63
63
71
75
55
74
70
73
76
48
N 298E
N 300E
N 301E
73
68
54
49
3.4.1. Fase I
50
3.3.3. Fase II
juga
Satuan Breksi Nglanggeran pada akhir pengendapan Satuan Batupasir Sambipitu dari
51
52
3.3.5. Fase IV
53
3.3.5. Fase V
Setelah Batugamping Oyo selesai mengendap pada Miosen Akhir, tidak terjadi
pengendapan material sedimen lagi, baik dari material darat maupun laut. Akan tetapi Kala
Holosen, diendapkan Satuan Pasir Lepas secara tidak selaras diatas Satuan Batugamping
54
Oyo yang berasal dari hasil endapan erosional dari hasil pengerosian sungai sungai besar
daerah telitian.
55
BAB 4
ANALISA LINGKUNGAN PENGENDAPAN
SATUAN BATUPASIR SAMBIPITU
56
komposisi kimia batuan, sedangkan aspek biologi akan ditunjukkan oleh fosil-fosil
yang terkandung dalam sedimen yang bersangkutan. Hal inilah yang menjadi dasar
penulis dalam menganalisa lingkungan pengendapan Batupasir Sambipitu.
Dari ketiga parameter yang dijelaskan diatas termasuk juga membahas fauna
dan flora pengendapan, cuaca, temperature, salinitas dan sistem perairan sekarang.
Dalam pembahasan analisa lingkungan pengendapan nantinya, kita akan membahas
juga sedikit tentang sedimentary facies, hal ini adalah suatu bagian dari hasil
lingkungan pengendapan, atau lebih tepatnya bagian khusus dari lingkungan
pengendapan sedimen. Hubungan antara lingkungan pengendapan dengan fasies
sedimen. (Gambar 4.1).
Gambar 4.1. Hubungan antara lingkungan pengendapan sedimen dengan fasies sedimen
57
Terrestrial (land)
Alluvial Fan dan Fan Delta, Alluvial, Lacustrine, Glacial dan Aeolian.
58
Gambar 4.2. Klasifikasi Lingkungan Pengendapan Klastik, Christopher G. St. C. Kendall (2001)
Gambar 4.3. Rekonstruksi dari Suatu Kipas Bawah Laut ( Walker 1978 ).
59
Kipas atas merupakan pengendapan pertama dari suatu sistem kipas laut
dalam, yang merupakan tempat dimana aliran gravitasi itu terhenti oleh perubahan
kemiringan. Oleh karena itu, seandainya aliran pekat (gravitasi endapan ulang) ini
membawa fragmen ukuran besar, maka tempat fragmen kasar tersebut diendapkan
adalah bagian ini. Fragmen kasar dapat berupa batupasir dan konglomerat yang dapat
digolongkan ke dalam fasies A,B dan F.
Bentuk lembah-lembah pada kipas atas ini bermacam-macam, bisa bersifat
meander, bisa juga hampir berkelok (low sinuosity). Mungkin hal ini berhubungan
dengan kemiringan dan kecepatan arus melaluinya, ukuran kipas atas ini cukup besar
dan bervariasi tergantung besar dan kecilnya kipas itu sendiri. Lebarnya bisa
mencapai mulai dari ratusan meter sampai beberapa kilometer, dengan kedalaman
dari puluhan sampai ratusan meter. Alur-alur pada kipas atas berukuran cukup besar.
Walker (1978) memberikan model urutan macam sedimen kipas atas ke
bawah. Bagian teratas ditandai oleh fragmen aliran (debris flow) berstruktur
longsoran (slump), jika sedimennya berupa konglomerat, maka umumnya letak
semakin ke bawah pemilahannya makin teratur, mengakibatkan bentuk lapisan
tersusun terbalik ke bagian atas dan berubah menjadi lapisan normal bagian bawah.
b)
60
menunjukan bentuk-bentuk torehan, dimana cirri terakhir ini menurut Walker (1978)
adalah kipas Suprafan.
Asosiasi fasies kipas bagian tengah berupa tubuh-tubuh batupasir dengan
sedikit konglomerat yang berbentuk lensa yang lebih lebar dan luas. Batupasir dan
Konglomerat tergolong ke dalam fasies A, B, dan F. Fasies-fasies itu disisipi juga
oleh lapisan-lapisan sejajar dari fasies D dan E, kadang-kadang juga fasies C.
Asosiasi fasies ini berbeda dengan asosiasi fasies yang terdapat di kipas
bagian dalam, yaitu :
c)
61
Fasies yang berasosiasi dengan Kipas Bawah Laut ( submarine fans ) Walker
(1978) terbagi menjadi 5 fasies, yaitu :
1)
Fasies ini pada umumnya terdiri dari perselingan antara batupasir dan
serpih/batulempung dengan perlapisan sejajar tanpa endapan channel. Struktur
sedimen yang sering dijumpai adalah perlapisan bersusun, perlapisan sejajar, dan
laminasi, konvolut atau a,b,c Bouma (1962), lapisan batupasir menebal ke arah atas.
Pada bagian dasar batupasir dijumpai hasil erosi akibat penggerusan arus turbid (sole
mark) dan dapat digunakan untuk menentukan arus turbid purba. Dicirikan oleh
adanya CCC (Clast, Convolution, Climbing ripples). Climbing ripples dan convolut
merupakan hasil dari pengendapan suspensi, sedangkan clast merupakan hasil erosi
arus turbid (Walker, 1985).
2)
Fasies ini terdiri dari batupasir sangat kasar, konglomerat, dicirikan oleh perlapisan
bersusun, bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung, pemilahan buruk,
penipisan lapisan batupasir ke arah atas, tebal 1-5 m. Fasies ini berasosiasi dengan
sutrafanlobes dari kipas tengah dan kipas atas. Fasies Lapisan yang didukung oleh
aliran debris flow dan lengseran (Pebbly mudstone, debris flow, slump and slides,
SL).
62
63
Gambar 4.4 Hipotesa Sikuen kipas bawah laut yang dapat berkembang
selama proses progradasi kipas bawah laut. C.U adalah sikuen
penebalan dan pengkasaran ke atas, F.U adalah sikuen penipisan
dan penghalusan ke atas. CT adalah fasies classical turbidite, PS
adalah
fasies
batupasir
kerikilan,
CGL
adalah
fasies
4.1.1.2.1
64
% Ratio Plankton
Kedalaman (m)
1 10
0 70
10 20
0 70
20 30
60 120
30 40
100 600
40 50
100 600
50 60
Lingkungan Pengendapan Bentos
60 70
Neritik Tepi
550 700
Kedalaman
680 825
0 20
% Ratio
Neritik Tengah
20 100
20 50
Neritik Atas
100 200
20 50
Bathyal Atas
200 500
30 50
Bathyal Bawah
500 - 2000
50 - 100
0 20
Tabel 4.1. Tabel kedalaman menurut Grimsdale dan Mark Hoven (1950).
65
70 80
700 1100
80 90
900 1200
90 - 100
1200 - 2000
66
Parameter Fisik
Pada litologi ini merupakan litologi batupasir berwarna coklat, dengan
struktur perlapisan dan laminasi, dan dibeberapa tempat ditemukan struktur
sedimen biosturbasi. Adapun deskripsinya warna: coklat ; struktur: laminasi
dan perlapisan ; ukuran butir: sedang - halus ; agak menyudut- agak
membundar, terpilah baik, kemas terbuka; Fragmen: kuarsa, matrik: lempung,
semen : karbonat.
Pada sungai Widoro (lokasi pengambilan data MS), terdapat suatu
sruktur
sediment
slump
yang
merupakan
penciri
dari
mekanisme
pengendapan turbidite.
Gambar 4.5.Singkapan Formasi Sambipitu, perselingan antara pasir dan lempung pada Lp1,
gambar diambil pada daerah Putat, .Arah kamera N256E, cuaca cerah.
67
Gambar 4.6.Closeup singkapan Formasi Sambipitu pada Lp1, gambar diambil pada daerah
Putat, .Arah kamera N205E, cuaca cerah.
Gambar 4.7.Struktur sedimen slump pada lokasi MS,sungai Widoro,.Arah kamera N205E,
cuaca cerah.
68
Pada daerah telitian penulis membagi analisa profil menjadi 2 bagian besar,
yaitu profil bagian atas dan bagian bawah. Pada profil bagian atas ( Profil
1,Nglampar ) diambil dari 2 lokasi pengamatan yaitu Lp.30,Lp32. Pada profil bagian
tengah yaitu ( Profil 4, Ngasinan ) diambil dari 2 lokasi pengamatan, yaitu Lp.15,
Lp.17. Sedangkan pada profil bagian bawah yaitu ( Profil 2, Ngepung ) diambil dari
2 lokasi pengamatan yaitu Lp.37, Lp.39, sedangkan ( Profil, Beji ) diambil dari
Lp.93,Lp.43,Lp.96,dan Lp.94.(gambar 4.8)
Gambar 4.8. Peta lintasan tanpa skala dengan lokasi pengambilan data profil
69
70
71
Gambar 4.11.Pasir krikilan pada singkapan batupasir sambipitu pada lokasi pengamatan
32,sungai Nglamapar,.Arah kamera N125E, cuaca cerah
72
Lokasi profil Ngasinan ini teletak pada desa Ngasinan, kecamatan patuk,
tepatnya pada lokasi pengamatan 37 dan 39.
Pada lokasi pengamatan 37 didapati adanya batupasir gampingan dengan
struktur sedimen yang berkembang adalah gradded bedding dan perlapisan sejajar.
Ukuran butirnya berkisar anatara pasir halus-sangat kasar dengan sedikit sisipan
lempung. Profil pada lokasi pengamatan ini menunjukkan pola mengkasar kea rah
atas, dengan demikian penulis menginterpretasikan bahwa fasies pada lokasi ini
adalah classical turbidite dengan adanya interval a pada deret sikuen Bouma. Tebal
dari singkapan ini adalah sekitar 100cm.
Pada lokasi pengamatan 39 didapati singkapan berupa batupasir gampingan
dengan struktur sedimen penciri aktifitass turbidite yang cukup lengkap, diantaranya
gradded bedding, laminasi sejajar, ripple, dan endapan pelagic berupa batulempung.
Singkapan ini menguatkan pendapat para peneliti terdahulu bahwa formasi
Sambipitu terendapakan dengan mekanisme turbidite.
Fasies yang berlangsung pada daerah ini adalah fasies classical turbidites.
Dilihat dari fasies yang terjadi pada daerah ini, maka dapat disimpulkan bahwa
batupasir gampingan pada daerah
adalah Smooth to channeled Portion of Suprafan Lobes (Walker, 1978). Profil dari
Lokasi Pengamatan Nomor 37, dan 39 dapat dilihat pada Lembar Analisa Profil
Ngasinan (Lampiran Profil 4).
Berikut adalah gambar profil daerah Ngasinan beserta foto.
73
Gambar 4.12. Analisa profil 2( Ngepung) LP 39, dan 37 yang menunjukkan kenampakkan
lingkungan pengendapan smooth to channeled portion of suprafan lobes on mid fan
74
75
Gambar 4.22. Analisa profil LP 37 dan 39 pada daerah Ngasinan yang menunjukkan kenampakkan
lingkungan pengendapan smooth portion of suprafan lobes on mid fan
76
Gambar 4.23..Singkapan Formasi Sambipitu pada Lp37 yang menunjukkan fasies Massive
Sandstone, gambar diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N175E, cuaca
cerah.
Gambar .4.24.Sloseup struktur laminasi singkapan Formasi Sambipitu pada Lp37, gambar
diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N145E, cuaca cerah.
77
Gambar 4.26..Closeup sisipan lempung singkapan Formasi Sambipitu pada Lp37, gambar
diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N145E, cuaca cerah.
78
Lokasi profil Beji ini teletak pada desa Beji, kecamatan patuk, tepatnya pada
lokasi pengamatan 93, 43, 96, dan 94.
Singkapan pada lokasi pengamatan 94 terdiri dari batupasir gamipngan
dengan ukuran butir dari halus-kasar dengan struktur sedimen yang berkembang
adalah perlapisan sejajar. Batupasir pada lokasi pengamatan ini sedikit berbeda dari
yang lain karena hadir dengan warna cenderung lebih cerah. Hal ini disebabkan
karena batuan pada lokasi pengamatan ini cenderung lebih banyak dominasi karbonat
disbanding silica.
Lokasi pengamatan berikutnya yaitu Lp 96 menunjukkan adanya perselangselingan antara batupasir dengan batulempung yang masih didominasi unsure
karbonat. Struktur sedimen yang berkembang tidak jauh berbeda dari lokasi
pengamatan sebelumnya yaitu perlapisan sejajar. Menunjkkan pola pengasaran ke
arah atas atau thickening up yang menunjukkan adanya peningkatan enerji pada saat
pengendapan.
Singkapan pada lokasi pengamatan 43 adalah berupa batupasir gampingan
dengan ukuran butir berkisar antara pasir sedang-sangat kasar. Struktur sedimen yang
berkembang adalah laminasi, dan perlapisan sejajar.
Terakhir adalah lokasi pengamatan 93 dengan komposisi batuannya adalah
batupasir gampingan dengan sisipan batulempung. Struktur sedimen yang
berkembang pada lokasi ini adalah perlapisan sejajar dan laminasi sejajar.
Menunjukkan pola pengasaran ke atas atau thickening up merupakan penciri dari
fasies Massive Sandstone (walker,1978).
Fasies yang berlangsung pada daerah ini adalah Massive Sandstone. Dilihat
dari fasies yang terjadi pada daerah ini, maka dapat disimpulkan bahwa batupasir
gampingan pada daerah lokasi pengambilan data profil Beji ini adalah Smooth Portion
of Suprafan Lobes On Midfan
(Walker, 1978).
Profil dari Lokasi Pengamatan Nomor 93, 43, 96, dan 94 dapat dilihat pada
Lembar Analisa Profil(Lampiran Profil 3).
79
Gambar 4.17. Analisa profil 3 (Beji) LP 94, 43, 96, 94 pada daerah Beji yang menunjukkan
kenampakkan lingkungan pengendapan smooth portion of suprafan lobes on mid fan
(walker,1978).
80
Gambar 4.18.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp94, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N275E, cuaca cerah.
Gambar 4.19.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp96, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N084E, cuaca cerah.
81
Gambar 4.20.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp43, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N178E, cuaca cerah.
Gambar 4.21.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp93, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N195E, cuaca cerah.
82
dengan breksi pada bagian bawah dan batugamping pada bagian atas. Batupasir ini
mempunyai karakteristik gampingan pada bagian atas dan silika pada bagian bawah.
Batu pasir ini memiliki struktur sedimen antara lain berupa laminasi, perlapisan,
perlapisan besusun (graded bedding), masif dan di beberapa lokasi didapatkan
inerval bouma tidak lengkap seperti Base cut out sequence, dan Truncated Sequence.
Terdapat juga perselingan antar batupasir dengan batulempung.
Fasies yang berlangsung pada daerah ini adalah fasies massive sandstone,
fasies classical turbidites, Conglomerates, Debris Flow, dan fasies pebble sandstone.
Fasies massive sandstone pada Lintasan Terukur 1 ini dicirikan dari
perselingan batubasir yang menghalus keatas (thin up) dengan ukuran butir sangat
kasar sangat halus, struktur sedimen yang mendominasi adalah perlapisan,
perlapisan bersusun dan sedikit struktur sedimen masif.
Fasies classical turbidites pada Lintasan Terukur 1 ini dicirikan dari
perselingan batupasir yang menebal keatas (thick up) dengan ukuran butir halus
lempung, struktur sedimen yang mendominasi adalah perlapisan, laminasi dan juga
beberapa interval Bouma.
Fasies pebble sandstone pada Lintasan Terukur 1 ini dicirikan dari batubasir
yang menipis keatas (thin up) dengan ukuran butir sangat kasar krikilan, struktur
sedimen yang mendominasi adalah masif.
Fasies Debris Flow, dan Conglomerates pada daerah ini dicirian oleh adanya
endapan-endapan arus pekat dengan fragmen berukuran besar dan cenderung
Nampak mengapung di atas matriksnya. Ukuran butirnya berkisar antara Bongkah
hingga Kerakal. Fasies ini terdapat pada bagian bawah( bagian yang lebih tua )
daerah pengambilan data lintasan terukur.
Dilihat dari fasies yang terjadi pada Lintasan Terukur 1 ini, maka dapat
disimpulkan bahwa batupasir pada daerah Lintasan Terukur 1 ini, terendapkan pada
daerah (Suprafan Lobes On Middle Fan (Smooth Portion of Suprafan Lobes
),Walker, 1978) dan (Suprafan Lobes On Middle Fan (Smooth to Channelled Portion
83
of Suprafan Lobes ),Walker, 1978). Dimana pada Lintasan terukur 1 pada daerah
(Suprafan Lobes On Middle Fan (Smooth Portion of Suprafan Lobes)) yang dicirikan
oleh fasies classical turbidites dan fasies massive sandstone. Sedangakn pada
lingkungan pengendapan (Suprafan Lobes On Middle Fan (Channelled Portion of
Suprafan Lobes ) dicirikan oleh fasies massive sandstone,. Sedangakn pada
lingkungan pengendapan (Suprafan Lobes On Middle Fan (Upper Fan Channel Fill )
dicirikan oleh Fasies Conglomerates, dan Debris Flow. Lintasan Terukur 1 (MS)
dapat dilihat pada Lembar Analisa Lintasan Terukur 1 (Lampiran 6).
84
Gambar 4.28. Analisa lintasan terukur (MS) yang menunjukkan kenampakan lingkungan
pengendapan ((Suprafan Lobes On Middle Fan (Upper Fan Channel Fill hingga Smooth to Channeled
Portion of Suprafan Lobes ) Walker 1978)
85
Gambar 4.29.Fasies Debris Flow pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi Sambipitu
.Arah kamera N076E, cuaca cerah.
Gambar 4.30. Fasies Pebbly Sandstone pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu .Arah kamera N057E, cuaca cerah.
86
Gambar 4.31. Fasies Conglomerates pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu .Arah kamera N096E, cuaca cerah.
Gambar 4.32. Fasies Classical Turbidites pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu. Arah kamera N076E, cuaca cerah.
87
Gambar 4.33. Analisa lintasan terukur (MS) yang menunjukkan kenampakkan lingkungan
pengendapan ((Suprafan Lobes On Middle Fan (Channeled Portion hingga Smooth Portion of
Suprafan Lobes ) Walker 1978)
88
Gambar 4.34. Fasies Classical Turbidites pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu bagian atas,Arah kamera N176E, cuaca cerah.
Gambar 4.35. Fasies Massive Sandstone pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu bagian atas Arah kamera N176E, cuaca cerah.
4.3.
Pembahasan
89
coluta,
brudyi,
Eponides
Cassidulina
umbonatus,
pacifica
yang
Cibicides
subhaedingerii,
menunjukan
lingkungan
Pada profil bagian atas, sebagaimana hasil analisa profil 1 lokasi pengamatan
nomor 30, maka dapat disimpulkan bahwa bagian bawah dari Batupasir
Sambipitu diendapkan pada daerah Channelled Portion of Suprafan Lobes
Smooth Portion Of Suprafan Lobes ( Walker, 1978 ).
Pada profil bagian tengah, sebagaimana hasil analisa profil nomor 2,dan 4
maka dapat disimpulkan bahwa bagian tengah dari Batupasir Sambipitu
diendapkan pada daerah Smooth To Channeled Portion Of Suprafan Lobes
On Middle Fan ( Walker, 1978 )
Pada profil bagian bawah, sebagaimana hasil analisa profil nomor 3 maka
dapat disimpulkan bahwa bagian atas dari Batupasir Sambipitu diendapkan
pada daerah Smooth Portion Of Suprafan Lobes On Middle Fan ( Walker,
1978 )
Dilihat dari hasil analisa di atas, maka penulis mendapatkan sebuah
90
Dari beberapa analisa di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan besar
bahwa satuan batupasir Formasi Sambipitu diendapkan pada suatu lingkungan kipas
bawah laut(Sub-marine Fan).
91
Gambar 4.36. Hasil interpretasi lingkungan pengendapan bawah laut Batupasir Sambipitu
pada suatu kipas bawah laut (Walker,1978)
BAB 5
POTENSI GEOLOGI
Potensi geologi ialah kemampuan alam untuk dapat menghasilkan suatu
produk dari hasil proses proses geologi yang bekerja, baik produk yang dapat
menimbulkan dampak manfaat (positif)
92
Gambar 5.1 Salah satu gambar perbukitan yang dapat digunakan sebagai lokasi wisata.
Tingkat curah hujan yang tinggi pada daerah telitian menyebabkan tingkat
pelapukan yang tinggi, sehingga pada litologi litologi yang kurang resisten dengan
sudut kelerengan yang besar dapat berpotensi menimbulkan adanya gerakan tanah.
Pada daerah telitian gerakan tanah dijumpai pada derah telitian yaitu pada Satuan
Batupasir Sambipitu.
Pada Satuan Batupasir Sambipitu terjadi jenis gerakan tanah berupa rockfall .
93
Gambar 5.2. Gerakan tanah tipe rockfall yang terjadi pada daerah telitian..
BAB 6
KESIMPULAN
Dari pembahasan setiap bab yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Secara geomorfik, daerah telitian dibagi menjadi dua satuan bentukan asal,
yaitu Bentukan Asal Fluvial Subsatuan Geomorfik Tubuh Sungai (F2),
94
Dataran alluvial (F3) dan Dataran Limpah Banjir (F1) dan Bentukan Asal
Struktural yang terdiri dari : Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin
(S1), Subsatuan Geomorfik Dataran Homoklin (S2), dan Pola pengaliran
yang berkembang pada daerah telitian yaitu Sub dendritik sebagai
perkembangan dari pengaruh struktural yang bekerja dengan stadia
geomorfologi yang telah mencapai tahapan dewasa.
2. Stratigrafi daerah telitian terdiri dari tiga satuan batuan dan satu Satuan Pasir
Lepas, dari tua ke muda adalah Satuan Breksi Nglanggran berumur Miosen
Awal yang diendapkan pada Bathial Atas dan mempunyai hubungan selaras
dengan Batupasir Sambipitu berumur Miosen Awal Tengah yang memiliki
hubungan selaras dengan Batugamping Oyo yang berumur Miosen Tengah
Miosen Akhir dan diendapkan pada Neritik Tengah. Selanjutnya diendapkan
Satuan Pasir Lepas berumur Holosen diatas Satuan Batugamping Oyo dengan
hubungan tidak selaras.
3. Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian berupa Sesar normal
yang memiliki kedududkan bidang sesar N080E/72, plunge 42 bearing
232 rake 47, dengan kekar-kekar gash berarah umum N294E/70, dan
sesar mendatar kiri yang memiliki kedudukan bidang N201E/82, plung 17,
rake 18, bearing N018E dengan aah umum gash N153E/71.
4. Satuan Batupasir Sambiitu mempunyai litologi berupa batupasir gampingan
berwarna kuning abu-abu, sedikit keras, struktur perlapisan laminasi,
berukuran butir pasir sangat halus sedang dan dibeberapa tempat berbutir
kasar, terpilah baik, semen karbonat.
5. Satuan Batupasir Sambiitu mempunyai lingkungan pengendapan submarine
fan yang terletak pada middle fan dan upper fan dengan pencirinya berupa
fasies classical turbidites dan slumps.
6. Potensi geologi yang ada pada daerah telitian terdiri dari potensi positif
berupa morfologi perbukitan sebagai sarana pariwisata. Sedangkan potensi
negatif berupa gerakan tanah (Longsor).
95
No Sampel
A
Pembesaran 40x
B
96
// - Nicol
0
0.5 mm
X Nicol
0.5 mm
Sayatan Tipis batuan piroklastik, warna putih, bertekstur nonklastik, ukuran butir 0,05 0,2
mm, bentuk butiran subrounded rounded.
Komp.Mineral ;
Kuarsa
(9%) : Berwarna putih, bentuk butiran subrounded, hadir
merata dalam sayatan sebagai crystal. (L2)
Opak
(2%) : Berwarna hitam, bentuk butiran rounded, hadir
setempat-tempat dalam sayatan sebagai crystal. (K10)
Piroksin
(3%) : Berwarna oranye, bentuk butiran subangular, hadir
setempat-tempat dalam sayatan sebagai crystal. (I6)
Massa Dasar Gelas (85%) : Berwarna putih, bentuk butiran subrounded, hadir
setempat-tempat, dalam sayatan sebagai crystal.
Klorit
(2%) : Berwarna hijau, hadir merata, dalam sayatan sebagai
glass. (G8)
Plagioklas
(75%) : Berwarna putih, bentuk butiran subangular, hadir
setempat dalam sayatan sebagai glass. (J4)
Nama Batuan : Vitric Tuff (Menurut Klasifikasi Wiliam,1954)
No Sampel
Pembesaran 40x
97
//6 - Nicol
0.5 mm
X Nicol
7
7
07
0.5 mm
Sayatan Tipis batuan beku Intermediet Vulkanik, warna hitam, indeks warna 26%,
8
8
8
kristalinitas hipokristalin, granularitas fanerik halus F-sedang, bentuk Kristal subhedral
9
9
anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,8 mm, relasi 9inequrgranular
porfiritik.
10
10
10
Komp.Mineral ;
XPL relief rendah, bentuk Kristal subhedral,
XPL
PPL
Plagioklas
(45%) : Berwarna putih,
indek bias nm > nkb menunjukkan kembaran albit, pada
fenokris berukuran 0,8 1,2 mm dengan An-45 jenis
andesin, dan pada mikrolit berukuran 0,01 0,05 mm
dengan An-39 jenis Andesin, hadir merata dalam
sayatan. (F1)
Piroksin
(16%) : Berwarna oranye, relief sedang, menunjukkan adanya
belahan 1 arah, bentuk Kristal subeuhedral, hadir merata
dalam sayatan. (F9)
Olivine
(10%) : Berwarna oranye, relief tinggi, menunjukkan adanya
belahan mess struktur, bentuk Kristal subhedral, hadir
merata dalam sayatan. (M7)
K. Feldspar
(11%) : Berwarna putih, relief rendah, bentuk Kristal
subahedral. (B6)
Opak
(7%) : Berwarna hitam, relief tinggi, hadir merata dalam
sayatan. (F8)
Massa Dasar Gelas (11%)
98
7
8
9
10
No Sampel
A
Pembesaran 40x
B
//6 - Nicol
0.5 mm
X Nicol
7
7
7
0.5 mm
8 kecoklatan, bertekstur klastik, butiran di 8
8 Sayatan Tipis batuan sedimen, warna abu-abu
8
dukung
oleh
butiran
(grain
supported),
ukuran
butir
0,1 4 mm, bentuk butiran subangular - 9
9
9
9
angular, terpilah buruk, kemas tertutup.
10
10
10
10
Komp.Mineral ;
XPL
XPL
PPL
Lithic piroksen
(30%) : Berwarna hitam, ukuran butir 0,5 4 mm, bentuk
butiran subangular - angular, hadir merata dalam sayatan
sebagai fragmen. (L3)
Feldspar
(25%) : Tak berwarna, ukuran butir 0,05 1 mm, bentuk butiran
subangular, hadir merata dalam sayatan sebagai
fragmen. (C4)
Kuarsa
(18%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,05 0,8 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir merata dalam sayatan sebagai
fragmen. (F2)
Oksida besi
(2%) : Berwarna oranye, ukuran butir 0,01 0,3 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (D7)
Piroksin
(10%) : Berwarna oranye - coklat, ukuran butir 0,1 0,4 mm,
bentuk butiran subangular, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (A1)
Opak
(6%) : Berwarna hitam, ukuran butir 0,1 0,5 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (G2)
Mud
(9%) : Tak berwarna coklat muda, ukuran butir <1/256 mm,
hadir merata dalam sayatan sebagai matriks.
07
99
No Sampel
A
Pembesaran 40x
B
//6 - Nicol
07
0.5 mm
0.5 mm
X Nicol
Sayatan
Tipis batuan beku Intermediet Vulkanik,
warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
10
10
10
hipokristalin, granularitas: F-halus F-sedang, bentuk
Kristal
subhedral anhedral, ukuran
XPL
XPL
PPL
Kristal 0,05 1,5 mm, relasi inequrgranular porfiritik.
Komp.Mineral ;
Plagioklas
(58%) : Berwarna putih, relief rendah, bentuk Kristal subhedral,
indek bias nm > nkb menunjukkan kembaran albit, pada
fenokris berukuran 0,5 1,2 mm dengan An-56 jenis
labradorit, dan pada mikrolit berukuran 0,05 0,15 mm
dengan An-40 jenis Andesin hadir merata. (E7)
K. Feldspar
(12%) : Berwarna putih, relief rendah, bentuk Kristal subhedral,
hadir setempat-tempat dalam sayatan. (L5)
Piroksin
(1%) : Berwarna oranye biru, relief sedang, menunjukkan
adanya belahan 1 arah, bentuk Kristal anhedral, hadir
setempat dalam sayatan. (B9)
Massa Dasar Gelas (29%) : Berwarnahitam kecoklatan , relief tinggi, hadir merata
dalam sayatan.
Nama Batuan : Andesit (Menurut Klasifikasi Wiliam,1954)
100
10
No Sampel
A
Pembesaran 40x
B
//6 - Nicol
07
0.5 mm
0.5 mm
X Nicol
Sayatan
Tipis batuan sedimen, warna coklat muda,
bertekstur klastik, butiran di dukung oleh
10
10
10
lumpur (mud supported), ukuran butir 0,05 0,1 mm, bentuk butiran rounded subrounded,
XPL
XPL
PPL
terpilah baik, kemas tertutup.
Komp.Mineral ;
Kalsit
(45%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir 0,01 0,05 mm,
bentuk butiran rounded, hadir merata dalam sayatan
sebagai allochem dan mikrit. (C6)
Kuarsa
(1%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,05 0,08 mm, bentuk
butiran rounded, hadir setempat dalam sayatan sebagai
allochem. (J6)
Fosil Foram Kecil (7%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir 0,05 0,1 mm,
bentuk butiran rounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai allochem (E3)
Mud
(Lumpur Karbonat) (40%) : Berwarna coklat muda, ukuran but
zir <1/256 mm, hadir merata dalam sayatan sebagai mikrit dan sparit.
101
10
SKRIPSI
Oleh :
PANDITA PURBACARAKA
111.060.059
102
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Oleh :
103
PANDITA PURBACARAKA
111.060.059
PENGESAHAN
GEOLOGI DAN STUDI LINGKUNGAN PENGENDAAN SATUAN
BATUPASIR SAMBIPITU
DAERAH PUTAT,KECAMATAN PATUK,KABUPATEN GUNUNG KIDUL,
PROVINSI D.I.YOGYAKARTA
SKRIPSI
Oleh :
PANDITA PURBACARAKA
111.060.059
104
Dr.Ir.C. Prasetyadi,M.sc.
NPY. 19581104 1987030 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Geologi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat diberikan kecerahan berfikir dan
daya juang untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu tanpa adanya
suatu halangan yang berarti.
Skripsi dengan judul Geologi dan Studi Lingkungan Pengendapan
Satuan Batupasir Sambipitu Daerah Putat Dan Sekitarnya, Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul,Provinsi D.I.Yogyakarta disusun sebagai syarat
dalam meraih gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi
105
guna
106
PANDITA PURBACARAKA
MOTTO
Pergunakan setiap nafas dengan semaksimal mungkin karena hidup ini tidaklah lama
dan matilah dengan senang karena telah tidak menyia-nyiakan satu nafaspun.
107
PERSEMBAHAN
Segala rasa syukur tiada henti terucap kepada Allah S.W.T yang telah memberikan
kesempatan, nikmat akal sehat, daya juang, serta rezeki yang berlimpah.
Spesial teruntuk Keluarga (Bapak,Ibu,kakak) yang telah memberikan semangat tiada
henti.
Ibuku yang selalu mengingatkan agar bias menjadi manusia yang terbaik.
Ayahku yang tiada henti memberi support dalam bentuk apapun
Rizki Silvia Megaputri atas segala inspirasi dan motivasi yang telah kamu berikan
Anindyo Widiasworo Pols sebagai koki terbaik.
Alexandro Jamin Johan sebagai teman tertawa terbaik
Albi Daniel sebagai teman nekad terbaik
North Hill PANGEA dalam kebersamaan PANGEA 2006
Ujang seperangkat komputer tua yang tiada henti membantu mewujudkan ide
dalam setiap karyaku
Bumpy yang telah mengantarkanku ke setiap tujuanku.
GEOLOGI DAN ANALISA LINGKUNGAN PENGENDAPAN
SATUAN BATUPASIR SABIPITU
DAERAH NGLIPAR DAN SEKITARNYA
KECAMATAN NGLIPAR, KABUPATEN GUNUNG KIDUL
PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SARI
108
Stratigrafi daerah telitian terdiri dari lima satuan batuan dan satu satuan pasir
lepas, dari tua ke muda adalah Satuan Batupasir Semilir yang berumur Miosen Awal
yang diendapkan pada Bathial Atas (Barker, 1960), selanjutnya diendapkan Satuan
Breksi Nglanggran berumur Miosen Awal yang diendapkan pada Bathial Atas dan
mempunyai hubungan selaras dengan Satuan Batupasir Sambipitu berumur Miosen
Awal Tengah yang memiliki hubungan selaras dengan Batugamping Oyo yang
berumur Pliosen Awal dan diendapkan pada Neritik Tengah. Selanjutnya diendapkan
Satuan Pasir Lepas berumur Holosen diatas Satuan Batugamping Oyo dengan
hubungan tidak selaras.
Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian berupa Sessar naik
yang memiliki kedududkan bidang sesar N080E/56, plunge 42 bearing N232E
rake 47, dan sesar mendatar yang memiliki kedudukan bidang sesar N201E/82,
plunge 18 bearing N017E rake 56
Satuan Batupasir mempunyai lingkungan pengendapan submarine fan yang
terletak pada upper fan dan middle fan dengan pencirinya berupa fasies classical
turbidites,massive sandstone, debris flow, conglomerates, dan pebbly sandstone.
DAFTAR ISI
Halaman Judul... i
Halaman Pengesahan..... ii
Kata Pengantar... iii
Halaman Motto & Persembahan.. v
Sari..................... vi
Daftar Isi.......................
vii
Daftar Gambar... xi
Daftar Tabel.....................
xv
BAB 1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang. 1
109
1.2
1.3
1.4
1.3.1
1.3.2
Kesampaian Daerah. 3
1.3.3
Waktu Penelitian. 4
Pokok Permasalahan... 4
1.4.1
Permasalahan Geologi. 4
1.4.1.1 Permasalahan Geomorfologi 4
1.4.1.2 Permasalahan Stratigrafi.. 5
1.4.1.3 Permasalahan Struktur Geologi 5
1.4.1.4 Permasalahan Sejarah Geologi. 5
1.4.2
Permasalahan Studi.. 6
1.4.2.1 Permasalahan Fasies. 6
1.5
Penelitian Pendahuluan 6
1.5.1.1 Penelitian Terdahulu. 6
1.5.2
Penelitian Lapangan. 7
1.5.2.1 Tahap Pra-Mapping. 8
1.5.2.2 Tahap Pemetaan (Mapping). 8
1.6
BAB 2
2.1
1.5.3
Pengolahan Data.. 9
1.5.4
Penyusunan Laporan 9
1.5.5
Hasil Penelitian 10
Manfaat Penelitian... 10
1.6.1
Manfaat Keilmuan 10
1.6.2
Manfaat Institusi... 10
2.2
2.3
Stratigrafi Regional.. 18
110
2.3.1
BAB 3
19
3.1 Geomorfologi 23
3.1.1
3.1.2
3.1.3
3.1.4
3.2.2
3.2.3
3.2.4
Struktur Sesar 64
3.3.1.1 Struktur Sesar Daerah Beji.... 64
3.3.1.2 Struktur Sesar Daerah Bubung.. 66
3.3.1.3 Struktur Sesar Nglegi 68
Fase I. 69
3.4.2
Fase II.... 70
3.4.3
Fase III... 71
111
3.4.4
Fase IV.. 72
3.4.5
Fase V.... 73
BAB 4
ANALISA LINGKUNGAN PENGENDAPAN SATUAN BATUPASIR
SAMBIPITU
4.1 Dasar Teori
4.1.1
4.2.
BAB 5
5.1
4.3.1
4.3.2
4.3.3
POTENSI GEOLOGI
Potensi Positif 111
5.1.1
Geomorfologi Perbukitan..
111
5.2
112
5.2.1
Gerakan Tanah..
112
BAB 6
KESIMPULAN..............................................................................................
113
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Pembangian klasifikasi kelerengan menurut Van Zuidam, (1979)...................
24
113
Tabel 4.1. Tabel kedalaman menurut Grimsdale dan Mark Hoven (1950)..
82
114
DAFTAR LAMPIRAN
115
BAB 1
PENDAHULUAN
1.11.
Latar Belakang
Geologi Pulau Jawa te1ah banyak dipe1ajari dan bahkan hampir keseluruhan
116
1.13. Letak dan Luas, Kesampaian Daerah Telitian, dan Waktu Penelitian
1.13.1. Letak dan Luas Daerah Telitian
Daerah pemetaan secara administrasi meliputi terletak di kecamatan Patuk
kabupaten Gunung Kidul provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah utara daerah
telitian dibatasi oleh dusun Nglarang, sebelah timur dibatasi oleh Desa Nglegi, sebelah
selatan dibatasi oleh Desa Bunder sari, dan sebelah barat dibatasi oleh dusun Tambul.
Luas daerah telitian adalah 5 x 6 km (lihat gambar 1.2).
117
118
mengenai fasies
1.4.1.2.Permasalahan Stratigrafi
Perbedaan relief dan dimensi bentang alam akan memberikan pengaruh terhadap
geometri suatu batuan sehingga akan menimbulkan permasalahan berupa :
o. Apa saja jenis litologi yang ada pada daerah telitian? dan Bagaimana variasinya?
p. Bagaimana penyebaran dan ketebalan batuan?
q. Bagaimana kandungan fosil dan umurnya?
r. Bagaimana urutan satuan batuan dari tua ke muda?
s. Bagaimana hubungan antar satuan batuan?
t. Bagaimana mekanisme dan lingkungan pengendapannya?
u. Apa nama formasi batuannya?
119
120
121
122
pengamatan serta
pengambilan data lapangan yang didukung oleh analisis laboratorium, yang meliputi :
analisa kemiringan lereng, analisis paleontologi, analisis petrografi, analisis struktur
geologi dan analisis kandungan mineral.
Data-data
lapangan
berupa
pengukuran
penampang
stratigrafi
terukur
123
124
Universitas
Pembangunan
Nasional
Veteran
Yogyakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.16.
Latar Belakang
Geologi Pulau Jawa te1ah banyak dipe1ajari dan bahkan hampir keseluruhan
125
Jawa masih terbatas. Banyak aspek yang masih perlu dikaji tentang perkembangan
Pulau Jawa, baik masalah stratigrafi, sedimentasi dan perkembangan cekungan
maupun tektonik dan volkanisme.
Geologi wilayah Putat dipilih sebagai daerah pemetaan geologi karena
Daerah telitian sebagai laboratorium alam merupakan daerah yang secara geologi
cukup menarik untuk dilakukan penelitian. Hal ini disebabkan karena daerah
tersebut mempunyai suatu tatanan geologi yang kompleks baik secara stratigrafi,
struktur geologi, tektonika, maupun morfogenesa serta proses proses geologi yang
sangat menarik untuk dipelajari guna menerapkan ilmu-ilmu geologi lapangan
berdasarkan hukum-hukum geologi yang telah diperoleh di bangku perkuliahan dan
juga dikarenakan masih kurangnya penelitian yang dilakukan didaerah ini
khususnya dari segi geologinya.
Hal - hal tersebut yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian pada
daerah Semin Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DI Yogyakarta
dengan judul Geologi dan Studi Lingkungan Pengendapan Satuan Batupasir
Formasi Sambipitu Daerah Putat dan Sekitarnya Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul,Provinsi DI Yogyakarta.
126
1.18. Letak dan Luas, Kesampaian Daerah Telitian, dan Waktu Penelitian
1.18.1. Letak dan Luas Daerah Telitian
Daerah pemetaan secara administrasi meliputi terletak di kecamatan Patuk
kabupaten Gunung Kidul provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah utara
daerah telitian dibatasi oleh dusun Nglarang, sebelah timur dibatasi oleh Desa
Nglegi, sebelah selatan dibatasi oleh Desa Bunder sari, dan sebelah barat dibatasi
oleh dusun Tambul. Luas daerah telitian adalah 5 x 6 km (lihat gambar 1.2).
127
128
1.4.1.2.Permasalahan Stratigrafi
Perbedaan relief dan dimensi bentang alam akan memberikan pengaruh
terhadap geometri suatu batuan sehingga akan menimbulkan permasalahan berupa :
v. Apa saja jenis litologi yang ada pada daerah telitian? dan Bagaimana
variasinya?
w. Bagaimana penyebaran dan ketebalan batuan?
x. Bagaimana kandungan fosil dan umurnya?
y. Bagaimana urutan satuan batuan dari tua ke muda?
z. Bagaimana hubungan antar satuan batuan?
. Bagaimana mekanisme dan lingkungan pengendapannya?
bb. Apa nama formasi batuannya?
129
130
dengan
penekanan untuk
131
Tataan
Gajahmungkur,
Produk
Batuan
Gunung
Api
Jawa
Tengah
sebagai
Wonogiri,
Tersier
Di
desrtasinya
Gunung
untuk
132
analisis
133
134
135
BAB 3
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1.
Geomorfologi
Pengertian geomorfologi adalah studi yang menguraikan bentuk lahan dan
136
Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada di permukaan bumi,
bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuk lahan, antara lain lembah, bukit,
perbukitan, dataran, pegunungan, teras sungai, beting pantai, kipas aluvial,
plato dan lain-lain.
Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara lain
kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk
lembah dan pola pengaliran. Dalam analisa kelerengan dapat diukur besaran
kelerengan dengan rumus sebagai (klasifikasi kemiringan lereng,lihat tabel 3.1)
berikut:
137
138
dominan.
139
SD
Gambar 3.3. Peta pola pengaliran daerah tenelitian dimana SD : Pola Pengaliran
Sub Dendritik dan P : Pola pengaliran Parallel.
3.1.3. Stadia Erosi Daerah Penelitian
Secara genetik pembentukan stadia erosi dipengaruhi oleh faktor iklim, relief
(kelerengan), sifat resistensi batuan , siklus fluviatil, serta proses denudasional yang
berlangsung. Perubahan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan topografi yang
akhirnya membentuk topografi seperti sekarang.Proses pengerosian pada daerah
penelitian diinterpretasikan sedang, dibuktikan dengan masih adanya punggungan
dan masih adanya perbukitan dengan lereng yang curam, kemudian bentuk lembah di
daerah penelitian berbentuk U,selain itu pada daerah telitian juga ditemukan
banyak percabangan sungai berukuran kecil , selain percabangan sungai kecil ,sungai
besar juga terdapat pada daerah penelitian (Gambar 3.4) seperti pada Sungai Widoro
dengan lebar sungai sekitar 15 M.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka dapat disimpulkan bahwa stadia daerah
penelitian adalah stadia dewasa (Gambar 3.1).
140
141
4.
yaitu
berupa struktur yang terpengaruh oleh proses pemiringan atau tilting yang terjadi
karena daerah telitian merupakan sayap selatan antiklin yang kemudian patah dengan
sejumlah step Fault dan Flexure yang kemudian membentuk blok blok sesar
antithetic.
Bentukan asal struktural pada daerah telitian terbagi menjadi 2 subsatuan
geomorfik yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
3.1.4.1.1.Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin (S1)
Subsatuan goemorfik ini merupakan bentukan morfologi suatu perbukitan
yang terletak pada daerah tinggian dimana memiliki kemiringan lerengnya tidak
sama sebagai akibat dari kedudukan lapisan-lapisan batuan pembentuknya yang
landai. (Gambar 3.5).Bentukan morfologi ini tersebar di bagian utara daerah telitian,
tersebar dari bagian barat hingga bagian timur dengan kemiringan lereng relatif
miring (8-13%) dan menempati sekitar 50% daerah telitian.Batuan penyusun
142
morfologi ini berupa Satuan Breksi Nglanggeran serta memiliki pola pengalira
subdendritik.
Gambar 3.5. Subsatuan geomorfik Perbukitan Homoklin (S1), gambar diambil pada
Daerah Pedutan.Koordinat X:446515 ; Y:9130185.Arah kamera N012E, cuaca
cerah.
143
Gambar 3.6. Subsatuan geomorfik Dataran Homoklin (S2), gambar diambil pada Daerah
Pedutan.Koordinat X:446515 ; Y:9130185.Arah kamera N012E, cuaca cerah.
144
Gambar 3.7.Subsatuan geomorfik dataran banjir (F1), gambar diambil pada Daerah Bunder,
Koordinat X:449545 ; Y:9129545.Arah kamera N345E, cuaca cerah.
Gambar 3.8. Subsatuan geomorfik tubuh sungai (F2), gambar diambil pada Daerah
Sambidemang, memperlihatkan tubuh sungai kali Bubung. Koordinat X:450012 ;
Y:9129514.Arah kamera N340E, cuaca cerah.
146
Gambar 3.9. Subsatuan geomorfik dtaaran alluvial (F3), gambar diambil pada Daerah
Sambidemang, memperlihatkan tubuh sungai kali Bubung. Koordinat X:450180 ;
Y:9129535.Arah kamera N035E, cuaca cerah.
3.2
147
148
menempati daerah utara dan melampar dari timur ke barat daerah telitian.
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas formasi sambipitu dan hadir menjari
di beberapa lokasi. Formasi ini tidak mengandung fosil sedangkan umurnya diperkirakan
adalah Miosen awal-Miosen Tengah (Samususastro, 1956)
Penyebaran singkapan Satuan Breksi Nglanggran di daerah telitian hampir
menempati 50 % dari seluruh luas daerah telitian. Singkapan pada satuan ini dijumpai pada
utara dari telitian dan menyebar secara barat timur daerah telitian. Secara spesifik, Satuan
Breksi Nglanggran tersebar didaerah Nglanggeran, Patuk, Bubung, dan. Berdasarkan
pengukuran penampang geologi sayatan A A diperoleh ketebalan 455 meter.
Berikut adalah beberapa foto kenampakan singkapan dari Satuan Breksi
Nglanggeran pada daera telitian.
149
Gambar
151
Analisa Petrografi
Selain deskripsi batuan secara megaskopis di lapangan,juga dilakukan analisa
petrografi berupa deskripsi batuan secara mikroskopis dengan menggunakan sayatan
batuan pada beberapa sample Satuan Breksi Nglanggeran guna mengetahui jenis dan
nama batuan tersebut dalam kaitannya pada studi ini.
Secara keseluruhan analisa petrografi ini dilakukan pada enam sample Satuan
Batupasir Sambipitu.Berikut adalah beberapa contoh deskripsi secara mikroskopis
sample Satuan Breksi Nglanggeran dengan perbesaran mikroskop 40 kali (Gambar
3.10 dan 3.11):
// - Nicol
9
10
0.5 9mm9
0.5 mm
10
X Nicol
10
10
152
Pada analisa sample Lp 110 secara mikroskopis dijelaskan deskripsi batuan sebagai
berikut :
Sayatan Tipis batuan sedimen, warna hitam, tekstur klastik, UB : 0,05 1,8 mm,
menyudut tanggung - membundar tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun
oleh Kuarsa (9%), Mineral Opak (2%), Piroxene (3%), Masa Gelas (85%), Klorit
(2%), Plagioklas (75%).
Nama Batuan : Vitric Tuff (Gilbert,1954)
A
// - Nicol
9
10
9
0.59 mm
0.5 mm
10
X Nicol
10
10
bedding, ripple, convolute, current ripple, dan laminasi. Berbeda dari formasi
sebelumnya dalam komposisi material vulkaniknya. Pada formasi sambipitu material
vulkanik cukup mendominasi. Pada sungai widoro (lokasi pengambilan data MS),
keterdapatan material vulkanik masih sering dijumpai pada bagian atas formasi,
semakin mengarah ke bagian muda (yaitu pada bagian tengah-atas formasi), materialmaterial vulkanik ini mulai tergantikan oleh dominasi unsur-unsur karbonat.
Terkadang dijumpai juga fragmen-fragmen koral dan foram besar. Hal ini
mengindikasikan adanya proses pencampuran material karbonat dari laut dangkal
pada saat formasi ini terendapkan.
Pada dasarnya Satuan Batupasir Sambipitu ini memiliki arah kemiringan
lapisan yang seragam yaitu kearah selatan akan tetapi dibeberapa tempat ditemukan
lapisan dengan arah kemiringan yang berbeda yaitu ke arah tenggara dan baratdaya
hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari gejala struktur geologi pada daerah telitian
yaitu adanya beberapa sesar mendatar dengan arah dominan utara selatan.
Berikut adalah salah satu kenampakan singkapan dari Satuan Batupasir
Sambipitu pada daera telitian ( Gambar 3.16,3.17 ) .
154
155
// - Nicol
X Nicol
0.5 mm
0.5 mm
Gambar 3.19. Sayatan tipis Batupasir Sambipitu nikol sejajar (kiri) dan nikol silang (kanan)
pada sample Lp 36.
8
9
10
// - Nicol
0
0
0.5 mm
0.5 mm
9
9
10
X Nicol
10
Gambar 3.20. Sayatan tipis Batupasir Sambipitu nikol sejajar (kiri) dan nikol silang (kanan)
XPL
XPL
PPL
pada sample Lp 57.
156
10
Penyebaran:
Tingginya aktifitas vulkanisme yang terjadi daerah telitian menghasilkan
tebalnya lapisan Satuan Batupasir Sambipitu ini dengan cakupan daerah persebaran
yang cukup luas.
Satuan Batupasir Sambipitu pada daerah penelitian menempati 30 % dari
daerah penelitian dan menghampar dari utara keselatan pada daerah penelitian yang
meliputi
Beberapa
Daerah,
yaitu
daerah
Putat,
Plosokerep,
altispira,
Globoquadrina
dehiscens
,Orbulina
universa,
praebulloides,
Globigerinoides
Globorotalia
subquadratus,
bermudezi,
Globigerinoides
Orbulina
trilobus,
Universa,
Globoquadrina
altispira,Globigerina venezuelana.
157
Dari hasil analisa paleontologi mikro dari beberapa samle batuan diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Satuan Batupasir Sambipitu memiliki kisaran umur relatif
Miosen Awal ( N9-N13 ) menurut Blow,1969.
Lingkungan Pengendapan:
Berdasarkan kenampakan lapangan dan hasil analisa beberapa penampang
profil (lampiran Penampang Profil) pada Satuan Batupasir Sambipitu yang didominasi
oleh Batupasir vulkanik dengan sisipan Batulempung dibeberapa tempat menunjukan
penciri endapan turbidit pada lingkungan laut dangkal-dalam. Hal ini juga diperkuat
dengan data asosiasi perubahan ketebalan, hadirnya unsur karbonat pada bagian atas,
perubahan ukuran butir serta asosiasi kehadiran struktur sedimen pada daerah telitian
serta kehadiran struktur pada interval sekuen Bouma .
158
subsulota,
Sphoeninella
coluta,
Eponides
umbonatus,
Cibicides
159
terbentulah formasi Oyo yang terdiri dari batugamping berlapis, batugamping masif.
Keterdapatan batugamping berlapis dan batugamping masif adalah salah satu bukti
aktifitas tersebut.
Satuan Batugamping Oyo pada daerah penelitian menempati 10 % dari
daerah penelitian dan menghampar dari barat hingga timur daerah penelitian yang
meliputi Beberapa Daerah, yaitu daerah Kemuning, Desa Bunder, dan Desa
Nglegi.Satuan Batugamping Oyo ini Ketebalannya kurang dapat dipastikan karena
hanya sebagian kecil dari formasi ini yang masuk daerah telitian .
Analisa Petrografi
// 6- Nicol
07
0.5 mm
0.5 mm
X Nicol
8
Gambar
3.20. Sayatan tipis Batugamping Oyo nikol
sejajar
(kiri) dan nikol silang (kanan)
8
8
pada
sample
Lp
65.
9
9
9
10
XPL
PPL
Umur:
10
10
8
9
10
XPL
Dari beberapa sample Batugamping Oyo telah diambil untuk dilakukan analisa
paleontologi mikro guna mendapatkan umur relatif untuk Satuan Batupasir Sambipitu
yakni dilakukan pada sample batuan Lp 30, Lp 39, dan Lp 91
yang kemudian
161
didapatkan beberapa umur pada masing masing sample yang di ujicoba tersebut
yaitu :
immaturus,
altispira,
Orbulina
Hastigerina
universa,
Globigerinoides
aequilateralis,
Globorotalia
diminutus,
siakensis,
Orbulina bilobata.
Dari hasil analisa paleontologi mikro dari beberapa samle batuan diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Satuan Batugamping Oyotersebut adalah Miosen TengahMiosen Akhir ( N14-N15 ) menurut Blow,1969.
Lingkungan Pengendapan:
162
163
Berdasarkan hasil analisa data lapangan dan dari preparasi benthos pada
beberapa sampel yang diambil di Satuan Batupasir Vulkanik Sambipitu, menunjukan
bahwa satuan batuan ini terendapkan pada fase yang relatif stabil yaitu pada
kedalaman Neritk tengah Bathial bawah, menurut Barker,1960.
3.3.
Struktur Geologi
Kompleks Pegunungan Selatan berupa sebuah blok yang miring ke arah
165
Strike
N 155E
N 160E
N 150E
N 148E
N 171E
N 152E
N 149E
N 156E
N 149E
N 156E
N 165E
N 156E
N 174E
N 185E
N 184E
Dip
70
77
82
68
63
57
73
70
70
75
80
76
73
83
54
167
Dip
65
55
60
63
63
71
75
55
74
70
73
76
73
68
168
N 301E
54
169
3.4.1. Fase I
170
3.3.3. Fase II
juga
Satuan Breksi Nglanggeran pada akhir pengendapan Satuan Batupasir Sambipitu dari
sumber yang berbeda, sehingga dibeberapa tempat ditemukan adanya sebuah
fenomena beda fasies menjari, tetapi fenomena ini tidak dijumpai pada daerah
telitian.. Satuan Breksi Nglanggran yang terendapkan dari hasil vulkanisme hasil
gunung Nglanggran berupa breksi monomik. Terdapat juga beberapa perselingan
batupasir.
171
172
3.3.5. Fase IV
3.3.5. Fase V
Setelah Batugamping Oyo selesai mengendap pada Miosen Akhir, tidak terjadi
pengendapan material sedimen lagi, baik dari material darat maupun laut. Akan tetapi Kala
Holosen, diendapkan Satuan Pasir Lepas secara tidak selaras diatas Satuan Batugamping Oyo
yang berasal dari hasil endapan erosional dari hasil pengerosian sungai sungai besar
daerah telitian.
174
175
BAB 4
ANALISA LINGKUNGAN PENGENDAPAN
SATUAN BATUPASIR SAMBIPITU
Gambar 4.1. Hubungan antara lingkungan pengendapan sedimen dengan fasies sedimen
pengendapan ini dibagi atas beberapa sub-lingkungan pengendapan, untuk lebih jelas
lihat dibawah ini ; (Gambar 4.2).
Terrestrial (land)
Alluvial Fan dan Fan Delta, Alluvial, Lacustrine, Glacial dan Aeolian.
Gambar 4.2. Klasifikasi Lingkungan Pengendapan Klastik, Christopher G. St. C. Kendall (2001)
178
Gambar 4.3. Rekonstruksi dari Suatu Kipas Bawah Laut ( Walker 1978 ).
dalam, yang merupakan tempat dimana aliran gravitasi itu terhenti oleh perubahan
kemiringan. Oleh karena itu, seandainya aliran pekat (gravitasi endapan ulang) ini
membawa fragmen ukuran besar, maka tempat fragmen kasar tersebut diendapkan
adalah bagian ini. Fragmen kasar dapat berupa batupasir dan konglomerat yang dapat
digolongkan ke dalam fasies A,B dan F.
Bentuk lembah-lembah pada kipas atas ini bermacam-macam, bisa bersifat
meander, bisa juga hampir berkelok (low sinuosity). Mungkin hal ini berhubungan
dengan kemiringan dan kecepatan arus melaluinya, ukuran kipas atas ini cukup besar
dan bervariasi tergantung besar dan kecilnya kipas itu sendiri. Lebarnya bisa
179
mencapai mulai dari ratusan meter sampai beberapa kilometer, dengan kedalaman
dari puluhan sampai ratusan meter. Alur-alur pada kipas atas berukuran cukup besar.
Walker (1978) memberikan model urutan macam sedimen kipas atas ke
bawah. Bagian teratas ditandai oleh fragmen aliran (debris flow) berstruktur
longsoran (slump), jika sedimennya berupa konglomerat, maka umumnya letak
semakin ke bawah pemilahannya makin teratur, mengakibatkan bentuk lapisan
tersusun terbalik ke bagian atas dan berubah menjadi lapisan normal bagian bawah.
e)
f)
Kipas bawah terletak pada bagian luar dari system laut dalam, Umumnya
mempunyai morfologi yang datar sangat landai (Nomark,1978). Kipas bawah
merupakan endapan paling akhir dari system paket atau aliran gravitasi tersebut yang
paling mungkin mencapai bagian kipas adalah system aliran dari arus kenyang.
Ukuran yang paling mungkin di daerah kipas luar adalah berukuran halus.
Serta menunjukan urutan vertical , Bouma (1962). Asosiasi fasies kipas bawah
disusun oleh lensa-lensa butiran di dalam batulempung, perselingan batupasir dan
batulanau yang berlapis tebal. Lnesa-lensa batupasir dari fasies B dan C, sedangkan
batuan-batuan yang mengapitnya dari fasies D .
Karakteristik asosiasi fasies fasies kipas bagian bawah ditandai oleh :
Fasies yang berasosiasi dengan Kipas Bawah Laut ( submarine fans ) Walker
(1978) terbagi menjadi 5 fasies, yaitu :
5)
Fasies ini pada umumnya terdiri dari perselingan antara batupasir dan
serpih/batulempung dengan perlapisan sejajar tanpa endapan channel. Struktur
sedimen yang sering dijumpai adalah perlapisan bersusun, perlapisan sejajar, dan
laminasi, konvolut atau a,b,c Bouma (1962), lapisan batupasir menebal ke arah atas.
Pada bagian dasar batupasir dijumpai hasil erosi akibat penggerusan arus turbid (sole
mark) dan dapat digunakan untuk menentukan arus turbid purba. Dicirikan oleh
adanya CCC (Clast, Convolution, Climbing ripples). Climbing ripples dan convolut
merupakan hasil dari pengendapan suspensi, sedangkan clast merupakan hasil erosi
arus turbid (Walker, 1985).
181
6)
Fasies ini terdiri dari batupasir sangat kasar, konglomerat, dicirikan oleh perlapisan
bersusun, bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung, pemilahan buruk,
penipisan lapisan batupasir ke arah atas, tebal 1-5 m. Fasies ini berasosiasi dengan
sutrafanlobes dari kipas tengah dan kipas atas. Fasies Lapisan yang didukung oleh
aliran debris flow dan lengseran (Pebbly mudstone, debris flow, slump and slides,
SL).
182
Gambar 4.4 Hipotesa Sikuen kipas bawah laut yang dapat berkembang
selama proses progradasi kipas bawah laut. C.U adalah sikuen
penebalan dan pengkasaran ke atas, F.U adalah sikuen penipisan
dan penghalusan ke atas. CT adalah fasies classical turbidite, PS
adalah fasies batupasir kerikilan, CGL adalah fasies konglomerat,
DF adalah fasies debris flow dan SL adalah fasies slump
(Walker,1978).
4.1.1.2.1
Tabel 4.1. Tabel kedalaman menurut Grimsdale dan Mark Hoven (1950).
Kedalaman
% Ratio
Neritik Tepi
0 20
0 20
Neritik Tengah
20 100
20 50
Neritik Atas
100 200
20 50
Bathyal Atas
200 500
30 50
Bathyal Bawah
500 - 2000
50 - 100
184
% Ratio Plankton
Kedalaman (m)
1 10
0 70
10 20
0 70
20 30
60 120
30 40
100 600
40 50
100 600
50 60
550 700
60 70
680 825
70 80
700 1100
80 90
900 1200
90 - 100
1200 - 2000
dengan litologi yang lain, hal ini dilakukan penulis berdasarkan pengukuran profil.
Dan untuk mengetahui kedalaman dari lingkungan pengendapan penulis mengadakan
analisa ratio plankton / benthos menurut klasifikasi Grimsdale dan Mark Hoven
(1950).
Penulis melakukan empat pengukuran profil yang terbagi menjadi tiga bagian
yaitu bagian atas, bagian bawah, dan bagian tengah. Hal ini akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.
4.2.1. Hasil Analisa Satuan Batupasir Sambipitu
Dalam penganalisaan
lingkungan
pengendapan penulis
menggunakan
Parameter Fisik
Pada litologi ini merupakan litologi batupasir berwarna coklat, dengan struktur
perlapisan dan laminasi, dan dibeberapa tempat ditemukan struktur sedimen
biosturbasi. Adapun deskripsinya warna: coklat ; struktur: laminasi dan
perlapisan ; ukuran butir: sedang - halus ; agak menyudut- agak membundar,
terpilah baik, kemas terbuka; Fragmen: kuarsa, matrik: lempung, semen :
karbonat.
Pada sungai Widoro (lokasi pengambilan data MS), terdapat suatu
sruktur sediment slump yang merupakan penciri dari mekanisme pengendapan
turbidite.
186
Gambar 4.5.Singkapan Formasi Sambipitu, perselingan antara pasir dan lempung pada Lp1,
gambar diambil pada daerah Putat, .Arah kamera N256E, cuaca cerah.
Gambar 4.6.Closeup singkapan Formasi Sambipitu pada Lp1, gambar diambil pada daerah
Putat, .Arah kamera N205E, cuaca cerah.
187
Gambar 4.7.Struktur sedimen slump pada lokasi MS,sungai Widoro,.Arah kamera N205E,
cuaca cerah.
188
Gambar 4.8. Peta lintasan tanpa skala dengan lokasi pengambilan data profil
Profil lokasi pengamatan ini dapat dilihat pada Lembar Analisa Profil Nglegi
(Lampiran Profil 1).
190
191
Gambar
lokasi
pengamatan
32,sungai
Gambar 4.11.Pasir krikilan pada singkapan batupasir sambipitu pada lokasi pengamatan
32,sungai Nglamapar,.Arah kamera N125E, cuaca cerah
193
Gambar 4.12. Analisa profil 2( Ngepung) LP 39, dan 37 yang menunjukkan kenampakkan
lingkungan pengendapan smooth to channeled portion of suprafan lobes on mid fan
194
195
Gambar 4.22. Analisa profil LP 37 dan 39 pada daerah Ngasinan yang menunjukkan kenampakkan
lingkungan pengendapan smooth portion of suprafan lobes on mid fan
196
Gambar 4.23..Singkapan Formasi Sambipitu pada Lp37 yang menunjukkan fasies Massive
Sandstone, gambar diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N175E, cuaca
cerah.
Gambar .4.24.Sloseup struktur laminasi singkapan Formasi Sambipitu pada Lp37, gambar
diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N145E, cuaca cerah.
197
Gambar 4.26..Closeup sisipan lempung singkapan Formasi Sambipitu pada Lp37, gambar
diambil pada daerah Ngasinan, .Arah kamera N145E, cuaca cerah.
(Walker, 1978).
Profil dari Lokasi Pengamatan Nomor 93, 43, 96, dan 94 dapat dilihat pada
Lembar Analisa Profil(Lampiran Profil 3).
199
Gambar 4.17. Analisa profil 3 (Beji) LP 94, 43, 96, 94 pada daerah Beji yang menunjukkan
kenampakkan lingkungan pengendapan smooth portion of suprafan lobes on mid fan
(walker,1978).
200
Gambar 4.18.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp94, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N275E, cuaca cerah.
Gambar 4.19.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp96, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N084E, cuaca cerah.
201
Gambar 4.20.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp43, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N178E, cuaca cerah.
Gambar 4.21.Singkapan Formasi Sambipitu fasies Massive Sandstone pada Lp93, gambar
diambil pada daerah Beji, .Arah kamera N195E, cuaca cerah.
Pada
dengan breksi pada bagian bawah dan batugamping pada bagian atas. Batupasir ini
mempunyai karakteristik gampingan pada bagian atas dan silika pada bagian bawah.
Batu pasir ini memiliki struktur sedimen antara lain berupa laminasi, perlapisan,
perlapisan besusun (graded bedding), masif dan di beberapa lokasi didapatkan inerval
bouma tidak lengkap seperti Base cut out sequence, dan Truncated Sequence.
Terdapat juga perselingan antar batupasir dengan batulempung.
Fasies yang berlangsung pada daerah ini adalah fasies massive sandstone,
fasies classical turbidites, Conglomerates, Debris Flow, dan fasies pebble sandstone.
Fasies massive sandstone pada Lintasan Terukur 1 ini dicirikan dari
perselingan batubasir yang menghalus keatas (thin up) dengan ukuran butir sangat
kasar sangat halus, struktur sedimen yang mendominasi adalah perlapisan,
perlapisan bersusun dan sedikit struktur sedimen masif.
Fasies classical turbidites pada Lintasan Terukur 1 ini dicirikan dari
perselingan batupasir yang menebal keatas (thick up) dengan ukuran butir halus
lempung, struktur sedimen yang mendominasi adalah perlapisan, laminasi dan juga
beberapa interval Bouma.
Fasies pebble sandstone pada Lintasan Terukur 1 ini dicirikan dari batubasir
yang menipis keatas (thin up) dengan ukuran butir sangat kasar krikilan, struktur
sedimen yang mendominasi adalah masif.
Fasies Debris Flow, dan Conglomerates pada daerah ini dicirian oleh adanya
endapan-endapan arus pekat dengan fragmen berukuran besar dan cenderung Nampak
mengapung di atas matriksnya. Ukuran butirnya berkisar antara Bongkah hingga
Kerakal. Fasies ini terdapat pada bagian bawah( bagian yang lebih tua ) daerah
pengambilan data lintasan terukur.
Dilihat dari fasies yang terjadi pada Lintasan Terukur 1 ini, maka dapat
disimpulkan bahwa batupasir pada daerah Lintasan Terukur 1 ini, terendapkan pada
daerah (Suprafan Lobes On Middle Fan (Smooth Portion of Suprafan Lobes ),Walker,
1978) dan (Suprafan Lobes On Middle Fan (Smooth to Channelled Portion of
Suprafan Lobes ),Walker, 1978). Dimana pada Lintasan terukur 1 pada daerah
(Suprafan Lobes On Middle Fan (Smooth Portion of Suprafan Lobes)) yang dicirikan
oleh fasies classical turbidites dan fasies massive sandstone. Sedangakn pada
lingkungan pengendapan (Suprafan Lobes On Middle Fan (Channelled Portion of
Suprafan Lobes ) dicirikan oleh fasies massive sandstone,. Sedangakn pada
203
lingkungan pengendapan (Suprafan Lobes On Middle Fan (Upper Fan Channel Fill )
dicirikan oleh Fasies Conglomerates, dan Debris Flow. Lintasan Terukur 1 (MS)
dapat dilihat pada Lembar Analisa Lintasan Terukur 1 (Lampiran 6).
204
Gambar 4.28. Analisa lintasan terukur (MS) yang menunjukkan kenampakan lingkungan pengendapan
((Suprafan Lobes On Middle Fan (Upper Fan Channel Fill hingga Smooth to Channeled Portion of
Suprafan Lobes ) Walker 1978)
205
Gambar 4.29.Fasies Debris Flow pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi Sambipitu
.Arah kamera N076E, cuaca cerah.
Gambar 4.30. Fasies Pebbly Sandstone pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu .Arah kamera N057E, cuaca cerah.
206
Gambar 4.31. Fasies Conglomerates pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu .Arah kamera N096E, cuaca cerah.
Gambar 4.32. Fasies Classical Turbidites pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu. Arah kamera N076E, cuaca cerah.
207
Gambar 4.33. Analisa lintasan terukur (MS) yang menunjukkan kenampakkan lingkungan
pengendapan ((Suprafan Lobes On Middle Fan (Channeled Portion hingga Smooth Portion of
Suprafan Lobes ) Walker 1978)
208
Gambar 4.34. Fasies Classical Turbidites pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu bagian atas,Arah kamera N176E, cuaca cerah.
Gambar 4.35. Fasies Massive Sandstone pada lintasan terukur sungai Widoro Formasi
Sambipitu bagian atas Arah kamera N176E, cuaca cerah.
4.4.
Pembahasan
bawah reaksinya berangsur menghilan atau sudah tidak bereaksi terhadap senyawa
HCl.
Hal ini menandakan bahwa formasi ini diendapkan pada daerah neritik tepi
sampai bathyal tengah.
coluta,
Eponides
umbonatus,
Cibicides
subhaedingerii,
Pada profil bagian atas, sebagaimana hasil analisa profil 1 lokasi pengamatan
nomor 30, maka dapat disimpulkan bahwa bagian bawah dari Batupasir
Sambipitu diendapkan pada daerah Channelled Portion of Suprafan Lobes
Smooth Portion Of Suprafan Lobes ( Walker, 1978 ).
Pada profil bagian tengah, sebagaimana hasil analisa profil nomor 2,dan 4
maka dapat disimpulkan bahwa bagian tengah dari Batupasir Sambipitu
diendapkan pada daerah Smooth To Channeled Portion Of Suprafan Lobes On
Middle Fan ( Walker, 1978 )
Pada profil bagian bawah, sebagaimana hasil analisa profil nomor 3 maka
dapat disimpulkan bahwa bagian atas dari Batupasir Sambipitu diendapkan
pada daerah Smooth Portion Of Suprafan Lobes On Middle Fan ( Walker,
1978 )
Dilihat dari hasil analisa di atas, maka penulis mendapatkan sebuah
210
Dari beberapa analisa di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan besar
bahwa satuan batupasir Formasi Sambipitu diendapkan pada suatu lingkungan kipas
bawah laut(Sub-marine Fan).
Gambar 4.36. Hasil interpretasi lingkungan pengendapan bawah laut Batupasir Sambipitu
pada suatu kipas bawah laut (Walker,1978)
211
BAB 5
POTENSI GEOLOGI
Potensi geologi ialah kemampuan alam untuk dapat menghasilkan suatu
produk dari hasil proses proses geologi yang bekerja, baik produk yang dapat
menimbulkan dampak manfaat (positif)
Gambar 5.1 Salah satu gambar perbukitan yang dapat digunakan sebagai lokasi wisata.
Tingkat curah hujan yang tinggi pada daerah telitian menyebabkan tingkat
pelapukan yang tinggi, sehingga pada litologi litologi yang kurang resisten dengan
sudut kelerengan yang besar dapat berpotensi menimbulkan adanya gerakan tanah.
Pada daerah telitian gerakan tanah dijumpai pada derah telitian yaitu pada Satuan
Batupasir Sambipitu.
Pada Satuan Batupasir Sambipitu terjadi jenis gerakan tanah berupa rockfall .
Gambar 5.2. Gerakan tanah tipe rockfall yang terjadi pada daerah telitian..
213
BAB 6
KESIMPULAN
Dari pembahasan setiap bab yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan :
7. Secara geomorfik, daerah telitian dibagi menjadi dua satuan bentukan asal,
yaitu Bentukan Asal Fluvial Subsatuan Geomorfik Tubuh Sungai (F2),
Dataran alluvial (F3) dan Dataran Limpah Banjir (F1) dan Bentukan Asal
Struktural yang terdiri dari : Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin (S1),
Subsatuan Geomorfik Dataran Homoklin (S2), dan Pola pengaliran yang
berkembang pada daerah telitian yaitu Sub dendritik sebagai perkembangan
dari pengaruh struktural yang bekerja dengan stadia geomorfologi yang telah
mencapai tahapan dewasa.
8. Stratigrafi daerah telitian terdiri dari tiga satuan batuan dan satu Satuan Pasir
Lepas, dari tua ke muda adalah Satuan Breksi Nglanggran berumur Miosen
Awal yang diendapkan pada Bathial Atas dan mempunyai hubungan selaras
dengan Batupasir Sambipitu berumur Miosen Awal Tengah yang memiliki
hubungan selaras dengan Batugamping Oyo yang berumur Miosen Tengah
Miosen Akhir dan diendapkan pada Neritik Tengah. Selanjutnya diendapkan
Satuan Pasir Lepas berumur Holosen diatas Satuan Batugamping Oyo dengan
hubungan tidak selaras.
9. Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian berupa Sesar normal
yang memiliki kedududkan bidang sesar N080E/72, plunge 42 bearing 232
rake 47, dengan kekar-kekar gash berarah umum N294E/70, dan sesar
mendatar kiri yang memiliki kedudukan bidang N201E/82, plung 17, rake
18, bearing N018E dengan aah umum gash N153E/71.
10. Satuan Batupasir Sambiitu mempunyai litologi berupa batupasir gampingan
berwarna kuning abu-abu, sedikit keras, struktur perlapisan laminasi,
berukuran butir pasir sangat halus sedang dan dibeberapa tempat berbutir
kasar, terpilah baik, semen karbonat.
11. Satuan Batupasir Sambiitu mempunyai lingkungan pengendapan submarine
fan yang terletak pada middle fan dan upper fan dengan pencirinya berupa
fasies classical turbidites dan slumps.
214
12. Potensi geologi yang ada pada daerah telitian terdiri dari potensi positif
berupa morfologi perbukitan sebagai sarana pariwisata. Sedangkan potensi
negatif berupa gerakan tanah (Longsor).
215
No Sampel
A
Pembesaran 40x
B
//6 - Nicol
07
8
9
0.5 mm
0.5 mm
X Nicol
Sayatan Tipis batuan piroklastik, warna putih, bertekstur nonklastik, ukuran butir 0,05 0,2
10
10
10
mm, bentuk butiran subrounded rounded.
XPL
XPL
PPL
Komp.Mineral
;
Kuarsa
(9%) : Berwarna putih, bentuk butiran subrounded, hadir
merata dalam sayatan sebagai crystal. (L2)
Opak
(2%) : Berwarna hitam, bentuk butiran rounded, hadir
setempat-tempat dalam sayatan sebagai crystal. (K10)
Piroksin
(3%) : Berwarna oranye, bentuk butiran subangular, hadir
setempat-tempat dalam sayatan sebagai crystal. (I6)
Massa Dasar Gelas (85%) : Berwarna putih, bentuk butiran subrounded, hadir
setempat-tempat, dalam sayatan sebagai crystal.
Klorit
(2%) : Berwarna hijau, hadir merata, dalam sayatan sebagai
glass. (G8)
Plagioklas
(75%) : Berwarna putih, bentuk butiran subangular, hadir
setempat dalam sayatan sebagai glass. (J4)
Nama Batuan : Vitric Tuff (Menurut Klasifikasi Wiliam,1954)
216
10
No Sampel
A
Pembesaran 40x
B
//6 - Nicol
0.5 mm
X Nicol
7
7
07
0.5 mm
Sayatan Tipis batuan beku Intermediet Vulkanik, warna hitam, indeks warna 26%,
8
8
8
kristalinitas hipokristalin, granularitas fanerik halus F-sedang, bentuk Kristal subhedral
9
9
anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,8 mm, relasi 9inequrgranular
porfiritik.
10
10
10
Komp.Mineral
;
XPL relief rendah, bentuk Kristal subhedral,
XPL
PPL
Plagioklas
(45%) : Berwarna putih,
indek bias nm > nkb menunjukkan kembaran albit, pada
fenokris berukuran 0,8 1,2 mm dengan An-45 jenis
andesin, dan pada mikrolit berukuran 0,01 0,05 mm
dengan An-39 jenis Andesin, hadir merata dalam
sayatan. (F1)
Piroksin
(16%) : Berwarna oranye, relief sedang, menunjukkan adanya
belahan 1 arah, bentuk Kristal subeuhedral, hadir merata
dalam sayatan. (F9)
Olivine
(10%) : Berwarna oranye, relief tinggi, menunjukkan adanya
belahan mess struktur, bentuk Kristal subhedral, hadir
merata dalam sayatan. (M7)
K. Feldspar
(11%) : Berwarna putih, relief rendah, bentuk Kristal
subahedral. (B6)
Opak
(7%) : Berwarna hitam, relief tinggi, hadir merata dalam
sayatan. (F8)
Massa Dasar Gelas (11%)
217
7
8
9
10
No Sampel
A
Pembesaran 40x
B
//6 - Nicol
0.5 mm
X Nicol
7
7
7
0.5 mm
Sayatan
Tipis
batuan
sedimen,
warna
abu-abu
kecoklatan,
bertekstur
klastik,
butiran
di
8
8
8
8
dukung
oleh
butiran
(grain
supported),
ukuran
butir
0,1
4
mm,
bentuk
butiran
subangular
9
9
9
9
angular,
terpilah
buruk,
kemas
tertutup.
10
10
10
10
Komp.Mineral ;
XPL
XPL
PPL
Lithic piroksen
(30%) : Berwarna hitam, ukuran butir 0,5 4 mm, bentuk
butiran subangular - angular, hadir merata dalam sayatan
sebagai fragmen. (L3)
Feldspar
(25%) : Tak berwarna, ukuran butir 0,05 1 mm, bentuk butiran
subangular, hadir merata dalam sayatan sebagai
fragmen. (C4)
Kuarsa
(18%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,05 0,8 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir merata dalam sayatan sebagai
fragmen. (F2)
Oksida besi
(2%) : Berwarna oranye, ukuran butir 0,01 0,3 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (D7)
Piroksin
(10%) : Berwarna oranye - coklat, ukuran butir 0,1 0,4 mm,
bentuk butiran subangular, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (A1)
Opak
(6%) : Berwarna hitam, ukuran butir 0,1 0,5 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (G2)
Mud
(9%) : Tak berwarna coklat muda, ukuran butir <1/256 mm,
hadir merata dalam sayatan sebagai matriks.
07
218
No Sampel
A
Pembesaran 40x
B
//6 - Nicol
07
8
9
0.5 mm
0.5 mm
X Nicol
Sayatan
Tipis batuan beku Intermediet Vulkanik,
warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
10
10
10
hipokristalin, granularitas: F-halus F-sedang, bentuk
Kristal subhedral anhedral, ukuran
XPL
XPL
PPL
Kristal 0,05 1,5 mm, relasi inequrgranular porfiritik.
Komp.Mineral ;
Plagioklas
(58%) : Berwarna putih, relief rendah, bentuk Kristal subhedral,
indek bias nm > nkb menunjukkan kembaran albit, pada
fenokris berukuran 0,5 1,2 mm dengan An-56 jenis
labradorit, dan pada mikrolit berukuran 0,05 0,15 mm
dengan An-40 jenis Andesin hadir merata. (E7)
K. Feldspar
(12%) : Berwarna putih, relief rendah, bentuk Kristal subhedral,
hadir setempat-tempat dalam sayatan. (L5)
Piroksin
(1%) : Berwarna oranye biru, relief sedang, menunjukkan
adanya belahan 1 arah, bentuk Kristal anhedral, hadir
setempat dalam sayatan. (B9)
Massa Dasar Gelas (29%) : Berwarnahitam kecoklatan , relief tinggi, hadir merata
dalam sayatan.
Nama Batuan : Andesit (Menurut Klasifikasi Wiliam,1954)
219
10
No Sampel
A
Pembesaran 40x
A
//6 - Nicol
07
8
9
0.5 mm
0.5 mm
X Nicol
Sayatan
Tipis batuan sedimen, warna coklat muda,
bertekstur klastik, butiran di dukung oleh
10
10
10
lumpur (mud supported), ukuran butir 0,05 0,1 mm, bentuk butiran rounded subrounded,
XPL
XPL
PPL
terpilah baik, kemas tertutup.
Komp.Mineral ;
Kalsit
(45%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir 0,01 0,05 mm,
bentuk butiran rounded, hadir merata dalam sayatan
sebagai allochem dan mikrit. (C6)
Kuarsa
(1%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,05 0,08 mm, bentuk
butiran rounded, hadir setempat dalam sayatan sebagai
allochem. (J6)
Fosil Foram Kecil (7%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir 0,05 0,1 mm,
bentuk butiran rounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai allochem (E3)
Mud
(Lumpur Karbonat) (40%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir <1/256 mm, hadir
merata dalam sayatan sebagai mikrit dan sparit.
220
10
No Sampel
A
: LP136
E
Pembesaran 40x
D
//6 - Nicol
0.5 mm
X Nicol
7
7
7
0 7Sayatan Tipis batuan sedimen,
0.5 mmwarna coklat,
bertekstur klastik, butiran di dukung oleh
8
8
8
8
lumpur (mud supported), ukuran butir 0,4 1 mm, bentuk butiran subangular subrounded,
9
9
9
9
terpilah sedang, kemas terbuka.
10
10
10Komp.Mineral ;
10
XPL
XPL
PPL
Kuarsa
(14%) : Berwarna putih,
ukuran butir 0,3 1,1 mm, bentuk
butiran subrounded subangular, hadir merata-rata
dalam sayatan sebagai fragmen. (M2)
Plagioklas
(22%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,5 1,6 mm, bentuk
butiran subangular, hadir merata dalam sayatan sebagai
fragmen. (K8)
K. Feldspar
(9%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,3 0,8 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (J9)
Piroksin
(5%) : Berwarna oranye hitam, ukuran butir 0,4 0,8 mm,
bentuk butiran subangular, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (O3)
Kuarsit
(7%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,3 0,6 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai fragmen. (H2)
Kalsit
(18%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir 0,4 0,8 mm,
bentuk butiran subrounded, hadir setempat dalam
sayatan sebagai fragmen dan matriks. (A5)
Lumpur Karbonat (20%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir <1/256 mm, hadir
merata dalam sayatan sebagai matriks.
Fosil Foram kecil (5%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir 0,1 0,3 mm,
bentuk butiran subrounded, hadir setempat-tempat dalam
sayatan sebagai fragmen. (L5)
221
No Sampel
A
Pembesaran 40x
B
//6 - Nicol
0.5 mm
X Nicol
7
7
7
0.5 mm
bertekstur klastik, butiran di dukung oleh 8
8
8 Sayatan Tipis batuan sedimen, warna coklat 8muda,
lumpur
(grain
supported),
ukuran
butir
0,05
07
222
No Sampel
A
Pembesaran 40x
C
//6 - Nicol
07
8
9
0.5 mm
0.5 mm
X Nicol
Sayatan Tipis batuan sedimen, warna coklat keabuan, bertekstur klastik, butiran di dukung
10
10
10
10
oleh lumpur (mud supported), ukuran butir 0,1 1 mm, bentuk butiran subrounded XPL
XPL
PPL
subangular,
terpilah baik, kemas tertutup.
Komp.Mineral ;
Kuarsa
(22%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,01 0,8 mm, bentuk
butiran subrounded subangular, hadir merata dalam
sayatan sebagai fragmen. (E8)
Feldspar
(26%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,05 0,8 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir merata dalam sayatan sebagai
fragmen. (N7)
Opak
(7%) : Berwarna hitam, ukuran butir 0,05 0,5 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat. (A7)
Mineral Lempung (5%) : Berwarna coklat kehitaman, ukuran butir 0,1 0,2 mm,
bentuk butiran subrounded, hadir setempat dalam
sayatan sebagai fragmen. (F10)
Mud
(40%) : Berwarna coklat muda, ukuran butir <1/256 mm, hadir
merata dalam sayatan sebagai matriks.
223
No Sampel
A
: LP102
E
Pembesaran 40x
E
//6 - Nicol
07
8
9
0.5 mm
0.5 mm
X Nicol
Sayatan Tipis batuan piroklastik, warna putih,10ukuran butir 0,5 3 mm, bentuk butiran 10
10
10
subrounded subangular.
XPL
XPL
PPL
Komp.Mineral
;
Litik tuff
(28%) : Berwarna coklat hitam, ukuran butir 0,5 2,5 mm,
bentuk butiran subrounded subangular, hadir merata.
(L3)
Kuarsa
(12%) : Berwarna putih, ukuran butir 0,5 1,5 mm, bentuk
butiran subrounded subangular, hadir merata dalam
sayatan sebagai crystal. (I5)
Piroksin
(7%) : Berwarna oranye, ukuran butir 0,3 0,8 mm, bentuk
butiran subangular, hadir setempat dalam sayatan
sebagai crystal. (D6)
Opak
(3%) : Berwarna hitam, ukuran butir 0,2 0,6 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir setempat dalam sayatan
sebagai crystal. (F6)
Gelas
(7%) : Tak berwarna, ukuran butir <1/256 mm, hadir merata
dalam sayatan sebagai glass.
Nama Batuan : Crystal Tuff (Menurut Klasifikasi Wiliam,1954)
224
225
KOORDINAT
LOKASI KEDUDUKAN
KETERANGAN
Perlapisan
Beji
N 096 E/ 21 Batupasir; coklat; pasir halus-sedang;
prlapisan; membundar; sortasi baik; kemas
tertutup; komposisi kuarsa; semen: silika
FOTO
X:0446965
Y:9129658
N 197 E
N 287 E
226
X: 0446180
Y: 9129346
Gedali
N 197 E
N 287 E
3
X: 0446532
Y: 9129413
Beji
N 062 E
227
N 063 E
4
X: 0449340
Y: 9130433
N 170 E
N 134 E
228
X: 0448326
Y: 9130199
N 134 E
N 134 E
6
X: 0448144
Y: 9130112
Gumawang
N 143 E
229
N 140 E
7
X: 0447914
Y: 9130139
N 280 E
N 275 E
230
X: 0447589
Y: 9130127
Putat
N 031 E
N 028 E
9
X: 0446970
Y: 9129341
Beji
N 291 E
231
N 282 E
10
X: 0447769
Y: 9128938
Kerjan
N 285 E
N 275 E
232
11
X: 0449514
Y: 9129834
Gambiran
N 285 E
N 254 E
12
X: 0451141
Y: 9128947
Klepu
N 191 E
233
N 120 E
13
X: 0451141
Y: 9128947
Klepu
N 230 E
N 200 E
234
14
X: 0450817
Y: 9128761
Miri
N 185 E
N 210 E
15
X: 0450390
Y: 9128630
Miri
N 158 E
235
N 165 E
16
X: 0450364
Y: 9128605
Miri
N 126 E
N 115 E
236
17
X: 0449931
Y: 9128268
Bunder
N 224 E
N 230 E
18
X: 0449146
Y: 9128807
Ngepung
N 151 E
237
N 155 E
19
X: 0448986
Y: 9128700
Ngepung
N 259 E
N 285 E
238
20
X: 0448473
Y: 9128194
Bunder
N 092 E/ 19
N 133 E
N 128 E
21
X: 0448261
Y: 9128105
Bunder
N 108 E/ 31
239
N 245 E
N 088 E
N 105 E
240
22
X: 0448266
Y: 9128055
Bunder
N 095 E/ 17
N 230 E
N 245 E
23
X: 0447967
Y: 9128133
Bunder
N 075 E/ 14
N 192 E
241
N 201 E
24
X: 0447824
Y: 9128045
Bunder
N 090 E/ 10
N 230 E
N 235 E
242
25
X: 0447379
Y: 9127940
Bunder
N 245 E
N 230 E
26
X: 0447206
Y: 9128230
Kemuning
N 090 E/ 10
N 235 E
243
N 224 E
27
X: 0447180
Y: 9128260
Bunder
N 230 E
N 220 E
244
28
X: 0447513
Y: 9128665
Beji
N 130 E/ 16
N 263 E
N 255 E
29
X: 0451044
Y: 9130092
Nglampar
N 204 E
245
N 184 E
30
X: 0451026
Y: 9130030
Nglegi
N 165 E
N 161 E
246
N 159 E
31
X: 0450932
Y: 9130186
Nglegi
N 269 E
N 245 E
247
33
X: 0450602
Y: 9130332
Glepung
N 265 E
N 270 E
34
X: 0450111
Y: 9129907
N 345 E
248
35
X: 0449817
Y: 9129810
Gambiran
N 216 E
N 180 E
36
X: 0449658
Y: 9129493
Widoro
Wetan
N 265 E
249
N 259 E
37
X: 0448480
Y: 9129213
Dawung
N 287 E
N 298 E
250
38
X: 0448491
Y: 9129222
Dawung
N 114 E
N 118 E
39
X: 0448540
Y: 9129184
Dawung
N 190 E
251
N 175 E
40
X: 0449112
Y: 9128958
Dawung
N 070 E
N 073 E
252
41
X: 0448386
Y: 9128890
Dawung
N 356 E
N 353 E
42
X: 0448109
Y: 9128772
Dawung
N 196 E
253
N 201 E
43
X: 0448449
Y: 9128717
Dawung
N 222 E
N 220 E
254
44
X: 0448713
Y: 9128850
Dawung
N 105 E
N 180 E
45
X: 0449164
Y: 9128972
Dawung
255
N 171 E
N 165 E
46
X: 0450042
Y: 9128859
Sambipitu
N 189 E
256
N 182 E
47
X: 0449539
Y: 9129291
Widoro
Wetan
N 256 E
N 259 E
257
48
X: 0449832
Y: 9130225
Bubung
N 285 E
Terdapat sesar normal sebagai batas kontak
dengan bidang: N 080 E/ 72
N 285 E
49
X: 0449157
Y: 9132418
Nglanggeran
Wetan
Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya :
Batuan beku Intermediet Vulkanik, warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas: F-halus Fsedang, bentuk Kristal subhedral anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,5 mm, relasi
inequrgranular porfiritik,andesite.
N 108 E
258
N 104 E
50
X: 0448952
Y: 9132321
Nglanggeran
Wetan
Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya :
Batuan beku Intermediet Vulkanik, warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas: F-halus Fsedang, bentuk Kristal subhedral anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,5 mm, relasi
inequrgranular porfiritik,andesite.
N 289 E
N 270 E
259
51
X: 0448952
Y: 9132321
Nglanggeran
Wetan
Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya :
Batuan beku Intermediet Vulkanik, warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas: F-halus Fsedang, bentuk Kristal subhedral anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,5 mm, relasi
inequrgranular porfiritik,andesite.
N 187 E
N 189 E
52
X: 0448827
Y: 9132166
Nglanggeran
Wetan
Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya :
Batuan beku Intermediet Vulkanik, warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas: F-halus Fsedang, bentuk Kristal subhedral anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,5 mm, relasi
inequrgranular porfiritik,andesite.
N 207 E
260
N 235 E
53
X: 0448740
Y: 9132140
Nglanggeran
Wetan
Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya :
Batuan beku Intermediet Vulkanik, warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas: F-halus Fsedang, bentuk Kristal subhedral anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,5 mm, relasi
inequrgranular porfiritik,andesite.
N 254 E
N 256 E
261
54
X: 0448492
Y: 9132247
Gunung Butak
Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya :
Batuan beku Intermediet Vulkanik, warna
hitam, indeks warna 1%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas: F-halus Fsedang, bentuk Kristal subhedral anhedral,
ukuran Kristal 0,05 1,5 mm, relasi
inequrgranular porfiritik,andesite.
N 345 E
N 348 E
55
X: 0448379
Y: 9132233
Gunung Butak
Breksi
Dengan deskripsi dari fragmennya